gtl.pdf
-
Upload
alif-irsyad -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of gtl.pdf
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
Pengelolaan lingkungan Terpadu Sumberdaya Mineral dan Batubara di
Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan
Hidir Tresnadi Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral, BPPT, Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Indonesia
ABSTRAK
Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi sumberdaya mineral dan batubara dan telah ditetapkan sebagai wilayah pertambangan(WP) dalam tata ruang nasional, yang mempunyai WUP Mineral Logam, WUP Batubara, dan WUP Bukan Logam dan Batuan. WUP Logam, khususnya bijih besi tersebar di DAS S Tabanio yang tercakup di Kecamatan Pelaihari, Bajuin dan Takisung. Penambangan ini harus mematuhi PerMenLH no 21 tahun 2009 tentang baku mutu air limbahnya. Sedang WUP batubara terdapat di DAS S Kintap, DAS S. Asam-asam, DAS S. Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah yang meliputi Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Jorong dan Kecamatan Kintap, yang dalam kegiatan penambangannya maka harus patuh pada baku mutu air limbah pertambangan batu bara (KepMenLH No 113 tahun 2003). Pengelolaan lingkungan industri penambangan di Kabupaten Tanah Laut harus dilakukan secara berbeda karena karena daerah Kabupaten Tanah Laut bagian timur merupakan daerah penambangan batubara sedang daerah Kabupaten Tanah Laut bagian tengah merupakan kegiatan penambangan bijih besi dan mineral logam lainnya. Sehingga sumber pencemarnya pun berbeda, pencemar utama lingkungan terhadap DAS di Jorong, Kintap, Batu Ampar, dan Panyipatan adalah Air asam tambang (AMD) dan logam berat seperti Fe, Mn dan Al, sedang kemungkinan pencemar utama terhadap DAS Tabanio di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung, adalah logam berat Cr dan logam berat lainnya seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan Pb. Jika dibandingkan dengan profile lingkungan daerah kabupaten Tanah Laut, maka pada saat ini dampak lingkungan kegiatan penambangan hanya terjadi di lokasi penambangan saja, baik Cr pada tambang bijih besi di Sumber Mulia, maupun AMD yang mengakibatkan penurunan pH di lokasi-lokasi yang berkaitan dengan lahan gambut dan keberadaan lapisan batubara., seperti di Kitap dan Jorong. Meski profile lingkungan yang ada menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melebih batas ambang, seperti kekeruhan, konsentrasi NO3, NH3, BOD, COD, dan DO di Bajuin dan Jorong tapi penyebabnya belum jelas apakah berasal dari pertambangan atau kegiatan lainnya. Namun sekarang dan masa datang kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus dilakukan secara terpadu di sepanjang DAS yang ada dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang menggunakan lahan di sepanjang DAS yang ada, dengan titik berat AMD di Kintap, Jorong, Batu Ampar dan Panyipatan; dan Cr dan logam berat lain di Bajuin, Pelaihari dan Takisung. Kata Kunci : Batubara, Bijih Besi, DAS, pH, Pengelolaan Lingkungan Terpadu.
ABSTRACT
Tanah Laut District has the potential mineral resources and coal, and now the district has been designated as a mining area (WP) in the national spatial planning, which has WUP Mineral and Metal, WUP Coal, and WUP for Non-Metal and Rock. WUP metals, particularly iron ore scattered in the watershed of S Tabanio, which included in the Sub District of Pelaihari, Bajuin and Takisung. The Mining must comply PerMenLH No. 21 of 2009 on waste water quality standards. The WUP of coal being found in the watershed of S Kintap, S. Asam-asam, S. Sawarangan, S Batang Gayang, S Kepunggur dan Kandangan, S. Sebukur, S Danau, S. Pandan, dan S. Sanipah which included in Batu Ampar SubDistrict, Jorong Sub District, Kintap and Panyipatan Sub District, which must comply with KepMenLH No. 113 of 2003 on the wastewater quality standard of the coal mining. When compared to the environmental profile Tanah Laut district, then at this time the impact of mining activities only occur at the mine site alone. The environmental profile of The District suggests that some parameters have exceeded the threshold limit. But in future the environmental management and monitoring activities should be done to manage the existing environment and preferably other stakeholders that could cause environmental damage should also be invited to participate in the management of the existing environment. Kyewords : Coal, Iron Ore, Watershed, pH, Integrated Environment Management. .
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi sumberdaya mineral dan batubara, baik yang
sudah ditambang maupun yang belum. Endapan yang sudah ditambang adalah bijih besi yang
tersebar di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung. Endapan bijih besi memiliki karakteristik
yang berbeda sesuai dengan genesa dan keterdapatannya pada batuan induknya. Pada umumnya
endapan bijih besi ini tersebar dan setempat, namun cadangannya hingga kini belum diketahui
dengan pasti. Masih diperlukan eksplorasi yang lebih rinci baik kuantitas maupun kualitasnya
agar dapat digolongkan sebagai endapan yang memiliki cadangan besar dan dapat menjadi
pasokan bijih besi nasional. Endapan mineral logam yang lainnya adalah chrom, emas dan
platina. Kabupaten Tanah Laut juga memiliki endapan batubara yang tersebar di Kecamatan
Kintap, Jorong. Batu Ampar dan Panyipatan. Selain itu juga terdapat sebaran bahan tambang
mineral non logam yang terdapat di Kecamatan Bajuin, Pelaihari, Takisung, Kintap, Jorong.
Batu Ampar dan Panyipatan. Oleh karena perlu dilakukan pengelolaan lingkungan secara terpadu
terhadap penambangan bijih besi, batubara dan mineral non logam dan batuan yang terdapat di
wilayah ini.
Kegiatan penambangan akan mengubah bentang alam dan membuat lubang bukaan
sehingga country rock dan tanah penutup tersingkap ke permukaan bumi, yang akan mengalami
perubahan secara fisik dan kimia ketika bercampur dengan udara pada atmosfir terbuka. Dalam
panambangan bijh besi harus dilakukan pemantauan dan pengendalian dampak kerusakan
lingkungan yang ditimbulkannya. Baik dalam bentuk morfologi permukaan bumi, maupun
parameter-paramater kualitas lingkungan lainnya. Dalam penambangan bijih besi, ada peraturan
yang harus dipatuhi oleh setiap kegiatan pertambangan bijih besi, PerMen LH No 21 Tahun
2009. Sedang dalam penambangan batubara maka harus mematuhi baku mutu air limbah
penambangan batubara sesuai dengan KepMenLH No. 113 of 2003. Pada sisi lain Profil
Lingkungan Hidup di Kabupaten Tanah Laut menjadi penting sebagai batas ambang kualitas
lingkungan daerah yang dapat menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan dalam
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
mengambil keputusan untuk mengelola lingkungan dalam menjaga dan melindungi kesehatan
masyarakat. Dalam pengelolaan dampak lingkungan bijih besi yang perlu diperhatikan adalah
timbulnya pencemaran logam berat, seperti Fe, Mn, Cr, dll karena batuan pembawa bijih besi
merupakan batuan ultrabasa yang kaya akan logam berat. Sedang pada dampak lingkungan
pertambangan batubara adalah terjadinya pencemaran oleh pembentukan air asam tambang yang
menimbulkan terjadinya penurunan pH pada badan air di tambang dan sekitar tambang.
