Gunung Api Indonesia - ESDM

232

Transcript of Gunung Api Indonesia - ESDM

Page 1: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 2: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 3: Gunung Api Indonesia - ESDM

Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiBadan Geologi

2020

BAGIAN I: WILAYAH BARAT

Page 4: Gunung Api Indonesia - ESDM

Gunung Api Indonesia dan Karakteristik BahayanyaBAGIAN I: WILAYAH BARAT

Editor:Hendra Gunawan, Nia Haerani

Tim Penyusun:Agoes Loeqman, Ahmad Basuki, Cahya Patria, Edi Prantoko, Hilma Alfianti, Hetty Triastuty, Iyan Mulyana, Kristianto, Kushendratno, Mamay Surmayadi,

M. Nugraha Kartadinata, Novianti Indrastuti, Priatna, Sofyan Primulyana, Sucahyo Adi, Umar Rosadi, Wilfridus F.S. Banggur

Penata Letak:Bunyamin

Diterbitkan tahun 2020 olehPusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Badan GeologiKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Alamat:Jalan Diponegoro No. 57 Bandung 40122

Jawa Barat

website: vsi.esdm.go.id

Page 5: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sambutan iii

SambutanTeriring puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami menyambut baik penerbitan buku Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya Bagian I: Wilayah Barat. Buku ini berusaha memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang gunung-gunung api yang ada di Indonesia, termasuk di dalamnya pembahasan karakteristik bahaya geologi yang ditimbulkan oleh keberadaan gunung-gunung api tersebut.

Badan Geologi sebagai salah satu institusi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki tugas dan fungsi di bidang penelitian dan pelayanan geologi, tentu memiliki kewenangan untuk mengawal penyebarluasan informasi kegeologian ke tengah khalayak banyak. Informasi tersebut meliputi bidang sumber daya geologi, vulkanologi dan mitigasi bencana geologi, air tanah, dan geologi lingkungan, serta survei geologi.

Sebagai upaya penyebarluasan informasi kegeologian, buku ini menjadi salah satu bukti komitmen Badan Geologi untuk terus mengedepankan upaya perlindungan sekaligus turut mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Dalam konteks gunung api, Badan Geologi melakukan pemantauan terhadap 69 gunung api aktif tipe A dengan 74 pos pengamatan gunung api yang tersebar di seluruh Indonesia.

Teknologi pemantauannya sekarang sudah kian berkembang. Kini teknologinya sudah berbasis digital. Sebelumnya menggunakan peralatan seismograf analog serta pemantauan visual yang masih mengandalkan kemampuan mata maupun teropong. Demikian pula dengan metodenya. Metodenya pemantauan dipertajam dengan penerapan metode deformasi, kimia, dan lain-lain.

Peningkatan teknologi dan metode pemantauan gunung api terus dilakukan untuk lebih mempertajam akurasi informasinya serta kecepatan penyampaian informasinya yang tentu sangat dibutuhkan oleh semua pihak, yakni pemerintah, masyarakat, akademisi, swasta, maupun pihak luar yang membutuhkannya. Misalnya dengan terobosan yang dilakukan oleh Badan Geologi melalui rilis aplikasi berbasis gadget yang dapat diakses setiap saat oleh masyarakat luas.

Page 6: Gunung Api Indonesia - ESDM

iv Sambutan

Oleh karena itu, buku Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya sangat layak dibaca oleh semua kalangan, khususnya bagi pihak-pihak yang berdekatan, berkaitan, dan berkepentingan terhadap keberadaan gunung-gunung api di daerahnya masing-masing.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu tersusun hingga terbitnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk masyarakat luas.

Eko Budi LelonoKepala Badan Geologi

Page 7: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kata Pengantar v

Kata PengantarRasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya akhirnya buku Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya Bagian I: Wilayah Barat dapat diterbitkan. Buku ini bisa menjadi salah satu bukti dari perwujudan tugas Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 13 tahun 2016 Pasal 693, yaitu untuk melaksanakan penelitian, penyelidikan, perekayasaan dan pelayanan di bidang vulkanologi dan mitigasi bencana geologi.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa buku ini merupakan salah satu perwujudan dari Peraturan Menteri ESDM tersebut dikarenakan yang disajikan di dalam buku ini berangkat dari hasil-hasil penelitian, penyelidikan, perekayasaan dan pelayanan di bidang vulkanologi dan mitigasi bencana geologi sebelum, tanggap darurat, dan setelah kejadian kebencanaan gunung api di Indonesia.

Di dalam buku Gunung Api Indonesia dan Karakteristik Bahayanya ini berusaha menginventarisasi pelbagai permasalahan yang terkait dengan gunung api di Indonesia dan informasi kebencanaan geologi yang mungkin dapat ditimbulkannya.

Tim penyusun buku ini berupaya memberikan informasi terkait informasi Umum yang melingkupi wilayah tempat gunung api berada; sejarah dan karakteristik letusan yang berisi mengenai catatan-catatan letusan berikut sifat-sifat atau ciri-ciri yang menjadi penanda letusannya; sistem pemantauan gunung api atau strategi mitigasi yang ada dan dikembangkan pada masing-masing gunung api; dan Kawasan Rawan Bencana Gunung api (KRB), peta KRB gunung api, dan potensi ancaman jiwa bila suatu gunung api meletus.

KRB adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan baik secara langsung maupun tidak. Peta KRB Gunung api yang disusun berdasarkan data geologi, kegunungapian, sebaran permukiman, dan infrastruktur menjadi peta petunjuk tingkat kerawanan yang berpotensi menimbulkan bencana pada suatu kawasan apabila terjadi letusan gunung api.

Page 8: Gunung Api Indonesia - ESDM

vi Kata Pengantar

Informasi-informasi yang disajikan tim penyusun dan disunting editornya nampak sedapat mungkin ditulis secara ringkas, padat, populer, disertai dengan gambar-gambar yang berkaitan dengan gunung api. Hal tersebut tentu saja dimaksudkan agar kalangan luas dapat lebih mudah memahami informasi dan pesan-pesan yang hendak disampaikan melalui buku ini.

Akhirnya, kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan penyunting buku ini serta semua pihak yang telah mendukung dalam penulisan buku, serta membantu dalam proses penerbitannya. Semoga buku ini bermanfaat.

KasbaniKepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geoologi

Page 9: Gunung Api Indonesia - ESDM

Daftar Isi vii

Daftar IsiSambutan iiiKata Pengantar vDaftar Isi vii

1 Peut Sague 12 Seulawah Agam 73 Bur Ni Telong 154 Sorik Marapi 235 Sinabung 296 Marapi 377 Tandikat 458 Talang 519 Kerinci 5710 Kaba 6311 Dempo 69

12 Anak Krakatau 7513 Gede 8314 Salak 9115 Tangkubanparahu 9516 Papandayan 10317 Galunggung 10918 Guntur 11719 Ciremai 12520 Slamet 13121 Dieng 13722 Sundoro 143

23 Sumbing 14924 Merapi 15525 Kelud 16526 Arjuno-Welirang 18127 Semeru 18728 Bromo 19529 Lamongan 20130 Raung 20731 Ijen 213

Page 10: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 11: Gunung Api Indonesia - ESDM

Peut Sague 1

Peut Sague1

Oleh: Edi Prantoko

Page 12: Gunung Api Indonesia - ESDM

2 Peut Sague

Peut Sague adalah salah satu dari tiga gunung api strato aktif di wilayah Provinsi Aceh. Peut Sague mempunyai arti gunung api yang mempunyai empat puncak. Dibandingkan dengan dua gunung api lainnya di Aceh, penduduk yang bermukim di lereng dan kakinya boleh

Informasi Umum

dikatakan tidak ada. Secara geografis G. Peut Sague terletak pada 04º55’30” LU dan 96º20’00” BT, sedangkan secara adiministratif masuk dalam wilayah Kecamatan Meureudu Selatan, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.

Page 13: Gunung Api Indonesia - ESDM

Peut Sague 3

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kegiatan letusan G. Peut Sague yang tercatat dalam waktu sejarah tidak menunjukkan letusan dahsyat karena hanya disebutkan sebagai tiang asap, sinar api, guguran lava dan suara gemuruh serta suara ledakan termasuk letusan terakhir tahun 2000. Pada tanggal 25 September 1919 tampak asap putih mengepul dari salah satu puncak sebelah barat G. Peut Sague. Pada bulan Maret 1920 dari kejauhan tampak tiang asap membumbung tinggi disertai sinar api berasal dari kawah bagian barat dan timur. Pada bulan Mei 1920 Patroli Belanda melihat gumpalan asap

Interval Letusan G. Peut Sague

yang disertai suara gemuruh dan semburan bara api. Pada bulan Desember 1920 dari kejauhan tampak pada bagian kawah sebelah barat dan barat laut adanya guguran lava disertai hembusan asap, kadangkala terdengar ledakan. Pada tanggal 10 Februari 1979 Pemerintah Daerah TK II Sigli melaporkan bahwa G. Peut Sague mengeluarkan api dan suara gemuruh. Pada awal tahun 2000 laporan dari pilot Garuda yang melalui jalur Banda Aceh-Medan menyatakan telah terjadi letusan di G. Peut Sague dengan ketinggian asap mencapai ± 3 km, dengan warna asap hitam keabuan.

Page 14: Gunung Api Indonesia - ESDM

4 Peut Sague

Berdasarkan potensi bahaya yang mungkin terjadi, kawasan rawan bencana Gunung Api Peut Sague terbagi menjadi 3, yaitu:

a. KRB III KRB III adalah kawasan yang sering dilanda awan panas,

aliran lava, lontaran atau guguran batu pijar dan gas beracun dengan radius lontaran 2 km dari puncak.

b. KRB II KRB II adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran

lava, lontaran batu pijar, termasuk hasil letusan freatik, hujan abu lebat, kemungkinan gas racun, awan panas/

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Tabel Desa terdampak (data Dukcapil 2018)

No Desa Kecamatan Kabupaten KRB Jumlah Penduduk

1 Keune Geumpang Pidie I 636

2 Leupu Geumpang Pidie I 1336

3 Teu Rucut Mane Pidie I 991

4 Blang Dalam Mane Pidie I 1810

5 Leuuteung Mane Pidie I 2050

6 Mane Mane Pidie I 4334

aliran piroklastik dan longsoran puing vulkanik dengan radius 5 km dari puncak.

c. KRB I KRB I adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran

massa berupa lahar dan lontaran berupa hujan abu serta kemungkinan terkenal lontaran batu pijar dengan radius 8 km dari puncak.

Desa yang terdampak KRB sebanyak 6 desa yang tersebar di Kabupaten Pidie. Adapun jiwa yang terancam sebanyak 11.157 jiwa.

Page 15: Gunung Api Indonesia - ESDM

Peut Sague 5

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Peut Sague.

Page 16: Gunung Api Indonesia - ESDM

6 Peut Sague

Sistem Pemantauan Gunung Api

Gunung Api Peut Sague letaknya jauh dan pencapaiannya sangatlah tidak mudah sehingga G. Peut Sague jarang dikunjungi orang. Meskipun demikian, penyuluhan dan pemahaman tentang gunung api bagi masyarakat perlu dilakukan, bahwa terdapat gunung api yang sewaktu-waktu meletus dan dapat membahayakan serta menimbulkan korban jiwa.

Peta Jaringan Pemantauan G. Peut Sague

Aktivitas vulkanik G. Peut Sague dipantau secara terus-menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Peut sague yang terletak di Desa Mane Kecamatan Mane, kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Saat ini, pemantauan G. Peut Sague menggunakan satu stasiun seismik, hasil pemantauan kegempaan tersebut dilaporkan secara rutin setiap hari ke kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung melalui aplikasi MAGMA berbasis internet.

Pos Pengamatan G. Peut Sague

Page 17: Gunung Api Indonesia - ESDM

Seulawah Agam 7

Seulawah Agam2

Oleh: Edi Prantoko

Page 18: Gunung Api Indonesia - ESDM

8 Seulawah Agam

Seulawah Agam adalah salah satu dari tiga gunung api strato aktif di wilayah Provinsi Aceh. Secara geografis Gunung Api Seulawah Agam terletak pada 05º25’30” LU

Informasi Umum

dan 95º36’00” BT. Sedangkan secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

Page 19: Gunung Api Indonesia - ESDM

Seulawah Agam 9

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Gunung Seulawah Agam sudah diketahui sejak umur pertengahan. Menurut Sapper (1927) telah terjadi letusan normal di kawah parasit pada awal abad 16, sehingga Neumann van Padang mengklasifikasikannya sebagai Gunung Api aktif. Letusan berikutnya terjadi pada kawah Parasit pada 12-13 Januari 1839 yang kemudian dikenal sebagai Kawah Heutz seperti yang diuraikan oleh Volz (1912). Pada tanggal 16 dan 17 Agustus 1975 terdengar suara gemuruh disertai kepulan asap dari puncak.

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Berdasarkan Potensi bahaya yang mungkin terjadi, kawasan rawan bencana Gunung Api Seulawah Agam menjadi 3, yaitu:

a. KRB III KRB III adalah kawasan yang sering dilanda awan panas,

aliran lava, lontaran atau guguran batu pijar dan gas beracun dengan radius lontaran 2 km dari puncak.

b. KRB II KRB II adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran

lava, lontaran batu pijar, termasuk hasil letusan freatik, hujan abu lebat, kemungkinan gas racun, awan panas/

aliran piroklastik dan longsoran puing vulkanik dengan radius 5 km dari puncak.

c. KRB I KRB I adalah kawasan yang berpotensi dilanda aliran

massa berupa lahar dan lontaran berupa hujan abu serta kemungkinan terkenal lontaran batu pijar dengan radius 8 km dari puncak.

Desa yang terdampak KRB sebanyak 42 desa yang tersebar di Kabupaten Aceh Besar. Adapun Jiwa yang terancam sebanyak 26.691 jiwa.

Interval Letusan G. Seulawah Agam.

Page 20: Gunung Api Indonesia - ESDM

10 Seulawah Agam

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Seulawah Agam.

Page 21: Gunung Api Indonesia - ESDM

Seulawah Agam 11

No Desa Kecamatan Kabupaten KRB Jumlah Penduduk

1 Ayon Seulimeum Aceh Besar I,II,III 353

2 Pulo Seulimeum Aceh Besar I,II,III 231

3 Meurah Seulimeum Aceh Besar I,II,III 326

4 Lampantee Seulimeum Aceh Besar I,II 480

5 Lamteuba Droe Seulimeum Aceh Besar I,II 1189

6 Iboh Tanjong Seulimeum Aceh Besar I,II,III 341

7 Lampanah Seulimeum Aceh Besar I 379

8 Lambada Seulimeum Aceh Besar I 1362

9 Ujong Keupula Seulimeum Aceh Besar I 911

10 Iboh Tunong Seulimeum Aceh Besar I 390

11 Ateuk Seulimeum Aceh Besar I 433

12 Lam Apeng Seulimeum Aceh Besar I, II 606

13 Blang Tingkeum Seulimeum Aceh Besar I 770

14 Meunasah Baro Seulimeum Aceh Besar I,II 403

15 Alue Rindang Seulimeum Aceh Besar I 883

16 Alue Gentong Seulimeum Aceh Besar I 447

17 Jawie Seulimeum Aceh Besar I 97

18 Buga Seulimeum Aceh Besar I 515

19 Gampong Seulimeum Seulimeum Aceh Besar I 564

20 Lamjruen Seulimeum Aceh Besar I 404

21 Gampong Raya Seulimeum Aceh Besar I 189

Tabel Desa terdampak (data Dukcapil 2018)

Page 22: Gunung Api Indonesia - ESDM

12 Seulawah Agam

No Desa Kecamatan Kabupaten KRB Jumlah Penduduk

22 Kayee Adang Seulimeum Aceh Besar I 311

23 Seunebok Seulimeum Aceh Besar I 983

24 Lampisang Tunong Seulimeum Aceh Besar I 779

25 Pinto khop Seulimeum Aceh Besar I 133

26 Mangeu Seulimeum Aceh Besar I 293

27 Batee lhee Seulimeum Aceh Besar I 381

28 Meunasah Tunong Seulimeum Aceh Besar I 595

29 Beureunut Seulimeum Aceh Besar I 318

30 Ujong Mesjid Lampanah Seulimeum Aceh Besar I 276

31 Leungah Seulimeum Aceh Besar I 626

32 Bayu Seulimeum Aceh Besar I 398

33 Lon Asan Lembah Seulawah Aceh Besar I 636

34 Saree Aceh Lembah Seulawah Aceh Besar I,II,III 2056

35 Desa tauladan Lembah Seulawah Aceh Besar I,II 1086

36 Lamtamot Lembah Seulawah Aceh Besar I,II,III 1834

37 Lambaro Tunong Lembah Seulawah Aceh Besar I 456

38 Paya keureleh Lembah Seulawah Aceh Besar I 536

39 Lon Baroh Lembah Seulawah Aceh Besar I 433

40 Suka Damai Lembah Seulawah Aceh Besar I,II,III 2442

41 Meusale Indrapuri Aceh Besar I 383

42 Ieseum Mesjid Raya Aceh Besar I 463

Page 23: Gunung Api Indonesia - ESDM

Seulawah Agam 13

Sistem Pemantauan Gunung Api

Aktivitas vulkanik G. Seulawah Agam dipantau secara terus-menerus dari Pos PGA Seulawah Agam di Desa Lambaro Tunong, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar. Saat ini pemantauan G. Seulawah Agam menggunakan dua stasiun seismic.

Hasil pemantauan kegempaan tersebut dilaporkan secara rutin setiap hari ke kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung melalui aplikasi MAGMA berbasis internet.

Peta Jaringan Pemantauan G. Seulawah Agam.

Pos Pengamatan G. Seulawah Agam.

Page 24: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 25: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bur Ni Telong 15

Bur Ni Telong3

Oleh: Umar Rosadi

Page 26: Gunung Api Indonesia - ESDM

16 Burni Te Long

Untuk memantau kegiatan G. Bur Ni Telong secara terus-menerus, maka sejak 18 Agustus 1998 dibangun Pos Pengamatan Gunungapi di Desa Kute Lintang, Kecamatan Bukit yang mulai dioperasikan pada 15 Oktober 1998. Kegiatan G. Bur Ni Telong dipantau secara menerus baik secara visual dan kegempaan dari Pos Pengamatan G. Bur Ni Telong.

G. Bur Ni Telong merupakan gunungapi termuda yang terdapat di dalam suatu kompleks gunungapi tua yang terdiri dari G. Salah Nama, G. Geureudong dan G. Pepanji. Penyebaran produk letusan G. Bur Ni Telong sebagian besar ke arah selatan, tenggara dan baratdaya, terdiri dari aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik dan lava. Sebagian besar lava tersingkap di daerah puncak dan di

Informasi Umum

lereng barat dan selatan bagian atas dengan komposisi andesitik dasitik. Pada umumnya lava di bagian lereng bersifat andesitik, sedangkan di daerah puncak (kawah) umumnya dasitik (Suhadi dkk, 1994). Aliran piroklastik mempunyai sebaran yang cukup luas di sekitar lereng terutama di bagian baratdaya, adapun jatuhan piroklastik tersingkap di lereng selatan dan baratdaya umumnya menumpang diatas aliran piroklastika.

Pemantauan kegiatan aktivitas vulkanik G. Bur Ni Telong menggunakan Seismograf Kinemetrics model PS-2 dengan sistim RTS. Gempa-gempa yang terekam didominasi oleh gempa tektonik, sedangkan gempa vulkanik sangat jarang terjadi.

Page 27: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bur Ni Telong 17

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Aktivitas vulkanik Gunungapi Bur Ni Telong tercatat sejak 1837, Akhir September 1837 terjadi beberapa kali letusan dan gempa bumi yang menyebabkan banyak kerusakan (Wichmann, 1904). Neuman van Padang (1951) menganggap sebagai letusan normal kawah pusat, Wichmann (1904), letusan terjadi tanggal 12 - 13 Januari 1839 dengan abu letusan mencapai P. We, 14 April 1856, letusan dari kawah pusat (Neuman van Padang, 1951) material yang dimuntahkannya berupa abu dan batu. Neuman van Padang (1951) menulis bahwa di bulan Desember 1919 terjadi letusan normal dari kawah pusat, 7 Desember 1924, Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti satu letusan (Neuman van Padang, 1951).

G. Bur Ni Telong dapat dicapai dengan pesawat udara dari Jakarta - Medan - Bener Meriah, dari Bandara Bener Meriah (Rembele) dilanjutkan menuju Pos PGA Bur Ni Telong terletak di Desa Kute Lintang, Kecamatan Bukit, kurang lebih memakan waktu 15 menit. Puncak G. Bur Ni Telong dapat dicapai dari dua arah, yaitu dari lereng tenggara via Kampung Sentral dan dari lereng baratdaya via Bandar Lampahan. Umumnya orang melakukan pendakian melalui lereng baratdaya, dari Desa Bandar Lampahan dibutuhkan waktu sekitar 3 - 4 jam untuk mencapai puncak G. Bur Ni Telong.

Tahun Keterangan

1837 terjadi beberapa kali letusan dan gempa bumi yang menyebabkan banyak kerusakan

1839 Letusan terjadi tanggal 12 - 13 Januari 1839 dengan abu letusan mencapai P. We.

1856 Letusan dari kawah pusat material yang dimuntahkannya berupa abu dan batu.

1919 terjadi letusan normal dari kawah pusat

1924 Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti satu letusan

Aktivitas vulkanik Gunungapi Bur Ni Telong

Interval Letusan G. Bur NI Telong.

Page 28: Gunung Api Indonesia - ESDM

18 Burni Te Long

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk

1 Rejewali Ketol I 755

2 Buter Ketol I 552

3 Pondok Balik Ketol I 730

4 Segene Balik Kute Panang I 347

5 Blang Paku Wih Pesam I 95

6 Suka Makmur Wih Pesam I/II 105

Tabel Demografi KRB G. Bur Ni Telong (Ducapil, 2018)

Meskipun kegiatan G. Bur Ni Telong saat ini hanya fumarola yang berasap tipis dan lemah, namun bukan berarti bahwa gunung tersebut tidak berbahaya dan tidak akan meletus kembali. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan bahaya yang ditimbulkannya perlu dipersiapkan peta kawasan rawan bencananya.

Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Bur Ni Telong terbagi 3 kawasan yaitu:1. Kawasan Rawan Bencana III, sangat berpotensi

terancam awanpanas guguran/awanpanas letusan, gas racun, dan guguran lava, aliran lava serta lontaran batu pijar (diameter > 6 cm). Kawasan ini meliputi radius 3 km dari kawah aktif.

2. Kawasan rawan bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan Lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun. Kawasan rawan bencana II ini dibedakan menjadi dua yaitu, Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava dan aliran lahar, Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

seperti lontaran batu (pijar), hujan abu lebat dan hujan lumpur (panas). G. Bur Ni Telong diperkirakan tidak akan menghasilkan guguran batu (pijar), hujan Lumpur (panas) maupun gas beracun, karena ketiga jenis produk gunungapi ini sering tergantung pada karakteristik gunungapi tersebut, yang mana berdasarkan sejarah letusannya ketiga jenis produk tersebut tidak tercatat. Kawasan ini meliputi radius 5 km dari kawah aktif.

3. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu: Kawasan rawan bencana terhadap aliran ma berupa lahar/banjir dan kemungkinan perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di dekat lembah atau bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak. Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran abtu (pijar). Kawasan ini meliputi radius 8 km dari kawah aktif dan daerah aliran sungai yang berhulu dari G. Bur Ni Telong.

Page 29: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bur Ni Telong 19

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk

7 Bener Ayu Wih Pesam I 101

8 Simpang Antara Wih Pesam I 202

9 Kebun Baru Wih Pesam I 1200

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Bur Ni Telong.

Page 30: Gunung Api Indonesia - ESDM

20 Burni Te Long

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk

10 Cinta Damai Wih Pesam I 124

11 Lut Kucak Wih Pesam I 402

12 Karang Rejo Wih Pesam I 327

13 Jamur Ujung Wih Pesam I 323

14 Wonosobo Wih Pesam I/II 405

15 Gegerung Wih Pesam I 203

16 Wih Pesam Wih Pesam II 76

17 Simang Balek Wih Pesam II/III 137

18 Suka Makmur Timur Wih Pesam II 149

19 Cekal Baru Timang Gajah I 511

20 Kulem Para Kanis Timang Gajah I 225

21 Timang Rasa Timang Gajah I/II 110

22 Fajar Harapan Timang Gajah II 664

23 Kampung Baru 76 Timang Gajah II 547

24 Damaran Baru Timang Gajah II/III 624

25 Bandar Lampahan Timang Gajah II 1079

26 Mude Benara Timang Gajah II 422

27 Karang Jadi Timang Gajah II 725

28 Lampahan Timur Timang Gajah II 602

29 Lampahan Barat Timang Gajah I 352

30 Lampahan Timang Gajah II 541

31 Rembune Timang Gajah II/III 362

32 Pantai Pendiangan Timang Gajah II/III 1120

33 Pantai Lues Gajah Putih I/II 608

34 Bintang Bener Permata II 1051

35 Bener Pepanyi Permata II/III 1585

36 Gele Semayang Bandar I 206

37 Suku Wih Ilang Bandar I 493

38 Bukit Wih Ilang Bandar I 1442

Page 31: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bur Ni Telong 21

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk

39 Hakim Tunggul Naru Bukit I/II 384

40 Rembele Bukit I/II 650

41 Blang Tampu Bukit I 702

42 Ujung Bersah Bukit I 1575

43 Kute Tanyung Bukit I 453

44 Surele Kayu Bukit I 544

45 Tingkem Benyer Bukit I 128

46 Bale Atu Bukit I 377

47 Blang Sentang Bukit I 1488

48 Kute Lintang Bukit II/III 710

49 Sedie Jadi Bukit II/III 305

50 Waq Pondok Sayur Bukit II/III 421

51 Panji Mulia I Bukit I/II 553

52 Panji Mulia Ii Bukit I/II 886

53 Mupakat Jadi Bukit I 226

54 Belang Ara Bukit I 619

55 Muluem Bukit I 198

56 Godang Bukit I 242

57 Bujang Bukit I/II 1083

58 Kenawat Redelong Bukit I 1438

59 Ujung Gele Bukit I 639

60 Paya Gajah Bukit I 1779

61 Blang Sentang Bukit I 1488

62 Reje Guru Bukit I 692

63 Delung Asli Bukit I 406

64 Delung Tue Bukit I 425

65 Uring Bukit I 342

66 Babussalam Bukit I/II 1654

67 Kute Kering Bukit I 453

Keterangan:*Peta KRB G. terdiri dari tiga Kawasan yang yang telah dire-visi (2015) dengan data jumlah penduduk bersumber dari data Ditjen Dukcapil, Kement-erian Dalam Negeri (2018

Page 32: Gunung Api Indonesia - ESDM

22 Burni Te Long

Dalam upaya mitigasi bencana gunungapi Bur Ni Telong, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi telah melakukan:1. Sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam

kawasan rawan bencana2. Koordinasi dengan aparat daerah setempat dan institusi

terkait lainnya serta pada masyarakat.

Sistem Pemantauan

3. Pemantauan secara visual dilakukan dengan mengamati kondisi puncak/kawah dengan bantuan peralatan, yaitu: Kamera digital, teropong.

4. Pemantauan secara instrumental, meliputi pemantauan kegempaan menggunakan seismometer dan saat ini telah dipasang di 1 stasiun permanen.

Peta jaringan stasiun pemantauan Gunung Api Bur Ni Telong.

Page 33: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sorik Marapi 23

Sorik Marapi4

Oleh: Sofyan Primulya

Page 34: Gunung Api Indonesia - ESDM

24 Sorik Marapi

Sorik Marapi merupakan salah satu gunungapi aktif tipe A di Indonesia yang mempunyai danau kawah dengan airnya yang bersifat asam di bagan puncaknya. Secara administrasi, Sorik Marapi termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Posisi geografis puncak 0°41’11.72”LS dan 99°32’13,09” BT serta ketinggian 2145 m dpl (di atas muka laut). Pos Pengamatan Gunung Sorik Marapi berada di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Dari kajian geologi, kemunculan G. Sorik Marapi diduga berhubungan dengan aktivitas Sesar Besar Sumatera (Semangko) yang berarah barat laut – tenggara. Di sekitar

Informasi Umum

tubuh gunungapi ini banyak terdapat manifestasi aktivitas vulkanik berupa solfatara/fumarola, kolam lumpur (mud pool), dan mata air panas, diantaranya Mata Air Panas Binanga, Sopotinjak, Purba Julu, Roburan Dolok-1, Roburan Dolok-3, Sibanggor Tonga-1 dan Sibanggor Tonga-2. Mata Air Panas Roburan Dolok-2 dan Mata Air Panas Sampuraga. Suhu solfatara di puncak Kawah sangat bervariasi antara 90°C- 249°C.

Gunung Sorik Marapi merupakan gunungapi yang produk erupsinya berkomposisi andesitik hingga andesitik basaltik, merupakan komposisi yang umum ditemukan di gunung-gunung berapi yang berada di jalur busur Sunda.

Page 35: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sorik Marapi 25

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Catatan sejarah letusan Sorik Marapi tidak begitu banyak, yaitu tahun 1830, 1879, 1892, 1893, 1917 dan 1970. Karakter letusan pada umumnya berupa letusan freatik berupa abu disertai lontaran batu, atau semburan lumpur dari kawah pusat karena adanya air danau kawah. Tahun 1830 dan 1879 terjadi letusan fretik dari kawah pusat menghasilkan abu, lumpur, dan lontaran material berukuran bomb. Pada 21 Mei 1892 terjadi letusan yang mengakibatkan timbulnya 2 buah lubang di kawah puncak. Endapan letusan ini telah menimbulkan lahar yang menelan korban jiwa 180 orang di Desa Sibangor, Pada Bulan Januari 1893 terjadi letusan

freatik berupa lumpur dan lontaran batu dari fumarola Sibangor Julu. Pada tanggal 20 Mei 1917 terjadi letusan freatik berupa abu selama 3 jam, disertai dentuman hebat terdengar sampai Kotanopan. Dan terakhir pada tahun 1970 terjadi letusan freatik berupa abu. Tahun 1987 terjadi peningkatan temperatur di solfatar Sibangor Julu dari 95°C menjadi 119° C yang diikuti oleh semburan lumpur panas.

Kondisi saat ini, seringkali terjadi peningkatan temperatur pada solfatara di tubuh G. Sorik Marapi, serta sering diikuti oleh peningkatan kegempaan.

Interval letusan G. Sorik Marapi.

Page 36: Gunung Api Indonesia - ESDM

26 Sorik Marapi

Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (KRB) adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi terancam bahaya erupsi baik secara langsung maupun tidak langsung. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi merupakan peta petunjuk tingkat kerawanan yang berpotensi menimbulkan bencana pada suatu kawasan apabila terjadi erupsi gunungapi. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi disusun berdasarkan data geologi, kegunungapian, sebaran permukiman, dan infrastruktur. Peta ini memuat informasi tentang jenis bahaya gunungapi, daerah rawan bencana, arah/jalur penyelamatan diri dan lokasi pengungsian. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lamongan hanya berlaku dengan syarat-syarat: erupsi terjadi di kawah pusat, arah erupsi kurang lebih tegak lurus, tidak terjadi pembentukan kaldera, morfologi puncak gunungapi relatif tidak berubah. Sehingga apabila terjadi erupsi/kegiatan baru yang menyimpang atau lebih besar dari erupsi/kegiatan normal maka Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi direvisi kembali.

Di Sorik Marapi, Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) merupakan kawasan yang sangat berpotensi terlanda aliran piroklastik (awan panas), aliran lava, aliran lahar, lontaran batu (pijar), serta hujan abu lebat. Di KRB III yang sangat berpotensi terancam oleh material aliran berada di daerah puncak serta kaki gunung hingga ketinggian sekitar 1600 m dari puncak, dengan radius 1 km hingga 3 km.

Di KRB III sangat berpotensi tertimpa oleh lontaran batu (pijar) berdiameter lebih dari 64 mm hingga radius 1,5 km dari puncak. Di wilayah KRB III ini tidak terdapat pemukiman penduduk.

Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) merupakan kawasan yang berpotensi terlanda perluasan aliran lava, guguran lava, lahar, lontaran batu (pijar, serta hujan abu (lebat).

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Di KRB II yang berpotensi terancam oleh material aliran merupakan perluasan dari daerah KRB III meliputi kaki gunung hingga ketinggian sekitar 1000 m dari puncak. Beberapa pemukiman yang berpotensi terlanda oleh material aliran yaitu Desa Hutabaringin Julu, Desa Huta Baringin, Desa Sibanggor Julu, Desa Huta Lombang, Desa Tanabato, Desa Pagaran Gala-Gala, dan Desa Bulu Soma.

Di KRB II yang berpotensi tertimpa oleh lontaran batu (pijar) berdiamater maksimum 64 mm hingga radius 6 km dari puncak. Desa-desa yang berpotensi tertimpa oleh lontaran batu, yaitu: Hutabaringin Julu, Huta Baringin, Sibanggor Julu, Huta Lombang, Tanabato, Pagaran Gala-Gala, Sopotinjak, Bulu Soma, Huta Baru, Sibangor Jae, Huta Julu, Huta Raja, Hutana Male, dan Desa Tarlola. Berdasarkan data dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah penduduk yang bermukim di desa-desa tersebut adalah 9.049 orang atau 2.217 kepala keluarga.

Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu, serta hujan abu. Wilayah pemukiman yang berpotensi terlanda aliran lahar merupakan desa-desa yang yang dilalui oleh aliran dari sungai-sungai yang berhulu di puncak atau sekitar puncak, diantara Batang Binanga, Batang Roburan, Batang Pancur, Batang Sibanggor, Batang Namilas, Batang Sitinjak, Batang Sipalis, Batang Antunu, dan Batang Sampean. Desa-desa yang dilalui oleh aliran sungai tersebut diantaranya: Desa Hutabaringin Julu, Desa Huta Baringin, Desa Sibanggor Julu, Desa Huta Lombang, Desa Tanabato, Desa Pagaran Gala-Gala, Desa Bulu Soma, Desa Huta Baru, Desa Sibangor Jae, Desa Huta Julu, Desa Huta Raja, Desa Hutana Male, dan Desa Tarlola.

Di Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) yang berpotensi terlanda oleh lontaran batu berdiameter kurang dari

Page 37: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sorik Marapi 27

10 mm hingga radius 8 km dari puncak. Untuk material lontaran yang berukuran lebih kecil seperti abu dan lapili halus maka arah sebarannya nya akan lebih bergantung kepada arah dan kecepatan angin. Berdasarkan data

dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah penduduk yang bermukim di desa-desa tersebut adalah 11.063 orang atau 2714 kepala keluarga.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Sorik Marapi.

Page 38: Gunung Api Indonesia - ESDM

28 Sorik Marapi

Strategi Mitigasi

Salah satu strategi upaya mitigasi bencana gunungapi, selain membuat peta kawasan rawan bencana juga melakukan pemantauan aktivitas atau gejala peningkatan aktivitas gunungapinya. Khususnya di Sorik Marapi, telah dilakukan pemantauan aktivitas kegempaan secara kontinyu melalui peralatan pencatat gempa atau seismograf dengan sistem analog. Terdapat 2 Stasiun seismik yang dipasang di tubuh G. Sorik Marapi, yaitu stasiun seismik SBGJ sistem

analog menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di wilayah Desa Sibanggor Julu (koordinat 0°42’26,40” LU 99°33’49,38” BT, Elevasi 1084 m), dan Stasiun seismik HTBR sistem analog menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di wilayah Desa Huta baringin (koordinat 0°41’5,05” LU 99°34’55,03” BT, Elevasi 1074 m). Pemantauan lainnya yaitu pengamatan kondisi asap di puncak yang dilakukan secara visual dari pos pengamatan gunungapi.

