Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 Jakarta
H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4....
Transcript of H 6 1 H: $ H7 /6 6 6 ++$ 7³>8 987> 9@³?::?dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/... · 2019. 4....
J. Infras Vol.3 No.1 Hal1-70
JakartaApril 2017
ISSN2476-9339
JURNAL INFRASTRUKTUR
Volume 3, Nomor 1, April 2017 ISSN : 2476-9339
DAFTAR ISI
Susunan Redaksi ii
Daftar Isi iii
Studi Penilaian Kinerja Proyek Konstruksi menggunakan Metode Earned Schedule (Azaria Andreas).....................................................................................................................................
1– 11
Analisis Pengukuran Kinerja Waktu Proyek Konstruksi (Andriani Tina, Ismail H. Asrul)................................................................................................................
13 – 19
Social Return on Investment (SROI) Framework in Telecomunication Infrastructure in Borderarea of Indonesia (Jade Sjafrecia Petroceany, Herawati Zetha Rahman, Nina Kade Nirmala)............................................
21 – 30
Analisis Urban Sprawl terhadap Perubahan Tutupan Lahan Kota Depok (Noviera Ristianingrum, Prima Jiwa Osly)................................................................................................
31 – 39
Analisis Debit Banjir Rencana terhadap Penambahan Pintu Air Baru di Manggarai Mohammad Ridho, Harmadi….................................................................................................................
41 – 50
Analisis Time Cost Trade Off pada proyek reception dock construction Babelan (Andi Stephen Yohar, Kusno Adi Sambowo)……………………………………………..............................
51 – 58
Studi Perbandingan Desain Perkerasan Jalan Angkut Tambang (Mine Haul Road) dengan Metoda CBR dan Mekanistik pada Jalan Tambang Batu Bara PT. BHP Billiton Indonesia di Lampunut, Kalimantan Tengah (Caswita, Imam Hagni Puspito)………….................................................................................................
59 – 64
Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas Pejalan Kaki (Nuryani Tinumbia)...................................................................................................................................
65 – 70
Pedoman Penulisan Naskah Jurnal Infrastruktur
J.Infras.3(1):65-70
65
KAJIAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP FASILITAS PEJALAN KAKI
(The Study of User’s Preference Towards Pedestrian Facilities)
Nuryani Tinumbia1
1Program Studi Teknik Sipil Universitas Pancasila
E-mail: [email protected]
ABSTRAK Berbagai penelitian mengenai pejalan kaki telah dilakukan untuk meningkatkan kembali moda berjalan. Kajian preferensi pengguna terhadap fasilitas pejalan kaki dapat memberikan pemahaman mengenai apa yang diinginkan penggunanya serta seperti apa tipikal pejalan kaki dalam berjalan. Kajian preferensi pejalan kaki ini dilakukan di dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Semarang. Survey primer berupa survey wawancara pejalan kaki di beberapa kawasan perkotaan. Perihal preferensi yang ditanyakan kepada responden yaitu rute berjalan dalam menuju suatu kawasan; alasan pemilihan rute berjalan; prioritas perbaikan fasilitas yang diinginkan pejalan kaki; waktu berjalan yang diterima pejalan kaki; dan pemilihan jenis fasilitas penyeberangan. Hasil temuan dari kajian ini adalah (1) mayoritas pejalan kaki memilih rute berjalan dengan jalur terpendek; (2) prioritas pertama terkait perbaikan fasilitas pejalan kaki adalah penyediaan dan peningkatan kualitas trotoar/jalur pejalan kaki, prioritas selanjutnya adalah adanya peningkatan serta pemeliharaan fasilitas pendukung yang dapat meningkatkan kenyamanan saat berjalan kaki, dan prioritas terakhir adalah pengurangan banyaknya penghalang di jalur berjalan dan juga adanya penyediaan fasilitas penyeberangan; (3) waktu berjalan yang diterima pejalan kaki akan berbeda-beda sesuai dengan maksud perjalanan. Masyarakat di kota Bandung cenderung lebih mau berjalan kaki dibandingkan masyarakat di Kota Semarang; (4) fasilitas penyeberangan yang dipilih berupa zebra cross dengan lampu penyeberangan. Preferensi pejalan kaki ini dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki nantinya. Kata Kunci: Preferensi, Pejalan Kaki, Fasilitas Pejalan Kaki