Pada berbagai studi kasus menunjukkan bahwa daerah aliran sungai pegunungan harus
dikelola dengan seksama hati-hati berkaitan hubungan antara hulu dan hilirnya, hubungan lereng
dan saluran sungainya, proses-proses utama yang terjadi, gangguan fungsi peran ekologi dan
fisiknya, dan kerentanan aliran sungainya (Wohl, 2007). Penambangan yang terjadi dan
berlangsung lama, bahkan yang masih aktif hingga sekarang, serta sistim saluran sungai dan
dataran banjir di seluruh dunia yang memiliki sejarah penambangan telah terkontaminasi oleh
konsentrasi limbah kaya logam, yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan
pembangunan berkelanjutan. Dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia timbul akibat
terdapatnya logam berat dalam waktu lama pada endapan sungai dan tanah aluvial serta
terbentuknya bioakumulasi alami yang terjadi pada hewan dan tumbuhan (Macklin et al., 2006)
Umumnya lebih daripada 90 % beban logam di sungai akan ditransportasikan dalam fasa
padatan, yang terserap sebagai coating (lapisan) pada permukaan partikel atau bergabung dalam
butiran-butiran mineral. Dengan demikian proses geomorfik fluivial menjadi penting dalam
transportasi dan berpindahnya logam-logam berat yang berasal dari lokasi-lokasi tambang.
(Miller, 1997).
Dalam penambangan batubara dan logam dilakukan pengelolaan dan mitigasi kerusakan
lingkungan yang terkendali. Untuk itu berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi telah
berkembang dalam meminimalkan pembentukan air asam tambang. Pengelolaan kerusakan
lingkungan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada dan berlaku. Salah satu
kerusakan yang timbul pada kegiatan penambangan batubara adalah penurunan pH air akibat
adanya interaksi antara atmosfer, air dan batuan atau bahkan batubara itu sendiri yang dapat
menimbulkan air asam tambang, karena umumnya batubara memiliki kisaran kelembaban antara
2 – 40 %, kandungan belerang 0, 2 – 8 % dan kandungan abu 5 – 40 %, yng dapat menimbulkan
efek pada nilai batubara sebagai sumber energi yang dapat mengakibatkan polusi dalam
penggunaannya.
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
Air asam tambang (AMD) merupakan masalah lingkungan di negara-negara yang memiliki
sejarah industri pertambangan yang lama hingga sekarang. Pencegahan pembentukannya atau
mitigasi AMD dari sumbernya biasanya lebih disukai, meski terkadang tidak cocok untuk
dilakukan di semua tempat, karena harus mengumpulkan, mengolah dan menyalurkan air
tersebut yang sudah memiliki pH normal ke lingkungan di sekitarnya. Berbagai macam cara
dapat dilakukan untuk remediasi air asam tambang, baik melalui mekanisme kimia dan biologis
untuk menetralisir AMD dan menghilangkan logam dari drainase air tambang. (D. Barrie
Johnson, Kevin B. Hallberg, 2005).
Air asam tambang (AMD) yang terbentuk dari air yang melakukan infiltrasi pada batuan yang
mengandung mineral sulfida, effluent dari pabrik pengolahan mineral dan rembesan dari
bendungan tailing dapat menimbulkan terbentuknya air asam tambang, sehingga keasaman ini
akan mengakibatkan tertransportasikannya logam dalam bentuk terlarutnya. Teknologi
pengolahan air asam tambang konvensional mahal dalam pengoperasiannya. Sehingga salah satu
metoda yang yang disukai adalah menggunakan passive treatment yang berbiaya rendah dalam
menghasilkan air bebas polusi, dan mendorong tanggung jawab komunitas masyarakat mengolah
air asam tambang melalui penggunaan sistim pengolahan air asam tambang dengan wetlands.
Wetlands ini berfungsi menyerap dan mengikat logam berat dan mengendapkannya secara
perlahan sebagai endapan sedimen untuk menjadi bagian dari siklus geologi. (A.S. Sheoran;V.
Sheoran, 2006).
Teknologi Passive Treatment umumnya memiliki dampak terhadap lingkungan yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan Teknologi Active Treatment. Namun Pengoperasian tambang
yang berskala besar jarang hanya mengandalkan passive treatment untuk mitigasi AMD, karena
sistem treament yang effektif biasanya tergantung pada faktor-faktor pengalaman dalam trial
and error yang diperoleh dalam treatment AMD, ketersediaan lahan, topografi, Debit AMD,
karakteristik kimia dan suhu operasi treatment. (Tyler J. Hengen, Maria K. Squillace, Aisling D.
O’Sullivan, James J. Stone; 2014)
Keasaman dalam AMD terdiri atas keasaman mineral (Fe, Al, Mn, dan logam lain yang
tergantung pada mineral logam sulfida yang tersingkap ke atmosfir) dan keasaman ion hidrogen.
Logam-logam lain dalam AMD bervariasi tetapi AMD dikarakterisasikan oleh pH yang rendah,
sulfat dan Fe yang tinggi. Ketika air sungai yang tercemar memasuki danau atau badan air yang
lebih besar maka akan terjadi dilusi, reaksi kimia dan biologi yang terjadi secara alami yang
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
menyebabkan netralisasi sebagian keasaman dan pengendapan logam. Pada air yang tidak
terkontaminasi maka sifat asam air berkaitan dengan pH rendah, misalnya jika terkontaminasi
oleh hujan asam biasanya memiliki pH rendah yang berkisar dari 3,5 hingga 4,5. Tetapi memiliki
sedikit keasaman mineral. Penirisan dari tambang logam biasanya mengandung sejumlah Zn, Cu,
Ni, Pb, dll. Namun terkait dengan AMD dari tambang batubara maka di Amerika Timur biasanya
pH, Fe, Al, dan Mn menjadi penyebab utama keasaman (Hedin dkk, 1994)
2. METODE PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian pengelolaan lingkungan terpadu pertambangan sumberdaya mineral
dan batubara di Kabupaten Tanah Laut, maka dilakukan tahapan penelitian sebagai berikut :
a. Studi literatur daerah penelitian
b. Survey lapangan daerah penelitian
c. Pengambilan contoh air dan tanah Daerah Penelitian, di Sumber Mulia, Pelaihari
d. Pengujian Laboratorium sampel penelitian
e. Pengolahan dan penyajian data dan informasi penelitian, yang disajikan baik dalam
bentuk statistik grafis maupun informasi geografi
f. Analisis dan Pembahasan
g. Kesimpulan dan Saran
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Morfologi
Kabupaten Tanah Laut dapat di bagi atas 2 (dua) satuan utama, yaitu :
a. Satuan dataran rendah landai hingga berombak umumnya tedapat di bagian selatan.
