gunungapi

29
ABSTRAK

description

gunung

Transcript of gunungapi

ABSTRAK

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangGunung api (Vulkano) berasal dari bahasa Romawi kuno yaitu Vulcan, yang diartikan sebagai tempat keluarnya magma ke permukaan bumi. Proses keluarnya magma di tubuh gunungapi biasanya disertai letusan. Keluarnya magma ini jika disertai dengan tekanan gas yang kuat akan menimbulkan letusan dinamakan letusan eksplosif, sedangkan jika tekanan gas kurang, terjadi aliran larva dinamakan letusan efusif. Aktivitas vulkanisme ini terjadi di dalam tubuh gunung api dapat mengakibatkan bencana alam yang menyertai kehidupan manusia. (Harmoko,2001).Beberapa pengamatan yang dilakukan secara teliti membuktikan bahwa peningkatan tekanan magma besar atau kecil, akan menyebabkan ternyadinya deformasi. Untuk mengetahui gejala deformasi gunung api yang terjadi dilakukan pemantaun dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode yang berbasis satelit yaitu metode GPS yang dilakukan secara kontinu. Pada prinsipnya pemantauan deformasi kontinu menggunakan GPS dilakukan secara tersu menerus secara otomatis, yaitu dengan menempatkan GPS diberapa titik ukur di lokasi yang dipilih. Metode deformasi kontinu ini umumnya menggunakan sensor-sensor, extensiometer, dan dilatometer, yang hanya mengkarakterisir deformasi yang sifatnya relative lokal. Patut ditekankan di sini bahwa GPS yang dikombinasikan dengan system telemetri data juga mulai banyak digunakan untuk mementau deformasi guung api secara kontinyu. Untuk gunung-gunung api yang lebih aktif, sehubungan dengan adanya tuntutan ketersedian informasi deformasi dalam waktu yang relative cepat, maka pemantauan secara kontinyu dengan GPS akan relative lebih efektif dibandingkan dengan metode survey GPS secara periodic (Abidin,2007). Selain deformasi yang terjadi di permukaan gunung api, aktivitas vulkanisme dikontrol pula oleh peubahan mendadak atau pelepasan energy dalam bumi yang dikenal dengan gempaa bumi. Untuk mengetahui kegempaan yang terjadi di gunung api, dilakukan pementauan seismisitas gunung api secara kontinyu dalam suatu jejaring dari titik-titik stasiun yang telah ditentukan posisinya. Dari pusat gempa, gelombang gempa dirambatkan dalam medium yang bersifat elastis. Bentuk gelombang yang terekam dengan sebuah alat yang disebut seismograf. Hasil pencatatan seismograf disebut seismogram. Selanjutnya sari seismogram tersebut diolah dan diperoleh informasi mengenai magnitude, tipe gempa, jejek sumber gempa, energy, frekuensi dan lain-lain. Seluruh informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas kegempaan sebuah gunung api, sehingga segala kemungkinan yang akan terjadi dapat diperkirakan sebelumnya.Wilayah Indonesia terletak di pertemuan antara tiga buah lempeng yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Hal inilah yang membuat Indonesia kaya akan gunung api yang aktif. Wilayah Indonesia juga dikenal terletak pada lingkaran api (ring of fire). Jumlah gunung api di Indonesia cukup banyak dan tersebar di hampir semua pulau utama di Indonesia kecuali Kalimantan (Purna, 2009). Banyaknya gunung api di Indonesia membuat kita memikirkan upaya meminimalisir bencana yang dapat ditimbulkan oleh letusan gunung api. Gunung api Sinabung adalah gunung api strato atau kerucut dengan karakter letusan mengeluarkan abu vulkanik dan merupakan gunung yang tertinggi di Sumatera Utara. Gunung Sinabung sebelumnya merupakan gunungapi tipe B yang tidak ada aktivitas vulkanik sejak tahun 1600. Karena awalnya dikategorikan gunung api tipe B, maka pemerintah tidak melakukan pengamatan terhadap gunung tersebut. Letusan Gunung sinabung tahun 2010 membuka mata kita semua bahwa gunungapi tipe B juga bisa menimbulkan letusan yang luar biasa. Sejak 2010 tersebut, gunung Sinabung tercatat sebagai Gunungapi tipe-A yang harus mendapatkan perhatian khusus berupa pembuatan pos pengamatan. Memasuki tahun 2011 hingga Juli 2013, gunungapi Sinabung dalam keadaan normal, hingga 27 Agustus meletus kembali. Proses yang terjadi dalam deretan waktu gunung sinabung membuat beberapa pihak terkait mersa kesulitan untuk mengkaji gunung tersebut1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latab belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana data sekunder hasil pemantauan GPS kontinu dan data seismik bisa digunakan untuk menetukan deformasi dan tingkat aktivitas gunung api Sinabung.2. Bagaimana interpretasi hasil pengolahan data GPS secara kontinu dan data seismik dalam menetukan (deflasi dan inflasi) dan aktivitas seismisitas gunung api Sinabung.

