Good Parenting, Good Mariage

download Good Parenting, Good Mariage

of 11

description

Good Parenting, Good Mariage

Transcript of Good Parenting, Good Mariage

GOOD PARENTING AND GOOD MARRIAGE1. Good Parenting ( Pola Asuh yang Baik)Selama tahun-tahun pertama kehidupan, yang merupakan periode unik dari perkembangan manusia, orang tua memang peranan yang sangat penting terhadap tumbuh kembang anak. Good parenting atau pola asuh yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh dan kembang anak. Seperti yang dikatakan Riyanto, dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak 1. Banyak sumber-sumber yang mendeskripsikan definisi dari pola asuh. Definisi yang diberikan oleh Tim Penggerak PKK pusat yaitu: pola asuh adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa dan raganya sejak lahir sampai dewasa (18 tahun)2. Sementara Theresia tahun 2009 menuliskan bahwa Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak,yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara penerapan aturan,mengajarkan nilai / norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anaknya. Darling & Steinberg menuliskan bahwa gaya pola asuh adalah kumpulan dari sikap, praktek dan ekspresi nonverbal orangtua yang bercirikan kealamian dari interaksi orangtua kepada anak sepanjang situasi yang berkembang3.Terdapat berbagai pola asuh yang bisa diterapkan dalam keluarga. Maccoby dan Martin, membagi pola asuh dalam 4 kategori yaitu: indulgent parents, authoritian parents, authoritative parents dan uninvolved parents4a. Indulgent parentsIndulgent parents juga disebut tipe permissive atau nondirective merupakan sikap orang tua dalam mendidik anak dengan memberikan kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada pengarahan sehingga bagi anak yang perilakunya menyimpang akan menjadi anak yang tidak diterima di masyarakat karena dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan.b. Authoritian parentsDisebut juga pola asuh otoriter, dimana orang tua sangat menuntut dan memerintah, tapi tidak responsif atau tidak mau mendengarkan. Orang tua mengharapkan perintah mereka ditaati tanpa terkecuali. Tipe ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu: a) nonauthoritian-directive yaitu bersifat memerintah tapi tidak ikut campur atau tidak bersifat otoriter penuh (autocracy) dalam kehidupan anak , dan b) authoritian-directive, yaitu pola asuh yang sangat ikut campur dalam kehidupan anaknya. Orang tua yang otoriter akan sedikit mengunakan cara-cara persuasive terhadap anaknya, mereka cenderung rendah dalam hal kasih sayang, pujian dan perhargaan terhadap anaknya. Anak-anak dengan pola asuh ini akan cenderung menarik diri, selalu curiga dan tampak sedih 5.c. Authoritative parentsyaitu pola asuh yang menuntut (demanding) tapi mau mendengarkan (responsive). Pola asuh ini sering juga disebut pola asuh demokratis. Orang tua mengawasi dan memberikan standar-standar yang jelas terhadap tingkah laku anak. Bersifat tegas tapi tidak ikut campur (not intrusive) dan tidak bersifat membatasi anak (not restrictive). Metode disiplin orang tua bersifat suportif bukan menghukum (punitive). Orang ingin anaknya tegas dan bertanggungjawab dalam kehidupan sosial. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.d. Uninvolved parents.Pada pola asuh jenis ini, orang tua tidak mau mendengarkan dan tidak menuntut anak-anaknya, bahkan dalam kasus yang ekstrim orang tua bersifat menelantarkan dan menolak anaknya.