Satuan ini membentang memanjang dari Timur ke Barat dan melebar di bagian barat
yang terdiri dari rawa-rawa dan daerah aliran sungai yang bermuara di Laut Jawa.
b. Satuan bukit bergelombang dan pegunungan terdapat di bagian utara sampai ke
perbatasan dengan Kabupaten Banjar, dengan puncak gunungnya.
Endapan Bijih Besi dan Kromit di daerah penelitian memiliki morfologi satuan bukit
bergelombang seperti di Sungai Bakar, Pontain, Sungai Riam, dan Pemalongan, sedang
Ambungan dan Kortein memiliki satuan dataran rendah.
3.2. Geologi Regional
Geologi batuan pembawa mineralisasi bijih besi di Kab. Tanah laut merupakan batuan
ultrabasa, yang berumur Jura (Gambar 1). Pelapukannya, terutama serpentinit yang mengalami
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
dekomposisi dan akumulasi kimia menghasilkan bijih besi tipe laterit. Seri batuan gunungapi –
sedimen berumur Kapur Atas, terutama yang bersifat gampingan (“calcareous”) diterobos oleh
kompleks batuan intrusi (granit, granodiorit, dioritdll), menghasilkan endapan bijih besi tipe
kontak metasomatik (“skarn”). Endapan ini diperkirakan terjadi pada Kapur Akhir –Tersier Awal
( Sofyan, dkk, 2007).
Di Kabupaten Tanah Laut pada, khususnya di Kecamatan Pelaihari, Jorong, dan Kintap, kegiatan
penambangan telah dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya adalah:
(a) penambangan emas, batu marmer, dan bijih besi pada perbukitan intrusif di Desa Sungai
Bakar Kecamatan Pelaihari
(b) penambangan bijih besi pada bukit-bukit intrusif dan dataran nyaris di sekitar daerah
Tampang, Kecamatan Pelaihari
(c) pengolahan emas di daerah sekitar Telaga dan Saranghalang, Kecamatan Pelaihari
(d) penambangan batubara yang tersebar merata di Kecamatan Jorong dan Kintap, seperti: PT.
Jorong Barutama Gresston di Sawarangan, PT. Arutmin di Simpang Empat Asem-asem,
PT. Amanah Anugerah Adi Mulia di Kuranji, dan masih banyak lagi kegiatan
penambangan yang tersebar di seluruh Kabupaten Tanah Laut.
Endapan Bijih besi yang tersebar dan terdapat Kabupaten Tanah Laut, ada yang masih
berupa sumberdaya endapan dan ada yang sudah ditambang. Yang sudah ditambang terdapat di
Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari. Selain itu terdapat juga mineral logam kromit.
Endapan bijih ini merupakan endapan bijih primer berukuran kerikil seperti di Sungai Bakar
hingga bongkah besar seperti di Pemalongan dan Sumber Mulia. Di Sungai Riam dan Tanjung
endapan bijih ada yang berupa besi lateritik. Endapan Bijih Besi yang sudah ditambang terdapat
di Sumber Mulia, Pemalongan, dan Sungai Riam. Sehingga survey dilakukan ke lokasi
penambangan tersebut. Endapan bijih ditambang dengan menggunakan metoda tambang terbuka.
Sebaran endapan bijih besi di Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari dapat dilihat pada
Gambar 1. Sejak 2008 penambanganbijih besi telah dilakukan di Sumber Mulia, yang dilakukan
oleh tiga Perusahaan yang melakukan penambangan dengan SPK yang berbeda sesuai dengan
kerjasama yang dilakukan dengan Perusahaan Penambangan Daerah Kabupaten Tanah Laut.
Ada tiga tambang di lokasi ini. Pada umumnya penambangan dilakukan dengan pemberaian bijih
utama menggunakan rock breaker, yang kemudian hancuran batuan yang diperoleh dipindahkan
oleh backhoe ke stockpile dekat tambang. Dari stockpile pemuatan ke dalam truk pengangkut
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
dilakukan oleh backhoe yang kemudian dibawa ke stockpile pelabuhan ekspor. Selain itu
penambangan dilakukan juga dengan tenaga manusia. Bijih Besi yang ditambang oleh tenaga
manusia dipecah dengan palu lalu dimasukan ke dalam karung-karung untuk diangkut dan
dibawa oleh truk pengangkut. Selain itu terdapat juga penambangan bijih besi di Pemalongan,
Sungai Bakar dan Sungai Riam.
3.1. Pendekatan Geomorfologi dalam Pengelolaan DAS Daerah Pertambangan
Air lindian dari daerah penambangan dan timbunan tanah penutup dapat memasuki
lingkungan ekosistem akuatik yang ada. Jika kandungan logam-logam berat yang mungkin
terdapat di daerah penambangan memasuki aliran sungai maka dapat terbawa jauh ke daerah
hilirnya. Prose-proses fisik dan kimia yang berangsung di sungai dapat meningkatkan, langsung
atau tidak langsung, yang akan mempercepat penyebaran polutan yang ada.
Daerah aliran sungai meliputi jarigan sungai-sungai kecil hingga besar yang terdapat di
suatu daerah, baik pegunungan, bukit dan dataran rendah, yang menunjukkan keanekaragaman
fisik dan biologi yang ada dan terjadi, yang terkait sejarah pemggunaan tata guna lahan yang
terjadi di daerah aliran sungai tersebut. Kegiatan manusia akan berdampak pada daerah aliran
sungai yang secara langsung akan mengubah geometri saluran, dinamika gerakan air dan
sedimen, kontaminan dalam sungai, atau komunitas riparian dan aquatik yang ada. Misalnya
pembuatan saluran baru untuk kegiatan iriigasi pertanian, pembangunan dam-dam dan
bendungan, penambangan aluvial sungai. Demikian pula yang secara tidak langsung akan
berdampak pada aliran sungai, seperti perambahan dan penggundulan hutan, budidaya pertanian,
perkebunan, dan peternakan, pembangunan irigasi pertanian, dan urbanisasi akan mengubah
proses aliran sungai yang terjadi.