Pos Pengamatan G. Sorik Marapi.

Peta Jaringan Pemantauan G. Sorik Marapi.

Page 39: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sinabung 29

Sinabung5

Oleh: Umar Rosadi

Page 40: Gunung Api Indonesia - ESDM

30 Sinabung

Sebelum erupsi pada tahun 2010, Sinabung diklasifikasikan ke dalam gunungapi tipe B, yaitu gunungapi yang tidak punya catatan sejarah letusan sejak tahun 1600. Namun pada tanggal 27 Agustus 2010 pukul 18.15 WIB terjadi erupsi freatik sehingga G. Sinabung diklasifikasikan sebagai gunungapi tipe A. Secara geografis, G. Sinabung terletak pada posisi koordinat 3°10’ LU dan 98°23,5’ BT, dengan ketinggian puncak 2460 m dpl. Secara administratif G. Sinabung masuk ke dalam wilayah Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dan diamati secara visual dan

Informasi Umum

instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) yang berada di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Pemantauan G. Sinabung dimulai pada 28 Agustus 2010, setelah terjadi erupsi pertama tanggal 27 Agustus 2010 yang sebelumnya gunung ini tidak dipantau secara kontinyu. Pos Pemantauan permanen dimulai pada bulan September 2012.

Page 41: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sinabung 31

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sebelum letusan tahun 2010, letusan-letusan masa lalu G. Sinabung tidak tercatat dalam sejarah sehingga sebelum tahun 2010 G. Sinabung diklasifikasikan sebagai gunungapi aktif tipe B. Berdasarkan Peta Geologi Gunungapi Sinabung, batuan termuda yang ditemukan berupa endapan aliran piroklastik di bagian tenggara puncak sekarang dengan umur sekitar 1200 tahun y.l atau 800 – 900 A.D (Prambada, 2010).

Aktivitas G. Sinabung sebelum Agustus 2010 yang mencirikan bahwa G. Sinabung aktif adalah manifestasi solfatara, baik di daerah sekitar kawah maupun puncak yang mengisi bagian lembah, dinding, dan dasar kawah lama maupun di sekitar lembah sungai bagian timur dan tenggara dengan jarak lebih kurang 300 m ke arah puncak, sedangkan di bagian selatan terdapat tiga buah kelompok yang bentuknya memanjang di sepanjang lembah sungainya. Namun letusan tahun 2010 menjadikan

G. Sinabung digolongkan menjadi gunungapi aktif tipe A. Aktivitas G. Sinabung sepanjang tahun 2010-2019. Sejak tanggal 27 Agustus hingga 30 Agustus 2010, terjadi beberapa kali erupsi dengan tinggi kolom abu vulkanik berkisar 500 - 1.500 m, tahun 2011 - 2012 Sinabung memasuki fase istirahat dan aktivitas erupsi diawali kembali tanggal 15 September 2013 dan terus berlangsung erupsi yang disertai oleh awanpanas guguran dan letusan hingga tanggal 9 Juni 2019 dengan tinggi kolom abu vulkanik berkisar 500 - 7.000 m dari puncak dan awanpanas guguran/letusan berkisar 750 - 4.900 m dari puncak. Setelah tanggal 9 Juni 2019 hingga April 2020 tidak terjadi lagi erupsi.

Karakter erupsi G. Sinabung adalah eksplosif dan efusif dengan VEI antara 2 – 3. Erupsi yang diawali dengan pertumbuhan kubah lava dan diikuti oleh awanpanas guguran dan erupsi eksplosif dan dibarengi oleh awanpanas letusan, arah aliran awan panas dominan ke arah selatan, tenggara dan timur.

Interval letusan G. Sinabung.

Page 42: Gunung Api Indonesia - ESDM

32 Sinabung

Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Sinabung terbagi 3 kawasan, yaitu:a. Kawasan Rawan Bencana III, sangat berpotensi

terancam awanpanas guguran/awanpanas letusan, gas racun, dan guguran lava, aliran lava serta lontaran batu pijar (diameter > 6 cm). Kawasan ini meliputi radius 3 km dari kawah aktif.

b. Kawasan Rawan Bencana II, berpotensi terancam awanpanas guguran/awanpanas letusan, gas racun, guguran lava, aliran lava, serta lontaran batu pijar (diameter 1-6 cm). Kawasan ini meliputi radius 5 km dari kawah aktif.

c. Kawasan Rawan Bencana I, berpotensi terancam

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

terlanda lahar hujan, perluasan awanpanas, hujan abu, dan material pijar (diameter < 1 cm). Kawasan ini meliputi radius 7 km dari kawah aktif.

Demografi 1. Jumlah Penduduk yang berada dalam KRB I, II, dan III

(Tahun 2018): 41.906 Jiwa, terdiri dari 36 Desa dan 4 Kecamatan, 1 Kabupaten.

2. Kecamatan Tiganderget 15.980 jiwa (KRB I/II/III)3. Kecamatan Payung 6.770 jiwa (KRB I/II/III)4. Kecamatan Simpang Empat 9.535 jiwa (KRB II/III)5. Kecamatan Naman Teran 9.621 jiwa (KRB II/III)

Gunungapi Sinabung secara administratif terletak di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Koordinat geografis daerah puncak terletak pada 03°10’ LU dan 98° 23,5’ BT dengan titik tertinggi 2460 m dpl.

G. Sinabung dapat dicapai dengan pesawat udara dari Jakarta menuju Medan selama 2,5 jam dan kemudian melalui jalan darat selama lebih kurang 3 jam menuju Pos

Pengamatan G. Sinabung yang terletak di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo atau lebih kurang 7 km dari ibukota Kabupaten, Kabanjahe. untuk mencapai puncak G. Sinabung jalur pendakian yang umum digunakan dari arah utara, yaitu dari Danau Lau Kawar dengan jalur yang jelas (sebelum erupsi) dapat dicapai dengan waktu 4-5 jam.

Tabel Demografi KRB G. Sinabung (BPS, 2018)

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk1 Susuk Tiganderket II 1582

2 Temburuan Tiganderket II 384

3 Sukatendel Tiganderket II/III 1354

4 Jandimeriah Tiganderket III 1342

5 Tiganderket Tiganderket II/III 2054

6 Kutambaru Tiganderket I/II/III 819

Page 43: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sinabung 33

Peta perkiraan zona bahaya G. Sinabung.

Page 44: Gunung Api Indonesia - ESDM

34 Sinabung

No Desa Kecamatan KRB Jumlah Penduduk7 Mardinding Tiganderket III 975

8 Perbaji Tiganderket III 589

9 Batukarang Tiganderket I/II 5371

10 Tanjung Merawa Tiganderket I/II 1314

11 Kutakepar Tiganderket II/III 196

12 Rimo Kayu Payung I/II/III 780

13 Cimbang Payung I/II 312

14 Payung Payung II/III 2113

15 Ujung Payung Payung II/III 376

16 Guru Kinayan Payung III 2666

17 Suka Meriah Payung III 523

18 Tiga Pancur Simpang Empat II 1081

19 Berastepu Simpang Empat II/III 2585

20 Pintimbesi Simpang Empat II 323

21 Beganding Simpang Empat II 1869

22 Sirumbia Simpang Empat II 599

23 Jeraya Simpang Empat II 740

24 Gamber Simpang Empat III 624

25 Kuta Tengah Simpang Empat II/III 680

26 Perteguhan Simpang Empat II 889

27 Torong Simpang Empat II 145

28 Bekerah Naman Teran III 391

29 Simacem Naman Teran III 489

30 Kuta Tonggal Naman Teran II/III 393

31 Sukandebi Naman Teran II 1014

32 Sukatepu Naman Teran II 761

33 Sukanalu Naman Teran II/III 1273

34 Sigarang-Garang Naman Teran III 1627

35 Kutarayat Naman Teran II/III 2440

36 Kutagugung Naman Teran II/III 1233

Page 45: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sinabung 35

Sistem Pemantauan Gunungapi

Dalam upaya mitigasi bencana gunungapi Sinabung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi telah melakukan:1. Sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam

kawasan rawan bencana2. Koordinasi dengan aparat daerah setempat dan institusi

terkait lainnya serta pada masyarakat.3. Pemantauan secara visual dilakukan dengan mengamati

kondisi puncak/kawah/kubah lava dengan bantuan peralatan, yaitu: CCTV di 4 stasiun (Pos MGA, KBYK, LKWR, Ojolali), Kamera digital, dan rangefinder.

4. Pemantauan secara instrumental meliputi:a. Kegempaan: Pemantauan kegempaan

menggunakan seismometer dan saat ini telah dipasang di 5 stasiun permanen yang mengelilingi tubuh G. Sinabung, serta satu stasiun di luar tubuh G. Sinabung.

b. Deformasi: Pengukuran deformasi dengan peralatan Total Station (EDM), GPS kontinyu dan Tilt Meter.

c. Geokimia: Pengamatan geokimia dengan cara pengukuran multigas kontinyu di tiga stasiun.

Peta jaringan pemantauan aktivitas G. Sinabung.

Page 46: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 47: Gunung Api Indonesia - ESDM

Marapi 37

Marapi6

Oleh: Novianti Indrastuti

Page 48: Gunung Api Indonesia - ESDM

38 Marapi

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Marapi merupakan salah satu gunungapi paling aktif di Sumatera Barat, Indonesia. Secara administratif G. Marapi berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar dan Agam, Provinsi Sumatera Barat, dan secara geografis puncak G. Marapi berada pada posisi 0° 22’ 47,72” LS dan 100° 28’ 6,71” BT dengan ketinggian puncak 2891 m dpl. G. Marapi telah meletus lebih dari 50 kali sejak akhir abad ke-18.

Cara mencapai ke arah puncak ada tiga, yakni dari arah tenggara, baratlaut, dan selatan. Masing-masing untuk pendakian tersebut dimulai dari Pariaman, Sungai Puar, dan Kota Baru.

Informasi Umum

Selain wisata gunungapi, salah satu kota wisata terdekat dengan G. Marapi adalah Bukittinggi yang terletak di bagian timurlaut. Beberapa objek wisata di Bukittinggi antara lain Ngarai Sianok, Jam Gadang, Gua Jepang, Istana Bung Hatta, Museum Perjuangan, dan Kebun Binatang. Semua lokasi objek wisata tersebut berada di dalam kota Bukittinggi dan jaraknya satu sama lain relatif berdekatan, sehingga sangat mudah pencapaiannya.

Marapi merupakan gunungapi tipe stratovolcano dengan daerah puncaknya dicirikan oleh kaldera yang mempunyai beberapa kawah aktif berarah baratdaya – timurlaut. Kawah

di puncak marapi G. Marapi berupa lapangan solfara dan fumarola, yaitu: Kepundan A, Kepundan B, Kepundan C, K. Bungo, K. Tuo, K.Bongsu dan Kawah Verbeek atau

Page 49: Gunung Api Indonesia - ESDM

Marapi 39

Kepundan Enga, semuanya merupakan pusat erupsi dengan lebar lubang antara 175-600 m dan panjang 1.200 m.

Sejarah letusan/aktivitas vulkanik G. Marapi pada periode tahun 1807 – 1950, tercatat 28 kali periode letusan G. Marapi dengan selang waktu kejadian letusan umumnya 1 tahun dan paling lama 27 tahun. Letusan G. Marapi pada 1807 dan 1822 berupa asap hitam-kelabu disertai bara sinar api dan leleran lava. Pada periode 1833 – 1950, secara umum letusannya berupa abu kelabu disertai bara api, terkadang lontaran material pijar dari puncak serta suara gemuruh. Pada 24 April 1871, 16 – 18 Juni 1917 dan 16 September 1917 terjadi hujan abu di Bukitting, tahun 1927 terjadi hujan abu sampai di Padang Panjang. Untuk pada periode 1973-2018, pusat aktivitas letusan berada di Kawah Verbeek, manifestasinya berupa tembusan solfatara/fumarola. Kadang-kadang terjadi letusan bersifat eksplosif berupa letusan abu, lontaran material pijar dan pasir yang jatuh disekitar puncak/kawah, sebaran abu letusan tergantung arah angin. Aktivitas terkini G. Marapi terjadi

tanggal 2 Mei 2018, G. Marapi mengalami erupsi, kolom letusan berwarna kelabu tebal dengan tinggi mencapai 4000 m di atas puncak.

Karakter letusan G. Marapi berupa letusan secara eksplosif maupun efusif dengan masa istirahat rata-rata 4 tahun. Kegiatannya tidak selalu terjadi pada kawah yang sama, tetapi bergerak membentuk garis lurus dengan arah timur – baratdaya antara Kawah Tuo hingga Kawah Bongsu. Sejak awal tahun 1987 sampai sekarang letusannya bersifat eksplosif dan sumber letusan hanya berpusat di Kawah Verbeek. Letusan disertai suara gemuruh, abu, pasir, lapili dan kadang-kadang juga diikuti oleh lontaran material pijar dan bom vulkanik (Rasyid, 1990).

Prekursor erupsi G. Marapi saat ini pada umumnya apabila terjadi peningkatan kegempaan Tornilo di Stasiun Batupalano (ketinggian 1503 m) yang diikuti meningkatnya data tiltmeter dan RSAM kegempaan, dan mulai terekam swarm Gempa Low Frekuensi dan Gempa Tornilo secara menerus di Stasiun Puncak (ketinggian 2740 m).

Peta puncak Gunungapi Marapi

Page 50: Gunung Api Indonesia - ESDM

40 Marapi

Potensi bahaya letusan G. Marapi berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Marapi, dibagi ke dalam tiga tingkatan: a. Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), adalah kawasan

sumber erupsi, daerah puncak dan sekitarnya yang sangat berpotensi terlanda oleh berbagai macam hasil erupsi dalam bentuk aliran piroklastika, aliran lava, gas vulkanik beracun, jatuhan piroklastik dan lontaran fragmen batuan (pijar). Kawasan ini berada pada radius sekitar 3 km dari pusat erupsi.

b. Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lahar, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini mencakup daerah dengan radius sekitar 5 km dari pusat erupsi.

c. Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I), adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan kemungkinan dapat terkena perluasan lahar/awan panas serta jatuhan piroklastik. Kawasan ini terletak di sepanjang daerah aliran sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Grafik Interval Letusan G. Marapi

Letusan G. Marapi 2 Mei 2018

Page 51: Gunung Api Indonesia - ESDM

Marapi 41

hilir sungai yang berhulu di daerah puncak, sedangkan kawasan yang berpotensi terlanda oleh jatuhan abu dan fragmen batuan < 2 cm dalam radius 7 km dari pusat erupsi.

Berdasarkan data sebaran penduduk di Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Marapi tahun 2018, terdapat sekitar 7 Kecamatan, 14 Nagari dan 20 Jurong dengan total jumlah

penduduk 43489 jiwa (lihat tabel) yang masuk ke dalam wilayah KRB I, II, dan III G. Marapi.

Potensi bahaya G. Marapi saat ini yaitu berupa erupsi abu disertai lontaran material/pasir yang melanda wilayah dengan radius 3 km dari pusat erupsi Kawah Verbeek, yaitu daerah yang termasuk di dalam KRB III.

Peta KRB G. Marapi

Page 52: Gunung Api Indonesia - ESDM

42 Marapi

No Kabupaten Kecamatan Nagari Jorong KRB Jumlah Penduduk

1 Agam Sungai Puar Sariak Pasa Kubang Tabek I 495

2 Agam Sungai Puar Sariak Suntiang I 236

3 Agam Sungai Puar Sariak Baruah Mudiak I 288

4 Agam Sungai Puar Sariak Dadok I 163

5 Agam Sungai Puar Sariak Lukok I 274

6 Agam Sungai Puar Sariak Sariah Ateh I 30

7 Agam Sungai Puar Batu Balano Simpang III I 1165

8 Agam Sungai Puar Batu Balano Simpang IV I 695

9 Agam Sungai Puar Batu Balano Padang Tarok I 503

10 Agam Sungai Puar Batu Balano Aceh Baru I 404

11 Agam Sungai Puar Sungai Puar Limo Kampuang I 2371

12 Agam Sungai Puar Sungai Puar Kapalo Koto I 2962

13 Agam Sungai Puar Sungai Puar Tangah Koto I 1342

14 Agam Canduang Bukik Batabuah Gobah I 2488

15 Agam Canduang Bukik Batabuah Batang Selasih I 3546

16 Agam Canduang Lasi Pasanehan I 300

17 Agam Canduang Lasi Lasi Mudo I 954

18 Agam Canduang Lasi Lasi Tuo I 394

19 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Baru - I 2483

20 Tanah Datar Sepuluh Koto Aie Angek - I 3009

21 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Laweh Batu Panjang I 532

22 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Laweh Kepala Koto I 527

23 Tanah Datar Sepuluh Koto Koto Laweh Kandang Diguguk I 612

24 Tanah Datar Sepuluh Koto Panyalaian Kubu Diateh I 1095

25 Tanah Datar Sepuluh Koto Panyalaian Koto Subarang I 1277

26 Tanah Datar Sepuluh Koto Paninjauan Balai Satu I 1061

27 Tanah Datar Sepuluh Koto Paninjauan Hilie Balai I 2715

Daftar Desa dan jumlah penduduk dalam KRB G. Marapi Tahun 2018

Page 53: Gunung Api Indonesia - ESDM

Marapi 43

No Kabupaten Kecamatan Nagari Jorong KRB Jumlah Penduduk

28 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Sungai Jambu I 1650

29 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Bulan Sariak Jambak Ulu I 745

30 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Batur I 570

31 Tanah Datar Pariaman Sungai Jambu Labuatan I 635

32 Tanah Datar Pariaman Pariaman Pariangan I 1922

33 Tanah Datar Pariaman Pariaman Padang Panjang I 1651

34 Tanah Datar Pariaman Pariaman Guguk I 868

35 Tanah Datar Batipuh Andaleh Jirek I 363

36 Tanah Datar Batipuh Andaleh Koto Ganting I 635

37 Tanah Datar Batipuh Andaleh Subarang I 585

38 Tanah Datar Batipuh Sabu Kampung XI I 627

39 Tanah Datar Batipuh Sabu Subarang I 743

40 Tanah Datar Batipuh Sabu Pakan Akad I 574

Strategi Mitigasi

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Marapi dilakukan dari Pos Pengamatan Gunungapi Marapi, yang berlokasi di Jl. Prof. Hazairin No 168, Bukittinggi, Sumatera Barat, yang berjarak sekitar 13 km dari kawah/puncak G. Marapi arah barat laut. Metode pemantauannya adalah metoda visual dan instrumental.

Pengamatan visual dipantau secara menerus dari Pos Pengamatan G. Marapi yang meliputi pengamatan tinggi, warna, tekanan asap abu letusan dan arah penyebarannya.

Hembusan asap kawah G. Marapi berwarna putih sedang hingga tebal, dengan ketinggian 50 – 150 m. Pos Pengamatan G. Marapi berlokasi di Batang Agam, Jl. Prof. Hazairin 168, Bukittinggi dengan koordinat 00°18’46,64” LS, 100°22’08,53” BT, tinggi: 924 mdpl.

Aktivitas vulkanik G. Marapi dipantau menerus dengan menggunakan 9 stasiun seismik. Empat stasiun seismik milik PVMBG, yaitu Stasiun BTPL, Stasiun PACT, Stasiun LASI, dan Stasiun SABU, sedangkan 5 stasiun merupakan

Page 54: Gunung Api Indonesia - ESDM

44 Marapi

stasiun dari kerja sama antara EOS (Earth Observatory of Singapore) dan PVMBG yaitu Stasiun PCAK, Stasiun KUBU, Stasiun GGSL, Stasiun PAUH, dan Stasiun TNGK. Pemantauan ke arah puncak gunung dilakukan secara

visual dengan menggunakan CCTV yang terpasang di puncak G. Marapi sejak tanggal 27 September 2019. Peta sistem pemantauan G. Marapi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Peta sistem pemantauan G. Marapi

Page 55: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tandikat 45

Tandikat7

Oleh: Agoes Loeqman

Page 56: Gunung Api Indonesia - ESDM

46 Tandikat

Tandikat (Tandikai, Tandike) merupakan gunungapi aktif tipe A, berbentuk strato dengan beberapa kawah di puncaknya. Secara administratif G. Tandikat berada di wilayah Kabupaten Padang Pariaman dan Agam, Provinsi Sumatera Barat, sementara posisi geografis puncaknya berada pada 0º25’57,30” LS dan 100º19’01,69” BT, dengan tinggi puncak dari permukaan laut mencapai 2438 m atau 1740 m dari dataran tinggi Minangkabau.

Gunungapi Tandikat memiliki berbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan, selain produk hasil erupsi masa lampau yang dapat digunakan sebagai bahan galian golongan C untuk bahan bangunan serta adanya potensi sumber daya panasbumi, di sekitar G. Tandikat ini terdapat pula kawasan perkebunan, beberapa mata air panas, air terjun, kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai tempat cadangan

Informasi Umum

airtanah, yang dapat dikembangkan untuk wisata alam dan argowisata.

Aktivitas erupsi G. Tandikat tercatat 2 kali dalam sejarah, yaitu pada tahun 1889 dan 1914, berdasarkan data diatas, terlihat bahwa gunungapi ini sudah lama tidak menunjukkan peningkatan aktivitasnya, untuk itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus.

Salah satu akses menuju G. Tandikat adalah melalui Kota Padang, setelah melewati Pos PGA Tandikat yang berada di Jorong Sikadunduang Singgalang kecamatan X koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (0º 25’ 8.82” LS dan 100º 22’ 2.4” BT), perjalanan menuju kompleks solfatar dan fumarol G. Tandikat yang berada di puncak G. Tandikat ditempuh dengan jalan kaki selama 5-6 jam.

Peta lokasi G. Tandikat, Sumatera Barat. G. Tandikat adalah gunungapi kembar dengan G. Singgalang, yang tumbuh diatas granit tua, sekis dan batu gamping dari Bukit Bari-san, juga merupakan bagian dari 3 puncak gunung di dataran tinggi minangkabau yang dikenal dengan Puncak Tri Arga (yaitu Singgalang, Marapi dan Tandikat).

Page 57: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tandikat 47

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Aktivitas erupsi G. Tandikat tercatat sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 1889 dan 1914. Tidak ada laporan korban jiwa, dan berdasarkan produk yang dihasilkan G. Tandikat, tidak ditemukan adanya endapan piroklastik jatuhan, hanya ditemukan aliran piroklastik dan aliran lava. Data erupsi yang tercatatpun hanya abu yang tipis dan tampak di sekitar kawah. Karakter erupsinya cenderung bertipe letusan strombolian dan aliran lava yang terkadang menghasilkan pula aliran piroklastik.

Dari rangkaian sejarah erupsi diatas, terlihat bahwa G. Tandikat memiliki periode erupsi 15 tahun dan pasca erupsi

Tahun Keterangan1889 19 Februari, Di puncak G. Tandikat terlihat tiang asap dan nyala

api dan juga terasa getaran gempa yang diiringi suara letusan. Sampai tanggal 17 April tiang asap masih terlihat kadang disertai oleh hujan abu. Kegiatan yang terjadi pada tahun ini bergantian dengan kegiatan letusan yang terjadi di G. Marapi, Bukittinggi.

1914 31 Mei, Administratur Veen (Natuurk. Tijdschr. Nederl. Ind. 1915, p 188) mengatakan telah terjadi leleran lava yang mengalir hanya di bagian puncak saja. Tetapi menurut Kemmerling (1921, p.21) yang terjadi bukan leleran lava tetapi hanya lontaran bom gunungapi.

Strategi Mitigasi

Tandikat di masa mendatang maka kegiatan pemantauan aktivitas G. Tandikat harus dilakukan baik secara visual maupun instrumental dengan bermacam metoda. Pemantauan visual meliputi kondisi cuaca, tinggi asap, sementara metoda seismic (kegempaan) dilakukan secara menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Tandikat, pada posisi 0º 25’ 8,82” LS dan 100º 22’ 2,4” BT di Jorong Sikadungduang, Desa Ganting, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Peralatan permanen yang digunakan untuk memonitor kegempaan G. Tandikat selama 24 jam terdiri dari satu unit seismograf PS-2, dengan sensor seismometer ditempatkan pada tubuh G. Tandikat (Sta. TDK) pada posisi stasiun 0º 25’ 44,3” LS dan 100º 21’ 18,8” BT, di ketinggian 1279 m dpl.

Pemantauan lainnya dilakukan secara temporer, misalnya pengukuran suhu solfatara dan fumarola, pengukuran

deformasi, pengukuran metoda geolistrik, pengukuran geomagnit dan pengukuran metoda geokimia gas dan air.

terakhir pada 1914 hingga kini belum menunjukkan adanya peningkatan aktivitas.

Peta lokasi Pos PGA dan Stasiun Seismik G. Tandikat, Sumatera Barat.

Page 58: Gunung Api Indonesia - ESDM

48 Tandikat

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Untuk mengantisipasi terjadinya erupsi G. Tandikat, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah membuat Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB), yang identik dengan peta daerah bahaya gunungapi, merupakan peta petunjuk yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana suatu daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta KRB biasanya disusun berdasarkan sejarah erupsi, kondisi geologi, demografi, dan perkiraan/model kejadian erupsi yang akan datang, sehingga dalam peta ini kita dapat memperoleh informasi mengenai jenis dan tipe bahaya gunungapi, kawasan rawan bencana, arah pengungsian, lokasi pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Peta KRB G. Tandikat dibagi kedalam tiga kawasan rawan bencana, yaitu: 1. KRB III adalah kawasan yang selalu terancam aliran

awan panas, aliran lava, guguran lava, lontaran batu (pijar), dan/atau gas beracun, serta hujan abu lebat. Kawasan ini meliputi daerah pucak dan sekitarnya (radius 2 km). Tercatat 4 desa berada dalam KRB III ini, yaitu: Singgalang, Tandikek, Tandikek Utara, dan Malalak Selatan.

2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda aliran awan panas, aliran lava, lontaran batu pijar dan/atau guguran lava, dan hujan abu lebat, serta lahar hujan (radius 5 km). Tercatat 6 desa berada dalam KRB II ini, yaitu: Singgalang, Guguak, Tandikek, Tandikek Utara, Malalak Selatan dan Malalak timur.

3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar hujan, lontaran batu pijar dan hujan abu. (radius 8 km serta sepanjang sungai-sungai yang berhulu dari puncak G. Tandikat).

Desa yang diperkirakan terdampak erupsi G. Tandikat pada Peta KRB sebanyak 18 desa yang yang tersebar di 4 Kabupaten dengan jumlah jiwa yang terancam sebanyak

96.006 jiwa. (khusus untuk KRB I, kemungkinan jumlah penduduk terdampak berkurang, mengingat tidak semua wilayah desa di KRB I terlewati oleh aliran sungai).

G. Tandikat.

Endapan belerang di lubang Solfatar G.Tandikat.

Page 59: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tandikat 49

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Tandikat.

Page 60: Gunung Api Indonesia - ESDM

50 Tandikat

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

KRBIII II I

1 Tanah Datar X Koto Singgalang 9184 √ √ √

2 Kota Padang Panjang Padang Panjang Barat Silaing Bawah 5858 √

3 Kota Padang Panjang Padang Panjang Barat Silaing Atas 2603 √

4 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Guguak 5336 √ √

5 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Kapalo Hilalang 6555 √

6 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Kayu Tanam 9436 √

7 Padang Pariaman 2XII Kayu Tanam Anduriang 3930 √

8 Padang Pariaman Patamun Tandikek 3871 √ √ √

9 Padang Pariaman Patamun Tandikek Utara 2677 √ √ √

10 Padang Pariaman Patamun Sungai Durian 5073 √

11 Padang Pariaman V Koto Tmur Gunung Padang Alai 6482 √

12 Padang Pariaman Padang Sago Batu Kalang 2537 √

13 Padang Pariaman Padang Sago Koto Baru 1960 √

14 Padang Pariaman VII Koto Sungai Sariak Sungai Sariak 15532 √

15 Padang Pariaman 2XII Enam Lingkuang Sicincin 6754 √

16 Agam Malalak Malalak Selatan 2753 √ √ √

17 Agam Malalak Malalak Timur 2826 √ √

18 Agam Malalak Malalak Barat 2639 √

Tabel Desa dan Jumlah Penduduk yang terdampak (Dukcapil, Kemendagri 2018) :

Page 61: Gunung Api Indonesia - ESDM

Talang 51

Talang8

Oleh: Hilma Alfianti

Page 62: Gunung Api Indonesia - ESDM

52 Talang

Talang merupakan salah satu gunungapi aktif di Sumatera, yang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Gunungapi ini memiliki elevasi tertinggi 2.597 m di atas permukaan laut. Catatan sejarah geologi yang tergambarkan dalam peta Geologi Gunungapi Talang memperlihatkan Gunungapi Talang

Informasi Umum

sebagai gunungapi strato yang tersusun atas perselingan endapan piroklastika dan lava. Endapan aliran piroklastika mengandung batuapung dengan volume dan pelamparan yang luas menunjukan bahwa Gunungapi Talang pada masa lampau pernah mengalami letusan berskala besar.

Page 63: Gunung Api Indonesia - ESDM

Talang 53

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Talang merupakan gunungapi Tipe A. Dalam catatan sejarah kehidupan manusia, Talang tercatat pernah meletus, sedikitnya, 11 kali sejak tahun 1833 hingga 2007. Berdasarkan catatan sejarah ini, jeda antar letusan terpendek adalah 1 tahun, sedangkan terpanjang adalah 80 tahun. Gunungapi Talang cenderung selalu memperlihatkan karakteristik letusan eksplosif melalui kawah pusat, kawah parasit, atau melalui sistem rekahan. Selain itu, catatan geologi menunjukkan Gunungapi Talang masa lampau pernah mengalami letusan berskala besar yang berpotensi mengalami perulangan pada masa yang akan datang.

Sistem Pemantauan Gunung Api

Pemantauan Gunungapi Talang dilakukan secara kontinyu melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Talang di Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Talang., Provinsi Jambi. Transmisi data monitoring dilakukan secara telemetri dari lokasi alat di lapangan ke Pos Gunungapi Talang dan melalui VSAT (Very Small Aperture Terminal) sebagai sistem transmisi data berbasis sinyal satelit dari Gunungapi Talang terkirim langsung ke Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung secara real-time. Peningkatan teknologi sistem monitoring gunungapi dapat meningkatkan kualitas pemahaman proses aktvitas vukanisme gunungapi sehingga pengambilan keputusan penangan krisis gunungapi dapat lebih cepat dilakukan.

Sistem jaringan peralatan monitoring Gunungapi Talang

Sejarah letusan Gunungapi Talang.

Page 64: Gunung Api Indonesia - ESDM

54 Talang

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sebagai gunungapi tipe A yang masih aktif, Talang memiliki potensi bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Talang. Berdasarkan potensi ancamannya, KRB Talang dibagi menjadi tiga, secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu Kawasan Rawan Bencana III, II, dan I.

Kawasan Rawan Bencana IIIKRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran awan panas, lava, gas racun, dan hujan abu lebat yang disertai lontaran batu pijar dalam radius 2 km dari pusat letusan jika terjadi letusan. KRB III Talang terkonsentrasi di kawasan puncak yang tidak memiliki pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen.

Kawasan Rawan Bencana IIKRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang disertai lontaran batu dalam radius 5 km dari pusat letusan. KRB II Talang cenderung memperlihatkan zona perluasan ke lereng utara, timur laut, timur dalam jangkauan terjauh

sekitar 8 km dari pusat erupsi di bagian puncak. Terdapat pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen yang terancam bahaya di Desa Bukit Sileh dan Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya di dalam KRB II Talang. Jumlah penduduk di desa tersebut (Kecamatan Lembang Jaya Dalam Angka 2019) adalah 8.942 jiwa.

Kawasan Rawan Bencana IKRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar, dan hujan abu lebat serta lontaran batu dalam radius 8 km dari pusat letusan. KRB I yang berasal dari potensi ancaman lahar berada disepanjang alur sungai yang berhulu di kawasan puncak dan mengalir ke lereng bawah bagian barat, barat laut, dan utara yang meliputi wilayah administrasi Kecamatan Lembang Jaya, Gunung Talang, Kubung, Danau Kembar, Bukit Sundi, Kabupaten Solok. Selain itu, zona landaan lahar berada pada wilayah Kecamatan Lubuk Sikarah dan Tanjung Harapan, Kota Solok. Data kependudukan di wilayah administrasi tersebut (Kabupaten Solok Dalam Angka 2019 dan Kota Solok Dalam Angka 2019) adalah 252.029 jiwa (lihat tabel). Meskipun demikian, perkiraan jumlah penduduk di KRB I Gunungapi Talang yang rawan terhadap landaan lahar adalah sekitar 12.600 jiwa.

No Kabupaten/Kota Kecamatan Desa Populasi (jiwa) KRB

1 Kabupaten Solok Lembang Jaya Bukit Sileh 4594 II

2 Kabupaten Solok Lembang Jaya Batu Janjang 4348 II

3 Kabupaten Solok Lembang Jaya Danau Kembar 27089 I

4 Kabupaten Solok Lembang Jaya - 20055 I

Data kependudukan Kabupaten dan Kota Solok

Page 65: Gunung Api Indonesia - ESDM

Talang 55

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Talang, Sumatera Barat

Page 66: Gunung Api Indonesia - ESDM

56 Talang

No Kabupaten/Kota Kecamatan Desa Populasi (jiwa) KRB

5 Kabupaten Solok Gunung Talang - 50719 I

6 Kabupaten Solok Bukit Sundi - 23581 I

7 Kabupaten Solok Kubung - 60809 I

8 Kota Solok Lubuk Sikarah - 38350 I

9 Kota Solok Tanjung Harapan - 31426 I

Page 67: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kerinci 57

Kerinci9

Oleh: Hilma Alfianti

Page 68: Gunung Api Indonesia - ESDM

58 Kerinci

Kerinci merupakan salah satu gunungapi aktif di Sumatera, yang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, dan Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Dengan elevasi puncak 3840 m di atas permukaan laut dan lebar bentangan tubuhnya yang mencapai 18 km, Kerinci merupakan gunungapi tertinggi dan terbesar di Indonesia. Dalam konteks geologi, gunungapi dengan dimensi tubuhnya yang besar dapat merepresentasikan kompleksitas sejarah dan dinamika vulkanismenya.

Informasi Umum

Catatan sejarah geologi yang tergambarkan dalam peta Geologi Gunungapi Kerinci memperlihatkan Gunungapi Kerinci sebagai gunungapi strato yang tersusun atas perselingan endapan piroklastika dan lava. Endapan aliran piroklastika mengandung batuapung dengan volume dan pelamparan yang luas menunjukkan bahwa Gunungapi Kerinci pada masa lampau pernah mengalami letusan berskala besar.

