Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)
-
Upload
harfaina-syaba -
Category
Documents
-
view
90 -
download
13
Transcript of Gizi Kerja Pada Home Industri (Kelompok 13_kesmas a)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan ke arah industrialisasi yang semakin pesat
menuntut perusahaan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara
optimal. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja Indonesia yang produktif, sehat dan
berkualitas dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Oleh karena itu
diperlukan manajemen yang baik, khususnya yang berkaitan dengan masalah
kesehatan dan keselamatan kerja. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan
di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi seluruh masyarakat termasuk masyarakat pekerja. Masyarakat pekerja
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan
pembangunan. Berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumberdaya Manusia (SDM)
yang berkualitas dan mempunyai produktivitas tinggi sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi.
Efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal hanya bisa dicapai oleh tenaga
kerja dengan derajat kesehatan baik, bekerja dengan cara dan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat kesehatan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik [BPS]
(2005), jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 155.549.736 orang. Data BPS
(2003) menunjukkan bahwa pola perkembangan angkatan kerja perempuan selama
periode 2003-2010 menunjukkan kecenderungan meningkat, namun bila
dibandingkan dengan laki-laki, laju peningkatan angkatan kerja perempuan umumnya
relatif lebih besar.. Konsumsi pangan dan status gizi pekerja dinilai cukup penting
dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 menyebutkan prevalensi anemia pada Wanita Usia Subur (WUS)
sebesar 27,9% (Syarief 2004). Penelitian oleh Kodiyat (1995) melaporkan bahwa di
kalangan tenaga kerja wanita 30-40% menderita anemia (Subeno 2007).Penelitian
yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1985)
didapatkan 15% pekerja wanita kekurangan energi dan protein yang menyebabkan
1
pekerja menjadi lambat berpikir, lambat bertindak dan cepat lelah (Pusat Kesehatan
Kerja 2007). Berdasarkan data dari National Institute of Health Research and
Development, Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1995) diacu dalam Kurniawan
(2002) menunjukkan bahwa 30% pekerja wanita menderita anemia dan hal ini
menyebabkan produktivitas mereka menurun hingga 20%. Masalah gizi pada pekerja
tersebut sebagai akibat langsung kurangnya asupan makanan yang tidak sesuai
dengan beban kerja atau jenis pekerjaan. Konsumsi pangan yang mencukupi sangat
dibutuhkan oleh tubuh agar tubuh dapat melakukan kegiatan, pemeliharaan tubuh,
dan aktivitas. Aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan terhadap energi
tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik
bervariasi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan
seseorang (U.S. Department of Health and Human Services 2005). Status gizi yang
diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang berbeda antara pekerja wanita
dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk mengatasi masalah produktivitas tenaga kerja yang rendah adalah dengan
peningkatan gizi tenaga kerja. Gizi kerja merupakan salah satu faktor penentu
produktivitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian Untoro et al. (1998) disebutkan
bahwa produktivitas secara signifikan berkorelasi dengan pengalaman kerja, Lean
Body Mass (LBM), hemoglobin, tinggi badan, dan Mid- Upper-Arm Muscle Area
(MUAM). Industri konveksi merupakan salah satu contoh perusahaan yang
mempekerjakan banyak pekerja wanita. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi
terhadap produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi.
Perumusan Masalah
Industri konveksi merupakan salah satu industri yang banyak menyerap
tenaga kerja, terutama tenaga kerja wanita. Pekerja wanita rentan terhadap masalah
gizi dan kesehatan. Masalah gizi dan kesehatan tersebut berkaitan dengan konsumsi
pangan. Konsumsi pangan bagi tenaga kerja di suatu perusahaan dapat diperoleh baik
dari makanan yang disediakan oleh perusahaan tersebut maupun dari luar. Masalah
2
gizi dan kesehatan dapat mempengaruhi produktivitas kerja dari pekerja. Oleh karena
itu, perusahaan perlu memperhatikan kesejahteraan pekerja, terutama mengenai
penyediaan makanan dari industri tersebut. Banyak penelitian yang telah
menganalisis hubungan status gizi dan konsumsi pangan dengan produktivitas kerja
pekerja wanita, namun belum banyak yang menganalisis hubungan tersebut di
industri konveksi. Salah satu penelitian yang dilakukan di industri tekstil disebutkan
bahwa produktivitas kerja berhubungan signifikan positif dengan motivasi dan
tingkat kecukupan energy serta protein, namun tidak menunjukkan hubungan
signifikan dengan tingkat kecukupan zat besi. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
tertarik untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, konsumsi pangan dan
status gizi pekerja wanita terhadap produktivitas kerja di industri konveksi.