ABSTRACT
Various studies about pedestrian has been done to increase the walking activity as transportation mode. The preference study provides insight about what users want and walking typical of pedestrian. The study carried out in Bandung and Semarang. Primary survey conducted by pedestrian interview in some urban areas. Pedestrians are asked about the their walking route to reach the area; their reasons for selecting the walking route; their priorities of pedestrian facility improvement; their received walking duration; and their choice of crossing facilities. The findings of this study were: (1) majority of pedestrians choosed the shortest path for the walking route; (2) the first priority was providing and improving the sidewalks, the next priority for amenities, while the last one was reducing obstacles on the sidewalks and provide crossing facilities; (3) the walking time will vary based on trip purposes, People in Bandung were willing to walk than people in Semarang; (4) majority of pedestrians choosed pelican crossing. This pedestrian’s preferences could be suggest in the planning of pedestrian facilities. Keywords: Preferences, Pedestrians, Pedestrian Facilities
Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia
66
PENDAHULUAN
Berjalan merupakan jenis transportasi yang paling murah dan paling mudah digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain bermanfaat untuk kesehatan, berjalan juga dapat meningkatkan interaksi dengan lingkungan sosial yang ada. Terkait dengan isu pencemaran udara dan peningkatan konsumsi bahan bakar fosil, berjalan digalakkan kembali sehingga diharapkan moda berjalan dapat menggantikan peran kendaraan bermotor untuk perjalanan jarak dekat. Di samping itu, pengembangan transportasi umum tidak terlepas dari system integrasi dengan moda berjalan.
Pembangunan perkotaan yang cenderung berpihak pada pengendara kendaraan bermotor, juga pejalan kaki yang diperhadapkan dengan berbagai masalah saat berjalan seperti pengalihan fungsi jalur berjalan menjadi tempat berdagang maupun parkir liar, risiko konflik dengan pengendara kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Penyediaan infrastruktur pejalan kaki yang ada belum cukup untuk memfasilitasi perjalanan berjalan kaki yang berkeselamatan, aman dan nyaman. Berbagai penelitian mengenai pejalan kaki telah dilakukan untuk meningkatkan kembali moda berjalan, salah satunya adalah kajian walkability yang dikembangkan oleh Krambeck (2006), kemudian dilakukan di beberapa negara berkembang di Asia oleh Gotha, dkk (2011), dan dikembangkan lagi oleh Wibowo, dkk (2015). Kajian tersebut berisi penilaian kelayakan berjalan atau evaluasi fasilitas pejalan kaki.
Sebagai rangkaian dari kajian walkability, preferensi pejalan kaki terhadap kualitas infrastruktur juga perlu dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan penggunanya. Kajian preferensi pejalan kaki ini dilakukan di dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Semarang yang bertujuan untuk memahami adanya kecenderungan tertentu terkait dengan preferensi pejalan kaki.
STUDI LITERATUR Menurut Tanan (2011), fasilitas pejalan kaki adalah seluruh prasarana dan sarana yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki, sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan kenyamanan serta keselamatan penggunanya. Fasilitas pejalan kaki dibedakan menjadi: - Fasilitas utama, yakni berupa jalur pejalan kaki,
misalnya trotoar, penyeberangan (baik sebidang maupun tidak sebidang), dan lain sebagainya.