1.3 Batasan MasalahCakupan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:1. Dari data survey GPS diperoleh vektor pergeseran dalam arah horizontal dan vertical. Akan tetapi, penelitian ini hanya menganalisa vektor pergeseran horizontal dan vertikal. Selanjutnya dari vektor pergeseran horinzontal dan vertikal akan dianalisis lokasi sumber aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api Sinabung.2. Dari data seismik akan dianalisis jenis gempa vulkanik dan hubungan antara jumlah gempa vulkanik, energi kumulatif gempa, dan variasi jarak sumber vulkanik untuk mengetahui aktivitas kegempaan yang terjadi di Gunung api Sinabung.3. Dari informasi deformasi dan seismik dilakukan pemantauan status gunung api yaitu Normasl (level I), Waspada (Level II), Siaga (Level III) dan Awas (Level IV).

1.4 Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktivitas Gunung sinabung berdasarkan data hasil pementauan deformasi dan seismik selama kurun waktu Oktober 2010 samapai Desember 2013.

1.5 Manfaat1. Memberikan informs bahwa GPS dan seismik dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas sebuah gunung api.2. Memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Sinabung sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mitigasi bencana letusan gunung api.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Gunung Api

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang didefinisikan sebagai suatu saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan saat dia meletus. Secara singkat, gunung berapi adalah gunung yang masih aktif dalam mengeluarkan material di dalamnya (Rukaesih, 2004).Gunung berapi yang aktif mungkin akan berubah menjadi separuh aktif, padam dan akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Gunung berapi akan padam dalam waktu 610 tahun sebelum akhirnya aktif kembali. Oleh karena itu, sukar bagi kita untuk menentukan apakah suatu gunung itu sudah mati ataukah masih aktif. Karena sudah mengalami letusan berulang kali di sepanjang hidupnya , gunung berapi mempunyai beberapa bentuk. Apabila gunung berapi meletus, magma yang terdapat di bawah gunung berapi akan keluar sebagai lahar atau lava. Lava ini sangat panas dan berbahaya bagi makhluk hidup. Selain aliran lava, material lain yang juga berbahaya dari gunung yang sedang meletus adalah aliran lumpur, abu, dan gas beracun. Selain itu, meletusnya gunung berapi juga akan mengakibatkan kebakaran hutan, gelombang tsunami, bahkan gempa bumi. 2.1.1 Jenis-jenis gunung Berdasarkan bentuknya gunung berapi dibedakan menjadi 4, yaitu:a. Strato volcano Gunung berapi ini tersusun dari beberapa jenis batuan hasil letusan yang tersusun secara berlapis-lapis. Jenis gunung berapi ini membentuk suatu kerucut besar (raksasa) dan terkadang bentuknya tidak beraturan. Hal ini dikarenakan adanya letusan yang terjadi beberapa ratus kali. Gunung Sinabung termasuk gunung berapi jenis ini.b. Perisai Di Indonesia tidak ada gunung yang berbentuk perisai. Gunung api perisai contohnya Maona Loa Hawaii, Amerika Serikat. Gunung api perisai terjadi karena magma cair keluar dengan tekanan rendah tanpa adanya letusan. Lereng gunung yang terbentuk menjadi sangat landai.c. Cinder Cone Gunung jenis Cinder Cone merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkaniknya menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Gunung jenis ini jarang yang mempunyai tinggi di atas 500 meter dari permukaan tanah sekitarnya.d. Kaldera Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat sehingga melempar ujung atas gunung dan membentuk cekungan. Gunung Bromo termasuk gunung jenis ini (Hartuti, 2009).