CONTROL-TATAKRAMA-ATURAN-DISIPLIN-MANDIRIWARM-KEHANGATAN-KASIH SAYANG

TINGGIT I N G G IR E N D A H

AUTORITATIVE

OTORITER

RENDAH

PERMISSIVE

NEGLECTED

Gambar 1. Pola-pola asuh dalam keluarga.Dampak atau pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak anak menurut Baumrind, adalah:a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak - anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.b. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.d. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri yang rendah, sering bolos dan bermasalah dengan teman.Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Menurut Maccoby & Mc loby ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:a. PendidikanLatar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknyab. Sosial ekonomiOrang tua dan anak akan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dengan membentuk pergaulan atau hubungan sosial, hal ini disebut sebagai lingkungan sosial. Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.c. KepribadianKepribadian orang tua atau kepribadian anak turut mempengaruhi pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Orang tua yang memiliki pribadi yang keras dan pemarah cenderung bersikap otoriter terhadap anaknya. Begitu juga anak yang keras dan suka melawan orang tua, maka orang tua pun cenderung bersikap keras juga terhadap anaknya tersebut.d. Nilai-nilai agamaNilai nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.e. Jumlah anakJumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnyaPola perilaku orang tua menentukan pola asuh dalam keluarga. Orang tua yang cenderung overprotektif akan menghasilkan sifat anak seperti mudah merasa gugup, sangat tergantung, bersikap menyerah dan memunculkan perasaan tidak aman dalam diri anak. Perilaku orang tua yang acceptance (penerimaan) seperti: Memberikan perhatian dan cinta kasih yang tulus pada anak Menempatkan anak pada posisi yang penting di dalam rumah Mengebangkan hubungan yang hangat dengan anak Bersikap respek terhadap anak Mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya Berkomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnyaPerilaku diatas akan melahirkan tingkah laku anak yang bersifat positif, seperti: Mau bekerjasama Bersahabat Loyal Emosinya stabil Ceria dan bersikap optimis Mau menerima tanggung jawab Jujur Dapat dipercaya Memiliki perencanaan baik di masa depan Bersikap realistik (memahami kelebihan dan kekurangan secara obyektif)

Gambar 2. Pengaruh perilaku/sikap orang tua terhadap perkembangan anak.

Pola asuh yang tepat bagi anak dalam keluarga adalah tingginya kehangatan dan Kontrol. Kehangatan adalah bentuk ungkapan kasih sayang orang tua pada anak, baik berupa pujian, ungkapan kasih sayang, cinta, bermain bersama anak, berwisata dengan anak, terjun ke dunia anak atau bersikap seperti anak-anak untuk membahagiakannya. Kontrol adalah upaya penerapan disiplin aturan atau pemberian tugas pada anak agar anak mandiri, bsa menolong dirinya sendiri dan bertanggung jawab. Kelak anak memahami mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