Page 69: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kerinci 59

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kerinci merupakan gunungapi Tipe A. Dalam catatan sejarah kehidupan manusia, Kerinci tercatat pernah meletus sedikitnya 22 kali sejak tahun 1838 hingga 2019. Gunungapi Kerinci cenderung selalu memperlihatkan karakteristik letusannya berskala kecil dan tidak menerus dengan frekuensi relatif sering. Meskipun demikian, catatan geologi menunjukkan Gunungapi Kerinci masa lampau pernah mengalami letusan berskala menengah dan besar yang berpotensi mengalami perulangan pada masa yang akan datang.

Pemantauan Gunungapi Kerinci dilakukan secara kontinyu melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Kerinci di Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Transmisi data monitoring dilakukan secara telemetri dari lokasi alat di lapangan ke Pos Gunungapi Kerinci dan melalui VSAT (Very Small Aperture Terminal) sebagai sistem transmisi data berbasis sinyal satelit dari Gunungapi Kerinci terkirim langsung ke Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung secara real-time. Peningkatan teknologi sistem monitoring gunungapi dapat meningkatkan kualitas pemahaman proses aktivitas vukanisme gunungapi sehingga pengambilan keputusan penanganan krisis gunungapi dapat lebih cepat dilakukan.

Sistem Pemantauan Gunung Api

Sejarah letusan G. Kerinci.

Sistem jaringan peralatan monitoring Gunungapi Kerinci.

Page 70: Gunung Api Indonesia - ESDM

60 Kerinci

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sebagai gunungapi tipe A yang masih aktif, Kerinci memiliki potensi bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Kerinci. Berdasarkan potensi ancamannya, KRB Kerinci dibagi menjadi tiga, secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu Kawasan Rawan Bencana III, II, dan I.

Kawasan Rawan Bencana IIIKRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran awan panas, lava, gas racun, dan hujan abu lebat yang disertai lontaran batu pijar dengan diameter 64 mm dalam radius 3 km dari pusat letusan jika terjadi letusan. KRB III Kerinci terkonsentrasi di kawasan puncak yang tidak memiliki pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen.

Kawasan Rawan Bencana IIKRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang disertai lontaran batu dengan diameter 20 mm dalam

radius 6 km dari pusat letusan. KRB II Kerinci cenderung memperlihatkan sebagai zona perluasan KRB III ke arah utara, timur laut, timur, dan tenggara dalam jangkauan terjauh sekitar 7 km dari pusat erupsi di bagian puncak. Tidak ada pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen di dalam KRB II Kerinci.

Kawasan Rawan Bencana IKRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar, dan hujan abu lebat serta lontaran batu dengan diameter 10 mm dalam radius 8 km dari pusat letusan. KRB I yang berasal dari potensi ancaman lahar berada di sepanjang alur sungai yang berhulu di kawasan puncak dan mengalir ke lereng bawah bagian barat laut, utara, timur, tenggara, dan selatan. Zona potensi ancaman lahar terhadap populasi manusia berada di lereng bagian selatan – tenggara dalam wilayah administrasi Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci. Terdapat enam desa yang diperkirakan terancam bahaya aliran lahar, yaitu Desa Batang Sangir, Kersik Tuo, Sungai Sampun, Batuhampar, Bedeng Delapan, dan Sungai Kering. Jumlah penduduk di desa tersebut (lihat tabel) adalah 8.562 jiwa (Kecamatan Kayu Aro Dalam Angka 2018 dan 2019).

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB

1 Kerinci Kayu Aro Batang Sangir 2497 I

2 Kerinci Kayu Aro Kersik Tuo 2700 I

3 Kerinci Kayu Aro Sungai Sampun 367 I

4 Kerinci Kayu Aro Batuhampar 1173 I

5 Kerinci Kayu Aro Bedeng Delapan 1279 I

6 Kerinci Kayu Aro Sungai Kering 546 I

Jiwa yang terancam pada KRB I di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi

Page 71: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kerinci 61

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Kerinci, Sumatera Barat - Jambi

Page 72: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 73: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kaba 63

Kaba10

Oleh: Kushendratno

Page 74: Gunung Api Indonesia - ESDM

64 Kaba

Gunungapi Kaba merupakan gunungapi aktif yang berada di Bengkulu. Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Propinsi Bengkulu, sedangkan secara geografi puncaknya terletak pada 102º 37’ BT dan 3º31’ LU dengan ketinggian 1952 m dpl.

Di G. Kaba sedikitnya terdapat 8 titik erupsi yang dapat ditelusuri dari bentuk kawah, sisa-sisa dinding kawah/

Informasi Umum

kaldera dan kerucut vulkanik. Kawah-kawah dipuncak tersebut adalah Kaba Lama, Kaba Baru, Sumur letusan 1940 Kawah Baru, Vogelsang I, lubang letusan 1951 (Vogelsang II). Pusat erupsinya sering berpindah-pindah, jejak perpindahan titik-titk erupsi tersebut memebentuk kelurusan baratdaya – timurlaut. Karakter letusannya bersifat magmatik eksplosif, menghasilkan hujan abu serta disertai awan panas dan leleran lava.

Page 75: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kaba 65

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Kaba pertama kali tercatat pada tahun 1883. Letusan freatomagmatik pada tahun 1883 ini menghilangkan salah satu danau kawah sehingga menimbulkan banjir dan menyebabkan korban jiwa sebanyak 126 orang. Tahun 1845 terjadi letusan serupa dan memakan korban jiwa sebanyak. Sejak saat itu, 19 kali letusan telah terjadi tetapi tidak menimbulkan korban jiwa. Letusan terakhir terjadi tahun 1952. Adapun Interval letusan paling cepat satu tahun dan paling lama 20 tahun.Karakter erupsi G. Kaba adalah letusan magmatik yang bersifat eksplosif, menghasilkan hujan abu serta disertai awan panas dan leleran lava. Lama waktu letusan cukup panjang, bahkan pernah terus menerus selama setahun. Pusat erupsi sering berpindah. Letusan freatik dan freatomagmatik sering terjadi, terlebih dengan keadaan kawah yang mudah menampung air hujan membentuk danau kawah.

Sejarah erupsi G. Kaba.

Kawah lama G. Kaba. Kawah baru G. Kaba.

Page 76: Gunung Api Indonesia - ESDM

66 Kaba

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Kaba dilakukan dari Pos Pengamatan G. Kaba yang terletak di Desa Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang, Kab. Rejang Lebong. Pemantauan aktivitas vulkanik terus-menerus dilakukan baik secara visual dari Pos PGA Kaba maupun secara

Sistem Pemantauan Gunungapi

kegempaan dengan memasang 2 stasiun seismik di bagian puncak gunung. Hasil pemantauan kegempaan tersebut dilaporkan secara rutin setiap hari ke kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung melalui aplikasi MAGMA berbasis internet.

Jaringan stasiun pemantauan aktivitas G. Kaba.

Page 77: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kaba 67

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB1 Kepahiang Kebawetan Bandung Baru 908 I, II

2 Kepahiang Kebawetan Bukit Sari 533 I, II

3 Kepahiang Kebawetan Mekarsari 643 I, II

4 Kepahiang Kebawetan Tugu Rejo 693 I

5 Kepahiang Kebawetan Sumber Sari 909 I

6 Kepahiang Kebawetan Sidorejo 604 I

7 Rejang Lebong Sindang Dataran Bengko 2284 I

8 Rejang Lebong Sindang Dataran Sukomenati IV 3043 I

9 Rejang Lebong Sindang Dataran Talang Belitar 696 I

10 Rejang Lebong Sindang Kelingi Sindang Jaya 1423 I, II

11 Rejang Lebong Sindang Kelingi Air Dingin 807 I, II

12 Rejang Lebong Sindang Kelingi Sindang Jati 1722 I

13 Rejang Lebong Sindang Kelingi Kayu Manis 619 I

14 Rejang Lebong Selupu Rejang Sumber Urip 2493 I, II

15 Rejang Lebong Selupu Rejang Simpang Nangka 1750 I, II

16 Rejang Lebong Selupu Rejang SambilRejo 3530 I, II

17 Rejang Lebong Selupu Rejang Sumber Bening 4224 I, II

18 Rejang Lebong Selupu Rejang Karang Jaya 2998 I

19 Rejang Lebong Selupu Rejang Kali Padang 969 I

20 Rejang Lebong Selupu Rejang Air Putih Kali Bandung 1136 I

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Kaba dibuat tahun 2008 oleh Mulyana dkk. Peta ini terbagi menjadi 3 KRB, yaitu KRB III dengan radius lontaran 2 km dari puncak, KRB II dengan radius lontaran 5 km dari puncak, dan KRB I dengan

radius lontaran 8 km dari puncak. Desa yang terdampak KRB sebanyak 22 desa yang tersebar di 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong. Adapun jiwa yang terancam sebanyak 39.033 jiwa.

Tabel Desa terdampak dan jumlah penduduk terancam (Data dukcapil, 2018)

Page 78: Gunung Api Indonesia - ESDM

68 Kaba

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB21 Rejang Lebong Selupu Rejang Air Meles Atas 2475 I

22 Rejang Lebong Selupu Rejang Suban Ayam 2826 I

23 Rejang Lebong Selupu Rejang Cawang Baru 1748 I

Sejarah letusan G. Ciremai dalam sejarah kehidupan manusia.

Page 79: Gunung Api Indonesia - ESDM

Dempo 69

Dempo11

Oleh: Sucahyo Adi

Page 80: Gunung Api Indonesia - ESDM

70 Dempo

Gunungapi Dempo merupakan salah satu gunungapi di Pulau Sumatera yang secara fisiografi berada di antara Bukit Barisan dan Pegunungan Gumai. Secara administratif kawasan Gunungapi Dempo termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan.

G. Dempo mempunyai dua puncak, yaitu G. Dempo dan G. Merapi, letaknya sejajar arah Barat Laut - Tenggara. Tinggi puncak G. Merapi di sekitar rumah seismograf dengan menggunakan GPS system 1200 – Leica berketinggian ± 3.181,7 m, sedangkan G. Dempo sendiri puncaknya pada posisi 103°08’ BT dan 04°02’ LS. berketinggian 3.049 m

Informasi Umum

dpl. Desa terdekat adalah Bukit Timur, Kecamatan Jarai, Kabupaten Lahat dan Afdeling II di Perkebunan Teh Dempo, Kotamadya Pagar Alam, ± 5 km dari G. Dempo.

Sejarah letusan Gunung Dempo tercatat sejak tahun 1818 dan hingga kini telah terjadi 21 kejadian, dengan selang waktu kejadian antara 1 – 34 tahun. Letusan terakhir terjadi pada tanggal 1 Januari 2009, status kegiatan G. Dempo dinaikan dari status Normal (Level I) menjadi status Waspada (Level II) pada tanggal 1 Januari 2009 pukul 16.00 WIB.

G. Dempo dilihat dari arah Pos PGA pada Maret 2009.

Page 81: Gunung Api Indonesia - ESDM

Dempo 71

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan Gunung Dempo tercatat sejak tahun 1818 dan hingga kini telah terjadi 21 kejadian, letusan terakhir terjadi pada tanggal 1 Januari 2009 pukul 10:45:51 WIB. Status kegiatan G. Dempo dinaikkan dari status Normal (Level I) menjadi status Waspada (Level II) pada tanggal 1 Januari 2009 pukul 16.00 WIB.

Frekuensi letusan tidak teratur, periode istirahat dan periode letusan tidak tetap, jangka waktu terpendek periode istirahat adalah satu tahun sedangkan periode terpanjang adalah 26 tahun. Karakter letusan G. Dempo merupakan Letusan Freatik yang umumnya berlangsung secara tiba-tiba dan dalam waktu singkat. Sifat letusan G. Dempo adalah selalu mengeluarkan lumpur belerang, piroklastik, dan air dari danau kawah cukup membahayakan bagi daerah sekitarnya. Dampak bahaya letusan umumnya bersifat lokal dan tersebar di sekitar pusat letusan. Karakter

Letusan G. Dempo adalah Letusan freatik danau kawah, diiringi dengan banjir lumpur/lahar letusan, dan hujan

Grafik Interval Erupsi G. Dempo periode 1818 – 2020.

Danau Kawah G. Dempo 5 April 2020.

Page 82: Gunung Api Indonesia - ESDM

72 Dempo

Pemantauan aktivitas G. Dempo menggunakan seismograf PS-2 sistem telemetri, seismometer L4-C dipasang di atas bibir kawah Marapi – G. Dempo, atau berada pada posisi 04º 00’ 55,38442” LS dan 103º 07’ 40,67851” BT dengan ketinggian 3.181 m dpl. Alat perekam gempa

Sistem Pemantauan Gunungapi

Peta jaringan stasiun pemantauan aktivitas G. Dempo.

Pos Pengamatan G. Dempo

dipasang di Pos PGA G. Dempo yang berada di Desa Margo Mulyo, Kelurahan Dempo Makmur, Kec. Pagar Alam Utara, Kotamadya Pagar Alam, atau pada koordinat 4º 01’ 27,75275” LS dan 103º 11’ 16,29083” BT dengan ketinggian 1.073 m dpl.

Page 83: Gunung Api Indonesia - ESDM

Dempo 73

No Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB

1 Muara Pinang Sawah 3.087 I2 Muara Pinang Salaeman Ilir 1.713 I3 Lintang kanan Babatan 8.033 I4 Muara Payang Muara Payang 1.848 I5 Pagar Alam Dempio Makmur 3.268 I6 Jarai Mangun Sari 1.742 I7 Tanjung Sakti Pumi Sindang Panjang 2.796 I

Kawasan Rawan Bencana

Dalam usaha untuk memperkecil risiko bencana bila terjadi letusan G. Dempo, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah melakukan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana. Berdasarkan bentang alam (morfologi dan topografi), sifat kegiatan gunungapi dan penyebaran bahan letusan masa lampau, maka Kawasan Rawan Bencana gunungapi Dempo dibagi 3, yaitu: 1. Kawasan Rawan Bencana III adalah daerah yang

diperkirakan dapat terlanda langsung oleh material letusan gunungapi, seperti awan panas, leleran lava, jatuhan batu pijar dan hujan abu lebat. Daerah KRB ini meliputi daerah berbentuk lingkaran dengan radius 1 km dari pusat letusan. Karena densitasnya yang besar, lontaran abu (pijar) tidak dipengruhi oleh arah angin dan kecepatan sehingga memiliki kecenderungan terlontarkan ke segala arah.

2. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar) dalam radius 3 km dari pusat erupsi. Sebaran batu erupsi yang berasal dari material jatuhan sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin.

3. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi tertimpa hujan abu dan kemungkinan dapat tertimpa material lontaran batu (pijar) dalam radius 8 km dari pusat letusan

Banyak penduduk yang bermukim di sekitar kaki G. Dempo karena tanahnya subur dan ada juga yang bekerja sebagai buruh perkebunan, tapi banyak di antara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka berada dalam daerah bahaya dan waspada G. Dempo. Kawasan Rawan Bencana G. Dempo secara umum berada dalam wilayah empat kecamatan (lihat tabel).

Data jumlah penduduk sekitar G. Dempo

Page 84: Gunung Api Indonesia - ESDM

74 Dempo

Peta KRB G. Dempo.

Page 85: Gunung Api Indonesia - ESDM

Anak Krakatau 75

Anak Krakatau12

Oleh: Kristianto

Page 86: Gunung Api Indonesia - ESDM

76 Anak Krakatau

Kompleks Vulkanik Krakatau terletak di Selat Sunda, Lampung Selatan terdiri atas empat pulau, yaitu Rakata, Sertung, Panjang, dan Anak Krakatau. Krakatau menjadi gunungapi terkenal di dunia karena letusan dahsyat (paroksismal) pada 27 Agustus 1883. Setelah 44 tahun tidak ada kegiatan, erupsi baru terjadi di pusat kaldera, tepatnya di antara kawah Danan dan Perbuatan pada 29 Desember 1927, yang menandai kelahiran Gunung Anak Krakatau, secara geografi terletak pada koordinat 6°06’05,8” LS dan 105°25’22,3” BT, dan secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Kompleks Gunungapi Krakatau dapat dicapai dari beberapa jalur laut. Jalur pertama berangkat dari

Informasi Umum

Pelabuhan Tanjung Priuk dengan menggunakan kapal Jet-Foils atau Kapal Pesiar. Jalur kedua dapat ditempuh dari Pelabuhan Labuan, kota kecamatan di pantai barat Banten, dari pelabuhan ini dapat menyewa kapal motor atau kapal nelayan yang berkapasitas antara 5 sampai 20 orang. Jalur ketiga ditempuh dari Pelabuhan Canti, Kalianda, di pelabuhan ini juga dapat menyewa kapal motor atau kapal nelayan yang akan menempuh Krakatau melalui P. Sebuku dan P. Sebesi. Waktu yang paling baik untuk berkunjung ke Krakatau adalah pada musim panas, yaitu antara Mei sampai September dari arah Jakarta, Banten maupun dari Kalianda. Kompleks vulkanik ini tidak berpenduduk, tetapi dijadikan objek daya tarik pariwisata yang bertujuan untuk penelitian ilmiah atau menikmati pemandangan alamnya.

Page 87: Gunung Api Indonesia - ESDM

Anak Krakatau 77

Foto letusan strombolian tanggal 22 Juli 2018 (atas), letusan diikuti aliran lava 16 September 2018 (kiri bawah), dan kondisi kawah pada 12 November 2019 (kanan bawah).

Page 88: Gunung Api Indonesia - ESDM

78 Anak Krakatau

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Krakatau diketahui dalam sejarah pada saat terjadi letusan besar pada 416 SM, yang menyebabkan tsunami dan pembentukan kaldera. Letusan paroksismal pada 27 Agustus 1883 dianggap kejadian terbesar dalam sejarah letusannya, melontarkan rempah vulkanik dengan volume 18 km3, tinggi asap 80 km dan menimbulkan gelombang pasang (tsunami) setinggi 30 m di sepanjang pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung. Tsunaminya menewaskan 36.417 jiwa. Diperkirakan 2000 orang tewas di Sumatera bagian selatan oleh “abu panas” dan terdapat bukti nyata bahwa piroklastik mencapai jarak tersebut. Sebanyak 3150 jiwa tewas diarah piroklastik ini, pada pulau-pulau antara Krakatau dan Sumatera.

Krakatau tenang kembali mulai Februari 1884 sampai Juni 1927, ketika pada 11 Juni 1927 erupsi yang berkomposisi magma basa muncul di pusat komplek Krakatau, yang dinyatakan sebagai kelahiran G. Anak Krakatau.

Catatan sejarah kegiatan vulkanik G. Anak Krakatau sejak lahirnya 11 Juni 1930 hingga 2017, telah mengadakan

erupsi, baik bersifat eksplosif maupun efusif. Dari sejumlah letusan tersebut, pada umumnya titik letusan selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya. Waktu istirahat berkisar antara 1 - 8 tahun dan umumnya terjadi 4 tahun sekali berupa letusan abu dan leleran lava.

Letusan pada 22 Desember 2018 diketahui didahului dengan terjadinya gempa tektonik dengan kekuatan 5 SR, yang diikuti oleh kejadian kejadian longsoran tubuh G. Anak Krakatau. Longsoran tersebut mengakibatkan tsunami yang melanda wilayah Lampung Selatan dan pantai Utara Banten dan menyebabkan korban jiwa. Letusan terjadi secara menerus hingga tanggal 26 Desember 2018.

Aktivitas yang biasa terjadi hingga saat ini berupa letusan tipe volcano menghasilkan abu dan pasir kemungkinan awan panas berselingan dengan tipe strombolian menghasilkan lontaran batu (pijar)/bom vulkanik, sering diakhiri dengan leleran lava, sedangkan lahar tidak pernah terjadi.

Grafik sejarah letusan, indeks letusan, dan ketinggian puncak Gunung Anak Krakatau.

Page 89: Gunung Api Indonesia - ESDM

Anak Krakatau 79

Pemantauan Gunung Anak Krakatau secara permanen dilakukan sejak 1985 dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) G. Anak Krakatau di Pasauran, Serang, dengan menggunakan satu komponen seismograf sistem telemetri radio (RTS) jenis PS-2, kemudian pada 1995 dibangun pos pengamatan lainnya yang berlokasi di Desa Hargopancuran, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dengan tujuan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki wilayah Krakatau dapat menerima informasi kegiatan G. Anak Krakatau secara langsung. Pengamatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau saat ini menggunakan metode visual, kegempaan, deformasi, dan infrasound dilakukan secara menerus. Sistem pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau terdiri dari 4 (lima) stasiun seismik (St. Tanjung, St. Lava93, St. Sertung, St. Pulosari), 2 (dua) stasiun Tiltmeter (Puncak, Tanjung), satu GPS (Lava93), 3 (tiga) Infrasound (Lava93, Pos PGA Pasauran, Po PGA Kalianda), dan tiga kamera CCTV (Puncak, Lava93, Pos PGA Pasauran).

Sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan penanggulangan bencana gunungapi kaitannya dengan kemungkinan bahaya tsunami, terutama di daerah pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung, walaupun hal ini masih jauh namun perlu diantisipasi. Pembuatan struktur pemecah gelombang ataupun penanaman tanaman (mangrove) di sepanjang pantai-pantai yang berpotensi dilanda tsunami dan pemasangan sistem peringatan dini tsunami.

Memberdayakan masyarakat yang bermukim di kawasan yang rawan bahaya tsunami bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya tsunami dan tindakan apa yang perlu dilakukan bila sewaktu-waktu terjadi tsunami.

Bila erupsi nampak menerus, perencanaan dan komunikasi sangat penting. Pemerintah Daerah, perhotelan, pelaku

Strategi Mitigasi

bisnis wisata, dan masyarakat lainnya harus diberi informasi situasinya.

Sistem monitoring Gunung Anak Krakatau

Page 90: Gunung Api Indonesia - ESDM

80 Anak Krakatau

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Berdasarkan tingkat kegiatan, sejarah kegiatan/frekuensi erupsinya, Anak Krakatau mirip dengan gunungapi Merapi (Jawa Tengah) diklasifikasikan sebagai gunungapi sangat giat/sering meletus. Sesuai dengan ketentuan Standardisasi Nasional Indonesia nomor SNI 13-4689-1998, Peta Kawasan Rawan Bencana G. Anak Krakatau dibagi dalam tiga tingkat kerawanan dari rendah ke tinggi, yaitu Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana III.

Kawasan Rawan Bencana IKegiatan yang terjadi hingga saat ini, Krakatau sangat jarang menghasilkan awan panas yang biasa membentuk lahar, sehingga bahaya lahar dianggap tidak ada. Berdasarkan produk erupsi yang saat ini, Kawasan Rawan Bencana I hanya berpotensi terkena hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar). Berdasarkan erupsi terdahulu yang terjadi sejak lahirnya Anak Krakatau hingga saat ini, bila jatuhan piroklastik ukuran kerikil dapat mencapai 5 km dari pusat erupsi, maka pasir dan abu dapat mencapai lebih jauh lagi hingga 8 km tergantung kuatnya tiupan angin saat erupsi terjadi. Pada jarak tersebut, di sekitar Anak Krakatau hanya terdapat pulau-pulau Rakata, Sertung dan Panjang yang tidak berpenduduk, kecuali sewaktu-waktu pengunjung insidentil terdiri atas wisatawan dan kemungkinan nelayan.

Kawasan Rawan Bencana IISecara umum Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran batu (pijar), hujan abu lebat dan aliran lahar. Telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa dalam waktu sejarah di Krakatau awan panas jarang terjadi. Selain dari pada itu, sungai sebagai pengangkut lahar juga tidak ada, sehingga selain tidak ada bahaya lahar juga tidak membahayakan

karena tidak ada penduduk yang bermukim di Krakatau.

Kawasan Rawan Bencana II ini dibedakan menjadi dua, yaitu:a. Kawasan Rawan Bencana II terhadap aliran massa,

aliran lava, dan awan panas. Data geologi dan sejarah kegiatan Anak Krakatau menunjukkan bahwa produk letusan Anak Krakatau sejak lahirnya dan erupsi-erupsi setelahnya banyak menghasilkan lava, sementara aliran piroklastik/awan panas jarang terjadi. Lereng timur-timurlaut, baratdaya dan barat lebih berpotensi dilalui aliran lava.

b. Kawasan Rawan Bencana II terhadap bahaya lontaran dan hujan abu lebat. Bahaya lontaran adalah semua jenis batuan letusan yang dilontarkan ke udara berupa bom vulkanik (kerak, roti), jatuhan piroklastik/hujan abu lebat dan juga pecahan batuan tua (fragmen lithik). Batas kawasan ini berbentuk lingkaran dengan radius 5 km dari pusat erupsi. Pada jarak 5 km di sekitar Anak Krakatau terdiri atas pulau-pulau Rakata Besar, Sertung, dan Panjang yang merupakan pulau-pulau terdekat tidak berpenduduk, sedangkan pulau yang berpenduduk adalah Sebesi berjarak lk. 30 km sebelah utara Anak Krakatau.

Kawasan Rawan Bencana IIISecara umum, berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 13-4689-1998) Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), dan gas racun. Sejak lahirnya Anak Krakatau pada 1927 hingga erupsi terakhir, hanya menghasilkan aliran lava dan abu serta lontaran batu (pijar) dan kadang-kadang dan awan panas, apalagi guguran batu (pijar) dan gas racun tidak pernah terjadi. Kawasan Rawan Bencana III hanya diperuntukan bagi

Page 91: Gunung Api Indonesia - ESDM

Anak Krakatau 81

gunungapi yang sangat giat atau sering meletus. Telah disebutkan bahwa Krakatau termasuk gunungapi sangat giat atau sering meletus. Pada Kawasan Rawan Bencana III tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan aktivitas lainnya (komersial).

Kawasan Rawan Bencana III terdiri atas dua bagian, yaitu:a. Kawasan Rawan Bencana III yang sering terlanda aliran

massa berupa: lava, dan kemungkinan awan panas. Peta geologi Krakatau menunjukkan bahwa aliran lava mendominasi tubuh Krakatau, dimana sebarannya hampir ke sekeliling lerengnya kecuali lereng timur-timurlaut, dan jarak sebarannya umumnya mencapai pantai hingga laut lk. 1,5 km. Erupsi Krakatau jarang menghasilkan awan panas, sebarannya hanya terbatas di daerah puncak.

b. Kawasan Rawan Bencana III yang sering terlanda material lontaran berupa bom vulkanik dan lontaran batu lainnya, serta jatuhan piroklastik (hujan abu lebat). Sebaran lontaran batu (pijar)/bom vulkanik mencapai jarak 500 m hingga 1,0 km dari pusat erupsi, sedangkan yang berukuran kerikil dan lebih kecil dapat mencapai 2 km dari pusat erupsi.

Potensi penduduk yang terancam di kawasan rawan bencana I, II, dan III Gunung Anak Krakatau tidak ada karena pada ketiga KRB ini tidak berpenduduk. Potensi ancaman hanya membahayakan kepada pengunjung yang terdiri atas wisatawan atau nelayan yang kebetulan berada di kawasan rawan bencana tersebut.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Anak Krakatau

Page 92: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 93: Gunung Api Indonesia - ESDM

Gede 83

Gede13

Oleh: M. Nugraha Kartadinata

Page 94: Gunung Api Indonesia - ESDM

84 Gede

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Gede adalah gunungapi aktif tipe A yang berada di Jawa Barat. Secara administratif gunungapi ini terletak di tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Bogor. Koordinat geografis puncak gunungapi ini berada pada 6° 47’ LS dan 106° 59’ BT dengan ketinggian maksimum 2692 m di atas permukaan laut.

Gunungapi Gede bertipe strato dan mempunyai beberapa kawah, yaitu Kawah Gumuruh, Kawah Gedeh, Kawah Sela, Kawah Ratu, Kawah Lanang, Kawah Wadon, dan Kawah Baru. Pada bagian barat dan utara, gunung ini dibatasi oleh Gunung Pangrango yang membentuk gunungapi kembar dengan Gunung Gede. Pada arah yang lain, gunungapi ini dibatasi oleh kelompok gunungapi tua.

Kawah Ratu yang merupakan kawah utama Gunung Gede, mempunyai diameter 300 m dengan dinding yang curam. Kawah Lanang merupakan kawah aktif dengan ukuran 230 x 170 m dengan dinding kawah sangat terjal. Kawah Baru terletak di dalam Kawah Gede, Kawah Wadon terletak di bagian utara Kawah Gede dengan ukuran 149 x 80 m,

Informasi Umum

dicirikan oleh lapangan solfatara dan fumarola. Pada saat ini kawah yang paling aktif adalah Kawah Lanang dan Kawah Wadon.

Dalam sejarahnya Gunung Gede telah mengalami beberapa kali erupsi. Menurut Kusumadinata (1979) Gunung Gede tercatat sudah mengalami erupsi sebanyak 27 kali, yaitu pada tahun 1747, 1748, 1761, 1832, 1834, 1840, 1843, 1845, 1847, 1848, 1852, 1853, 1866, 1870, 1888, 1889, 1891, 1909, 1946, 1947, 1948, 1949, 1955, dan 1956.

Karakter erupsi G. Gede pada umumnya berupa erupsi ekplosif berskala kecil dan berlangsung singkat yang mengeluarkan material berukuran abu hingga pasir halus dengan interval waktu istirahat aktivitas terpendek 1 tahun dan terpanjang 71 tahun. Sepanjang sejarah letusannya Indeks Besaran Letusan (Volcanic Explosivity Index, VEI) Gunung Gede berkisar antara 1 dan 3. Letusan dengan

Page 95: Gunung Api Indonesia - ESDM

Gede 85

indeks paling tinggi (VEI 3) terjadi pada tahun 1747-1748, 1832, 1840, dan 1853. Namun demikian letusan dengan VEI 2 merupakan letusan yang paling sering terjadi di Gunungapi Gede.

Erupsi 1747-1748 diduga mengeluarkan aliran lava dari Kawah Lanang. Pada tahun 1890 diduga terjadi awan panas namun tidak ada laporan mengenai korban jiwa. Sejak erupsi terakhir pada tahun 1956 hingga kini Gunung Gede dalam keadaan istirahat, kecuali beberapa kali terjadi peningkatan kegempaan.

Vocanic Explosivity Index G. Gede sepanjang sejarah erupsinya.

Strategi Mitigasi

Strategi mitigasi bencana letusan gunungapi dengan target utama memberikan peringatan dini yang sudah dilakukan di G. Gede dimulai dengan melakukan riset dasar yang diperlukan dalam memahami karakter letusan Gunung Gede, yaitu dengan melakukan pemetaan geologi dan riset kebumian lainnya. Data-data tersebut sangat diperlukan dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Gede yang terakhir dibuat pada tahun 2008 (Hadisantono, dkk).

Selain itu dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat dilaksanakan sosialisasi mengenai bahaya-bahaya letusan

Gunung Gede, sosialisasi mengenai Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Gede dan publikasi-publikasi mengenai G. Gede yang bersifat populer.

Monitoring Gunungapi baik visual maupun instrumental merupakan hal yang sangat penting dalam strategi Mitigasi Gunungapi. Di Gunung Gede telah terpasang 8 stasiun sesimik di Bedogol (BDGL), Kaduspukur (KDP), Mangkurajo (MKR), Mekarwangi (MKW), Citeko (CTK), Culamega (CLM), Gunung Putri (PTR), dan Puncak (PUN). Selain itu dilengkapi pula dengan 5 stasiun repeater di Repeater Hadun (RHDN), Gunung Kencana (GKCN), Gunung Geulis

Page 96: Gunung Api Indonesia - ESDM

86 Gede

(GLSR), Pasir Sumbul (PSBL) dan VILLA. Empat stasiun GPS Mangkurajo (MKR), Mekarwangi (MKW), Pasir Sumbul (PSBL), dan Gunung Putri (PTR). Dua stasiun tiltmeter di

Peta lokasi jaringan pemantauan G. Gede

Mangkurajo (MKR) dan Puncak (PUN). Satu stasiun Multigas di Puncak (PUN) dan sat CCTV di RM Bumiaki.

Page 97: Gunung Api Indonesia - ESDM

Gede 87

Peta Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Pada dasarnya kawasan rawan bencana gunungapi dibagi menjadi kawasan rawan bencana terhadap aliran massa dan kawasan rawan bencana terhadap material lontaran. Berdasarkan Peta KRB Gunung Api, kawasan rawan bencana gunung api Gunung Gede di bagi menjadi KRB III, KRB II, dan KRB I.

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang berpotensi tinggi terlanda lahar letusan, aliran lahar (hujan), awan panas, gas racun, lontaran batu dengan ukuran maksimum lebih besar dari 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB III terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna merah tua, dan KRB III terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan daerah yang diarsir dengan warna merah dalam lingkaran berdiameter 1,5 km dari sumber erupsi.

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi sedang terlanda lahar letusan, awan panas, aliran lava, aliran lahar (hujan), lontaran batu dengan ukuran maksimum 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB II terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna merah muda, dan KRB II terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan kawasan yang diarsir dengan warna merah muda diantara lingkaran dengan radius 1,5 km dan radius 5 km.

Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu dengan ukuran maksimum 10 mm dan hujan abu lebat. KRB I terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna kuning, dan KRB I terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan kawasan yang diarsir dengan warna kuning diantara lingkaran dengan radius 5 km dan radius 10 km.

Tidak ada satupun desa yang permukimannya berada di dalam KRB III terhadap aliran massa maupun lontaran batu, namun banyak desa-desa dengan permukimannya berada dalam KRB II dan KRB I baik terhadap aliran massa maupun lontaran batu. Tabel pada halaman-halaman berikut ini adalah daftar desa yang mempunyai permukiman berada dalam kawasan rawan bencana.

Untuk letusan yang sifatnya kecil maka kawasan yang paling berpotensi terlanda produk letusan adalah Kawasan Rawan Bencana III terhadap aliran massa dan kawasan dengan radius 1,5 km dari pusat letusan (kecuali hujan abu bisa turun dimana-mana), oleh karena itu saat terjadi letusan, meskipun sifatnya letusan kecil kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas manusia. Tidak perlu dilakukan evakuasi penduduk karena seluruh permukiman berada di luar KRB III.

Apabila letusan makin membesar dan mengarah ke skenario letusan terburuk, maka produk letusan yang berupa aliran massa seperti awan panas, lahar letusan, aliran lava dan aliran lahar (hujan) berpotensi melanda KRB II bahkan ke KRB I. Karena itu penduduk yang berdiam di permukiman yang masuk dalam KRB harus dievakuasi dengan memprioritaskan penduduk yang berdiam di permukiman-permukiman yang berada dalam KRB aliran massa.

Dalam skenario terburuk tidak semua penduduk sebagaimana tercantum pada tabel harus dievakuasi. Hal ini dikarenakan karena tidak semua dusun/kampung/permukiman dalam satu desa berada dalam KRB. Namun demikian sebagian besar penduduk Desa Cimacan dan sebagian kecil penduduk Desa Palasari, Ciloto, dan

Page 98: Gunung Api Indonesia - ESDM

88 Gede

Sindanglaya yang semuanya termasuk ke dalam Kecamatan Cipanas diprioritaskan harus segera dievakuasi karena ketiga desa tersebut berada dalam KRB II aliran massa dan KRB II bahaya lontaran. Selain itu satu desa di Kecamatan Pacet yaitu Desa Sukatani separuh penduduknya harus dievakuasi karena berada dalam KRB II bahaya lontaran.