2.1.2 Erupsi Gunung apiLetusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah erupsi. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif yang berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi, sekitar 1.0000 C sehingga mampu melelehkan material sekitarnya membentuk cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah disekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan dapat mencapai 700-1.2000 C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya dapat membanjiri sampai radius 90 km (Hartuti, 2009). Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi, apa pun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki risiko merusak dan mematikan (Hartuti, 2009).

2.2 Deformasi2.2.1 Pengertian DeformasiDeformasi adalah perubahan bentuk, posisi dan dimensi dari suatu benda. Secara umum juga dapat diartikan sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada umumnya mengacu kepada suatu sistem kerengka referensi (Rusman,dkk, 2012).Analisis deformasi dapat dilakukan secara geometrik (Chrzanowski dkk.,1986). Analisis geometrik ini dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:1. Pergeseran, yaitu analisis yang menunjukkan perubahan posisi suatu benda dengan menggunakan data perbedaan posisi yang didapat dari perataan data pengamatan pada kala berbeda.2. Regangan, yaitu analisis yang menunjukkan perubahan posisi, bentuk dan ukuran suatu benda dengan meggunakan data pengamatan geodetik langsung atau data regangan yang diperoleh dari data pengamatan geodetik perubahan posisi.

2.2.2 Deformasi Gunung ApiLetusan gunung api yang eksplosif sering diawali kenaikan permukaan tanah yang relatif cukup besar. Bahkan untuk gunung api yang sudah lama tidak menunjukkan aktivitasnya. Deformasi indikator yang dapat dipercaya dari kebangkitan kembali aktivitas gunung api tersebut. Deformasi permukaan gunung api yang berupa vektor pergeseran titik dan vektor percepatan, perubahannya dapat memberikan informasi tentang karakteristik dan dinamika dari kantong (reservoir) magma. Informasi gejala deformasi tersebut dapat dimodelkan untuk menentukan lokasi, kedalaman, bentuk, ukuran dan perubahan-perubahan tekanan sumber penyebab deformasi. Pada dasarnya deformasi dari tubuh gunung api dapat berupa kenaikan tanah (inflasi) maupun penurunan tanah (deflasi), seperti Gambar 2.1.Deformasi yang berupa inflasi umumnya terjadi karena proses gerakan magma ke permukaan yang menekan permukaan diatasnya, dalam hal ini deformasi maksimal biasanya teramati tidak lama sebelum letusan gunung api berlangsung. Sedangkan deformasi berupa deflasi umumya terjadi selama atau sesudah masa letusan, pada saat itu permukaan tanah cendrung kembali ke posisinya semula (Kriswati, 2006).

Gambar 2.1 Gejala deformasi pada gunung api aktif (Abidin, 2001).

