Gunung Merapi

30
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Raung merupakan gunung berapi aktif yang berada dalam jajaran Pegunungan Ijen. Gunung ini, masuk dalam daftar 19 gunung berapi yang dinyatakan berstatus "Waspada" oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Raung merupakan gunung bertipe stratovolcano, yang mempunyai kaldera di puncaknya yang berbentuk lingkaran. Kaldera Gunung Raung mempunyai dimensi luasan sekitar 750 meter x 2,250 meter dan masih selalu mengeluarkan asap dan semburan api. Gunung setinggi 3,332 meter ini, memunyai kawasan hutan dipterokarp bukit, hutan dipterokarp atas, hutan montane, dan hutan ericaceous atau hutan gunung. Raung, pernah menunjukkan keperkasaannya saat meletus pada tahun 1586 silam yang menghilangkan nyawa ribuan warga setempat.Raung juga pernah lima kali meletus secara beruntun sejak tahun 1586 hingga 1817. Efek yang ditimbulkan saat gunung Raung meletus juga dirasakan sampai salah satu desa di Jember bagian utara yaitu Rowosari. Desa Rowosari termasuk dalam kecamatan

description

Gunung merapi

Transcript of Gunung Merapi

Page 1: Gunung Merapi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gunung Raung merupakan gunung berapi aktif yang berada dalam jajaran

Pegunungan Ijen. Gunung ini, masuk dalam daftar 19 gunung berapi yang dinyatakan

berstatus "Waspada" oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Raung

merupakan gunung bertipe stratovolcano, yang mempunyai kaldera di puncaknya

yang berbentuk lingkaran. Kaldera Gunung Raung mempunyai dimensi luasan

sekitar 750 meter  x 2,250 meter dan masih selalu mengeluarkan asap dan semburan

api. Gunung setinggi 3,332 meter ini, memunyai kawasan hutan dipterokarp bukit,

hutan dipterokarp atas, hutan montane, dan hutan ericaceous atau hutan gunung.

Raung, pernah menunjukkan keperkasaannya saat meletus pada tahun 1586 silam

yang menghilangkan nyawa ribuan warga setempat.Raung juga pernah lima kali

meletus secara beruntun sejak tahun 1586 hingga 1817.

Efek yang ditimbulkan saat gunung Raung meletus juga dirasakan sampai salah

satu desa di Jember bagian utara yaitu Rowosari. Desa Rowosari termasuk dalam

kecamatan Sumberjambe, dimana Kecamatan Sumberjambe adalah salah satu

Kecamatan di Kabupaten Jember yang secara geografis merupakan dataran tinggi

dengan ketinggian wilayah 446 mdpl sampai dengan 625 mdpl dan terletak 35 km

sebelah utara kota Jember terletak pada 08,06595 Lintang Selatan (LS) dan

113,89885 Bujur Timur (BT). Wilayah Kecamatan Sumberjambe berbatasan dengan

Kecamatan Pujer Kabupaten Bondowoso di bagian utara, Gunung Raung Kabupaten

Banyuwangi di bagian timur, Kecamatan Ledokombo di bagian selatan dan

Kecamatan Sukowono di sebelah barat. Luas wilayahnya meliputi 13.823,98 Ha yang

terdiri dari perkampungan 827,92 Ha ( 5,989 % ), sawah 2.009,5 Ha ( 14,536% ),

tegal 3.653,91 ( 26,43% ), perkebunan 1.032,67 Ha ( 7,470%) dan hutan 6.067,98 Ha

(43,894%). Desa Rowosari berbatasan dengan kabupaten Bondowoso dan kaki

Page 2: Gunung Merapi

gunung raung. Desa Rowosari memiliki penduduk yang sebagian besar bermata

pencaharian sebagai petani, seperti halnya seperti daerah desa lain, hasil dari

pertanian tersebut kebanyakan adalah padi. Di desa Rowosari sendiri terdapat

beberapa dusun salah satunya yaitu dusun Lumbung. Dusun lumbung memiliki luas

wilayah 181.096,35 Ha dengan jumlah RW sebanyak 3 RW dan terdapat 7 RT. Dari

hasi sensus penduduk pada tahun 2012 dusun Lumbung memiliki jumlah penduduk

sebanyak pria sebanyak 671 orang dan wanita sebanyak 639 orang.

