Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk...

38
TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN LAHAN GAMBUT DAN PENGELOLAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Transcript of Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk...

Page 1: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

TUGAS TERSTRUKTURPENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN

LAHAN GAMBUT DAN PENGELOLAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN

Oleh:

Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPROGRAM STUDI PASCASARJANA AGRONOMI

PURWOKERTO2016

Page 2: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan

manusia berimbas pada makin meningkatnya terjadinya alih fungsi lahan dari lahan

pertanian menjadi lahan pemukiman. Hal ini menyebabkan usaha budidaya pertanian

diarahkan pada lahan-lahan marginal termasuk di dalamnya lahan gambut (Widyati,

2011) yang sementara ini tidak dimanfaatkan dengan optimal. Lahan marginal

memiliki potensi besar untuk pengembangan pertanian mengingat luas dan

penyebarannya di Indonesia. Lahan marginal adalah lahan sub-optimum yang

memiliki kesuburanan tanah yang rendah. Lahan marginal di Indonesia dapat

temukan baik pada lahan basah maupun lahan kering. Lahan marginal pada lahan

basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut yang memiliki

luas 24 juta ha, sementara pada lahan kering berupa tanah Ultisol seluas 47,5 juta ha

dan Oxisol 18 juta ha (Suprapto, 2002).

Gandasasmita dan Barus (2012) menyatakan bahwa Indonesia memiliki lahan

gambut sangat luas yaitu 50% dari luas lahan gambut tropika dunia. Suwondo et al.,

(2011) menambahkan bahwa luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan mencapai

20,6 juta ha. Hal ini berarti bahwa luas lahan gambut adalah sekitar 10% luas daratan

Indonesia (Ratmini, 2012). Lokasi lahan gambut tersebar luas terutama di Pulau

Sumatera, Kalimantan dan Papua.

Lahan gambut tergolong lahan marginal dan fragile dengan produktivitas

tanah yang rendah dan sangat mudah mengalami kerusakan. Pengembangan pertanian

pada lahan gambut menghadapi banyak kendala yang berkaitan dengan sifat tanah

gambut. Mawardi et al. (2001) menyatakan bahwa secara umum sifat kimia tanah

gambut didominasi oleh asam-asam organik yang merupakan suatu hasil akumulasi

sisa-sisa tanaman. Asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi tersebut

merupakan bahan yang bersifat meracuni bagi tanaman, sehingga mengganggu proses

Page 3: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

metabolisme tanaman yang akan berakibat langsung terhadap produktifitasnya.

Sementara itu secara fisik tanah gambut bersifat lebih berpori dibandingkan tanah

mineral sehingga hal ini akan mengakibatkan cepatnya pergerakan air pada gambut

yang belum terdekomposisi dengan sempurna sehingga jumlah air yang tersedia bagi

tanaman menjadi sangat terbatas.

Potensi lahan gambut sebagai lahan pertanian di Indonesia cukup luas

sekitar 6 juta ha. Pemanfaatannya sebagai lahan pertanian memerlukan perencanaan

yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat

karena ekosistemnya yang marginal dan fragile. Lahan gambut sangat rentan

terhadap kerusakan lahan, yaitu kerusakan fisik (subsiden dan irriversible drying)

serta kerusakan kimia (defisiensi hara dan unsur beracun). Pengembangan pertanian

di lahan gambut menghadapi kendala antara lain tingginya asam-asam organik.

Pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dikurangi dengan teknologi

pengelolaan air dan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation

polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn (Ratmini, 2012).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di muka, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan lahan gambut untuk

pengembangan pertanian sebagai berikut:

1. Apakah yang disebut sebagai lahan gambut?

2. Mengapa lahan gambut digolongkan sebagai salah satu jenis lahan marginal

dalam pengembangan pertanian?

3. Bagaimanakah proses pembentukan lahan gambut yang ada di Indonesia?

4. Bagaimanakah distribusi atau persebaran lahan gambut yang ada di Indonesia?

5. Bagaimanakah karakteristik atau sifat fisik dan kimia dari lahan gambut?

6. Kendala atau hambatan apakah yang dihadapi dalam penggunaan lahan gambut

untuk pengembangan budidaya pertanian?

7. Bagaimanakah cara mengelola lahan gambut yang baik dan berkelanjutan untuk

usaha pengembangan pertanian?

Page 4: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan

pertanian ini antara lain:

1. Memenuhi tugas Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Lahan pada Program

Studi Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.

2. Mengetahui apakah yang disebut sebagai lahan gambut.

3. Mempelajari proses pembentukan lahan gambut yang ada di Indonesia.

4. Mempelajari karakteristik atau sifat lahan gambut sebagai salah satu jenis lahan

marginal.

5. Mengetahui penyebaran atau distribusi lahan gambut yang ada di wilayah

Indonesia.

6. Mengetahui kendala pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya pertanian.

7. Mempelajari metode pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan untuk

pengembangan budidaya pertanian.

Page 5: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

II. PEMBAHASAN 

A. Lahan Gambut

Menurut Napitupulu dan Mudiantoro (2015), lahan gambut tergolong sebagai

lahan marginal dan mudah mengalami kerusakan (fragile) yang memiliki tingkat

produktivitas yang rendah. Lebih lanjut dikatakan bahwa lahan gambut merupakan

lahan yang tersusun atas tanah yang jenuh air dan bahan organik, yaitu sisa-sisa

tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm.