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah:
Menganalisis hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi
dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi.
C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Hubungan aktivitas fisik, konsumsi pangan, dan status gizi
dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas Kerja
Menurut Encyclopedia of Professional Management diacu dalam
Atmosoeprapto (2001), produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumbersumber
daya digabungkan dan dipergunakan dengan baik sehingga dapat mewujudkan hasil-
hasil tertentu yang diinginkan. Sagir (1990) menyatakan bahwa produktivitas kerja
adalah perbandingan antara jumlah pengeluaran dengan nilai tambah terhadap jumlah
tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang
diinginkan. Nugraha (1992) menyatakan bahwa produktivitas kerja sebenarnya hanya
sebagian dari seluruh produktivitas suatu usaha, maka produktivitas tenaga kerja
adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumberdaya yang digunakan. Produktivitas
kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah hasil kerja/pekerja/satuan waktu.
Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep menunjukkan adanya kaitan
antara hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkannya
untuk menghasilkan suatu produk. Menurut Sagir (1990), produktivitas kerja
merupakan ukuran keberhasilan pekerja menghasilkan suatu produk dalam satuan
waktu tertentu. Seorang tenaga kerja dinilai produktif bila tenaga kerja tersebut
mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dibanding tenaga kerja lainnya
dalam suatu waktu yang sama, atau apabila tenaga kerja tersebut menghasilkan
keluaran yang sama dengan menggunakan sumberdaya yang sedikit. Salah satu tolok
ukur keberhasilan pembangunan adalah mutu sumberdaya manusia yang
berproduktivitas tinggi. Bernagai faktor yang mempengaruhi peningkatan
sumberdaya manusia bila dikelola dengan baik dan efektif akan dapat meningkatkan
produktivitas (Matulessy & Rachmat 1997). Ravianto (1985) menyatakan bahwa
produktivitas tenaga kerja dipengaruihi oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Latar belakang pendidikan dan latihan.
b. Alat-alat produksi yang digunakan dan teknologi dalam proses produksi.
4
c. Value system, nilai-nilai atau pranata sosial masyarakat atau juga faktor lingkungan
hidup tenaga kerja (moderen atau tradisional, statis atau dinamis), kuat tidaknya
ikatan kekeluargaan, mobilitas tenaga kerja, motivasi dan lainlain. d. Lingkungan
pekerjaan atau iklim kerja.
e. Derajat kesehatan (kesehatan lingkungan), nilai gizi makanan, sanitasi, tersedianya
air bersih.
f. Tingkat upah minimal yang berlaku. Tingkat upah yang terlalu rendah, tidak
memungkinkan tenaga kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik minimal atau
tidak memungkinkan untuk mampu bekerja produktif (malas akibat kekurangan gizi).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan oleh
eseorang dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis, psikologis, dan
sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar atau keinginan
memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional
ataupun selera individu dan tujuan sosiologis berhubungan dengan upaya
pemeliharaan hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok
besar (Riyadi 1996). Menurut Harper et al. (1985) terdapat empat faktor yang sangat
berpengaruh terhadap konsumsi pangan sehari-hari bagi sebagian besar penduduk di
negara-negara berkembang, yaitu:
a. Produksi pangan untuk keperluan rumah tangga.
b. Pengeluaran uang untuk keperluan pangan rumah tangga.
c. Pengetahuan tentang gizi.
d. Ketersediaan pangan yang dipengaruhi oleh produksi dan pengeluaran uang untuk
keperluan pangan rumah tangga.
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Karyadi dan Muhilal (1996) menyatakan bahwa kebutuhan pangan hanya
diperlukan secukupnya, bila kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan,
terutama apabila dialami dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk bagi
5
kesehatan. Adanya interaksi antara berbagai zat gizi memberikan gambaran perlunya
diupayakan suatu keseimbangan zat-zat gizi yang dikonsumsi. Semakin
beranekaragam bahan pangan yang dikonsumsi, maka semakin tercapai
keseimbangan dalam interaksi antara zat gizi. Kekurangan dan kelebihan zat gizi
yang diterima tubuh seseorang akan mempunyai dampak negatif yang sama.
Perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan status gizi sesuai atau seimbang
dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsur penting yang berdampak positif bagi
peningkatan kualitas hidup manusia, kesehatan, kreativitas, dan produktivitas
(Kartasapoetra & Marsetyo 2005). Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun
dari unsur-unsur gizi atau nutrien yang diklasifikasikan sebagai makronutrien dan
mikronutrien. Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan
dinamakan demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro)
mengingat ke tiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang.
Sebaliknya mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh
dalam jumlah sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang
disebutkan diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono
2000). Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi
meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan
faktor lainnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat
tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan
zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh komposisi dan keadaan makanan secara
keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992).
Energi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak
dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2002).
Menurut Budiyanto (2002), energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya
pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia membutuhkan zat-zat
makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya. Manusia yang
6
kekurangan makan akan lemah, baik daya kegiatan, pekerjaan fisik, maupun daya
pemikirannya karena kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energi
dalam tubuh. Energi dibutuhkan tubuh pertama-tama untuk memelihara fungsi dasar
tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energy total.
Kebutuhan energi untuk metabolisme basal adalah kebutuhan energy
minimum dalam keadaan istirahat total, tetapi tidur di lingkungan suhu yang nyaman
dan suasana tenang. Selain itu energi juga diperlukan untuk fungsi ubuh lain seperti
mencerna, mengolah dan menyerap makanan dalam alat pencernaan, serta untuk
bergerak, berjalan, bekerja dan beraktivitas lainnya (Soekirman 2000). Menurut
Suhardjo dan Kusharto (1992), kebutuhan energy pada dasarnya tergantung dari
empat faktor yang saling berkaitan, yaitu (1) kegiatan fisik, (2) ukuran dan komposisi
tubuh, (3) umur, dan (4) iklim dan faktor ekologi lainnya.
Protein
Protein merupakan zat gizi penghasil energi yang tidak berperan sebagai
sumber energi tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak
(Depkes 2002). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang
mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat
(Winarno 1997). Winarno (1997) menyatakan bahwa fungsi utama protein bagi tubuh
ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.
Zat Besi
Salah satu fungsi zat besi adalah berperan dalam langkah-langkah akhir
metabolisme energi sehingga dihasilkan Adenin Trifosfat (ATP). Sebagian besar besi
terdapat di dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang mengandung besi dari sel
darah merah dan mioglobin di dalam otot (Almatsier 2002). Sebagian besar dari zat
besi dalam tubuh berada dalam ikatan kompleks dengan bentuk ikatan protein. Ikatan
7
dengan protein ini dapat dalam bentuk porphyrin atau heme terutama dalam bentuk
hemoglobin dan myoglobin. Ikatan dengan protein ini dapat pula dalam bentuk
nonheme seperti ferritin dan transferrin. Pada manusia dewasa dan sehat, besi yang
terikat dalam hemoglobin mencapai 60-70% dari jumlah besi dalam tubuh, sedangkan
besi yang terikat dalam bentuk myoglobin hanya sekitar 3% dari seluruh jumlah besi
dalam tubuh (Piliang & Djojosoebagio 2006). Menurunnya produktivitas kerja pada
kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) berkurangnya enzim-enzim yang
mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam
metabolisme energi, dan (2) menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme
di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa
lelah (Almatsier 2002).
Vitamin A
Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega.
Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang
panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk.
Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein. Vitamin A dibutuhkan untuk
perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email
dalam pertumbuhan gigi.
Vitamin B1
Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1. Tiamin tidak dapat disimpan banyak
oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung,
otak, dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang
melalui air kemih. Tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang
menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa
kaya energi yang disebut ATP (Adenosin trifosfat) (Winarno 1997).
Menurut Moehji (2002a), fungsi vitamin B1 yang terpenting antara lain:
(1)sebagai Co-enzym Thiamin pyropospat yang diperlukan pada pembentukanAcetyl
Coenzym dan dari asam piruvat dalam metabolisme karbohidrat,
8
(2)memelihara sifat permeabilitas dan dinding pembuluh darah sehingga mencegah
terjadinya penumpukan cairan dalam jarangan tubuh (odema) seperti pada penderita
penyakit beri-beri,
(3) memelihara fungsi syaraf periferal sehingga mencegah terjadinya neuritis, dan
(4) memperbaiki kontraksi dinding lambung sehingga sekresi getah cerna lebih baik
dan memelihara nafsu makan.
