gizi dan penyakit

download gizi dan penyakit

of 23

Transcript of gizi dan penyakit

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    1/23

    ANALISIS JURNAL

    Correlations Between Nutritional Status Changes with Number of CD4 Cell

    Changes in HIV/AIDS Patients

    Diajukan untuk Memenuhi

    Tugas Mata Kuliah Gizi dan Penyakit

    Oleh:

    AISYAH HUMAIRAH I1A113253

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

    BANJARBARU

    2014

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    2/23

    ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    ANALISIS JURNAL

    GIZI DAN PENYAKIT

    “Correlations Between Nutritional Status Changes with Number of CD4 Cell

    Changes in HIV/AIDS Patients” 

    Disusun Oleh:

    AISYAH HUMAIRAH I1A113253

    Telah disahkan dan diterima dengan baik oleh :

    Banjarbaru, Desember 2014

    Koordinator Gizi dan Penyakit

    PSKM FK-UNLAM

    Atikah Rahayu, SKM, MPH

     NIP.19780420 200312 2 002

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    3/23

    ii

    DAFTAR ISI

    Halaman 

    JUDUL ........................................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

    DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

    BAB I JURNAL ASLI .............................................................................. 1

    BAB II TERJEMAHAN JURNAL ............................................................ 9

    BAB III ANALISIS MENDALAM ............................................................ 14

    BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 17

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

    LAMPIRAN

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    4/23

    BAB I

    JURNAL ASLI

    TERLAMPIR

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    5/23

    BAB II

    TERJEMAHAN

    HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN STATUS GIZI DENGAN JUMLAH

    PERUBAHAN SEL CD4 PADA PENDERITA HIV/AIDS

    Dian Fitrian1, Siti Rahayu Nadhiroh1, Erwin Astha Triyono2 

    1Jurusan Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga,

    Surabaya

    2Departmetn of Internal Medicine, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga

    Dr. Soetomo, Surabaya

    ABSTRAK

    HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan global yang saat ini

     belum ditemukan vaksin untuk mencegah virus ini. Jumlah sel CD4 adalah indeks

    untuk menilai kekebalan pasien terinfeksi HIV. Salah satu faktor yang

    mempengaruhi kekurangan gizi adalah gangguan fungsi kekebalan tubuh sehingga

    status gizi pasien akan menurun dan mempercepat perkembangan HIV menjadi

    AIDS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara

     perubahan status gizi pasien dengan perubahan sel CD4 dihitung dari HIV/AIDS.

    Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan desain kohort analitis

    desain retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien

    dengan HIV/AIDS. Sampel adalah penderita HIV/AIDS yang berusia

    mendapatkan terapi lebih dari 18 tahun sejak tahun 2010 dan secara teratur

    memeriksa CD4 mereka menghitung setiap enam bulan selama 18 bulan dengan 4

    kali pengamatan. Ukuran sampel adalah 38 pasien HIV/AIDS dengan

    menggunakan total sampling. Pengumpulan data meliputi karakteristik pasien,

    tinggi badan, berat badan, jumlah CD4. Jumlah sel CD4 adalah hasil dari Inspeksi

    laboratorium, status gizi diukur dengan metode BMI. Hasil dalam penelitian ini

    tidak ada hubungan antara perubahan status gizi dengan perubahan jumlah CD4

    setelah 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan setelah pengobatan. Kesimpulan dari

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    6/23

     penelitian ini adalah ada hubungan antara perubahan status gizi dengan perubahan

     jumlah CD4 setelah bulan ke-6, 12 dan 18 bulan terapi. Perlu untuk memberikan

    informasi dan konseling kepada pasien untuk memeriksa CD4 secara rutin mereka

    untuk dievaluasi oleh tim medis dan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan

    data primer. (FMI 2013;49:155-162)

    Kata kunci: sel CD4, HIV/AIDS, berat badan, BMI 

    PENDAHULUAN

    Sebuah penyakit menular  Human Immunodeficiency Virus  (HIV) dan

     Acquired Immunodeficiency Syndrome  (AIDS) merupakan masalah kesehatan di

    seluruh dunia yang belum ditemukan vaksin untuk mencegah virus ini.

    Penyebaran HIV/AIDS sangat cepat, sehingga kematian akibat HIV/AIDS masih

     belum terkendali (Nasronudin dkk, 2008). Menurut UNAIDS (2011) pada tahun

    2009, kejadian HIV di dunia sebesar 33,4 juta dan meningkat 34 juta pada akhir

    tahun 2010. Di Indonesia, insiden HIV/AIDS meningkat dari tahun ke tahun.