Wetlands (2007) menerangkan bahwa dalam taksonomi tanah atau sistem klasifikasi

baru lahan gambut disebut sebagai lahan yang tersusun atas tanah Histosol (histos:

jaringan).

Lahan gambut dalam sistem klasifikasi tanah nasional merupakan lahan yang

tersusun atas tanah Organosol yaitu tanah yang tersusun dari bahan organik (Dudal

dan Soepraptohardjo, 1957) . Hardjowigeno dan Abdullah (1987) mendefinisikan

lahan gambut sebagai lahan yang tersusun atas tanah yang terbentuk dari timbunan

sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah mengalami pelapukan maupun

yang belum mengalami dekomposisi. Timbunan ini terus bertambah karena proses

dekomposisinya terhambat karena kondisi anaerob dan/ atau kondisi lingkungan

lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

Lahan gambut termasuk dalam golongan lahan marginal atau sub-optimal. Hal

ini dikarenakan mutunya yang rendah sebagai akibat adanya faktor pembatas jika

digunakan untuk suatu keperluan tertentu termasuk usaha pengembangan budidaya

pertanian. Faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan memberikan beberapa

masukan (input) atau biaya yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan

produktifitasnya. Tanpa masukan yang berarti maka budidaya pertanian di lahan ini

tidak akan memberikan keuntungan seperti yang diharapkan (Yuwono, 2009).

Page 6: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

B. Pembentukan Lahan Gambut

Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan

tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi. Gambut tropis,

khususnya di Indonesia, mengandung sangat banyak kayu-kayu dengan tingkat

pertumbuhan gambut per tahun relatif tinggi. Salah satu ciri gambut tropis dalam

cekungan di Indonesia adalah bentuk kubah (dome) yang menipis di pinggiran (edge)

dan menebal di pusat cekungan. Ketebalan gambut pada lahan ini dapat mencapai

lebih dari 15 m (Wahyunto et al., 2004).

Menurut Noor (2001), proses pembentukan gambut dimulai dari adanya

pendangkalan danau yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi

lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk, secara bertahap membentuk lapisan

yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum

(lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada

bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara bertahap membentuk

lapisan-lapisan gambut, sehingga danau tersebut menjadi penuh (Gambar 1a dan 1b).

Gambar 1. Proses pembentukan gambut di Indonesia (Sumber: Noor, 2001)

Page 7: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Lebih lanjut dikatakan bahwa bagian gambut yang tumbuh mengisi danau

dangkal tersebut dikenal sebagai gambut topogen, karena proses membentukannya

disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Gambut topogen umumnya relatif subur

(eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu,

misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengayaan atau penambahan mineral yang

berpengaruh terhadap peningkatan kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu

masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Tanaman yang tumbuh dan mati

di atas gambut topogen akan membentuk lapisan gambut baru, yang lama kelamaan

akan membentuk kubah (dome) gambut yang mempunyai permukaan cembung

(Gambar 1c). Gambut yang terbentuk di atas gambut topogen dikenal dengan gambut

ombrogen, yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh air hujan. Gambut

ombrogen mempunyai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan gambut

topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral.

C. Karakteristik Lahan Gambut di Indonesia

Menurut Mulyani dan Noor (2011), karakteristik lahan gambut di Indonesia

sangat bervariasi tergantung pada tingkat kematangan dan kesuburannya, kedalaman

gambut serta lingkungan pembentukannya. Oleh karenanya, lahan gambut yang

berada di ketiga pulau besar di Indonesia, yaitu di Sumatera, Kalimantan dan Papua

karakteristik sifat kimianya agak sedikit berbeda, terkait dengan ada tidaknya bahan

pengkayaan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa lahan gambut yang terbentuk di Pulau Sumatera

pada umumnya mendapat pengkayaan dari bahan vulkanik pada bagian atasnya yang

berasal dari Pegunungan Bukit Barisan, baik secara langsung maupun hasil dari

sedimentasi sungai dari bagian hulunya. Secara umum sifat kimia lahan gambut di

Pulau Sumatera relatif lebih baik dibanding gambut di Kalimantan ataupun Papua.

(Tabel 1).

Page 8: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Tabel 2. Sifat tanah gambut di Sumatera dan Kalimantan.

Page 9: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa kandungan unsur hara seperti

kandungan P2O5 dan K2O total, kation-kation dapat tukar (Ca, Mg, K, Na), dan

kejenuhan basa di Sumatera lebih tinggi dibanding dari Kalimantan. Secara umum

sifat fisik dan kimia lahan gambut yang ada di wilayah Indonesia adalah:

1. Sifat Fiik

Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk

pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban

(bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik

(irriversible drying). Gambut tropis umumnya berwarna coklat kemerahan hingga

coklat tua (gelap) tergantung dari tahapan dekomposisinya. Kandungan air yang

tinggi dan kapasitas memegang air 15-30 kali dari berat kering, rendahnya bulk

density (0,05-0,4 g/cm3) dan porositas total diantara 75-95% menyebabkan

terbatasnya penggunaan mesin-mesin pertanian dan pemilihan komoditas yang

akan diusahakan (Ambak dan Melling, 2000). Tiga komoditas utama yaitu kelapa

sawit, karet dan kelapa di Malaysia cenderung pertumbuhannya miring bahkan 

ambruk sebagai akibat akar tidak mempunyai tumpuan tanah yang kuat (Singh et

al, 1986).