Dampak kegiatan manusia terhadap daerah aliran sungai dapat diklasifikasikan menjadi
lima kategori, yaitu : keteraturan aliran sungai, integritas biotik, pencemaran air, perubahan
saluran sungai dan tata guna lahan yang ada. Para pakar geomorfologi semakin banyak terlibat
dalam evaluasi dan remediasi sistim perairan sungai yang terkena dampak kegiatan
penambangan, namun protokol generik atau dasar yang dipergunakan untuk evaluasi berbasis
geomorfologi belum dicoba dan dilakukan. Namun penyusunan skema evaluasi dan pengelolaan
berbasis geomorfologi untuk sistim sungai di Ingris dan Wales, yang memiliki sejarah
terkontaminas telah dilakukan (Macklin et al., 2006).
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
Pada penelitian untuk mitigasi pencemaran polutan, maka pengaruh peranan proses fisik
dan kimia pada dispersi logam berat dalam sistim sungai yang ada, maka diasumsikan bahwa
saluran sungai-sungainya :
a. Tetap tidak berubah pada proses dan bentuknya ketika sejak awal terbentuknya limbah
tambang di daerah aliran sungai yang ada
b. Memperlihatkan metamorfosis dalam bentuk saluran sungai-sungainya yang diakibatkan
oleh adanya masukan limpasan dan debris dari tambang-tambang yang ada.
Pada umumnya semua proses yang terjadi mengakibatkan variasi konsentrasi logam
dalam sedimen atau endapan yang berpindah melalui saluran sungai yang stabil dan secara
bersamaan mengalami metamorfosa juga. Bagaimana pun juga pola ke hilir, lateral dan vertikal
pada konsentrasi metal cenderung menjadi lebih rumit dan kompleks pada saluran sungai yang
mengalami transformasi. Kompleksitas ini diakibatkan oleh perubahan spasial dan temporal pada
jenis, kecepatan dan besar proses erosi dan pengendapan yang terjadi, yang dapat
mengakibatkan sangat bervariasinya perlapisan endapan stratigrafi yang terjadi pada saat pasca
tambang terjadi, dan disebabkan juga oleh kuantitas debris terkontaminasi yang lebih besar yang
terbentuk di tepi-tepi sungai dan dapat tererosi dan terdistribusi untuk terendapkan kembali
secara sporadis pada saat banjir ( Miller, 1997). Oleh karena itu, proses pemetaan rinci daerah
tambang dan sungai di sekitarnya menjadi penting utuk dipetakan secara rinci untuk mengetahui
proses arah dan aliran debris, erosi dan dan banjir yang dapat melakukan pembentukan
perubahan saluran sungai sehingga terjadi transformasi pada morfologi, dimensi lateral, vertikal
dan sedimentasi yang terdapat pada dinding dan dasar sungai.
3.2. Pembentukan Air Asam Tambang
Asal mula air penirisan tambang yang kaya logam, terutama disebabkan oleh percepatan oksidasi
besi pyrite (FeS2) dan mineral sulfida lain yang tersingkap terhadap oksigen dan air, yang
diakibatkan oleh penambangan dan pengolahan bijih logam dan batubara (Johnson, 2003, dll),
yang sebagian besar terdapat sebagai bijih sulfida, yang umumnya berasosiasi dengan pyrite,
yang merupakan mineral sulfida yang paling banyak terdapat dibumi ini. Demikian juga halnya
dengan endapan batubara, yang pada umumnya mengandung 1-20 % pyrite sulfida. Faktor-faktor
utama yang menetukan kecepatan pembentukan asam (Ata Akcil, Soner Koldas, 2006) adalah
pH; Temperatur; Kandungan oksigen alam fasa gas, ketika kejenuhan < 100 %; Konsentrasi
Oksigen pada fasa air; Derajat kejenuhan air; Keaktifan kimia Fe3+; Luas permukaan logam
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
sulfida yang tersingkap; Energi aktivasi kimia yang diperlukan dalam pembentukan asam;
Aktifitas bakteri.
Air yang memasuki lokasi pembentukan keasaman mungkin dapat dikontrol (Ata Akcil, Soner
Koldas, 2006) dengan cara mengubah aliran air permukaan yang menuju ke lokasi yang
mengalami polusi; mencegah infiltrasi air tanah yang menuju ke lokasi poluisi; mencegah air
dari siklus hidrologi merembes ke daerah yang terkena polusi; mengontrol penempatan limbah
pembentuk AMD. Metoda Konvensional dalam remediasi AMD adalah dengan penambahan
materi yang berfungsi sebagai sumber alkalinitas untuk menaikkan pH di atas ambang yang
dipersyaratkan oleh bakteri yang melakukan oksidasi besi, dengan demikian akan mengurangi
kecepatan pembentukan asam. Kelebihan tindakan ini adalah menghilangkan keasaman dengan
penambahan alkalinitas; menaikkan pH; menghilangkan logam berat; Ferrous iron teroksidasi
lebih cepat menjadi ferric iron pada pH yang lebih rendah; Sulfat dapat dihilangkan dengan
terjadinya kelarutan kalsium sulfat jika terdapat kalsium yang cukup
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan lingkungan harus secara terpadu dilakukan terhadap penambangan mineral
logam dan non logam serta batubara. Selain itu harus mengikut sertakan para pemangku
kepentingan dalam tata guna lahan di sepanjang daerah aliran sungai dimana terdapat kegiatan
penambangan dan pengguna lahan lainnya, misalnya perkebunan kelapa sawit, karet, pemegang
HPH, Lahan konservasi dll. Karena pengelolaan lingkungan secara mikro pada setiap kegiatan
ekonomi seperti penambangan akan berpengaruh terhadap regional daerah Kabupaten Tanah
Laut, khususnya daerah aliran sungainya. Berbagai daerah aliran sungai yang terdapat di daerah
penambangan bijih besi, seperti Kecamatan bajuin, Perlaihari dan Takisung serta daerah
penambangan batubara deperti di kecamatan Kintanp, Jorong dan Batu Ampar, Panyipatan dapat
dilihat pada Tabel 1. Begitu pula halnya dampak lingkungan penambangan mineral non logam.