Sementara itu desa-desa lain dalam daftar harus dilakukan pemetaan secara detail permukiman-permukiman mana saja yang harus dievakuasi, oleh sebab itu data spasial sampai setingkat kampung/dusun harus terus-menerus diperbaharui.

No Kabupaten Kecamatan DesaKRB II KRB I

Jumlah PendudukAliran

MassaLontaran

BatuAliranMassa

LontaranBatu

1 Cianjur Cipanas Sindanglaya x √1 √1 √4 17.263

2 Cianjur Cipanas Cimacan √3 √1 √1 √4 19.561

3 Cianjur Cipanas Palasari √1 x x √4 11.870

4 Cianjur Cipanas Ciloto √1 x x √4 9.462

5 Cianjur Pacet Sukatani x √2 x √4 12.809

6 Cianjur Pacet Cipendawa x x √1 √4 20.057

7 Cianjur Pacet Ciherang x x √1 √4 16.954

8 Cianjur Pacet Ciputri x x √1 √4 11.173

9 Cianjur Cugenang Galudra x x x √4 4.348

10 Cianjur Cugenang Sukamulya x x x √4 5.710

11 Cianjur Cugenang Nyalindung x x x √4 5.008

12 Cianjur Cugenang Mangunkerta x x x √2 6.817

13 Cianjur Cugenang Sarampad x x √1 √2 7.270

14 Cianjur Cugenang Padaluyu x x x √2 7.950

15 Cianjur Cugenang Talaga x x x √2 5.917

16 Cianjur Cugenang Cibeureum x x √1 √4 8.946

17 Cianjur Cugenang Cirumput x x x √2 6.691

18 Cianjur Warungkondang Bunikasih x x √1 √2 5.890

19 Cianjur Warungkondang Tegalega x x √1 √2 4.953

20 Cianjur Warungkondang Mekarwangi x x x √1 5.517

Daftar desa-desa yang permukimannya berada dalam Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Gede

Page 99: Gunung Api Indonesia - ESDM

Gede 89

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Gede.

Page 100: Gunung Api Indonesia - ESDM

90 Gede

No Kabupaten Kecamatan DesaKRB II KRB I

Jumlah PendudukAliran

MassaLontaran

BatuAliranMassa

LontaranBatu

21 Cianjur Gekbrong Kebonpeuteuy x x √1 √2 6.759

22 Cianjur Gekbrong Gekbrong x x x √2 8.213

23 Sukabumi Sukalarang Titisan x x √1 √1 10.706

24 Sukabumi Sukalarang Sukalarang x x x √2 9.468

25 Sukabumi Sukalarang Sukamaju x x x √2 6.122

26 Sukabumi Sukaraja Margaluyu x x x √2 6.732

27 Sukabumi Sukaraja Selawi x x x √1 7.746

28 Sukabumi Sukaraja Langensari x x √1 √1 9.746

29 Sukabumi Sukaraja Cisarua x x x √3 7.267

30 Sukabumi Sundajaya Girang Sundajaya Girang x x x √1 8.316

31 Sukabumi Perbawati Perbawati x x √1 √1 7.222

32 Sukabumi Kadudampit Undrusbinangun x x x √1 4.851

33 Sukabumi Kadudampit Cipetir x x x √1 5.556

34 Sukabumi Kadudampit Sukamaju x x x √1 7.858

35 Sukabumi Kadudampit Gedepangrango x x x √3 6.733

36 Sukabumi Kadudampit Sukamanis x x x √1 6.055

37 Bogor Cisarua Tugu Selatan x x x √2 18.447

38 Bogor Cisarua Cibeureum x x x √1 14.608

Catatan:x Tidak ada permukiman dalam KRB√1 Desa dengan jumlah permukiman sebagian kecil dalam KRB√2 Desa dengan jumlah permukiman separuhnya dalam KRB√3 Desa dengan jumlah permukiman sebagian besar dalam KRB√4 Desa dengan jumlah permukiman seluruhnya dalam KRB

Page 101: Gunung Api Indonesia - ESDM

Salak 91

Salak14

Oleh: Wilfridus F.S. Banggur

Page 102: Gunung Api Indonesia - ESDM

92 Salak

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kompleks Gunung Salak merupakan deretan pegunungan di dataran tinggi Bogor yang terdiri atas G. Salak, G. Perbakti, dan G. Ipis. Aktivitas vulkanisnya yang terjadi pada 1515 yang menghasilkan terbentuknya kubah lava yang membentuk G. Sumbul diarah baratlaut pada puncaknya. Aktivitas letusan berikutnya terjadi pada 5 Januari 1699 yang diyakini merupakan suatu letusan besar yang bersifat magmatik, akan tetapi catatan detail mengenai letusan ini tidak ada. Aktivitas vulkaniknya pada periode 1780 hingga 1919 diyakini merupakan suatu letusan freatik yang terpusat di Kawah Ratu. Letusan pada 1935 dan 1938 tercatat merupakan suatu letusan yang bersifat freatik yang berpusat di Kawah Cikuluwung Putri.

Gunung Salak merupakan salah satu gunung api yang terdapat di Jawa Barat yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. PVMBG memasukkan Gunung Salak ke dalam Gunung Api Tipe A yang berarti bahwa rekam jejak aktivitas vulkaniknya pernah meletus sekurang-kurangnya satu kali dalam kurun waktu antara tahun 1600 hingga sekarang. Gunung Api Salak merupakan gunung api berbentuk stratovolcano dengan tipe kerucut berupa cinder cone dimana kompleks kerucut gunung api nya terletak pada kaki gunungnya. Secara geografis berada pada 6,72º LS dan 106,73º BT dengan puncak tertinggi berada pada 2211 mdpl. Pada puncaknya terdapat Kawah Ratu, Kawah Cikuluwung Putri dan Kawah Hirup yang merupakan daerah solfatara.

Informasi Umum

Interval erupsi G. Salak berdasarkan catatan sejarah.

Visual Gunung Api Salak dari Pos Pengamatan Gunung Salak

Page 103: Gunung Api Indonesia - ESDM

Salak 93

Berdasarkan bentuk ancaman, sejarah dan sebaran produk letusan, maka Kawasan Rawan Bencana G. Salak dibagi menjadi sebagai berikut:1. Kawasan Rawan Bencana I Kawasan Rawan Bencana I pada peta digambarkan

dengan warna kuning, untuk arsiran lingkaran menunjukkan potensi bahaya lontaran batu pijar berukuran kecil dan jatuhan material piroklastik berukuran halus (hujan abu) dengan radius ± 5 km dari pusat erupsi. Sedangkan untuk ancaman aliran akan berupa landaan lahar hujan. Aliran lahar ini akan melalui sungai-sungai yang berhulu di lereng-lereng puncak Gunung Salak. Pemukiman penduduk yang berpotensi terlanda aliran lahar merupakan pemukiman penduduk yang dilalui oleh aliran sungai-sungai tersebut.

Nama Sungai Desa TerdampakCiapus Tamansari (12929 jiwa), Pasireurih (12483

jiwa), Sukaresmi (11197 jiwa), Ciapus (21411 jiwa)

Cihideung Gunung mulya (6366 jiwa), Situdaun (8707 jiwa), Neglasari (9353 jiwa)

Cinangneng Tapos (8397 jiwa), Tapos II (7079 jiwa), Cibitung Tengah (10018 jiwa), Gunungbunder II (7775 jiwa), Gunungbunder I (7803 jiwa), Cibening (11743 jiwa)

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

2. Kawasan Rawan Bencana II Kawasan ini berpotensi terlanda jatuhan piroklastik

lebat, lontaran batu pijar dengan radius 3 km dari kawah pusat. Sementara untuk produk material aliran, berpotensi terlanda aliran piroklastik, aliran lava, base surge dan gas beracun. Pemukiman penduduk yang berpotensi terlanda di antaranya Desa Gunungsari (12919 jiwa), Desa Gunungbunder (7775 jiwa). Sebagai catatan perlu untuk memastikan bahwa tidak semua dusun dalam desa-desa tersebut akan berdampak secara langsung, melainkan dusun yang terdekat ke arah pusat kawah.

3. Kawasan Rawan Bencana III Zona rawan material lontaran berada pada radius 1,5

km dari pusat erupsi berpotensi terlanda lontaran batu pijar lebat dan gas beracun. Potensi landaan aliran massa berupa aliran piroklastik, aliran lava. Pada Kawasan ini tidak terdapat pemukiman penduduk.

Page 104: Gunung Api Indonesia - ESDM

94 Salak

Sistem PemantauanPos Pemantauan Gunung Salak terletak di Kampung Babakansari Desa Benda Kecamatan Benda, Kabupaten Sukabumi. Pengamatan seismik menggunakan 3 stasiun seismometer jenisL 4C, yaitu Stasiun Pasir reungit, Pasirtengah, dan Stasiun Seismik Cibatok.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Salak

Peta Jaringan peralatan pemantauan Gunungapi Salak

Page 105: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tangkubanparahu 95

TangkubanParahu15

Oleh: Ahmad Basuki

Page 106: Gunung Api Indonesia - ESDM

96 Tangkubanparahu

Legenda Sangkuriang dan sejarah cekungan Bandung sangat melekat dengan salah satu gunungapi yang berada di bumi parahiyangan ini. Berada sekitar 20 km di utara Kota Bandung, Gunung Tangkubanparahu terlihat seperti perahu terbalik dengan ketinggian puncak mencapai 2084 m di atas permukaan laut, atau 1300 m di atas dataran tinggi Bandung. Tubuh Gunung Tangkubanparahu sendiri berada dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat.

Gunungapi Tangkubanparahu muncul di tengah Kaldera Sunda pada 90.000 tahun yang lalu. Dari aktivitas vulkaniknya sejak dulu ini akhirnya muncullah kawah-kawah aktif yang membentang dalam arah barat-timur.

Informasi Umum

Keindahan bentuk kawah dengan aktivitas vulkaniknya menjadi daya tarik wisata bagi masyarakat di Jawa Barat. Pengunjung dapat menikmati panorama alam berupa bentangan Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, beserta sisa dinding kawah Pangguyangan Badak dari bibir Kawah Ratu sebelah timur. Masyarakat juga dapat menikmati aktivitas vulkanik berupa semburan mata air panas, dan bualan fumarola dari Kawah Domas. Selain kawah-kawah tersebut, Gunung Tangkubanparahu memiliki beberapa kawah lainnya seperti Kawah Badak, Kawah Jarian, Kawah Jurig, dan Kawah Orok. Semua lokasi kawah tersebut berada dalam Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkubanparahu.

Page 107: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tangkubanparahu 97

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah Gunung Tangkubanparahu tidak bisa dilepaskan dari sejarah Gunungapi Sunda yang aktif sekitar 210 ribu tahun yang lalu. Gunung Tangkubanparahu pada saat ini dianggap fase termuda yang merupakan kelanjutan dari sistem vulkanik Gunungapi Sunda - Tangkubanparahu. Sejak kemunculannya 90.000 tahun yang lalu, Gunung Tangkubanparahu mengalami beberapa kali erupsi, baik berupa erupsi efusif maupun eksplosif. Hal ini terlihat dari adanya perselingan antara endapan tepra dengan aliran lava. Hasil radiocarbon dating dari lapisan tephra yang ada di Gunung Tangkubanparahu menunjukkan pernah terjadi erupsi pada 8020 dan 7500 tahun sebelum Masehi. Namun catatan sejarah pada masa kini baru mencatat terjadinya erupsi pada 11 Oktober 1826 dengan indeks kekuatan letusan (VEI) 2.

Seiring berjalannya waktu, Gunung Tangkubanparahu tumbuh dan mengalami erupsi beberapa kali dalam interval waktu 2 - 50 tahun sekali. Erupsi yang terjadi umumnya berupa erupsi freatik atau berupa erupsi abu dan batu dari Kawah Ratu dengan indeks kekuatan letusan berkisar antara VEI=1 hingga VEI=2 atau setara dengan erupsi dengan ketinggian kolom abu sekitar 0,1 km hingga 5 km. Erupsi magmatik diperkirakan pernah terjadi pada tahun 1910. Erupsi dari kawah lainnya, misalnya kawah Domas pernah terjadi pula pada tanggal 1 April 1829, sedangkan dari Kawah Baru terjadi pada Januari 1957. Kejadian erupsi di Gunung Tangkuban dalam catatan sejarahnya tidak pernah menimbulkan korban jiwa.

Pada tahun 2019, Gunung Tangkubanparahu kembali mengalami erupsi berupa letusan abu menerus yang berlangsung hingga berbulan-bulan. Perioda erupsi ini diawali dengan terjadinya erupsi freatik dari Kawah Ratu pada tanggal 26 Juli 2019. Kolom abu mencapai ketinggian hingga 200 m di atas puncak dan menyebabkan hujan abu lebat dalam radius 500 m dari pusat erupsi. Selanjutnya pada tanggal 2 Agustus hingga 17 September 2019 kolom abu keluar terus-menerus dengan tinggi mencapai 10 - 180 m di atas dasar kawah. Erupsi ini tidak menimbulkan korban jiwa namun menimbulkan hujan abu lebat di sekitar Kawah Ratu. Kawasan TWA Gunung Tangkubanparahu pun di tutup selama lebih dari 2 bulan.

Foto erupsi Gunung Tangkubanparahu 5 September 2019.

Page 108: Gunung Api Indonesia - ESDM

98 Tangkubanparahu

Pemantauan aktivitas vulkanik Gunungapi Tangkubanparahu dilakukan dari Pos Pengamatan Gunungapi (POS PGA) yang berada di di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Lokasi ini berada sekitar 300 m dari pintu masuk kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkubanparahu. Selain sebagai tempat bekerja bagi petugas pengamat gunungapi, Pos PGA juga merupakan tempat pengumpulan dan pengolahan data aktivitas vulkanik Gunung Tangkubanparahu.

Data visual dan instrumental diperoleh dari peralatan pemantau yang terpasang, baik di bibir kawah maupun tubuh Gunung Tangkubanparahu. Hingga saat ini terpasang 1 CCTV yang berada di bibir Kawah Ratu untuk merekam

Sistem Pemantauan Gunung Api

Tahun Lokasi Erupsi VEI11 Okt 1826 2

1 Apr 1829 Kawah Ratu dan Kawah Domas 2

27 Mei 1846 Kawah Ratu 2

22 Mei 1896 Kawah Baru 2

7 Apr 1910 Kawah Ratu 2

1 Mar 1926 Kawah Ecoma 1

20 Mei 1929 Kawah Ecoma 0

4 Juli 1952 Kawah Ecoma 1

16 Jan 1957 Kawah Baru 1

16 Jul 1967 Kawah Ecoma 1

20 Jul 1969 Kawah Ecoma 1

14 Sep 1983 Kawah Ratu 1

1992 Kawah Ratu 1

4 Mar 2013 Kawah Ratu 1

5 Okt 2013 Kawah Ratu 1

26 Juli 2019 Kawah Ratu 1

Sejarah erupsi Gunung Tangkubanparahu

Interval letusan Gunung Tangkubanparahu

Pos Pengamatan Gunungapi Tangkubanparahu

Page 109: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tangkubanparahu 99

secara visual aktivitas kawah Ratu serta hembusannya. Empat stasiun kegempaan telah terpasang dengan sebaran 2 stasiun berada di puncak (Stasiun RTU dan TOW) dan 2 stasiun berada di kaki gunung sebelah timur dan timur laut (stasiun POS dan CTR). Untuk mengukur perubahan yang terjadi pada tubuh gunungapi maka dilakukan pengukuran jarak miring antar titik di Kawah Ratu dengan metoda EDM (elektro distance measurement).

Untuk menambah keakuratan metoda deformasi, dipasang pula peralatan GPS kontinyu di Bibir Kawah Ratu sebelah timur (stasiun SUCI) dan sebelah selatan (Stasiun ITBR). Sementara itu pemantauan visual secara langsung serta pengukuran suhu bualan fumarola dan solfatara di Kawah Domas dilakuan secara periodik oleh petugas pengamat Gunungapi Tangkubanparahu.

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Sebagai salah satu gunungapi yang masih aktif, Gunung Tangkubanparahu masih berpotensi untuk mengalami erupsi kembali. Berdasarkan sejarah letusannya, ancaman yang timbul pada saat ini adalah berupa hujan abu lebat/lumpur panas di sekitar kawah, lontaran batu (pijar) dan aliran lahar. Oleh karena itu dibuatlah peta kawasan rawan bencana yang memuat wilayah-wilayah di sekitar Gunung Tangkubanparahu yang diduga akan terlanda oleh produk letusan dari Gunung Tangkubanparahu. Wilayah tersebut terbagi dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, KRB II, dan KRB I yang meliputi 6 wilayah kabupaten dan kota, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kota

Bandung, dan Kota Cimahi. Secara keseluruhan terdapat sekitar 17 kecamatan dan 52 desa yang masuk dalam wilayah KRB Gunung Tangkubanparahu.

Kawasan Rawan Bencana III sebagai wilayah yang terdekat dengan Kawah Ratu berada dalam wilayah 3 kecamatan yaitu Kecamatan Ciater (Desa Ciater), Kecamatan Sagala Herang(Desa Sagala Herang Kaler) dan Kecamatan Lembang (Desa Sukajaya, Desa Cikahuripan, dan Desa Jayagiri). Kawasan ini berada dalam radius 1 km dari Kawah Ratu. Meskipun tidak berpenghuni, namun aktivitas masyarakat di kawasan ini sangat tinggi terutama pengunjung wisata dan pedagang. Seperti diketahui

Peta lokasi stasiun seismik (segitiga biru), GPS (segitiga merah), dan Titik EDM (orange).

Page 110: Gunung Api Indonesia - ESDM

100 Tangkubanparahu

jumlah pengunjung Gunung Tangkubanparahu pada tahun 2014 mencapai 1.884.844 pengunjung. Jika terjadi erupsi, kawasan ini akan selalu terancam oleh hujan abu lebat, lumpur panas dan lontaran material pijar.

Selanjutnya jika erupsi Gunung Tangkubanparahu semakin menguat maka potensi bencana akan semakin meluas. Wilayah dalam radius 5 km dari Kawah Ratu atau berada dalam KRB II akan berpotensi terlanda hujan abu lebat atau lontaran material pijar. Terdapat sekitar 7 kecamatan yang terdiri atas 17 desa yang wilayahnya berada dalam kawasan

ini. Dengan demikian terdapat sekitar 161.863 jiwa yang berpotensi terdampak di dalam kawasan ini.

Kawasan Rawan Bencana I merupakan wilayah-wilayah yang memiliki aliran sungai yang diperkirakan akan terlanda oleh aliran lahar dari erupsi Gunung Tangkubanparahu. Terdapat sekitar 17 kecamatan dengan 51 desa yang wilayahnya berada dalam kawasan rawan bencana ini atau sekitar 596.774 jiwa berpotensi terancam oleh aliran lahar ini.

Peta KRB Gunung Tangkubanparahu.

Page 111: Gunung Api Indonesia - ESDM

Tangkubanparahu 101

No Kabupaten Kecamatan Desa JumlahPenduduk

KRBI II III

1 Subang Ciater Ciater 5621 √ √

2 Subang Ciater Nagrak 2228 √ √

3 Subang Ciater Cibeusi 2864 √

4 Subang Ciater Cibitung 2984 √

5 Subang Ciater Sanca 4727 √

6 Subang Ciater Palasari 6708 √

7 Subang Jalan Cagak Sarireja 3767 √

8 Subang Kasomalang Sindangsari 7662 √

9 Subang Kasomalang Cimanglid 3569 √

10 Subang Kasomalang Pasanggrahan 5554 √

11 Subang Kasomalang Bojongloa 4081 √

12 Subang Kasomalang Kasomalang Kulon 7415 √

13 Subang Cisalak Darmaga 3753 √

14 Subang Sagala Herang Sagalaherang kaler 6009 √ √ √

15 Subang Sagala Herang Sukamandi 2816 √ √

16 Subang Sagala Herang Dayeuhkolot 4960 √

17 Subang Sagala Herang Leles 3527 √

18 Subang Sagala Herang Curug agung 3867 √

19 Subang Serang Panjang Cinta mekar 2546 √

20 Subang Serang Panjang Cijengkol 5381 √

21 Subang Serang Panjang Cikujang 4282 √

22 Subang Serang Panjang Cipancar 5438 √ √

23 Purwakarta Wanayasa Babakan 3853 √

24 Purwakarta Bojong Cihanjawar 2274 √ √

25 Purwakarta Bojong Pasangrahan 2388 √ √

26 Bandung Barat Parongpong Karyawangi 11257 √ √

27 Bandung Barat Parongpong Cihanjuang Rahayu 14244 √ √

Daftar Desa dan jumlah penduduk dalam KRB Gunung Tangkubanparahu

Page 112: Gunung Api Indonesia - ESDM

102 Tangkubanparahu

No Kabupaten Kecamatan Desa JumlahPenduduk

KRBI II III

28 Bandung Barat Parongpong Cihanjuang 21107 √

29 Bandung Barat Parongpong Cihideung 17846 √ √

30 Bandung Barat Parongpong Cigugur Girang 19585 √

31 Bandung Barat Parongpong Ciwaruga 21923 √

32 Bandung Barat Cisarua Kertawangi 13217 √ √

33 Bandung Barat Cisarua Pada Asih 7236 √

34 Bandung Barat Lembang Sukajaya 12831 √ √ √

35 Bandung Barat Lembang Cikahuripan 13214 √ √ √

36 Bandung Barat Lembang Jayagiri 21151 √ √ √

37 Bandung Barat Lembang Cikole 14598 √ √

38 Bandung Barat Lembang Cibogo 12878 √ √

39 Bandung Barat Lembang Gudang Cikahuripan 15250 √

40 Bandung Barat Lembang Langensari 14488 √

41 Bandung Barat Lembang Wangunharja 9444 √

42 Bandung Barat Lembang Cibodas 12535 √

43 Bandung Barat Lembang Mekarwangi 5644 √

44 Bandung Cimenyan Ciburial 12009 √

45 Kota Bandung Sukasari Isola 13770 √

46 Kota Bandung Sukasari Geger Kalong 27722 √

47 Kota Bandung Sukasari Sarijadi 25285 √

48 Kota Bandung Cidadap Ciumbuleuit 20789 √

49 Kota Bandung Coblong Dago 29998 √

50 Kota Cimahi Cimahi Utara Citeureup 40369 √

51 Kota Cimahi Cimahi Utara Cibabat 57503 √

52 Kota Cimahi Cimahi Tengah Cimahi 12081 √

Page 113: Gunung Api Indonesia - ESDM

Papandayan 103

Papandayan16

Oleh: Cahya Patria

Page 114: Gunung Api Indonesia - ESDM

104 Papandayan

Gunungapi Papandayan merupakan gunungapi aktif tipe A, terletak pada 7º19’42” LS dan 107º44 BT dengan tinggi 2.665 m dpl (di atas permukaan laut) memiliki beberapa kawah aktif, diantaranya: kawah Emas, kawah Manuk, kawah Nangklak, dan kawah Baru. Berdasarkan catatan sejarah letusannya, G. Papandayan pernah beberapa kali meletus, tercatat sejak tahun 1772 dan letusan terakhir terjadi pada November 2002. Langkah untuk mitigasi bahaya letusan G. Papadayan yang telah dilakukan adalah pengamatan aktivitas vulkanik G. Papandayan secara menerus dengan metode visual dan seismik dari Pos PGA di kampung Pusparendeng, Desa Pakuwon, Kec. Cisurupan, Kab Garut. Selain itu untuk acuan mitigasi di lokasi bencana telah dibuat Peta Kawasan Rawan Bencana G. Papandayan.

Informasi Umum

Kawah baru dan kawah emas

Lokasi G.Papandayan di Kabupaten Garut – Jawa Barat

G.Papandayan dilihat dari arah Pos PGA.

Page 115: Gunung Api Indonesia - ESDM

Papandayan 105

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Evolusi Gunungapi G. Papandayan dan sekitar, dimulai dengan pembentukan Pegunungan Selatan (tersier), diikuti dengan pembentukan gunungapi di sekitar G. Papandayan (G. Geulis, G. Cikuray, G. Jaya, dan G. Puntang), disusul dengan pembentukan tubuh G.Papandayan, menghasilkan kawah Papandayan, Kawah Tegal Alun-alun, Kawah Nangklak, Kawah Manuk, Kawah Mas, dan Kawah Baru. Pembentukan endapan sekunder yang dimanifestasikan dengan endapan guguran puing, terjadi sebelum tahun 1772 (tersebar di sektor utara-timurlaut, bersumber dari Kawah Manuk) dan terjadi pada tahun 1772 (tersebar di sektor timurlaut, bersumber dari Kawah Mas).

G. Papandayan pernah beberapa kali meletus, yang sebagian besar bersifat preatik dan preato magmatik. Dari beberapa letusan yang pernah terjadi tercatat meletus atau meningkat kegiatannya sebanyak 11 kali, yaitu pada tahun 1772, 1882, 1923, 1924, 1925, 1926, 1927, 1928,

1942, 1993 dan letusan terakhir terjadi pada November 2002.

Letusan November 2002 ditandai oleh peningkatan suhu pada beberapa titik solfatara, disusul dengan terjadinya letusan freatik yang diikuti oleh letusan freatomagmatik. Pasca letusan terakhir di tahun 2002, peningkatan aktivitas vulkanik G. Papandayan hanya berupa peningkatan kegempaan seperti yang terjadi pada tahun 2008, 2011, 2012 dan pada awal Mei 2013.

Tahun dan rentang waktu antar letusan G. Papandayan Letusan G. Papandayan tahun 2002.

Page 116: Gunung Api Indonesia - ESDM

106 Papandayan

Kawasan Rawan BencanaKerawanan bencana G. Papandayan dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu secara berurutan dari tingkat tertinggi ke terendah: 1. Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang

sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava dan gas racun.

2. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas dan aliran lava.

3. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda lahar hujan.

G. Papandayan mempunyai kawah aktif yang terbuka ke arah timurlaut, sehingga kemungkinan bahaya yang akan ditimbulkan apabila terjadi letusan (terutama letusan eksplosif magmatik/preatomagmatik), daerah yang

Strategi Mitigasi Bencana

mungkin dilanda terutama yang berada di arah bukaan dengan konsentrasi pemukiman relatif besar.

Sistem PemantauanPemantauan kegiatan G. Papandayan dilakukan dengan metode pengamatan visual dan seismik dari Pos Pengamatan Gunungapi Papandayan yang terletak di kampung Pusparendeng, Desa Pakuwon, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.

Pemantauan visual gunungapi yang tampak secara kasat mata di permukaan berupa: hembusan asap, bualan lumpur, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola serta suhu kawah aktif dilakukan secara berkala oleh petugas pengamat. Pengamatan seismik dilakukan untuk memantau kegiatan gempa-gempa vulkanik dan tektonik dengan menggunakan alat seismograf. Saat ini pengamatan kegempaan G. Papandayan menggunakan satu seismometer, yaitu station Maung.

Lokasi Sta. Seismometer Manung (MANG)Pos PGA Papandayan

Page 117: Gunung Api Indonesia - ESDM

Papandayan 107

Peta KRB G. Papandayan.

Page 118: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 119: Gunung Api Indonesia - ESDM

Galunggung 109

Galunggung17

Oleh: M. Nugraha Kartadinata

Page 120: Gunung Api Indonesia - ESDM

110 Galunggung

Gunungapi Galunggung adalah gunungapi aktif tipe A yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya (sebagian besar) dan sebagian kecil wilayahnya termasuk ke dalam Kabupaten Garut, Jawa Barat. Koordinat geografi daerah kawahnya terletak pada 7°15’ LS dan 108°03’ BT’.

Gunung Galunggung menempati daerah seluas 275 km2 dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, di bagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan Tersier Pegunungan Selatan.

Informasi Umum

Gunung Galunggung tumbuh di dalam depresi yang berbentuk sepatu kuda akibat dari longsoran sebagian besar tubuh gunungapi ke arah tenggara. Proses tersebut dinamakan volcanic debris avalanche dan menghasilkan morfologi yang dinamakan perbukitan sepuluh ribu di sebelah tenggara G. Galunggung.

Gunung Galunggung mempunyai danau kawah di bagian puncaknya sehingga apabila terjadi erupsi gunung ini berpotensi mengeluarkan lahar letusan. Mitigasi fisik telah dilakukan dengan membuat terowongan untuk mengurangi volume danau kawah. Terowongan tersebut terhubung dengan Sungai Cikunir.

Page 121: Gunung Api Indonesia - ESDM

Galunggung 111

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Letusan yang terjadi dalam catatan sejarah letusan terjadi sebanyak 4 kali, yaitu pada 1822, 1894, 1918 dan 1982 – 1983 dengan durasi letusan selama beberapa jam hingga beberapa bulan. Letusan 1822, terjadi dalam satu hari, pada tanggal 8 Oktober 1822, antara pukul 13.00 hingga pukul 17.00 WIB, yang mengakibatkan 4011 orang meninggal dunia. Letusan 1894, berlangsung selama 13 hari, yaitu pada tanggal 7-19 Oktober 1894. Letusan 1918, terjadi dalam 4 hari, yaitu pada tanggal 16 - 19 Juli 1918, kubah lava G. Jadi terbentuk. Letusan terakhir tahun 1982 - 1983, terjadi dalam 9 bulan, pada tanggal 5 April 1982 - 8 Januari 1983. Pada letusan tahun 1982, material abu hasil letusan Gunung Galunggung tercatat dua kali mencapai Kota Bandung yang berjarak sekitar 100 km dari gunungapinya.

Karakter kegiatan G. Galunggung berupa erupsi epusif berupa aliran lava sampai letusan eksplosif dengan sekala menengah sampai besar yang bisa berlangsung singkat sampai lama dengan tipe Strombolian hingga Pellean dengan Indeks VEI antara 1 sampai 5. Tanda-tanda peringatan kegiatan (precursor) hanya berlangsung antara

beberapa bulan hingga minggu menjelang letusan. Magnitude letusan besar di G. Galunggung mempunyai kisaran VEI 4 sampai 5. Erupsi tahun 1982 adalah erupsi eksplosif dengan VEI 4 yang diakhiri dengan erupsi efusif berupa aliran lava yang keluar dari kerucut sinder.

Strategi Mitigasi Bencana

Strategi mitigasi bencana letusan gunungapi dengan target utama memberikan peringatan dini yang sudah dilakukan di G. Galunggung dimulai dengan melakukan riset dasar yang diperlukan dalam memahami karakter letusan Gunung Galunggung, yaitu dengan melakukan pemetaan geologi dan riset kebumian lainnya. Data-data tersebut sangat diperlukan dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung yang terakhir direvisi pada tahun 2015.

Selain itu dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat dilaksanakan sosialisasi mengenai bahaya-bahaya letusan Gunung Galunggung, sosialisasi mengenai Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung dan publikasi-publikasi mengenai G. Galunggung yang bersifat populer.Monitoring Gunungapi baik visual maupun instrumental merupakan hal yang sangat penting dalam strategi Mitigasi Gunungapi. Di Gunung Galunggung telah terpasang 4 stasiun sesimik di Pasirmalang, Pasirbentang, Malaganti

Vocanic Explosivity Index Gunung Galunggung sepanjang sejarah erupsinya.

Page 122: Gunung Api Indonesia - ESDM

112 Galunggung

dan Parentas. Selain itu dilengkapi pula dengan 1 stasiun repeater di Parentas, 2 stasiun tiltmeter di Pasirbentang dan Malaganti, 1 stasiun CCTV di bibir kawah bagian timur,

dan peralatan CTD (conductivity, temperature, depth) di danau kawah. Peta Lokasi Jaringan pemantauan di G. Galunggung dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Peta jaringan pemantauan di Gunung Galunggung.

Page 123: Gunung Api Indonesia - ESDM

Galunggung 113

Peta Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Pada dasarnya kawasan rawan bencana gunungapi dibagi menjadi kawasan rawan bencana terhadap aliran massa dan kawasan rawan bencana terhadap material lontaran. Berdasarkan Peta KRB Gunung Api, kawasan rawan bencana gunung api Gunung Galunggung di bagi menjadi KRB III, KRB II, dan KRB I.

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang berpotensi tinggi terlanda lahar letusan, aliran lahar (hujan), awan panas, gas racun, lontaran batu dengan ukuran maksimum lebih besar dari 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB III terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna merah tua, dan KRB III terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan daerah yang diarsir dengan warna merah dalam lingkaran berdiameter 3 km dari sumber erupsi.

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi sedang terlanda lahar letusan, awan panas, aliran lava, aliran lahar (hujan), lontaran batu dengan ukuran maksimum 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB II terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna merah muda, dan KRB II terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan kawasan yang diarsir dengan warna merah muda diantara lingkaran dengan radius 3 km dan radius 5 km.

Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu dengan ukuran maksimum 10 mm, dan hujan abu lebat. KRB I terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna kuning, dan KRB I terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan kawasan yang diarsir dengan warna kuning diantara lingkaran dengan radius 5 km dan radius 7 km.

Ada empat desa dari dua kecamatan yang sebagian kecil permukimannya berada didalam KRB III terhadap aliran massa namun tidak satupun berada dalam KRB III lontaran batu. Namun demikian banyak desa-desa dengan permukimannya berada dalam KRB II dan KRB I baik terhadap aliran massa maupun lontaran batu. Pada tabel di halaman berikutnya terdapat daftar desa yang mempunyai permukiman berada dalam kawasan rawan bencana.

Untuk letusan yang sifatnya kecil maka kawasan yang paling berpotensi terlanda produk letusan adalah Kawasan Rawan Bencana III terhadap aliran massa dan kawasan dengan radius 3 km dari pusat letusan (kecuali hujan abu bisa turun dimana-mana), oleh karena itu saat terjadi letusan, meskipun letusan kecil kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas manusia. Perlu dilakukan evakuasi sebagian kecil penduduk dari Desa Sukaratu, Sinagar, dan Linggajati dari Kecamatan Sukaratu dan Desa Santana Mekar dari Kecamatan Cisayong karena sebagian kecil permukimannya berada dalam KRB III aliran massa.

Apabila letusan makin membesar dan mengarah ke skenario letusan terburuk, maka produk letusan yang berupa aliran massa seperti awan panas, lahar letusan, aliran lava dan aliran lahar (hujan) berpotensi melanda KRB II bahkan ke KRB I. Karena itu penduduk yang berdiam di permukiman yang masuk dalam KRB harus dievakuasi dengan memprioritaskan penduduk yang berdiam di permukiman-permukiman yang berada dalam KRB aliran massa.

