Gula Darah Dan Perfusi.

27
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. (Brunner & Suddarth, 2002). Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal (normal: 60 mg/dl sampai dengan 145 mg/dl), ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-sel. Ini terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin. Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat dikontrol. Kadar gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau normal, dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang yaitu : mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur, mengawasi/menjaga berat badan, memakan obat resep dokter, olahraga secara teratur (Bakar-Tobing, 2006). Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perawatan medis dan penyuluhan untuk self management yang berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis. 2. Klasifikasi Diabetes Mellitus Klasifikasi DM menurut Amarican Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah : a. Diabetes Tipe I : Insuline Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) b. Diabetes Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non Insuline Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)), terjadi akibat penurunan sesitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

description

perfusu pada dm

Transcript of Gula Darah Dan Perfusi.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Diabetes Mellitus

    1. Pengertian Diabetes Mellitus

    Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen

    yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

    hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu

    dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi.

    (Brunner & Suddarth, 2002).

    Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di dalam

    darah lebih tinggi dari biasa/normal (normal: 60 mg/dl sampai dengan 145

    mg/dl), ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-sel. Ini terjadi

    karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin.

    Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, disebabkan oleh kadar

    gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat dikontrol. Kadar gula dalam

    darah akan kembali seperti biasa atau normal, dengan merubah beberapa

    kebiasaan hidup seseorang yaitu : mengikuti suatu susunan makanan yang

    sehat dan makan secara teratur, mengawasi/menjaga berat badan,

    memakan obat resep dokter, olahraga secara teratur (Bakar-Tobing, 2006).

    Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perawatan

    medis dan penyuluhan untuk self management yang berkesinambungan

    untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis.

    2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

    Klasifikasi DM menurut Amarican Diabetes Association (1997) sesuai

    anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :

    a. Diabetes Tipe I : Insuline Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

    b. Diabetes Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non

    Insuline Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)), terjadi akibat

    penurunan sesitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

    penurunan jumlah produksi insulin.

  • 10

    c. Diabetes Melitus tipe lain

    d. Diabetes Melitus Gastasional (Gastasinoal Diabetes Mellitus(GDM)).

    3. Komplikasi Diabetes Mellitus

    Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah,

    terutama setelah ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes

    akibat komplikasi akut bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup

    penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama

    (Tandra, 2007). Tandra (2007) mengemukakan bahwa selama bertahun-

    tahun penderita hidup dengan diabetes dan dapat memungkinkan

    munculnya berbagai kerusakan atau komplikasi yang kronis pada

    penderitanya. Komplikasi kronis tersebut yaitu :

    a. Kerusakan saraf (Neuropathy)

    Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak

    dan sum-sum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit,

    dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos

    di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa

    darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung

    sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan

    menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila

    dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan

    menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding

    pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga

    terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic

    neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa

    mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf,

    salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya

    kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.

    b. Kerusakan ginjal (Nephropathy)

    Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta

    pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi

    sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan

    dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja 24 jam sehari untuk

  • 11

    membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk

    oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat

    dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal

    bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin

    lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah

    mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes

    juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf.

    c. Kerusakan mata (Retinopathy)

    Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi

    penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang

    disebabkan oleh diabetes, yaitu :

    1) retinopati, retina mendapatkn makanan dari banyak pembuluh

    darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa

    merusak pembuluh darah retina;

    2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi

    keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin

    diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan

    3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga

    merusak saraf mata.

    d. Penyakit jantung

    Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan

    penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan

    pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang

    dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa

    terjadi.

    e. Hipertensi

    Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan

    yang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun,

    harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung,

    retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan

    stroke menjadidua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena

    hipertensi.

  • 12

    f. Penyakit pembuluh darah perifer

    Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang

    dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih

    dinidan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang

    yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa

    lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung

    selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami

    kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan

    saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien

    biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah

    jantung.

    g. Gangguan pada hati

    Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak

    makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini

    keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri.

    Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes

    lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh

    karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit

    hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk

    pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis)

    juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau

    berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita

    diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir

    50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan

    dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak

    di jaringan tubuh lainnya.

    h. Penyakit paru-paru

    Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru-

    paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan

    secara sosio-ekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru-paru,

    demikian pula sakit paru-paru akan menaikkan glukosa darah.

