Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan ke arah industrialisasi yang semakin pesat menuntut perusahaan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja Indonesia yang produktif, sehat dan berkualitas dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat termasuk masyarakat pekerja. Masyarakat pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan pembangunan. Berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai produktivitas tinggi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi. Efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal hanya bisa dicapai oleh tenaga kerja dengan derajat kesehatan baik, bekerja dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan kerja. Berdasarkan data Badan 1

Transcript of Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

Page 1: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pembangunan ke arah industrialisasi yang semakin pesat

menuntut perusahaan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara

optimal. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja Indonesia yang produktif, sehat dan

berkualitas dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Oleh karena itu

diperlukan manajemen yang baik, khususnya yang berkaitan dengan masalah

kesehatan dan keselamatan kerja. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan

di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

bagi seluruh masyarakat termasuk masyarakat pekerja. Masyarakat pekerja

mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan

pembangunan. Berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumberdaya Manusia (SDM)

yang berkualitas dan mempunyai produktivitas tinggi sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi.

Efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal hanya bisa dicapai oleh tenaga

kerja dengan derajat kesehatan baik, bekerja dengan cara dan lingkungan kerja yang

memenuhi syarat kesehatan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik [BPS]

(2005), jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 155.549.736 orang. Data BPS

(2003) menunjukkan bahwa pola perkembangan angkatan kerja perempuan selama

periode 2003-2010 menunjukkan kecenderungan meningkat, namun bila

dibandingkan dengan laki-laki, laju peningkatan angkatan kerja perempuan umumnya

relatif lebih besar.. Konsumsi pangan dan status gizi pekerja dinilai cukup penting

dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001 menyebutkan prevalensi anemia pada Wanita Usia Subur (WUS)

sebesar 27,9% (Syarief 2004). Penelitian oleh Kodiyat (1995) melaporkan bahwa di

kalangan tenaga kerja wanita 30-40% menderita anemia (Subeno 2007).Penelitian

yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1985)

didapatkan 15% pekerja wanita kekurangan energi dan protein yang menyebabkan

1

Page 2: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

pekerja menjadi lambat berpikir, lambat bertindak dan cepat lelah (Pusat Kesehatan

Kerja 2007). Berdasarkan data dari National Institute of Health Research and

Development, Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1995) diacu dalam Kurniawan

(2002) menunjukkan bahwa 30% pekerja wanita menderita anemia dan hal ini

menyebabkan produktivitas mereka menurun hingga 20%. Masalah gizi pada pekerja

tersebut sebagai akibat langsung kurangnya asupan makanan yang tidak sesuai

dengan beban kerja atau jenis pekerjaan. Konsumsi pangan yang mencukupi sangat

dibutuhkan oleh tubuh agar tubuh dapat melakukan kegiatan, pemeliharaan tubuh,

dan aktivitas. Aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan terhadap energi

tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik

bervariasi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan

seseorang (U.S. Department of Health and Human Services 2005). Status gizi yang

diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang berbeda antara pekerja wanita

dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Salah satu upaya yang dilakukan

untuk mengatasi masalah produktivitas tenaga kerja yang rendah adalah dengan

peningkatan gizi tenaga kerja. Gizi kerja merupakan salah satu faktor penentu

produktivitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian Untoro et al. (1998) disebutkan

bahwa produktivitas secara signifikan berkorelasi dengan pengalaman kerja, Lean

Body Mass (LBM), hemoglobin, tinggi badan, dan Mid- Upper-Arm Muscle Area

(MUAM). Industri konveksi merupakan salah satu contoh perusahaan yang

mempekerjakan banyak pekerja wanita. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi

terhadap produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi.

Perumusan Masalah

Industri konveksi merupakan salah satu industri yang banyak menyerap

tenaga kerja, terutama tenaga kerja wanita. Pekerja wanita rentan terhadap masalah

gizi dan kesehatan. Masalah gizi dan kesehatan tersebut berkaitan dengan konsumsi

pangan. Konsumsi pangan bagi tenaga kerja di suatu perusahaan dapat diperoleh baik

dari makanan yang disediakan oleh perusahaan tersebut maupun dari luar. Masalah

2

Page 3: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

gizi dan kesehatan dapat mempengaruhi produktivitas kerja dari pekerja. Oleh karena

itu, perusahaan perlu memperhatikan kesejahteraan pekerja, terutama mengenai

penyediaan makanan dari industri tersebut. Banyak penelitian yang telah

menganalisis hubungan status gizi dan konsumsi pangan dengan produktivitas kerja

pekerja wanita, namun belum banyak yang menganalisis hubungan tersebut di

industri konveksi. Salah satu penelitian yang dilakukan di industri tekstil disebutkan

bahwa produktivitas kerja berhubungan signifikan positif dengan motivasi dan

tingkat kecukupan energy serta protein, namun tidak menunjukkan hubungan

signifikan dengan tingkat kecukupan zat besi. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti

tertarik untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, konsumsi pangan dan

status gizi pekerja wanita terhadap produktivitas kerja di industri konveksi.

B. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah:

Menganalisis hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi

dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi.

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi

dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi.

3

Page 4: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Produktivitas Kerja

Menurut Encyclopedia of Professional Management diacu dalam

Atmosoeprapto (2001), produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumbersumber

daya digabungkan dan dipergunakan dengan baik sehingga dapat mewujudkan hasil-

hasil tertentu yang diinginkan. Sagir (1990) menyatakan bahwa produktivitas kerja

adalah perbandingan antara jumlah pengeluaran dengan nilai tambah terhadap jumlah

tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang

diinginkan. Nugraha (1992) menyatakan bahwa produktivitas kerja sebenarnya hanya

sebagian dari seluruh produktivitas suatu usaha, maka produktivitas tenaga kerja

adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumberdaya yang digunakan. Produktivitas

kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah hasil kerja/pekerja/satuan waktu.

Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep menunjukkan adanya kaitan

antara hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkannya

untuk menghasilkan suatu produk. Menurut Sagir (1990), produktivitas kerja

merupakan ukuran keberhasilan pekerja menghasilkan suatu produk dalam satuan

waktu tertentu. Seorang tenaga kerja dinilai produktif bila tenaga kerja tersebut

mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dibanding tenaga kerja lainnya

dalam suatu waktu yang sama, atau apabila tenaga kerja tersebut menghasilkan

keluaran yang sama dengan menggunakan sumberdaya yang sedikit. Salah satu tolok

ukur keberhasilan pembangunan adalah mutu sumberdaya manusia yang

berproduktivitas tinggi. Bernagai faktor yang mempengaruhi peningkatan

sumberdaya manusia bila dikelola dengan baik dan efektif akan dapat meningkatkan

produktivitas (Matulessy & Rachmat 1997). Ravianto (1985) menyatakan bahwa

produktivitas tenaga kerja dipengaruihi oleh berbagai faktor, yaitu:

a. Latar belakang pendidikan dan latihan.

b. Alat-alat produksi yang digunakan dan teknologi dalam proses produksi.

4

Page 5: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

c. Value system, nilai-nilai atau pranata sosial masyarakat atau juga faktor lingkungan

hidup tenaga kerja (moderen atau tradisional, statis atau dinamis), kuat tidaknya

ikatan kekeluargaan, mobilitas tenaga kerja, motivasi dan lainlain. d. Lingkungan

pekerjaan atau iklim kerja.

e. Derajat kesehatan (kesehatan lingkungan), nilai gizi makanan, sanitasi, tersedianya

air bersih.

f. Tingkat upah minimal yang berlaku. Tingkat upah yang terlalu rendah, tidak

memungkinkan tenaga kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik minimal atau

tidak memungkinkan untuk mampu bekerja produktif (malas akibat kekurangan gizi).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan oleh

eseorang dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, dan

sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar atau keinginan

memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan

sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional

ataupun selera individu dan tujuan sosiologis berhubungan dengan upaya

pemeliharaan hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok

besar (Riyadi 1996). Menurut Harper et al. (1985) terdapat empat faktor yang sangat

berpengaruh terhadap konsumsi pangan sehari-hari bagi sebagian besar penduduk di

negara-negara berkembang, yaitu:

a. Produksi pangan untuk keperluan rumah tangga.

b. Pengeluaran uang untuk keperluan pangan rumah tangga.

c. Pengetahuan tentang gizi.

d. Ketersediaan pangan yang dipengaruhi oleh produksi dan pengeluaran uang untuk

keperluan pangan rumah tangga.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi

Karyadi dan Muhilal (1996) menyatakan bahwa kebutuhan pangan hanya

diperlukan secukupnya, bila kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan,

terutama apabila dialami dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk bagi

5

Page 6: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

kesehatan. Adanya interaksi antara berbagai zat gizi memberikan gambaran perlunya

diupayakan suatu keseimbangan zat-zat gizi yang dikonsumsi. Semakin

beranekaragam bahan pangan yang dikonsumsi, maka semakin tercapai

keseimbangan dalam interaksi antara zat gizi. Kekurangan dan kelebihan zat gizi

yang diterima tubuh seseorang akan mempunyai dampak negatif yang sama.

Perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan status gizi sesuai atau seimbang

dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsur penting yang berdampak positif bagi

peningkatan kualitas hidup manusia, kesehatan, kreativitas, dan produktivitas

(Kartasapoetra & Marsetyo 2005). Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun

dari unsur-unsur gizi atau nutrien yang diklasifikasikan sebagai makronutrien dan

mikronutrien. Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan

dinamakan demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro)

mengingat ke tiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang.

Sebaliknya mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh

dalam jumlah sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang

disebutkan diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono

2000). Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi

meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan

faktor lainnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat

tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan

zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh komposisi dan keadaan makanan secara

keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992).

Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang

pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak

dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2002).

Menurut Budiyanto (2002), energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya

pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia membutuhkan zat-zat

makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya. Manusia yang

6

Page 7: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

kekurangan makan akan lemah, baik daya kegiatan, pekerjaan fisik, maupun daya

pemikirannya karena kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energi

dalam tubuh. Energi dibutuhkan tubuh pertama-tama untuk memelihara fungsi dasar

tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energy total.

Kebutuhan energi untuk metabolisme basal adalah kebutuhan energy

minimum dalam keadaan istirahat total, tetapi tidur di lingkungan suhu yang nyaman

dan suasana tenang. Selain itu energi juga diperlukan untuk fungsi ubuh lain seperti

mencerna, mengolah dan menyerap makanan dalam alat pencernaan, serta untuk

bergerak, berjalan, bekerja dan beraktivitas lainnya (Soekirman 2000). Menurut

Suhardjo dan Kusharto (1992), kebutuhan energy pada dasarnya tergantung dari

empat faktor yang saling berkaitan, yaitu (1) kegiatan fisik, (2) ukuran dan komposisi

tubuh, (3) umur, dan (4) iklim dan faktor ekologi lainnya.

Protein

Protein merupakan zat gizi penghasil energi yang tidak berperan sebagai

sumber energi tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak

(Depkes 2002). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh

karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga berfungsi

sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang

mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat

(Winarno 1997). Winarno (1997) menyatakan bahwa fungsi utama protein bagi tubuh

ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.

Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak

terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.

Zat Besi

Salah satu fungsi zat besi adalah berperan dalam langkah-langkah akhir

metabolisme energi sehingga dihasilkan Adenin Trifosfat (ATP). Sebagian besar besi

terdapat di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang mengandung besi dari sel

darah merah dan mioglobin di dalam otot (Almatsier 2002). Sebagian besar dari zat

besi dalam tubuh berada dalam ikatan kompleks dengan bentuk ikatan protein. Ikatan

7

Page 8: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

dengan protein ini dapat dalam bentuk porphyrin atau heme terutama dalam bentuk

hemoglobin dan myoglobin. Ikatan dengan protein ini dapat pula dalam bentuk

nonheme seperti ferritin dan transferrin. Pada manusia dewasa dan sehat, besi yang

terikat dalam hemoglobin mencapai 60-70% dari jumlah besi dalam tubuh, sedangkan

besi yang terikat dalam bentuk myoglobin hanya sekitar 3% dari seluruh jumlah besi

dalam tubuh (Piliang & Djojosoebagio 2006). Menurunnya produktivitas kerja pada

kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) berkurangnya enzim-enzim yang

mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam

metabolisme energi, dan (2) menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme

di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa

lelah (Almatsier 2002).

Vitamin A

Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega.

Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang

panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk.

Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein. Vitamin A dibutuhkan untuk

perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email

dalam pertumbuhan gigi.

Vitamin B1

Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1. Tiamin tidak dapat disimpan banyak

oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung,

otak, dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang

melalui air kemih. Tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang

menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa

kaya energi yang disebut ATP (Adenosin trifosfat) (Winarno 1997).