2. Good Marriage ( Pernikahan yang Baik)Pernikahan merujuk pada penyatuan antara laki-laki dan wanita yang disetujui secara legal, memegang peranan yang vital dalam mempersiapkan kesejahteraan anak6. Menurut Menurut UU no 1 th 1974, Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Pernikahan terwujud karena ada keinginan dari kedua pihak untuk hidup bersama. Dalam dunia pernikahan, terdapat nilai-nilai dasar yang harus terpenuhi untuk terciptanya suasana harmonis. Nilai-nilai dasar ini berupa hakikat atau esensi pernikahan, yaitu:a. Kesatuan jiwaMenyatukan jiwa berarti menyatukan seluruh keberadaan seseorang mencakup tubuh, jiwa dan roh yang diekspresikan dalam bentuk pikiran, perasaan, emosi, keinginan, kemauan, semangat, gagasan dan juga kehendak.b. Kesatuan fisikPernikahan merupakan media yang sah dan legal serta merupakan landasan bagi terselenggaranya kesatuan fisik antara suami dan istri, yaitu relasi seksual yang dinikmati bersama dan tidak hanya berdasarkan keinginan sepihak.c. Kesatuan sosialDalam pernikahan, harus terjadi kesatuan sosial dimana lingkungan sosial menerima kenyataan tentang hubungan pernikahan yang ada. Kedua individu menyatu dengan kehidupan sosial dan membentuk kesatuan sosial baru yang lebih besar.d. Komitmen seumur hidupKomitmen seumur hidup merujuk pada kehidupan berkeluarga yang bersifat kekal dan seumur hidup. Pernikahan bukanlah kontrak hukum yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan. Dengan adanya komitmen ini, kedua pihak akan selalu menjaga hubungan dan keutuhan hidup berkeluarga.e. TotalitasTotalitas berarti mau memberi dan menerima pasangan dengan segenap jiwa dan raga. Totalitas ditandai dengan kesediaan untuk menyatukan secara jasmani dan rohani, kesediaan untuk saling mencintai, menerima apa adanya tanpa mempersoalkan latar belakang atau mengungkit-ungkit masa lalu yang pahit pasangannya.Dalam kehidupan pernikahan, tidak saja terjadi pemenuhan kebutuhan fisiologis misalnya belaian, sentuhan mesra, pemenuhan sandang, pangan dan papan; tetapi juga harus seimbang dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, misalnya rasa kasih saying, pujian, rekreasi, motivasi serta ungkapan mesra.Ciri-ciri pernikahan yang baik yaitu:a. Fondasi hubungan yang kuatYang diperlukan dalam sebuah hubungan pernikahan tak hanya perasaan cinta yang kuat, namun juga fondasi pertemanan yang kokoh. Dalam sebuah pernikahan, pasangan adalah rekan hidup yang sejajar. Yang akan menemani di saat susah dan senang. Anda juga perlu mencintai pasangan layaknya seorang sahabat, yang bersedia mendukung seluruh mimpinya, membantunya bangkit saat terjatuh, dan berjuang menggapai tujuan bersama.b. KomunikasiCiri pernikahan yang sehat adalah memiliki komunikasi yang lancar antara suami-istri. Dalam sebuah hubungan, seringkali kedua-belah pihak tidak sepaham, namun dengan komunikasi yang baik, jalan tengah bisa ditemukan.c. Senyum dan tawaJika suami-istri selalu bisa berbagi rasa bahagia mereka, dan tertawa bersama, maka hubungan mereka dipastikan kuat. Sebaliknya, jika kedua pihak tak lagi bisa berbagi kebahagiaan bahkan lelucon bersama, maka dapat dipastikan pernikahan mereka tengah mengalami masalah.d. Cara mengatasi masalahCara pasangan mengatasi masalah juga memperlihatkan kekuatan hubungan mereka. Jika suami-istri menyelesaikan masalah dengan cara berkompromi, mencari jalan tengah demi kepentingan bersama tanpa menyepelekan kepentingan pasangannya, maka dapat dipastikan pernikahan mereka masih sehat. Sebaliknya, saat suami-istri hanya memikirkan ego masing-masing dan mulai memaksakan kehendaknya, maka hubungan pernikahan mereka berada dalam masalah.e. Beraktivitas bersamaSuami-istri tak selalu memiliki hobi dan kegemaran yang sama. Namun jika keduanya bisa saling mengerti, bahkan bersedia terlibat dengan aktivitas pasangannya, maka pernikahan mereka dipastikan sehat. Selain itu beraktivitas bersama dengan pasangan juga dapat membuat kedekatan semakin bertambah.Dalam kehidupan pernikahan, kadang tidak dapat terhindarkan pertengkaran atau konflik. Konflik yang terjadi jangan sampai mengendorkan kehidupan pernikahan, tetapi sebaliknya, konflik yang terjadi dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk lebih baik lagi dalam membina kehidupan bersama. Ada beberapa cara untuk mengatasi konflik dalam kehidupan pernikahan, yaitu:a. Jangan marah bersama-samaMarah pada saat yang bersamaan merupakan tindakan yang menghabiskan waktu dan tenaga, sedangkan hasilnya nihil. Karena itu jika terjadi suatu perselisihan, hendaknya salah satu mengalah dan cukup menjadi pendengar yang baik kemarahan pasangannya sajab. Pikirkan saat-saat indahDengan cara ini, pasangan akan mengurungkan niat untuk merusak kebahagiaan pernikahan mereka dengan melampiaskan kemarahan yang tidak bermanfaatc. Jangan bertengkar di tempat umumBertengkar di tempat umum menunjukkan bahwa pasangan tersebut gagal dalam mengelola emosi. Pertengkaran di muka umum sama saja dengan mengungkapkan masalah rumah tangga kepada masyarakat sehingga akan menimbulkan aib dan rasa malu.d. Memilah masalahMemilah masalah berarti memberi kesempatan kepada pasangan untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuannya, serta memberikan kesempatan kepada pasangan untuk mengendurkan tekanan dan mengupayakan penyelesaian yang baik yang dapat diterima kedua belah pihak.e. Jaga batas KemarahanSetiap orang mungkin akan marah dalam batas tertentu, namun kemarahan perlu dibatasi agar tidak melukai pasangannya baik secara fisik maupun psikis.f. Kendalikan emosiMengendalikan emosi berarti memandang suatu masalah secara jernih kemudian menempatkan masalah sesuai proporsinya dan mencari solusi sesuai dengan karakteristik masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto, Theo. 2002.Pembelajaran Sebagi Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta: Gramediaa Widiasarana Indonesia.2. Tim Penggerak PKK Pusat. 1995. Pola Asuh Anak dalam Keluarga : Pedoman bagi Orang Tua, Jakarta3. Darling, N., & Steinberg, L. (1993). Parenting style as context: An integrative model. Psychological Bulletin, 113(3), 487-496.4. Maccoby, E. E., & Martin, J. A. 1983. Socialization in the context of the family: Parentchild interaction. In P. H. Mussen (Ed.) & E. M. Hetherington (Vol. Ed.), Handbook of child psychology: Vol. 4. Socialization, personality, and social development (4th ed., pp. 1-101). New York: Wiley.5. Somayeh Keshavarz and rozumah baharudin. 2009. Parenting style in collectivist culture of Malaysia. Europan journal of social science6. The Witherspoon Institute. 2008. Marriage and the public good: ten Principles. The Witherspoon Institute: Princeton, New Jersey.

1