Dalam skenario terburuk tidak semua penduduk dalam tabel tersebut harus dievakuasi. Hal ini dikarenakan karena tidak semua dusun/kampung dalam satu desa berada

Page 124: Gunung Api Indonesia - ESDM

114 Galunggung

No Kecamatan DesaKRB III KRB II KRB I

JumlahPendudukAliran

MassaLontaran

BatuAliran Massa

Lontaran Batu

Aliran Massa

Lontaran Batu

1 Cisayong Santana Mekar √1 x √3 √2 √1 √2 3875

2 Sukaratu Sukaratu √1 x √3 √2 √1 √2 6755

3 Sukaratu Sinagar √1 x √3 √2 √1 √2 6069

4 Sukaratu Linggajati √1 √1 √3 √2 √1 √2 4716

5 Sukaratu Indrajaya x x √1 x √1 √4 4937

6 Sukaratu Sukagalih x x x x √2 x 4573

7 Sukaratu Sukamahi x x x x √1 x 4781

8 Sukaratu Gunungsari x x x x √2 x 9518

9 Sukaratu Tawangbanteng x x x x √4 x 6088

10 Padakembang Mekarjaya x x √2 √1 √2 √3 7734

11 Padakembang Rancapaku x x x x √2 x 9726

12 Padakembang Cisaruni x x x x √2 √1 5982

13 Padakembang Padakembang x x √2 √2 √1 √2 7063

14 Leuwisari Mandalagiri x x x √1 x √3 7063

15 Leuwisari Cigadog x x x √1 x √3 4101

16 Leuwisari Linggamulya x x x x x √2 4429

17 Leuwisari Linggawangi x x x x x √4 4474

18 Sariwangi Sukamulih x x x x x √3 3953

19 Sariwangi Sukaharja x x x x x √3 5443

20 Bungursari Sukalaksana x x x x √1 x 7669

21 Singaparna Cikunir x x x x √1 x 8880

Catatan:x Tidak ada permukiman dalam KRB√1 Desa dengan jumlah permukiman sebagian kecil dalam KRB√2 Desa dengan jumlah permukiman separuhnya dalam KRB√3 Desa dengan jumlah permukiman sebagian besar dalam KRB√4 Desa dengan jumlah permukiman seluruhnya dalam KRB

Daftar desa-desa yang permukimannya berada dalam KRB G. Galunggung

Page 125: Gunung Api Indonesia - ESDM

Galunggung 115

dalam KRB. Namun demikian desa-desa Sukaratu, Sinagar, Linggajati yang termasuk ke dalam Kecamatan Sukaratu dan Desa Mekarjaya serta Padakembang yang termasuk Kecamatan Padakembang penduduknya harus dievakuasi, karena seluruh permukimannya berada didalam KRB II dan I, baik terhadap ancaman aliran massa maupun lontaran batu.

Sementara itu desa-desa lain dalam daftar harus dilakukan pemetaan secara detail premukiman-permukiman mana saja yang harus dievakuasi, oleh sebab itu data spasial sampai setingkat kampung/dusun harus terus-menerus diperbaharui.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Galunggung

Page 126: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 127: Gunung Api Indonesia - ESDM

Guntur 117

Guntur18

Oleh: Hetty Triastuty

Page 128: Gunung Api Indonesia - ESDM

118 Guntur

Gunungapi Guntur (1801 m dpl) adalah salah satu gunungapi aktif tipe A yang terletak di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografi puncak G. Guntur terletak pada 07º 09’ 20” LS dan 107º 51’05 BT. Di daerah puncak terdapat beberapa sisa aktivitas gunungapi tua yang berdekatan dan membentuk kelurusan berarah barat laut – tenggara, yaitu Puncak Kabuyutan, Parukuyan, Masigit (yang merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian 2249 m dpl) dan Gandapura. Rangkaian gunungapi ini diperkirakan mempunyai sumber magma yang sama. Di kaki tenggara G. Guntur tersebar bukit-bukit kecil yang keberadaannya terjadi akibat dari longsoran gunungapi.

Informasi Umum

Setelah letusan terakhir di tahun 1847, G. Guntur belum pernah meletus. Akan tetapi aktivitas seismik G. Guntur terpantau cukup tinggi. Alasan ini pula yang menyebabkan mengapa sistem pemantauan G. Guntur terus dikembangkan, selain dengan keberadaannya yang dekat dengan Kota Garut dan beberapa objek wisata yang padat penduduk. Pemantauan aktivitas vulkanik G. Guntur dilakukan dari Pos Pengamatan G. Guntur yang terletak di Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong Kaler. Peralatan pemantauan gunungapi, seperti metode visual, seismik, dan deformasi, dipasang baik di Pos PGA Guntur maupun di sekitar dan puncak G. Guntur untuk memantau secara menerus aktivitas gunung.

Foto G. Guntur, diambil dari Pos PGA Guntur yang terletak di sebelah baratdaya G. Guntur.

Page 129: Gunung Api Indonesia - ESDM

Guntur 119

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kegiatan gunungapi di Kompleks G. Guntur telah dimulai lebih dari 330.000 tahun silam. G. Guntur yang merupakan gunungapi termuda dan masih aktif hingga kini, telah memulai kegiatannya sejak 50.000 tahun yang lalu. Sejak akhir abad ke-17, yaitu dari tahun 1690 hingga 1847, setidaknya tercatat 19 letusan. Durasi letusan berkisar antar 5-12 hari dengan interval waktu antar letusan 1-3 tahun (terpendek), 6-7 tahun, bahkan mencapai 38 tahun (menengah), dan 80 tahun (terpanjang). Sejak letusan terakhir di tahun 1847, lebih dari 173 tahun G. Guntur belum pernah meletus lagi hingga saat ini. Namun demikian, beberapa kali terjadi krisis kegempaan seperti yang terjadi di tahun 1996, 1997, 2002, dan 2013.

Mengacu sejarah letusan G. Guntur, karakter letusan yang diperlihatkan G. Guntur adalah letusan eksplosif dan efusif, dengan Volcanic Eruption Index (VEI) antara 2 – 3 (Sumber: GVP, Smithsonian Institute). Letusan eksplosif terbesar (VEI 3) pernah terjadi pada tahun 1690 dan Januari 1843,

sedangkan erupsi efusif terjadi pada tahun 1841 (VEI 2) yang menghasilkan aliran lava kearah Cipanas.

KRB dan Potensi Ancaman Bahaya

Untuk menjelaskan tingkat kerawanan kawasan bila G. Guntur meletus, maka dibuatlah peta Kawasan Rawan Bencana G. Guntur (M.N. Kartadinata dan E.K. Abdurachman, 2015) yang terbagi dalam 3 kawasan, yaitu:1. KRB III adalah kawasan yang berpotensi tinggi terlanda

awan panas, aliran lava, kemungkinan longsoran puing, aliran lava, dan lontaran batu (pijar). Berdasarkan sejarah erupsinya serta lokasi pusat erupsi saat ini, erupsi yang akan diperkirakan terbatas di sekitar kawah Guntur dan Masigit. Namun demikian, KRB III terhadap aliran

massa meliputi areal dari Kawah Guntur dan Masigit meluas kearah baratlaut dan tenggara.

2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi sedang terlanda perluasan awan panas, longsoran puing vulkanik, aliran lahar, lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat.

3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terkena aliran lahar dan atau tertimpa material jatuhan berupa hujan abu. Apabila letusan membesar, kawasan ini berpotensi rendah terlanda perluasan awan panas, aliran lava, dan guguran puing serta berpotensi tertimpa material

Grafik interval letusan G. Guntur. Tahun 1690 adalah letusan G. Guntur yang pertama kali tercatat.

Page 130: Gunung Api Indonesia - ESDM

120 Guntur

jatuhan berupa hujan abu lebat, lontaran batu (pijar) berukuran maksimum 10 mm. Daerah yang berpotensi terlanda lahar umumnya di sepanjang sungai/di dekat lembah atau pada bagian hilir sungai.

Daerah yang masuk dalam KRB baik III, II, maupun I saat ini beberapa lokasi menjadi objek wisata yang tentunya menjadi tantangan dalam strategi mitigasi bencana di G. Guntur. Beberapa objek wisata tersebut seperti yang masuk dalam KRB II di antaranya: Kawasan Wisata Cipanas, Tarogong. Dalam masa liburan seperti liburan Idul Fitri, pengunjung kawasan ini dapat mencapai lebih dari 33 ribu wisatawan (Data: 6-9 Juni 2019). Selain itu pula terdapat peternakan sapi yang terletak di Desa Sukawangi, Tarogong Kaler yang membuat perekonomian di sekitarnya menggeliat.

Dalam “Penyempurnaan Masterplan Kawasan Rawan Bencana Perkotaan Garut 2019” yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kab. Garut, total penduduk yang masuk kawasan rawan letusan G. Guntur (2019) berjumlah 207.368 jiwa. Namun, data dalam masterplan ini menunjukkan perbedaan dalam nama kecamatan/desa yang terdampak dan jumlah penduduknya.

Dengan merujuk pada informasi kecamatan/desa yang ada dalam Peta KRB 2015, Tabel Desa Terdampak dan Jumlah Penduduk menggunakan 2 sumber data penduduk yang masuk dalam KRB G. Guntur:• Penyempurnaan Masterplan Kawasan Rawan Bencana

Perkotaan Garut 2019• Data jumlah penduduk bersumber dari data BPS tahun

2018

No Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

KRBKeterangan

II I1 Samarang Tanjung Karya 4.241 √ **

2 Samarang Cinta Rakyat 5.927 √ **

3 Samarang Sirnasari 4.302 √ **

4 Samarang Samarang 8.198 √ **

5 Samarang Cintaasih 4.244 √ **

6 Samarang Sukalaksana 3.921 √ **

7 Samarang Sukakarya 6.166 √ **

8 Samarang Parakan 4.331 √ **

9 Samarang Tanjungkarya 4.241 √ **

10 Samarang Cisarua 4.515 √ **

11 Tarogong Kidul Haurpanggung 14.758 √ *

12 Tarogong Kidul Sukakarya 6.166 √ **

Tabel Desa Terdampak dan Jumlah Penduduk

Page 131: Gunung Api Indonesia - ESDM

Guntur 121

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Guntur

Page 132: Gunung Api Indonesia - ESDM

122 Guntur

No Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

KRBKeterangan

II I13 Tarogong Kidul Tarogong 5.690 √ √ *

14 Tarogong Kidul Sukagalih 15.308 √ *

15 Tarogong Kidul Mekargalih 7.217 √ *

16 Tarogong Kidul Jayagara 11.610 √ *

17 Tarogong Kidul Pataruman 7.638 √ *

18 Tarogong Kidul Jayawaras 12.147 √ *

19 Tarogong Kidul Sukajaya 12.470 √ *

20 Tarogong Kaler Sirnajaya 9.911 √ *

21 Tarogong Kaler Mekarjaya 4.110 √ **

22 Tarogong Kaler Rancabango 14.941 √ √ *

23 Tarogong Kaler Langensari 8106 √ *

24 Tarogong Kaler Cimanganten 8.104 √ *

25 Tarogong Kaler Jati 13.008 √ *

26 Tarogong Kaler Tanjungkamuning 6.982 √ *

27 Tarogong Kaler Sukajadi 328 √ * Dalam KRB 2015 masuk KRB II dan I

28 Tarogong Kaler Mekarwangi 6.219 √ *

29 Tarogong Kaler Pananjung 11.051 √ *

30 Tarogong Kaler Pasawahan 11.482 √ *

31 Tarogong Kaler Sukawangi 3.815 √ **

32 Banyuresmi Sukasenang 9.640 √ √ *

33 Banyuresmi Sukakarya 6.429 √ **

34 Banyuresmi Sukaraja 5.888 √ **

35 Banyuresmi Pamekarsari 5.745 √ **

36 Banyuresmi Sukaratu 2.614 √ *

37 Leles Haruman 6.515 √ √ **

38 Leles Dano 6.261 √ √ **

Page 133: Gunung Api Indonesia - ESDM

Guntur 123

No Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

KRBKeterangan

II I39 Leles Jangkurang 7.992 √ **

40 Leles Lembang 4.987 √ **

41 Leles Cipancar 4.778 √ **

42 Leles Kandangmukti 3.986 √ **

43 Leles Ciburial 5.850 √ **

44 Leles Salamnunggal 5.057 √ **

45 Leles Leles 4.987 √ **

46 Leles Cangkuang 9.259 √ **

47 Leles Margaluyu 7.557 √ **

48 Kadungora Rancasalak 9.026 √ **

49 Kadungora Mandalasari 6.988 √ **

50 Kadungora Hegarsari 2.082 √ **

51 Kadungora Karangmulya 7.597 √ **

52 Kadungora Karangtengah 6.260 √ **

53 Kadungora Gandamekar 6.671 √ **

54 Kadungora Kadungora 4.223 √ **

55 Kadungora Cisaat 4.188 √ **

56 Kadungora Cikembulan 4.506 √ **

57 Kadungora Neglasari 5.615 √ **

58 Garut Kota Cintarasa ? √ Tidak ada datanya

59 Garut Kota Sukamentri 11.368 √ *, Kelurahan

60 Ibun Laksana 8.263 √ **

61 Ibun Talun 6.675 √ **

62 Ibun Lampegan 7.764 √ **

63 Karangpawitan Lengkongjaya 5.103 √ **, Kelurahan. Dalam KRB 2015, kec. ini tidak tercantum

Page 134: Gunung Api Indonesia - ESDM

124 Guntur

Sistem Pemantauan

Salah satu strategi mitigasi bencana letusan adalah dengan melakukan pemantauan aktivitas G. Guntur secara intensif 24 jam. Dibangun juga Pos Pengamatan G. Guntur yang terletak di Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong, Kab. Garut yang berdiri sejak tahun 1985 yang digunakan untuk memantau operasional peralatan dan data pemantauan yang terekam di Pos PGA. Di Pos PGA Guntur ada 4 orang Pengamat Gunungapi yang juga bertugas di antaranya membuat laporan aktivitas G. Guntur setiap harinya.

Dengan menerapkan berbagai macam metode pemantauan gunungapi, seperti visual, seismik dan deformasi, hingga saat ini jaringan pemantauan G. Guntur dilengkapi dengan 5 stasiun seismik, 4 stasiun GPS, dan 2 stasiun Tiltmeter yang dipasang baik di puncak maupun lereng dan sekitar G. Guntur.

Jaringan Pemantuan G. Guntur

Page 135: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ciremai 125

Ciremai19

Oleh: Mamay Surmayadi

Page 136: Gunung Api Indonesia - ESDM

126 Ciremai

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Ciremai merupakan gunungapi Tipe A yang tercatat pernah tujuh kali meletus sejak tahun 1698 hingga 1937. Letusan Ciremai ini berskala kecil yang menghasilkan abu vulkanik disertai hembusan uap. Berdasarkan catatan sejarah ini, jeda antar letusan terpendek adalah 3 tahun, sedangkan terpanjang adalah 112 tahun. Meskipun bukan sebagai dasar perhitungan kuantitatif dalam penentuan prakiraan bahaya gunungapi, jeda 112 tahun sejak tahun 1937 menjadikan Ciremai sebagai gunungapi yang memiliki probabilitas untuk meletus dalam kurun waktu sekitar 30 tahun kedepan. Sejak tahun 1937 hingga sekarang, Ciremai tidak memperlihatkan gejala letusan. Meskipun demikian, catatan geologi menunjukkan Gunungapi Ciremai masa lampau pernah mengalami letusan berskala menengah dan besar yang berpotensi mengalami perulangan pada masa yang akan datang.

Ciremai merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Barat. Dengan ketinggian 3078 m di atas permukaan laut Ciremai juga adalah gunungapi tertinggi di Jawa Barat. Secara administrasi, gunungapi ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Majalengka, Kuningan, dan Cirebon. Lokasi geografisnya berada pada 6º 53,5’ Lintang Selatan, dan 108º 24’ Bujur Timur. Adapun kota terdekat ke gunung ini adalah Kuningan. Puncak gunung ini dapat dijangkau dari jalur Palutungan dan Linggajati (Kuningan) dan Apuy (Majalengka).

Informasi Umum

Sejarah letusan G. Ciremai.

Page 137: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ciremai 127

Sistem Pemantauan Gunung Api

di Bandung secara real-time. Peningkatan teknologi sistem monitoring gunungapi dapat meningkatkan kualitas pemahaman proses aktvitas vukanisme gunungapi sehingga pengambilan keputusan penangan krisis gunungapi dapat lebih cepat dilakukan. Upaya mitigasi untuk memperkecil atau meniadakan risiko bencana melalui sistem peringatan dini sehingga pengungsian penduduk di kawasan rawan bencana dapat dilakukan.

Sistem jaringan peralatan monitoring G. Ciremai, Jawa Barat.

Pemantauan Gunungapi Ciremai dilakukan secara kontinu melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Ciremai di Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Transmisi data dilakukan secara telemetri dari lokasi alat di lapangan ke Pos Gunungapi Ciremai dan melalui VSAT (Very Small Aperture Terminal) sebagai sistem transmisi data berbasis satelit dari Gunungapi Ciremai terkirim langsung ke Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Page 138: Gunung Api Indonesia - ESDM

128 Ciremai

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sehubungan Ciremai sebagai gunungapi yang masih aktif dan memiliki potensi bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ciremai. Berdasarkan potensi ancamannya, KRB Ciremai dibagi menjadi tiga, secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu Kawasan Rawan Bencana III, II, dan I.

Kawasan Rawan Bencana IIIKRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran awan panas, lava, gas racun, dan hujan awbu lebat yang disertai lontaran batu pijar dalam radius 1.5 km dari pusat letusan jika terjadi letusan. KRB III Ciremai terkonsentrasi di kawasan puncak yang tidak memiliki pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen.

Kawasan Rawan Bencana IIKRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang disertai lontaran batu dalam radius 4 km dari pusat letusan. KRB II Ciremai melingkupi kawasan puncak dan lereng bagian tengah dalam radius sekitar 4 – 6 km dari puncak. KRB II Ciremai yang berada di sektor barat dan tenggara lebih melampar ke lereng yang lebih bawah sehingga berpotensi menimbulkan ancaman lebih besar terhadap jiwa manusia dan kehidupannya, dibandingkan dengan sektor lainnya.

Zona perluasan KRB II sektor barat melingkupi Desa Argamukti dan Argalingga di Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. Jumlah penduduk Desa Argamukti dan Argalingga (table 2) adalah 5.867 jiwa (Kecamatan

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Argapura Dalam Angka 2018), Meskipun demikian, jumlah penduduk yang berada pada KRB II adalah sekitar 580 jiwa. Sementara itu, zona perluasan KRB II sektor tenggara melingkupi Kampung Palutungan, Desa Cisantana di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Jumlah penduduk Desa Cigugur adalah 6.284 jiwa (Kecamatan Cigugur Dalam Angka 2018). Perkiraan jumlah penduduk Kampung Palutungan yang berada di KRB II adalah sekitar 650 jiwa.

Data kependudukan Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka dan Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan (Kecamatan Argapura Dalam Angka 2018; Kecamatan Cigugur Dalam Angka 2018)

Kawasan Rawan Bencana IKRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar, perluasan aliran awan panas dan lava serta hujan abu lebat dan lontaran batu pijar dalam radius 8 km dari pusat letusan. KRB I yang berasal dari potensi ancaman lahar berada disepanjang alur sungai yang berhulu di kawasan puncak dan mengalir ke lereng bawah bagian barat, barat laut, utara, timur laut, timur, dan tenggara. Zona potensi ancaman lahar ini meliputi kawasan yang cukup luas, sembilan kecamatan di wilayah Kabupaten Majalengka, sembilan kecamatan di wilayah Kabupaten Kuningan, dan enam kecamatan di Kabupaten Cirebon. Data statistik kependudukan memperlihatkan jumlah polulasi 24 kecamatan tersebut

Page 139: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ciremai 129

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Ciremai, Jawa Barat.

Page 140: Gunung Api Indonesia - ESDM

130 Ciremai

(Kabupaten Majalengka Dalam Angka 2019; Kabupaten Kuningan Dalam Angka 2019; Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2019) adalah 1.234.496 jiwa. Meskipun demikian,

perkiraan jumlah penduduk di KRB I Gunungapi Ciremai yang rawan terhadap landaan lahar adalah sekitar 30.000 jiwa.

Data kependudukan beberapa kecamatan di Kabupaten Majalengka, Kuningan, dan Cirebon (Tahun 2019)

Page 141: Gunung Api Indonesia - ESDM

Slamet 131

20Slamet

Oleh: Hetty Triastuty

Page 142: Gunung Api Indonesia - ESDM

132 Slamet

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Slamet mulai tercatat pada tahun 1772 dan termasuk gunungapi yang sering meletus melalui beberapa lubang letusan di dalam Kawah IV. Letusan terakhir G. Slamet terjadi pada tahun 2014, dan setelah letusan ini telah terjadi beberapa peningkatan aktivitas vulkanik, khususnya kegempaan, seperti yang terjadi pada tahun 2019, meskipun tidak diakhiri dengan letusan.

Berdasarkan catatan sejarah letusan, pada umumnya letusan G. Slamet adalah letusan abu disertai lontaran sekoria dan batu pijar, kadang-kadang mengeluarkan lava pijar. Letusannya berlangsung beberapa hari, pada keadaan luar biasa mencapai beberapa minggu. Periode istirahat G. Slamet terpendek antara dua letusan lk. 1 tahun dan terpanjang 53 tahun. Untuk periode istirahat lk. 1 tahun kemungkinan masih satu fase letusan atau kegiatan lanjutan.

Slamet termasuk gunungapi tipe strato, merupakan gunungapi kedua paling tinggi di Pulau Jawa setelah G. Semeru. Bentuk lerengnya teratur kecuali di bagian lereng barat laut dan barat daya. Secara geografi terletak pada posisi 07º14’30’’ Lintang Selatan dan 109º12’30’’ Bujur Timur dengan ketinggian 3432 m di atas permukaan laut (dpl). Secara administrasi G. Slamet masuk dalam kawasan Kabupaten Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal dan Purbalingga.

Informasi Umum

Seperti gunungapi lainnya di Indonesia, G. Slamet menunjukkan kegiatan erupsinya yang berupa erupsi eksplosif dan efusif. Erupsi eksplosif mengeluarkan bom vulkanik, lapilli, pasir, abu, dan kemungkinan awan panas letusan, sedangkan erupsi efusif berupa leleran lava sehingga merupakan gunungapi lapis atau strato.

Bila terjadi letusan/erupsi besar, maka bahaya utama letusan G. Slamet atau bahaya primer (bahaya langsung akibat letusan) adalah luncuran awan panas, lontaran piroklastik (bom vulkanik, lapili, pasir dan abu) dan mungkin aliran lava. Sedangkan bahaya sekunder (bahaya tidak langsung dari letusan) adalah lahar hujan yang terjadi setelah letusan apabila turun hujan lebat di sekitar puncak. Jauhnya sebaran jatuhan piroklastik, tergantung pada ketinggian lontaran dan kencangnya angin yang bertiup pada saat terjadi letusan, terutama penyebaran hujan abu dan pasir.

Page 143: Gunung Api Indonesia - ESDM

Slamet 133

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Untuk menjelaskan tingkat kerawanan kawasan bila G. Slamet meletus, maka dibuatlah peta Kawasan Rawan Bencana G. Slamet (E.K. Abdurachman, R.D dkk, 2006) yang terbagi dalam 3 kawasan, yaitu: Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.• Kawasan Rawan Bencana III

Daerah yang terancam oleh material lontaran, sebagian

besar pemukiman yang terletak di lereng dan kaki utara, baratlaut dan selatan. Pada KRB ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap ataupun dibudidayakan untuk tujuan komersial secara permanen.

• Kawasan Rawan Bencana IIAdalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Slamet.

Page 144: Gunung Api Indonesia - ESDM

134 Slamet

No KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN JUMLAH JUMLAH KK

1 Pemalang Pulosari Clekatakan 6.693 1.775

2 Pemalang Pulosari Batursari 3.314 920

3 Pemalang Pulosari Penakir 5.819 1.64

4 Pemalang Pulosari Gunungsari 4.24 1.304

5 Pemalang Pulosari Jurangmangu 1.352 420

6 Pemalang Pulosari Gambuhan 8.731 2.447

7 Pemalang Pulosari Karangsari 5.302 2.416

8 Pemalang Pulosari Siremeng 5.258 1.83

9 Tegal Bumijawa Sigedong 7.285 1.818

10 Tegal Bumijawa Guci 5.279 1.392

11 Tegal Bumijawa Batumirah 4.503 1.21

12 Tegal Bojong Rembul 8.85 2.339

13 Tegal Bojong Dukuhtengah 3.121 935

abu lebat dan lahar.• Kawasan Rawan Bencana I

Adalah kawasan yang letaknya berpotensi terlanda lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di sepanjang sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu pebat dan lontaran batu (pijar).

Daerah G. Slamet mulai dari puncak hingga kakinya dibagi ke dalam 5 wilayah kabupaten. Sektor barat - baratlaut termasuk wilayah Kabupaten Brebes, sektor

utara termasuk wilayah Kabupaten Tegal, sektor timurlaut - tenggara termasuk wilayah Kabupaten Purbalingga dan sektor selatan - baratdaya termasuk wilayah Kabupaten Banyumas.

Pendataan penduduk (2019-2020) dititikberatkan pada pengumpulan data kependudukan yang termasuk ke dalam daerah KRB I dan KRB II dengan radius 4 - 8 km dari puncak. Wilayah tersebut sewaktu-waktu penduduknya akan terkena dampak akibat letusan. Data kependudukan di daerah G. Slamet dan sekitarnya yang termasuk kedalam daerah KRB I dan KRB II tersebut dapat dilihat dalam tabel.

Data kependudukan di daerah G. Slamet dan sekitarnya

Page 145: Gunung Api Indonesia - ESDM

Slamet 135

No KABUPATEN KECAMATAN DESA/KELURAHAN JUMLAH JUMLAH KK

14 Tegal Bojong Kedawung 3.312 924

15 Tegal Bojong Suniarsih 2.508 617

16 Brebes Paguyangan Pandansari 10.212 3.399

17 Brebes Sirampog Igirklanceng 2.78 931

18 Brebes Sirampog Dawuhan 7.635 2.462

19 Brebes Sirampog Batusari 3.111 1.01

20 Banyumas Karanglewas Sunyalangu 4.911 1.317

21 Banyumas Kedungbanteng Windujaya 2.556 723

22 Banyumas Kedungbanteng Melung 2.241 522

23 Banyumas Baturraden Kutasari 5.623 1.747

24 Banyumas Baturraden Pandak 2.708 780

25 Banyumas Baturraden Pamijen 2.792 695

26 Banyumas Baturraden Kemutug Lor 4.933 1.503

27 Banyumas Baturraden Karangmangu 2.857 842

28 Banyumas Sumbang Sikapat 4.084 1.208

29 Banyumas Sumbang Limpakuwus 4.915 1.578

30 Purbalingga Kutasari Karangaren 1.568 538

31 Purbalingga Kutasari Cendana 5.083 1.647

32 Purbalingga Mrebet Serayu Karanganyar 2.962 921

33 Purbalingga Mrebet Serayu Larangan 4.09 1.228

34 Purbalingga Mrebet Sangkanayu 6.014 1.976

35 Purbalingga Karangreja Serang 8.469 2.446

36 Purbalingga Karangreja Kutabawa 6.172 1.666

37 Purbalingga Karangreja Siwarak 7.442 2.268

Page 146: Gunung Api Indonesia - ESDM

136 Slamet

Sistem Pemantauan Gunung Api

Salah satu strategi mitigasi bencana letusan G. Slamet adalah dengan melakukan pemantauan aktivitas G. Slamet secara intensif dan kontinyu 24 jam. Dibangun juga Pos Pengamatan G. Slamet yang terletak di Desa Gambuhan, Kab. Pemalang yang berdiri sejak tahun 1986 yang digunakan untuk memantau operasional peralatan dan data pemantauan yang terekam di Pos PGA. Di Pos PGA Slamet ada 3 orang Pengamat Gunungapi yang juga bertugas di antaranya membuat laporan aktivitas G. Slamet setiap harinya.

Dengan menerapkan berbagai macam metode pemantauan gunungapi, seperti visual, seismik dan deformasi, hingga saat ini jaringan pemantauan G. Slamet dilengkapi dengan 5 stasiun seismik, 3 stasiun Tiltmeter yang dipasang baik di puncak maupun lereng dan sekitar G. Slamet, serta 2 CCTV untuk membantu pemantauan visual.

Jaringan Pemantuan G. Slamet

Page 147: Gunung Api Indonesia - ESDM

Dieng 137

Dieng21

Oleh: Priatna

Page 148: Gunung Api Indonesia - ESDM

138 Dieng

Aktivitas Gunung Dieng

Aktivitas Dieng di masa lampau didominasi oleh letusan eksplosif di Gunung Pakuwaja dan Gunung Butak Ptarangan. Berdasarkan sejarah tahun 1450 terjadi letusan eksplosif di Gunung Pakuwaja dan letusan berikutnya terjadi tahun 1825. Sementara itu letusan eksplosif di Butak Ptarangan terjadi tahun 1786 yang mengakibatkan 38 orang terluka.

Setelah letusan eksplosif yang terjadi di Pakuwaja dan Butak Ptarangan, aktivitas Dieng didominasi oleh letusan freatik. Tahun 1928 dan tahun 1939 pernah terjadi korban jiwa sebanyak 50 orang di Kawah Timbang akibat letusan freatik yang memuntahkan lumpur dan batu. Korban akibat gas beracun paling banyak terjadi tahun 1979, letusan freatik di Kawah Sinila memicu keluarnya gas di Kawah Timbang mengakibatkan 149 orang meninggal.

NEGERI DI ATAS AWAN, itulah sebutan yang melekat untuk Dieng, kompleks gunung api di Jawa Tengah yang kesehariannya sangat akrab dengan awan. Dieng yang sebagian besar wilayahnya masuk Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang menyajikan ragam pesona. Sisa aktivitas vulkanik berupa gunung, kawah, dan lapangan panas bumi menjadi warisan geologi yang bernilai.

Namun di balik semua pesona kawasan yang membentang 14 x 6 km arah barat laut - tenggara dengan tinggi 2200 hingga 2565 m dpl itu, ancaman gas beracun dan letusan freatik setiap saat mengintai. Ada 16 kawah yang dipantau, yaitu delapan kawah (Kabupaten Banjarnegara): Timbang,

Informasi Umum

Sinila, Sileri, Candradimuka, Sikidang, Sibanteng, Bitingan, dan Pagerkandang; tiga Kawah (Kabupaten Wonosobo): Pakuwaja, Sikendang, dan Pulosari; lima kawah (Kabupaten Batang): Sibanger, Wanapria, Wanasida, Gerlang, dan Siglagah.

Karakteristik Dieng masa lalu ditandai dengan letusan eksplosif dan disusul dengan aktivitas letusan freatik dan keluarnya gas dari rekahan dan lubang fumarol. Berdasarkan sejarah aktivitas Dieng hingga tahun 2019 tercatat sebanyak 468 korban jiwa dan 50 terluka. Hal ini menjadi bukti bahwa Dieng merupakan satu dari 127 gunung api di Indonesia yang perlu mendapat perhatian.

Ketiga peristiwa besar terjadi: dua kali di Kawah Sileri dan sekali di Kawah Timbang serta kejadian lainnya hingga tahun 2019 telah mengakibatkan 468 korban jiwa dan 50 orang terluka.

Aktivitas Gunung Dieng dipantau dari POS Pengamatan Gunung Api Dieng yang berlokasi di Desa Karang Tengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Sementara di lapangan telah dipasang peralatan seismik, sensor gas, sensor suhu. Sementara pengamatan visual dilakukan melalui CCTV untuk Kawah Timbang dan Kawah Sileri.

Berdasarkan hasil Kajian tahun 2019, Kawah Candradimuka masuk kelompok gunung api magmatik-hidrotermal, memiliki Suhu bawah permukaan dan fraksi magmatisme tertinggi di Dataran Tinggi Dieng.

Page 149: Gunung Api Indonesia - ESDM

Dieng 139

No Tahun Kawah Aktivitas Produk Korban Meninggal

Korban Luka VEI

1 1450 Pakuwaja eksplosif abu 3

2 1786 Butak Ptarangan eksplosif abu 38 2

3 1825 Pakuwaja eksplosif batu 2

4 1883 Sikidang meningkat lumpur 1

5 1883 Sibanteng meningkat lumpur -

6 1884 Sikidang freatik - 1

7 1895 Siglagah freatik semburan 1

8 1928 Timbang freatik batu 40 2

9 1939 Timbang freatik lumpur 10 2

10 1944 Sileri freatik - 117 2

11 1964 Sileri freatik lumpur 114 1

12 1965 Candradimuka freatik lumpur 1

13 1979 Sinila freatik lumpur 1

14 1979 Timbang aliran gas 149 -

15 1981 Sikidang freatik lumpur 1

16 1996 Padangsari freatik lumpur 1

17 2003 Sileri freatik lumpur 1

18 2009 Sibanteng freatik lumpur 1

19 2011 Timbang aliran gas 1

20 2013 Timbang aliran gas 1

21 2017 Sileri freatik latu 12 1

22 2018 Sileri lumpur lumpur 1

23 2019 Pagerkandang lumpur lumpur 1

Sejarah Letusan Gunung Dieng

Page 150: Gunung Api Indonesia - ESDM

140 Dieng

Berdasarkan kejadian masa lalu, hasil pemantauan terkini, dan hasil penelitian, maka telah disusun Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Api Dieng. Ancaman utama Dataran Tinggi Dieng adalah letusan freatik di Kawah Sileri dan ancaman gas beracun di Kawah Timbang.

Letusan Freatik Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk Kawah Sileri adalah pada saat tingkat aktivitas Level I (status normal) masyarakat tidak diperbolehkan berada dalam radius 200 m dari Kawah.

Ancaman Bahaya

Upaya Mitigasi Bencana

Berdasarkan hasil kajian tahun 2019 potensi bencana Gunung Dieng diklasifikasikan menurut tingkat magmatismc melalui pendekatan gas karbon dioksida dan suhu di bawah permukaan, serta nilai fraksi isotop oksigen-18. Berdasarkan kajian dan pengalaman di lapangan berikut ini prakiraan kejadian korban di kawah yang menjadi prioritas di Kabupaten Banjarnegara, yaitu Kawah Timbang, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka dan di Kabupaten Wonosobo, yaitu Kawah Sikendang yang berada di tepi Telaga Warna.

Gas BeracunBerasarkan kejadian tahun 2013 di Kawah Timbang maka disusun skenario bencana khusus di Kawasan Kawah Timbang sebagai ancaman utama bahaya di Dataran Tinggi Dieng. Desa terdampak: Sumberejo, dan dusun terdampak: Simbar, Serang, Kaliputih. Gas mengalir mencapai 2500 m ke arah selatan melalui lembah Kalisat. Dari ketiga dusun tersebut, jaraknya 1-1,5 km gas mengalir melewati lembah Kalisat. Permukiman yang berada di atas lembah aman dari ancaman gas ini. Ancaman utama gas kepada petani, pejalan kali, dan perlintasan jalan provinsi yang melewati Batur. Pada tahun 2013 tidak terjadi korban jiwa dengan cara pengaturan buka tutup jalan provinsi dan jalur lewat petani.

Kawah Timbang.

Page 151: Gunung Api Indonesia - ESDM

Dieng 141

Kawah TimbangPrakiraan bencana terjadi pada 30 orang petani dan pejalan kaki bisa terkena aliran gas beracun terutama gas karbon dioksida.

Kawah SileriPara petani dan pengunjung wisata air panas waterpark sekitar 20 orang bisa terkena lumpur dan batuan erupsi Kawah Sileri.

Kawah CandradimukaPejalan kaki dan pengunjung sekitar 10 orang bisa terkena semburan lumpur dan aliran gas beracun.

Kawah SikendangPengunjung Telaga Warna yang sering berfoto di lokasi Kawah Sikendang sekitar 10 orang bisa terkena aliran gas beracun.

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Dieng.

Page 152: Gunung Api Indonesia - ESDM

142 Dieng

Peta jaringan sistem pemantauan aktivitas Gunung Dieng.