Menurut Moehji (2002a), fungsi vitamin B1 yang terpenting antara lain:

(1)sebagai Co-enzym Thiamin pyropospat yang diperlukan pada pembentukanAcetyl

Coenzym dan dari asam piruvat dalam metabolisme karbohidrat,

8

Page 9: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

(2)memelihara sifat permeabilitas dan dinding pembuluh darah sehingga mencegah

terjadinya penumpukan cairan dalam jarangan tubuh (odema) seperti pada penderita

penyakit beri-beri,

(3) memelihara fungsi syaraf periferal sehingga mencegah terjadinya neuritis, dan

(4) memperbaiki kontraksi dinding lambung sehingga sekresi getah cerna lebih baik

dan memelihara nafsu makan.

Vitamin C

Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air. Vitamin C dapat terserap

sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan diedarkan ke

seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit.

Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Oleh karena itu, bila seseorang

mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar, sebagian besar akan dibuang keluar,

terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi.

Sebaliknya, bila buruk keadaan gizi seseorang, maka sebagian besar dari jumlah itu

dapat ditahan oleh jaringan tubuh (Winarno 1997).

Vitamin C memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau

kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan

bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Kekurangan vitamin C

dapat menyebabkan luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadangkadang jumlah sel

darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Vitamin C umumnya

hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam,

seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak

terdapat di dalam sayuran daundaunan dan jenis kol (Almatsier 2002).

Kecukupan Gizi

Kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowances

disingkat RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari

makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi

oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika, serta keadaan

hamil dan menyusukan. Kecukupan gizi yang dianjurkan agak berbeda dengan

9

Page 10: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

kebutuhan gizi (requirement). Kebutuhan gizi lebih menggambarkan banyaknya zat

gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu, jadi ada yang tinggi dan

ada pula yang rendah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain genetika

(Karyadi & Muhilal 1996).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan system

penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar

metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan

tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan

untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan

bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapaberat

pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002).

Komponen terbesar kedua dari penggunaan energi total setelah metabolisme

basal yaitu penggunaan energy pada aktivitas fisik (Subcommitte of the RDAs 1989).

Riyadi (2006) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah

dikeluarkan selama aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan

kebutuhan energy seseorang, dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan

aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat. Intensitas aktivitas fisik secara khusus

digolongkan menjadi aktivitas ringan, sedang, dan berat yang didasarkan pada jumlah

usaha atau energi yang digunakan seseorang untuk melakukan aktivitas (Anonim

2006). Hardinsyah dan Martianto (1988) mengelompokkan pengeluaran energi

berdasarkan jenis kegiatan antara lain: tidur, pekerjaan (ringan, sedang, berat), santai,

dan kegiatan lainnya (kegiatan rumah tangga, sosial, dan olah raga atau kesegaran

jasmani).Kegiatan di rumah tangga meliputi: memperbaiki rumah, membersihkan

rumah, dan memelihara pekarangan, menyiapkan makanan dan minuman,

mengasuhanak, dan kegiatan lainnya di rumah tangga. Kegiatan sosial meliputi:

menghadiri rapat, pertemuan, undangan, bertamu atau berkunjung, pergi ke tempat

pelayanan kesehatan, ke tempat ibadah, dan lain-lain. Kegiatan olah raga meliputi:

latihan, kesegaran jasmani, dan lain-lain.

10

Page 11: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok

orang merupakan akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi

(utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi

dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan

masalah gizi.

Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja

Menurut Matulessy dan Rachmat (1997), gizi kerja adalah salah satu cabang

ilmu gizi yang mempelajari khusus tenaga pekerja sebagai Sumberdaya Manusia

(SDM) dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizinya yang dapat

mempengaruhi produktivitas kerjanya, serta faktor-faktor ekologi dan lingkungan

kerja yang mempengaruhi gizi dan kesehatan tenaga kerja. Tujuan utama dalam

usaha-usaha gizi kerja adalah meningkatkan produktivitas. Keadaan status gizi dan

kesehatan yang baik akan sangat mempengaruhi kesegaran fisik dan daya pikir yang

baik dalam melakukan pekerjaan. Tanpa makanan yang cukup, energi sebagai sumber

tenaga dalam melakukan pekerjaan akan diambil dari energi cadangan dan protein

dalam sel tubuh. Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang diterima tubuh seseorang

akan sama mempunyai dampak negatif. Perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan

status gizi sesuai atau seimbang dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsure

penting bagi peningkatan kualitas hidup manusia, sehat, kreatif dan produktif.

11

Page 12: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

BAB III

PEMBAHASAN

Pola konsumsi pangan yang meliputi jenis pangan dan frekuensi makan

dipengaruhi oleh karakteristik individu (pendapatan, pendidikan, dan besar keluarga).