  • 13

    i. Gangguan saluran makan

    Gangguan saluran makan pada penderita diabetes disebabkan

    karenakontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gngguan saraf

    otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai

    dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa

    pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar

    gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal

    serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan

    muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan

    saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran

    makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yang diminum.

    j. Infeksi

    Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh

    dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita

    diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami

    infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan

    alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem

    saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya

    infeksi.

    B. Ulkus diabetika

    1. Definisi

    Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik

    Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat

    disertai dengan kematian jaringan setempat. (Robert G, 2003)

    Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena

    adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler

    insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada

    penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi

    infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. (Riyanto B, 2007).

  • 14

    2. Klasifikasi

    Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus

    menurut Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :

    0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

    1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

    2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.

    3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses..

    4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada

    ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.

    5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

    3. Epidemiologi

    Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar

    15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM dan

    merupakan sebab utama perawatan penderita Diabetes mellitus di rumah

    sakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika Serikat menunjukkan bahwa

    16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan adalah akibat Ulkus

    diabetika dan amputasi kaki karena Ulkus diabetika sebesar 50% dari total

    amputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami persoalan

    kaki suatu saat dalam kehidupannya. (Robert G, 2002) (Djokomoeljanto,

    1997)

    Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar

    15% dari penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah

    kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan

    DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan angka

    amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%.

    Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3%

    akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan

    meninggal 3 tahun paska amputasi.(Waspadji S, 2006) .

    4. Tanda dan Gejala

    Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :

    a. Sering kesemutan.

    b. Nyeri kaki saat istirahat.

    c. Sensasi rasa berkurang.

  • 15

    d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).

    e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.

    f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

    g. Kulit kering. (Misnadiarly, 2006;Djoko W, 1999).

    5. Diagnosis Ulkus diabetika

    Diagnosis ulkus diabetika meliputi :

    a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat

    luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki pemeriksaan

    sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi

    arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

    b. Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium

    untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan

    menentukan kuman penyebabnya.(Waspadji S, 2006; Misnadiarly,

    2006).

    6. Patogenesis Ulkus diabetika

    Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang

    Diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan

    adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati,

    dan Infeksi. (Djokomoeljanto, 1997;Djoko W, 1999)

    Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan

    terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan

    jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan

    fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan

    kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot,

    keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak

    hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.

    (Tjokroprawiro A, 1999)

    Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh

    karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan

    oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh

    darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau

    berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,

  • 16

    kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya

    terjadi nekrosis jaringa sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai

    dari ujung kaki atau tungkai.(Waspadji S, 2006;William C, 2003)

    Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal

    dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh

    darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki

    karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,

    rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan

    kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.

    (Misnadiarly, 2006).

    Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan

    dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai

    bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai

    menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada penderita DM

    yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima

    (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan

    pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler

    sehingga mengganggu distribusi darah kejaringan dan timbul nekrosis

    jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. (Misnadiarly, 2006;

    William C, 2003)

    Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan

    HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan

    oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi

    penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan

    oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus

    diabetika. (Misnadiarly, 2006;Djokomoeljanto, 1997)

    Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas

    trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga

    sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit

    pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.

    (Misnadiarly, 2006)

  • 17

    Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi

    penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL

    (high- density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah.

    Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan

    kerentanan terhadap aterosklerosis.(Tjokroprawiro A, 1999)

    Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan

    menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

    Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul

    ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. (Misnadiarly,

    2006; Djokomoeljanto, 1997)

    Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali

    menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi

    radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid

    menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk

    dimusnahkan oleh system phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada

    penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat

    adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media

    pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus

    diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta

    kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan

    Clostridium septikum. (Riyanto B, 2007)

    7. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetik

    Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetic untuk mencegah

    komplikasi lebih lanjut adalah :

    a. Memperbaiki kelainan vaskuler.

    b. Memperbaiki sirkulasi.

    c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).

    d. Edukasi perawatan kaki.

    e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil

    laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan

    gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.

    f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

  • 18

    g. Menghentikan kebiasaan merokok

    h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :

    1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.