Page 153: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sundoro 143

Sundoro22

Oleh: Iyan Mulyana

Page 154: Gunung Api Indonesia - ESDM

144 Sundoro

Sundoro merupakan gunungapi tipe A yang terletak di Kabupaten Wonosobo dan Temanggung, dengan posisi geografis 7º 18’ LS dan 109º 59’ 30” BT (Kusumadinata, 1979).

Menurut Neumann van Padang (1951, p.112), G. Sundoro merupakan kerucut gunung api yang sangat teratur, dipisahkan dari G. Sumbing oleh Pelana Kledung (1405 m). Di bagian timur dari puncak datar seluas 400 x 300 m terdapat kawah kembar besar K1 - K2 berukuran 210 x 150 m, sedangkan dataran Segero Wedi, Banjaran, Z3 dan Z4, di bagian barat dan utara, adalah sisa dari kawah utama dan sekunder.

Informasi Umum

Secara morfologi gunungapi ini terdiri dari kerucut utama dan kerucut-kerucut parasit. Kerucut utama tumbuh mencapai ketinggian 3500 m di atas permukaan laut, yang merupakan puncak G. Sundoro pada saat ini. Kerucut-kerucut parasit tumbuh pada ketinggian 1600 – 2500 m, antara lain: G. Kembang (+ 2339), G. Kekep (+1650 m), G. Watu (+ 1650 m), G. Arum (+ 2100 m), G. Kebonan (+ 1692 m), serta kerucut lainnya.

Aktivitas vulkanik di puncak umumnya berupa fumarola dan danau kawah dengan diameter sekitar 150 m dan kedalaman dari bibir kawah sekitar 75 m.

Panorama G. Sundoro dilihat dari Desa Tuksari sebelah tenggara dari Gunung Api Sundoro

Page 155: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sundoro 145

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Sundoro tercatat sejak tahun 1806. Interval letusan terbagi dalam jangka waktu pendek sekitar 1 – 4 tahun, dan interval panjang yaitu sekitar 15 – 60 tahun.

Setelah istirahat selama lk. 60 tahun, pada tahun 1970 terjadi kenaikan kegiatan tanpa menghasilkan suatu letusan.

Pada tahun 2011: November 2011 - 30 Maret 2012, teramati asap solfatara di beberapa tempat pada dinding dan dasar kawah utama. Aktivitas kegempaan juga mengalami peningkatan sejak bulan November 2011.

Karakter letusan umumnya berupa letusan abu dan letusan freatik. Namun hasil penelitian pada endapan batuan di sekitar kerucut-kerucut parasit dan pada tubuh G. Sundoro

diperkirakan erupsi efusif seperti leleran lava, pembentukan kubah lava serta aliran piroklastik pernah terjadi pada masa lampau. Erupsi terakhir diperkirakan terjadi pada 29 Oktober 1971 berupa letusan freatik.

Dari sejarah dan endapan hasil letusannya, diperkirakan letusan tipe strombolian mendominasi karakter letusan Gunung Sundoro.

Hembusan solfatara dari kawah aktif G. Sundoro.

Sejarah letusan G. Sundoro tercatat sejak tahun 1806.

Page 156: Gunung Api Indonesia - ESDM

146 Sundoro

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Sundoro dilakukan secara kontinyu dari Pos PGA G. Sundoro yang terletak di Desa Gentingsari, Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung. Sistem pemantauan di G. Sundoro pada saat ini dilakukan

Sistem Pemantauan Gunung Api

secara visual dan instrumentasi dengan menggunakan 3 stasiun seismik analog secara telemetri dengan menggunakan gelombang radio VHF, (St. Sidempul, St. Sibajak dan St. Mlalen) serta kamera CCTV (Pos).

Peta Jaringan Peralatan Pemantauan G. Sundoro.

Pos Pengamatan G Sundoro

Page 157: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sundoro 147

Peta KRB dan Potensi Bahaya

Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Sundoro terbagi 3 kawasan, yaitu:1. KRB III adalah kawasan yang sering terlanda awan

panas, aliran lava, gas beracun, bahan lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. Kawasan ini terdiri atas dua bagian, yaitu:a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa

berupa awan panas dan aliran lavab. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran

batu (pijar) dan hujan abu lebat2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan

panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa

berupa awan panas dan aliran lavab. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran

batu (pijar) dan hujan abu lebat3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terkena aliran

lahar dan kemungkinan dapat terkena perluasan aliran piroklastik (awan panas). Apabila letusannya membesar, maka kawasan ini sangat berpotensi tertimpa bahan jatuhan piroklastik berupa lontaran batu (pijar) dan hujan abu.

Desa yang terdampak sesuai Peta KRB G. Sundoro berada di 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo.

Luas wilayah Kabupaten Temanggung 870,65 km2 atau 87.065 Ha terbagi dalam 20 Kecamatan dengan jumlah penduduk 791.264 jiwa. Desa yang terdampak seperti yang tercantum pada Peta Kawasan Rawan Bencana G. Sundoro sebanyak 46 desa yang tersebar di 8 kecamatan, dengan rincian sebagai berikut:• 23 desa masuk KRB I dan KRB II dengan jumlah

penduduk 66.789 jiwa, 6 desa masuk KRB I, KRB II, dan KRB III dengan jumlah penduduk 14.318 jiwa.

• 9 desa berada di KRB II dengan jumlah penduduk 18.384 jiwa, 8 desa berada di KRB I dengan jumlah penduduk 21.331 jiwa.

Luas wilayah Kabupaten Wonosobo 984,68 km2 atau 98.468 Ha. Desa yang terdampak yang berada pada Peta Kawasan Rawan Bencana G. Sundoro sebanyak 34 desa yang tersebar di 7 kecamatan, dengan rincian sebagai berikut:• 21 desa masuk ke KRB I, KRB II, KRB III dengan jumlah

penduduk 91.730 jiwa.• 13 desa berada pada KRB I dengan jumlah penduduk

57.402 jiwa.

Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah desa KRB

Kejajar 11.478 3 I, II, IIIKretek 49.700 10 I, II, IIIGarung 30.552 8 I, II, IIIMojotengah 23.133 7 IWonosobo 23.133 2 ISelomerto 5.201 3 IKalijajar 5.935 1 I

Kabupaten Wonosobo

Kabupaten Temanggung

Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah desa KRB

Ngadirejo 30.746 10 I, IIBansari 18.384 9 IParakan 16.668 7 I, IIKledung 14.319 6 I, II, IIICandiro 7.859 2 I, IIJumo 6.919 4 IKedu 14.412 4 IBulu 11.516 4 I, II

Page 158: Gunung Api Indonesia - ESDM

148 Sundoro

Peta KRB G. Sundoro

Page 159: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sumbing 149

Sumbing23

Oleh: Kushendratno

Page 160: Gunung Api Indonesia - ESDM

150 Sumbing

Sumbing merupakan gunung api strato tipe A. Gunung yang terletak di Jawa Tengah ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo. Puncaknya berketinggian 3371 m dpl. Secara geografis terletak pada 07°17,08’ LS dan 110°03,8’ BT. Bibir kawah gunung sebelah timur laut telah hancur seperti tersobek. Oleh karena itu gunung ini diberi nama Sumbing, karena nampak seolah-olah seperti bibir sumbing.

Informasi Umum

Kota terdekat ke gunung ini adalah masing-masing Magelang di sebelah tenggara, Temanggung di sebelah timurlaut, Parakan di sebelah utara, dan Wonosobo di sebelah barat. Kaki gunung Sumbing sebelah baratlaut berbatasan dengan Gunung Sundoro, sedangkan di sebelah selatan dan tenggara berbatasan dengan Pegunungan Menoreh, Beser, dan Kekep.

Page 161: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sumbing 151

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah erupsi G. Sumbing tidak banyak diketahui, tetapi Neuman van Padang (1937) menyebutkan bahwa tahun 1730 terjadi letusan pada kawah menghasilkan leleran lava dan kubah lava. Tahun 1937 terjadi kegiatan solfatara

dengan temperatur 90ºC dan kubangan lumpur dekat kubah lava. Sejak leleran lava tahun 1730 dan kegiatan solfatara serta kubangan lumpur tahun 1937, hingga saat ini tidak jelas bagaimana karakter erupsi gunungapi ini.

Aktivitas vulkanik G. Sumbing dipantau secara terus-menerus dari Pos PGA Sumbing di Desa Gentingsari, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Saat ini, pemantauan G. Sumbing menggunakan satu stasiun seismik, hasil pemantauan kegempaan tersebut dilaporkan secara rutin setiap hari ke kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung melalui aplikasi MAGMA berbasis internet.

Sistem Pemantauan Gunung Api

Jaringan pemantauan aktivitas G. Sumbing.

Page 162: Gunung Api Indonesia - ESDM

152 Sumbing

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Sumbing dibuat tahun 2006 oleh R.D Hadisantono, dkk. Peta ini terbagi menjadi 3 KRB yaitu KRB III dengan radius lontaran 2 km dari puncak, KRB II dengan radius lontaran 5 km dari puncak, dan KRB I dengan radius lontaran 8 km dari puncak. Desa

yang terdampak KRB sebanyak 51 desa yang tersebar di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo, Magelang dan Temanggung. Adapun jiwa yang terancam sebanyak 167.283 jiwa.

Peta KRB G. Sumbing.

Page 163: Gunung Api Indonesia - ESDM

Sumbing 153

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

KRBI II

1 Wonosobo Kalikajar Lamuk 3845 √

2 Wonosobo Kalikajar Wonosari 2097 √

3 Wonosobo Kalikajar Purwojiwo 3086 √ √

4 Wonosobo Kalikajar Butuhlor 7038 √ √

5 Wonosobo Kalikajar Butuhkidul 2570 √

6 Wonosobo Kalikajar Bowongso 4576 √

7 Wonosobo Kalikajar Kwadungan 4294 √ √

8 Wonosobo Sapuran Banyumudal 6022 √ √

9 Wonosobo Sapuran Rimpak 3938 √ √

10 Wonosobo Kepil Ulosaren 4330 √ √

11 Wonosobo Kertek Reco 7724 √

12 Magelang Kajoran Sukomakmur 5414 √ √

13 Magelang Kajoran Sutopati 7540 √

14 Magelang Kaliangkrik Temanggung 6948 √ √

15 Magelang Kaliangkrik Adipuro 3043 √ √

16 Magelang Kaliangkrik Kaliangkrik 3971 √

17 Magelang Kaliangkrik Munggangsari 3424 √ √

18 Magelang Kaliangkrik Ngargosoko 3173 √ √

19 Magelang Kaliangkrik Pengarengan 1458 √ √

20 Magelang Kaliangkrik Mangli 2111 √ √

21 Magelang Kaliangkrik Balerejo 3195 √

22 Magelang Kaliangkrik Kebonlegi 1260 √ √

23 Magelang Windungsari Tanjungsari 3364 √ √

24 Magelang Windungsari Dampit 1139 √ √

25 Magelang Windungsari Womoroto 3035 √

26 Magelang Windungsari Ngemplak 2357 √ √

27 Magelang Windungsari Kalijoso 1160 √

Tabel Desa terdampak dan jumlah penduduk terancam (Data dukcapil, 2018)

Page 164: Gunung Api Indonesia - ESDM

154 Sumbing

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

KRBI II

28 Magelang Windungsari Gunungsari 2157 √

29 Temanggung Selopampang Tanggulanom 2988 √

30 Temanggung Selopampang Jetis 2245 √

31 Temanggung Tembarak Gandu 1575 √

32 Temanggung Tembarak Kemloko 4220 √

33 Temanggung Tembarak Banaran 1969 √

34 Temanggung Telogo Mulyo Legoksari 1736 √ √

35 Temanggung Telogo Mulyo Losari 2914 √ √

36 Temanggung Telogo Mulyo Pagersari 4824 √

37 Temanggung Bulu Bansari 3040 √

38 Temanggung Bulu Wonosari 2318 √ √

39 Temanggung Bulu Pagergunung 2446 √

40 Temanggung Bulu Gandurejo 5262 √

41 Temanggung Parakan Glapansari 3222 √

42 Temanggung Bulu wonotirto 4009 √

43 Temanggung Kledung Petarangan 3769 √

44 Temanggung Kledung Canggal 598 √

45 Temanggung Kledung Kruwisan 2345 √

46 Temanggung Kledung Kwadungandungun 2227 √

47 Temanggung Kledung Tlahab 4057 √

48 Temanggung Kledung Jambu 869 √ √

49 Temanggung Kledung Kedung 2709 √

50 Temanggung Kledung Batursari 1923 √ √

Page 165: Gunung Api Indonesia - ESDM

Merapi 155

Merapi24

Oleh: Lestari Agustiningtyas

Page 166: Gunung Api Indonesia - ESDM

156 Merapi

G. Merapi (2986 m dpl) terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Posisi geografinya terletak pada 7° 32’30” LS dan 110° 26’30” BT. Berdasarkan tatanan tektoniknya, gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia menunjam di bawah Lempeng Eurasia yang mengontrol vulkanisme di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Gunung Merapi muncul di bagian selatan dari kelurusan dari jajaran gunungapi di Jawa Tengah mulai dari utara ke selatan, yaitu Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi dengan arah N165 E. Kelurusan ini merupakan sebuah patahan yang berhubungan dengan retakan akibat aktivitas tektonik yang mendahului vulkanisme di Jawa Tengah. Aktivitas vulkanisme ini bergeser dari arah utara ke selatan, dimana G. Merapi muncul paling muda.

Secara garis besar sejarah geologi G. Merapi terbagi dalam empat periode, yaitu Pra Merapi, Merapi Tua,

Informasi Umum

Merapi Muda, dan Merapi Baru. Periode pertama adalah Pra Merapi dimulai sejak sekitar 700.000 tahun lalu dimana saat ini menyisakan jejak G. Bibi (2025 m dpl) di lereng timurlaut G. Merapi. Gunung Bibi memiliki lava yang bersifat basaltic andesit. Periode kedua, periode Merapi Tua menyisakan bukit Turgo dan Plawangan yang telah berumur antara 60.000 sampai 8.000 tahun. Saat ini kedua bukit tersebut mendominasi morfologi lereng selatan G. Merapi. Pada periode ketiga, yaitu Merapi Muda beraktivitas antara 8000 sampai 2000 tahun lalu. Di masa itu terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan Gajahmungkur yang sekarang tampak di lereng utara Gunung Merapi serta menyisakan kawah Pasar Bubar. Periode keempat aktivitas Merapi yang sekarang ini disebut Merapi Baru, dimana terbentuk kerucut puncak Merapi yang sekarang ini disebut sebagai Gunung Anyar di bekas kawah Pasar Bubar dimulai sekitar 2000 tahun yang lalu.

Peta lokasi G. Merapi yang terletak di Jawa Tengah

Page 167: Gunung Api Indonesia - ESDM

Merapi 157

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Merapi secara tertulis mulai tercatat sejak awal masa kolonial Belanda sekitar abad ke-17. Letusan sebelumnya tidak tercatat secara jelas. Sedangkan letusan-letusan besar yang terjadi pada masa sebelum periode Merapi baru, hanya didasarkan pada penentuan waktu relatif.

Berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, G. Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam 4 tahun. Masa istirahat berkisar antara 1-18 tahun, artinya masa istirahat terpanjang yang pernah tercatat andalah 18 tahun. Pada periode 3000 - 250 tahun yang lalu tercatat lebih kurang 33 kali letusan, dimana 7 diantaranya merupakan letusan besar (Andreastuti dkk, 2000). Pada periode Merapi baru telah terjadi beberapa kali letusan besar, yaitu abad ke-19 (tahun 1768, 1822,

1849, 1872) dan abad ke-20 yaitu 1930-1931. Erupsi abad ke-19 jauh lebih besar dari letusan abad ke-20, dimana awan panas mencapai 20 km dari puncak. Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall, 2000). Aktivitas Merapi pada abad ke-20 terjadi minimal 28 kali letusan, dimana letusan terbesar terjadi pada tahun 1931.

Secara umum, letusan Merapi pada abad ke-18 dan abab ke-19 masa istirahatnya relatif lebih panjang, sedangkan indeks letusannya lebih besar. Akan tetapi tidak bisa disimpulkan bahwa masa istirahat yang panjang, menentukan letusan yang akan datang relatif besar, karena berdasarkan fakta, beberapa letusan besar memiliki masa istirahat pendek. Atau sebaliknya, pada saat mengalami istirahat panjang, letusan berikutnya ternyata kecil. Ada kemungkinan juga

Morfologi Gunung Merapi (kiri) dan lelehan lava pijar di puncak Gunung Merapi (kanan).

Page 168: Gunung Api Indonesia - ESDM

158 Merapi

Strategi Mitigasi

bahwa periode panjang letusan pada abad ke-18 dan abad ke-19 disebabkan banyak letusan kecil yang tidak tercatat dengan baik, karena kondisi saat itu. Jadi besar kecilnya letusan lebih tergantung pada sifat kimia magma dan sifat fisika magma.

G. Merapi berbentuk sebuah kerucut gunungapi dengan komposisi magma basaltik andesit dengan kandungan silika (SiO2) berkisar antara 52 - 56%. Morfologi bagian puncaknya dicirikan oleh kawah yang berbentuk tapal kuda, dimana di tengahnya tumbuh kubah lava.

Letusan G. Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke permukaan membentuk kubah lava di tengah kawah aktif di sekitar puncak. Munculnya lava baru biasanya disertai dengan pengrusakan lava lama yang menutup aliran sehingga terjadi guguran lava. Lava baru yang mencapai permukaan membetuk kubah yang bisa tumbuh membesar. Pertumbuhan kubah lava sebanding dengan laju aliran magma yang bervariasi hingga mencapai ratusan ribu meter kubik per hari. Kubah lava yang tumbuh di kawah dan membesar menyebabkan ketidakstabilan. Kubah lava yang tidak stabil posisinya dan didorong oleh tekanan gas dari dalam menyebabkan sebagian longsor sehingga terjadi awan panas.

Awanpanas akan mengalir secara gravitasional menyusur lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km/jam dan akan berhenti ketika energi geraknya habis. Inilah awan panas yang disebut Tipe Merapi yang menjadi ancaman bahaya yang utama.

Dalam catatan sejarah, letusan G. Merapi pada umumnya tidak besar. Bila diukur berdasarkan indek letusan VEI (Volcano Explosivity Index) antara 1-4 dengan jarak luncur awanpanas berkisar antara 4-15 km. Letusan G. Merapi sejak tahun 1872-1931 mengarah ke barat-barat laut. Tetapi sejak letusan besar tahun 1930-1931, arah letusan dominan ke barat daya sampai dengan letusan tahun 2001. Kecuali pada letusan tahun 1994, terjadi penyimpangan ke arah selatan, yaitu ke hulu K. Boyong, terletak antara bukit Turgo dan Plawangan. Pada erupsi tahun 2006, terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah tenggara, dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali Gendol. Erupsi terbesar tahun 2010 terjadi pada tanggal 5 November 2010, yaitu terjadi penghancuran kubah lava yang menghasilkan awanpanas sejauh 15 km ke K. Gendol.

Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana yang dapat dilakukan melalui berbagai cara termasuk pelaksanaan penataan ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan tidak kalah penting adalah penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Apabila sudah mencapai fase krisis, harus dilakukan

tindakan operasional berupa pemberian peringatan dini, meningkatkan komunikasi dan prosedur pemberian informasi, menyusun rencana tanggap darurat yang berupa penerapan dari tindakan rencana keadaan darurat dan sesegera mungkin mendefinisikan perkiraan akhir dari fase kritis.a. Peringatan Dini Ada 4 tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana

Page 169: Gunung Api Indonesia - ESDM

Merapi 159

letusan Merapi, yaitu Aktif Normal, Waspada, Siaga, dan Awas.1) Aktif Normal: Aktivitas Merapi berdasarkan

data pengamatan instrumental dan visual tidak menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan.

2) Waspada: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada di kawasan rawan bencana Merapi.

3) Siaga: Peningkatan aktivitas Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu.

4) Awas: Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan panas.

Sarana komunikasi radio bergerak juga termasuk dalam sistem penyebaran informasi dan peringatan dini di Merapi. Komunikasi berkaitan dengan kondisi terakhir Merapi bisa dilakukan antara para pengamat gunungapi dengan kantor BPPTK, instansi terkait, aparat desa, SAR, dan lembaga swadaya masyarakat

khususnya yang tergabung dalam Forum Merapi. Salah satu poster penyebaran informasi di Gunung Merapi berkaitan dengan tingkat aktivitas adalah Poster “Catur Gatra Ngadepi Beboyo” yang sudah beredar di Desa-Desa Kawasan Rawan Bencana.

b. Penyebaran Informasi Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan pada

saat Merapi dalam keadaan status aktivitas yang membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam status aktif normal maupun pada status siaga. Namun demikian pada keadaan aktivitas Merapi meningkat seperti ketika aktivitas Merapi dinyatakan pada status Waspada dan atau Siaga menjelang terjadinya krisis Merapi sosialisasi dilakukan lebih sering. Sosialisasi status aktivitas dan ancaman bahaya Merapi pada intinya bertujuan untuk menyampaikan, menjelaskan kondisi vulkanis Merapi untuk menjaga kesiapan segenap aparat dan masyarakat dalam menghadapi peningkatan atau penurunan status aktivitas Gunung Merapi. Sasarannya antara lain adalah menyampaikan kondisi aktivitas Merapi terkini.

Pada 17 Desember 2007 di Yogyakarta, Bupati Klaten,

Bupati Boyolali, Bupati Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan Bupati Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana geologi (PVMBG) sepakat bekerja sama dalam “Forum Merapi” dalam rangka pengurangan risiko Merapi. Forum Merapi merupakan wadah bersama untuk menyatukan kekuatan, menyelaraskan program dan menjembatani komunikasi antar pelaku dalam kegiatan bersama untuk aksi pengurangan risiko bencana letusan G. Merapi serta menjaga kesinambungan daya dukung lingkungan bagi masyarakat sekitarnya. Perjanjian kerja sama “Forum Merapi” telah disepakati pada 19 Desember 2008. Kesepakatan kerja sama “Forum Merapi” berdasarkan pertimbangan kesadaran pentingnya kerja sama untuk

Page 170: Gunung Api Indonesia - ESDM

160 Merapi

mengurangi risiko bencana sebagaimana dirintis sejak 26 Mei 2006 di kantor Badan Koordinator II Magelang oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sleman, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Paguyuban Siaga Gunung (PASAG) Merapi, Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, serta didukung oleh Oxfam Great Bratain (GB), Deutsche Gesselschaft for Technische Zusammennabeit (GTZ), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan United nation Development Programme (UNDP).

c. Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB) Wajib Latih Penanggulangan bencana termasuk di

dalamnya adalah upaya mengurangi risiko bencana yang meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiap-siagaan, penyelamatan dan pemulihan. Kegiatan penanggulangan bencana merupakan satu kesatuan aktivitas yang melibatkan semua komponen masyarakat dan aparatur melalui koordinasi dari tingkat lokal sampai nasional. Peningkatan kapasitas kelembagaan maupun kapasitas masyarakat merupakan hal mutlak penting demi mengurangi risiko bencana. Konsep wajib latih muncul sebagai alternatif dalam rangka pengurangan risiko bencana melalui rekayasa sosial peningkatan kapasitas masyarakat di kawasan rawan bencana. Wajib latih adalah program berkesinambungan yang diharapkan dapat membentuk budaya siaga bencana pada masyarakat. Tujuan wajib latih adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat akan potensi ancaman bencana, menciptakan dan meningkatkan kesadaran akan risiko bencana. Sasaran wajib latih adalah penduduk yang berada di kawasan rawan bencana berusia 17-50 tahun atau sudah menikah, sehat jasmani dan rohani dan mendapat izin keluarga. Penyelenggaraan wajib latih dilakukan oleh instansi pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat

yang berkompeten di bidangnya dan dilakukan atas sepengetahuan pemerintah setempat.

Poster Catur Gatara Ngadepi Beboyo salah satu ouput yang dikeluarkan BPPTKG dalam upaya peringatan dini kepada masyarakat.

Page 171: Gunung Api Indonesia - ESDM

Merapi 161

Pemantauan Gunung Merapi

G. Merapi dikenal sebagai gunungapi yang sangat aktif. Oleh karena aktivitasnya yang tinggi, periode letusannya pendek, yaitu antara 2-7 tahun, para ahli gunungapi memanfaatkannya sebagai objek penelitian dan penyelidikan serta untuk ujicoba peralatan pemantauan. Sebagai akibatnya, hampir semua metoda pemantauan, baik yang konvensional hingga yang paling modern pernah diaplikasikan di G. Merapi.

Berikut ini disajikan berbagai metoda monitoring yang pernah diterapkan di G. Merapi dan hasilnya antara lain visual, seismik, deformasi, geokimia, gayaberat mikro, dan magnetik.a. Visual Pengamatan visual dilakukan dengan cara menggunakan

panca indra, baik itu penglihatan, pendengaran, bau asap dan lain-lain. Kondisi visual yang dapat diamati antara lain asap solfatara, kondisi cuaca, curah hujan, suara guguran, bau asap/belerang. Untuk itu terdapat 5 Pos Pengamatan, yaitu Pos Kaliurang, Pos Ngepos, Pos Babadan, Pos Jrakah, dan Pos Selo.

b. Seismik Seismograf elektromagnetik mulai digunakan pada

tahun 1969, yaitu menggunakan seismograf Hosaka yang menggunakan kabel agar dapat diletakkan di tempat-tempat yang lebih representatif. Saat ini terdapat 30 stasiun pemantauan seismik.

c. Deformasi Pengukuran deformasi G. Merapi dilakukan

dengan menggunakan berbagai metoda antara lain pengukuran jarak dengan EDM (Electronics Distance Measurement), GPS (Global Positioning System), dan Telemetri Tiltmeter. Saat ini terdapat 16 reflektor untuk pemantauan dengan EDM, 10 stasiun pemantauan dengan GPS dan 13 stasiun pemantauan dengan Tiltmeter.

d. Geokimia Sulfur dioksida (SO2) merupakan salah satu komponen

yang ada dalam gas vulkanik yang dimonitor emisinya untuk memantau aktivitas suatu gunungapi. Konsentrasi SO2 bervariasi antara 5% sampai 50% mol, dengan fluks yang bervariasi. Monitoring emisi SO2 suatu gunungapi biasanya menggunakan Corelation Spectroscopy (COSPEC). COSPEC mengukur kolom SO2 dengan menggunakan pancaran sinar ultra violet (UV) sebagai sumber energinya. Di Gunung Merapi, pengukuran emisi gas SO2 dengan COSPEC telah dilakukan secara harian sejak tahun 1990. Metoda ini merupakan salah satu pemantauan jarak jauh berdasarkan geokimia yang telah banyak diaplikasikan di gunungapi lain di dunia. Sebelum tahun 2010, monitoring gas vulkanik di Kawah Woro dan Kawah Gendol dilakukan dengan metoda pengambilan sampel gas menggunakan tabung Gigenbach. Dengan prinsip dan cara pengukuran yang sama dengan COSPEC, saat ini pengukuran emisi gas SO2 telah dikembangkan menggunakan DOAS (Differential Optical Absorption Spectroscopy) dan dipasang di Pos PGM Babadan. Selain itu, monitoring terhadap gas CO2 saat ini dilakukan dengan memasang sensor CO2 di lava 53 menggunakan telemetri.

e. Geofisika Pengamatan dengan metode geofisika di G. Merapi

dilakukan secara berkala antara lain Magnetik, Gravitasi, Magnetotelurik, dan Resistivitymeter. Pada dasarnya metode pengamatan dengan metode geofisika ini dilakukan untuk mendapatkan data Subsurface. Data subsurface yang diperoleh ini dapat menginterpretasikan kondisi kantong magma dan memonitoring adanya migrasi yang menuju ke permukaan. Salah satu hasil dari survei Geofisika metode gravitasi untuk mendeteksi subsurface.

Page 172: Gunung Api Indonesia - ESDM

162 Merapi

f. Pengamatan Morfologi Pengamatan morfologi didekati dengan metode foto.

Foto yang dikembangkan saat ini bisa dilakukan melalui fotoudara maupun fotogrametri. Metode foto udara menggunakan wahana berupa drone yang dilakukan secara berkala. Sedangkan metode fotogrametri

Lokasi Stasiun Pemantauan Gunung Merapi

Hasil data pengamatan dengan metode gravitasi untuk mengetahui subsurface kondisi bawah permukaan.

Metode foto udara ini efektif memberikan informasi perhitungan kualitatif volume pertumbuhan kubah lava, kendala metode ini adalah adanya angin kencang dan kabut yang menyebabkan misi ditunda atau dibatalkan.

didekati dengan kamera DSLR yang datanya ditelemetrikan dan diambil setiap jamnya. Dari metode foto ini lebih mudah mengamati perubahan morfologi, menghitung volume kubah lava dan kondisi morfologi terkini.

Page 173: Gunung Api Indonesia - ESDM

Merapi 163

Peta Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi terbagi menjadi 3 kawasan rawan bencana, yaitu:a. KRB I: rawan terhadap lahar/banjir dan kemungkinan

dapat terkena perluasan awan panas. Apabila erupsinya membesar, maka kawasan ini berpotensi tertimpa hujan abu dan lontaran batu (pijar). Peluapan lahar dapat terjadi apabila sungai (termasuk di bawah jembatan) tersumbat oleh pepohonan yang tumbang dan melintang di badan sungai. Untuk mengantisipasi ancaman lahar, perlu mensiagakan peralatan berat untuk menyingkirkan sumbatan, mencegah peluapan dan atau penyimpangan aliran lahar. Apabila terjadi banjir lahar dalam skala besar, warga masyarakat yang terancam agar menjauhi daerah aliran sungai dan menuju tempat-tempat evakuasi terdekat yang dianggap aman

b. KRB II: berpotensi terlanda aliran awanpanas, gas beracun, guguran batu (pijar) dan aliran lahar. Batas Kawasan Rawan Bencana II ditentukan berdasarkaan sejarah kegiatan lebih tua dari 100 tahun, dengan indeks letusan (VEI 3-4), baik untuk bahaya aliran massa ataupun bahaya material lontaran batu (pijar. Di dalam

peta, Kawasan Rawan Bencana II digambarkan berwana merah muda. Masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana II diharuskan mengungsi jika terjadi eskalasi ancaman letusan gunungapi sesuai dengan saran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sampai daerah ini dinyatakan aman kembali. Pernyataaan bahwa harus mengungsi, tetap tinggal di tempat, dan keadaan sudah aman kembali, diputuskan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. KRB III: sering terlanda awanpanas, aliran lava, guguran batu (pijar), gas racun dan lontaran batu (pijar) hingga radius 2 km. Oleh karena tingkat kerawanannya tinggi, Kawasan Rawan Bencana III tidak direkomendasikan sebagai hunian tetap. Dalam rangka upaya pengurangan risiko bencana, perlu dilakukan pengendalian tingkat kerentanan secara ketat. Apabila terjadi peningkatan aktivitas vulkanik G. Merapi, masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana III diprioritaskan untuk diungsikan terlebih dahulu. Berdasarkan Peta KRB G. Merapi, terdapat 22 desa yang berada pada KRB III.

Page 174: Gunung Api Indonesia - ESDM

164 Merapi

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi

Page 175: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 165

Kelud25

Oleh: Agoes Loeqman

Page 176: Gunung Api Indonesia - ESDM

166 Kelud

Kelud (Kelut, Klut, Coloot) merupakan Gunungapi aktif tipe A, berbentuk strato berdanau kawah, aktivitas erupsinya merupakan fenomena menarik dalam sejarah erupsi gunungapi di Indonesia, dan sudah tercatat sejak tahun 1000 A.D. dan telah mengakibatkan banyak korban jiwa. Erupsi yang terjadi umumnya silih berganti antara erupsi eksplosif dengan erupsi efusif (pembentukan kubah lava).

Gunungapi Kelud memiliki berbagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Selain produk hasil erupsi masa lampau yang dapat digunakan sebagai bahan galian golongan C untuk bahan bangunan, G. Kelud memiliki potensi wisata yang sangat menarik mulai dari perkebunan, hutan hingga area kawahnya, juga situs purbakala berupa candi-candi peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu yang sempat tertimbun akibat bencana erupsi G. Kelud.

Informasi Umum

Meski pascaerupsi 2014 belum menunjukkan adanya peningkatan aktivitas, namun mengingat banyaknya pengunjung dan warga yang beraktivitas di sekitar G. Kelud, maka hal ini menimbulkan risiko yang cukup tinggi, sehingga kegiatan pemantauan aktivitas G. Kelud harus terus dilakukan selama 24 jam.

Akses termudah menuju G. Kelud adalah melalui Kota Kediri (kota terdekat), setelah melewati Pos PGA Kelud yang berada di Dusun Margo Mulyo, Desa Sugih Waras Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri (7º 55’ 40.14” LS dan 112º 14’ 45.48” BT) perjalanan menuju puncak/kawah dari Pos PGA Kelud dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu 30 menit.

Page 177: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 167

Sejarah, Interval, dan Karakteristik Erupsi

Sejarah aktivitas G. Kelud tercatat sejak tahun 1000, dengan interval erupsi 1 – 311 tahun. Erupsi pada 1586 merupakan erupsi yang paling banyak menimbulkan korban jiwa, yaitu kl. 10.000 orang meninggal dunia. Sementara selama abad ke-20 telah terjadi 7 kali erupsi, masing-masing pada tahun

1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, dan 2014 dengan jumlah korban seluruhnya mencapai 5435 jiwa.

Sejarah mencatat, erupsi Kelud terjadi silih berganti antara eksplosif dan efusif (pembentukan kubah lava). Erupsi

Lokasi secara administratif Kelud berada di tiga wilayah kabupaten: Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur. Posisi geografis puncaknya berada pada posisi 7º56’00” LS & 112º18’30” BT, dengan tinggi mencapai 1731 m dpl.

Page 178: Gunung Api Indonesia - ESDM

168 Kelud

yang terjadi umumnya erupsi eksplosif dan diakhiri dengan pembentukan kubah lava sebagai akhir dari perioda erupsi. Adanya endapan piroklastik serta lava di puncak G. Kelud menjadi bukti adanya perioda erupsi yang silih berganti antara erupsi ekplosif dan pembentukan kubah lava (efusif).

Erupsi gunungapi Kelud terakhir pada 13 Februari 2014 bersifat eksplosif yang menghancurkan kubah lava (hasil erupsi sebelumnya yang bersifat efusif pada 3 November 2007). Gejala erupsi pada November 2007 diawali dengan terjadinya perubahan warna air danau kawah dan

Sejarah mencatat, erupsi Kelud terjadi silih berganti antara eksplosif dan efusif (pembentukan kubah lava). (Kiri atas) Erupsi tahun 1990, (kanan atas) erupsi tahun 2014, dan (bawah) erupsi 2007.

Page 179: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 169

Aktivitas erupsi G. Kelud yang silih berganti anatara erupsi eksplosif dan efusif menyebabkan perubahan morfologi di sekitar puncak/Kawah. (Kiri atas) April 2007, (kanan atas) Desember 2013, dan (bawah) November 2019.

meningkatnya kandungan gas CO2 yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya gempa vulkanik serta suhu danau kawah. Sementara erupsi Februari 2014 diawali dengan

meningkatnya gempa vulkanik sejak akhir November 2013 dan mencapai puncaknya pada awal Februari 2014.