Dari data di atas diketahui bahwa dusun Lumbung berada di lereng gunung

Raung sehingga sangat berpotensi terkena dampak aliran lahar gunung Raung ketika

gunung tersebut meletus. Dengan jumlah penduduk yang dapat dikatakan banyak,

keadaan tersebut dapat mengakibatkan banyak bermunculannnya korban jiwa. Selain

itu, mengingat warga dusun Lumbung yang mayoritas mata pencahariannya adalah

dengan bertani, maka keadaan seperti itu akan menimbulkan banyak kerugian bagi

penduduk dusun Lumbung sendiri.

Berdasarkan data di atas maka mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Jember ingin memberikas suatu pelatihan kepada masyarakan Dusun

Lumbung Desa Rowosari Kecamatan Sumberjambe mengenai ketanggapan terhadap

bencana gunung meletus. Pelatihan ini dengan menggunakan pelatihan peta konjugasi

untuk jalur evakuasi pada bencana gunung meletus.

1.2

Page 3: Gunung Merapi

TINJAUAN KASUS

1. Pengertian

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat

didefenisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (bantuan dalam wujud cair

atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km dibawah permukaan bumi

sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang

dikeluarkan pada saat meletus. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi

gunung api yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang

busur Cincin Api Pasifik (Pasifik Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan

garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik (Wikipedia A, 2010)

Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.

Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum

akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat

dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, untuk

menentukan keadaan sebenarnya dari pada suatu gunung api itu, apakah gunung

berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati (Wikipedia B, 2010)

Gunung berapi meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma

di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma

adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat

tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1000 0C. Cairan magma yang keluar dari dalam

bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1200 0C. Letusan

gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius

18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.

Tidak semua gunung merapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus

disebut gunung berapi aktif (Wikipedia C, 2010)

2. Jenis-Jenis Gunung Berapi Berdasarkan Bentuknya

a.Gunung berapi kerucut atau gunung berapi strato (Stratovolcano)

Page 4: Gunung Merapi

Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah – ubah sehingga dapat

menghasilkan susunan yang berlapis – lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga

membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang – kadang bentuknya tidak

beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi

merupakan jenis ini.

b.Gunung berapi perisai (Shieldvolcano)

Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga

tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan

berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh

bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai.

c. Cinder Cone

Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di

sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di

puncaknya. Jarang yang tingginya diatas 500 meter dari tanah di sekitarnya.

d. Kaldera

Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar

ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis

ini.

2.1 Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia

a. Gunung Berapi Tipe A

Gunung berapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang – kurangnya satu

kali sesudah tahun 1600.

b. Gunung Berapi Tipe B

Gunung berapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmetik,

namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.

c. Gunung Berapi Tipe C

Gunung berapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih

terdapat tanda – tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola

pada tingkat lemah.

Page 5: Gunung Merapi

3. Ciri-Ciri Gunung Meletus

Gunung berapi yang meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain

a. Suhu di sekitar gunung naik.

b. Mata air menjadi kering.

c. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)

d. Tumbuhan di sekitar gunung layu

e. Binatang di sekitar gunung bermigrasi.

Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma di

bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava, kehancuran oleh gunung

berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut : aliran lava,letusan gunung

berapi, aliran lumpur, abu, kebakaran hutan, gas beracun, gelombang tsunami, gempa

bumi.