Vitamin C
Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air. Vitamin C dapat terserap
sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan diedarkan ke
seluruh jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit.
Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Oleh karena itu, bila seseorang
mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar, sebagian besar akan dibuang keluar,
terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi.
Sebaliknya, bila buruk keadaan gizi seseorang, maka sebagian besar dari jumlah itu
dapat ditahan oleh jaringan tubuh (Winarno 1997).
Vitamin C memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau
kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan
bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Kekurangan vitamin C
dapat menyebabkan luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadangkadang jumlah sel
darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Vitamin C umumnya
hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam,
seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak
terdapat di dalam sayuran daundaunan dan jenis kol (Almatsier 2002).
Kecukupan Gizi
Kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowances
disingkat RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari
makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi
oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika, serta keadaan
hamil dan menyusukan. Kecukupan gizi yang dianjurkan agak berbeda dengan
9
kebutuhan gizi (requirement). Kebutuhan gizi lebih menggambarkan banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu, jadi ada yang tinggi dan
ada pula yang rendah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain genetika
(Karyadi & Muhilal 1996).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan system
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan
untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan
bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapaberat
pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002).
Komponen terbesar kedua dari penggunaan energi total setelah metabolisme
basal yaitu penggunaan energy pada aktivitas fisik (Subcommitte of the RDAs 1989).
Riyadi (2006) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah
dikeluarkan selama aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan
kebutuhan energy seseorang, dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan
aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat. Intensitas aktivitas fisik secara khusus
digolongkan menjadi aktivitas ringan, sedang, dan berat yang didasarkan pada jumlah
usaha atau energi yang digunakan seseorang untuk melakukan aktivitas (Anonim
2006). Hardinsyah dan Martianto (1988) mengelompokkan pengeluaran energi
berdasarkan jenis kegiatan antara lain: tidur, pekerjaan (ringan, sedang, berat), santai,
dan kegiatan lainnya (kegiatan rumah tangga, sosial, dan olah raga atau kesegaran
jasmani).Kegiatan di rumah tangga meliputi: memperbaiki rumah, membersihkan
rumah, dan memelihara pekarangan, menyiapkan makanan dan minuman,
mengasuhanak, dan kegiatan lainnya di rumah tangga. Kegiatan sosial meliputi:
menghadiri rapat, pertemuan, undangan, bertamu atau berkunjung, pergi ke tempat
pelayanan kesehatan, ke tempat ibadah, dan lain-lain. Kegiatan olah raga meliputi:
latihan, kesegaran jasmani, dan lain-lain.
10
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang merupakan akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi
(utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi
dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan
masalah gizi.
Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja
Menurut Matulessy dan Rachmat (1997), gizi kerja adalah salah satu cabang
ilmu gizi yang mempelajari khusus tenaga pekerja sebagai Sumberdaya Manusia
(SDM) dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizinya yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerjanya, serta faktor-faktor ekologi dan lingkungan
kerja yang mempengaruhi gizi dan kesehatan tenaga kerja. Tujuan utama dalam
usaha-usaha gizi kerja adalah meningkatkan produktivitas. Keadaan status gizi dan
kesehatan yang baik akan sangat mempengaruhi kesegaran fisik dan daya pikir yang
baik dalam melakukan pekerjaan. Tanpa makanan yang cukup, energi sebagai sumber
tenaga dalam melakukan pekerjaan akan diambil dari energi cadangan dan protein
dalam sel tubuh. Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang diterima tubuh seseorang
akan sama mempunyai dampak negatif. Perbaikan konsumsi pangan dan peningkatan
status gizi sesuai atau seimbang dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsure
penting bagi peningkatan kualitas hidup manusia, sehat, kreatif dan produktif.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Pola konsumsi pangan yang meliputi jenis pangan dan frekuensi makan
dipengaruhi oleh karakteristik individu (pendapatan, pendidikan, dan besar keluarga).