- Fasilitas pendukung, berupa segala sarana pendukung, misalnya: rambu, marka, pengendali kecepatan, papan informasi, lapak tunggu, lampu penerangan, pagar pengaman, pelindung/peneduh, jalur hijau, tempat duduk, tempat sampah, halte, drainase, bollard, telepon umum, dan lain sebagainya
Berdasarkan Pedoman dari Bina Marga (1999) bahwa jalur pejalan kaki dan perlengkapannya harus
direncanakan sesuai ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Pada hakekatnya pejalan kaki untuk mencapai
tujuannya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancer dan aman dari gangguan.
2. Adanya kontinuitas Jalur Pejalan Kaki, yang menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan, dan begitu juga sebaliknya.
3. Jalur Pejalan Kaki harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitasnya seperti: rambu-rambu, penerangan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, sehinga pejalan kaki lebih mendapat kepastian dalam berjalan, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat.
4. Fasilitas Pejalan Kaki tidak dikaitkan dengan fungsi jalan
5. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air, serta disarankan untuk dilengkapi dengan peneduh.
6. Untuk menjaga kesalamatan dan keleluasaan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan.
7. Pertemuan antara jenis Jalur Pejalan Kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki
METODE Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung dan Semarang, dengan survey primer berupa survey wawancara pejalan kaki di beberapa kawasan perkotaan.
Tabel 1. Lokasi Wawancara
Jenis kawasan
Bandung Semarang
Pendidikan ITB, Polban
Undip Kampus Tembalang, Kompleks sekolah di jalan Pandanaran II
Komersial
Pasar Cihargeulis, Pasar Simpang Dago
Citraland Mall, Paragon Mall
Terminal Transportasi
Terminal Cibeureum, Terminal Ledeng
-
Peribadatan Masjid Raya Cipaganti, Masjid Pusdai
Masjid Raya Baitullah Semarang, Masjid Agung Jawa Tengah
Perkantoran -
Kompleks Perkantoran di Jalan Pandanaran, Kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah
Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia
67
Perihal yang ditanyakan kepada responden yaitu (1) rute berjalan dalam menuju suatu kawasan tertentu; (2) alasan responden mengenai pemilihan rute tersebut; (3) hal yang terkait fasilitas pejalan kaki yang perlu diperbaiki; (4) preferensi responden mengenai waktu berjalan menuju beberapa jenis lokasi; dan (5) preferensi responden terhadap jenis penyeberangan. Analsis dalam kajian ini berupa analisa deskriptif dengan penyejian data berupa grafik-grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Survey wawancara pejalan kaki dilakukan pada 648
responden di kota Bandung dan 478 di kota
Semarang. Profil responden adalah seperti yang
ditunjukkan
Tabel 2.
Tabel 2. Profil responden
Responden diminta untuk menunjukkan rute berjalannya dan kemudian mengemukakan alasan pemilihan rute tersebut. Lebih dari 40% responden di masing-masing kawasan pada kedua kota memilih rute berjalannya dengan alasan rute tersebut merupakan jalur terpendek. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan, rute dengan jalur terpendek memungkinkan pejalan kaki untuk cepat sampai di tempat tujuan.
Gambar 1. Alasan pemilihan rute berjalan, Bandung
(atas), Semarang (bawah)
Kemudian setiap responden mengemukakan prioritas
perbaikan fasilitas pejalan kaki berdasarkan rute
berjalan yang dilaluinya. Jawaban responden yang
bervariasi kemudian dikategorikan dalam Sembilan
parameter Walkability (Krambeck, 2006).
Gambar 2. Prioritas perbaikan yang diusulkan pejalan
kaki, Bandung (atas), Semarang (bawah)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di kedua
kota (Gambar 2), untuk prioritas pertama sebanyak
Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia
68
48,98% responden Bandung dan 26,35% responden
Semarang menginginkan penyediaan dan peningkatan
kualitas trotoar/jalur pejalan kaki yang berupa
pengadaan dan perbaikan trotoar yang rusak,
peningkatan kebersihan, dan pelebaran trotoar.