    Berdasarkan laporan dari Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan

    Departemen Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia pada Juni 2011, mulai

    dari 2008 sampai Juni 2011 kasus HIV meningkat sekitar 60% kasus. Jika

    digunakan sebagai jumlah kumulatif kasus HIV / AIDS dengan 26.483 kasus.

    HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam keluarga lentivirus yang dapat

    menyerang sistem kekebalan tubuh dan berakibat pada penurunan daya tahan

    tubuh, sehingga menyebabkan infeksi dan penyakit. Sel CD4 adalah penting

    dalam penciptaan melalui kerja sama dari respon imun terhadap agen-agen asing

    dan target utama dari virus HIV (Onyago dkk, 2011).

    Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan jumlah CD4

    adalah nutrisi. Peran nutrisi ini sangat penting bagi pasien HIV dalam

    mendukung penyembuhan penyakit, sehingga akan berdampak pada peningkatan

    kualitas hidup pasien dengan HIV. Ketika seseorang terinfeksi HIV, maka orang

    tersebut akan mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh ke tingkat yang lebih

     parah penurunan status gizi. Penurunan status gizi adalah karena asupan makanan

    yang tidak memadai dihasilkan dari berbagai hal, seperti penyakit menular,

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    7/23

    menyebabkan peningkatan kebutuhan gizi (Departemen Kesehatan, Republik

    Indonesia 2010). Penelitian yang dilakukan Vonter dkk, (2009), mengatakan

     bahwa ada hubungan antara jumlah CD4 dan berat, antara jumlah CD4 dan

    status gizi. Penelitian ini dilakukan di Klinik Infeksi Perawatan Penyakit Satuan

    Intermediet (IDCUI) adalah salah satu klinik Dr. Soetomo yang memberikan

     pelayanan kepada pasien dengan HIV. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

    umum untuk menganalisis hubungan antara perubahan status gizi dengan

     perubahan sel CD4 jumlah HIV/AIDS.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini merupakan observasional dan analitik retrospektif desain

    kohort. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan rawat jalan HIV/AIDS

    dan terapi antiretroviral dari Januari hingga Desember 2010 sebanyak 360 pasien.

    Sampel dalam penelitian ini adalah pasien berusia lebih dari 18 tahun, yang telah

    ditegakkan positif HIV oleh dokter. Penelitian ini merupakan observasional dan

    analitik desain kohort retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien

    dengan rawat jalan HIV/AIDS dan ART dari Januari sampai Desember 2010

    sebanyak 360 pasien. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien berusia di atas

    18 tahun, yang telah ditegakkan oleh Dokter HIV positif, terapi antiretroviral,

    CD4 pemeriksaan dan pengukuran berat dan tinggi badan secara teratur dan

     berkala selama 18 bulan dari 2010-2011. Metode pengambilan sampel

    menggunakan metode total sampling dan memperoleh ukuran sampel dari 38

     pasien.

    Penelitian dilakukan di UPIPI Klinik Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya.

    Pengumpulan data dilakukan dari Januari 2010 sampai Desember 2011. CD4

    diukur dengan melihat perubahan hasil laboratorium setiap 6 bulan dan status gizi

    diukur dengan melihat perubahan indeks massa tubuh (BMI). Data yang diperoleh

    melalui pengumpulan data sekunder dari rekan medis pasien selanjutnya diolah

    dengan menggunakan SPSS, dan maka untuk menentukan bagaimana hubungan

    antara perubahan dalam status gizi pasien dengan perubahan jumlah CD4

    HIV/AIDS menggunakan uji korelasi spearman.

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    8/23

    HASIL

    Karakteristik pasien dengan HIV/AIDS dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Distribusi HIV/AIDS berdasarkan Karakteristik Pasien di UPIPI Klinik

    Dr.Soetomo pada tahun 2010.

    Kebanyakan pasien mengalami kenaikan berat badan setelah observasi

     pada 12 bulan dan 18 bulan sebanyak 17 pasien (44,7%) dan 19 pasien (50,0%).

    Tabel 2. Distribusi pasien HIV/AIDS oleh perubahan berat badan di UPIPI Klinik

    Dr. Soetomo Tahun 2010-2011.