    2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air

    suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan

    mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama

    diantara jari-jari kaki.

    3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit

    yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan

    menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene).

    4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit

    menjadi kering dan retak-retak.

    5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong

    kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin.

    Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi,

    sewaktu kuku lembut.

    6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya

    diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur

    atau pisau biasa, yang bisa tergelincir; dan ini dapat

    menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup

    kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh

    podiatrist.

    7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat

    kalus, bula,luka dan lecet.

    8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

    i. Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :

    1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

    2) Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus

    untuk kaki dan nyaman dipakai.

    3) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu,

    kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan

    iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit.

  • 19

    4) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu

    jari kaki dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

    5) Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

    6) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

    7) Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai

    bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

    8) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

    j. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan

    termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

    k. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya

    adrenalin, nikotin.

    l. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap

    control walaupun ulkus diabetik sudah sembuh. (Waspadji S, 2006;

    Misnadiarly, 2006; Djokomoeljanto, 1997)

    C. Depresi

    1. Pengertian Depresi

    Menurut sejarah psikiatri dapat dilihat bahwa pengertian depresi

    sebagai gangguan tersendiri terpisah dari gangguan mental lain yang

    telah lama ada sejak zaman Hipocrates (460-377 SM). Hipocrates inilah

    yang berusaha mengklasifikasikan gangguan jiwa dalam beberapa

    penyakit yang berdiri sendiri: epilepsi, mania (gaduh, gelisah, melankoli

    (depresi), paranoid. Walaupun namanya berbeda, waktu itu diberi nama

    melancholy, yang digambarkan sebagai kemurungan atau kesedihan yang

    ditimbulkan oleh karena kelebihan cairan empedu yang berwarna hitam

    (zwartgalligheid). Kemudian pada tahun 1905 istilah melancholy diganti

    dengan depresi oleh Meyer dengan alasan etiologi yang luas. Depresi

    merupakan kata Indonesia yang disadur dari bahasa Inggris yaitu

    depression, sadness dan low spirit (Hornby et al., 1955 cit Prawirohardjo,

    1989).

    Depresi adalah suatu penyakit jiwa yang gejala utamanya adalah

    sedih, yang dapat disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan

  • 20

    somatik maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan

    digolongkan kedalam penyakit jiwa afektif (Prawirohardjo, 1983 cit

    Prawirohardjo 1989).

    Stuart (2006) berpendapat bahwa depresi atau melankolia adalah

    suatu kesedihan dan perasaan yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat

    digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala,

    sindrom, emosional, reaksi.

    Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa III

    di Indonesia (1993) yang dimaksud depresi adalah sekumpulan gejala

    dengan gambaran utama gangguan mood yang mempengaruhi penampilan

    kognitif, psikomotor dan psikososial disertai kesulitan hubungan

    interpersonal.

    2. Teori Penyebab Depresi (Rawlin dan Heacock, 1993)

    Adapun teori penyebab terjadinya depresi meliputi:

    a. Teori biologi: depresi berhubungan dengan gangguan pada ritme

    sirkadian, disfungsi otak, aktivitas kejang limbik, disfungsi

    neuroendokrin, defisiensi biogenik amine, cacat pada sistem imun

    dan genetik

    b. Teori psicoanalitical: depresi berasal dari respon terhadap

    kehilangan, kekecewaan atau kegagalan. Rasa marah dipindahkan

    dan dikembalikan pada diri sendiri, ketidakmampuan untuk berduka

    cita karena adanya kehilangan

    c. Teori Behavioral: kegagalan untuk menerima reinforcement positif

    dari orang lain dan lingkungan merupakan predisposisi bagi

    seseorang untuk mengalami gangguan depresi

    d. Teori kognitif: konsep negatif dari diri, pengalaman, orang lain dan

    lingkungan merupakan kontribusi terjadinya depresi. Kepercayaan

    bahwa seseorang tidak dapat mengontrol situasi memberikan

    kontribusi terjadinya depresi.