Selain itu, pola konsumsi pangan seseorang di suatu perusahaan juga dipengaruhi

oleh makanan yang disediakan oleh perusahaan tersebut dan makanan yang

dikonsumsi pekerja di luar perusahaan. Pola konsumsi pangan mempengaruhi

konsumsi pangan seseorang. Konsumsi pangan dapat mempengaruhi status

kesehatan. Konsumsi pangan dan status kesehatan dapat mempengaruhi status gizi

seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kecukupan gizi yang

dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada

seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan

menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Tingkat kecukupan energi

dan zat gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi energy dan zat gizi

seseorang. Dalam hal bekerja, kebutuhan energi dan zat gizi pekerja dapat terpenuhi

dari konsumsi energi dan zat gizi, baik dari dalam maupun luar perusahaan. Selain

konsumsi energi dan zat gizi, aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi tingkat

kecukupan energi seseorang. Keadaan gizi kurang pada pekerja wanita disebabkan

oleh pendapatan dan konsumsi pangan yang masih rendah atau tidak seimbang. Jika

hal tersebut terus berlanjut akan menyebabkan tenaga kerja tidak mampu melakukan

pekerjaan secara optimal dan produktivitas kerja menurun. Selain itu, produktivitas

kerja seseorang juga ditentukan oleh masa kerja.

Industri konveksi merupakan salah satu industri yang banyak menyerap

tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita. Oleh karena itu, untuk menghasilkan

produktivitas kerja yang optimal diperlukan konsumsi pangan dan status gizi yang

baik dari pekerja. Hubungan aktivita fisik, konsumsi pangan dan status gizi pekerja

wanita terhadap produktivitas kerja dapat dilihat pada Gambar 2.

12

Page 13: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

Masa Kerja

Robbins (2001) menyatakan bahwa orang-orang yang telah lama bekerja pada

suatu perusahaan akan lebih produktif dibandingkan dengan orang-orang yang lama

kerjanya lebih rendah. Hal ini berkaitan dengan keterampilan yang lebih tinggi dalam

bekerja dan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh para pekerja yang telah lama

bekerja. Hampir separuh contoh (45,7%) telah bekerja sebagai buruh konveksi selama

7 sampai 10 tahun, sedangkan 5,7% contoh telah bekerja selama lebih dari 10

tahun .Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh memiliki pengalaman kerja

yang cukup lama.

Aktivitas FisikAktivitas yang dilakukan contoh di perusahaan Industri Konveksi adalah

menjahit. Contoh bekerja dari hari Senin hingga Jum’at, mulai pukul 09.00 sampai

17.00 WIB. Waktu yang digunakan untuk menjahit selama 7 jam dan 1 jam untuk

13

Page 14: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

istirahat. Waktu istirahat digunakan untuk makan siang dan beribadah. Rata-rata

faktor aktivitas contoh yang dilakukan di perusahaan sebesar 1,50. Selain bekerja di

perusahaan, contoh juga melakukan aktivitas sehari-hari di rumah. Kegiatan yang

biasa dilakukan contoh di luar jam kerja antara lain istirahat (tidur), memasak,

mencuci, menyetrika, mengasuh anak membersihkan rumah, dan sebagainya.

Terdapat dua contoh yang melakukan kegiatan menjahit di rumah sebagai tambahan

penghasilan keluarga. Aktivitas contoh, baik di dalam maupun luar perusahaan

dihitung pengeluaran energy dengan dikonversikan ke dalam faktor aktivitas.

Kebutuhan Energi dan Zat GiziKebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi

meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan

faktor lainnya sudah diperhitungkan (Suhardjo & Kusharto 1992). Kebutuhan energi

contoh diperoleh dengan mengalikan Angka Metabolisme Basal (AMB) dan faktor

aktivitas contoh. Almatsier (2004) mengemukakan bahwa AMB dipengaruhi oleh

umur, gender, berat badan, dan tinggi badan.

Konsumsi Energi dan Zat GiziPada hari kerja, umumnya kebutuhan energi dan zat gizi pekerja lebih banyak

terpenuhi saat di tempat kerja, terutama pada siang hari. Oleh karena itu, pemberian

fasilitas berupa kantin atau penyediaan makan bagi pekerja sangat diperlukan untuk

memenuhi sebagian kebutuhan energi dan zat gizi tenaga kerja. Pemenuhan

kebutuhan energi dan zat gizi contoh pada hari kerja berasal dari perusahaan dan luar

perusahaan.