    Pada awal pengamatan kebanyakan BMI pasien berada di kategori normal

    adalah 18 pasien (47,4%) pada bulan 6, dan 12 bulan-18 juga berada dalam posisi

    normal berkisar sebanyak 52,6%, 68,4% dan 68 hanya saja ada peningkatan 4%

    dalam jumlah pasien dengan HIV/AIDS.

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    9/23

    Tabel 3. Distribusi pasien HIV / AIDS oleh perubahan BMI di UPIPI Klinik Dr.

    Soetomo di tahun 2010-2011.

    Gambar 1. Rata-rata BMI Responden pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah

    terapi antiretroviral di UPIPI Klinik Dr. Soetomo pada 2010 –  2011.

    Tabel 4. Distribusi pasien HIV / AIDS oleh perubahan BMI di UPIPI Klinik

    Dr.Soetomo Rumah Sakit di 2010-2011

    Tabel 5. Distribusi HIV/AIDS dengan jumlah CD4 di UPIPI Klinik Dr. Soetomo

    yang tahun 2010-2011.

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    10/23

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    11/23

    tanggal 18 sebagian besar peningkatan berpengalaman dalam jumlah CD4 dan

     berat perubahan diikuti sebanyak 13 pasien (34,2%) dan jumlah CD4 meningkat

    namun tidak ada perubahan berat badan diikuti oleh 11 pasien (28,9%).

    Gambar 2. Rata-rata jumlah sel CD4 pasien responden HIV/AIDS sebelum dan

    sesudah terapi antiretroviral di UPIPI Klinik Dr. Soetomo pada tahun 2010-2011.

    Tabel 6. Perubahan dalam distribusi pasien CD4 HIV/AIDS oleh perubahan berat

    di UPIPI Klinik Dr. Soetomo pada Tahun 2010-2011.

    Tabel 7 Perubahan dalam distribusi CD4 pasien HIV/AIDS oleh Perubahan Status

    Gizi di UPIPI Klinik Dr. Soetomo pada Tahun 2010-2011.

    Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menggunakan Uji Spearman

    koefisien korelasi yang diperoleh (r) dan nilai signifikansi (p) di 6. Pada 12 dan

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    12/23

    18 bulan sama dengan 0,208 dan 0,209; 0,171 dan 0,305; 0,139 dan 0,405 (p>

    0,05). Menunjukkan tidak ada hubungan antara perubahan berat badan dengan

     perubahan jumlah CD4 setelah bulan ke-6, 12 dan 18 dari terapi ART.

    Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa pasien HIV/AIDS yang mengalami

     peningkatan jumlah CD4 dan perubahan berat badan yang diikuti oleh total 18

     pasien (47,4%) dalam pengamatan pada bulan ke-6. Ada juga mengalami

     peningkatan jumlah CD4, namun tidak disertai dengan perubahan berat badan

    adalah 17 pasien (44,7%). Dalam pengamatan dari bulan ke-12 yang sebagian

     besar telah meningkatkan nomor tetapi tidak mengubah berat badan sebesar 12

     pasien (31,6%). Dalam kenaikan paling berpengalaman 18 di CD4 dan berat

     badan perubahan diikuti sebanyak 13 pasien (34,2%) dan jumlah CD4 memiliki

    meningkat tapi tidak ada perubahan berat badan yang diikuti oleh 11 pasien

    (28,9%).

    Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menggunakan Uji Spearman

    koefisien korelasi yang diperoleh (r) dan nilai signifikansi (p) di 6, 12 dan 18

     bulan sama dengan 0,208 dan 0,209; 0,171 dan 0,305; 0,139 dan 0,405 (p> 0,05),

    yang menunjukkan tidak ada hubungan antara perubahan berat badan dengan

     perubahan jumlah CD4 setelah bulan ke-6, 12 dan 18 bulan dari ART.

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian ini mayoritas pasien dengan HIV/AIDS

     berada pada rentang usia 30-40 tahun dan rata-rata pasien yang terinfeksi

    HIV/AIDS pada usia 34 tahun. Hal ini mirip dengan studi yang dilakukan oleh

    Mankatittham dkk, (2009), yang mengatakan bahwa rata-rata usia 34 tahun

    responden penelitian. Usia 34 tahun adalah usia produktif dengan seksual masa

    aktif. Salah satu penularan HIV / AIDS adalah hubungan seksual dengan orang

    yang hidup dengan HIV/AIDS (Nursalam & Kurniawan 2011). Berdasarkan

    seks, dalam penelitian ini responden pasien dengan HIV / AIDS sebagai besar

    dengan 19 orang (50,0%). berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini

    sebagian besar responden pasien dengan HIV/AIDS yang tinggi sebesar 25

     pasien (65,8%) yang agak lebih tinggi pendidikan tingkat.