2.3 Global Positioning System (GPS)2.3.1 Pengertian Global Positioning System (GPS)GPS (Global Positioning System) adalah sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang saling berhubungan yang berada di orbitnya. Satelit-satelit itu milik Departemen Pertahanan (Departemen of Defense) Amerika Serikat yang pertama kali diperkenalkan mulai tahun 1978 dan pada tahun 1994 sudah memakai 24 satelit. Satelit-satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 12.000 mil dari permukaan bumi. Satelit-satelit ini akan selalu berada posisi yang bisa menjangkau semua area di atas permukaan bumi sehingga dapat meminimalkan terjadinya blank spot (area yang tidak ter-jangkau oleh satelit). Setiap satelit mampu mengelilingi bumi hanya dalam waktu 12 jam. 2.3.3 Cara Kerja GPSSetiap daerah di atas permukaan bumi ini minimal terjangkau oleh 3-4 satelit. Pada prakteknya, setiap GPS terbaru bisa menerima sampai dengan 12 chanel satelit sekaligus. Kondisi langit yang cerah dan bebas dari halangan membuat GPS dapat dengan mudah menangkap sinyal yang dikirimkan oleh satelit. Semakin banyak satelit yang diterima oleh GPS, maka akurasi yang diberikan juga akan semakin tinggi. Cara kerja GPS secara logik ada 5 langkah: 1. Memakai perhitungan triangulation dari satelit. 2. Untuk perhitungan triangulation, GPS mengukur jarak menggunakan travel time sinyal radio. 3. Untuk mengukur travel time, GPS memerlukan memerlukan akurasi waktu yang tinggi. 4. Untuk perhitungan jarak, kita harus tahu dengan pasti posisi satelit dan ketingian pada orbitnya. 5. Terakhir harus menggoreksi delay sinyal waktu perjalanan di atmosfer sampai diterima reciever.

Gambar 2.3 Proses Satelit GPS Mengirim Sinyal

Satelit GPS berputar mengelilingi bumi selama 12 jam di dalam orbit yang akurat dia dan mengirimkan sinyal informasi ke bumi. GPS reciever mengambl informasi itu dan dengan menggunakan perhitungan triangulation menghitung lokasi user dengan tepat. GPS reciever membandingkan waktu sinyal di kiirim dengan waktu sinyal tersebut di terima. Dari informasi itu didapat diketahui berapa jarak satelit. Dengan perhitungan jarak jarak GPS reciever dapat melakukan perhitungan dan menentukan posisi user dan menampilkan dalam peta elektronik.

Gambar 2.4 Tampilan GPS Reciever

Sebuah GPS reciever harus mengunci sinyal minimal tiga satelit untuk memenghitung posisi 2D (latitude dan longitude) dan track pergerakan. Jika GPS reciever dapat menerima empat atau lebih satelit, maka dapat menghitung posisi 3D (latitude, longitude dan altitude). (FILE STMIK AMIKOM).

2.3.4 Prinsip Pemantaun Deformasi dengan GPSPrinsip dari metode pemantauan aktivitas gunung berapi dengan metode Survei GPS pada dasarnya relatif mudah, yaitu pemantauan terhadap perubahan koordinat dari beberapa titik yang mewakili gunung tersebut secara periodik maupun secara kontinyu. Pada metode ini, beberapa alat penerima sinyal (receiver) GPS ditempatkan pada beberapa titik pantau yang ditempatkan pada punggung dan puncak gunung yang akan dipantau, serta pada suatu stasion referensi yang dianggap sebagai titik stabil. Koordinat dari titik-titik pantau tersebut kemudian ditentukan secara teliti dengan GPS, relatif terhadap stasion referensi, dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial menggunakan data pengamatan fase Selanjutnya dengan mempelajari perubahan koordinat titik-titik pantau tersebut, baik terhadap stasion referensi maupun di antara sesama titik pantau secara periodik, maka karakteristik deformasi dan magmatik gunung berapi yang bersangkutan dapat dipelajari dan dianalisa, seperti yang di ilustrasikan pada Gambar 1 berikut (GUNUNG IJEN, NO 6).