Page 180: Gunung Api Indonesia - ESDM

170 Kelud

Tahun Korban Jumlah Keterangan1785 ? ? informasi tidak rinci

1811 ? ? 5 Juni, informasi tidak rinci

1825 ada ? informasi tidak rinci

1826 tidak - 11, 14, 18 dan 25 Oktober, tidak rinci

1835 ? - informasi tidak rinci

1848 ada ? 16 Mei, kawah terbuka ke selatan

1851 ? ? 24 Januari, informasi tidak rinci

1864 ? ? 3-4 Januari informasi tidak rinci

1901 tidak ? erupsi eksplosif kawah pusat (20 jt m3)

1919 ada 5.160 erupsi eksplosif kawah pusat (py. flow)

1920 tidak - sumbat lava terbentuk

1951 ada 7 erupsi eksplosif (200 jt m3) bom sampe Wlingi

1966 ada 210 erupsi eksplosif (90 jt m3) lahar Bladak

1990 tidak - erupsi eksplosif (24 jt m3)

2007 tidak - pembentukan kubah lava

2014 tidak - erupsi eksplosif (105 jt m3)

Tahun Korban Jumlah Keterangan1000 ? ? Erupsi pusat

1311 ada ? Informasi tidak rinci

1334 ada ? Informasi tidak rinci

1376 ? ? Erupsi pusat, kubah lava terbentuk

1385 ? ? informasi tidak rinci

1395 ? ? informasi tidak rinci

1411 ? ? informasi tidak rinci

1451 ? ? informasi tidak rinci

1462 ? ? informasi tidak rinci

1481 ? ? informasi tidak rinci

1548 ? ? informasi tidak rinci

1586 ada 10.000 informasi tidak rinci

1641 ? ? informasi tidak rinci

1716 ada ? 20 Juli, Informasi tidak rinci

1752 tidak - 1 Mei, erupsi pusat

1771 tidak - 10 Januari, erupsi pusat

1776 ? ? informasi tidak rinci

Interval erupsi G. Kelud

Tabel sejarah erupsi G. Kelud.

Page 181: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 171

Untuk mengantisipasi sekecil mungkin dampak negatif yang ditimbulkan oleh erupsi G. Kelud, maka usaha penanggulangan bahaya baik sebelum, selama berlangsung, dan sesudah erupsi harus terus dilakukan. Kegiatan usaha penanggulangan bahaya sebelum terjadi erupsi letusan antara lain adalah pemantauan aktivitas gunung secara menerus dan terpadu baik secara visual ataupun instrumental dengan bermacam metoda.

Pemantauan aktivitas G. Kelud dipusatkan di Pos PGA Kelud di Dusun Margo Mulyo, Desa Sugih Waras Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri (7º 55’ 40,14” LS

Strategi dan Mitigasi Bencana

dan 112º 14’ 45,48” BT), meliputi pemantauan visual dari warna, ketebalan dan tinggi asap solfatara dan cuaca di sekitar puncak, disamping itu dilakukan pengamatan langsung ke danau kawah meliputi pengukuran suhu dan PH air, mengamati perubahan warna air dan gelembung-gelembung gas yang muncul pada permukaan air danau kawah. Selain secara visual, pemantauan selama 24 jam dilakukan pula dengan metoda kegempaan (seismic) dan deformasi, beberapa peralatan pemantauan berupa seismometer, GPS, tiltmeter, CCTV telah dipasang permanen di tubuh G. Kelud dan semua data ditelemetrikan ke POS PGA Kelud.

Peta lokasi stasiun pemantauan G. Kelud pascaerupsi Februari 2014.

Page 182: Gunung Api Indonesia - ESDM

172 Kelud

Dalam mengantisipasi terjadinya erupsi G. Kelud, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah membuat Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB), yang identik dengan peta daerah bahaya gunungapi, merupakan peta petunjuk yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana suatu daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta KRB biasanya disusun berdasarkan sejarah erupsi, kondisi geologi, demografi, dan perkiraan/model kejadian erupsi yang akan datang, sehingga dalam peta ini kita dapat memperoleh informasi mengenai jenis dan tipe bahaya gunungapi, kawasan rawan bencana, arah pengungsian, lokasi pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Peta KRB G. Kelud dibagi kedalam tiga kawasan rawan bencana, yaitu: 1. KRB III adalah kawasan yang selalu terancam awan

panas, gas beracun, lahar letusan, dan kemungkinan aliran lava, lontaran batu (pijar) dan lumpur panas. Kawasan ini meliputi daerah pucak dan sekitarnya (radius 7 km). Tercatat 17 Desa berada dalam KRB III ini, yaitu: Sugihwaras, Satak, Puncu, Besowo, Sepawon (Kediri), Slumbung, Tulungrejo, Ngaringan, Soso, Gadungan, Sumberagung, Sumbersari, Penataran, Karangrejo, Sidodadi (Blitar), Pandanari, Ngantru (Malang).

2. KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lahar letusan dan lahar hujan, hujan abu dan dapat terkena lontaran batu pijar (radius 10 km). Tercatat 6 desa berada dalam KRB II ini, yaitu Sugihwaras, Sempu, Satak, Puncu, Besowo, Kebonrejo, Sepawon (Kediri), Slumbung, Tulungrejo, Krisik, Ngaringan, Soso, Gadungan, Sumberagung, Sumbersari, Penataran, Karangrejo, Sidodadi (Blitar), Pandansari, Ngantru, Sidodadi, Pagersari, Pondokagung (Malang).

3. KRB I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar hujan, dan kemungkinan dapat terlanda lahar letusan, hujan abu, dan lontaran batu (radius 14 km serta sepanjang sungai-sungai yang berhulu dari puncak/kawah G. Kelud).

Desa yang diperkirakan akan terdampak erupsi G. Kelud pada Peta KRB sebanyak 202 desa yang tersebar di 4 kabupaten dengan jumlah jiwa yang terancam sebanyak 1.109.603 jiwa. Khusus untuk KRB I, kemungkinan jumlah penduduk terdampak berkurang, mengingat tidak semua wilayah desa di KRB I terlewati oleh aliran sungai.

KRB dan Potensi Ancaman

Tabel Desa dan Jumlah Penduduk yang terdampak (Dukcapil, Kemendagri 2018)

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

1 Kediri Ngancar Sugihwaras 3624 √ √ √

2 Kediri Ngancar Sempu 3546 √ √

3 Kediri Ngancar Ngancar 4504 √

4 Kediri Ngancar Manggis 4641 √

5 Kediri Ngancar Margourip 5914 √

Page 183: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 173

Peta KRB G. Kelud.

Page 184: Gunung Api Indonesia - ESDM

174 Kelud

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

6 Kediri Ngancar Kunjang 5781 √

7 Kediri Ngancar Bedali 8677 √

8 Kediri Puncu Satak 3419 √ √ √

9 Kediri Puncu Puncu 8277 √ √ √

10 Kediri Puncu Manggis 8282 √

11 Kediri Puncu Sidomulyo 6107 √

12 Kediri Puncu Watugede 3276 √

13 Kediri Puncu Gadungan 17089 √

14 Kediri Puncu Wonorejo 7591 √

15 Kediri Puncu Asmorobangun 8864 √

16 Kediri Kepung Besowo 7749 √ √ √

17 Kediri Kepung Kebonrejo 4439 √ √

18 Kediri Kepung Krenceng 10045 √

19 Kediri Kepung Siman 7390 √

20 Kediri Kepung Brumbung 6121

21 Kediri Posoklaten Sepawon 6094 √ √ √

22 Kediri Posoklaten Plosokidul 3051 √

23 Kediri Posoklaten Jarak 8300 √

24 Kediri Posoklaten Brenggolo 5946 √

25 Kediri Posoklaten Wonorejotrisulo 4760 √

26 Kediri Posoklaten Sumberagung 8407 √

27 Kediri Posoklaten Pranggang 9264 √

28 Kediri Kras Pelas 3511 √

29 Kediri Kras Bleber 1577 √

30 Kediri Kras Setonorejo 3313 √

31 Kediri Kras Rejomulyo 2913 √

32 Kediri Kras Mojosari 3860 √

33 Kediri Kras Karangtalun 3865 √

Page 185: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 175

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

34 Kediri Kras Purwodadi 4577 √

35 Kediri Kras Kras 4933 √

36 Kediri Kras Nyawangan 3194 √

37 Kediri Kras Jambean 4508 √

38 Kediri Kras Krandang 4804 √

39 Kediri Kras Kanigoro 3993 √

40 Kediri Kras Bendosari 4334 √

41 Kediri Wates Duwet 8227 √

42 Kediri Wates Segaran 2030 √

43 Kediri Wates Tawang 10170 √

44 Kediri Kandat Selosari 4625 √

45 Kediri Kandat Karangrejo 5583 √

46 Kediri Kandat Kandat 6736 √

47 Kediri Kandat Cendono 4812 √

48 Kediri Ngadiluwuh Dukuh 7662 √

49 Kediri Ngadiluwuh Slumbung 2777 √

50 Kediri Ngadiluwuh Purwokerto 7216 √

51 Kediri Ngadiluwuh Branggahan 6428 √

52 Kediri Ngadiluwuh Banggle 3747 √

53 Kediri Ngadiluwuh Seketi 3976 √

54 Kediri Ngadiluwuh Tales 10264 √

55 Kediri Pare Sidorejo 5416 √

56 Kediri Pare Sambirejo 7358 √

57 Kediri Pare Darungan 5184 √

58 Kediri Pare Bendo 17205 √

59 Kediri Pare Tertek 12927 √

60 Kediri Pare Gedangsewu 5630 √

61 Kediri Pare Tulungrejo 16977 √

62 Kediri Pare Pare 18342 √

Page 186: Gunung Api Indonesia - ESDM

176 Kelud

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

63 Kediri Gurah Bangkok 5783 √

64 Kediri Gurah Besuk 5042 √

65 Kediri Gurah Banyuanyar 2902 √

66 Kediri Gurah Sumbercangkring 4136 √

67 Kediri Gurah Gurah 5160 √

68 Kediri Gurah Sukorejo 3516 √

69 Kediri Gurah Tirulor 6208 √

70 Kediri Gurah Tirukidul 5055 √

71 Kediri Gurah Gayam 5411 √

72 Kediri Gurah Tambakrejo 3397 √

73 Kediri Kayen Kidul Sukoharjo 3792 √

74 Kediri Kayen Kidul Mukuh 4412 √

75 Kediri Kayen Kidul Sambirobyong 3326 √

76 Kediri Kayen Kidul Senden 4112 √

77 Kediri Kayen Kidul Semambung 900 √

78 Kediri Kayen Kidul Bangsongan 5971 √

79 Kediri Kayen Kidul Nanggungan 3451 √

80 Kediri Kayen Kidul Padangan 7474 √

81 Kediri Kayen Kidul Sekaran 2810 √

82 Kediri Kayen Kidul Jambu 5663 √

83 Kediri Papar Pehwetan 3044 √

84 Kediri Papar Pehkulon 2984 √

85 Kediri Papar Minggiran 3418 √

86 Kediri Papar Kwaron 911 √

87 Kediri Pagu Wonosari 3513 √

88 Kediri Pagu Bulupasar 3997 √

89 Kediri Pagu Tenggerkidul 3792 √

90 Kediri Pagu Semanding 3313 √

91 Kediri Pagu Pagu 1612 √

Page 187: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 177

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

92 Kediri Pagu Sitimerto 4156 √

93 Kediri Pagu Jagung 1948 √

94 Kediri Ngasem Toyoresmi 2562 √

95 Kediri Ngasem Nambaan 4482 √

96 Kediri Ngasem Wonocatur 1725 √

97 Kediri Gampengrejo Sambiresik 4012 √

98 Kediri Gampengrejo Gampeng 3992 √

99 Kediri Ringinrejo Batuaji 5551 √

101 Kediri Ringinrejo Dawung 5393 √

102 Kediri Ringinrejo Purwodadi 5170 √

103 Kediri Ringinrejo Selodono 7179 √

104 Kediri Ringinrejo Suluhbango 3918 √

105 Kediri Ringinrejo Nambakan 2879 √

106 Kediri Ringinrejo Susuhbango 3918 √

107 Blitar Gandusari Slumbung 3166 √ √ √

108 Blitar Gandusari Tulung Rejo 4410 √ √ √

109 Blitar Gandusari Krisik 6694 √ √

110 Blitar Gandusari Ngaringan 7715 √ √ √

111 Blitar Gandusari Soso 4436 √ √ √

112 Blitar Gandusari Gadungan 6899 √ √ √

113 Blitar Gandusari Sumberagung 6679 √ √ √

114 Blitar Gandusari Semen 7420 √

115 Blitar Gandusari Gandusari 2727 √

116 Blitar Gandusari Butun 5079 √

117 Blitar Nglegok Sumbersari 9836 √ √ √

118 Blitar Nglegok Penataran 10314 √ √ √

119 Blitar Nglegok Modangan 7545 √

120 Blitar Nglegok Kedawung 7046 √

121 Blitar Garum Karangrejo 9915 √ √ √

Page 188: Gunung Api Indonesia - ESDM

178 Kelud

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

122 Blitar Garum Sidodadi 11858 √ √ √

123 Blitar Garum Slorok 7997 √

124 Blitar Garum Tawangsari 8004 √

125 Blitar Garum Sumberdiren 1976 √

126 Blitar Garum Garum 6171 √

127 Blitar Garum Pojok 7970 √

128 Blitar Pongok Candirejo 9530 √

129 Blitar Pongok Karangbendo 6979 √

130 Blitar Pongok Bacem 6102 √

131 Blitar Pongok Ponggok 12054 √

132 Blitar Pongok Pojok 4621 √

133 Blitar Pongok Maliran 5900 √

134 Blitar Pongok Jatilengger 3963 √

135 Blitar Pongok Kawedusan 4156 √

136 Blitar Pongok Kebonduren 9796 √

137 Blitar Pongok Ringinanyar 2553 √

138 Blitar Pongok Dadaplangu 4721 √

139 Blitar Pongok Langon 2979 √

140 Blitar Pongok Bendo 5157 √

141 Blitar Pongok Sidorejo 15925 √

142 Blitar Pongok Gembongan 12036 √

143 Blitar Srengat Kendalrejo 2533 √

144 Blitar Srengat Kandangan 3877 √

145 Blitar Srengat Selokajang 6077 √

146 Blitar Srengat Ngaglik 6078 √

147 Blitar Srengat Togogan 3424 √

148 Blitar Srengat Srengat 6485 √

149 Blitar Srengat Kerjen 2847 √

150 Blitar Srengat Karanggayam 5033 √

Page 189: Gunung Api Indonesia - ESDM

Kelud 179

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

151 Blitar Srengat Pakisrejo 3439 √

152 Blitar Wonodadi Kunir 6595 √

153 Blitar Wonodadi Gandekan 6659 √

154 Blitar Wonodadi Kebonagung 4254 √

155 Blitar Wonodadi Tawangrejo 4075 √

156 Blitar Wonodadi Rejosari 2070 √

157 Blitar Wonodadi Salam 2498 √

158 Blitar Wonodadi Jaten 1843 √

159 Blitar Udanawu Sumbersari 3287 √

160 Blitar Udanawu Mangunan 3057 √

161 Blitar Udanawu Karanggondang 2607 √

162 Blitar Udanawu Ringinanom 5680 √

163 Blitar Udanawu Tunjung 3145 √

164 Blitar Udanawu Temenggungan 2877 √

165 Blitar Udanawu Jati 2592 √

166 Blitar Welingi Babadan 9524 √

167 Blitar Welingi Tembalang 1472 √

168 Blitar Welingi Ngadirenggo 5924 √

169 Blitar Welingi Welingi 7038 √

170 Blitar Welingi Beru 7830 √

171 Blitar Welingi Tangkil 6496 √

172 Blitar Talun Kawelon 4111 √

173 Blitar Talun Bajang 5466 √

174 Blitar Talun Talun 6727 √

175 Blitar Talun Kamulan 3214 √

176 Blitar Talun Kadalrejo 10744 √

177 Blitar Talun Pasirharjo 3688 √

178 Blitar Talun Wonorejo 4487 √

179 Blitar Talun Sragi 2182 √

Page 190: Gunung Api Indonesia - ESDM

180 Kelud

No Kabupaten Kecamatan Desa Jumlah Penduduk KRB III KRB II KRB I

180 Blitar Talun Bondosewu 5634 √

181 Blitar Talun Jeblog 4337 √

182 Blitar Talun Tumpang 5413 √

183 Blitar Talun Jabung 3591 √

184 Blitar Selopuro Jambewangi 4104 √

185 Blitar Selopuro Mronjo 5932 √

186 Blitar Selopuro Jatitengah 3679 √

187 Blitar Selopuro Mandesan 4564 √

188 Blitar Kanigoro Papungan 6363 √

189 Blitar Kanigoro Kuningan 3097 √

190 Blitar Kanigoro Gaprang 5504 √

191 Blitar Kanigoro Jatinom 5301 √

192 Blitar Kanigoro Minggirsari 3823 √

193 Blitar Bangkalan Klabetan 3002 √

194 Malang Ngantang Pandansari 4724 √ √ √

195 Malang Ngantang Ngantru 5320 √ √ √

196 Malang Ngantang Sidodadi 5082 √ √

197 Malang Ngantang Pagersari 3222 √ √

198 Malang Ngantang Banturejo 3303 √

199 Malang Ngantang Banjarejo 4693 √

201 Malang Kesembon Pondokagung 6303 √ √

202 Malang Kesembon Bayem 5818 √

203 Tulungagung Ngantru Pojok 6480 √

204 Tulungagung Ngantru Banjarsari 4228 √

Page 191: Gunung Api Indonesia - ESDM

Arjuno-Welirang 181

Arjuno-Welirang26

Oleh: Cahya Patria

Page 192: Gunung Api Indonesia - ESDM

182 Arjuno-Welirang

Kompleks Gunungapi Arjuno-Welirang adalah merupakan salah satu gunungapi Tipe A yang mempunyai beberapa kerucut di puncaknya. Secara administratif masuk dalam tiga kabupaten, yaitu: Malang, Mojokerto, dan Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Sejarah aktivitas kompleks G. Arjuno-Welirang tidak banyak menunjukkan kegiatannya, meskipun di puncaknya banyak ditemukan sisa-sisa kawah yang mencirikan kegiatan di

Informasi Umum

masa lampau (pra sejarah). Letusan terakhir terjadi pada tahun Oktober 1950, kemudian Agustus 1952.

Langkah mitigasi bahaya letusan G. Arjuno Welirang di antaranya pembuatan Peta KRB dan pengamatan aktivitas vulkanik dari Pos G. Arjuno Welirang di Dusun Kesiman, Desa Sukoreno, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur.

Lokasi G. Arjuno-Welirang di Jawa Timur.

Page 193: Gunung Api Indonesia - ESDM

Arjuno-Welirang 183

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Kompleks G. Arjuno-Welirang mempunyai beberapa kerucut di puncaknya yaitu: Kerucut G. Arjuno ( 3.339 m dpl, kerucut tertua), Kerucut G. Bakal (2.960 m dpl), Kerucut G. Kembar II (3.126 m dpl), Kerucut G. Kembar I (3.030 m dpl), dan Kerucut G. Welirang (3.156 m dpl). Kerucut-kerucut tersebut terbentuk akibat perpindahan titik erupsi yang membentuk kelurusan berarah tenggara – baratlaut dan dikontrol oleh sesar normal. Selain kerucut-kerucut tersebut terdapat pula beberapa kerucut parasit yang merupakan hasil letusan samping pada tubuh Kompleks G. Arjuno-Welirang. Kerucut parasit tersebut adalah G. Ringgit (2.477 m dpl) di bagian timurlaut, G. Pundak (1.544 m dpl) dan G. Butak (1207 m dpl) di bagian utara, serta dua buah kerucut lainnya, yaitu G. Wadon dan G. Princi yang terdapat pada tubuh bagian timur.

Secara geografis kompleks G. Arjuno-Welirang 07º 40’- 07º 53’ Lintang Selatan dan 112º 31.7’ - 112º 42.52’ Bujur Timur, dengan ketinggian G. Arjuno 3.339 m dpl dan G. Welirang 3.156 m dpl.

Dalam masa sejarah aktivitas kompleks G. Arjuno-Welirang tidak banyak menunjukkan kegiatannya, meskipun di puncaknya banyak ditemukan sisa-sisa kawah yang mencirikan kegiatan di masa lampau (pra sejarah). Oleh karena itu komplek G. Arjuna Welirang digolongkan ke dalam gunungapi tipe B yang bertahap solfatara berdasarkan klasifikasi sejarah erupsi gunungapi di Indonesia.

Namun setelah terjadinya letusan pada tahun 1950, kompleks gunungapi ini dimasukkan kedalam kelompok gunungapi tipe A (Hadikoesoemo, 1957). Adapun kegiatan yang tercatat dalam sejarah gunungapi ini adalah: • 1950, Pada tanggal 30 Oktober terjadi letusan abu

pada ketinggian antara 2500 m dan 2.700 m di bagian barat laut G. Welirang

• 1952, Bulan Agustus terjadi hembusan asap putih tebal dan lumpur belerang dari kawah Plupuh (bagian barat laut lk 4 km dari puncak). Aliran lumpur belerang putih kekuningan mencapai beberapa ratus meter.

Strategi Mitigasi Bencana

Kawasan Rawan BencanaArjuno-Welirang merupakan kompleks gunungapi dengan 5 kerucut utama di kawasan puncak, yaitu: Arjuno (3.339 m), Bakal (2.960 m), Kembar II (3.126 m), Kembar I (3.030m) dan Welirang (3.156). Pemunculan kerucut-kerucut gunungapi tersebut diinterpretasikan sebagai pengaruh struktur geologi berarah relatif baratlaut – tenggara. Selain kerucut di bagian puncaknya, Arjuno-Welirang memiliki beberapa kerucut samping yang muncul di bagian lereng.

Berdasarkan peta KRB G. Arjuno-Welirang terbit tahun 2009 yang dibuat oleh M. Sumaryadi dkk., tingkat kerawanan bencana G. Arjuno-Welirang dibagi menjadi tiga tingkatan (secara berurutan dari tingkat tertinggi ke terendah), yaitu: Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.

Kawasan Rawan Bencana III. Kawasan yang sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava dan gas racun.

Page 194: Gunung Api Indonesia - ESDM

184 Arjuno-Welirang

Peta KRB kompleks G. Arjuno-Welirang.

Page 195: Gunung Api Indonesia - ESDM

Arjuno-Welirang 185

Pada radius 3 km dari sumber erupsi berpotensi tertimpa lontaran batu (pijar), hujan lumpur dan hujan abu lebat.

Kawasan Rawan Bencana II. Kawasan yang berpotensi terlanda awan panas dan aliran lava. Pada radius 5 km dari sumber erupsi berpotensi tertimpa hujan abu lebat dan kemungkinan lontaran batu (pijar).

Kawasan Rawan Bencana I. Kawasan yang sangat berpotensi terlanda lahar hujan dan kemungkinan perluasan awan panas. Pada radius 5 km dari sumber erupsi berpotensi tertimpa hujan abu dan kemungkinan lontaran batu (pijar).

Sistem PemantauanPemantauan kegiatan G. Arjuno-Welirang secara berkesinambungan dilakukan oleh Pos Pengamatan G. Arjuno Welirang yang terletak di desa Sukoreno, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Metoda pemantauan yang saat ini berjalan adalah visual, seismik (kegempaan) dan deformasi:• Dua station seismometer• Satu titik ukur deformasi (tiltmeter)• Satu Infrasound (di Pos PGA)• Satu CCTV (di Pos PGA)

Jejaring alat pengamatan aktivitas vulkanik G. Arjuno - Welirang

Pos PGA Arjuno - Welirang

Page 196: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 197: Gunung Api Indonesia - ESDM

Semeru 187

Semeru27

Oleh: Kristianto

Page 198: Gunung Api Indonesia - ESDM

188 Semeru

Semeru merupakan salah satu gunungapi paling aktif di Indonesia, terkenal dengan sebutan gunungapi yang tidak pernah istirahat atau selalu menampakkan aktivitas letusannya, selalu menunjukkan aktivitas letusan abu rata-rata setiap 20 – 30 menit. Secara geografis terletak pada 08°06’30” lintang selatan dan 112°55‘00” bujur timur dengan tinggi puncaknya (Mahameru) 3676 m dpl yang merupakan puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa. Secara adiministratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur.

Informasi Umum

Puncak Gunung Semeru dapat dijangkau dari tiga arah, yaitu dari Lumajang, Malang, dan Bromo. Pendakian ke puncak Gunung Semeru dimulai dari Ranupane kemudian menuju ke Ranu Kumbolo, Kalimati atau Arcopodo dan berakhir di puncak G. Semeru. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 2 hari dengan satu kali bermalam di Ranupane.

Page 199: Gunung Api Indonesia - ESDM

Semeru 189

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Gunung Semeru diketahui meletus dalam catatan sejarah dimulai tahun 1818, dengan masa istirahat terpanjang 11 tahun. Aktivitas erupsi Gunung Semeru berupa pertumbuhan kubah lava, letusan abu yang disertai dengan aliran lava, guguran material pijar, serta terjadinya awan panas guguran dari ujung aliran lava. Aktivitas erupsi saat ini terdapat di Kawah Jonggring Seloko yang terbentuk sejak 1913. Sejak 1946 hingga saat ini, aktivitas letusannya tidak pernah berhenti, letusan terjadi setiap interval antara 15 menit hingga 1 jam. Beberapa kejadian awan panas guguran yang pernah terjadi mencapai jarak luncur 8 km (1963), 10 km (1977, 1981), 11,5 km (1994), dan 11 km (2002) yang mengarah ke Besuk Sat, Besuk, Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Kobokan. Bahaya sekunder berupa lahar merupakan ancaman yang cukup signifikan dan sering menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur jalan serta bangunan.

Foto Awan Panas Guguran (APG) Gunung Semeru tanggal 4 November 2010 (kiri), dan tanggal 2 Februari 2012 (kanan).

Grafik Interval letusan Gunung Semeru

Page 200: Gunung Api Indonesia - ESDM

190 Semeru

Dalam rangka mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana Gunung Semeru, strategi mitigasi yang dilaksanakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi adalah dengan membangun Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) serta melengkapinya dengan peralatan

Strategi Mitigasi

Letusan G. Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian. Letusan tipe vulkanian dicirikan dengan letusan eksplosif yang kadang-kadang menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya. Selanjutnya terjadi letusan bertipe strombolian yang biasanya diikuti dengan pembentukan kubah dan lidah lava baru. Intensitas letusan tertinggi antara VEI 2 – 3 (Sumber: GVP, Smithsonian Institute).

Pada saat terjadi letusan eksplosif biasanya dikuti oleh terjadinya aliran awan panas yang mengalir ke lembah-lembah yang lebih rendah dan arah alirannya sesuai dengan bukaan kawah dan lembah-lembah di G. Semeru. Arah bukaan kawah G. Semeru saat ini ke arah tenggara atau mengarah ke hulu Besuk Kembar. Aliran awan panas di G. Semeru umumnya berupa aliran awan panas guguran yang terjadi dari ujung aliran lava.

pemantau gunungapi. Sehingga dengan keberadaan Pos PGA dan peralatan pemantauannya tersebut dapat diketahui dengan baik aktivitas vulkanik saat naiknya magma ke permukaan. Metode yang digunakan dalam pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Semeru adalah

Jaringan pemantauan aktivitas G. Semeru.

Page 201: Gunung Api Indonesia - ESDM

Semeru 191

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

metode visual, seismik, dan deformasi. Pengamatan aktivitas visual, kegempaan, dan deformasi dilakukan secara menerus dari arah Pos Pengamatan Gunungapi di Gunungsawur Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang yang berjarak 11,5 km arah tenggara dan Pos PGA Argopuro Desa Argoyuono, Kecamatan

Ampelgading, Kabupaten Malang berjarak 9 km arah baratdaya dari puncak Semeru. Sistem pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Semeru terdiri dari 5 stasiun seismik (St. Kepolo, St. Leker, St. Bang, St. Kamar A, St. Argosuko), 4 (empat) stasiun GPS (Leker, Puncak, Argosuko, Pos), dan dua kamera CCTV.

Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasikan berpotensi terancam bahaya letusan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kawasan-kawasan tersebut ditentukan atas dasar kemungkinan pola sebaran jenis potensi bahaya yang dikaitkan terhadap situasi topografi/geomorfologinya, sehingga dapat diperkirakan pola sebaran masing-masing jenis produk pada letusan yang akan datang.

Peta kawasan rawan bencana gunungapi yang identik dengan peta daerah bahaya gunungapi adalah peta petunjuk yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana suatu daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta ini juga menerangkan jenis dan tipe bahaya gunungapi, kawasan rawan bencana, arah pengungsian, lokasi pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Peta kawasan rawan bencana Gunung Semeru dibagi kedalam tiga kawasan rawan bencana, yaitu: Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana III.

Kawasan Rawan Bencana I Kawasan Rawan Bencana I adalah daerah waspada yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dilanda perluasan awan panas dan aliran lava. Bila erupsi membesar, daerah ini mungkin dilanda hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar).

Kawasan Rawan Bencana I ini dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa, seperti:

lahar/banjir dan kemungkinan perluasan awan panas atau aliran lava.

2. Kawasan rawan bencana terhadap material jatuhan seperti: jatuhan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar), tanpa memperhitungkan arah angin.

Pada kawasan rawan bencana ini masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan gunungapi dan atau hujan lebat, dengan memperhatikan perkembangan kegiatan gunungapi yang dinyatakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sambil menunggu perintah dari Pemerintah Daerah, sesuai peraturan yang berlaku apakah mereka harus mengungsi atau masih dapat tinggal di tempat.

Kawasan Rawan Bencana II Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, lontaran batu (pijar), aliran lava, hujan abu lebat, hujan lumpur (panas) atau lahar dan gas beracun.

Kawasan Rawan Bencana II ini dibedakan menjadi dua kelompok:

Page 202: Gunung Api Indonesia - ESDM

192 Semeru

1. Kawasan rawan terhadap awan panas, aliran lava, guguran lava, aliran lahar, dan gas beracun terutama hulu K. Manjing, K. Glidik, K. Sumbersari, Besuk Sarat, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, K. Pancing, Besuk Semut, Besuk Tunggeng, Besuk Sat, K. Mujur, K. Liprak, K. Regoyo dan K. Rejali.

2. Kawasan rawan bencana terhadap hujan abu lebat, lontaran batu (pijar) dan/atau hujan lumpur panas.

Pada Kawasan Rawan Bencana II masyarakat diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi, sesuai dengan saran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sampai daerah ini dinyatakan aman kembali. Pernyataan bahwa harus mengungsi, tetap tinggal di tempat dan keadaan sudah aman kembali diputuskan oleh Pemerintah Daerah, sesuai peraturan yang berlaku.

Kawasan Rawan Bencana IIIKawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, material lontaran dan guguran batu (pijar). Kawasan ini meliputi daerah puncak dan sekitarnya dan beberapa lembah sungai yang berasal dari daerah puncak, seperti: Kali Glidik, Besuk Sarat, Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, Besuk Semut/Curah Lengkong, dan Besuk Sat. Daerah yang mungkin dapat terlanda awan panas paling jauh diperkirakan berkisar 9 - 14 km, yaitu ke arah Besuk Bang, Besuk Kembar dan Besuk Kobokan - Lengkong.

Pada Kawasan Rawan Bencana III tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan aktivitas lainnya. Pernyataan daerah tidak layak huni, tinggal di tempat dan keadaan sudah aman kembali diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah atas saran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Kabupaten Lumajang pada 2015 yang masuk dalam kawasan rawan bencana Gunung Semeru dapat dilihat

dalam tabel di bawah ini:

No Kecamatan Desa Jumlah Penduduk

1 Candipuro Jugosari 1.681

2 Candipuro Sumberwuluh 3.803

3 Candipuro Penanggal 2.23

4 Candipuro Sumbermujur 2.541

5 Candipuro Kloposawit 1.969

6 Candipuro Sumberrejo 1.804

7 Pronojiwo Pronojiwo 7.491

8 Pronojiwo Supiturang 5.793

9 Pronojiwo Oro-oro Ombo 8.809

10 Pronojiwo Sumberurip 4.118

11 Pasrujambe Pasrujambe 3.13

12 Pasrujambe Kertosari 1.255

13 Pasirian Gondoruso 3.025

14 Pasirian Sememu 3.689

15 Pasirian Nguter 1.729

16 Tempeh Gesang 1.903

17 Tempeh Jatisasi 1.528

Skenario dampak erupsi Gunungapi Semeru berdasarkan data Peta Kawasan Rawan Bencana jika terjadi erupsi besar sehingga seluruh kawasan rawan bencana III, II, dan I terlanda oleh material erupsi primer maupun sekunder, maka wilayah yang terdampak di Kabupaten Lumajang terdapat 49 dusun di 18 desa tersebar pada 5 kecamatan yang terdampak dengan jumlah total penduduk terdampak 56.498 jiwa. Sehingga dalam skenario dampak erupsi ini, setidaknya terdapat 4 aspek yang harus dipertimbangkan dalam penanganan bencananya, yaitu aspek kependudukan, aspek sarana dan prasarana, aspek sosial ekonomi, serta aspek lingkungan dan pemerintahan.

Page 203: Gunung Api Indonesia - ESDM

Semeru 193

Peta KRB G. Semeru.

Page 204: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 205: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bromo 195

Bromo28

Oleh: Iyan Mulyana

Page 206: Gunung Api Indonesia - ESDM

196 Bromo

Gunungapi Bromo secara admisnistratif termasuk dalam 4 wilayah, yaitu Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Malang Provinsi Jawa Timur. Secara geografis gunungapi ini terletak pada posisi 7° 55’ 30” LS dan 112°37’ 00” BT dengan ketinggian puncaknya 2.329 m dpl. Gunungapi Bromo muncul dalam Kaldera Tengger yang berdiameter 8000 m (utara – selatan) dan 10.000 m (barat – timur), selain G. Bromo ada juga G. Batok dengan ketinggian 2.440 m dpl; G. Widodaren dengan ketiggian 2614 m dpl; G.Watangan dengan ketinggian 2.601 m dpl; dan G. Kursi dengan ketinggian 2.581 m dpl (Sjarifuddin, 1900).

Informasi Umum

Pegunungan Tengger mempunyai sejarah gunungapi yang panjang, dimulai dari 1,4 juta tahun yang lalu (Mulyadi, 1992). Para ahli gunungapi menamakan pegunungan ini dengan Kompleks Bromo – Tengger, terdiri dari beberapa tubuh gunungapi dengan pusat erupsi utamanya membentuk busur. Pada masa pertumbuhannya kegiatan eksplosif dan efusif telah membentuk kerucut Nongkojajar (1,4 ± 0,2 juta tahun yang lalu), Kerucut Ngadisari (822 ± 90 ribu tahun yang lalu), Kerucut Tengger Tua (265 ± 40 ribu tahun yang lalu), Kerucut Keciri (tidak diketahui umurnya) dan Kerucut Cemoro Lawang (144 - 135 ± 30 ribu tahun yang lalu).