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    13/23

    10 

    Infeksi HIV akan mempengaruhi status gizi (makro dan mikronutrien)

    serta sistem kekebalan tubuh orang dengan HIV/AIDS (Batterham 2005). Status

    gizi pasien dengan HIV/AIDS adalah sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan

    asupan gizi. Asupan gizi yang tidak memenuhi persyaratan karena infeksi HIV

    akan menyebabkan kekurangan gizi kronis. Hal ini diperlukan untuk prosedur gizi

     penahanan yang baik bahwa pasien dengan HIV/AIDS dapat menjaga kesehatan

    dan status gizi dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Divson 2005). Status

    gizi telah dikaitkan dengan status kekebalan tubuh dan fungsi, termasuk tingkat

    sitokin, dan risiko infeksi oportunistik, yang semuanya cenderung mengarah pada

     pengembangan penyakit HIV yang lebih cepat (Wafaie dkk, 2001).

    Salah satu metode dalam penilaian status gizi pada orang dewasa adalah

    BMI ( Body Mass Index). BMI adalah alat sederhana untuk memantau status gizi

    orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

    (Supariasa dkk, 2012). Dari hasil studi ini sebagian besar IMT pasien HIV/AIDS

    sebelum ART adalah dalam kategori normal dan ada peningkatan status gizi

    normal pasien dengan HIV/AIDS setelah menerima terapi ARV. Rata-rata BMI

     pasien dengan HIV/AIDS dari awal terapi sampai bulan 6, 12 dan 18 memiliki

    meningkat.

    Menurut Forrester dkk, (2001), peningkatan BMI dikaitkan dengan

     peningkatan jumlah sel CD4 dan dengan tingkat yang lebih rendah dari peristiwa

    yang mencirikan perkembangan penyakit HIV. Banyak ditemukan, pasien yang

    memulai ART dengan BMI rendah, rendah kekebalan dan pada tahap III atau IV

     pengalaman gizi, respon imunologi dan fungsional memburuk (Tafese dkk, 2012).

    Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status kekebalan dari orang yang hidup

    dengan HIV (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2011). jumlah CD4

    menurun menunjukkan bahwa kekebalan menurun, sehingga patogen penyebab

    infeksi dapat masuk ke dalam tubuh bersama-sama (Fletcher & Kakuda 2005).

    Hasil analisis statistik untuk menentukan korelasi antara perubahan status

    gizi dengan perubahan jumlah CD4 menggunakan uji spearman tidak ada

    hubungan antara perubahan status gizi dengan perubahan jumlah CD4 pada 6

     bulan (p = 0,209), 12 (p = 0,305) dan 18 (p = 0,405) setelah menerima terapi

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    14/23

    11 

    ARV. Ketika dilihat di bawah tabulasi silang antara perubahan CD4 dengan

     perubahan status gizi setelah menerima terapi ARV kebanyakan pasien dengan

    HIV/AIDS telah mengalami peningkatan BMI dan jumlah CD4 setiap 6 bulan.

    Dalam penelitian yang dilakukan Kiefer dkk, (2011) tidak menemukan

    hubungan antara BMI dan perubahan jumlah CD4 dari pra ART sampai

    kunjungan 6, 12 dan 24 bulan setelah terapi antiretroviral. Ada kemungkinan

    ketidakakuratan dalam pengukuran status gizi sebelum perawatan. Jika Anda

    melihat Hasil tabulasi silang antara perubahan jumlah sel CD4 dan status gizi

     pasien dengan HIV/AIDS setelah ART berada pada mayoritas peningkatan BMI

    dengan peningkatan CD4 terhitung pada bulan 18 ini menunjukkan bahwa

     peningkatan jumlah CD4 terkait dengan status gizi. Salah satu Indikator selain

    BMI adalah penurunan berat badan yang terkait dengan kematian HIV. Berat

     badan adalah kriteria yang digunakan dalam klasifikasi internasional penyakit

    infeksi HIV (Castetbonl dkk, 2001). Menurut Supariasa dkk, (2012), pengukuran

     berat atropometri adalah yang paling penting dan paling sering digunakan untuk

    melihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan

    kesehatan. HIV/AIDS mempengaruhi gizi melalui energi pengeluaran dan

     penurunan asupan makanan, penurunan penyerapan makanan dan perubahan

    metabolik yang kompleks yang akan menyebabkan penurunan berat badan dan

    wasting syndrome terjadi pada Tahap AIDS (Piwoz & Bentley 2005).