  • 21

    e. Teori sociological: kehilangan kekuasaan, status, identitas, nilai dan

    tujuan untuk menciptakan eksistensi yang tepat akan menyebabkan

    depresi

    f. Teori Holism: depresi adalah hasil dari genetik, biologi,

    psikoanalisa, tingkah laku, kognitif dan pengalaman sosiologis

    3. Etiologi Depresi

    Faktor penyebab terjadinya depresi menurut Kaplan dan Saddock

    (2007) adalah:

    a. Faktor Biologi

    Noreepinephrine dan serotonin adalah dua jenis neurotransmitter

    yang bertanggung jawab mengendalikan patofisiologi gangguan alam

    perasaan pada manusia. Gangguan depresi melibatkan keadaan

    patologi di limbic system, basal ganglia dan hypothalamus. Limbic

    system dan basal ganglia berhubungan sangat erat, hipotesa sekarang

    menyebutkan produksi alam perasaan berupa emosi, depresi dan

    mania merupakan peranan utama limbic system. Disfungsi

    hypothalamus berakibat perubahan regulasi tidur, selera makan,

    dorongan seksual dan memacu perubahan biologi dalam endokrin dan

    imunologik

    b. Faktor Genetika

    Gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar (adanya episode

    manik dan depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja) memiliki

    kecenderungan menurun kepada generasinya. Gangguan bipolar lebih

    kuat menurun daripada unipolar. Sebanyak 50 % pasien bipolar

    memiliki satu orang tua dengan alam perasaan/ gangguan afektif, yang

    tersering unipolar (depresi saja). Jika salah satu orang tua mengidap

    gangguan bipolar maka 27 % anaknya memiliki resiko mengidap

    gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap gangguan

    bipolar maka 75 % anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam

    perasaan.

  • 22

    c. Faktor Psikososial

    Peristiwa traumatik kehidupan dan lingkungan sosial dengan suasana

    yang menegangkan dapat menjadi kausa gangguan neurosa depresi.

    Sejumlah data yang kuat menunjukkan kehilangan orang tua sebelum

    berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan hidup dapat memacu

    serangan awal gangguan neurosa depresi.

    Boyd dan Nihart (1998) menggambarkan hubungan sebab-sebab

    biopsikososial terjadinya depresi pada lansia terdiri dari:

    1) Biologik: penyakit fisik, disregulasi neurotransmitter dalam

    sistem saraf pusat (SSP), efek samping terapi pengobatan,

    interaksi pengobatan resep maupun non resep, gangguan

    mobilitas, perubahan kapasitas sensorik

    2) Psikologis: stress, kehilangan sesuatu dalam hidup, episode

    depresi sebelumnya (diawal kehidupan), kemunduran kognitif

    3) Sosiokultural: isolasi sosial, kematian atau ketidakmampuan

    pasangan atau teman, kesulitan ekonomi, pensiun, gangguan

    perubahan lingkungan.

    4. Faktor Resiko Depresi

    Menurut Kaplan dan Saddock (1997, 2007), faktor resiko dari depresi

    dipengaruhi oleh:

    a. Umur, rata-rata usia onset untuk depresi berat adalah kira-kira 40

    tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50

    tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama

    masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang

    terjadi

    b. Jenis kelamin, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua

    kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Alasan adanya

    perbedaan telah didalilkan sebagai melibatkan perbedaan hormonal,

    perbedaan stressor psikososial bagi perempuan dan laki-laki

    c. Status perkawinan, pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi

    paling sering pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan

  • 23

    interpersonal yang erat atau karena perceraian atau berpisah dengan

    pasangan.

    d. Status fungsional baru, adanya perubahan seperti pindah ke

    lingkungan baru, pekerjaan baru, hilangnya hubungan yang akrab,

    kondisi sakit, adalah sebagian dari beberapa kejadian yang

    menyebabkan seseorang menjadi depresi.

    5. Gejala-gejala Depresi

    Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa

    (PPDGJ) III (2001) depresi ditandai dengan beberapa gejala, yaitu:

    a. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat

    1) Afek depresif

    2) Kehilangan minat dan kegembiraan

    3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

    mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)

    dan aktivitas menurun.

    b. Gejala lain, meliputi:

    1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

    2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

    3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

    4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

    5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

    6) Tidur terganggu

    7) Nafsu makan berkurang

    Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala

    psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih

    berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat

    kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya

    daya tahan.