Panorama G. Bromo dilihat dari Pos PGA Bromo

Page 207: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bromo 197

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Bromo tercatat pertama kali pada September 1804. Interval letusan G. Bromo berkisar antara 1 hingga 16 tahun. Letusan G. Bromo terkadang tidak diiringi dengan prekursor yang jelas. Namun pada saat erupsi umumnya amplitudo gempa Tremor meningkat. Gempa Vulkanik Dalam terkadang terekam sebelum terjadi erupsi.

Selama 2 dekade terakhir, G. Bromo telah meletus sebanyak 5 kali, yaitu pada tahun 1995, 2000, 2004, 2010, dan 2016, dengan interval letusan berkisar pada 4 – 6 tahun.

Pada rentang waktu tahun 2017 - 2018 G. Bromo tidak mengalami erupsi, namun peningkatan amplitudo gempa tremor menerus terjadi pada bulan Desember 2017. Pada tanggal 4 Maret 2019 G. Bromo memasuki kembali perioda erupsi yang ditandai dengan terekamnya Gempa Letusan, peningkatan amplitudo Gempa Tremor Menerus, dan peningkatan asap kawah menjadi berwarna kelabu tebal. Aktivitas erupsi semakin meningkat pada tanggal 17 - 22 Maret 2019.

Karakteristik letusan umumnya berupa letusan abu, lapili, dan bom gunungapi dari kawah pusat dan tidak mengalirkan lava (Sjarifudin, 1990). Suara gemuruh umumnya terdengar pada saat erupsi yang disertai erupsi abu. Suara dentuman sering pula terjadi yang menandakan terjadinya letusan eksplosif dan lontaran material pijar. Hujan abu bisa terjadi secara menerus dan merusak lahan pertanian di sekitar G. Bromo. Material hasil letusan bisa terlihat di dalam dan sekitar kaldera lautan pasir.

Asap kawah utama dengan warna putih hingga coklat dan intensitas tipis hingga tebal ketinggian maksimum 900 m dari atas puncak (A. Basuki, 2019).

Interval Letusan G. Bromo

Asap kawah utama dengan warna putih hingga coklat dan intensitas tipis hingga tebal ketinggian maksimum 900 m dari atas puncak

Erupsi strombolian Februari 2010

Page 208: Gunung Api Indonesia - ESDM

198 Bromo

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Bromo dilakukan secara kontinyu dari Pos Pengamatan Gunungapi Bromo yang berada di Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

Aktivitas vulkanik G. Bromo dipantau dengan beragam metode, baik secara visual maupun instrumental. Sistem

Sistem Pemantauan Gunung Api

pemantauan G. Bromo secara permanen dan dengan menempatkan 4 stasiun seismik (stasiun Pos, Bromo, Kursi, dan Mungal), 1 stasiun tiltmeter, 1 stasiun Borehole Tiltmeter dan kamera CCTV (Pos). Dilakukan pula pengukuran EDM periodik dengan 3 titik reflektor (Bromo, Kursi, Batok).

Peta jaringan pemantauan aktivitas G. Bromo.

Pos Pengamatan Gunungapi Bromo.

Page 209: Gunung Api Indonesia - ESDM

Bromo 199

Peta KRB dan Potensi Bahaya

Potensi bahaya erupsi G. Bromo tertuang dalam Peta Kawasan Rawan Bencana G. Bromo. Berdasarkan sejarah dan sebaran produk erupsi, Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Bromo dibagi menjadi:a. Kawasan Rawan Bencana III, yaitu kawasan yang

berpotensi tinggi terlanda aliran lava, guguran lava, gas vulkanik beracun, dan lahar. Kawasan ini juga berpotensi tinggi terlanda lontaran batu (pijar) berukuran lebih dari 64 mm dan hujan abu lebat. KRB ini berada dalam radius 2 km dari kawah aktif.

b. Kawasan Rawan Bencana II, yaitu kawasan yang berpotensi sedang terlanda aliran lava, lahar dan lontaran batu (pijar) berukuran maksimum 64 mm dan hujan abu lebat. KRB ini berada dalam radius 4 km dari kawah aktif.

c. Kawasan Rawan Bencana I, yaitu kawasan yang berpotensi terlanda lontaran batu berukuran maksimum

10 mm dan hujan abu lebat, meliputi radius 6 km dari kawah aktif.

Potensi bahaya saat ini berupa terjadinya erupsi freatik dan magmatik yang tiba-tiba, sebaran material vulkaniknya berupa hujan abu dan lontaran batu (pijar) mulai sekitar kawah hingga radius 1 km dari pusat erupsi.

Desa yang akan terdampak sebanyak 13 desa yang berada di 4 kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Malang. Dari 4 kabupaten tersebut, desa yang terdampak berada di 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Tosari, Puspo, dan Lumbang yang berada di Kabupaten Pasuruan, Kecamatan Sukapura di Kabupaten Probolinggo, Kecamatan Senduro di Kabupaten Lumajang dan Kecamatan Pocokusumo di Kabupaten Malang.

No Kabupaten Kecamatan Desa JumlahPenduduk

KRBI II III

1 Pasuruan Tosari Mororejo 2.039 √ √ √

2 Pasuruan Tosari Podokoyo 1.915 √ √ √

3 Pasuruan Tosari Wonokitri 3.073 √ √ √

4 Pasuruan Puspo Kedawung 1.918 √

5 Pasuruan Lumbang Wonorejo 1.877 √

6 Probolinggo Sukapura Ngadisari 1.512 √ √ √

7 Probolinggo Sukapura Wonotoro 649 √

8 Probolinggo Sukapura Wonokerto 1.264 √

9 Probolinggo Sukapura Ngadas 677 √ √ √

10 Probolinggo Sukapura Ngadirejo 1.421 √ √ √

Tabel Jumlah Penduduk di KRB (data 30 Juni 2018)

Page 210: Gunung Api Indonesia - ESDM

200 Bromo

No Kabupaten Kecamatan Desa JumlahPenduduk

KRBI II III

11 Probolinggo Sukapura Sariwani 1.383 √ √

12 Lumajang Senduro Ranupani 1.401 √

13 Malang Poncokusumo Ngadas 1.700 √

Peta KRB G. Bromo

Page 211: Gunung Api Indonesia - ESDM

Lamongan 201

Lamongan29

Oleh: Sofyan Primulyana

Page 212: Gunung Api Indonesia - ESDM

202 Lamongan

Lamongan termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Posisi geografis puncak 7º 59’ LS dan 113º 20,5’ BT serta ketinggian 1651 m dpl (di atas muka laut). Menariknya, Gunung Lamongan dikelilingi oleh 64 pusat erupsi samping/parasitik yang menghasilkan 37 kerucut vulkanik dan 27 buah maar.

Dari kajian geologi, G. Lamongan merupakan gunungapi muda dari G. Tarub yang berada di bagian Timur.

Informasi Umum

Pertumbuhan G. Lamongan diduga akibat proses pensesaran pada tubuh G. Tarub yang berarah tenggara-baratlaut. Pensesaran ini menyebabkan runtuhnya sebagian tubuh G. Tarubdi bagian barat, lebih lanjut muncul tubuh G. Lamongan. Gunung Lamongan merupakan gunungapi yang produk erupsinya berkompisisi basalt, yang mana komposisi basalt tersebut sangat jarang ditemukan di gunung-gunung berapi yang berada di jalur Busur Sunda.

Gunung Lamongan difoto dari sisi Barat

Page 213: Gunung Api Indonesia - ESDM

Lamongan 203

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Lamongan tercatat pernah meletus sejak tahun 1799 hingga tahun1898. Tidak kurang dari 31 kali letusan pernah terjadi sejak tahun 1799. Interval letusan berkisar antara 1 hingga 53 tahun. Karakter letusannya pada umumnya berupa letusan abu, lontaran batu (pijar), beberapa kali letusan diantaranya menghasilkan aliran lava pijar dari kawah pusat. Periode tahun 1841 hingga 1849 merupakan letusan yang cukup besar, menyebabkan sebagian dinding kawah runtuh, menghasilkan aliran lava mencapai sekitar 1 km dari puncak. Periode tahun 1861 hingga 1861 terjadi lagi letusan yang cukup besar menghasilkan aliran lava ke selatan hingga mencapai sekitar Desa Salak, berjarak

sekitar 3 km dari puncak. Antara tahun 1925 hingga 2005, peningkatan aktivitas Lamongan berupa meningkatnya gempa-gempa tektonik lokal, seringkali disertai kejadian retakan tanah.

Setelah tahun 1898 atau sejak tahun 1925 hingga saat ini, peningkatan aktivitas vulkanik yang terjadi berupa peningkatan jumlah gempa-gempa Tektonik Lokal, tercatat sekitar 8 kali kejadian gempa Tektonik Lokal yang mengakibatkan retakan tanah pada bagian tubuh Gunung Lamongan.

Interval letusan G. Lamongan

Page 214: Gunung Api Indonesia - ESDM

204 Lamongan

Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (KRB) adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi terancam bahaya erupsi baik secara langsung maupun tidak langsung. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi merupakan peta petunjuk tingkat kerawanan yang berpotensi menimbulkan bencana pada suatu kawasan apabila terjadi erupsi gunungapi. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi disusun berdasarkan data geologi, kegunungapian, sebaran permukiman, dan infrastruktur. Peta ini memuat informasi tentang jenis bahaya gunungapi, daerah rawan bencana, arah/jalur penyelamatan diri dan lokasi pengungsian. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lamongan hanya berlaku dengan syarat-syarat: erupsi terjadi di kawah pusat, arah erupsi kurang lebih tegak lurus, tidak terjadi pembentukan kaldera, morfologi puncak gunungapi relatif tidak berubah. Sehingga apabila terjadi erupsi/kegiatan baru yang menyimpang atau lebih besar dari erupsi/kegiatan normal maka Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi direvisi kembali.

Di Lamongan, Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) merupakan kawasan yang sangat berpotensi terlanda aliran piroklastik (awan panas), aliran lava, guguran lava pijar, lahar, lontaran batu (pijar), serta hujan abu lebat.

Di KRB III yang sangat berpotensi terancam oleh material aliran berada di daerah puncak serta kaki gunung bagian Utara, Barat, hingga Selatan. Di KRB III sangat berpotensi tertimpa oleh lontaran batu (pijar) berdiameter lebih dari 64 mm hingga radius 2 km dari puncak. Di wilayah KRB III ini tidak terdapat pemukiman penduduk.

KRB dan Potensi Ancaman

Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) merupakan kawasan yang berpotensi terlanda perluasan aliran lava, guguran lava, lahar, lontaran batu (pijar), serta hujan abu (lebat).

Di KRB II yang berpotensi terlanda oleh material aliran merupakan perluasan dari wilayah KRB III, yaitu wilayah di kaki gunung bagian utara, barat, hingga selatan. Di KRB II yang berpotensi tertimpa oleh lontaran batu (pijar) berdiameter maksimum 64 mm hingga radius 3,5 km dari puncak. Di wilayah KRB II terdapat pemukiman yang berpotensi terlanda aliran lahar, hujan abu, serta lontaran batu yaitu Desa Alun-Alun, Papringan, Sumber Wringin, Sumber Petung, Salak, dan Kali Penggung. Berdasarkan data dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah penduduk yang bermukim di desa-desa tersebut adalah 27.213 orang atau 7431 kepala keluarga.

Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu, serta hujan abu. Di KRB I yang berpotensi tertimpa oleh lontaran batu berdiameter kurang dari 10 mm hingga radius 7 km dari puncak . Wilayah pemukiman yang berpotensi terlanda aliran lahar adalah Desa Alun-Alun, Ranu Bedali, Sumber Petung, Tegal Randu, Papringan, Ranu Pakis, Sumber Wringin, Duren, Ranu Wurung, Salak, Kali Penggung, Tlogo Sari, Ranu Agung, dan Ranu Gedang. Hujan abu dapat melanda desa-desa tersebut dan tergantung arah serta kecepatan angin. Berdasarkan data dari Disdukcapil tahun 2018, total jumlah penduduk yang bermukim di desa-desa tersebut adalah 46.549 orang atau 13.772 kepala keluarga.

Page 215: Gunung Api Indonesia - ESDM

Lamongan 205

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lamongan, Jawa Timur

Page 216: Gunung Api Indonesia - ESDM

206 Lamongan

Strategi Mitigasi Bencana

Salah satu strategi upaya mitigasi bencana gunungapi, selain membuat peta kawasan rawan bencana juga melakukan pemantauan aktivitas atau gejala peningkatan aktivitas gunungapinya. Khususnya di Lamongan, telah dilakukan pemantauan aktivitas kegempaan secara kontinyu melalui peralatan pencatat gempa atau seismograf dengan sistem analog dan digital. Terdapat 4 stasiun seismik yang dipasang di tubuh G. Lamongan, yaitu stasiun seismik ANYR menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di wilayah Gunung Anyar (koordinat 7°59’35” LS; 113°18’34” BT, Elevasi 461 m), Stasiun seismik MEJA menggunakan

seismometer tipe L4C di pasang di wilayah Gunung Meja (koordinat 7°58’30” LS; 113°18’34” BT, Elevasi 365 m), Stasiun seismik BKCL menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di wilayah Bukit Cilik (koordinat 7°57’46” LS; 113°17’23” BT, Elevasi 448 m). Stasiun seismik PREGI menggunakan seismometer tipe L4C di pasang di Bukit Pregi (koordinat 7°57’57” LS; 113°18’58” BT, Elevasi 602 m). Pemantauan lainnya adalah pengamatan kondisi asap di puncak yang dilakukan secara visual dari pos pengamatan gunungapi.

Pos Pengamatan Gunungapi Lamongan.

Peta Lokasi Stasiun pemantauan seismik di G. Lamongan.

Page 217: Gunung Api Indonesia - ESDM

Raung 207

Raung30

Oleh: Sucahyo Adi

Page 218: Gunung Api Indonesia - ESDM

208 Raung

Raung merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur yang terletak di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. Posisi geografi puncak terletak pada 8° 07,5’ LS dan 114° 02,5’ BT. Gunungapi Raung (nama lain: Rawon), dengan kerucut terpancung yang muncul di lereng barat Kompleks Kaldera Ijen, memiliki ketinggian puncak mencapai 3328 m dpl. Raung merupakan gunungapi strato berkaldera, dengan kawah utama Kaldera Raung serta kawah lainnya, yaitu Tegal Alun-alun dan Tegal Brungbung. Kaldera Raung berbentuk ellips dengan ukuran 1750 x 2250 m, dengan kedalaman 400-550 m dari pematang gunung.

Pusat erupsi G. Raung saat ini berada pada dasar kaldera. Karakter letusan G. Raung bersifat eksplosif dan menghasilkan abu yang dilontarkan ke udara dan pernah terjadi awan panas yang meluncur menyelimuti sebagian tubuh gunungapinya pada tahun 1953. Bahaya utama letusan G. Raung adalah bahaya langsung akibat dari letusan seperti luncuran awan panas dan lontaran

Informasi Umum

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan yang pertama kali diketahui terjadi pada tahun 1586, berupa letusan dahsyat melanda beberapa daerah dan terdapat korban manusia, kemudian yang terakhir terjadi peningkatan kegiatan berupa letusan abu pada tahun 2015. Sepanjang sejarah letusan G. Raung menunjukkan sifat yang ekplosif, letusan tersebut menghasilkan abu yang dilontarkan ke udara dan awan panas yang mengalir

piroklastik. Perioda letusan terpendek antara dua letusan adalah 1 tahun dan terpanjang 90 tahun.

menyelimuti sebagian tubuh gunungapinya, seperti yang pernah terjadi tahun 1953 dengan tinggi asap letusan mencapai lk. 6 km di atas puncak. Penyebaran abu letusannya dihembuskan angin hingga mencapai radius lk. 200 km. Demikian juga letusan yang terjadi pada 13 - 19 Februari 1956, tinggi tiang asap letusan mencapai lk. 12 km. Suara dentuman letusan terdengar selama lk. 4 jam hingga jauh di Surabaya dan Malang, hujan abu yang dihembuskan angin menyebar hingga Bali dan Surabaya.

Letusan G. Raung 25 Juli 2015

Page 219: Gunung Api Indonesia - ESDM

Raung 209

Pada tahun 1973 dilaporkan pernah terjadi peningkatan kegiatan berupa letusan abu dan menghasilkan leleran lava yang mengalir tidak jauh dari kawahnya yang berada di dasar kaldera. Tembusan fumarola terdapat pada puncak kerucut sinder dan di bagian tubuh aliran lava.

Pusat kegiatan letusan G. Raung saat sekarang berada pada dasar kaldera yang melingkar berbentuk ellips dengan garis tengah lk. 1750 x 2250 m, dinding kaldera sangat terjal, kedalaman dasarnya diduga lk. 400 - 500 m di bawah pematang kaldera. Bulan Februari 1902, pada dasar kaldera muncul kerucut pusat setinggi lk. 90 m. Letusan dan peningkatan kegiatan vulkanik yang terjadi dalam sejarah tercatat sejak abad ke-16, yaitu sejak tahun 1586 sampai abad ke-20, yaitu peningkatan kegiatan terakhir tahun 1973, berdasarkan tahun letusan telah terjadi 43 kali letusan dan peningkatan kegiatan. Letusan yang cukup hebat yang menimbulkan kerusakan dan korban manusia terjadi pada tahun 1586, 1597, 1638, 1730, 1817, dan 1838. Sejarah mencatat bahwa letusan G. Raung bersifat ekplosif, menghasilkan abu yang dilontarkan ke udara dan pernah terjadi awan panas yang meluncur menyelimuti sebagian tubuh gunungapinya, seperti yang pernah terjadi tahun 1953 dengan tinggi asap letusan mencapai lk. 6 km di atas puncak. Penyebaran abu letusan tertiup angin sampai sejauh lk. 200 km. Letusan yang terjadi pada 13 - 19 Februari 1956, tinggi tiang asap letusan mencapai lk. 12 km dari puncak. Suara dentuman terdengar selama lk. 4 jam hingga jauh di Surabaya. Pada tahun 1973 pernah terjadi peningkatan kegiatan berupa letusan abu dan menghasilkan leleran lava yang mengalir tidak jauh dari kawahnya di dasar kaldera.

Tembusan fumarola mengepul pada puncak kerucut sinder dan di bagian tubuh aliran lava. Bahaya utama letusan G. Raung atau bahaya primer adalah bahaya akibat langsung

dari letusan seperti luncuran awan panas dan lontaran piroklastik. Sedangkan bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung dari letusan gunungapi adalah lahar hujan yang terjadi setelah letusan apabila turun hujan lebat di sekitar puncak G. Raung.

Jauhnya sebaran jatuhan piroklastik tergantung pada ketinggian lontaran dan pada kencangnya angin yang meniup pada waktu letusan, terutama penyebaran hujan abu dan pasir. Pada letusan memuncak, bom vulkanik (lontaran batu pijar) bisa terlemparkan sampai sejauh lk. 3 - 5 km dari lubang letusan. Hujan abu dan pasir yang tebal dapat menyebabkan atap rumah ambruk, terutama dalam musim hujan, dan kerusakan tanaman. Hujan abu juga berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Awan letusan yang bermuatan abu tersebut sangat membahayakan penerbangan.

Interval Erupsi G. Raung periode 1585 -2015

Page 220: Gunung Api Indonesia - ESDM

210 Raung

Kegiatan vulkanik G. Raung dipantau dari Pos PGA yang terletak di bagian tenggara G. Raung, yaitu di Dusun Mangaran, Desa Sragi, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografi terletak pada 08º 11’ 53,61“ LS; 114º 09’ 12,62” BT; pada elevasi 634 meter dpl. Pemantauan yang dilakukan berupa pengamatan visual, kegempaan, dan deformasi. Pengamatan seismik menggunakan 4 unit seismometer jenis L4C, pengamatan deformasi menggunakan 3 unit GPS Geodetik dan 1 unit tiltmeter.

Sistem Pemantauan

Wilayah G. Raung dibagi ke dalam 3 wilayah kabupaten, sektor timur-selatan termasuk wilayah Kabupaten Banyuwangi, sektor barat-baratdaya termasuk wilayah Kabupaten Jember dan sektor utara-baratlaut termasuk wilayah Kabupaten Bondowoso.

Potensi bahaya erupsi G. Raung tertuang dalam Peta Kawasan Rawan Bencana. Berdasarkan sejarah dan sebaran produk erupsi Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Raung dibagi menjadi dua, yaitu:1. Kawasan Rawan Bencana II adalah daerah yang letaknya

terdekat dengan sumber bahaya sehingga kemungkinan akan terlanda oleh bahaya langsung berupa luncuran awan panas dan lontaran piroklastik. Untuk kemungkinan bahaya terhadap lemparan bom vulkanik (lontaran batu pijar) dan eflata lainnya diperkirakan meliputi wilayah dalam radius lk. 6 km berpusat tengah-tengah kaldera. Untuk kemungkinan bahaya awan panas dan lahar,

Kawasan Rawan Bencanadaerah bahaya ini diperluas ke sektor tenggara, barat-baratdaya dan baratlaut sampai sejauh lk. 15 km sesuai dengan keadaan morfologinya, sedangkan ke sektor utara, timur, selatan-baratdaya, barat-baratlaut sampai sejauh lk. 7 km. Di dalam kawasan daerah bahaya ini (KRB II) hampir tidak berpenduduk (tidak ada kampung), sebagian besar berupa hutan.

2. Kawasan Rawan Bencana I adalah daerah yang letaknya lebih jauh dari sumber bahaya. Daerah ini mungkin akan terkena jatuhan hujan abu, pasir, dan lapilli. Untuk kemungkinan bahaya terhadap jatuhan piroklastik diperkirakan meliputi wilayah antara radius lk. 6 dan 10 km dari tengah-tengah kaldera. Bila terjadi letusan, penduduk yang bermukim di daerah ini harus waspada, tergantung pada perkembangan letusan, bila letusannya lebih kuat maka penduduk di daerah waspada ini harus mengungsi. Daerah waspada ini terutama hanya berdasarkan kemungkinan terkena jatuhan lontaran

Foto Pos Gunungapi Raung

Page 221: Gunung Api Indonesia - ESDM

Raung 211

piroklastik. Untuk kemungkinan bahaya lahar hanya meliputi lembah-lembah atau daerah aliran sepanjang sungai-sungai yang berhulu dari daerah puncak.

Kecamatan yang mempunyai wilayah ke dalam kawasan Rawan Bencana G. Raung, yaitu: Kecamatan Songgon,

No Desa Kecamatan Jumlah Penduduk

1 Sumbersalak Ledokombo 10.340

2 Slateng Ledokombo 9.598

3 Gunung Malang Sumber Jambe 7.908

4 Rowosari Sumber Jambe 4.840

5 Jambe arum Sumber Jambe 7.065

6 Tegaljati Sumberwringin 6.718

7 Rejo Agung Sumberwringin 6.177

8 Gunosari Tlogosari 6.583

9 Brambang Tlogosari 2.246

10 Durusalam Kembang Tlogosari 5.973

11 Pakissan Tlogosari 6.260

12 Jampit Sempol 1.578

13 Sumber arum Songgon 6.321

14 Kalibaru wetan Kalibaru 14.533

15 Kajaharjo Kalibaru 13.790

16 Sumberjati Silo 11.969

17 Margomulyo Glenmore 4.325

18 Bumiharjo Glenmore 8.377

19 Sumbergondo Glenmore 7.532

20 Sepanjang Glenmore 10.303

Kecamatan Sempu, Kecamatan Ledokombo, Kecamatan Sumber Jambe, Kecamatan Tlogosari, Kecamatan Sempol, Kecamatan Silo, Kecamatan Glenmore, dan Kecamatan Kalibaru. Jumlah penduduk yang ada di kecamatan tersebut menyebar di desa-desa seperti tercantum di tabel di bawah ini.

No Desa Kecamatan Jumlah Penduduk

21 Tegal Harjo Glenmore 11.204

22 Jambe Wangi Sempu 23.188

Daerah KRB G. Raung

Page 222: Gunung Api Indonesia - ESDM

212 Raung

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Raung

Page 223: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ijen 213

Ijen31

Oleh: Novianti Indrastuti

Page 224: Gunung Api Indonesia - ESDM

214 Ijen

G. Kawah Ijen merupakan salah satu gunungapi strato dengan danau kawah yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Secara administratif G. Ijen berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jawa Timur dan secara geografis G. Kawah Ijen berada pada posisi 8° 03’ 30” LS dan 114° 14’ 30” BT dengan ketinggian puncak 2145 m dpl.

G. Ijen terletak di bagian ujung timur P. Jawa mulai dari selat Bali sampai daerah Bondowoso meliputi luas 500 km2, terdiri dari endapan vulkanik antara lain abu gunungapi. Lapili, bom gunungapi, dan leleran lava. Letusan yang menghancurkan puncak gunungapi di pegunungan Ijen adalah letusan G. Raung dan Ijen.

G. Ijen memiliki sumber daya gunungapi bervariasi dan sangat potensial, meliputi:a. Sublimat belerang Belerang dihasilkan dari sublimasi gas-gas belerang

yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar 200°C. Kapasitas belerang rata-rata sekitar 8 ton/hari. Lapangan solfatara terletak di sebelah tenggara danau Kawah Ijen.

b. Sumber mataair panas Sumber mataair panas bertipe asam sulfat khlorida

dengan suhu 70°C dan pH sekitar 2,6 terletak di dekat lapangan solfatara Ijen, sedangkan air panas netral bertipe bikarbonat dengan suhu sekitar 45°C terdapat dalam kaldera Ijen sebelah utara, yaitu di Blawan, Kabupaten Bondowoso.

c. Air Danau Kawah Ijen Danau Kawah Ijen merupakan reaktor multi komponen

Informasi Umum

yang di dalamnya terjadi berbagai proses, baik fisika maupun kimia, antara lain pelepasan gas magmatik, pelarutan batuan, pengendapan, pembentukan material baru dan pelarutan batuan yang sudah terbentuk sehingga menghasilkan air danau yang sangat asam dan mengandung bahan terlarut dengan konsentrasi sangat tinggi.

d. Lapangan Gipsum/anhidrit Pembentukan gipsum/anhidrit terjadi di bawah dam

Kawah Ijen, yaitu di hulu Kali Banyupait. e. Batuan vulkanik terutama batu apung.f. Objek wisata dan studi vulkanologi.

Di puncak G. Ijen terdapat danau kawah dengan airnya yang berwarna hijau toska dan ber-pH sangat asam. Di sebelah tenggara danau terdapat lapangan solfatara yang merupakan dinding danau Kawah Ijen dan di bagian barat terdapat DAM Kawah Ijen yang merupakan hulu dari Kali Banyupait. Kawah Ijen berbentuk elips karena perpindahan pipa kepundan. Dinding kawah terendah terletak di sebelah barat dan merupakan hulu Kali Banyupait. Sekarang kawah berukuran 1160 m x 1160 m pada ketinggian 2386 dan 2148 dan kedalaman 200 m di atas muka laut. Danau Kawah Ijen berukuran 910 m x 600 m pada ketinggian 2148 m dan kedalaman 200 m. Volume air danau sekitar 30 juta m3 (Takano dkk, 1996).

Lapangan solfatara G. Kawah Ijen selalu melepaskan gas vulkanik dengan konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas yang kadang menyengat dan mengiritasi saluran pernapasan.

Page 225: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ijen 215

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan/aktivitas vulkanik G. Ijen pertama kali tercatat pada tahun 1796 dan merupakan letusan freatik. Pada periode tahun 1917 sampai 1991 selang periode letusan tercatat 6 sampai 16 tahun sekali, dan sejak tahun 1991 letusan freatik terjadi setiap satu sampai tiga tahun sekali. Letusan besar yang menelan korban manusia adalah letusan yang terjadi pada tahun 1817.

Letusan yang pernah terjadi adalah freatik dan magmatik. Letusan freatik lebih sering terjadi karena G. Ijen memiliki danau kawah sehingga ada kontak langsung atau tidak langsung antara air dengan magma sehingga membentuk uap yang bertekanan tinggi yang menyebabkan terjadinya letusan. Erupsi G. Ijen mengeluarkan gas, material piroklastik yang terdiri dari pasir, abu dan bom gunungapi yang semuanya bersifat batuapungan. Jenis batuan gunungapi Ijen menurut Brouwer (dalam Kemmerling 1921) terdiri andesit augit hipersten.

G. Kawah Ijen

Letusan freatik G. Kawah Ijen tahun 1993

Page 226: Gunung Api Indonesia - ESDM

216 Ijen

Setiap awal tahun (Januari hingga Maret), ketika memasuki musim penghujan, air danau kawah Ijen bertambah dikarenakan intensitas hujan di puncak meningkat. Penambahan volume air danau kawah ini, selain menyebabkan densitas air kawah di permukaan berkurang juga biasanya diikuti oleh turunnya suhu air di permukaan danau.

Pada awal tahun 2017 tercatat terjadi tiga kali gas events (CO2 explotion events) ini, yaitu pada tanggal 17 Januari 2017, 14 Februari 2017, dan 5 Maret 2017.

Pada musim penghujan tahun 2018, tanggal 21 Maret 2018, dari data Multigas DAM --> letusan/ outburst terjadi pada pukul 19.23 dan berdampak terjadinya keracunan gas warga Watuscapil berjarak lebih kurang 7 km dari kawah Ijen, sedangkan di Paltuding yang berjarak 3 km dari kawah aman.

Jenis bahaya letusan G. Ijen yang perlu diwaspadai adalah lontaran material/pijar dan abu vulkanik, lahar letusan, gas beracun (air asam dari danau kawah yang mengalir dalam kali banyupait sampai ke muara).

Grafik Interval Letusan G. Ijen

Page 227: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ijen 217

Potensi bahaya letusan G. Ijen berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana G. Kawah Ijen, dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu: a. Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), adalah kawasan

sumber erupsi, daerah puncak dan sekitarnya yang sangat berpotensi terlanda oleh berbagai macam hasil erupsi dalam bentuk aliran piroklastika, aliran lava, gas vulkanik beracun, jatuhan piroklastik dan lontaran fragmen batuan (pijar). Kawasan ini berada pada radius sekitar 1,5 km dari pusat erupsi.

b. Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lahar, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini mencakup daerah dengan radius sekitar 6 km dari pusat erupsi.

c. Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I), adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan kemungkinan dapat terkena perluasan lahar/awan panas serta jatuhan piroklastik. Kawasan ini terletak di sepanjang daerah aliran sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak, sedangkan kawasan yang berpotensi terlanda oleh jatuhan abu dan fragmen batuan < 2 cm dalam radius 8 km dari pusat erupsi.

Berdasarkan data sebaran penduduk di Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Ijen, terdapat sekitar 3 kabupaten, 12 kecamatan, dan 48 desa dengan total jumlah penduduk 47441 jiwa (lihat tabel) yang masuk ke dalam wilayah KRB I, II, dan III G. Ijen.

Kawasan Rawan Bencana

. Peta KRB G. Ijen

Page 228: Gunung Api Indonesia - ESDM

218 Ijen

No. Kabupaten Kecamatan Desa Aliran Sungai Jumlah Jiwa1 Bondowoso Sempol Kali Anyar Banyupahit 4,260

2 Bondowoso Sempol Sumber Rejo 2,181

3 Bondowoso Sempol Kali Gedang 1,145

4 Situbondo Asem Bagus Bantal 852

5 Situbondo Banyu Putih Banyu Putih 345

6 Banyuwangi Glagah Kampung Anyar Kali Bendo 880

7 Banyuwangi Glagah Wono Sari 950

8 Banyuwangi Glagah Delik 700

9 Banyuwangi Glagah Kempuh 650

10 Banyuwangi Banyuwangi Tukang Kayu 2500

11 Banyuwangi Banyuwangi Boyolangu 1100

12 Banyuwangi Banyuwangi Kampung Anyar 2150

13 Banyuwangi Giri Penataban 950

14 Banyuwangi Giri Jambean 650

15 Banyuwangi Giri Langring 700

16 Banyuwangi Giri Kampung Melayu 1050

17 Banyuwangi Giri Pecinan 850

18 Banyuwangi Kalipuro Pesucin Kali Kaseman 400

19 Banyuwangi Kalipuro Kelir Kali Sukowidi 650

20 Banyuwangi Kalipuro Banjar Waru 400

21 Banyuwangi Kalipuro Bulusari 350

22 Banyuwangi Kalipuro Tetalun Kali Klatak 425

23 Banyuwangi Kalipuro Kali Puro 650

24 Banyuwangi Kalipuro Klatakan 525

25 Banyuwangi Kalipuro Tanjung 600

26 Banyuwangi Kalipuro Kampung Baru 700

27 Banyuwangi Kalipuro Kali Klatak 450

28 Banyuwangi Kalipuro Bungkuran Kali Sudung 300

Data sebaran penduduk di Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Ijen

Page 229: Gunung Api Indonesia - ESDM

Ijen 219

No. Kabupaten Kecamatan Desa Aliran Sungai Jumlah Jiwa29 Banyuwangi Kalipuro Mardawi 350

30 Banyuwangi Kalipuro Tribungan 250

31 Banyuwangi Kalipuro Paltujuh 150

32 Banyuwangi Kalipuro Watu Kebo Curah Kramasan 3969

33 Banyuwangi Kalipuro (Bajul Mati)

34 Banyuwangi Kalipuro Kali Mailang

35 Banyuwangi Kalipuro Wongsorejo 1450

36 Banyuwangi Songgon Bayu Lor Kali Binau 725

37 Banyuwangi Songgon Kebonan 650

38 Banyuwangi Songgon Balak 400

39 Banyuwangi Rogojampi Penggantikan 850

40 Banyuwangi Rogojampi Pancoran 450

41 Banyuwangi Rogojampi Tegalwero 900

42 Banyuwangi Rogojampi Watu Kebo 1250

43 Banyuwangi Rogojampi Blimbing Sari 700

44 Banyuwangi Licin Tamansari Kali Secawan 2224

45 Banyuwangi Licin Licin 460

46 Banyuwangi Licin Banjar 1100

47 Banyuwangi Glagah Petang 450

48 Banyuwangi Glagah Kertosari 900

49 Banyuwangi Kabat Dadapan 350

50 Banyuwangi Kabat Pondok Nongko 700

Page 230: Gunung Api Indonesia - ESDM

220 Ijen

Strategi Mitigasi Bencana

Pemantauan aktivitas vulkanik G. Ijen dilakukan dari Pos Pengamatan Gunungapi Kawah Ijen, yang berlokasi di Dusun Panggungsari, Desa Tamansari, Kec. Licin, Banyuwangi yang berjarak sekitar 10 km dari kawah/puncak G. Ijen, dengan koordinat 08º 08’ 48,90” LS, 114º 15’ 25,53” BT dengan ketinggian 737 m dpl. Metode pemantauannya adalah metoda visual dan instrumental.

Pengamatan visual dipantau secara menerus dari Pos Pengamatan G. Ijen yang meliputi pengamatan tinggi, warna, tekanan asap abu letusan dan arah penyebarannya.

Hembusan asap solfatara G. Ijen berwarna putih sedang hingga tebal, dengan ketinggian sekitar 200 m di atas puncak.

Aktivitas vulkanik G. Ijen dipantau menerus dengan menggunakan 4 stasiun seismik, 2 stasiun geokimia (2 sensor gas). Pemantauan ke arah puncak gunung dilakukan secara visual dengan menggunakan CCTV yang terpasang di sekitar kawah G. Ijen. Peta sistem pemantauan G. Ijen dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Peta sistem pemantauan G. Ijen

Page 231: Gunung Api Indonesia - ESDM
Page 232: Gunung Api Indonesia - ESDM