Selain itu, pola konsumsi pangan seseorang di suatu perusahaan juga dipengaruhi
oleh makanan yang disediakan oleh perusahaan tersebut dan makanan yang
dikonsumsi pekerja di luar perusahaan. Pola konsumsi pangan mempengaruhi
konsumsi pangan seseorang. Konsumsi pangan dapat mempengaruhi status
kesehatan. Konsumsi pangan dan status kesehatan dapat mempengaruhi status gizi
seseorang. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kecukupan gizi yang
dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada
seseorang. Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan
menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada seseorang. Tingkat kecukupan energi
dan zat gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi energy dan zat gizi
seseorang. Dalam hal bekerja, kebutuhan energi dan zat gizi pekerja dapat terpenuhi
dari konsumsi energi dan zat gizi, baik dari dalam maupun luar perusahaan. Selain
konsumsi energi dan zat gizi, aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi tingkat
kecukupan energi seseorang. Keadaan gizi kurang pada pekerja wanita disebabkan
oleh pendapatan dan konsumsi pangan yang masih rendah atau tidak seimbang. Jika
hal tersebut terus berlanjut akan menyebabkan tenaga kerja tidak mampu melakukan
pekerjaan secara optimal dan produktivitas kerja menurun. Selain itu, produktivitas
kerja seseorang juga ditentukan oleh masa kerja.
Industri konveksi merupakan salah satu industri yang banyak menyerap
tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita. Oleh karena itu, untuk menghasilkan
produktivitas kerja yang optimal diperlukan konsumsi pangan dan status gizi yang
baik dari pekerja. Hubungan aktivita fisik, konsumsi pangan dan status gizi pekerja
wanita terhadap produktivitas kerja dapat dilihat pada Gambar 2.
12
Masa Kerja
Robbins (2001) menyatakan bahwa orang-orang yang telah lama bekerja pada
suatu perusahaan akan lebih produktif dibandingkan dengan orang-orang yang lama
kerjanya lebih rendah. Hal ini berkaitan dengan keterampilan yang lebih tinggi dalam
bekerja dan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh para pekerja yang telah lama
bekerja. Hampir separuh contoh (45,7%) telah bekerja sebagai buruh konveksi selama
7 sampai 10 tahun, sedangkan 5,7% contoh telah bekerja selama lebih dari 10
tahun .Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh memiliki pengalaman kerja
yang cukup lama.
Aktivitas FisikAktivitas yang dilakukan contoh di perusahaan Industri Konveksi adalah
menjahit. Contoh bekerja dari hari Senin hingga Jum’at, mulai pukul 09.00 sampai
17.00 WIB. Waktu yang digunakan untuk menjahit selama 7 jam dan 1 jam untuk
13
istirahat. Waktu istirahat digunakan untuk makan siang dan beribadah. Rata-rata
faktor aktivitas contoh yang dilakukan di perusahaan sebesar 1,50. Selain bekerja di
perusahaan, contoh juga melakukan aktivitas sehari-hari di rumah. Kegiatan yang
biasa dilakukan contoh di luar jam kerja antara lain istirahat (tidur), memasak,
mencuci, menyetrika, mengasuh anak membersihkan rumah, dan sebagainya.
Terdapat dua contoh yang melakukan kegiatan menjahit di rumah sebagai tambahan
penghasilan keluarga. Aktivitas contoh, baik di dalam maupun luar perusahaan
dihitung pengeluaran energy dengan dikonversikan ke dalam faktor aktivitas.
Kebutuhan Energi dan Zat GiziKebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi
meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan
faktor lainnya sudah diperhitungkan (Suhardjo & Kusharto 1992). Kebutuhan energi
contoh diperoleh dengan mengalikan Angka Metabolisme Basal (AMB) dan faktor
aktivitas contoh. Almatsier (2004) mengemukakan bahwa AMB dipengaruhi oleh
umur, gender, berat badan, dan tinggi badan.
Konsumsi Energi dan Zat GiziPada hari kerja, umumnya kebutuhan energi dan zat gizi pekerja lebih banyak
terpenuhi saat di tempat kerja, terutama pada siang hari. Oleh karena itu, pemberian
fasilitas berupa kantin atau penyediaan makan bagi pekerja sangat diperlukan untuk
memenuhi sebagian kebutuhan energi dan zat gizi tenaga kerja. Pemenuhan
kebutuhan energi dan zat gizi contoh pada hari kerja berasal dari perusahaan dan luar
perusahaan.