  • 24

    Gejala-gejala ini dapat dilihat dari tiga segi yaitu:

    a. Gejala fisik

    Gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi

    yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun

    secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah

    dideteksi. Gejala itu seperti:

    1) Sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit

    2) Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan

    perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan

    orang lain seperti nonton tv, makan, tidur.

    3) Orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian

    atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga mereka juga

    akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas.

    Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan

    tidak berguna, seperti misalnya mengemil, melamun, merokok

    terus-menerus, sering menelpon yang tidak perlu. Orang yang

    terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi

    kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya

    jadi lamban.

    4) Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau

    seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati

    dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah

    kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya

    seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap

    beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena

    energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan

    diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah

    sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang

    berarti.

    5) Depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang

    menyimpan perasaan negatif maka jelas akan membuat letih

  • 25

    karena membebani pikiran dan perasaan dan ia harus memikulnya

    dimana saja dan kapan saja, suka tidak suka.

    b. Gejala Psikis

    1) Kehilangan rasa percaya diri

    Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung

    memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri

    sendiri. Pasti mereka senang sekali membandingkan antara

    dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai,

    beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih

    diperhatikan oleh atasan dan pikiran negatif lainnya.

    2) Sensitif

    Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala

    sesuatu dengan dirinya perasaannya sensitive sekali, sehingga

    sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang

    yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya,

    mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan

    maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah

    sedih, murung, dan lebih suka menyendiri

    3) Merasa diri tidak berguna

    Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi

    orang yang gagal terutama dalam bidang atau lingkungan yang

    seharusnya mereka kuasai. Misalnya seorang manager mengalami

    depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya,

    pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam bekerja

    dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi

    sesuai dengan yang diharapkan

    (4) Perasaan Bersalah

    Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang

    mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang

    menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari

    kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang

    seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi

  • 26

    beban bagi orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi

    tersebut.

    (5) Perasaan terbebani

    Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang

    dialami. Mereka merasakan beban yang terlalu berat karena

    merasa dibebani tanggung jawab yang berat.

    c. Gejala Sosial

    Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya

    mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas lainnya).

    Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku

    orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah

    marah, tersinggung, menyendiri, sensitive, mudah letih, mudah sakit).

    Masalah sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah yang

    berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini

    tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti

    perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan

    merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka

    merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin

    hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

    6. Tingkatan Depresi

    Menurut PPDGJ-III tahun 1998, depresi dibagi sesuai dengan

    tingkat keparahannya, yaitu:

    a. Depresi Ringan

    Pedoman yang dipakai adalah:

    1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

    2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

    3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

    4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya

    sekitar 2 minggu

  • 27

    5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social

    yang biasa dilakukan

    b. Depresi Sedang

    Pedoman yang dipakai adalah

    1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

    seperti pada episode depresi ringan

    2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala

    lainnya

    3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2

    minggu

    4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

    pekerjaan dan urusan rumah tangga.

    c. Depresi Berat

    Pedoman yang dipakai adalah:

    1) Semua 3 gejala depresi harus ada

    2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan

    beberapa diantaranya harus berintensitas berat

    3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi dan retardasi

    psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau

    atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci

    Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode

    depresif berat masih dapat dibenarkan, yaitu:

    a. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-

    kurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan

    beronset sangat cepat, masih dibenarkan untuk menegakkan

    diagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu

    b. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan

    kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali

    pada tahap yang sangat terbatas.

    Lebih lanjut dijelaskan bahwa depresi berat ditandaidengan adanya:

    a. Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut

    episode depresif berat tanpa gejala psikotik.

  • 28

    b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham

    biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

    malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung

    jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya

    berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran

    atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat

    menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi

    dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek

    (mood-congruent)

    7. Penatalaksanaan Depresi pada Lanjut Usia

    Penatalaksanaan pada penderita depresi harus dilakukan secara

    adekuat dengan menggunakan kombinasi terapi psikologis dan

    farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh.