Kegiatan penambangan bijih besi terjadi pada suatu daerah yang relatif kecil, namun
baku mutu limbah penambangan bijih bes harus ditaati, PerMen LH no 21 tahun 2009. Di
Kecamatan Pelaihari, khususnya di Sumber Mulia penambangan bijih besi tidak memberikan
dampak perubahan pH pada sistim aquatik yang ada. Kisaran pH yang normal, serta kandungan
Fe, Mn, Zn, Cu dan Pb pada sistim drainase penambangan yang berada di bawah baku mutu,
menunjukkan bahwa potensi pembentukan air asam tambang ada dan unsur-unsur tersebut tak
ada. Potensi pencemar dari penambangan bijih besi hanya berasal dari Cr, yang lebih tinggi dari
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
batas ambangnya (Gambar 4). Oleh karena itu setiap kegiatan penambangan bijih besi harus
diawasi dan dikendalikan kemungkinan terjadinya pencemaran oleh Cr (VI), meskipun ini tidak
berarti bahwa paramater lain diabaikan.
Berdasarkan profill lingkungan hidup yang ada (KLH Kab Tanah Laut, 2007), maka telah
terjadi :
a. Di Pelaihari, desa Bajuin, Belayang dan Telaga, pencemaran air permukaan, yang lebih
disebabkan oleh kekeruhan akibat sedimentasi yang tinggi. Di kecamatan Jorong, di desa
Sawarangan, Jorong, Asam-asam, dan Muara Asam-asam sedang di Kecamatan Kintap
terjadi di Muara Kintap dan Kintapura.
b. Di wilayah pesisir, Telaga dan Tampang, terjadi tingkat keasinan akibat kandungan
klorida,
c. Di Pusat Kota, Jln Datu Insad, Sungai Bakar, Tampang dan Telaga, kandungan Mn dan
Fe Total berada di atas Baku Mutu. Sementara di Jorong, terjadi di desa Jorong dan
Simpang Empat Asam-asam
d. Dari 20 sampel air yang analisis di laboratorium terhadap kadar bakteri colli total, hanya
4 sampel yang mempunyai nilai di bawah baku mutu air klas I yang mempunyai toleransi
(ambang) kandungan bakteri colli dalam air 1000 MPN/100 ml. Sementara dari 16
sampel yang dianalisis di wilayah kajian mempunyai kandungan bakteri colli berkisar
antara 1100 - 2400 MPN/100 ml, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
tubuh perairan pada semua satuan ekosistem di wilayah kajian sudah tercemar oleh
bakteri colli. . Selain itu bakteri colli total ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi di
Sungai Asam-asam.
e. Berdasarkan hasil pengukuran pencemaran suara di lapangan, ternyata hampir semua
lokasi yang dijadikan sampel, terutama di wilayah permukiman, mempunyai index
kebisingan di atas ambang yang diperkenankan, Dari 28 lokasi yang disurvei, hanya 9
lokasi yang masih di bawah syarat kebisingan. Berdasarkan data yang disajikan di atas,
terbukti bahwa kondisi sebagian lokasi penambangan di wilayah kajian masih memenuhi
Baku Mutu Udara Ambient Nasional (BMUAN) menurut Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1999, sehingga untuk saat ini belum menjadi masalah.
f. TSS (residu terlarut), paramater yang erat dengan kekeruhan, karena merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan kekeruhan pada tubuh perairan, yang disebabkan karena
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
proses alami berupa sedimentasi yang tersuspensi di tubuh perairan. Ambang baku mutu
untuk TSS sebesar 50 mg/lt. Lokasi-lokasi yang menunjukkan TSS di atas baku mutu air
kelas I terdapat di Kecamatan Pelaihari, di desa Bajuin, Sungai Bakar, Telaga, dan
Tampang, sedang Kecamatan di Jorong, di Sawarangan, Jorong, Sipang Empat Asam-
asam (Profil LH Kab Tanah Laut 2007)
g. TDS yang tinggi juga ditemukan di sumur pada permukiman di Sabuhur.
h. Konsentrasi NO3, NH3, BOD, COD, dan DO yang melebihi Baku Mutu terjadi di
kecamatan Pelaihari di desa Sungai Bakar, Telaga, Tampang dan Bajuin; di Kecamatan
Jorong, di desa Sawarangan, Sabuhur, Jorong dan Muara Asam-asam; Di Kecamatan
Kintap, di desa Kintapura dan Sungai Balarangan
i. Di Desa Bajuin, Tampang, Telaga dan pusat Kota, Jln datu Insad, adanya pH yang rendah
yang berakibat pada keasaman air, Keasaman pada tubuh perairan dapat disebabkan oleh
keberadaan lapisan gambut atau batubara, interaksi antara batuan dan air, serta produk
dari pertambangan terbuka yang marak, terutama di Jorong dan Kintap. Pengukurann di
Pelaihari memiliki pH sekitar 5,92 hingga 6 pada air tanah, di Kecamatan Jorong, di desa
Simpang Empat Asam-asam pH mencapai 2,9 pada air permukaan. DI Kecamatan Kintap
berkisar antara 3,53 hingga 6,01
j. Sungai Tabonio merupakan sumber air baku PDAM Pelaihari. Menurut pihak PDAM,
Sungai Tabonio tercemar oleh limbah penambangan biji besi. Hasil pemeriksaan
laboratorium, Sungai Tabonio tercemar oleh Fe (besi). Kadarnya mencapai 25,356
miligram per liter dari standar baku mutu (batas ambang) 5 mg. Keadaan ini berarti 5 kali
lipat dari kadar standar.
k. Parameter pH yang rendah (asam), serta tingginya DHL yang dijumpai di penambangan
emas dengan nilai mencapai 1.500 µmhos/cm (agak asin). TDS dan Fe (total), yaitu di
embung tambang bijih besi dan sumur monitoring pada TPA (hampir mencapai 4000
ppm), sementara kandungan TSS serta logam berat Mn ditemukan di dua lokasi
penambangan emas dengan konsentrasi besar (>15 ppm). Pada lokasi penambangan ini
unsur sulfat juga terdeteksi cukup tinggi (>80 ppm).
Lokasi sebaran pengambilan contoh profil Lingkungan Hidup kabupaten Tanah Laut pada
umumnya berada di hilir lokasi sebaran endapan bijih besi, ada yang cukup jauh, 5 km bahkan 15
km, dari lokasi penambangan bijih besi (Gambar 1). Tata guna lahan di sepanjang sungai pun
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
beraneka ragam sehingga kemungkinan penyebab munculnya pencemaran bisa terjadi dari
beberapa faktor, misalnya penggundulan hutan, perkebunan kelapa sawit, karet, dll. Lokasi
Sebaran pengambilan sampel untuk profil lingkungan hidup dapat dilihat pada Gambar 2.