Sifat lain yang merugikan adalah apabila gambut mengalami pengeringan

yang berlebihan sehingga koloid gambut menjadi rusak. Terjadi gejala kering tak

balik (irreversible drying) dan gambut berubah sifat seperti arang sehingga tidak

mampu lagi menyerap hara dan menahan air (Subagyo et al., 1996). Gambut akan

kehilangan air tersedia setelah 4-5 minggu pengeringan dan ini mengakibatkan

gambut mudah terbakar.

2. Sifat-sifat Kimia

Ketebalan horison organik, sifat subsoil dan frekuensi luapan air sungai

sangat mempengaruhi komposisi kimia gambut. Pada lahan gambut yang sering

mendapat luapan sungai memiliki kandungan mineral tanah yang semakin tinggi

sehingga lahan ini relatif lebih subur. Lahan gambut tropis mempunyai kandungan

mineral tanah yang rendah dengan kandungan bahan organik lebih dari 90%.

Page 10: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Menurut Andriesse (1988), secara kimiawi gambut bereaksi masam dengan pH di

bawah 4. Gambut dangkal memiliki pH lebih tinggi yaitu 4,0 sampai 5,1 dan

gambut dalam memiliki pH 3,1 sampai 3,9. Kandungan N total pada lahan gambut

ini tergolong tinggi, namun tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang

tinggi. Kandungan unsur mikro pada lahan gambut khususnya Cu, B dan Zn juga

tergolong sangat rendah (Subagyo et al., 1996).

Noor (2011) menjelaskan bahwa karakteristik kimia lahan gambut sangat

ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum

(dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Di Indonesia, lahan gambut

umumnya mempunyai tingkat kemasaman relatif tinggi yaitu memiliki pH antara 3

sampai 4. Umumnya mempunyai kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat

rendah, pH tanah sangat masam, kandungan asam organik tinggi yang sebagian

bersifat racun, KTK tinggi yang sebagian besar dibentuk oleh muatan tergantung

pH, kejenuhan basa sangat rendah, mampu membentuk ikatan kompleks dengan

kation polivalen, kadar hara makro dan mikro sangat rendah yang sangat

ditentukan oleh kandungan mineral, serta penyimpan karbon yang sangat besar.

Tingkat kesuburan tanah gambut sangat ditentukan oleh ketebalan dan kematangan

gambut, jenis substratum di bawah gambut, bahan pembentuk gambut, kandungan

mineral, dan tingkat pengkayaan yang diperoleh dari limpasan air pasang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa untuk tanaman padi, semakin tebal gambut lebih

dari 80 cm maka semakin rendah hasil padi yang dicapai.

D. Persebaran Lahan Gambut di Indonesia

Menurut Subiksa dan Wahyunto (2011), lahan gambut di Indonesia terdapat

di dataran rendah dan dataran tinggi. Sebagian besar lahan rawa gambut terdapat di

dataran rendah dan hanya sebagian kecil yang terdapat di dataran tinggi. Lebih lanjut

dikatakan bahwa lahan rawa gambut di dataran rendah terdapat di kawasan rawa

pasang surut dan rawa pelembahan, terletak di antara dua sungai besar pada

Page 11: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

fisiografi/landform rawa belakang sungai (backswamp), rawa belakang pantai

(swalle), dataran pelembahan (closed basin), dan dataran pantai (coastal plain).

Keberadaan lahan gambut di Indonesia tersebar di tiga pulau besar, yaitu

Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Beberapa referensi besarnya distribusi lahan

gambut di Indonesia terlihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Luas dan Sebaran Lahan Gambut di Indonesia

Page 12: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Gambar 2. Peta Sebaran Lahan Gambut di Indonesia

D. Kendala Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pengembangan Budidaya Pertanian

Pengembangan lahan gambut sebagai lahan pertanian dihadapkan pada

berbagai kendala baik fisik, kimia maupun biologis. Secara teoritis permasalahan

pertanian lahan gambut sesungguhnya disebabkan oleh drainase yang jelek,

kemasaman gambut tinggi, tingkat kesuburan dan kerapatan lindak gambut yang

rendah. Kemasaman gambut yang tinggi dan ketersediaan hara serta kejenuhan basa

(KB) rendah. (Sagiman, 2007).

Oleh karena itu, lahan gambut merupakan lahan yang sangat fragile dan

tingkat produktivitasnya sangat rendah. Kendala sifat fisik gambut yang paling utama

adalah sifat kering tidak balik (irriversible drying), sehingga gambut tidak dapat

berfungsi lagi sebagai koloid organik. Produktivitas lahan gambut yang rendah karena

rendahnya kandungan unsur hara makro maupun mikro yang tersedia untuk tanaman,

Page 13: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

tingkat kemasaman tinggi, serta rendahnya kejenuhan basa. Tingkat marginalitas dan

fragilitas lahan gambut sangat ditentukan oleh sifat-sifat gambut yang inherent, baik

sifat fisik, kimia maupun biologisnya.

E. Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Budidaya Pertanian

Pemanfaatan lahan gambut untuk pengembangan budidaya pertanian

dilakukan dengan melakukan beberpa tindakan pengelolaan yang bertujuan untuk

mengurangi faktor penghambat dari lahan gambut baik faktor fisik maupun kimia

tanah sehingga lahan tersebut mampu menyediakan kondisi yang optimal bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akan dibudidayakan. Pengembangan

pertanian pada lahan gambut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor kesuburan

alami gambut dan tingkat manajemen usaha tani yang akan diterapkan. Pengelolaan

lahan gambut pada tingkat petani, dengan pengelolaan usaha tani termasuk tingkat

rendah (low inputs) sampai sedang (medium inputs), akan berbeda dengan

produktivitas lahan dengan tingkat manajemen tinggi yang dikerjakan oleh swasta

atau perusahaan besar (Subagyo et al, 1996)

Abdurachman dan Suriadikarta (2000) menyatakan bahwa pada tingkat

manajemen sedang, pengelolaan lahan gambut dilakukan melalui perbaikan sifat

tanah dengan penggunaan input yang terjangkau oleh petani seperti pengolahan tanah,

tata air mikro, pemupukan, pengapuran dan pemberantasan hama dan penyakit.

Tindakan pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian dilakukan

melalui beberapa tindakan sebagai berikut:

1. Pengelolaan air

a. Pengelolaan Drainase Lahan

Drainase merupakan prasyarat untuk usaha pertanian, walaupun hal

tersebut bukanlah suatu yang mudah untuk dilakukan mengingat sifat dari

gambut yang bisa mengalami penyusutan dan kering tidak balik akibat drainase,

sehingga sebelum mereklamasi lahan gambut perlu diketahui sifat spesifik

gambut, peranan dan fungsinya bagi lingkungan.

Page 14: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Drainase yang baik untuk pertanian gambut adalah drainase yang tetap

mempertahankan batas air kritis gambut akan tetapi tetap tidak mengakibatkan

kerugian pada tanaman yang akan berakibat pada hasil. Intensitas drainase

bervariasi tergantung kondisi alami tanah dan curah hujan. Curah hujan yang

tinggi  yaitu antara 4000 sampai 5000 mm per tahun membutuhkan sistem

drainase untuk meminimalkan pengaruh banjir (Ambak dan Melling, 2000).

Setelah drainase dan pembukaan lahan gambut, umumnya terjadi

subsidence yang relatif cepat yang akan berakibat menurunya permukaan tanah.

Subsidence dan dekomposisi bahan organik dapat menimbulkan masalah

apabila bahan mineral di bawah lapis gambut terdiri dari lempeng pirit atau

pasir kuarsa. Kerapatan lindak yang rendah berakibat kemampuan menahan

(bearing capacity) tanah gambut juga rendah, sehingga pengolahan tanah sulit

dilakukan secara mekanis atau dengan ternak. Kemampuan menahan yang

rendah juga juga merupakan masalah bagi untuk tanaman pohon-pohonan atau

tanaman semusim yang rentan terhadap kerebahan (lodging) (Radjagukguk,

1990).

Usaha perbaikan drainase untuk tanaman perkebunan dilakukan dengan

pembuatan kanal primer, kanal sekunder dan kanal tersier. Hasil penelitian

sementara di PT. RSUP menunjukkan bahwa kelapa hybrida PB 121 pada umur

4 tahun (4-5 tahun setelah tanam adalah 1,5 ton kopra/ha). Angka ini sementara

5 kali lebih besar dari hasil yang dicapai di negara asalnya Afrika dimana PB

121 pada umur 4 tahun menghasilkan 0,26 ton kopral/ha (Thampan, 1981

dalam Sudradjat dan Qusairi, 1992).

b. Pengaturan Irigasi

Ketika batas kritis air dapat dikontrol pada level optimum untuk

pertumbuhan tanaman, pengelolan air bukan merupakan suatu masalah kecuali

pada tahap awal pertumbuhan tanaman. Jika batas kritis air tidak dapat

terkontrol dan lebih rendah dari kebutuhan air semestinya, irigasi perlu

dilakukan terutama bagi tanaman tertentu. Hal ini penting untuk memasok

kebutuhan air tanaman dan menghindari sifat kering tidak balik. Sayuran

Page 15: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

berdaun banyak, menunjukkan layu pada keadaan udara panas. Kondisi ini

mungkin merupakan pengaruh dari dangkalnya profil tanah yang dapat dicapai

oleh akar tanaman dan kehilangan air akibat transpirasi yang lebih cepat

daripada tanah mineral (Ambak dan Melling, 2000).

Tanaman mempunyai tahapan pertumbuhan yang sensitif terhadap stress

air yang berbeda. Pengetahuan tentang tahapan tersebut akan mempermudah

irigasi pada saat yang tepat sehingga mengurangi terjadinya stress air dan

penggunaan air yang optimum. Untuk penanaman tanaman semusim,

pengaturan irigasi harus mempertimbangkan saat dan kebutuhan tanaman dan

disesuaikan dengan ketersediaan air tanah diatas water table, jumlah air hujan,

distribusi dan jumlah evapotranspirasi (Lucas,1982).