Konsumsi Energi dan Zat GiziKonsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi

badan, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartasapoetra & Marsetyo

2005). Menurut Almatsier (2002), energi dibutuhkan oleh tubuh untuk

mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik.

Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan.

Konsumsi energi contoh berada pada kisaran 1138 sampai 2152 kkal/hari.

14

Page 15: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

Konsumsi, dan Tingkat Kecukupan Zat Besi, Vitamin A, Vitamin B1, dan

Vitamin C

Vitamin dan mineral termasuk dalam zat gizi mikro (micronutrient). Tubuh

hanya membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah sangat kecil. Tingkat

kecukupan vitamin dan mineral dikelompokkan menjadi dua kategori menurut

Gibson (2005), yaitu kurang (tingkat kecukupan <77%), dan cukup (tingkat

kecukupan ≥77%). Konsumsi zat besi contoh berada pada kisaran 7,5 sampai 36,6

mg/hari. Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh termasuk dalam kategori kurang

yaitu 54,4%. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C

contoh termasuk dalam kategori cukup

Produktivitas KerjaSagir (1990) menyatakan bahwa seorang tenaga kerja dinilai produktif bila

tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dibanding

tenaga kerja lainnya dalam suatu waktu yang sama, atau apabila tenaga kerja tersebut

menghasilkan keluaran yang sama dengan menggunakan sumberdaya yang sedikit.

Produktivitas kerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah produksi pakaian

yang dihasilkan oleh setiap pekerja setiap minggu. Produktivitas kerja dibedakan

menjadi dua kategori:

(1) kurang dari 13 pakaian/minggu, dan

(2) lebih dari 13 pakaian/minggu. Lebih dari separuh contoh (62,9%) memproduksi

pakaian lebih dari 13 pakaian/minggu, sedangkan sisanya (37,1%) memproduksi

pakaian kurang dari 13 pakaian/minggu

Hubungan Aktivitas Fisik, Tingkat Kecukupan Energi dan Produktivitas

Kerja

Aktivitas fisik berkaitan erat dengan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

adalah pergerakan badan yang menggunakan energi (Anonim 2007). Menurut

Almatsier (2004), kebutuhan energi dan zat gizi seseorang dalam keadaan sehat

tergantung dari umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus (ibu hamil dan

menyusui).

15

Page 16: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semakin baik tingkat kecukupan energi, maka semakin banyak aktivitas fisik

yang dapat dilakukan. Hal tersebut dibuktikan dengan hubungan signifikan

positif antara rata-rata faktor aktivitas dengan tingkat kecukupan energi. Rata-

rata aktivitas fisik contoh tergolong ringan dengan aktivitas fisik di

perusahaan termasuk aktivitas ringan, sedangkan aktivitas fisik di luar

perusahaan tergolong sedang.

Makan siang yang disediakan perusahaan sudah dapat memenuhi hamper

separuh dari kebutuhan energi dan protein sehari. Selain itu, makanan yang

disajikan sudah lengkap memenuhi semua unsur zat gizi karena terdiri dari

makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah. Secara psikologis, karyawan

lebih nyaman untuk mengambil makanan sendiri sesuai dengan keinginan dan

selera karena makan siang yang disediakan perusahaan disajikan secara

prasmanan.

Meskipun tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan produktivitas

kerja, tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, zat besi, vitamin A,

bitamin B1, dan vitamin C) contoh sehari sudah cukup.

B. Saran

Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian produktivitas kerja

dengan jenis pekerjaan yang berbeda sehingga dapat membandingkan antara

produktivitas kerja pekerja setiap jenis pekerjaan. Selain itu, sebaiknya diteliti

juga mengenai produktivitas kerja pekerja pria dan pengaruh aktivitas fisik di luar

perusahaan dengan produktivitas kerja.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)

www.ilmukesker.com/gizi-kerja-untuk-menunjang-produktivitas-213....Yang Diakses pada tanggal 18 mei 2012

www.artikelk3.com/.../masalah+gizi+kerja+pada+home+industri+dala... Yang Diakses pada tanggal 18 mei 2012

ergonomi-fit.blogspot.com/2012/01/gizi-kerja.html.Yang Diakses pada tanggal 18 mei 2012

himakesja.wordpress.com/2009/02/16/gizi-kerja/

17