Gambar 2.5 Sistem GPS dalam pemantauan Gunung api ( Abidin, 2005)

Dalam konteks studi deformasi gunungapi dengan metode survei GPS, ada beberapa keunggulan dan keuntungan dari GPS yang perlu dicatat, yaitu antara lain: 1. GPS dapat mencakup suatu kawasan yang relatif luas tanpa memerlukan saling keterlihatan antar titik-titik pengamatan. Dengan karakteristik seperti ini, GPS dapat memantau sekaligus beberapa gunungapi yang berdekatan. 2. GPS memberikan nilai vektor koordinat serta pergerakan titik (dari minimum dua kala pengamatan) dalam tiga dimensi (dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal), sehingga dapat informasi deformasi yang lebih baik dibandingkan metode-metode terestris yang umumnya memberikan informasi deformasi dalam satu atau dua dimensi. 3. GPS memberikan nilai vektor pergerakan titik dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal dan stabil baik secara spasial maupun temporal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk memantau deformasi gunung atau gunung-gunungapi dalam kawasan yang luas secara konsisten dari waktu ke waktu. 4. GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya pergerakan titik yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik. 5. GPS dapat dimanfaatkan secara kontinyu tanpa tergantung waktu (siang maupun malam), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka pelaksanaan survei GPS untuk studi deformasi gunungapi dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel (Abidin,dkk, 2007). Pemantauan deformasi gunungapi dengan metode survei GPS ini sudah diterapkan pada banyak gunungapi di luar negeri. Di Indonesia beberapa gunungapi telah dipantau karakteristik deformasinya dengan metode survei GPS, dimana lokasi dari gunung-gunungapi tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut. Pelaksanaan survey-survei GPS di gunung-gunungapi tersebut dilaksanakan bersama-sama oleh Dept. Teknik Geodesi ITB bekerjasama dengan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencan Geologi. Beberapa hasil dari studi deformasi gunungapi dengan metode survei GPS tersebut diberikan di Abidin, et, al [8-15].

Gambar 2.6 Beberapa gunungapi yang dipantau dengan GPS kontinyu

2.4 Pemantauan Deformasi Gunung Api Dengan Survei GPS2.4.1 Pemantauan Secara KontinyuSebuah jaringan lokal terus beroperasi penerima GPS ini juga cocok untuk memantau daerah-daerah yang relatif kecil di sekitar gunung berapi. Salah satu jaringan yang pertama didirikan oleh US Geological Survey (USGS) pada Augustine gunung berapi, Alaska (Gambar 2.7). Tiga dual-frekuensi penerima GPS yang digunakan, dan baseline diukur pada secara mingguan. Data yang dikirimkan dari dua stasiun jarak jauh di sisi dan puncak gunung berapi ke base station untuk pengolahan (USGS 2006a).