Konsumsi Energi dan Zat GiziKonsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi
badan, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartasapoetra & Marsetyo
2005). Menurut Almatsier (2002), energi dibutuhkan oleh tubuh untuk
mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik.
Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan.
Konsumsi energi contoh berada pada kisaran 1138 sampai 2152 kkal/hari.
14
Konsumsi, dan Tingkat Kecukupan Zat Besi, Vitamin A, Vitamin B1, dan
Vitamin C
Vitamin dan mineral termasuk dalam zat gizi mikro (micronutrient). Tubuh
hanya membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah sangat kecil. Tingkat
kecukupan vitamin dan mineral dikelompokkan menjadi dua kategori menurut
Gibson (2005), yaitu kurang (tingkat kecukupan <77%), dan cukup (tingkat
kecukupan ≥77%). Konsumsi zat besi contoh berada pada kisaran 7,5 sampai 36,6
mg/hari. Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh termasuk dalam kategori kurang
yaitu 54,4%. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C
contoh termasuk dalam kategori cukup
Produktivitas KerjaSagir (1990) menyatakan bahwa seorang tenaga kerja dinilai produktif bila
tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan keluaran yang lebih banyak dibanding
tenaga kerja lainnya dalam suatu waktu yang sama, atau apabila tenaga kerja tersebut
menghasilkan keluaran yang sama dengan menggunakan sumberdaya yang sedikit.
Produktivitas kerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah produksi pakaian
yang dihasilkan oleh setiap pekerja setiap minggu. Produktivitas kerja dibedakan
menjadi dua kategori:
(1) kurang dari 13 pakaian/minggu, dan
(2) lebih dari 13 pakaian/minggu. Lebih dari separuh contoh (62,9%) memproduksi
pakaian lebih dari 13 pakaian/minggu, sedangkan sisanya (37,1%) memproduksi
pakaian kurang dari 13 pakaian/minggu
Hubungan Aktivitas Fisik, Tingkat Kecukupan Energi dan Produktivitas
Kerja
Aktivitas fisik berkaitan erat dengan pengeluaran energi. Aktivitas fisik
adalah pergerakan badan yang menggunakan energi (Anonim 2007). Menurut
Almatsier (2004), kebutuhan energi dan zat gizi seseorang dalam keadaan sehat
tergantung dari umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus (ibu hamil dan
menyusui).
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semakin baik tingkat kecukupan energi, maka semakin banyak aktivitas fisik
yang dapat dilakukan. Hal tersebut dibuktikan dengan hubungan signifikan
positif antara rata-rata faktor aktivitas dengan tingkat kecukupan energi. Rata-
rata aktivitas fisik contoh tergolong ringan dengan aktivitas fisik di
perusahaan termasuk aktivitas ringan, sedangkan aktivitas fisik di luar
perusahaan tergolong sedang.
Makan siang yang disediakan perusahaan sudah dapat memenuhi hamper
separuh dari kebutuhan energi dan protein sehari. Selain itu, makanan yang
disajikan sudah lengkap memenuhi semua unsur zat gizi karena terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah. Secara psikologis, karyawan
lebih nyaman untuk mengambil makanan sendiri sesuai dengan keinginan dan
selera karena makan siang yang disediakan perusahaan disajikan secara
prasmanan.
Meskipun tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan produktivitas
kerja, tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, zat besi, vitamin A,
bitamin B1, dan vitamin C) contoh sehari sudah cukup.
B. Saran
Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian produktivitas kerja
dengan jenis pekerjaan yang berbeda sehingga dapat membandingkan antara
produktivitas kerja pekerja setiap jenis pekerjaan. Selain itu, sebaiknya diteliti
juga mengenai produktivitas kerja pekerja pria dan pengaruh aktivitas fisik di luar
perusahaan dengan produktivitas kerja.
DAFTAR PUSTAKA
16
www.ilmukesker.com/gizi-kerja-untuk-menunjang-produktivitas-213....Yang Diakses pada tanggal 18 mei 2012
www.artikelk3.com/.../masalah+gizi+kerja+pada+home+industri+dala... Yang Diakses pada tanggal 18 mei 2012
ergonomi-fit.blogspot.com/2012/01/gizi-kerja.html.Yang Diakses pada tanggal 18 mei 2012
himakesja.wordpress.com/2009/02/16/gizi-kerja/
17