Tabel 3. Daftar kebutuhan air tanaman yang diusahakan di lahan gambut

Tanaman Kebutuhan air (cm)

Sumber

Kelapa Sawit 50-75 Singh et al (1986)Nanas 60-90 Tay (1980); Zahari et al (1989)Sagu 20-40 Melling et al, 1998Cassava 15-30 Tan dan Ambak (1989); Zahari et al, (1989)Kacang Tanah 65-85 Ambak et al, (1992)Kedelai 25-45 Ambak et al (opcit)Jagung 75 Ambak et al, (opcit)Ubi jalar 25 Ambak et al, (opcit)Asparagus 25 Ambak et al, (opcit)Sayuran 30-60 Leong dan Ambak, (1987)

Sumber : Ambak dan Melling (2000) 

c. Penggenangan

Untuk meminimalkan terjadinya subsidence, langkah yang bisa

dilakukan adalah tetap mempertahankan kondisi tergenang tersebut dengan

mengadopsi tanaman-tanaman sejenis hidrofilik atau tanaman toleran air yang

memberikan nilai ekonomi seperti halnya Eleocharis tuberosa, bayam cina

(Amaranthus hybridus), kangkung (Ipomoea aquatica) dan seledri air. Di

Florida ketika  tanaman tertentu tidak bisa dibudidayakan karena perubahan 

Page 16: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

musim, penggenangan dilakukan dan digunakan untuk budidaya tanaman air

tersebut (Ambak dan Melling, 2000).

2. Pengelolaan Tanah

Tanah gambut sebenarnya merupakan tanah yang baik untuk pertumbuhan

tanaman bila ditinjau dari jumlah pori-pori yang berkaitan dengan pertukaran

oksigen untuk pertumbuhan akar tanaman. Kapasitas memegang air yang tinggi

daripada tanah mineral menyebabkan tanaman bisa berkembang lebih cepat. Akan

tetapi dengan keberadaan sifat inheren yang lain seperti kemasaman yang tinggi,

kejenuhan basa yang rendah dan miskin unsur hara baik mikro maupun makro

menyebabkan tanah gambut digolongkan sebagai tanah marginal (Limin et al,

2000). Untuk itulah perlunya usaha untuk mengelola tanah tersebut dengan

semestinya.

a. Pembakaran

Pembakaran merupakan cara tradisional yang sering dilakukan petani

untuk menurunkan tingkat kemasaman tanah gambut. Terjadinya pembakaran

bahan organik menjadi abu berakibat penghancuran tanah serta menurunkan

permukaan tanah. Pembakaran berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan

tanaman pada tahun pertama dan meningkatkan serapan P tanaman, namun

akan menurunkan serapan Ca dan Mg (Mawardi et al, 2001).

b. Penambahan Bahan Pembenah Tanah

Pemberian pupuk dan amandemen dalam komposisi dan takaran yang

tepat dapat mengatasi masalah keharaan dan kemasaman tanah gambut. Unsur

hara yang umumnya perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk adalah N, P, K,

Ca, Mg serta sejumlah unsur hara mikro terutama Cu, Zn dan Mo. Pemberian

Cu diduga lebih efektif melalui daun (foliar spray) karena sifat sematannya

yang sangat kuat pada gambut, kurang mobil dalam tanaman dan kelarutan

yang menurun ketika terjadi peningkatan pH akibat penggenangan. Sebagai

amandemen, abu hasil pembakaran gambut itu sendiri akan berpengaruh

Page 17: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

menurunkan kemasaman tanah, memasok unsur hara dan mempercepat

pembentukan lapis olah yang lebih baik sifat fisikanya (Radjagukguk, 1990).

Di Sumatera Barat ditemukan bahan amelioran baru Harzburgite yang

defositnya cukup besar dan kandungan Mg yang tinggi (27,21 – 32,07% MgO)

yang merupakan bahan potensial  untuk ameliorasi lahan gambut (Mawardi et

al, 2001).

Pupuk kandang khususnya kotoran ayam dibandingkan dengan kotoran

ternak yang lainnya mengandung beberapa unsur hara makro dan mikro tertentu

dalam jumlah yang banyak. Kejenuhan basanya tinggi, tetapi kapasitas tukar

kation rendah. Kotoran ayam, dalam melepaskan haranya berlangsung secara

bertahap dan lama. Tampaknya, pemberian kotoran ayam memungkinkan untuk

memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah gambut. Pada jagung manis,

pemberian kotoran ayam sampai 14 ton/ha pada tanah gambut pedalaman

bereng bengkel dapat meningkatkan jumlah tongkol (Limin, 1992 dalam

Darung et al., 2001).

3. Pemilihan jenis tanaman

a. Padi sawah

Budidaya padi sawah selalu diupayakan oleh petani transmigrasi untuk

memenuhi kebutuhan pangannya. Akan tetapi budidaya padi sawah di lahan

gambut dihadapkan pada berbagai masalah terutama menyangkut kendala-

kendala fisika, kesuburan serta pengelolaan tanah dan air. Khususnya gambut

tebal ( 1 m ) belum berhasil dimanfaatkan untuk budidaya padi sawah, karena

mengandung sejumlah kendala yang belum dapat diatasi. Kunci keberhasilan

budidaya padi sawah pada lahan gambut  terletak pada keberhasilan dalam

pengelolaan dan pengendalian air, penanganan sejumlah kendala fisik yang

merupakan faktor pembatas, penanganan substansi toksik dan pemupukan unsur

makro dan mikro (Radjagukguk, 1990).