Gambar 2.7 Gambaran Pemantaun Gunung api secara kontinyu (USGS 2006) Data GPS adalah sampel setiap 30 detik dan di-download sekali sehari untuk menghitung satu hari rata-rata posisi .Gambar 2.7 menunjukkan bagian dari jaringan ini situs NUPM dan KTPM mencakup zona keretakan timur dari Mauna Kilauea , sekitar 6 km dari Pu'u ' O'o ventilasi . MLPM terletakdi sisi selatan - timur dari Mauna Loa , sementara MKPM terletak di puncak Mauna Kea . Selama singkat episode letusan gunung berapi Kilauea yang dimulai pada tanggal 30 Januari 1997, GPS terus merekam penerima diukur deformasi tanah yang signifikan di dekat lokasi letusan . Sebagai magma dipaksa jalan sampai ke keretakan di bawah Napau Crater, dua situs GPS yang terletak di kedua lokasi keretakan timur bergerak terpisah oleh 36cm selama kegiatan , dan terus bergerak terpisah pada tingkat lebih lambat setelah aktivitas berhenti pada tanggal 31 Januari (Gambar 4 ). Hasil jelas menunjukkan bahwa letusan relatif kecil dikaitkan dengan volume yang jauh lebih besar magma yang diterobos ke zona keretakan dan tetap di bawah tanah . Letusan pada Kilauea didahului oleh 8 jam deflasi cepat Kilauea pertemuan puncak ( Owen et al . 2000) .2.5 Pemantauan Aktivitas Gunung Api menggunakanMetode Seismik Pemantauan kegempaan gunung api pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui aktivitas gunung api yang selanjutnya diharapkan dapat memprediksi terjadinya erupsi. Untuk memperoleh informasi mengenai aktivitas gunung api ini, dilakukan beberapa kegiatan, yaitu:1. Penentuan frekuensi gempa (f), waktu tiba gelombang P (Tp), dan gelombang S (Ts) atau selisih waktu tiba gelombang S dan P (Ts-Tp)2. Pembacaan amplitudo maksimum (A maks) dan lama gempa3. Perhitungan magnitudo gempa (M) hasil pembacaan amplitudo maksimum (A maks)4. Perhitungan energi gempa vulkanik (E) berdasarkan harga magnitudo (M)5. Penentuan magnitudo (M), amplitudo (A) dengan frekuensi kejadian gempa N(A)6. Penentuan aktivitas seismik tahunan (a) untuk pengamatan T tahun7. Besarnya frekuensi gempa (f) 2.6 Status Aktivitas Gunung Gunung Sinabung Periode 2010 sampai 2013