4.1. Pengelolaan Lingkungan Penambangan Bijih Besi
Di daerah Kecamatan Pelaihari, Bajuin dan Takisung daerah penambangan bijih besi terdapat
pada DAS Tabanio dengan luas 62,300 Ha (62,3 km2). Daerah aliran sungai ini dari hulu sungai,
timur laut, yang berawal dari Riam Pinang dan Tebimg Siring mengalir hingga bermuara di
daerah pantai Kecamatan Takisung, bagian barat. Begitu pula halnya dengan sebaran endapan
bijih besi dimulai dari kedua tempat ini hingga berakhir di muaranya. Di pantai Takisung dapat
dijumpai pula bongkahan endapan bijih besi dipantai-pantai yang langsung berbatasan dengan air
laut. Kegiatan penambangan bijih besi daerah Pelaihari tidak begitu besar. Namun bukaan
tambang tetap akan mengakibatkan lindian kandungan logam yang tidak diinginkan. Demikian
pula singkapan bijih besi yang ada, tersebar dan tidak ditambang harus dipertimbangkan pula
sebagai sumber pencemar alami, jika sumber mineral besi dianggap salah satu sumber
pencemaran.
Di Tambang Bijih Besi Pemalongan, Sumber Mulia dan Sungai Bakar, sungai di
sekitarnya tak memiliki kekeruhan yang berarti, airnya tetap jernih. Berati bahwa kegiatan
penambangan tidak menumbulkan kekeruhan dalam kegiatannya. Namun ketika hujan maka air
yang berasal dari sistim penirisan tambang mengakibatkan kekeruhan pada air di sekitarnya.
Meski kekeruhan tersebut tidak hanya berasal dari kegiatan penambangan, karena secara alami
pada saat hujan kekeruhan juga berasal dari air limpasan yang berasal dari tanah terbuka yang
berada di sekitar aliran sungainya atau dari daerah hulunya akibat erosi dan bukaan lahan oleh
kegiatan manusia seperti perkebunan dll. Yang patut dikontrol adalah lokasi titik penaatan
kualitas lingkungan pada setiap lokasi penambangan, yang merupakan batas penaatan keluaran
dari sistim remediasi drainase penambangan, yang harus memenuhi baku mutu lingkungan pada
peraturan yang ada.
4.2. Pengelolaan Lingkungan Penambangan Batubara
Daerah penambangan batubara terdapat di Kecamatan Kintap, Jorong, Batu Ampar dan
Panyipatan, sehingga pengelolaan dampak di tujukan secara mikro di daerah penambangan dan
secara regional di daerah aliran sungai yang terdapat di keempat kecamatan, yaitu DAS Kintap,
DAS Asam-asam, DAS Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan,
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah, yang secara keseluruhan luasnya
268526,24 Ha. (Tabel 1). Dampak penambangan batubara berupa air asam tambang akan
terbentuk pada sistim drainase air penambangannya jika tidak dilakukan remediasi terhadap
penurunan pH. Remediasi penurunan pH dapat dilakukan dengan active treament dan passive
treatment atau pun keduanya. Pada penambangan skala besar maka kedua sistim tersebut pada
umumnya dipergunakan. Sistim remediasi aktive treatment diawali dengan sistim pengendapan
menggunakan batu kapur atau kapur halus untuk mengurangi ion sulphat terlarut, yang
merupakan penyebab air asam tambang, yang terbentuk akibat oksidasi mineral pyrite yang
terdapat pada batubara atau lapaisan antara batubara atau overburden batubara. Jika pada sistim
drainase terjadi pelepasan logam berat, maka remediasi dapat ditambahkan dengan material
absorbent yang dapat menyerap logam-logam tersebut, misalnya sabut kelapa, limbah organik
lainnya dll. Selain itu dapat pula dilakukan dengan phytoremediation, yang mempergunakan
tanaman yang dapat menyerap logam-logam berat seperti eceng gondok, dll dari badan air.
4.3. Pengelolaan Lingkungan Penambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pengelolaan lingkungan tambang bahan galian lainnya, umumnya dilakukan upaya untuk
mencegah terbentuknya kekeruhan pada badan air di sekitar penambangan. Namun ini tetap
memerlukan penelitian kemungkinan terjadinya pencemaran oleh logam-logam berat. Karena
pencemaran yang terjadi selain dapat berasal dari bahan galian, juga dapat berasal dari country
rock atau host rock atau batuan sekitar bahan galian tambang berada. Jadi perlu tetap dilakukan
pengawasan dan pemnatauan terhadap berbagai kemungkinan terjadinya pencemaran di tambang
terhadap badan-badan air di sekitar tambang, yang dapat mencemarai DAS yang ada di dekatnya.
4.4. Pengelolaan DAS Lingkungan Daerah penambangan
Secara hidrogeologi maka, daerah penelitiain memiliki karakteristik batuan tidak cukup
mampu untuk menyimpan air, butir tanah didominasi fraksi lempung yang relatif mudah jenuh
air dan kedap, sehingga pada daerah-daerah yang rendah (lowland) menjadi banjir dan
penggenangan setiap tahunnya. Daerah-daerah di sepanjang aliran sungai, sekitar rawa-rawa,
dataran fluvio-marin, dan daerah sekitar muara, merupakan daerah paling tinggi mendapatkan
ancaman banjir dan penggenangan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Tabanio termasuk dalam
daerah rawan bahaya banjir tinggi. Banjir dan genangan yang sering terjadi setiap musim
penghujan di wilayah perkotaan Pelaihari, menunjukkan bahwa daerah tangkapan hujan di
bagian hulu sudah terganggu dan tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
diakibatkan oleh perubahan iklim global “global warming”, yang diakibatkan rusaknya hutan
lindung di wilayah perbukitan bagian hulu daerah aliran sungai di Kabupaten Tanah Laut. Oleh
karena itu keberadaan hutan lindung, (hutan hujan tropis). Menjadi sangat penting. Selain itu
faktor yang harus dipertimbangkan adalah daya serap air oleh batuan, karena secara
hidrogeologi, batuan di daerah hulu S Tabanio merupakan batuan akifer dengan ABT sangat
kecil dan merupakan akifer fraktur / celahan, yang berarti bahwa air hujan yang jatuh di hulu
hanya sedikit terserap di daerah hulu, hal ini dapat dilihat pada sebaran akifer pada peta
hidrogeologi yang terdapat pada Gambar 5. Yang berarti bahwa sebagaian besar air hujan
menjadi limpasan yang akan mengalir melalui sistim aliran yang ada menuju ke hilirnya. Yang
perlu diperhatikan adalah pola curah hujan tahunan yang ada didaerah penelitian (Gambar 6),
karena dengan mengetahui pola musim, kemarau dan hujan, maka dapat diperkirakan
kemungkinan potensi keaktifan yang terjadi pada pembentukan sedimentasi pencemar di sungai
dan dataran banjir di DAS Tabanio, DAS Tabanio, DAS Kintap, DAS Asam-asam, DAS
Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS
Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah.
Daerah penambangan ini belum dipetakan secara rinci geomorfologi dan
hidrogeologinya, yang dilakukan untuk mendapatkan mitigasi bencana dampak pertambangan
secara mikro terhadap morfologi bumi, seperti sungai dan proses-prosesnya yang terjadi secara
rinci. Langkah penelitian yang dapat dilakukan berupa pembuatan penampang melintang pada
setiap kelokan-kelokan sungai yang ada, dan pada daerah yang mungkin menjadi sumber
pencemar, dan setiap dataran banjir yang ada. Pembuatan penampang melintang dan vertikal
dilakukan dengan membuat pemboran vertikal untuk mengetahui perubahan vertikal dan
horisontal lapisan batuan yang ada baik secara fisik maupun kimia. Sehingga penampang yang
dibuat dapat memberikan gambaran setiap perubahan fisik dan kimia lapisan batuan secara
vertikal dan horisontal dan kemungkinan sebaran logam pencemar yang ada pada aliran sungai.
Tahapan-tahapan usia morfologi sungai harus diperhatikan apakah sudah pada tahapan
tua, atau masih muda. Berdasarkan dengan ketersediaan skala peta yang ada sekarang, maka
ketelitian peta kontur topografi morfologi daerah penelitian dan sebaran endapan bijh besi,
batubara, dan bahan tambang lain harus ditingkatkan, agar proses yang terjadi ada saat hujan,
banjir dan sedimentasi endapan di sungai dapat dipahami. Lebih jauh lagi bahwa tata guna lahan
daerah penelitian, selain pertambangan, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, juga
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
dipertimbangkan kemungkinan pengaruhnya sebagai pencemar sebagai salah satu pencemar
daerah aliran sungai. Sehingga setiap kegiatan penelitian yang dilakukan pada sepanjang aliran
sungai dapat dirinci kegiatan erosi, sedimentasi, pencemaran dan prosesnya yang terjadi di
daerah aliran Sungai Tabanio. Penelitian juga dilakukan terhadap berbagai batuan induk bijih
besi dan chromite sebagai kemungkinan sumber pencemar dengan melakukan tracing float di
sekitar sungai-sungai dimana didapati singkapan bijih besi, chromite dan pengendapan butiran-
butirannya di setiap lekuk sungai dan dataran banjir.
Berdasarkan uraian di atas, profil lingkungan yang ada dan penelitian yang dilakukan maka
pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan oleh kegiatan penambangan bijih besi,
batubara dan bahantambang lainnya, harus dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi
penambangan, perkebunan dan HPH, atau kegiatan perekonomian lainnya dan secara makro di
DAS Tabanio, DAS Kintap, DAS Asam-asam, DAS Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS
Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah.
Sehingga pengelolaan lingkungan secara makro pada setiap kegiatan yang ada dapat dilakukan
secara terpadu antara karakteristik alami daerah melalui profile lingkungan hidup, tata guna
lahan yang ada, tingkat kerusakan lingkungan dan pola hidup para pemangku kepentingan
terhadap lingkungannya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka :
a. Profile lingkungan hidup Pelaihari telah memiliki parameter yang melebihi batas baku
mutu yang telah ditentukan. Namun berdasarkan analisis spasial pada sebaran
pengambilan contoh dan lokasi tambang bijih besi yang ada, maka penyebabnya belum
dapat dipastikan akibat penambangan, karena sepanjang tata guna lahan sepanjang aliran
sungai dipergunakan oleh kegiatan lain, misalnya perkebunan karet, kelapa sawit, dll
b. Di Sungai Bakar dan Tampang kandungan Fe total air permukaan melebihi batas
ambang, meski di daerah ini terdapat penambangan bijih besi. Harus dipertimbangkan
secara cermat apakah betul Fe total berlebih yang terjadi diakibatkan oleh kegiatan
penambangan, terjadi secara alami atau oleh kegiatan lainnya. Karena jarak yang jauh
antara lokasi penambangan bijih besi dan tempat pengambilan dan pengukuran sampel
yang dipergunakan untuk pembuatan profile lingkungan hidup Kabupaten Tanah Laut
memungkinkan adanya kegiatan selain kegiatan penambangan bijih besi.
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
c. Potensi pencemaran Cr(VI) di tambang bijih besi yang diukur hanya di Sumber Mulia.
Penambangan bijih besi di lokasi lain belum tentu akan menimbulkan Cr(VI) di atas
baku mutu, karena genesa bijih besi yang berbeda akan mengakibatkan dampak yang
berbeda pula.
d. Pembaruan data profile Lingkungan Hidup daerah harus dilakukan secara berkala untuk
mengetahui setiap perubahan lingkungan yang terjadi.
e. Dalam pengelolaan dampak lingkungan industri pertambangan di Kabupaten Tanah Laut,
maka secara garis besar dapat digolongkan dalam dua (3) kelompok besar, yaitu
penambangan bijih besi di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung, yang merupakan
daerah tengah Kabupaten Tanah Laut; penambangan batubara di kecamatan Kintap,
Jorong dan Batu Ampar, yang merupakan bagian timur dan tengah; dan penambangan
mineral non logam yang meliputi daerah penambangan bijih besi dan batubara, karena
mineral non logam sebagian besar terdapat di kedua daerah penambangan ini.
f. Dalam melakukan pengelolaan dampak lingkungan regional berdasarkan daerah aliran
sungai dan pendekatan gemorfologi, maka harus dilakukan pemetaan rinci morfologi
lokasi tambang dan morfologi sungai dan proses-proses utama yang terjadi seperti erosi,
pengendapan dan banjir yang berpengaruh terhadap morfologi lateral dan vertikal sungai.
Khususnya di daerah penambangan bijh besi di sepanjang aliran sungai di Kecamatan
Bajuin dan Pelaihari dan sekitarnya
g. Pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan penambangan bijih besi harus
dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi penambangan, perkebunan dan HPH
atau kegiatan perekonomian lainnya, yang secara makro terjadi di DAS Tabanio di
Kecamatan Bajuin, Pelaihari, dan Takisung.
h. Pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan penambangan batubara harus
dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi penambangan, dengan
mempertimbangan juga pengaruh mikro pengguna lahan lainnya seperti perkebunan dan
HPH atau kegiatan perekonomian lainnya, yang secara makro terjadi di DAS Kintap,
DAS Asam-asam, DAS Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan
Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah di wilayah
Kecamatan Kintap, Jorong, Batu Ampar dan Panyipatan.
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
i. Pengelolaan lingkungan penambangan mineral non logam dan batuan meski belum ada
baku mutunya, namun harus mematuhi persyaratan lingkungan yang termuat pada UU
Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU lingkungan beserta turunan-turunannya
yang ada untuk meminimalisasi dampaknya terhadap lingkungan
j. Pengelolaan lingkungan skala makro pada setiap kegiatan yang ada, seperti
penambangan, perkebunan, kehutanan, pertanian, perikanan harus dilakukan secara
terpadu sehingga integrasi antara karakteristik alami berbagai daerah, tata guna lahan,
profile lingkungan hidup daerah, pengguna tata guna lahan yang ada, tingkat kerusakan
lingkungan yang telah terjadi dan dampak pola kegiatan para pemangku kepentingan
terhadap lingkungannya dapat dipantau dan diawasi sehingga secara bersama-sama dapat
mengambil tindakan bersama untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang akan, telah
dan sedang terjadi.
6. PUSTAKA
[1]. Wohl, Ellen; Human Impacts to Mountain Streams; Geomorphology 79, 2006, 17–248;
www.elsevier.com/locate/geomorph
[2]. M.G. Macklin; P.A. Brewer; K.A. Hudson-Edwards; G. Bird; T.J. Coulthard; I.A. Dennis;
P.J. Lechler; J.R. Miller; J.N. Turner ; A Geomorphological Approach to the Management
of Rivers Contaminated by Metal Mining; Geomorphology 79, 423–447, 2006
www.elsevier.com/locate/geomorph
[3]. Kantor Lingkungan Hidup Kab Tanah Laut, Profil Lingkungan Hidup berbasis Sistem
Informasi Geografi Kecamatan Pelaihari, Jorong dan Kintap. Lap Akhir, 2007.
[4]. Tresnadi, Hidir; Kususmastuti, Etty; Laporan Survey lapangan Bijih Besi di Sumber Mulia;
2008, BPPT
[5]. Balitbangda Kalimantan Selatan dan BPPT; Kajian Bijih Besi Kalimantan Selatan,
Identifikasi interaksi antara wilayah untuk industri Besi di kalimantan Selatan; Laporan
Akhir, , 2007.
[6]. Bappeda Kab Tanah Laut; BPPT, PTSM; Penyusunan dan Pengumpulan data / informasi
kebutuhan Penyusunan Dokumen Perencanaan, Kajian Pengembangan Bijih Besi dan
Dampaknya terhadap Perkonomian Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Lapoan Akhir, 2007.
[7]. Tresnadi, Hidir; Potensi Pencemaran Cr(Vi) (Krom) Dan Remediasinya Pada
Penambangan Bijih Besi Di Sumber Mulia, Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
Selatan; Seminar Ilmiah Nasional X Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia,
Universitas Brawijaya, 2014
[8]. Sofyan, Asep, dkk; Inventarisasi Cebakan Bijih Besi Primer Di Kabupaten Tanah Bumbu
dan Tanah Laut kalimantan Selatan kalimantan Selatan, 2007.
[9]. Miller, Jerry R; The role of fluvial geomorphic processes in the dispersal of heavymetals
from mine sites; Journal of Geochemical Exploration 58 (1997) 101 – 118.
[10]. Pohan, Mangara P; Pemantauan Dan Pendataan Bahan Galian Pada Bekas Tambang Dan
Wilayah Peti Daerah Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan; Kolokium
Hasil lapangan – Dim, 2005
[11]. Ata Akcil, Soner Koldas; Acid Mine Drainage (AMD): Causes, Treatment and Case
Studies; Journal of Cleaner Production 14, 1139-1145, 2006;
http://www.elsevier.com/locate/jclepro
Gambar 1. Sebaran Endapan Mineral Non Logam, Bijih Besi, dan Batubara di Kabupaten Tanah Laut
Gambar 2. Potensi Sumberdaya Mineral Logam Serta Batuan Pembawa Logam di Kabupaten Tanah Laut
(Sumber: Kem ESDM)
Gambar 3. RTRTW Kabupaten Tanah Laut
Gambar 4. Nilai Kandungan Chrom Sampel Air permukaan
Tambang Sumber Mulia
0 0,2
WS1 WS2 WS3
Kandungan Chrom
Batas Ambang chrom pada air minum dan baku mutu air
Baku mutu air limbah penambangan bijih besi
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia
Gambar 5. Hidrogeologi Kabupaten Tanah Laut
(Sumber Dinas ESDM Prop Kalsel)
Gambar 6 Curah Hujan di Banjarbaru
Sumber : Stasiun Klimatologi BMKG Banjarbaru
Tabel 1. Cakupan DAS dan Luasnya di Kabupaten Tanah Laut
No Nama DAS Cakupan Sub DAS Cakupan Wilayah Luas (Ha)
1. DAS Kintap Sungai Pudak, Haruan, Ranau, Kintap, Cuka, dan Kudung
Kecamatan Kintap 91.283,27
2. DAS Tabanio Sungai Bakar dan Tabanio Kecamatan Pelaihari dan Takisung 62.300,19
3. DAS Asam-asam Sungai Kaldan, Rangkan, dan Asam-asam
Kecamatan Pelaihari, Batuampar, dan Jorong 53.378,92
4. DAS Sawarangan Sungai Sawarangan Kecamatan Pelaihari, Batuampar, dan Jorong 32.607,49
5. DAS Batang-gayang Sungai Batanggayang Kecamatan Pelaihari,
Penyipatan, dan Takisung 25.938,11
6. DAS Kepunggur dan Kandangan
Sungai Kepunggur dan Kandangan Kecamatan Panyipatan 24.746,12
7. DAS Sebukur Sungai Sebukur Kecamatan Panyipatan dan Jorong 20.878,46
8. DAS Danau Sungai Danau Kecamatan Jorong 9.014,24
9. DAS Pandan Sungai Pandan Kecamatan Jorong 7.055,39
10. DAS Sanipah Sungai Sanipah Kecamatan Jorong 3.624,24 Sumber: Interpretasi Peta RBI, 1999