glomerolonefritis

28
Glomerulonefritis Akut Post Streptococcal Nurul Syahidah Binti Muhamad Zaki 102010380 Kelompok D4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat [email protected] Pendahuluan Glomerulonefritis akut adalah proses peradangan akut pada glomeruli akibat reaksi imunologis terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya. 1

description

glomerolonefritis

Transcript of glomerolonefritis

Glomerulonefritis Akut Post StreptococcalNurul Syahidah Binti Muhamad Zaki102010380Kelompok D4Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6, Jakarta [email protected]

PendahuluanGlomerulonefritis akut adalah proses peradangan akut pada glomeruli akibat reaksi imunologis terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.

Anamnesis Anamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan menanyakan identitas dan keluhan utama. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan orang tua anak; hal ini terutama pada orang tua yang pendidikannya rendah, sehingga kurang dapat mengemukakan esensi masalah. Saat menduga adanya penyakit ginjal, hal-hal yang perlu diketahui adalah:a) Riwayat keluarga mengenai penyakit kandung kemih, nefritis herediter, dialisis, atau transplantasi ginjal.b) Riwayat penyakit akut maupun kronik sebelumnya atau dulu, misalnya infeksi saluran kemih (ISK/UTI), faringitis, impetigo atau endokarditis.c) Rash dan nyeri pada sendi (artritis).d) Pertumbuhan yang terlambat atau gagal tumbuh.e) Adanya poliuria, polidipsi, enuresis, frekuensi berkemih, atau disuria.f) Dokumentasi tentang hematuria, proteinuria, atau perubahan warna pada urin.g) Nyeri (di abdomen, costovertebra angle (CVA) atau panggul) atau trauma.h) Peningkatan berat badan yang tiba-tiba, edema.i) Pemakaian obat dan paparan toxin.Berdasarkan skenario, anamnesisnya:-Anak laki-laki umur 6 tahun-Bengkak pada kedua kelopak mata setelah bangun tidur-Anak jatuh dari sepeda dan lutut kanan mengalami luka gores disertai nanah

Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisis anak harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum, yang mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran, dan kesan status gizi. Dengan penilaian keadaan umum ini akan diperoleh kesan apakah pasien distres akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis lengkap.Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang mencakup nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. Penilaian nadi harus mencakup frekuensi atau laju nadi, irama nadi, isi atau kualitas serta ekualitas nadi. Normal laju nadi pada anak berumur 2-10 tahun adalah 70-110/menit dalam keadaan bangun.Tekanan darah, idealnya diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada satu ekstremitas dapat dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal pada keempat ekstremitas (nadi pada ekstremitas dari a.brachialis atau a.radialis dan nadi pada ekstremitas bawah a.femoralis atau a.dorsalis pedis). Pada pengukuran hendaknya dicatat keadaan pasien saat tekanan darah diukur. Tekanan darah normal pada anak berumur 5-10 tahun adalah 100/60 mmHg. Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi pada pelbagai kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim seperti, glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindroma nefrotik, maupun kelainan reno-vaskular, seperti penyempitan a.renalis. Pemeriksaan pernapasan mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan, kedalamam dan pola pernapasan. Laju pernapasan normal pada anak berusia 5-9 tahun adalah 15-30/menit. Hal yang ketiga adalah data antropometrik, mencakup berat badan, tinggi badan, dan rasio berat badan menurut tinggi badan. Kemudian berlanjut pada pemeriksaan fisis lengkap. Aspek penting pada pemeriksaan fisik anak dalam menduga penyakit ginjal yaitu:1,2 Mengetahui tinggi dan berat badan anak Saat inspeksi terlihat adanya lesi pada kulit, kepucatan, edema dan kelainan tulang Anomali pada organ telinga, mata dan genitalia externa mungkin saja terjadi pada penyakit ginjal Pengukuran tanda vital - Tekanan darah harus diukur dengan manset yang berada pada 2/3 lengan atas anak, dan denyut perifer dapat diraba Palpasi abdomen dengan perhatian yang tertuju pada ginjal, massa abdomen, otot abdomen, dan adanya asites

Pemeriksaan Penunjang Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ini: Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia urin. Pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria makroskopis, volume urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada proteinuria (albuminuria +), eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin berupa silinder leukosit, eritorsit, hialin, dan berbutir. Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan pada pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal. Penentuan titer ASTO (Antibody terhadap Streptolisin O) mungkin kurang membantu karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi streprococcus, terutama yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer antibody tunggal yang paling baik untuk glomerulonefritis post streptococcal adalah dengan Tes antideoksiribonuklease B, yakni mengukur titer terhadap antigen DNAse B. Uji Streptozime yang merupakan suatu prosedur agglutination slide yang mendeteksi antibody terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase, streptokinase dan NADase. Darah lengkap untuk mengetahui kadar protein darah (albumin serum rendah), kreatinin serum (meninggi), ureum serum, elektroilit (hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia), pH darah (asidosis), eritrosit, leukosit, trombosit, dan Hb (menurun). Kadar LED meninggi. Kadar komplemen C3, pada pasien glomerulonefritis pascastreptococcus didapatkan 90% kadar komplemen C3 rendah. Kadar ini diperiksa sejak 2 minggu pertama sakit.3

