Groupthink

3
GROUPTHINK Teori Groupthink ini digagaskan oleh Irving Janis. Dia menyatakan bahwa ketika anggota kelompok berada dalam suatu keadaan yang sama, akan ada suatu tekanan yang kuat untuk menuju pada suatu titik di mana terjadi suatu kesepakatan. Jadi dapat didefinisikan bahwa Grupthink adalah suatu cara yang diterapkan anggota kelompok ketika keinginan untuk mencapai kesepakatan melebihi motivasi mereka untuk menilai kemungkinan alternatif lain yang ada. Groupthink sendiri merupakan teori yang berhubungan dengan kesulitan yang dirasakan dalam kelompok ketika anggota-anggota dari kelompok tersebut bertujuan untuk sepakat satu sama lain. Di dalam kelompok ada yang disebut dengan kohesivitas (cohesiveness), yaitu batasan di mana anggota-anggota kelompok bersedia untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lainnya. Secara sederhanya, kohesivitas bisa diumpamakan sebagai rasa kebersamaan dalam kelompok. Rasa kebersamaan ini dapat muncul dari sikap, nilai, dan pola perilaku kelompok. Kelompok dapat dikatakan kohesif jika antara anggota yang satu dengan anggota yang lain ada rasa saling tertarik dari segi sikap, nilai dan pola perilaku. Kelompok dengan kohesivitas tinggi terkadang sering gagal dalam memikirkan alternatif tindakan lain. Hal ini dikarenakan adanya rasa tidak enak jika kelompok berada dalam suatu keadaan yang tegang sehingga para anggotanya cenderung lebih senang mempertahankan keadaan kelompok yang “tanpa masalah”, karena semakin kohesif suatu kelompok, semakin kuat tekanan pada anggotanya untuk memelihara kohesivitas. ASUMSI Jenis Kelompok : (1) problem-solving group, (2) task-oriented group Kondisi dalam kelompok menyebabkan tingginya kohesivitas. Anggota kelompok memiliki sentiment yang sama dan cenderung memelihara identitas kelompok. Maksudnya, jika suatu kelompok berada dalam suatu kondisi yang stabil dimana anggota-anggotanya dapat dengan mudah berinteraksi satu sama lain, maka satu sama lain dari anggota kelompok tersebut akan saling mengetahui sifat, nilai dan perilaku dari anggota yang lainnya yang akan memicu terjadinya kohesivitas. Proses pemecahan masalah dalam kelompok. Biasanya memelihara persatuan adalah hal penting karena berkaitan dengan keutuhan dari kelompok. Individu seyogyanya tak mempersulit proses pengambilan keputusan di dalam kelompok. Ketika kohesivitas sudah tinggi, maka akan ada kesamaan persepsi dan perasaan mengenai suatu masalah sehingga dalam penyelesaiannya, mereka akan cenderung memelihara kestabilan kelompok daripada memperpanjang ketegangan dengan memberikan masukkan yang lain. Para anggota kelompok cenderung akan bersikap baik dan tidak ingin mengganggu jalannya pengambilan keputusan. Di sini, terdapat istilah affiliative constraints yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan pendapatnya karena takut ditolak. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan dari anggota kelompok untuk memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan kelompok daripada menaruh perhatian pada isu yang sedang dibicarakan/dipertimbangkan. Oleh karena itu anggota kelompok akan mengikuti keputusan dari pemimpin ketika pengambilan keputusan tiba. Kelompok dan pengambilan keputusan kelompok seringkali kompleks. Asumsi ketiga ini menggarisbawahi sifat-sifat kelompok dan bagaimana kompleksnya proses pemecahan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok. Kelompok, dalam menyelesaikan masalah dan tugas haruslah mampu menemukan

Transcript of Groupthink

Page 1: Groupthink

GROUPTHINK

Teori Groupthink ini digagaskan oleh Irving Janis. Dia menyatakan bahwa ketika anggota kelompok berada dalam suatu keadaan yang sama, akan ada suatu tekanan yang kuat untuk menuju pada suatu titik di mana terjadi suatu kesepakatan. Jadi dapat didefinisikan bahwa Grupthink adalah suatu cara yang diterapkan anggota kelompok ketika keinginan untuk mencapai kesepakatan melebihi motivasi mereka untuk menilai kemungkinan alternatif lain yang ada.

Groupthink sendiri merupakan teori yang berhubungan dengan kesulitan yang dirasakan dalam kelompok ketika anggota-anggota dari kelompok tersebut bertujuan untuk sepakat satu sama lain.