4. Tingkat Isyarat Gunung Berapi

Status Makna Tindakan

Awas 1. Menandakan gunung

berapi yang segera

atau sedang meletus

atau ada keadaan

kritis yang

menimbulkan

bencana

2. Letusan pembukaan

dimulai dengan abu

dan asap

3. Letusan berpeluang

terjadi dalam waktu

1. Wilayah yang

terancam bahaya

direkomendasikan

untuk dikosongkan

2. Koordinasi dilakukan

secara harian

3. Piket Penuh

Page 6: Gunung Merapi

24 jam

Siaga 1. Menandakan gunung

berapi yang sedang

bergerak ke arah

letusan atau

menimbulkan

bencana

2. Peningkatan intensif

kegiatan seismic

3. Semua data

menunjukkan bahwa

aktifitas dapat segera

berlanjut ke letusan

atau menuju pada

keadaan yang dapat

menimbulkan

bencana

4. Jika tren peningkatan

berlanjut, letusan

dapat terjadi dalam

waktu 2 minggu

1. Sosialisasi di wilayah

terancam

2. Penyiapan sarana

darurat

3. Koordinasi harian

4. Piket penuh

Waspada 1. Ada aktivitas apa pun

bentuknya

2. Terdapat kenaikan

aktivitas di atas level

normal

3. Peningkatan aktivitas

seismik dan kejadian

1. Penyuluhan/ sosilisasi

2. Penilaian bahaya

3. Pengecekan sarana

4. Pelaksanaan piket

terbatas

Page 7: Gunung Merapi

vulkanis lainnya

4. Sedikit perubahan

aktivitas yang

diakibatkan oleh

aktivitas magma,

tektonik dan

hidrotermal

Normal 1. Tidak ada gejala

aktivitas tekanan

magma

2. Level aktivitas dasar

1. Pengamatan rutin

2. Survei dan

penyelidikan

5. Etiologi

Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian

utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan

korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat

menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi

membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan

lingkungan. Luka bakar dan memburuknya kesehatan terutama pernafasan merupakan

dampak yang secara langsung dapat dirasakan manusia akibat erupsi gunung berapi

selain kerugian dari segi materil. Erupsi gunung berapi juga mengakibatkan

kerusakan kehidupan ekosistem disekitar wilayah gunung berapi. Hutan, udara,

sungai, sawah dan perkebunan penduduk menjadi tercemar akibat debu dan material

vulkanik yang muncul dari erupsi gunung berapi (Adiputro, 2002).

Letusan gunung berapi terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang

didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma merupakan cairan pijar

yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni

Page 8: Gunung Merapi

diperkirakan lebih dari 1.000 oC. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut

lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200oC. (Pollard, 2007)

6. Epidemiologi

Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling

dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik

(Pacific Ring of Fire). Gunung berapi pada lokasi tersebut kebanyakan adalah gunung

berapi-gunung berapi aktif yang dapat membahayakan kehidupan umat manusia kira-

kira 500 juta orang tinggal di daerah yang beresiko di dekat 1.500 gunung berapi aktif

di seluruh dunia. Tanah subur dan puncak gunung berapi yang mengagumkan

menarik perhatian penduduk dan wisatawan, akibatnya jumlah orang yang terancam

resiko yang ditimbulkan gunung berapi yang berpotensi aktif terus meningkat

(Prager, 2006).

Indonesia memiliki gunung berapi-gunung berapi aktif yang lebih banyak dari

pada negara-negara lain, terdapat 129 gunung berapi aktif di Indonesia, di pulau

Sumatera terdapat 30 gunung berapi penyebaran gunung berapi di Indonesia

merentang sepanjang 700 km dari Aceh sampai ke Sulawesi Utara melalui Bukit

Barisan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku. Beberapa diantara gunung berapi

tersebut adalah gunung berapi yang pernah meletus dengan dahsyat, yang tak

terlupakan dalam sejarah peradapan manusia seperti Gunung Krakatau. (Departemen

Kesehatan RI, 2007). Letusan Gunung Krakatau sekitar satu abad yang silam

menyebabkan sekitar 36 ribu orang yang berada di daerah sekitar Pulau Jawa dan

Pulau Sumatera meninggal dunia (Winardi, 2006).

Indonesia memiliki 139 gunung berapi dan tiga gunung berapi yang masuk dalam

status siaga yaitu: Gunung Soputan, Gunung Merapi, dan Gunung Sinabung. Gunung

Soputan di Sulawesi Utara meletus dan memuntahkan vulkanik setinggi 6 kilometer

pada tanggal 3 Juli 2011 lalu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

(PVMBG) mencatat awan panas yang membawa material dengan pijar vulkanik

setinggi 250 meter dari kawah. Erupsi terus terjadi dan susul menyusul ke arah utara

dan barat laut disertai kilat dan suara gemuruh.