Gunungapi Sinabung atau Gunungapi Sinabeang terletak di Kabupaten Tanah Karo dengan Ibukota Kabupatennya Kabanjahe, Provinsi Sumatera Utara dengan Ibukota Provinsinya Medan. Letak dan posisi geografinya adalah 3010 LU dan 98023,5 BT dengan ketinggian sekitar 2460 mdpl.Gunungapi Sinabung adalah salah satu anak gunung hasil letusan Gunung Toba pada 7300 tahun yang lalu. Letusannya sangat dahsyat hingga disamakan dengan 2.000 kali letusan Gunung Helena atau 20.000 kali letusan bom atom Hiroshima-Nagasaki. Bahkan akibat letusan Gunung Toba yang dahsyat itu, cahaya matahari terhalang masuk ke bumi karena abu letusannya yang membumbung tinggi selama beberapa dekade. Akibatnya suhu di bumi menjadi turun hingga 15 derajat celsius. Letusan Gunung Toba ini membentuk kaldera terbesar di dunia yaitu Danau Toba dengan Pulau Samosir di tengahnya. Sejak terbentuk sejak ratusan tahun yang lalu, Gunungapi Sinabung yang berdiameter 7 km ini adalah gunung dormant (tidur) atau tidak ada aktivitas. Letusan terakhir gunung ini terjadi pada tahun 1600. Gunung Sinabung sebelumnya merupakan gunungapi tipe B yang tidak ada aktivitas vulkanik sejak tahun 1600. Karena awalnya dikategorikan gunung api tipe B, maka pemerintah tidak melakukan pengamatan terhadap gunung tersebut. Setelah tidak mengalami erupsi sejak 1.200 tahun yang lalu. Selama periode ini, kegiatan gunung berapi adalah dalam bentuk emisi sulfatorik dan fulmarolik hamper dari semua kawah dan tidak ada proses erupsi sama sekali yang terekam. Berdasarkan fenomena ini, menggambarkan dua kemungkinana, yaitu karena proses endapan abu vulkanik dan magma yang termampatkan di dapur magma, oleh karena itu, tidak ada letusan yang terjadi.Namun, beberapa data dan fakta menyatakan Gunungapi Sinabung menunjukkan tanda-tanda sedang menggeliat. Gunungapi Sinabung meletus kembali setelah 400 tahun lalu, tahun 2010 membuka mata kita semua bahwa gunung api tipe B juga bisa menimbulkan letusan yang luar biasa. Sejak 2010 tersebut, gunung Sinabung tercatat pernah meletus pada tanggal 27 Agustus 2010 pada pukul 18:30 wib merupakan letusan pertama, termasuk dalam letusan freatik mengarah dari timur-tenggara dengan abu vulkanik, kemudian diikuti tanggal 29 Agustus pukul 0:10 wib, 30 Agustus pukul 06:23 wib, 03 September pukul 04:38 wib dan 17:59 wib, dan 07 September pukul 0:23 wib terjadi letusan terbesar. Peristiwa letusan ini adalah sebagai dorongan magma yang berusaha untuk menghancurkan kestabilan kubah lava, sebagai akibatnya letusan itu dibagi menjadi dua arah, yaitu melalui kawah III dan IV. Gunungapi Sinabung memiliki empat buah kawah utama yang terletak dipuncak. Empat kawah tersebut antara lain:a. Kawah I, sepanjang kawah tua, terdiri dari leleran lava, terletak pada arah Selatan-Timur, sepanjang 150 meterb. Kawah II dan III merupakan kawah kembar (twin crater) terletak di sebelah Selatannya, atau di tengah-selatanc. Kawah IV terletak di bagian Utara-Barat atau di bagian Tengah-Barat.Selama kestabilan kuba lava belum dihancurkan oleh letusan, ada kemungkinan bahwa letusan di masa depan akan menunjukkan gaya yang sama dan pola letusan. Setelah kejadian beberapa letusan tahun 2010 tersebut, Gunungapi Sinabung yang merupakan gunung api jenis Strata tersebut oleh Pemerintah kita dijadikan Gunung Api Tipe-A yang harus mendapatkan perhatian khusus berupa pembuatan pos pengamatan. Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali. Letusan pertama terjadi pada tanggal 15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Lemudian pada tanggal 17 September 2013, terjadi 2 letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Akibat peristiwa ini, status Sinabung dinaikkan ke level III menjadi Siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29 September 2013 status diturunkan menjadi level II menjadi Waspada. Pasca penurunan aktivitas vulkanik gunung Sinabung dari Siaga menjadi Waspada pada tanggal 29 September 2013, aktivitas vulkanik cendrung menurun namun dengan fluktuasi. Tanggal 1-2 November 2013 aktivitas gunung Sinabung terus meningkat sehingga status gunung Sinabung dinaikkan dari Waspada (level II) menjadi Siaga (level III). Pada tanggal 3 November 2013 pukul 03.00 WIB dan pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 WIB, status gunung Sinabung dinaikkan dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV). Hingga pada tanggal 18 Desember 2013, gunung Sinabung masih dikatakan aktif dan berstatus Awas (level IV) (Badan Geologi, 2013).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian studi kasus. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Geofisika Universitas Gadjah Mada. Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan. 3.3 Peralatan Pada penelitian ini peralatan yang digunakan dalam pengolahan data sebagai berikut:1. Laptop ASUS 2. Software LGO 2.02. LS-7 WVE 3. Microsoft Office 2010 4. Geopsy

3.4 Data Penelitian Data peneletian yang digunakan adalah data sekunder rekaman GPS secara kontinyu dan rekaman seismik Gunung Sinabung dari Oktober tahun 2010 sampai Desember 2013. Data rekaman GPS dan seismik tersebut didapatkan pada stasiun yang berada di sekitar Gunung Sinabung yang menggunakan GPS dan sensor Mark Products tipe L-4C. Sensor ini merupakan sensor komponen vertikal dengan frekuensi 0,5 Hz - 1 Hz dan sensor ini diletakkan pada 4 stasiun di sekitar Gunung Sinabung dengan posisi seperti yang dapat dilihat pada table 3.1 dan tabel 3.2 serta Gambar 3.1 di bawah ini.