Selanjutnya pada prioritas kedua, 30,82% responden
Bandung dan 20,33% berharap ada peningkatan dan
pemeliharaan fasilitas pendukung yang dapat
meningkatkan kenyamanan saat berjalan kaki seperti
penambahan peneduh baik pohon atau bangunan
peneduh, penambahan tempat sampah, pengadaan
lampu jalan, bangku, dan lain sebagainya. Khusus
untuk Kota Semarang, kebanyakan responden sangat
menginginkan adanya penambahan pohon atau
bangunan peneduh, hal itu terkait dengan temperatur
kota Semarang yang tinggi jika dibandingkan Kota
Bandung.
Sama halnya dengan prioritas kedua, sebanyak
33,41% responden Bandung dan 6,64% responden
Semarang pun menginginkan hal tersebut. Prioritas
ketiga adalah perbaikan yang dapat mereduksi
banyaknya penghalang di jalur berjalan (10,38%),
kebanyakan responden Bandung yang menuliskan
prioritas ini menginginkan adanya penertiban
Pedagang Kaki Lima yang berjualan di jalur berjalan,
penertiban parkir liar di jalur berjalan, serta penertiban
penghalang lainnya yang berada di jalur berjalan.
Sehingga dengan adanya perbaikan ini, jalur berjalan
akan bebas dari penghalang dan pejalan kaki semakin
nyaman berjalan di jalur berjalan. Berbeda dengan hal
tersebut, sebanyak 1,66% responden Semarang
menginginkan penyediaan fasilitas penyeberangan
sehingga tingkat keselamatan pejalan kaki bisa
menjadi lebih tinggi.
Waktu berjalan yang diterima pejalan kaki akan
berbeda sesuai dengan maksud perjalanan. Gambar
3 menunjukkan waktu yang diterima responden pada
berbagai maksud perjalanan. Kebanyakan pejalan kaki
di Kota Semarang mau berjalan dengan waktu berjalan
10 menit untuk semua maksud perjalanan. Jika
dibandingkan hasil wawancara pada kedua kota
secara keseluruhan menunjukkan bahwa masyarakat
Bandung relatif masih senang berjalan dengan waktu
lama dibanding masyarakat Semarang.
Gambar 3. Waktu berjalan yang diterima, Bandung
(atas), Semarang (bawah)
Menarik untuk diketahui, waktu berjalan yang diterima
pejalan kaki di Kota Bandung lebih bervariasi
dibandingkan Kota Semarang. Untuk menuju pintu
masuk mall dari parkiran mobil, dominan pejalan kaki
di semua kawasan Kota Bandung menerima waktu
berjalan kurang dari 5 menit. Hal tersebut berarti
bahwa tidak ada pengaruh tipikal kawasan terhadap
preferensi tersebut. Kebanyakan pejalan kaki tidak
mau berjalan lama untuk mencapai pintu masukpusat
perbelanjaan dari parkiran mobil. Perencanaan
sirkulasi parking pusat perbelanjaan dapat
mengakomodasi preferensi pejalan kaki tersebut.
Mayoritas pejalan kaki di kawasan pendidikan,
komersial dan terminal transportasi menerima waktu
berjalan sampai dengan 10 menit dalam menuju ruang
kerja atau ruang kuliah, berbeda dengan pejalan kaki
di kawasan peribadatan yang kebanyakan menerima
waktu berjalan kurang dari 5 menit untuk kondisi
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan preferensi
kebanyakan orang yang tidak mau berlama-lama
berjalan dalam menuju ruang kerja atau ruang kuliah.
Semua pejalan kaki yang beragama Islam lebih
memilih tempat peribadatan yang paling dekat
sehingga waktu berjalannya akan singkat. Pejalan kaki
di kawasan pendidikan dominan menerima waktu
berjalan kurang dari 5 menit begitu pula pada
pejalankaki di kawasan komersial. Untuk pejalan kaki
di kawasan terminal transportasi dan peribadatan
Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia
69
masih menerima waktu berjalan sampai dengan 10
menit.