Page 9: Gunung Merapi

7. Dampak

Debu vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung meletus mengandung banyak unsur

gas kimia, seperti: Hidrogen Sulfida (H2S), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen

Dioksida (NO2), gas Amoniak (NH3), dan Sulfur Dioksida (SO2). Unsur-unsur

tersebut sangat tidak bersahabat dengan tubuh manusia pada umumnya. Selain itu

debu vulkanik juga mengandung unsur gas kimia yang paling berbahaya yaitu SiO2

yang berupa mikrostruktur yang dapat membahayakan mata dan paru-paru. Sehingga

dengan adanya letusan gunung berapi tersebut dapat menimbulkan tingginya angka

kejadian penyakit ISPA. Selain itu, dampak yang sangat kentara dari letusan gunung

berapi adalah banyak bermunculannya korban jiwa baik itu akibat langsung maupun

akibat jangka panjang letusan gunung berapi tersebut.

Selain memiliki beberapa dampak negatif, letusan gunung berapi ini juga

memiliki dampak yang positif bagi masyarakat. Letusan gunung berapi dapat

membuat tanah disekitar daerah letusan menjadi gembur karena letusannya

mengandung unsur N,P,S. Hal ini nantinya juga akan bermanfaat bagi warga sekitar

untuk perbaikan status ekonomi guna menunjang kehidupannya.

8. Pencegahan

Terjadinya bencana gunung meletus memang tidak dapat dihindari karena

kehendak Tuhan. Namun dapat dilakukan tindakan untuk mengantisipasi terjadinya

gunung meletus, sehingga dapat diketahui sejak dini saat gunung akan

meletus.Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana gunung

meletus antara lain:

1. Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung dan ancaman-ancamannya

2. Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman

3. Membuat sistem peringatan dini

4. Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status

gunung api

Page 10: Gunung Merapi

5. Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan gunung api yang

diterbitkan oleh instansi berwenang

6. Membuat perencanaan penanganan bencana mempersiapkan jalur dan tempat

pengungsian yang sudah siap dengan bahan kebutuhan dasar (air, jamban,

makanan, pertolongan pertama) jika diperlukan

7. Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting

8. Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan gunung api

(dikoordinasi oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi).

Pos pengamatan gunung api biasanya mengkomunikasikan perkembangan

status gunung api lewat radio komunikasi

9. Tatalaksana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana gunung berapi dalam situasi terdapat

potensi terjadi bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana.

Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam

menghadapi kejadian bencana. Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan

tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi resiko terkena bencana serta

mempersiapkan tindakan tanggap darurat.

Hal yang dapat dilakukan dalam menangani letusan gunung berapi adalah dengan

kegiatan penyelamatan atau evakuasi korban bencana, yakni dengan penyediaan dan

pengoperasian peralatan yang diperlukan untuk mendukung dan memberikan akses

bagi pelaksanaan kegiatan pencarian dan penyalamatan atau evakuasi korban bencana

beserta harta bendanya di lokasi dan keluar dari lokasi bencana. Selain itu kegiatan

tanggap darurat lainnya yang dapat dilakukan adalah memulihkan kondisi dan fungsi

sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana yang bersifat darurat atau sementara

namun harus mampu meencapai tingkat pelayanan minimal yang dibutuhkan dan

menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi perawatan dan penampungan

sementara para korban bencana. Mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko bencana

bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana gunung berapi.

Page 11: Gunung Merapi

BAB 3

INTERVENSI YANG DISARANKAN

3.1 Picot Frame Work

3.2 Sumber Literatur

Kami mendapatkan literatur dari web yang berjudul Pengembangan Peta

Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api dangan Studi Kasus: Gunung Api Lokon

oleh penulis jurnal M. Abdul Basyid. Seain itu terdapat jurnal dan artikel pendukung

lain yang berjudul Menuju Kota Tnggap Bencana (Penataan Lingkungan Pemukiman

untuk Mengurangi Resiko Bencana) yang di tulis oleh Sukawi pada Seminar Nasional

Eco Urban Desain, 23 Oktober 2008. Penanggulangan Bencana Gunung Merapi

Berdasarkan Sistem Penanggulangan Bencana Nasional (The Management Of

Merapi Volcano Disaster Based On The National Disaster Management System) oleh

Suwardi anggota Pengarah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jurnal Dialog

Penanggulangan Bencana yang dibina oleh kepala Badan Nasional Penanggulangan

Bencana. Dampak Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana terhadap Kesiapsiagaan