Di dalam kelompok ada yang disebut dengan kohesivitas (cohesiveness), yaitu batasan di mana anggota-anggota kelompok bersedia untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lainnya. Secara sederhanya, kohesivitas bisa diumpamakan sebagai rasa kebersamaan dalam kelompok. Rasa kebersamaan ini dapat muncul dari sikap, nilai, dan pola perilaku kelompok. Kelompok dapat dikatakan kohesif jika antara anggota yang satu dengan anggota yang lain ada rasa saling tertarik dari segi sikap, nilai dan pola perilaku. Kelompok dengan kohesivitas tinggi terkadang sering gagal dalam memikirkan alternatif tindakan lain. Hal ini dikarenakan adanya rasa tidak enak jika kelompok berada dalam suatu keadaan yang tegang sehingga para anggotanya cenderung lebih senang mempertahankan keadaan kelompok yang “tanpa masalah”, karena semakin kohesif suatu kelompok, semakin kuat tekanan pada anggotanya untuk memelihara kohesivitas. ASUMSIJenis Kelompok : (1) problem-solving group, (2) task-oriented group Kondisi dalam kelompok menyebabkan tingginya kohesivitas. Anggota kelompok memiliki sentiment yang

sama dan cenderung memelihara identitas kelompok. Maksudnya, jika suatu kelompok berada dalam suatu kondisi yang stabil dimana anggota-anggotanya dapat dengan mudah berinteraksi satu sama lain, maka satu sama lain dari anggota kelompok tersebut akan saling mengetahui sifat, nilai dan perilaku dari anggota yang lainnya yang akan memicu terjadinya kohesivitas.

Proses pemecahan masalah dalam kelompok. Biasanya memelihara persatuan adalah hal penting karena berkaitan dengan keutuhan dari kelompok. Individu seyogyanya tak mempersulit proses pengambilan keputusan di dalam kelompok. Ketika kohesivitas sudah tinggi, maka akan ada kesamaan persepsi dan perasaan mengenai suatu masalah sehingga dalam penyelesaiannya, mereka akan cenderung memelihara kestabilan kelompok daripada memperpanjang ketegangan dengan memberikan masukkan yang lain. Para anggota kelompok cenderung akan bersikap baik dan tidak ingin mengganggu jalannya pengambilan keputusan. Di sini, terdapat istilah affiliative constraints yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan pendapatnya karena takut ditolak. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan dari anggota kelompok untuk memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan kelompok daripada menaruh perhatian pada isu yang sedang dibicarakan/dipertimbangkan. Oleh karena itu anggota kelompok akan mengikuti keputusan dari pemimpin ketika pengambilan keputusan tiba.

Kelompok dan pengambilan keputusan kelompok seringkali kompleks. Asumsi ketiga ini menggarisbawahi sifat-sifat kelompok dan bagaimana kompleksnya proses pemecahan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok. Kelompok, dalam menyelesaikan masalah dan tugas haruslah mampu menemukan alternatif dan membedakan masing-masing alternatif tersebut dari segi baik dan buruknya. Anggota kelompok juga tidak hanya memahami tugas yang sedang mereka kerjakan, tetapi juga memahami masukkan dari orang-orang mengenai tugas tersebut. Dalam pengambilan keputusan, terdapat dua konsep penting yaitu: (1) homogenitas. Yaitu kemiripan dalam kelompok. Kelompok yang memiliki homogenitas tinggi, akan lebih kondusif terhadap groupthink. (2) Proses yang dianggap penting daripada hasil yang efektif. Dalam pengambilan keputusan sebenarnya proses lebih penting daripada hasil yang dicapai. Karena, misalnya, dalam proses tersebut, anggota kelompok dapat mempelajari banyak sisi negatif dan positif dari suatu alternatif yang nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk masalah-masalah selanjutnya. Dan dari proses tersebut itulah nantinya akan ditemukan suatu kesepakatan yang tidak akan menyinggung pihak manapun jika memang semua anggota kelompok memberikan masukkannya terhadap masalah yang sedang dibahas.

KONDISI ANTECEDENT GROUPTHINK (HAL-HAL YANG MENIMBULKAN GROUPTHINK) Group Cohesiveness/Kohesivitas Kelompok. Yang perlu diingat adalah bahwa kohesivitas antara satu kelompok

akan berbeda dengan kelompok lainnya. Dalam beberapa kelompok, kohesi dapat menuntun pada perasaan positif mengenai pengalaman kelompok dan anggota kelompok lain. Kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi mungkin akan lebih antusias mengenai tugas-tugas mereka dan anggotanya akan dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas-tugas lain. Tetapi di sisi lain, kelompok yang sangat kohesif juga menghasilkan hal yang mengganggu groupthink. Menurut Janis, kelompok dengan kohesivitas tinggi memberikan tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk menaati standar kelompok karena ketika kohesivitas tinggi, maka euforia dari kohesivitas tersebut akan mematikan alternatif lain yang bisa muncul. Hal ini ditandai dengan enggannya para anggota kelompok yang lain untuk mengemukakan pendapatnya ataupun keberatan mereka mengenai solusi yang ada.