Lahan gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah gambut dengan (20-

50 cm gambut) dan gambut dangkal (0,5-1 m). Padi kurang sesuai pada gambut

sedang (1-2 m) dan tidak sesuai pada gambut tebal (2-3 m) dan sangat tebal

Page 18: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

(lebih dari 3 m). Pada gambut tebal dan sangat tebal, tanaman padi tidak dapat

membentuk gabah karena kahat unsur hara mikro (Subagyo et al, 1996).

Pada tanah sawah dengan kandungan bahan organik tinggi, asam-asam

organik menghambat pertumbuhan, terutama akar, mengakibatkan rendahnya

produktivitas bahkan kegagalan panen. Leiwakabessy dan Wahjudin  (1979)

dalam Radjagukguk (1990) menunjukkan hubungan erat antara ketebalan

gambut dan produksi gabah padi sawah. Pada percobaan pot dengan tanah yang

diambil dari lapis 0-20 cm, diperoleh hasil gabah padi (ditanam secara sawah)

yang sangat rendah apabila tebal gambut 80 cm, dan yang paling tinggi

apabila ketebalan gambut 50 cm. Ditunjukkan pula bahwa ada kesamaan antara

pola perubahan kejenuhan Ca, kejenuhan Mg, pH dan kandungan abu bersama

ketebalan gambut dengan perubahan tingkat hasil gabah. Sehingga

kemungkinan tingkat kemasaman dan suplai Ca yang rendah serta kandungan

abu yang rendah merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan padi sawah

pada gambut tebal.

Tidak terbentuknya gabah menurut Andriesse (1988) dan Driessen (1978)

berkaitan dengan defisiensi Cu yang akan menyebabkan meningkatnya aktivitas

racun fenolik dan  menyebabkan male sterility pada tanaman padi.

b. Tanaman perkebunan dan industri

Budidaya tanaman-tanaman perkebunan berskala besar banyak

dikembangkan di lahan gambut terutama oleh perusahaan-perusahaan swasta.

Pengusahaan tanaman-tanaman ini kebanyakan dikembangkan di propinsi Riau

dengan memanfaatkan gambut tebal. Sebelum penanaman, dilakukan

pemadatan tanah dengan menggunakan alat-alat berat. Sistem drainase yang

tepat sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman perkebunan di lahan

tersebut. Pengelolaan kesuburan tanah yang utama adalah pemberian pupuk

makro dan mikro (Radjagukguk, 1990). Tanaman perkebunan sesuai ditanam

pada ketebalan gambut 1-2 m dan sangat tebal (2-3 m) (Subagyo et al, 1996)

Di antara tanaman perkebunan yang lain seperti kelapa sawit, sagu, karet,

kopi dan kelapa, nanas (Ananas cumosus) merupakan tanaman yang

Page 19: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

menunjukkan adaptasi yang tinggi pada gambut berdrainase. Nanas bisa

beradaptasi dengan baik pada keadaan kemasaman yang tinggi dan tingkat

kesuburan yang rendah. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman tahunan

yang cukup sesuai pada lahan gambut dengan ketebalan sedang hingga tipis

dengan hasil sekitar 13 ton/ha pada tahun ketiga penanaman (Ambak dan

Melling, 2000). Percobaan-percobaan yang dilakukan oleh PT. RSUP di

Indragiri Hilir, menunjukkan bahwa tanaman nenas tumbuh dengan baik dan

mulai berbuah 14 bulan setelah tanam. Dari hasil sementara menunjukkan

bahwa, penanaman nanas dengan kerapatan 20.000 pohon/ha yang ditanam

diantara jalur kelapa, tumpangsari kelapa nenas memberikan prospek yang

sangat cerah (Sudradjat dan Qusairi, 1992).

Sagu bisa beradaptasi dengan baik dan memberikan hasil bagus tanpa

pemberian input pupuk pada gambut dengan minimum drainase, walaupun

umur tanaman sampai menghasilkan buah sangat lama (15-20 tahun). Untuk

jenis-jenis pohon buah banyak ditemukan di Sumatra dan Kalimantan seperti

jambu air (Eugenia) Mangga (Mangosteen), rambutan (Ambak dan Melling,

2000) sedangkan di daerah pantai Ivory  dengan gambut termasuk oligotropik,

pisang dapat tumbuh dengan drainase 80-100 cm dan menghasilkan 25-40

ton/ha walaupun dengan pengelolaan yang agak sulit (Andriesse, 1988) .

Komoditas lain yang berpotensi ekonomi untuk dikembangkan guna

memenuhi kebutuhan domestik adalah tanaman industri/keras seperti kelapa,

kopi, lada dan tanaman obat (Abdurachman dan Suriadikarta, 2000). Tanaman

rami dan obat-obatan tumbuh dan berproduksi baik pada gambut sedang dan

kurang baik pada gambut sangat dalam (3-5 m) (Subagyo et al, 1996).

c. Tanaman pangan (palawija) dan tanaman semusim lainnya

Tanah gambut yang sesuai untuk tanaman semusim adalah gambut

dangkal dan gambut sedang. Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah

tidak turun terlalu dalam atau drastis untuk mencegah terjadinya gejala kering

tidak balik (Subagyo et al, 1996)

Page 20: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Tanaman pangan memerlukan kondisi drainase yang baik untuk

mencegah penyakit busuk pada bagian bawah tanaman dan meminimalkan

pemakaian pupuk. Cassava (Manihot esculenta) atau tapioka menghasilkan

lebih dari 50 ton/ha dengan pengelolaan yang baik dan merupakan tanaman

pangan yang penting pada gambut oligotropik tropis dengan drainase yang baik

(Andriesse, 1988).

Di Bengkulu, penanaman jagung dengan penerapan teknologi yang

spesifik untuk lahan gambut (teknologi Tampurin) diperoleh hasil 3,29 ton/ha

pada varietas Pioneer-12 (Manti et al, 2001).

Sementara untuk tanaman sayuran, Satsiyati (1992) dalam Abdurachman

dan Suriadikarta (2000) menyebutkan beberapa tanaman hortikultura yang

berpotensi ekonomi untuk dikembangkan di lahan gambut eks PLG  yaitu

cabai, semangka dan nenas .

Di daerah Kalampangan yang merupakan penghasil sayuran untuk

wilayah Palangkaraya Kalimantan Tengah, petani setempat mengembangkan

sayuran seperti sawi, kangkung, mentimun yang diusahakan secara monokultur

dalam skala kecil, dalam lahan lebih kurang 0,25 hektar (Limin et al., 2000). Di

samping itu beberapa lahan gambut yang termasuk lahan bongkor bisa

diusahakan untuk berbagai tanaman seperti cabai besar/keriting/kecil, terong,

tomat, sawi, seledri, bawang daun, kacang panjang, paria, mentimun, jagung

sayur, jagung manis, dan buah-buahan, seperti mangga, rambutan, melinjo,

sukun, nangka, pepaya, nanas dan pisang (Ardjakusuma et al, 2001)

3. Kultur Teknis

Penurunan permukaan tanah (subsidence) tanah gambut melalui oksidasi

biokimia dapat dihindari dengan mempertahankan tanah agar tidak gundul.

Beberapa vegetasi seperti halnya rumput-rumputan atau leguminose dapat

dibiarkan untuk tumbuh disekeliling tanaman kecuali pada lubang tanam pokok

seperti halnya pada perkebunan kelapa sawit dan kopi. Menurut Singh et al. (1986)

Page 21: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

beberapa jenis legume menjalar seperti Canavalia maritima dapat tumbuh dengan

unsur hara minimum dan menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap kemasaman.

Pembakaran seperti yang dilakukan pada perkebunan nanas harus

mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kebakaran lingkungan sekitarnya. Akan

lebih baik bila dalam kegiatan penyiangan, gulma dikembalikan atau dibenamkan

lagi ke dalam tanah. Gulma-gulma ini dapat berfungsi sebagai kompos sehingga

selain bisa memberikan tambahan hara juga dapat membantu mempertahankan

tanah dari subsidence (Ambak dan Melling, 2000).

Pada pengembangan budidaya tanaman hortikultura, pembakaran seresah

bisa dilakukan pada tempat khusus dengan ukuran 3 X 4 m. Dasar tempat

pembakaran diberi lapisan tanah mineral atau liat setebal 20 cm dan pada

sekelilingnya dibuat saluran selebar 30 cm. Kedalaman saluran disesuaikan dengan

kedalaman air tanah dan ketinggian air dipertahankan 20 cm dari permukaan tanah

agar gambut tetap cukup basah. Hal ini bertujuan agar api tidak menyebar pada

saat dilakukannya pembakaran (Ardjakusuma et al., 2001).

Page 22: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

III. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada pembahasan di muka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Lahan gambut merupakan lahan marginal yang memiliki potensi besar untuk

pengembangan budidaya pertanian.

2. Lahan gambut tersusun atas timbunan bahan organik baik yang telah

mengalami pelapukan maupun belum mengalami pelapukan.

3. Lahan gambut tersebar di daerah cekungan pada dataran rendah di wilayah

Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua.

4. Pemanfaatan lahan gambut untuk pengembangan budidaya pertanian

dihadapkan pada kendala drainase yang jelek, kemasaman gambut tinggi,

tingkat kesuburan dan kerapatan lindak gambut yang rendah serta

ketersediaan hara dan kejenuhan basa (KB) rendah.

5. Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian dilakukan melalui pengelolaan air

tanah, pengolahan tanah, pemilihan tanaman bududaya sesuai kondisi lahan,

dan melalui kultur teknis.

Page 23: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Suriadikarta, 2000. Pemanfaatan Lahan Rawa eks PLG Kalimantan Tengah untuk Pengembangan Pertanian Berwawasan Lingkungan. Jurnal Litbang Pertanian 19 (3).

Ambak, K., dan Melling, L., 2000. Management Practices for Sustainable Cultivation of Crop Plants on Tropical Peatlands. Proc. Of The International Symposium on Tropical Peatlands 22-23 November 1999. Bogor-Indonesia, hal 119.

Andriesse, 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Soils Bulletin 59. Food and Agriculture Organisation of The United Nations. Rome.

Ardjakusuma, S., Nuraini, Somantri, E., 2001. Teknik Penyiapan Lahan Gambut Bongkor untuk Tanaman Hortikultura. Buletin Teknik Pertanian. Vol 6 No. 1, 2001. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Darung, U, Mimbar, S.M., Syekhfani., 2001. Pengaruh Waktu Pemberian Kapur dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen Kedelai Pada Tanah Gambut Pedalaman Kalimantan Tengah. Buletin Biosain, Vol. 1, No.2, Maret 2001.

Driessen, P.M., 1978. Peat Soils. In. Soils and Rice. International Rice Research Institute. Los Banos Philiphines.

Dudal, R and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Coutr. Res. Gen Agric. Bogor. No. 148

Gandasasmita, K dan B. Barus. 2012. Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di Indonesia. Disampaikan pada Acara Semiloka “Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan di Indonesia, IPB ICC, Bogor, 12 Oktober 2012.

Hardjowigeno, S and Abdullah. 1987. Suitability of peat soil of Sumatera for agricultural development. International Peat Society. Symposium on Tropical Peat and Peatland for Development, Yogyakarta. 9-14 February 1987

Limin, S., Layuniati., Jamal, Y., 2000. Utilization of Inland Peat for Food Crop Commodity Development Requires High Input and is Detrimental to Peat Swamp Forest Ecosystem. Proc. International Symposium on Tropical Peatlands 22-23 November 1999. Bogor-Indonesia.

Lucas, R.E., 1982. Organic Soils (Histosols): Formation, distribution, physical and Chemical properties and management for crop production. Research Report 435 Far Science. Michigan University, East Lansing.

Page 24: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Manti, I., Supriyanto, Martasari, C., 2001. Keragaan Paket Teknologi Budidaya Jagung Pada Lahan Gambut. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian Pertanian se-Sumatera 31 Oktober-1 November 2001. Bengkulu.

Mawardi, E., Azwar dan Tambidjo, A., 2001. Potensi dan Peluang Pemanfaatan Harzeburgite sebagai Amelioran Lahan Gambut. Prosiding Seminar Nasional Memantapkan Rekayasa Paket Teknologi Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam Era Otonomi Daerah, 31 Oktober – 1 November 2001. Bengkulu.

Mulyani, A dan M. Noor. 2011. Evaluasi kesesuaian lahan untuk pembembangan pertanian di lahan gambut. Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Nurida, N. L., A. Mulyani dan F. Agus (ed). Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Potensi dan Kendala. Kanisius.Yogyakarta.174 hlm.

Radjagukguk, B. 1990. Pengelolaan sawah bukaan baru di lahan gambut menunjang swasembada pangan dan program transmigrasi. Seminar Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Ekasakti dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami Padang 17-18 September 1990. Padang.

Radjagukguk, B., 1990. Prospek pengelolaan tanah-tanah gambut untuk perluasan lahan pertanian. Seminar Nasional Tanah-tanah bermasalah di Indonesia KMIT Fakultas Pertanian UNS Surakarta 15 Oktober 1990. Surakarta.

Ratmini, S. 2012. Karakteristik dan pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPPT) Sumatera Selatan

Sagiman, S. 2007. Pemanfaatan lahan gambut dalam perspektif pertanian berkelanjutan. Orasi pengukuhan guru besar tetap Ilmu Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura 23 Juli 2007. 32 hal.

Singh, G., Tan, Y.P., Padman, C.V., Rajah dan Lee. F.W. 1986. Experinces on the Cultivation and Management of Oil Palm on Deep Peat in United Plantation Berhard. In. Proc. 2nd Intern-Soils Management Workshop Thailand/Malaysia 7-18 April 1986.

Subagyo, Marsoedi dan Karama, S., 1996. Prospek Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian dalam Seminar Pengembangan Teknologi Berwawasan Lingkungan untuk Pertanian pada Lahan Gambut, 26 September 1996. Bogor.

Page 25: Web viewtugas terstruktur. pengelolaan sumber daya lahan. lahan . gambut dan pengelolaannya . untuk pengembangan pertanian. oleh: gregorius widodo adhi prasetyo

Subiksa, I. G. M. dan Wahyunto. 2011. Genesis lahan gambut di Indonesia. Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Nurida, N. L., A. Mulyani dan F. Agus (ed). Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Sudradjat daan Qusairi, L., 1992. Diversifikasi Usaha Perkebunan Pada Lahan Gambut Dengan Kelapa Sebagai Tanaman Utama (Suatu Pandangan terhadap pemanfaatan Lahan Gambut). Seminar Pengembangan Terpadu kawasan Rawa Pasang Surut di Indonesia 5 September 1992. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suprapto, A. 2002. Land and water resources development in Indonesia. dalam. FAO. Investment in Land and Water. Proceedings of the Regional Consultation.

Wahyunto, A. Hidayat, dan A. Iskandar. 2010. Karakteristik lahan gambut di lokasi demplot ICCTF Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Wetlands. 2007. Sistem pengelolaan tata air di lahan gambut untuk mendukung budidaya pertanian. Seri pengelolaan hutan dan lahan gambut.

Widyati, E. 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan isu perubahan iklim. Tekno Hitan Tanaman. Vol. 4 No. 2, Agustus 2011, 57-68.

Yuwono, N. W. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 (2009) p: 137-141.