Komunitas Sekolah (Studi Kasus di Calang, Aceh Tengah, dan Pidie Jaya) yang di

tulis oleh Khairuddin, Ngadimin, Sri Adelila Sari, Melvina, Tati Fauziah. Tanggap

Darurat Bencana (Studi Kasus: Tanggap Darurat Bencana Gunung Api Merapi

Kabupaten Sleman Tahun 2010) oleh Fitra Haris. Pedoman Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana: Prasarana Sarana Ke-PU-an Kementerian Pekerjaan

Umum oleh Kementrian pekerjaan Umum.

Literature didapat dengan cara melakukan searching di internet menggunakan

kata kunci Pelatihan Penanganan Gunung Meletus. Dari beberapa kata kunci tersebut

kemudian dilakukan akses ke beberapa situs terkait sehingga diperoleh beberapa

penelitian terkait penggunaan terapi tersebut.

Page 12: Gunung Merapi

Beberapa alamat dari literature yang kami temukan adalah sebagai berikut :

a. http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=57332&val=4285&title=Pengembangan%20Peta%20Rencana

%20Kontijensi%20Bencana%20Gunung%20Api

b. http://eprints.undip.ac.id/32379/1/Menuju_Kota_Tanggap_Bencana_-

_Sukawi.pdf

c. http://dppm.uii.ac.id/dokumen/prosiding/

1_Artikel_sarwidi.pdf.dppm.uii.ac.id.pdf

d. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20%20Siti%20Irene

%20Astuti%20D,%20M.Si./JURNAL%20DIALOG

%20PENANGGULANGAN%20BENCANA%20VOL%201%20NO

%201%20THN%202010.pdf

e. http://114.134.65.70/uploads/pubs/480.pdf

f. http://www.tdmrc.org/id/wp-content/uploads/2011/04/58-65_dampak-

pelatiahn.pdf

g. http://pustaka.pu.go.id/uploads/resensi/

pedoman_penyelenggaraan_penanggulangan_bencana.pdf.

Literature yang diperoleh merupakan hasil penelitian terkini (5 tahun terakhir) dan

beberapa penelitian juga membahas terkait penanganan letusan gunung dengan cara

penanganan lain. Sehingga dapat dibuat perbandingan tingkat keefektifan penanganan

peta rencana kontijensi bencana gunung api.

3.3 Teori dan Konsep Intervensi

3.3.1 Definisi

Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api ini

merupakan salah satu intervensi dalam upaya mengantisipasi terjadinya

kemungkinan ancaman letusan gunung dan dalam rangka peningkatan

kesiapsiagaan daerah. Penyusunan rencana kontijensi dibuat pada tahapan

Page 13: Gunung Merapi

prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau potensi terjadinya suatu

bencana. Rencana kontijensi dibuat untuk memastikan apakah pemerintah daerah

maupun masyarakat siap dalam menghadapi potensi terjadinya suatu kondisi

darurat (bencana). Apabila bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi dapat

dijadikan Rencana Operasi Tanggap Darurat (Emergency Operation Plan)

setelah terlebih dahulu melalui kaji cepat (rapid assessment). Sehingga jika kita

akan menerapkan intervensi Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana

Gunung Api harus melakukan kajian pustaka terlebih dahulu terkait daerah yang

akan diintervensi untuk mengetahui efektivitas pengembangan peta rencana.

3.3.2 Mekanisme

Intervensi dengan menerapkan peta rencana kontijensi bertujuan untuk

mengembangkan peta-peta untuk keperluan rencana kontijensi bencana gunung

berapi. Banyak tindakan yang harus dilakukan terlebih dahulu agar dapat

menerapkan Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api.

Seperti diantaranya harus mengkaji data dan mempersiapkan peralatan serta

kemudian pelaksanaan pembuatan topologi.