    Dari hasil penelitian ini sebagian besar perubahan berat badan pada bulan

    6 setelah menerima terapi antiretroviral tidak mengalami perubahan berat badan,

    tetapi pada 12 dan 18 pasien dengan HIV/AIDS mengalami peningkatan berat

     badan bahkan meskipun jumlah pasien yang tidak mengalami perubahan berat

     badan yang tidak jauh berbeda dari angka pasien yang mengalami peningkatan

     berat badan.

    Menurut Macallan dkk, (1995), perubahan berat tubuh dapat berhubungan

    dengan penurunan intake gizi dan peningkatan protein penurunan seluruh tubuh.

    Penurunan berat badan bukan merupakan indikator yang sengaja digunakan untuk

    melihat perkembangan penyakit dan kematian pada pasien dengan HIV/AIDS

    (Suttmann dkk, 1995) dan jumlah CD4 yang rendah. Dalam penelitian ini

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    15/23

    12 

    sebagian besar jumlah sel CD4 sebelum ART adalah di bawah 200 mL. Setelah 6

     bulan pasien HIV menerima terapi antiretroviral sel CD4 pasien telah meningkat

    untuk 18 bulan jumlah CD4 meningkat menjadi lebih dari 350 mL. Jumlah CD4

    rata-rata dari pasien sebelum pengobatan adalah 95,76 dan pada bulan 6 hampir

    meningkat 3 kali lebih besar dibandingkan ART sebelumnya. Dapat disimpulkan

    yang meningkatkan paling dituntun untuk peningkatan CD4 jumlah sel berada di

    6 bulan setelah terapi antiretroviral. Peningkatan jumlah CD4 menunjukkan baik

    tanggapan kekebalan terhadap ART. Jumlah CD4 yang lebih tinggi lebih baik.

     Namun, jumlah CD4 yang normal berarti sistem kekebalan tubuh belum

    sepenuhnya pulih (Spiritia 2012). Perubahan trend dalam sel CD4 setelah ART,

    meningkat jumlah CD4 mengalami penurunan jumlah pasien dari bulan ke-6.

    Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011), Penyediaan

    antiretroviral terapi akan meningkatkan jumlah CD4. Hal ini akan terus selama

     bertahun-tahun dengan terapi yang efektif. Keadaan kadang-kadang tidak terjadi,

    terutama di pasien dengan jumlah CD4 yang sangat rendah pada awal ART.

    Jumlah sel CD4 data pada awal ART dan perkembangan CD4 dievaluasi setiap 6

     bulan diperlukan untuk menentukan adanya gagal terapi imunologi.

    Hasil analisis statistik untuk menentukan hubungan antara perubahan

     jumlah CD4 dengan perubahan berat badan menggunakan uji Spearman tidak ada

    hubungan antara perubahan jumlah sel CD4 dengan perubahan berat badan pada

    6 bulan (p = 0,209), 12 (p = 0,305) dan 18 (p = 0,405) setelah menerima terapi

    ARV. Ketika dilihat di bawah tabulasi silang antara perubahan jumlah CD4

    dengan perubahan berat badan setelah terapi antiretroviral, kebanyakan pasien

    dengan HIV/AIDS telah berat badan meningkat dan jumlah CD4 setiap 6 bulan.

    Menurut ke Yasin dkk, (2011) dengan peningkatan jumlah CD4 tidak selalu

    diikuti dengan peningkatan berat badan. Pasien HIV/AIDS yang merespons

     peningkatan jumlah sel CD4 sebagai hasil dari perbaikan dalam sistem kekebalan

    tubuh tubuh dan tidak selalu merespon kenaikan berat yang dapat digunakan

    sebagai penanda kondisi klinis. Respons klinis terhadap antiretroviral. Terapi

    tidak dapat dikaitkan dengan imunologi. Menanggapi penilaian respon terhadap

    terapi antiretroviral secara keseluruhan tidak dapat dilakukan bersama-sama

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    16/23

    13 

    menggunakan CD4 menghitung dan berat badan. Serta penelitian yang dilakukan

    oleh Olawuni (2006), juga melaporkan hasil yang sama yaitu tidak ada hubungan

    antara peningkatan jumlah CD4 dengan peningkatan jumlah penurunan berat

     badan pada pasien dengan HIV/AIDS. Namun, ada korelasi positif antara

     peningkatan jumlah CD4 dan peningkatan berat badan dengan terapi antiretroviral

    yang panjang dan Wanke dkk, (1998) perubahan berat badan dan BMI tidak

     berkorelasi dengan perubahan jumlah CD4 dan plasma HIV-RNA pada pasien

    yang memakai ART.