    Adapun penatalaksanaan depresi pada lanjut usia (Agus, 2002)

    meliputi:

    a. Terapi Fisik

    1) Obat. Secara umum, semua obat anti-depresan sama

    efektifitasnya. Pemilihan jenis anti-depresan lebih ditentukan

    oleh pengalaman klinikus dan familiarity terhadap jenis-jenis

    anti-depresan. Pertimbangkan baik, untung dan rugi dari

    setiap pemberian terapi dengan mengacu pada 4 hal yaitu

    efektivitas, tolerabilitas, keamanan, dan interaksi obat.

    2) Pemberian anti-depresan pada lanjut usia, sama seperti pada

    pemberian psikotropika pada umumnya harus hati-hati.

    Umumnya diperlukan dosis yang lebih kecil dari pada orang

    dewasa, karena dikuatirkan terjadinya akumulasi akibat

    fungsi ginjal yang sudah kurang baik. Demikian pula dengan

    adanya penyakit jantung atau hipertensi harus diperhatikan

    pada pemberian obat golongan tricyclic anti-depresant

    (TCA)

  • 29

    3) Terapi ECT (Electroconvulsive Therapy)

    Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan minum, mau

    bunuh diri atau retardasi psikomotor yang hebat, maka ECT

    merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT

    diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, dengan

    metode unilateral untuk mengurangi confusion/ memory

    problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood

    (sekitar 5-10 kali), sementara anti-depresan maintenance

    harus diberikan untuk mencegah relaps/ kekambuhan.

    4) Terapi profilaksis. Terapi profilaksis harus diberikan untuk

    mencegah terjadinya kekambuhan depresi. Setelah gejala-

    gejala depresi membaik, terapi anti-depresan masih harus

    dilanjutkan selama 4-6 bukan dengan dosis terapeutik penuh.

    Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar terapi

    diteruskan sampai 2 tahun. Kapan anti-depresan boleh

    dihentikan, sangatlah tergantung pada evaluasi klinis

    (perkembangan efek samping, munculnya penyakit fisik atau

    kelemahan kondisi umum).

    b. Terapi psikologik antara lain:

    1. Psikoterapi

    Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika

    dilakukan bersama-sama dengan pemberian anti-depresan.

    Baik pendekatan secara psikodinamik maupun kognitif

    behavioural adalah sama keberhasilannya

    2. Terapi kognitif

    Terapi kognitif-perilaku bertujuan mengubah pola pikir

    pasien yang selalu negatif (persepsi diri yang buruk, masa

    depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak

    berguna lagi, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir

    yang netral atau positif. Ternyata pasien lanjut usia dengan

    depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan

    harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-

  • 30

    latihan, tugas-tugas dan aktivitas, terapi kognitif-perilaku

    bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.

    3. Terapi keluarga

    Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan

    gangguan depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga

    pasien adalah sangat penting. Proses penuaan mengubah

    dinamika keluarga, diantaranya ada perubahan posisi dari

    dominan menjadi dependen pada lanjut usia. Tujuan dari

    terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk

    meredakan perasaan frustasi dan putus asa, merubah dan

    memperbaiki sikap/ struktur dalam keluarga yang

    menghambat proses penyembuhan pasien

    4. Penanganan ansietas (relaksasi)

    Macam relaksasi antara lain (Davis et al., 1995): Relaksasi

    progresif, pernafasan dalam, meditasi, guided imagery,

    mendengarkan musik, biofeedback, kesadaran tubuh, dan

    visualisasi. Tehnik yang umum dipergunakan adalah program

    relaksasi progresif baik secara langsung dengan instruktur

    (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape

    recorder. Terapi musik sebagai salah satu tehnik relaksasi

    sering dipakai dalam mengatasi masalah yang berhubungan

    dengan stress (salah satunya depresi). Terapi Musik terbukti

    efektif dalam mereduksi gangguan psikologis pada pasien

    (Djohan, 2006).