Data yang digunakan dalam pengembangan peta rencana kontijensi

bencana gunung berapi ini terdiri atas data spasial dan data nonspasial. Aspek

spasial dalam suatu rencana kontijensi sangat penting sehingga perlu dikaji

terlebih dahulu peta apa saja yang diperlukan dalam proses melakukan

pengambilan keputusan berbasis spasial. Data spasial terdiri atas peta RBI, citra

satelit Landsat, peta tematik, dan peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung

api yang dimaksud. Adapun data nonspasial meliputi data kepadatan penduduk

serta data sosial ekonomi. Peralatan yang digunakan meliputi perangkat keras

komputer dan perangkat lunak pengolah citra dan sistem informasi geografis

(SIG). Pada pelaksanaan pembuatan peta kontijensi perlu dilakukan persiapan

terlebih dahulu seperti mengidentifikasi wilayah yang rawan dan mulai

menjalankan pengelolaan citra satelit.

3.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi

Page 14: Gunung Merapi

3.3.3.1 Indikasi

Menurut hasil penelitian dari jurnal indikasi pengembangan peta

rencana kontijensi Bencana gunung meletus digunakan pada tahapan

prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau potensi terjadinya

suatu bencana. Pengembangan peta rencana kontijensi dibuat untuk

memastikan apakah pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam

menghadapi potensi terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Apabila

bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi dapat dijadikan Rencana

Operasi Tanggap Darurat (Emergency Operation Plan) setelah terlebih

dahulu melalui kaji cepat (rapid assessment).

3.3.3.2 Kontraindikasi

Pengembangan peta rencana kontijensi Bencana gunung meletus

tidak dapat digunakan pada bencana yang sudah terjadi tanpa dilakukan

kaji cepat (rapid assessment) terlebih dahulu karena peta rencana kontijensi

ini digunakan untuk memastikan masyarakat siap dalam menghadapi suatu

bencana.

3.3.4 Efek Samping

Penyusunan rencana kontijensi merupakan salah satu rencana yang dibuat

pada tahapan prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau potensi

terjadinya suatu bencana. Perencanaan pada hakikatnya adalah alat yang

digunakan untuk memastikan masa depan yang lebih baik. Dalam konteks resiko

bencana, masa depan yang lebih baik dicirikan dengan kesiapan untuk

menghadapi bencana, kemampuan untuk meminimalisir dampak bencana, dan

kemampuan untuk pulih dengan baik, baik itu bagi entitas sosial atau sebuah

sistem. Salah satu instrument perencanaan untuk memastikan masa depan yang

lebih baik dalam menghadapi berbagai resiko bencana adalah apa yang disebut

dengan perencanaan kontijensi. Rencana kontijensi dibuat untuk memastikan

apakah pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam menghadapi potensi

Page 15: Gunung Merapi

terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

penyusunan rencana kontijensi ini tidak memiliki efek samping apapun.

3.3.5 Efektivitas dan Keamanan Penggunaan

Pada analisis jurnal Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana

Gunung Api didapatkan pengkajian bahwa Indonesia terletak pada tingkat risiko

ekstrem. Risiko ini diukur dengan menganalisis dampak bencana terhadap

manusia yaitu jumlah kematian setiap bencana selama 30 tahun terakhir. Peta-

peta rencana kontijensi yang dihasilkan terdiri atas peta kerentanan fisik dan

ekonomi, peta kerentanan sosial, peta kawasan rawan bencana, serta peta

kawasan risiko bencana.Keefektifan pengembangan peta rencana kontijensi yaitu

dapat memberikan informasi untuk kesiapan menghadapi bencana dan

memprediksi dampak dari bencana gunung meletus.

Pengembangan peta rencana kontijensi ini dapat dikembangkan di

Indonesia. Saat ini di Indonesia terdapat 129 gunung berapi yang masih aktif dan

500 tidak aktif. Gunung berapi aktif yang ada di Indonesia merupakan 13 persen

dari seluruh gunung berapi aktif di dunia, di mana 70 gunung di antaranya

merupakan gunung berapi aktif yang rawan meletus dan 15 gunung berapi kritis.

Bahaya letusan langsung berupa muntahan dan jatuhan material-material atau gas

beracun. Dalam musim penghujan gunung berapi dapat menimbulkan bahaya

tidak langsung berupa aliran lahar atau perpindahan material vulkanik yang

membahayakan. Pengembangan peta rencana Kontijensi ini dapat dikembangkan

di daerah rawan bencana di Indonesia untuk merencanakan, memprediksi, dan

melakukan kegiatan penganggulangan bencana gunungapi. Hal ini dilakukan

untuk mengurangi atau menanggulangi banyaknya korban akibat bencana

gunung meletus.