Waktu yang diterima mayoritas pejalan kaki di
kawasan pendidikan, komersial dan peribadatan untuk
berjalan menuju tempat pemberhentian angkutan kota
adalah kurang dari 5 menit. Berbeda pejalan kaki di
kawasan terminal transportasi yang menerima waktu
dengan kondisi tersebut sampai dengan 15 menit.
Kebiasaan orang yang tidak mau menunggu
kendaraan umum yang mengantri lama di terminal
membuat pejalan kaki di kawasan terminal tersebut
harus berjalan sedikit jauh untuk mendapatkan
angkutan kota lainnya dengan cepat.
Untuk menuju terminal bus atau halte bus, waktu
berjalan yang diterima kebanyakan pejalan kaki di
semua kawasan adalah sampai dengan 10 menit
meskipun beberapa pejalan kaki lainnya masih
menerima waktu sampai dengan 15 menit.
Dalam mencapai stasiun kereta api, waktu berjalan
yang diterima pejalan kaki sangat bervariasi hal
tersebut bisa disebabkan karena biasanya orang yang
mau bepergian jauh akan mengestimasi waktu tertentu
yang akan dihabiskan untuk menuju terminal
transportasi tersebut. Mengenai waktu berjalan pada
kondisi tersebut adalah relatif dan tidak dapat dilihat
kecenderungannya.
Biasanya dalam berjalan di daerah pertokoan atau
pusat perbelanjaan tidak terikat waktu. Pejalan kaki
khususnya wanita cenderung santai dan dapat berjalan
berlama-lama. Waktu berjalan yang diterima
kebanyakan pejalan kaki di kawasanpendidikan dan
terminal untuk berjalan di daerah pusat perbelanjaan
adalah lebih dari 30 menit. Tidak mengherankan
dengan hasil tersebut karena dominan responden
pada kawasan pendidikan dan terminal adalah wanita.
Waktu yang diterima pejalan kaki di kawasan
komersial bervariasi sampai dengan lebih dari 30
menit. Dan untuk waktu yang terima pejalan kaki di
kawasan peribadatan adalah sampai dengan 15 menit.
Berjalan di taman merupakan perjalanan yang bersifat
rekreasi dan biasanya tidak terikat waktu tertentu.
Waktu berjalan yang diterima saat berjalan di taman
adalah bervariasi untuk pejalan kaki di kawasan
pendidikan, komersial dan terminal. Lain halnya
dengan pejalan kaki di kawasan peribadatan yang
dominan pria dan rata-rata menerima waktu berjalan di
taman sampai dengan 15 menit. Perencanaan sirkulasi
taman dengan penyediaan fasilitas yang mendukung
kenyamanan pengunjungnya akan membuat orang
semakin betah berjalan dan menghabiskan waktu yang
relatif lama di taman.
Untuk berjalan menuju jembatan penyeberangan,
pejalan kaki yang selalu terikat waktu seperti
mahasiswa dan pekerja tidak mau berjalan lama.
Pejalan kaki di kawasan pendidikan menerima waktu
sampai dengan 10 menit meski dominan preferensi
waktu yang diterima adalah kurang dari 5 menit.
Kemudian waktu berjalan yang diterima pejalan kaki di
kawasan komersial adalah kurang dari 5 menit. Begitu
pula dengan pejalan kaki di kawasan peribadatan.
Berbeda dengan pejalan kaki di kawasan terminal
transportasi yang menerima waktu berjalan sampai
dengan 15 menit. Perencanaan posisi jembatan
penyeberangan nantinya di kawasan pendidikan,
komersial, terminal transportasi dan peribadatan dapat
mempertimbangkan informasi waktu berjalan tersebut.