Pemeriksaan Patologi Informasi histologis sangat berharga untuk diagnosis, perawatan, dan prognosis. Evaluasi memuaskan dari jaringan ginjal memerlukan pemeriksaan oleh cahaya, immunofluorescence, dan mikroskop elektron. Ketika biopsi diantisipasi, konsultasi kepada nefrologis anak harus dilakukan. Pada anak-anak, biopsi prercutaneous ginjal dengan jarum merupakan prosedur biopsi yang berisiko rendahmenghindari risiko atau anestesi umumketika dilakukan oleh seorang dokter berpengalaman. Sebaiknya, seorang ahli bedah yang melakukan prosedur biopsi jika operasi eksposur dari ginjal diperlukan, jika terdapat faktor risiko yang meningkat (misalnya gangguan pendarahan), atau jika biopsi "baji" lebih disukai. Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.3,4

Gambar 1. Gambaran histologi glomerulonefritis akut.5

Differential diagnosis1. Glomerulonefritis akut post streptococcalGlomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.6,7Etiologi Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 4,12,18,25,49 dan 57. Jenis tertentu memang bersifat nefritogenik. Penyakit glomerulonefritis ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi kuman streptokokus. Pada 23% dari anak-anak yang terkena infeksi kulit oleh streptokokus tipe 49 terkena nefritis dan hematuria. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:4,8 Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl Parasit : malaria dan toksoplasma

Streptokokus Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1mikro meter. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus pathogen jika ditanam dalam perbenihna cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negative gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negative gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidup saprofitik. Geraknya negative. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein. Jika pada perbenihan biasa, kuman ini pertumbuhannya akan kurang subur jika tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC.

PatogenesisSebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangial dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Diduga kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Penyakit ini merupakan reaksi hipersensitivity tipe 3.6,9

Manifestasi Klinis Gejala klinis glomerulonefritis akut sangat bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau ensefalopati hipertensi.Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama. 1. Infeksi StreptokokRiwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.2. Gejala-gejala umumGlomerulonefritis tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.3. Keluhan saluran kemihHematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis.4. HipertensiHipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.5. Oedem dan bendungan paru akutHampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura.6,8

Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas.

Manifestasi klinis sindroma nefrotikManifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik di mana edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbital, skrotum atau labia). Edema bersifat pitting semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka) yang disertai kenaikan berat badan, timbul ascites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin. Edema berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung ke prut, perineum, dan kaki. 3

Gejala lain dapat berupa :a) Frothy urine di mana urin tampak keruhb) Lethargy, tiredness, malaise c) Mual muntah akibat ascites.d) Gangguan gastrointestinal seperti diare, sering terjadi terutama pada edema yang masif sehingga terjadinya edema pada mukosa usus.e) Nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sambap dinding perut atau pembengkakan hatif) Hepatomegali dapat ditemukan sebagai mekanisme kompensasi tubuh untuk meningkatkan sintesis albumin atau yang disebakan edema atau keduanya.g) Anoreksia dapat terjadi apabila anak kurang nafsu makan akibat edema dan terbuangnya protein dapat menyebabkan malnutrisi berat terutama pada anak dengan sindrom nefrotik resisten-steroid.h) Pernapasan yang sering terganggu akibat adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak. Anak dengan ascites akan mengalami restriksi pernapasan dengan kompensasi berupa tachypnea.i) Anak tampak pucat akibat sembap kulit.j) Ascites berat dapat menyebabkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.k) Gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umunya adalah stress non-spesifik pada anak yang sedang berkembang.l) Hipertensi dapat dijumpai pada semua kasus SN.

Klasifikasi Sindrom Nefrotik

I. Sindrom Nefrotik Kongenital Anak yang menderita SN pada 3 bulan pertama kehidupan diperkirakan adalah penyakit SN kongenital. Tipe tersering dari SN kongenital ini adalah Finnish-Type yang merupakan gangguan autosomal resessif yang lazim dijumpai pada populasi keturunan Skandinavia. (1:8000 insidens). Gambaran patologis utama pada Finnish-Type ini adalah dilatasi pada tubulus proksimal, proliferasi mesangium dan sklerosis glomerular. Anak dengan sindrom ini mempunyai gambaran klinis dengan proteinuria masif, prematuritas, pembesaran placenta, edema yang signifikan dan persisten dengan infeksi berulang. Kongenital nefrotik sindrom dapat disebabkan oleh mutasi pada 1 dari 2 gen, NPSH1 dan NPSH2, yang mengkode protein nephrin dan podocin di mana kedua ini adalah komponen utama yang membentuk slit diaphragm pada sel epitel glomerular dan memainkan peranan essensial sebagai sawar filtrasi glomerular. Prognosis buruk. Biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