3.4 Implikasi dan Rekomendasi Intervensi

Penggunaan Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api

ini merupakan salah satu intervensi dalam upaya mengantisipasi terjadinya

kemungkinan ancaman gunung meletus dan dalam rangka peningkatan

Page 16: Gunung Merapi

kesiapsiagaan daerah. Dalam penggunaannya Penyusunan rencana kontijensi

dibuat pada tahapan prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau potensi

terjadinya suatu bencana. Rencana kontijensi dibuat untuk memastikan apakah

pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam menghadapi potensi

terjadinya suatu kondisi darurat (bencana).

Perawat yang melakukan intervensi gunung meletus tetap harus

memperhatikan factor psikologis agar selama evakuasi pasien merasa tenang.

Berikut intervensi-intervensi tambahan bagi masyarakat yang terkena dampak

gunung meletus :

a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam

penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.

b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi lingkungan,

palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam

memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman

bencana kepada masyarakat.

c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan

kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal

berikut.

a) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)

b) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota

keluarga yang lain.

c) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa

persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.

d) Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon

darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.

e) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-

posko bencana.

f) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti

pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya dan lainnya.

Page 17: Gunung Merapi

g) Bersama tim dokter, menyiapkan kebutuhan rumah sakit lapangan dan tim

ambulans

h) Berdiskusi bersama tim dokter tentang penyakit yang timbul akibat

bencana sehingga dapat mempersiapkan obat-obatan/alat kesehatan yang

sesuai.

Page 18: Gunung Merapi

BAB 4

PENUTUP4.1 Kesimpulan

Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api ini merupakan

salah satu intervensi dalam upaya mengantisipasi terjadinya kemungkinan ancaman

letusan gunung dan dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan daerah. Rencana

kontijensi dibuat untuk memastikan apakah pemerintah daerah maupun masyarakat

siap dalam menghadapi potensi terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Apabila

bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi dapat dijadikan Rencana Operasi

Tanggap Darurat (Emergency Operation Plan) setelah terlebih dahulu melalui kaji

cepat (rapid assessment). Adapun Rencana kontijensi dibuat untuk memastikan

apakah pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam menghadapi potensi

terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

penyusunan rencana kontijensi ini tidak memiliki efek samping apapun. Selain Itu

perlu juga agar diberikan pendidikan kesehatan sehingga pada saat kejadian bencana

masyarakat dapat melakukan pertolongan pertama dalam melakukan dan juga upaya

penyelamatan diri

4.2 Saran

Dalam pelaksanaan Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api

sebagai seorang perawat harus memperhatikan dan juga mampu melakukan

koordiansi dengan pemerintahan dan juga masyarakat. Selain itu perawat sebagai

educator dalam memberikan pengarahan dalam promosi kesehatan untuk

meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana Serta simulasi

persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.

Page 19: Gunung Merapi

Dafpus:

Kementerian Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana: Prasarana Sarana Ke-PU-an Kementerian Pekerjaan Umum. Dari:

http://pustaka.pu.go.id/uploads/resensi/pedoman_penyelenggaraan_penanggul

angan_bencana.pdf. [diakses pada tanggal 8 November 2014].

Sarwidi. 2013. Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Berdasarkan Sistem

Penanggulangan Bencana Nasional (The Management of Merapi Volcano

Disaster Based on System). Dari:

http://dppm.uii.ac.id/dokumen/prosiding/1_Artikel_sarwidi.pdf.dppm.uii.ac.id

.pdf. [diakses pada tanggal 8 November 2014].

Adiputro, B.A. 2002. Arahan Mitigasi Bencana Perkotaan di Indonesia. Jakarta :

Bakornas Pbp

Pollard, J. 2007. Gunung Berapi. Bali: Yayasan IDEP

Ellen J. Prager. 2006 .Sains dan sifat gempa bumi, gunung berapi dan Tsunami.

Bandung: Pakaraya

Winardi, A. dkk. 2006. Gempa Jogja, Indonesia dan Dunia. Jakarta: PT.Gramedia

Pustaka Utama

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24459/4/Chapter%20II.pdf