    8. Instrumen Pengukuran Tingkat Depresi

    Dalam mengukur tingkat depresi menggunakan Instrumen

    Beck Depresi Inventory (BDI) yang dirancang oleh Beck(1960),

    merupakan skala pengukuran tingkat depresi yang dapat digunakan

    sebagai instrument penyaringan di komunitas dan klinik. Instrumen

    ini terdiri dari 21 item yang memuat tentang kesedihan, pesimisme,

    perasaan gagal, perasaan tidak puas, perasaan bersalah atau berdosa,

  • 31

    perasaan dihukum, rasa benci pada diri sendiri, mudah tersinggung,

    menarik diri dari lingkungan social, tidak mampu mengambil

    keputusan, penyimpangan citra tubuh, kelambanan dalam bekerja,

    menangis, gangguan tidur, kelelahan, hilangnya nafsu makan,

    penurunan berat badan, kecemasan fisik dan penurunan libido.

    D. Gambaran Diri

    1. Pengertian Gambaran diri ( Body Image )

    Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar

    dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang

    ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa

    lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman

    baru setiap individu. (Stuart and Sundeen, 1991).

    Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima

    stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan

    mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan. Gambaran diri berhubungan

    dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai

    dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis

    terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih

    rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga

    diri. (Keliat, 1992)

    Gambaran diri adalah bagian dari konsep diri yang mencakup sikap

    dan pengalaman yang berkaitan dengan tubuh, termasuk pandangan

    tentang maskulinitas dan feminitas, kegagahan fisik, daya tahan, dan

    kapabilitas. Gambaran diri berkembang secara bertahap selama beberapa

    tahun sejalan dengaan anak belajar mengenai tubuh dan struktur mereka,

    fungsi, kemampuan, dan keterbatasan mereka. Gambran diri dapat

    berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan, bergantung pada

    stimuli eksternal pada tubuh dan perubahan actual dalam

    penampilan,struktur atau fungsi. Cara orang lain melihat tubuh kita juga

    mempunyai pengaruh. (Potter & Perry, 2005)

  • 32

    Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan

    penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh

    dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Perubahan ini

    bergantung pada kematangan fisik.Perubahan hormonal terjadi selama

    masa remaja dan pada akhir tahun kehidupan juga mempengaruhi

    gambaran diri (misalnya menapouseselama masa dewasa tengah).

    Penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, dan

    mobilitas, perubahan ini dapat mempengaruhi gambaran diri (Kozier et

    al, 2004).

    Sikap, nilai kultural dan social juga mempengharuhi gambaran diri.

    Muda, cantik dan utuh adalah hal-hal yang ditekankan dalam masyarakat

    Amerika, fakta dan selalu ditayangkan dalam program televise, film

    bioskop, dan periklanan. Dalam kultur timur, penuaan dipandang secara

    sangat positif, karena orang dengan usia tua dihormati. Kultur barat

    (terutama di Amerika Serikat) telah dibiasakan untuk takut dan ketakutan

    terhadap proses penuaan yang normal.(Potter & Perry, 2005)

    Banyak factor dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti

    munculnya stressor yang dapat mengganggu integritas gambaran diri.

    Kegagalan fungsi tubuh, seperti stroke, kebutaan, tuli, arthritis, multiple

    sclerosis, diabetes, inkontinensia dapat mengakibatkan depersonalisasi

    yaitu tidak mengakui atau asing dengan bagian tubuh.Pada penderita

    diabetes Mellitus yang sering terjadi adalah kebutaan, ulkus dan

    komplikasi lain.(Kozier at al, 2004;Potter & Perry, 2005)

    Perubahan tubuh, hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana

    seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan

    bertambahnya usia. Perubahan tersebut seperti obesitas, penuaan,

    kolostomi, trakeostomi, luka bakar, kerusakan wajah dan lain-lain. Tidak

    jarang seseorang menanggapinya dengan responnegatif dan positif.

    Ketidakpuasan juga dirasakan sesorang jika didapati perubahan tubuh

    yang tidak ideal.(Kozier et al, 2004;Potter & Perry, 2005) Penderita

    Ulkus Diabetes Mellitus mengalami perubahan fungsi dan keterbatasan

    organ yang mengalami luka.

  • 33

    Umpan balik interpersonal yang negative, umpan balik ini adanya

    tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat

    membuat sesorang menarik diri. (Kozier et al, 2004;Potter & Perry, 2005)

    Standar sosial budaya, hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya

    yang berbeda pada setiap individu dan keterbatasannya serta

    keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh gambaran

    diri individu, seperti adanya perasaan minder.(Kozier et al, 2004;

    Potter & Perry, 2005).