Page 2: Groupthink

Faktor Struktural. Menurut Janis, karakteristik struktural yang spesifik (yang berupa kesalahan) akan mendorong terjadinya groupthink. Faktor-faktor ini termasuk: (1) group insulation yaitu kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh dunia luar. Kelompok akan kebal terhadap pengaruh dari luar meskipun mereka sering bertemu dengan banyak orang di luar kelompok mereka, ataupun terdapat orang luar kelompok yang ada dalam organisasi tetapi tidak dimintai partisipasinya. (2) lack of impartial leadership yang berarti bahwa anggota-anggota kelompok dipimpin oleh seorang yang memiliki mniat pribadi terhadap hasil akhir dari pengambilan keputusan kelompok tersebut. (3) lack of decision making proceduresbeberapa kelompok memiliki sedikit (jika ada) prosedur untuk mengambil keputusan. Menurut Dennis Gouran dan Randy Hirokawa, jika suatu kelompok menyadari adanya masalah, mereka masih harus mencari tahu penyebabnya dan sejauh apa masalah itu. Oleh karena itu, kelompok padat dipengaruhi oleh suara-suara yang dominan dan mengikuti mereka yang memilih untuk mengemukakan pendapatnya.

Group Stress (Tekanan Kelompok). Tekanan kelompok dapat berupa tekanan internal dan eksternal. Kedua-duanya dapat memunculkan groupthink. Tekanan eksternal dan internal kelompok merupakan penggunaan tekanan terhadap kelompok dengan membuat isu yang berasal dari dalam kelompok maupun dari luar kelompok. Ketika pembuat keputusan mendapatkan tekanan yang berat baik dari dalam maupun luar kelompok, dia cenderung tidak dapat menguasai emosi. Ketika tekanan tinggi, biasanya kelompok akan mengikuti pimpinan mereka dan menyatakan keyakinan mereka terhadap pilihan mereka itu.

GEJALA GROUPTHINK Concurrence seeking. Merupakan usaha-usaha untuk mencari kesepakatan bersama dalam kelompok. Ketika

concurrence seeking telah berjalan terlampau jauh, maka menurut Janis hal tersebut akan menimbulkan gejala groupthink. Ada tiga kategori gejala dari groupthink: (1) overestimation of the group yaitu keyakinan yang keliru bahwa suatu kelompok itu lebih baik dari dirinya (seorang anggota kelompok) yang sebenarnya. Terdapat dua gejala spesifik dari kategori ini yaitu illusion of invulnerability yang adalah keyakinan kelompok bahwa mereka cukup istimewa dalam mengatasi tintangan atau masalah apapun, belief in the inherent morality of the group yaitu asumsi bahwa anggota-anggota kelompok adalah orang-orang yang bijaksana dan baik oleh karena itu keputusan yang mereka buat juga akan baik. (2) close-minded merupakan kondisi dimana suatu kelompok tidak menghargai perbedaan yang ada antara individu yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok dan ini akan membawa kelompok pada keputusan yang tidak baik. Kategori ini memiliki dua gejala spesifik yaitu out-group stereotypes yang merupakan persepsi stereotip mengenai lawan atau musuh yang menekankan fakta bahwa lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas taktik yang ofensif, collective razionalization merujuk pada situasi di mana anggota-anggota kelompok tidak mengindahkan peringatan yang dapat mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali pemikiran dan tindakan mereka sebelum akhirnya menemukan keputusan akhir. (3) pressure toward uniformity, suatu keadaan yang terjadi ketika para anggota kelompok berusaha untuk menjaga hubungan baik antaranggota yang akan memungkinkan para anggota kelompok terlibat dalam groupthink. Terdapat empat gejala yaitu self-censorship yang merujuk pada kecenderungan pada anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan mereka dan adanya argumen-argumen yang menentang, illusion of unanimity yaitu keyakinan bahwa diam merupakan tanda setuju, self-appointed mindguards dimana anggota kelompok akan menjadi kelompok dari informasi yang tidak mendukung demi menjaga kepentingan terbaik kelompok mereka, pressures on dissenters yang merupakan pengaruh langsung terhadap para anggota kelompok yang menyumbangkan pendapat yang bertolakbelakang dengan pendapat kelompok.

CARA MENGHINDARI GROUPTHINK Meningkatkan pengambilan keputusan dalam kelompok dengan menerapkan supervisi dan kontrol eksternal.

Menurut Janis, kelompok perlu menekankan bahwa pembuat keputusan kunci akan bertanggung jawab atas tindakan mereka dan ini harus dilakukan sebelum kelompok memulai pertimbangan mereka mengenai isu-isu tertentu.

Mendukung adanya pelaporan terhadap kecurangan (whistle-blowing) dalam kelompok. Maksudnya, para anggota kelompok harus dimotivasi untuk menyuarakan keberatan mereka dibandingkan dengan menerima mentah-mentah suatu pendapat.

Menerima adanya keberatan di dalam kelompok. Kelompok harus mengizinkan adanya conscientious objector yaitu penolakan dari anggota kelompok untuk berpartisipasi karena melanggar nurani pribadi.

Menyeimbangan konsensus dan suara mayoritas. Kelompok tidak seharusnya mencari konsensus karena konsensus menuntut semua anggota kelompok untuk setuju akan sebuah keputusan dan anggota-anggota kelompok seringkali merasa tertekan untuk sepakat, sebaiknya kelompok berusaha untuk mencapai suara mayoritas untuk kesepakatan bersana agar kelompok tersebut dapat berfungsi sebagai sebuah tim.