II. Primary Nephrotic Syndrome/Idiopathic Nephrotic SyndromeBerdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, kelompok SN primer/idiopatik ini terbagi kepada 4 yaitu :

i. Minimal Change Disease/Kelainan minimalDengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron, tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresense ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak dariapada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

ii. Membranous Nephropathy/ Nefropati membranosaSemua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler ytang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

iii. Membranoproliferative glomerulonephropathy/Glomerulonefritis proliferativeProliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. 30% kasus memiliki gejala mirip dengan APSGN (GNA) dengan proteinuria minimal/asimptomatik, hematuria, hipertensi dan azotemia. Prognosis : progressif lambat ke ESRD (End-Stage Renal Disease), dalam waktu 10 tahun, 50% menjadi ESRD

iv. Focal Segmental Glomerulosclerosis/Glomerulosklerosis fokal segmentalPada kelainan ini yang mencolok adalah skeloris glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.1,2

Etiologi sindroma nefrotikSebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun. Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

i. Sindrom nefrotik primer

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal.4

ii. Sindrom nefrotik sekunderTimbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yangsering dijumpai adalah: Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal. Obat: merkuri

Patofisiologi sindroma nefrotikPemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.

ProteinuriaProteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular)(1).Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin (2).Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus (9). Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier(3).Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity

HipoalbuminemiaHipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal (2).Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun

HiperlipidemiaKolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah)(1,2).Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik

LipiduriaLemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel

EdemaDahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis

HiperkoagulabilitasKeadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI)

Kerentanan terhadap infeksiPenurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus(2,3,7) Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.1,7

Penatalaksanaan Glomerulonefritis akutTidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. Tatalaksana non-medikamentosa1. Tirah baring mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.2. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi seperti natrium.3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif dan tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga.4. Lakukan follow up pasien selama periode penyembuhan (konvalesens) 12 minggu. Jika setelah periode ini ternyata GFR masih rendah dan masih ada proteinuria serta C3 tetap rendah maka diindikasikan untuk biopsy ginjal.

Tatalaksana medikamentosa 1. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.2. Pengobatan terhadap hipertensi meliputi pemberian vasodilator ( hidralazine 0,1 3 mg/kgbb tiap 4-6 jam ), beta blocker ( propanolol dosis awal 0,5 mg/kgbb/hari ) converting enzyme inhibitor ( reserpin 0,02 mg/kgbb/hari ). 3. Pengobatan diuretika dengan hidrochlorotiazide 1-2 mg/kgbb/hari, dan furosemide 1-5 mg/kgbb/hari 3,44. Penanganan hiperkalemia dapat diberikan diuretic (yang membuang kalium) atau Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 10-15 menit). Untuk Asidosisnya dapat diterapi dengan pemberian Na-bicarbonat (2-3 mEq/kgBB) dan retriksi garam. Untuk hipokalsemia dapat diberikan Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 3-4 jam, diteruskan dengan per oral 10-20 mg/kgBB/hari) dan untuk hiperfosfatemia dapat dengan retriksi intake fosfat.4

Komplikasi Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardiomegali, dan meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang menurun.4

Prognosis Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%. Penyembuhan sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase akut 0-5%, terjun menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%.Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu, penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi circulating fibrinogen-fibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP) dalam urin.2,3

Pencegahan Saat ini tidak ada strategi pencegahan yang baik untuk menghindari perkembangan glomerulonefritis .Deteksi dini ditambah intervensi merupakan pilihan terbaik yang tersedia saat ini. Kontrol tekanan darah yang baik dan menghindari kerusakan ginjal lebih lanjut melalui kontrol cairan dan elektrolit, bersama dengan manajemen nutrisi, akan mengurangi morbiditas terkait dengan glomerulonefritis. Manajemen medis cepat dan tepat juga membantu mengurangi angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan glomerulonefritis.Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan kulit tidak akan menghilangkan resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga dengan glomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptococcus beta hemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif.2 KesimpulanGlomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang bersifat akut spesifik, sembuh sendiri. Timbul akibat susulan dari infeksi faring atau kulit oleh strain nefritogenik streptococcus haemoliticus grup A tipe 12, 4, 16. 25 dan 49.Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya oedem yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, LFG menurun, insuffisiensi ginjal.Prognosa GNA pasca streptokokus pada anak 99% sembuh dengan sempurna.

Daftar pustaka

1. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-4. Jilid ke-2. Jakarta: FKUI; 2007.h.832-40.2. Nelson et all. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Vol 3. Jakarta:EGC; 2006.h.1809-29.3. Alatas et al. Buku ajar nefrologi anak. Jilid 2. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2005.h.318-27.4. Noer MS et all. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia; 2011.h.15-87.5. Diunduh tanggal 22 Oktober 2012, jam 1816, dari http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Glomerulonefritis6. Porth CM. Pathophysiology, concepts of altered health science. 8th ed. United States of America: Lippincott Williams and Wilkins; 2009.p.753-80.7. Sudoyo WA, Setiohadi W, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.999-1003.8. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga Meedical Series; 2006.h.125-6.9. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson et al. Malaria. In Anthony S. Fauci, editor. Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam . Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2008.h.272-5.10. William S. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.307-10.

2