Gambar 4. Preferensi terhadap fasilitas
penyeberangan, Bandung (atas), Semarang (bawah)
Adapun preferensi pejalan kaki dalam menggunakan
infrastruktur penyeberangan. Gambar 4 menunjukkan
bahwa pejalan kaki kota Bandung dan Kota Semarang
lebih menyukai menyeberang jalan pada zebra cross
dengan lampu penyeberangan (pelican crossing).
Kebanyakan pejalan kaki memilih fasilitas
penyeberangan tersebut dengan alasan lebih aman
dan praktis. Zebra cross tanpa lampu penyeberangan
dipilih 19% pejalan kaki di kota Semarang hanya
Kajian Preferensi Pengguna terhadap Fasilitas………………………………………………………………………………………….....Nuryani Tinumbia
70
selisih 8% lebih banyakdari sebagian pejalan kaki di
Kota Bandung. Jembatan penyeberangan lebih disukai
25% pejalan kaki di kota Bandung dibandingkan
pejalan kaki di Kota Semarang (20%).
KESIMPULAN
Kajian preferensi pengguna terhadap fasilitas pejalan
kaki dapat memberikan pemahaman mengenai apa yang
diinginkan penggunanya serta seperti apa tipikal pejalan
kaki dalam berjalan. Adanya kecenderungan preferensi
yang sama oleh pejalan kaki di kawasan perkotaan
terlihat dari hasil survey yang dilakukan. Hasil temuan
dari kajian ini adalah (1) mayoritas pejalan kaki di Kota
Bandung dan Semarang memilih rute berjalan dengan
jalur terpendek. (2) Pejalan kaki di kedua kota
menginginkan menginginkan penyediaan dan
peningkatan kualitas trotoar/jalur pejalan kaki yang
berupa pengadaan dan perbaikan trotoar yang rusak,
peningkatan kebersihan, pelebaran trotoar; prioritas
selanjutnya adalah adanya peningkatan serta
pemeliharaan fasilitas pendukung yang dapat
meningkatkan kenyamanan saat berjalan kaki seperti
penambahan peneduh baik pohon atau bangunan
peneduh, penambahan tempat sampah, pengadaan
lampu jalan, bangku, dan lain sebagainya; perbaikan
selanjutnya adalahpengurangan banyaknya
penghalang di jalur berjalan, seperti penertiban
pedagang kaki lima dan penertiban parkir liar di jalur
berjalan; dan penyediaan fasilitas penyeberangan
sehingga tingkat keselamatan pejalan kaki bisa menjadi
lebih tinggi. (3) waktu berjalan yang diterima pejalan
kaki akan berbeda-beda sesuai dengan maksud
perjalanan. Masyarakat di kota Bandung cenderung
lebih mau berjalan kaki dibandingkan masyarakat di
Kota Semarang. (4) Fasilitas Penyeberangan berupa
zebra cross dengan lampu penyeberangan lebih dipilih
oleh sebagian besar pejalan kaki di kedua kota dengan
alasan lebih aman dan praktis.
UCAPAN TERIMA KASIH Pendanaan dalam penyelenggaraan kajian ini bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. REFERENSI Bina Marga, (1999),Pedoman Perencanaan Jalur
Pejalan Kaki pada Jalan Umum. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Indonesia
Krambeck H. V, (2006), The Global Walkability Index, Master of City Planning and Master Of Science in Transportation at Massachusetts Institute of Technology, USA
Leather J., Gota S., Fabian H. G., Mejia A. A., Punte S. S., (2011), Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities, ADB Sustainable Development Working Paper Series, Metro Manila, Philipina.
Tanan N., (2011), Fasilitas Pejalan Kaki, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung, Indonesia.
Wibowo S.S., Tanan N., Tinumbia N. (2015), Walkability Measures for City Area in Indonesia (Case Study of Bandung), Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies.