gtl.pdf

19
NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia Pengelolaan lingkungan Terpadu Sumberdaya Mineral dan Batubara di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan Hidir Tresnadi Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral, BPPT, Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Indonesia [email protected] ABSTRAK Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi sumberdaya mineral dan batubara dan telah ditetapkan sebagai wilayah pertambangan(WP) dalam tata ruang nasional, yang mempunyai WUP Mineral Logam, WUP Batubara, dan WUP Bukan Logam dan Batuan. WUP Logam, khususnya bijih besi tersebar di DAS S Tabanio yang tercakup di Kecamatan Pelaihari, Bajuin dan Takisung. Penambangan ini harus mematuhi PerMenLH no 21 tahun 2009 tentang baku mutu air limbahnya. Sedang WUP batubara terdapat di DAS S Kintap, DAS S. Asam-asam, DAS S. Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah yang meliputi Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Jorong dan Kecamatan Kintap, yang dalam kegiatan penambangannya maka harus patuh pada baku mutu air limbah pertambangan batu bara (KepMenLH No 113 tahun 2003). Pengelolaan lingkungan industri penambangan di Kabupaten Tanah Laut harus dilakukan secara berbeda karena karena daerah Kabupaten Tanah Laut bagian timur merupakan daerah penambangan batubara sedang daerah Kabupaten Tanah Laut bagian tengah merupakan kegiatan penambangan bijih besi dan mineral logam lainnya. Sehingga sumber pencemarnya pun berbeda, pencemar utama lingkungan terhadap DAS di Jorong, Kintap, Batu Ampar, dan Panyipatan adalah Air asam tambang (AMD) dan logam berat seperti Fe, Mn dan Al, sedang kemungkinan pencemar utama terhadap DAS Tabanio di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung, adalah logam berat Cr dan logam berat lainnya seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan Pb. Jika dibandingkan dengan profile lingkungan daerah kabupaten Tanah Laut, maka pada saat ini dampak lingkungan kegiatan penambangan hanya terjadi di lokasi penambangan saja, baik Cr pada tambang bijih besi di Sumber Mulia, maupun AMD yang mengakibatkan penurunan pH di lokasi-lokasi yang berkaitan dengan lahan gambut dan keberadaan lapisan batubara., seperti di Kitap dan Jorong. Meski profile lingkungan yang ada menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melebih batas ambang, seperti kekeruhan, konsentrasi NO 3 , NH 3 , BOD, COD, dan DO di Bajuin dan Jorong tapi penyebabnya belum jelas apakah berasal dari pertambangan atau kegiatan lainnya. Namun sekarang dan masa datang kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus dilakukan secara terpadu di sepanjang DAS yang ada dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang menggunakan lahan di sepanjang DAS yang ada, dengan titik berat AMD di Kintap, Jorong, Batu Ampar dan Panyipatan; dan Cr dan logam berat lain di Bajuin, Pelaihari dan Takisung. Kata Kunci : Batubara, Bijih Besi, DAS, pH, Pengelolaan Lingkungan Terpadu. ABSTRACT Tanah Laut District has the potential mineral resources and coal, and now the district has been designated as a mining area (WP) in the national spatial planning, which has WUP Mineral and Metal, WUP Coal, and WUP for Non-Metal and Rock. WUP metals, particularly iron ore scattered in the watershed of S Tabanio, which included in the Sub District of Pelaihari, Bajuin and Takisung. The Mining must comply PerMenLH No. 21 of 2009 on waste water quality standards. The WUP of coal being found in the watershed of S Kintap, S. Asam-asam, S. Sawarangan, S Batang Gayang, S Kepunggur dan Kandangan, S. Sebukur, S Danau, S. Pandan, dan S. Sanipah which included in Batu Ampar SubDistrict, Jorong Sub District, Kintap and Panyipatan Sub District, which must comply with KepMenLH No. 113 of 2003 on the wastewater quality standard of the coal mining. When compared to the environmental profile Tanah Laut district, then at this time the impact of mining activities only occur at the mine site alone. The environmental profile of The District suggests that some parameters have exceeded the threshold limit. But in future the environmental management and monitoring activities should be done to manage the existing environment and preferably other stakeholders that could cause environmental damage should also be invited to participate in the management of the existing environment. Kyewords : Coal, Iron Ore, Watershed, pH, Integrated Environment Management. .

Transcript of gtl.pdf

Page 1: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

Pengelolaan lingkungan Terpadu Sumberdaya Mineral dan Batubara di

Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan

Hidir Tresnadi Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral, BPPT, Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi sumberdaya mineral dan batubara dan telah ditetapkan sebagai wilayah pertambangan(WP) dalam tata ruang nasional, yang mempunyai WUP Mineral Logam, WUP Batubara, dan WUP Bukan Logam dan Batuan. WUP Logam, khususnya bijih besi tersebar di DAS S Tabanio yang tercakup di Kecamatan Pelaihari, Bajuin dan Takisung. Penambangan ini harus mematuhi PerMenLH no 21 tahun 2009 tentang baku mutu air limbahnya. Sedang WUP batubara terdapat di DAS S Kintap, DAS S. Asam-asam, DAS S. Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah yang meliputi Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Jorong dan Kecamatan Kintap, yang dalam kegiatan penambangannya maka harus patuh pada baku mutu air limbah pertambangan batu bara (KepMenLH No 113 tahun 2003). Pengelolaan lingkungan industri penambangan di Kabupaten Tanah Laut harus dilakukan secara berbeda karena karena daerah Kabupaten Tanah Laut bagian timur merupakan daerah penambangan batubara sedang daerah Kabupaten Tanah Laut bagian tengah merupakan kegiatan penambangan bijih besi dan mineral logam lainnya. Sehingga sumber pencemarnya pun berbeda, pencemar utama lingkungan terhadap DAS di Jorong, Kintap, Batu Ampar, dan Panyipatan adalah Air asam tambang (AMD) dan logam berat seperti Fe, Mn dan Al, sedang kemungkinan pencemar utama terhadap DAS Tabanio di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung, adalah logam berat Cr dan logam berat lainnya seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan Pb. Jika dibandingkan dengan profile lingkungan daerah kabupaten Tanah Laut, maka pada saat ini dampak lingkungan kegiatan penambangan hanya terjadi di lokasi penambangan saja, baik Cr pada tambang bijih besi di Sumber Mulia, maupun AMD yang mengakibatkan penurunan pH di lokasi-lokasi yang berkaitan dengan lahan gambut dan keberadaan lapisan batubara., seperti di Kitap dan Jorong. Meski profile lingkungan yang ada menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melebih batas ambang, seperti kekeruhan, konsentrasi NO3, NH3, BOD, COD, dan DO di Bajuin dan Jorong tapi penyebabnya belum jelas apakah berasal dari pertambangan atau kegiatan lainnya. Namun sekarang dan masa datang kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus dilakukan secara terpadu di sepanjang DAS yang ada dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang menggunakan lahan di sepanjang DAS yang ada, dengan titik berat AMD di Kintap, Jorong, Batu Ampar dan Panyipatan; dan Cr dan logam berat lain di Bajuin, Pelaihari dan Takisung. Kata Kunci : Batubara, Bijih Besi, DAS, pH, Pengelolaan Lingkungan Terpadu.

ABSTRACT

Tanah Laut District has the potential mineral resources and coal, and now the district has been designated as a mining area (WP) in the national spatial planning, which has WUP Mineral and Metal, WUP Coal, and WUP for Non-Metal and Rock. WUP metals, particularly iron ore scattered in the watershed of S Tabanio, which included in the Sub District of Pelaihari, Bajuin and Takisung. The Mining must comply PerMenLH No. 21 of 2009 on waste water quality standards. The WUP of coal being found in the watershed of S Kintap, S. Asam-asam, S. Sawarangan, S Batang Gayang, S Kepunggur dan Kandangan, S. Sebukur, S Danau, S. Pandan, dan S. Sanipah which included in Batu Ampar SubDistrict, Jorong Sub District, Kintap and Panyipatan Sub District, which must comply with KepMenLH No. 113 of 2003 on the wastewater quality standard of the coal mining. When compared to the environmental profile Tanah Laut district, then at this time the impact of mining activities only occur at the mine site alone. The environmental profile of The District suggests that some parameters have exceeded the threshold limit. But in future the environmental management and monitoring activities should be done to manage the existing environment and preferably other stakeholders that could cause environmental damage should also be invited to participate in the management of the existing environment. Kyewords : Coal, Iron Ore, Watershed, pH, Integrated Environment Management. .

Page 2: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

1. PENDAHULUAN

Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi sumberdaya mineral dan batubara, baik yang

sudah ditambang maupun yang belum. Endapan yang sudah ditambang adalah bijih besi yang

tersebar di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung. Endapan bijih besi memiliki karakteristik

yang berbeda sesuai dengan genesa dan keterdapatannya pada batuan induknya. Pada umumnya

endapan bijih besi ini tersebar dan setempat, namun cadangannya hingga kini belum diketahui

dengan pasti. Masih diperlukan eksplorasi yang lebih rinci baik kuantitas maupun kualitasnya

agar dapat digolongkan sebagai endapan yang memiliki cadangan besar dan dapat menjadi

pasokan bijih besi nasional. Endapan mineral logam yang lainnya adalah chrom, emas dan

platina. Kabupaten Tanah Laut juga memiliki endapan batubara yang tersebar di Kecamatan

Kintap, Jorong. Batu Ampar dan Panyipatan. Selain itu juga terdapat sebaran bahan tambang

mineral non logam yang terdapat di Kecamatan Bajuin, Pelaihari, Takisung, Kintap, Jorong.

Batu Ampar dan Panyipatan. Oleh karena perlu dilakukan pengelolaan lingkungan secara terpadu

terhadap penambangan bijih besi, batubara dan mineral non logam dan batuan yang terdapat di

wilayah ini.

Kegiatan penambangan akan mengubah bentang alam dan membuat lubang bukaan

sehingga country rock dan tanah penutup tersingkap ke permukaan bumi, yang akan mengalami

perubahan secara fisik dan kimia ketika bercampur dengan udara pada atmosfir terbuka. Dalam

panambangan bijh besi harus dilakukan pemantauan dan pengendalian dampak kerusakan

lingkungan yang ditimbulkannya. Baik dalam bentuk morfologi permukaan bumi, maupun

parameter-paramater kualitas lingkungan lainnya. Dalam penambangan bijih besi, ada peraturan

yang harus dipatuhi oleh setiap kegiatan pertambangan bijih besi, PerMen LH No 21 Tahun

2009. Sedang dalam penambangan batubara maka harus mematuhi baku mutu air limbah

penambangan batubara sesuai dengan KepMenLH No. 113 of 2003. Pada sisi lain Profil

Lingkungan Hidup di Kabupaten Tanah Laut menjadi penting sebagai batas ambang kualitas

lingkungan daerah yang dapat menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan dalam

Page 3: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

mengambil keputusan untuk mengelola lingkungan dalam menjaga dan melindungi kesehatan

masyarakat. Dalam pengelolaan dampak lingkungan bijih besi yang perlu diperhatikan adalah

timbulnya pencemaran logam berat, seperti Fe, Mn, Cr, dll karena batuan pembawa bijih besi

merupakan batuan ultrabasa yang kaya akan logam berat. Sedang pada dampak lingkungan

pertambangan batubara adalah terjadinya pencemaran oleh pembentukan air asam tambang yang

menimbulkan terjadinya penurunan pH pada badan air di tambang dan sekitar tambang.

Pada berbagai studi kasus menunjukkan bahwa daerah aliran sungai pegunungan harus

dikelola dengan seksama hati-hati berkaitan hubungan antara hulu dan hilirnya, hubungan lereng

dan saluran sungainya, proses-proses utama yang terjadi, gangguan fungsi peran ekologi dan

fisiknya, dan kerentanan aliran sungainya (Wohl, 2007). Penambangan yang terjadi dan

berlangsung lama, bahkan yang masih aktif hingga sekarang, serta sistim saluran sungai dan

dataran banjir di seluruh dunia yang memiliki sejarah penambangan telah terkontaminasi oleh

konsentrasi limbah kaya logam, yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan

pembangunan berkelanjutan. Dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia timbul akibat

terdapatnya logam berat dalam waktu lama pada endapan sungai dan tanah aluvial serta

terbentuknya bioakumulasi alami yang terjadi pada hewan dan tumbuhan (Macklin et al., 2006)

Umumnya lebih daripada 90 % beban logam di sungai akan ditransportasikan dalam fasa

padatan, yang terserap sebagai coating (lapisan) pada permukaan partikel atau bergabung dalam

butiran-butiran mineral. Dengan demikian proses geomorfik fluivial menjadi penting dalam

transportasi dan berpindahnya logam-logam berat yang berasal dari lokasi-lokasi tambang.

(Miller, 1997).

Dalam penambangan batubara dan logam dilakukan pengelolaan dan mitigasi kerusakan

lingkungan yang terkendali. Untuk itu berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi telah

berkembang dalam meminimalkan pembentukan air asam tambang. Pengelolaan kerusakan

lingkungan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada dan berlaku. Salah satu

kerusakan yang timbul pada kegiatan penambangan batubara adalah penurunan pH air akibat

adanya interaksi antara atmosfer, air dan batuan atau bahkan batubara itu sendiri yang dapat

menimbulkan air asam tambang, karena umumnya batubara memiliki kisaran kelembaban antara

2 – 40 %, kandungan belerang 0, 2 – 8 % dan kandungan abu 5 – 40 %, yng dapat menimbulkan

efek pada nilai batubara sebagai sumber energi yang dapat mengakibatkan polusi dalam

penggunaannya.

Page 4: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

Air asam tambang (AMD) merupakan masalah lingkungan di negara-negara yang memiliki

sejarah industri pertambangan yang lama hingga sekarang. Pencegahan pembentukannya atau

mitigasi AMD dari sumbernya biasanya lebih disukai, meski terkadang tidak cocok untuk

dilakukan di semua tempat, karena harus mengumpulkan, mengolah dan menyalurkan air

tersebut yang sudah memiliki pH normal ke lingkungan di sekitarnya. Berbagai macam cara

dapat dilakukan untuk remediasi air asam tambang, baik melalui mekanisme kimia dan biologis

untuk menetralisir AMD dan menghilangkan logam dari drainase air tambang. (D. Barrie

Johnson, Kevin B. Hallberg, 2005).

Air asam tambang (AMD) yang terbentuk dari air yang melakukan infiltrasi pada batuan yang

mengandung mineral sulfida, effluent dari pabrik pengolahan mineral dan rembesan dari

bendungan tailing dapat menimbulkan terbentuknya air asam tambang, sehingga keasaman ini

akan mengakibatkan tertransportasikannya logam dalam bentuk terlarutnya. Teknologi

pengolahan air asam tambang konvensional mahal dalam pengoperasiannya. Sehingga salah satu

metoda yang yang disukai adalah menggunakan passive treatment yang berbiaya rendah dalam

menghasilkan air bebas polusi, dan mendorong tanggung jawab komunitas masyarakat mengolah

air asam tambang melalui penggunaan sistim pengolahan air asam tambang dengan wetlands.

Wetlands ini berfungsi menyerap dan mengikat logam berat dan mengendapkannya secara

perlahan sebagai endapan sedimen untuk menjadi bagian dari siklus geologi. (A.S. Sheoran;V.

Sheoran, 2006).

Teknologi Passive Treatment umumnya memiliki dampak terhadap lingkungan yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan Teknologi Active Treatment. Namun Pengoperasian tambang

yang berskala besar jarang hanya mengandalkan passive treatment untuk mitigasi AMD, karena

sistem treament yang effektif biasanya tergantung pada faktor-faktor pengalaman dalam trial

and error yang diperoleh dalam treatment AMD, ketersediaan lahan, topografi, Debit AMD,

karakteristik kimia dan suhu operasi treatment. (Tyler J. Hengen, Maria K. Squillace, Aisling D.

O’Sullivan, James J. Stone; 2014)

Keasaman dalam AMD terdiri atas keasaman mineral (Fe, Al, Mn, dan logam lain yang

tergantung pada mineral logam sulfida yang tersingkap ke atmosfir) dan keasaman ion hidrogen.

Logam-logam lain dalam AMD bervariasi tetapi AMD dikarakterisasikan oleh pH yang rendah,

sulfat dan Fe yang tinggi. Ketika air sungai yang tercemar memasuki danau atau badan air yang

lebih besar maka akan terjadi dilusi, reaksi kimia dan biologi yang terjadi secara alami yang

Page 5: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

menyebabkan netralisasi sebagian keasaman dan pengendapan logam. Pada air yang tidak

terkontaminasi maka sifat asam air berkaitan dengan pH rendah, misalnya jika terkontaminasi

oleh hujan asam biasanya memiliki pH rendah yang berkisar dari 3,5 hingga 4,5. Tetapi memiliki

sedikit keasaman mineral. Penirisan dari tambang logam biasanya mengandung sejumlah Zn, Cu,

Ni, Pb, dll. Namun terkait dengan AMD dari tambang batubara maka di Amerika Timur biasanya

pH, Fe, Al, dan Mn menjadi penyebab utama keasaman (Hedin dkk, 1994)

2. METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian pengelolaan lingkungan terpadu pertambangan sumberdaya mineral

dan batubara di Kabupaten Tanah Laut, maka dilakukan tahapan penelitian sebagai berikut :

a. Studi literatur daerah penelitian

b. Survey lapangan daerah penelitian

c. Pengambilan contoh air dan tanah Daerah Penelitian, di Sumber Mulia, Pelaihari

d. Pengujian Laboratorium sampel penelitian

e. Pengolahan dan penyajian data dan informasi penelitian, yang disajikan baik dalam

bentuk statistik grafis maupun informasi geografi

f. Analisis dan Pembahasan

g. Kesimpulan dan Saran

3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Morfologi

Kabupaten Tanah Laut dapat di bagi atas 2 (dua) satuan utama, yaitu :

a. Satuan dataran rendah landai hingga berombak umumnya tedapat di bagian selatan.

Satuan ini membentang memanjang dari Timur ke Barat dan melebar di bagian barat

yang terdiri dari rawa-rawa dan daerah aliran sungai yang bermuara di Laut Jawa.

b. Satuan bukit bergelombang dan pegunungan terdapat di bagian utara sampai ke

perbatasan dengan Kabupaten Banjar, dengan puncak gunungnya.

Endapan Bijih Besi dan Kromit di daerah penelitian memiliki morfologi satuan bukit

bergelombang seperti di Sungai Bakar, Pontain, Sungai Riam, dan Pemalongan, sedang

Ambungan dan Kortein memiliki satuan dataran rendah.

3.2. Geologi Regional

Geologi batuan pembawa mineralisasi bijih besi di Kab. Tanah laut merupakan batuan

ultrabasa, yang berumur Jura (Gambar 1). Pelapukannya, terutama serpentinit yang mengalami

Page 6: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

dekomposisi dan akumulasi kimia menghasilkan bijih besi tipe laterit. Seri batuan gunungapi –

sedimen berumur Kapur Atas, terutama yang bersifat gampingan (“calcareous”) diterobos oleh

kompleks batuan intrusi (granit, granodiorit, dioritdll), menghasilkan endapan bijih besi tipe

kontak metasomatik (“skarn”). Endapan ini diperkirakan terjadi pada Kapur Akhir –Tersier Awal

( Sofyan, dkk, 2007).

Di Kabupaten Tanah Laut pada, khususnya di Kecamatan Pelaihari, Jorong, dan Kintap, kegiatan

penambangan telah dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya adalah:

(a) penambangan emas, batu marmer, dan bijih besi pada perbukitan intrusif di Desa Sungai

Bakar Kecamatan Pelaihari

(b) penambangan bijih besi pada bukit-bukit intrusif dan dataran nyaris di sekitar daerah

Tampang, Kecamatan Pelaihari

(c) pengolahan emas di daerah sekitar Telaga dan Saranghalang, Kecamatan Pelaihari

(d) penambangan batubara yang tersebar merata di Kecamatan Jorong dan Kintap, seperti: PT.

Jorong Barutama Gresston di Sawarangan, PT. Arutmin di Simpang Empat Asem-asem,

PT. Amanah Anugerah Adi Mulia di Kuranji, dan masih banyak lagi kegiatan

penambangan yang tersebar di seluruh Kabupaten Tanah Laut.

Endapan Bijih besi yang tersebar dan terdapat Kabupaten Tanah Laut, ada yang masih

berupa sumberdaya endapan dan ada yang sudah ditambang. Yang sudah ditambang terdapat di

Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari. Selain itu terdapat juga mineral logam kromit.

Endapan bijih ini merupakan endapan bijih primer berukuran kerikil seperti di Sungai Bakar

hingga bongkah besar seperti di Pemalongan dan Sumber Mulia. Di Sungai Riam dan Tanjung

endapan bijih ada yang berupa besi lateritik. Endapan Bijih Besi yang sudah ditambang terdapat

di Sumber Mulia, Pemalongan, dan Sungai Riam. Sehingga survey dilakukan ke lokasi

penambangan tersebut. Endapan bijih ditambang dengan menggunakan metoda tambang terbuka.

Sebaran endapan bijih besi di Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari dapat dilihat pada

Gambar 1. Sejak 2008 penambanganbijih besi telah dilakukan di Sumber Mulia, yang dilakukan

oleh tiga Perusahaan yang melakukan penambangan dengan SPK yang berbeda sesuai dengan

kerjasama yang dilakukan dengan Perusahaan Penambangan Daerah Kabupaten Tanah Laut.

Ada tiga tambang di lokasi ini. Pada umumnya penambangan dilakukan dengan pemberaian bijih

utama menggunakan rock breaker, yang kemudian hancuran batuan yang diperoleh dipindahkan

oleh backhoe ke stockpile dekat tambang. Dari stockpile pemuatan ke dalam truk pengangkut

Page 7: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

dilakukan oleh backhoe yang kemudian dibawa ke stockpile pelabuhan ekspor. Selain itu

penambangan dilakukan juga dengan tenaga manusia. Bijih Besi yang ditambang oleh tenaga

manusia dipecah dengan palu lalu dimasukan ke dalam karung-karung untuk diangkut dan

dibawa oleh truk pengangkut. Selain itu terdapat juga penambangan bijih besi di Pemalongan,

Sungai Bakar dan Sungai Riam.

3.1. Pendekatan Geomorfologi dalam Pengelolaan DAS Daerah Pertambangan

Air lindian dari daerah penambangan dan timbunan tanah penutup dapat memasuki

lingkungan ekosistem akuatik yang ada. Jika kandungan logam-logam berat yang mungkin

terdapat di daerah penambangan memasuki aliran sungai maka dapat terbawa jauh ke daerah

hilirnya. Prose-proses fisik dan kimia yang berangsung di sungai dapat meningkatkan, langsung

atau tidak langsung, yang akan mempercepat penyebaran polutan yang ada.

Daerah aliran sungai meliputi jarigan sungai-sungai kecil hingga besar yang terdapat di

suatu daerah, baik pegunungan, bukit dan dataran rendah, yang menunjukkan keanekaragaman

fisik dan biologi yang ada dan terjadi, yang terkait sejarah pemggunaan tata guna lahan yang

terjadi di daerah aliran sungai tersebut. Kegiatan manusia akan berdampak pada daerah aliran

sungai yang secara langsung akan mengubah geometri saluran, dinamika gerakan air dan

sedimen, kontaminan dalam sungai, atau komunitas riparian dan aquatik yang ada. Misalnya

pembuatan saluran baru untuk kegiatan iriigasi pertanian, pembangunan dam-dam dan

bendungan, penambangan aluvial sungai. Demikian pula yang secara tidak langsung akan

berdampak pada aliran sungai, seperti perambahan dan penggundulan hutan, budidaya pertanian,

perkebunan, dan peternakan, pembangunan irigasi pertanian, dan urbanisasi akan mengubah

proses aliran sungai yang terjadi.

Dampak kegiatan manusia terhadap daerah aliran sungai dapat diklasifikasikan menjadi

lima kategori, yaitu : keteraturan aliran sungai, integritas biotik, pencemaran air, perubahan

saluran sungai dan tata guna lahan yang ada. Para pakar geomorfologi semakin banyak terlibat

dalam evaluasi dan remediasi sistim perairan sungai yang terkena dampak kegiatan

penambangan, namun protokol generik atau dasar yang dipergunakan untuk evaluasi berbasis

geomorfologi belum dicoba dan dilakukan. Namun penyusunan skema evaluasi dan pengelolaan

berbasis geomorfologi untuk sistim sungai di Ingris dan Wales, yang memiliki sejarah

terkontaminas telah dilakukan (Macklin et al., 2006).

Page 8: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

Pada penelitian untuk mitigasi pencemaran polutan, maka pengaruh peranan proses fisik

dan kimia pada dispersi logam berat dalam sistim sungai yang ada, maka diasumsikan bahwa

saluran sungai-sungainya :

a. Tetap tidak berubah pada proses dan bentuknya ketika sejak awal terbentuknya limbah

tambang di daerah aliran sungai yang ada

b. Memperlihatkan metamorfosis dalam bentuk saluran sungai-sungainya yang diakibatkan

oleh adanya masukan limpasan dan debris dari tambang-tambang yang ada.

Pada umumnya semua proses yang terjadi mengakibatkan variasi konsentrasi logam

dalam sedimen atau endapan yang berpindah melalui saluran sungai yang stabil dan secara

bersamaan mengalami metamorfosa juga. Bagaimana pun juga pola ke hilir, lateral dan vertikal

pada konsentrasi metal cenderung menjadi lebih rumit dan kompleks pada saluran sungai yang

mengalami transformasi. Kompleksitas ini diakibatkan oleh perubahan spasial dan temporal pada

jenis, kecepatan dan besar proses erosi dan pengendapan yang terjadi, yang dapat

mengakibatkan sangat bervariasinya perlapisan endapan stratigrafi yang terjadi pada saat pasca

tambang terjadi, dan disebabkan juga oleh kuantitas debris terkontaminasi yang lebih besar yang

terbentuk di tepi-tepi sungai dan dapat tererosi dan terdistribusi untuk terendapkan kembali

secara sporadis pada saat banjir ( Miller, 1997). Oleh karena itu, proses pemetaan rinci daerah

tambang dan sungai di sekitarnya menjadi penting utuk dipetakan secara rinci untuk mengetahui

proses arah dan aliran debris, erosi dan dan banjir yang dapat melakukan pembentukan

perubahan saluran sungai sehingga terjadi transformasi pada morfologi, dimensi lateral, vertikal

dan sedimentasi yang terdapat pada dinding dan dasar sungai.

3.2. Pembentukan Air Asam Tambang

Asal mula air penirisan tambang yang kaya logam, terutama disebabkan oleh percepatan oksidasi

besi pyrite (FeS2) dan mineral sulfida lain yang tersingkap terhadap oksigen dan air, yang

diakibatkan oleh penambangan dan pengolahan bijih logam dan batubara (Johnson, 2003, dll),

yang sebagian besar terdapat sebagai bijih sulfida, yang umumnya berasosiasi dengan pyrite,

yang merupakan mineral sulfida yang paling banyak terdapat dibumi ini. Demikian juga halnya

dengan endapan batubara, yang pada umumnya mengandung 1-20 % pyrite sulfida. Faktor-faktor

utama yang menetukan kecepatan pembentukan asam (Ata Akcil, Soner Koldas, 2006) adalah

pH; Temperatur; Kandungan oksigen alam fasa gas, ketika kejenuhan < 100 %; Konsentrasi

Oksigen pada fasa air; Derajat kejenuhan air; Keaktifan kimia Fe3+; Luas permukaan logam

Page 9: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

sulfida yang tersingkap; Energi aktivasi kimia yang diperlukan dalam pembentukan asam;

Aktifitas bakteri.

Air yang memasuki lokasi pembentukan keasaman mungkin dapat dikontrol (Ata Akcil, Soner

Koldas, 2006) dengan cara mengubah aliran air permukaan yang menuju ke lokasi yang

mengalami polusi; mencegah infiltrasi air tanah yang menuju ke lokasi poluisi; mencegah air

dari siklus hidrologi merembes ke daerah yang terkena polusi; mengontrol penempatan limbah

pembentuk AMD. Metoda Konvensional dalam remediasi AMD adalah dengan penambahan

materi yang berfungsi sebagai sumber alkalinitas untuk menaikkan pH di atas ambang yang

dipersyaratkan oleh bakteri yang melakukan oksidasi besi, dengan demikian akan mengurangi

kecepatan pembentukan asam. Kelebihan tindakan ini adalah menghilangkan keasaman dengan

penambahan alkalinitas; menaikkan pH; menghilangkan logam berat; Ferrous iron teroksidasi

lebih cepat menjadi ferric iron pada pH yang lebih rendah; Sulfat dapat dihilangkan dengan

terjadinya kelarutan kalsium sulfat jika terdapat kalsium yang cukup

4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan lingkungan harus secara terpadu dilakukan terhadap penambangan mineral

logam dan non logam serta batubara. Selain itu harus mengikut sertakan para pemangku

kepentingan dalam tata guna lahan di sepanjang daerah aliran sungai dimana terdapat kegiatan

penambangan dan pengguna lahan lainnya, misalnya perkebunan kelapa sawit, karet, pemegang

HPH, Lahan konservasi dll. Karena pengelolaan lingkungan secara mikro pada setiap kegiatan

ekonomi seperti penambangan akan berpengaruh terhadap regional daerah Kabupaten Tanah

Laut, khususnya daerah aliran sungainya. Berbagai daerah aliran sungai yang terdapat di daerah

penambangan bijih besi, seperti Kecamatan bajuin, Perlaihari dan Takisung serta daerah

penambangan batubara deperti di kecamatan Kintanp, Jorong dan Batu Ampar, Panyipatan dapat

dilihat pada Tabel 1. Begitu pula halnya dampak lingkungan penambangan mineral non logam.

Kegiatan penambangan bijih besi terjadi pada suatu daerah yang relatif kecil, namun

baku mutu limbah penambangan bijih bes harus ditaati, PerMen LH no 21 tahun 2009. Di

Kecamatan Pelaihari, khususnya di Sumber Mulia penambangan bijih besi tidak memberikan

dampak perubahan pH pada sistim aquatik yang ada. Kisaran pH yang normal, serta kandungan

Fe, Mn, Zn, Cu dan Pb pada sistim drainase penambangan yang berada di bawah baku mutu,

menunjukkan bahwa potensi pembentukan air asam tambang ada dan unsur-unsur tersebut tak

ada. Potensi pencemar dari penambangan bijih besi hanya berasal dari Cr, yang lebih tinggi dari

Page 10: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

batas ambangnya (Gambar 4). Oleh karena itu setiap kegiatan penambangan bijih besi harus

diawasi dan dikendalikan kemungkinan terjadinya pencemaran oleh Cr (VI), meskipun ini tidak

berarti bahwa paramater lain diabaikan.

Berdasarkan profill lingkungan hidup yang ada (KLH Kab Tanah Laut, 2007), maka telah

terjadi :

a. Di Pelaihari, desa Bajuin, Belayang dan Telaga, pencemaran air permukaan, yang lebih

disebabkan oleh kekeruhan akibat sedimentasi yang tinggi. Di kecamatan Jorong, di desa

Sawarangan, Jorong, Asam-asam, dan Muara Asam-asam sedang di Kecamatan Kintap

terjadi di Muara Kintap dan Kintapura.

b. Di wilayah pesisir, Telaga dan Tampang, terjadi tingkat keasinan akibat kandungan

klorida,

c. Di Pusat Kota, Jln Datu Insad, Sungai Bakar, Tampang dan Telaga, kandungan Mn dan

Fe Total berada di atas Baku Mutu. Sementara di Jorong, terjadi di desa Jorong dan

Simpang Empat Asam-asam

d. Dari 20 sampel air yang analisis di laboratorium terhadap kadar bakteri colli total, hanya

4 sampel yang mempunyai nilai di bawah baku mutu air klas I yang mempunyai toleransi

(ambang) kandungan bakteri colli dalam air 1000 MPN/100 ml. Sementara dari 16

sampel yang dianalisis di wilayah kajian mempunyai kandungan bakteri colli berkisar

antara 1100 - 2400 MPN/100 ml, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

tubuh perairan pada semua satuan ekosistem di wilayah kajian sudah tercemar oleh

bakteri colli. . Selain itu bakteri colli total ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi di

Sungai Asam-asam.

e. Berdasarkan hasil pengukuran pencemaran suara di lapangan, ternyata hampir semua

lokasi yang dijadikan sampel, terutama di wilayah permukiman, mempunyai index

kebisingan di atas ambang yang diperkenankan, Dari 28 lokasi yang disurvei, hanya 9

lokasi yang masih di bawah syarat kebisingan. Berdasarkan data yang disajikan di atas,

terbukti bahwa kondisi sebagian lokasi penambangan di wilayah kajian masih memenuhi

Baku Mutu Udara Ambient Nasional (BMUAN) menurut Peraturan Pemerintah Nomor

41 Tahun 1999, sehingga untuk saat ini belum menjadi masalah.

f. TSS (residu terlarut), paramater yang erat dengan kekeruhan, karena merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan kekeruhan pada tubuh perairan, yang disebabkan karena

Page 11: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

proses alami berupa sedimentasi yang tersuspensi di tubuh perairan. Ambang baku mutu

untuk TSS sebesar 50 mg/lt. Lokasi-lokasi yang menunjukkan TSS di atas baku mutu air

kelas I terdapat di Kecamatan Pelaihari, di desa Bajuin, Sungai Bakar, Telaga, dan

Tampang, sedang Kecamatan di Jorong, di Sawarangan, Jorong, Sipang Empat Asam-

asam (Profil LH Kab Tanah Laut 2007)

g. TDS yang tinggi juga ditemukan di sumur pada permukiman di Sabuhur.

h. Konsentrasi NO3, NH3, BOD, COD, dan DO yang melebihi Baku Mutu terjadi di

kecamatan Pelaihari di desa Sungai Bakar, Telaga, Tampang dan Bajuin; di Kecamatan

Jorong, di desa Sawarangan, Sabuhur, Jorong dan Muara Asam-asam; Di Kecamatan

Kintap, di desa Kintapura dan Sungai Balarangan

i. Di Desa Bajuin, Tampang, Telaga dan pusat Kota, Jln datu Insad, adanya pH yang rendah

yang berakibat pada keasaman air, Keasaman pada tubuh perairan dapat disebabkan oleh

keberadaan lapisan gambut atau batubara, interaksi antara batuan dan air, serta produk

dari pertambangan terbuka yang marak, terutama di Jorong dan Kintap. Pengukurann di

Pelaihari memiliki pH sekitar 5,92 hingga 6 pada air tanah, di Kecamatan Jorong, di desa

Simpang Empat Asam-asam pH mencapai 2,9 pada air permukaan. DI Kecamatan Kintap

berkisar antara 3,53 hingga 6,01

j. Sungai Tabonio merupakan sumber air baku PDAM Pelaihari. Menurut pihak PDAM,

Sungai Tabonio tercemar oleh limbah penambangan biji besi. Hasil pemeriksaan

laboratorium, Sungai Tabonio tercemar oleh Fe (besi). Kadarnya mencapai 25,356

miligram per liter dari standar baku mutu (batas ambang) 5 mg. Keadaan ini berarti 5 kali

lipat dari kadar standar.

k. Parameter pH yang rendah (asam), serta tingginya DHL yang dijumpai di penambangan

emas dengan nilai mencapai 1.500 µmhos/cm (agak asin). TDS dan Fe (total), yaitu di

embung tambang bijih besi dan sumur monitoring pada TPA (hampir mencapai 4000

ppm), sementara kandungan TSS serta logam berat Mn ditemukan di dua lokasi

penambangan emas dengan konsentrasi besar (>15 ppm). Pada lokasi penambangan ini

unsur sulfat juga terdeteksi cukup tinggi (>80 ppm).

Lokasi sebaran pengambilan contoh profil Lingkungan Hidup kabupaten Tanah Laut pada

umumnya berada di hilir lokasi sebaran endapan bijih besi, ada yang cukup jauh, 5 km bahkan 15

km, dari lokasi penambangan bijih besi (Gambar 1). Tata guna lahan di sepanjang sungai pun

Page 12: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

beraneka ragam sehingga kemungkinan penyebab munculnya pencemaran bisa terjadi dari

beberapa faktor, misalnya penggundulan hutan, perkebunan kelapa sawit, karet, dll. Lokasi

Sebaran pengambilan sampel untuk profil lingkungan hidup dapat dilihat pada Gambar 2.

4.1. Pengelolaan Lingkungan Penambangan Bijih Besi

Di daerah Kecamatan Pelaihari, Bajuin dan Takisung daerah penambangan bijih besi terdapat

pada DAS Tabanio dengan luas 62,300 Ha (62,3 km2). Daerah aliran sungai ini dari hulu sungai,

timur laut, yang berawal dari Riam Pinang dan Tebimg Siring mengalir hingga bermuara di

daerah pantai Kecamatan Takisung, bagian barat. Begitu pula halnya dengan sebaran endapan

bijih besi dimulai dari kedua tempat ini hingga berakhir di muaranya. Di pantai Takisung dapat

dijumpai pula bongkahan endapan bijih besi dipantai-pantai yang langsung berbatasan dengan air

laut. Kegiatan penambangan bijih besi daerah Pelaihari tidak begitu besar. Namun bukaan

tambang tetap akan mengakibatkan lindian kandungan logam yang tidak diinginkan. Demikian

pula singkapan bijih besi yang ada, tersebar dan tidak ditambang harus dipertimbangkan pula

sebagai sumber pencemar alami, jika sumber mineral besi dianggap salah satu sumber

pencemaran.

Di Tambang Bijih Besi Pemalongan, Sumber Mulia dan Sungai Bakar, sungai di

sekitarnya tak memiliki kekeruhan yang berarti, airnya tetap jernih. Berati bahwa kegiatan

penambangan tidak menumbulkan kekeruhan dalam kegiatannya. Namun ketika hujan maka air

yang berasal dari sistim penirisan tambang mengakibatkan kekeruhan pada air di sekitarnya.

Meski kekeruhan tersebut tidak hanya berasal dari kegiatan penambangan, karena secara alami

pada saat hujan kekeruhan juga berasal dari air limpasan yang berasal dari tanah terbuka yang

berada di sekitar aliran sungainya atau dari daerah hulunya akibat erosi dan bukaan lahan oleh

kegiatan manusia seperti perkebunan dll. Yang patut dikontrol adalah lokasi titik penaatan

kualitas lingkungan pada setiap lokasi penambangan, yang merupakan batas penaatan keluaran

dari sistim remediasi drainase penambangan, yang harus memenuhi baku mutu lingkungan pada

peraturan yang ada.

4.2. Pengelolaan Lingkungan Penambangan Batubara

Daerah penambangan batubara terdapat di Kecamatan Kintap, Jorong, Batu Ampar dan

Panyipatan, sehingga pengelolaan dampak di tujukan secara mikro di daerah penambangan dan

secara regional di daerah aliran sungai yang terdapat di keempat kecamatan, yaitu DAS Kintap,

DAS Asam-asam, DAS Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan,

Page 13: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah, yang secara keseluruhan luasnya

268526,24 Ha. (Tabel 1). Dampak penambangan batubara berupa air asam tambang akan

terbentuk pada sistim drainase air penambangannya jika tidak dilakukan remediasi terhadap

penurunan pH. Remediasi penurunan pH dapat dilakukan dengan active treament dan passive

treatment atau pun keduanya. Pada penambangan skala besar maka kedua sistim tersebut pada

umumnya dipergunakan. Sistim remediasi aktive treatment diawali dengan sistim pengendapan

menggunakan batu kapur atau kapur halus untuk mengurangi ion sulphat terlarut, yang

merupakan penyebab air asam tambang, yang terbentuk akibat oksidasi mineral pyrite yang

terdapat pada batubara atau lapaisan antara batubara atau overburden batubara. Jika pada sistim

drainase terjadi pelepasan logam berat, maka remediasi dapat ditambahkan dengan material

absorbent yang dapat menyerap logam-logam tersebut, misalnya sabut kelapa, limbah organik

lainnya dll. Selain itu dapat pula dilakukan dengan phytoremediation, yang mempergunakan

tanaman yang dapat menyerap logam-logam berat seperti eceng gondok, dll dari badan air.

4.3. Pengelolaan Lingkungan Penambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pengelolaan lingkungan tambang bahan galian lainnya, umumnya dilakukan upaya untuk

mencegah terbentuknya kekeruhan pada badan air di sekitar penambangan. Namun ini tetap

memerlukan penelitian kemungkinan terjadinya pencemaran oleh logam-logam berat. Karena

pencemaran yang terjadi selain dapat berasal dari bahan galian, juga dapat berasal dari country

rock atau host rock atau batuan sekitar bahan galian tambang berada. Jadi perlu tetap dilakukan

pengawasan dan pemnatauan terhadap berbagai kemungkinan terjadinya pencemaran di tambang

terhadap badan-badan air di sekitar tambang, yang dapat mencemarai DAS yang ada di dekatnya.

4.4. Pengelolaan DAS Lingkungan Daerah penambangan

Secara hidrogeologi maka, daerah penelitiain memiliki karakteristik batuan tidak cukup

mampu untuk menyimpan air, butir tanah didominasi fraksi lempung yang relatif mudah jenuh

air dan kedap, sehingga pada daerah-daerah yang rendah (lowland) menjadi banjir dan

penggenangan setiap tahunnya. Daerah-daerah di sepanjang aliran sungai, sekitar rawa-rawa,

dataran fluvio-marin, dan daerah sekitar muara, merupakan daerah paling tinggi mendapatkan

ancaman banjir dan penggenangan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Tabanio termasuk dalam

daerah rawan bahaya banjir tinggi. Banjir dan genangan yang sering terjadi setiap musim

penghujan di wilayah perkotaan Pelaihari, menunjukkan bahwa daerah tangkapan hujan di

bagian hulu sudah terganggu dan tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini

Page 14: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

diakibatkan oleh perubahan iklim global “global warming”, yang diakibatkan rusaknya hutan

lindung di wilayah perbukitan bagian hulu daerah aliran sungai di Kabupaten Tanah Laut. Oleh

karena itu keberadaan hutan lindung, (hutan hujan tropis). Menjadi sangat penting. Selain itu

faktor yang harus dipertimbangkan adalah daya serap air oleh batuan, karena secara

hidrogeologi, batuan di daerah hulu S Tabanio merupakan batuan akifer dengan ABT sangat

kecil dan merupakan akifer fraktur / celahan, yang berarti bahwa air hujan yang jatuh di hulu

hanya sedikit terserap di daerah hulu, hal ini dapat dilihat pada sebaran akifer pada peta

hidrogeologi yang terdapat pada Gambar 5. Yang berarti bahwa sebagaian besar air hujan

menjadi limpasan yang akan mengalir melalui sistim aliran yang ada menuju ke hilirnya. Yang

perlu diperhatikan adalah pola curah hujan tahunan yang ada didaerah penelitian (Gambar 6),

karena dengan mengetahui pola musim, kemarau dan hujan, maka dapat diperkirakan

kemungkinan potensi keaktifan yang terjadi pada pembentukan sedimentasi pencemar di sungai

dan dataran banjir di DAS Tabanio, DAS Tabanio, DAS Kintap, DAS Asam-asam, DAS

Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS

Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah.

Daerah penambangan ini belum dipetakan secara rinci geomorfologi dan

hidrogeologinya, yang dilakukan untuk mendapatkan mitigasi bencana dampak pertambangan

secara mikro terhadap morfologi bumi, seperti sungai dan proses-prosesnya yang terjadi secara

rinci. Langkah penelitian yang dapat dilakukan berupa pembuatan penampang melintang pada

setiap kelokan-kelokan sungai yang ada, dan pada daerah yang mungkin menjadi sumber

pencemar, dan setiap dataran banjir yang ada. Pembuatan penampang melintang dan vertikal

dilakukan dengan membuat pemboran vertikal untuk mengetahui perubahan vertikal dan

horisontal lapisan batuan yang ada baik secara fisik maupun kimia. Sehingga penampang yang

dibuat dapat memberikan gambaran setiap perubahan fisik dan kimia lapisan batuan secara

vertikal dan horisontal dan kemungkinan sebaran logam pencemar yang ada pada aliran sungai.

Tahapan-tahapan usia morfologi sungai harus diperhatikan apakah sudah pada tahapan

tua, atau masih muda. Berdasarkan dengan ketersediaan skala peta yang ada sekarang, maka

ketelitian peta kontur topografi morfologi daerah penelitian dan sebaran endapan bijh besi,

batubara, dan bahan tambang lain harus ditingkatkan, agar proses yang terjadi ada saat hujan,

banjir dan sedimentasi endapan di sungai dapat dipahami. Lebih jauh lagi bahwa tata guna lahan

daerah penelitian, selain pertambangan, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, juga

Page 15: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

dipertimbangkan kemungkinan pengaruhnya sebagai pencemar sebagai salah satu pencemar

daerah aliran sungai. Sehingga setiap kegiatan penelitian yang dilakukan pada sepanjang aliran

sungai dapat dirinci kegiatan erosi, sedimentasi, pencemaran dan prosesnya yang terjadi di

daerah aliran Sungai Tabanio. Penelitian juga dilakukan terhadap berbagai batuan induk bijih

besi dan chromite sebagai kemungkinan sumber pencemar dengan melakukan tracing float di

sekitar sungai-sungai dimana didapati singkapan bijih besi, chromite dan pengendapan butiran-

butirannya di setiap lekuk sungai dan dataran banjir.

Berdasarkan uraian di atas, profil lingkungan yang ada dan penelitian yang dilakukan maka

pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan oleh kegiatan penambangan bijih besi,

batubara dan bahantambang lainnya, harus dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi

penambangan, perkebunan dan HPH, atau kegiatan perekonomian lainnya dan secara makro di

DAS Tabanio, DAS Kintap, DAS Asam-asam, DAS Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS

Kepunggur dan Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah.

Sehingga pengelolaan lingkungan secara makro pada setiap kegiatan yang ada dapat dilakukan

secara terpadu antara karakteristik alami daerah melalui profile lingkungan hidup, tata guna

lahan yang ada, tingkat kerusakan lingkungan dan pola hidup para pemangku kepentingan

terhadap lingkungannya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka :

a. Profile lingkungan hidup Pelaihari telah memiliki parameter yang melebihi batas baku

mutu yang telah ditentukan. Namun berdasarkan analisis spasial pada sebaran

pengambilan contoh dan lokasi tambang bijih besi yang ada, maka penyebabnya belum

dapat dipastikan akibat penambangan, karena sepanjang tata guna lahan sepanjang aliran

sungai dipergunakan oleh kegiatan lain, misalnya perkebunan karet, kelapa sawit, dll

b. Di Sungai Bakar dan Tampang kandungan Fe total air permukaan melebihi batas

ambang, meski di daerah ini terdapat penambangan bijih besi. Harus dipertimbangkan

secara cermat apakah betul Fe total berlebih yang terjadi diakibatkan oleh kegiatan

penambangan, terjadi secara alami atau oleh kegiatan lainnya. Karena jarak yang jauh

antara lokasi penambangan bijih besi dan tempat pengambilan dan pengukuran sampel

yang dipergunakan untuk pembuatan profile lingkungan hidup Kabupaten Tanah Laut

memungkinkan adanya kegiatan selain kegiatan penambangan bijih besi.

Page 16: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

c. Potensi pencemaran Cr(VI) di tambang bijih besi yang diukur hanya di Sumber Mulia.

Penambangan bijih besi di lokasi lain belum tentu akan menimbulkan Cr(VI) di atas

baku mutu, karena genesa bijih besi yang berbeda akan mengakibatkan dampak yang

berbeda pula.

d. Pembaruan data profile Lingkungan Hidup daerah harus dilakukan secara berkala untuk

mengetahui setiap perubahan lingkungan yang terjadi.

e. Dalam pengelolaan dampak lingkungan industri pertambangan di Kabupaten Tanah Laut,

maka secara garis besar dapat digolongkan dalam dua (3) kelompok besar, yaitu

penambangan bijih besi di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung, yang merupakan

daerah tengah Kabupaten Tanah Laut; penambangan batubara di kecamatan Kintap,

Jorong dan Batu Ampar, yang merupakan bagian timur dan tengah; dan penambangan

mineral non logam yang meliputi daerah penambangan bijih besi dan batubara, karena

mineral non logam sebagian besar terdapat di kedua daerah penambangan ini.

f. Dalam melakukan pengelolaan dampak lingkungan regional berdasarkan daerah aliran

sungai dan pendekatan gemorfologi, maka harus dilakukan pemetaan rinci morfologi

lokasi tambang dan morfologi sungai dan proses-proses utama yang terjadi seperti erosi,

pengendapan dan banjir yang berpengaruh terhadap morfologi lateral dan vertikal sungai.

Khususnya di daerah penambangan bijh besi di sepanjang aliran sungai di Kecamatan

Bajuin dan Pelaihari dan sekitarnya

g. Pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan penambangan bijih besi harus

dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi penambangan, perkebunan dan HPH

atau kegiatan perekonomian lainnya, yang secara makro terjadi di DAS Tabanio di

Kecamatan Bajuin, Pelaihari, dan Takisung.

h. Pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan penambangan batubara harus

dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi penambangan, dengan

mempertimbangan juga pengaruh mikro pengguna lahan lainnya seperti perkebunan dan

HPH atau kegiatan perekonomian lainnya, yang secara makro terjadi di DAS Kintap,

DAS Asam-asam, DAS Sawarangan, DAS Batang Gayang, DAS Kepunggur dan

Kandangan, DAS Sebukur, DAS Danau, DAS Pandan, dan DAS Sanipah di wilayah

Kecamatan Kintap, Jorong, Batu Ampar dan Panyipatan.

Page 17: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

i. Pengelolaan lingkungan penambangan mineral non logam dan batuan meski belum ada

baku mutunya, namun harus mematuhi persyaratan lingkungan yang termuat pada UU

Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU lingkungan beserta turunan-turunannya

yang ada untuk meminimalisasi dampaknya terhadap lingkungan

j. Pengelolaan lingkungan skala makro pada setiap kegiatan yang ada, seperti

penambangan, perkebunan, kehutanan, pertanian, perikanan harus dilakukan secara

terpadu sehingga integrasi antara karakteristik alami berbagai daerah, tata guna lahan,

profile lingkungan hidup daerah, pengguna tata guna lahan yang ada, tingkat kerusakan

lingkungan yang telah terjadi dan dampak pola kegiatan para pemangku kepentingan

terhadap lingkungannya dapat dipantau dan diawasi sehingga secara bersama-sama dapat

mengambil tindakan bersama untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang akan, telah

dan sedang terjadi.

6. PUSTAKA

[1]. Wohl, Ellen; Human Impacts to Mountain Streams; Geomorphology 79, 2006, 17–248;

www.elsevier.com/locate/geomorph

[2]. M.G. Macklin; P.A. Brewer; K.A. Hudson-Edwards; G. Bird; T.J. Coulthard; I.A. Dennis;

P.J. Lechler; J.R. Miller; J.N. Turner ; A Geomorphological Approach to the Management

of Rivers Contaminated by Metal Mining; Geomorphology 79, 423–447, 2006

www.elsevier.com/locate/geomorph

[3]. Kantor Lingkungan Hidup Kab Tanah Laut, Profil Lingkungan Hidup berbasis Sistem

Informasi Geografi Kecamatan Pelaihari, Jorong dan Kintap. Lap Akhir, 2007.

[4]. Tresnadi, Hidir; Kususmastuti, Etty; Laporan Survey lapangan Bijih Besi di Sumber Mulia;

2008, BPPT

[5]. Balitbangda Kalimantan Selatan dan BPPT; Kajian Bijih Besi Kalimantan Selatan,

Identifikasi interaksi antara wilayah untuk industri Besi di kalimantan Selatan; Laporan

Akhir, , 2007.

[6]. Bappeda Kab Tanah Laut; BPPT, PTSM; Penyusunan dan Pengumpulan data / informasi

kebutuhan Penyusunan Dokumen Perencanaan, Kajian Pengembangan Bijih Besi dan

Dampaknya terhadap Perkonomian Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Lapoan Akhir, 2007.

[7]. Tresnadi, Hidir; Potensi Pencemaran Cr(Vi) (Krom) Dan Remediasinya Pada

Penambangan Bijih Besi Di Sumber Mulia, Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan

Page 18: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

Selatan; Seminar Ilmiah Nasional X Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia,

Universitas Brawijaya, 2014

[8]. Sofyan, Asep, dkk; Inventarisasi Cebakan Bijih Besi Primer Di Kabupaten Tanah Bumbu

dan Tanah Laut kalimantan Selatan kalimantan Selatan, 2007.

[9]. Miller, Jerry R; The role of fluvial geomorphic processes in the dispersal of heavymetals

from mine sites; Journal of Geochemical Exploration 58 (1997) 101 – 118.

[10]. Pohan, Mangara P; Pemantauan Dan Pendataan Bahan Galian Pada Bekas Tambang Dan

Wilayah Peti Daerah Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan; Kolokium

Hasil lapangan – Dim, 2005

[11]. Ata Akcil, Soner Koldas; Acid Mine Drainage (AMD): Causes, Treatment and Case

Studies; Journal of Cleaner Production 14, 1139-1145, 2006;

http://www.elsevier.com/locate/jclepro

Gambar 1. Sebaran Endapan Mineral Non Logam, Bijih Besi, dan Batubara di Kabupaten Tanah Laut

Gambar 2. Potensi Sumberdaya Mineral Logam Serta Batuan Pembawa Logam di Kabupaten Tanah Laut

(Sumber: Kem ESDM)

Gambar 3. RTRTW Kabupaten Tanah Laut

Gambar 4. Nilai Kandungan Chrom Sampel Air permukaan

Tambang Sumber Mulia

0 0,2

WS1 WS2 WS3

Kandungan Chrom

Batas Ambang chrom pada air minum dan baku mutu air

Baku mutu air limbah penambangan bijih besi

Page 19: gtl.pdf

NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE 2014 November,22th 2014, Semarang State University - Central Java – Indonesia

Gambar 5. Hidrogeologi Kabupaten Tanah Laut

(Sumber Dinas ESDM Prop Kalsel)

Gambar 6 Curah Hujan di Banjarbaru

Sumber : Stasiun Klimatologi BMKG Banjarbaru

Tabel 1. Cakupan DAS dan Luasnya di Kabupaten Tanah Laut

No Nama DAS Cakupan Sub DAS Cakupan Wilayah Luas (Ha)

1. DAS Kintap Sungai Pudak, Haruan, Ranau, Kintap, Cuka, dan Kudung

Kecamatan Kintap 91.283,27

2. DAS Tabanio Sungai Bakar dan Tabanio Kecamatan Pelaihari dan Takisung 62.300,19

3. DAS Asam-asam Sungai Kaldan, Rangkan, dan Asam-asam

Kecamatan Pelaihari, Batuampar, dan Jorong 53.378,92

4. DAS Sawarangan Sungai Sawarangan Kecamatan Pelaihari, Batuampar, dan Jorong 32.607,49

5. DAS Batang-gayang Sungai Batanggayang Kecamatan Pelaihari,

Penyipatan, dan Takisung 25.938,11

6. DAS Kepunggur dan Kandangan

Sungai Kepunggur dan Kandangan Kecamatan Panyipatan 24.746,12

7. DAS Sebukur Sungai Sebukur Kecamatan Panyipatan dan Jorong 20.878,46

8. DAS Danau Sungai Danau Kecamatan Jorong 9.014,24

9. DAS Pandan Sungai Pandan Kecamatan Jorong 7.055,39

10. DAS Sanipah Sungai Sanipah Kecamatan Jorong 3.624,24 Sumber: Interpretasi Peta RBI, 1999