    Keliat (1998) menguraikan beberapa gangguan pada gambaran diri

    tersebut menunjukkan tanda dan gejala seperti syok psikologis, yang

    merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat

    terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai

    reaksi terhadap kecemasan. Informasi yang teralalu banyak dan

    kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme

    pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk

    mempertahankan keseimbangan diri.

    Menarik diri, yaitu pada saat klien menjadi sadar akan kenyataan,

    tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara

    emosional. Klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan

    keinginan untuk berperan dalam perawatanya.(Keliat, 1998)

    Penerimaan atau pengakuan secara bertahap, yaitu ketika klien sadar

    akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah

    fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang

    baru.(Keliat, 1998)

    2. Tanda dan Gejala gangguan gambaran diri

    Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri diatas adalah proses

    yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala-gejala berikut secara menetap

    maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan

    gambaran diri yaitu: menolak untuk melihat atau menyentuh bagian yang

    berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh,

    mengurangi kontak social sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau

    pandangan negative terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh

  • 34

    atau fungsi yang hilang, Mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan

    ketakutan ditolak, depersonalisasi, menolak penjelasan tentang

    perubahan tubuh (Keliat, 1998).

    3. Penatalaksanaan pada Klien gangguan gambaran diri

    Tindakan keperawatan berfokus pada tingkat penilaian kognitif pada

    kehidupan, yang terdiri dari persepsi, keyakinan dan kepribadian.

    Kesadaran klien akan emosi dan perasaannya juga hal yang penting.

    Setelah mengevaluasi penilaian kognitif dan kesadaran perasaan, klien

    menyadari masalah dan kemudian merubah prilaku. Implementasi

    keperawatan dengan :

    a) Membina hubungan saling percaya,

    b) Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.

    c) Menyediakan pada klien waktu untuk mengungkapkan tentang

    penyakit yang diderita.

    d) Katakan pada klien bahwa dia orang yang berharga dan

    bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

    e) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilki pasien

    dapat di mulai bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik,

    kemampuan lain yang dimilki oleh klien , aspek positif (dukungan

    keluarga dan lingkungan) yang dimilki klien.

    f) Jika klien tidak mampu mengidentifikasi, maka perawat memberi

    reinforcement terhadap aspek positif klien, Setiap bertemu klien,

    hindarkan memberi penilain negative.utamakan memberikan pujian

    realistis.

    g) Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan

    selamam sakit. Misalnya: penampilan klien dalam self care

    latihan dan ambulasi serta aspek asuhan terkait dengan gangguan

    fisik yang dialami oleh klien.

    h) Diskusikan pada kemampuan yang dapat dilanjutkan

    pengguanannya setelah pulang sesuai dengan kondisi pasien.

  • 35

    E. Kerangka Teori

    (Keliat,1998;Watkins,2000) (Rawlin dan Heacock,1993)

    F. Kerangka Konsep

    Variabel dependent Variabel Independent

    Gambaran Diri Penderita

    Ulkus Diabetes Mellitus

    Tingkat Depresi Pada Penderita

    Ulkus Diabetes Mellitus

    G. Variabel Penelitian

    Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

    Variabel bebas : Gambaran diri

    Variabel tergantung : Tingkat depresi penderita Ulkus Diabetes Mellitas

    H. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka hipotesis yang diajukan

    dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara gambaran diri dengan tingkat

    depresi pada penderita Ulkus Diabetes Mellitus di RSUD Kraton Kabupaten

    Pekalongan.

    - Kondisi

    fisik sakit

    menderita

    Ulkus DM

    - Diet Ketat

    dan

    Pengobatan

    - Perubahan

    Struktur dan

    fungsi

    tubuh

    Gambaran diri

    Maladaptif:

    - Menolak

    perubahan

    struktur dan

    fungsi tubuh

    - Menarik diri

    - Takut ditolak

    - Menolak

    penjelasan

    perubahan

    DEPRESI

    - Konsep negatif

    diri terhadap;

    - Diri sendiri

    - Pengalaman

    hidup

    - Orang lain

    - Lingkungan

    - Kepercayaan diri

    tidak dapat

    kontrol situasi