3.5 Metode Penelitian dan desain Penelitian

3.5.1 Metode PenelitianMetode yang digunakan adalah metode studi kasus dari data GPS secara kontinyu dan data seismik. Parameter yang diperoleh dari data GPS adalah posisi tiap kala pengamatan (perubahan koordinat) dalam arah horizontal dan vertikal. Dari komponen horizontal dianalisis untuk mengetahui informasi berupa lokasi sumber aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api. Sedangkan parameter yang diperoleh dari data sesimik yaitu waktu tiba gelombang P dan S, amplitudo maksimum, dan lama gempa. Dari parameter-parameter tersebut diperoleh informasi berupa jenis gempa dan hubungan variasi jarak sumber gempa vulkanik, jumlah harian gempa vulkanik, dan energy kumulatif gempa vulkanik untuk mengetahui aktivitas kegempaan yang terjadi. Selanjutnya semua informasi seismic dan deformasi tersebut dipadukan untuk mengetahui aktivitas Gunung api sinabung selama kurun waktu Oktober 2010-Desember 2013.3.5.2 Tahapan Pengolahan DataPengolahan data dibagi menjadi dua yaitu pengolahan data deformasi hasil survey GPS dan pengolahan data seismi3.5.2.1 Pengolahan data deformasi data GPSData awal dalam pengolahan GPS berupa data pengukuran dalam format RINEX (Receiver Independent Exchange) yang kemudian diolah menggunakan software LGO 2.0 untuk memperoleh data posisi/koordinat titik ukur GPS. Data koordinat titik yang sudah berupa data grid dalam satuan UTM (Universal Transverse Mercatar) yaitu easting, northing, dan heigh. Kemudian data grid tersebut diolah dengan menggunakans software Microsoft Excel untuk menentukan vektor pergeseran baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Dari vektor pergeseran horizontal dan vertikal dapat diketahui lokasi sumber aktivitas dan pergerakan tubuh gunung apai.3.5.2.2 Pengelohan data seismikPengolahan data rekaman gelombang seismik (seismogram) dari satuan permanen yang ada di Pos Pengamatan Gunung Sinabung berupa waktu tiba gelombang P dan S (selisish waktu tiba gelombang P dan S), amplitude maksimum, dan lama gempa. Proses pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Perhitungan magnitude gempa vulkanik dari ampliyudo maksimum, perhitungan energi gempa vulkanik berdasarkan perhitungan magnitude gempa vulkanik dan selisih waktu tiba gelombang P dan S dapat digunakan untuk mengetahui jenis gempa dan jaraknya terhadapa sumber gempa.3.6 Analisis dan Interpretasi3.6.1 Analisis Deformasi Berdasarkan Data survei GPS kontinyuUntuk mengetahui gejala deformasi yang terjadi di permukaan gunung api dilakukan analisis geometric dari data GPS yang dilakukan secara berulang pada waktu yang berbeda. Dari hasil analisis geometri ini dapat diketahui lokasi sumber aktivitas dan pergerakan tubuh gunung api yang kemudian digunakan untuk mengetahui gejala deformasi yang terjadi.3.6.2 Analisis Kegempaan Berdasarkan Data SeismikAnalisis kegempaan digunakan untuk mengetahui aktivitas kegempaan gunung api untuk memperkirakan kemungkinan letusan yang akan terjadi. Untuk mengetahui aktivitas kegempaan gunung api diperoleh dari jenis gempa vulkanik yang terjadi, dan hubungan antara jumlah gempa harian vulkanik, energy kumulatif gempa vulkanik, dan variasi jarak sumber gempa vulkanik.3.6.3 Analsis Aktivitas Gunung Sinabung Dari Deformasi dan SeismikAnalisis dilakukan dengan memadukan hasil analisis dari deformasi dan seismic untuk mengetahui aktivitas Gunung Sinabung dan stsatus Gunung Sinabung pada kurun waktu oktober 2010 hingga Desember 2013. Keterpaduan analisis keduannya ini untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, sehingga dapat memperkirakan bencana letusan yang akan terjadi dimasa depan.

Diagram Alur Penelitian

DAFTAR PUSTAKA