    KESIMPULAN

    Tidak ada hubungan antara adanya perubahan berat badan dengan

     perubahan jumlah CD4 dan tidak ada hubungan antara perubahan status gizi

    dengan perubahan jumlah CD4 pada 6 bulan pengamatan, 12 dan 18 bulan pada

     pasien dengan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 2010

    sampai dengan tahun 2011.

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    17/23

    14 

    BAB III

    ANALISIS MENDALAM

     Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan  Acquired Immunodeficiency

    Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang belum

    ditemukan vaksin untuk mencegah virus ini. HIV adalah virus yang memperlemah

    sistem kekebalan tubuh, dan pada akhirnya menyebabkan AIDS (WHO dan ILO,

    2005). AIDS adalah sindroma penyakit defisiensi imunitas seluler yang didapat,

    disebabkan oleh HIV yang merusak sel yang berfungsi untuk sistem kekebalan

    tubuh yaitu CD4 ( Lymphocyte T-helper ) (Astari L dkk, 2009). HIV merupakan

    suatu virus yang tidak pandang bulu dan dapat menyerang siapa saja tanpa

    memandang jenis kelamin, status, ras, maupun tingkat soaial. Individu yang

    terinfeksi HIV/AIDS dikenal dengan sebutan ODHA. ODHA merupakan

    singkatan dari orang dengan HIV/AIDS, dalam hal ini orang yang di dalam

    tubuhnya terdapat HIV (orang terinfeksi) (Wahyu S dkk, 2012). 

    Infeksi dimulai saat partikel HIV menemukan sel Th (T-helper ) dengan

    molekul permukaan yang disebut CD4. Sel-sel darah putih yang diserang oleh

    HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang

     berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam

    sel limfosit yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga

    mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur

    menurun. Sebaliknya, akibat daya tahan tubuh yang melemah, mengakibatkan

    risiko timbulnya penyakit infeksi ataupun penyakit lain akan meningkat. Infeksi

    yang timbul akibat daya tahan tubuh yang menurun itu disebut infeksi

    oportunistik (Ainur A, 2011).

    Menghitung jumlah CD4 adalah cara untuk menilai imunitas ODHA

    (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Seseorang dengan jumlah CD4 < 200 sel/mm3

    disebut sebagai AIDS dan mempunyai resiko tinggi untuk penyakit oportunistik

    (Aptriani R, 2014). Sesuai fase-fase perkembangan klinis yang terjadi ketika

    seseorang terinfeksi HIV, maka orang yang positif terinfeksi HIV belum tentu

    merupakan penderita AIDS. Oleh karena itu, setiap pasien yang positif HIV perlu

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    18/23

    15 

    diketahui tingkat imunitasnya yang dinilai dengan melihat jumlah CD4. Status

    imunitas ODHA ini diperlukn sebagai acuan bagi klinisi untuk menilai prognosis

    dan menentukan tindakan yang akan diberikan kepada ODHA (Aptriani R dkk,

    2014).

    Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan jumlah CD4

    adalah gizi. AIDS akan menimbulkan keadaan imunodefisiensi (penurunan

    kekebalan tubuh). Sementara itu, status gizi dan imunitas atau kekebalan

     berhubungan dengan erat. Keadaan malnutrisis akan mengganggu fungsi

    kekebalan sehingga tubuh tidak dapat melawan infeksi. Sebaliknya infeksi akan

    meningkatkan risiko malnutrisi (Hartono A, 2006). Penurunan sistem kekebalan

    tubuh dapat menyebabkan ODHA mengalami gejala-gejala menyerupai flu,

    seperti lemas, mudah lelah, batuk yang berkepanjangan, demam, sakit kepala,

    nyeri otot, nafsu makan buruk, mual, pembengkakan kelenjar, berat badan yang

    turun drastis, dan bercak di kulit (Diatmi K dan Fridari D, 2014).

    ODHA dengan berbagai penyakit penyulit dan penyerta serta penyakit

    oportunistik yang menyertai membutuhkan penatalaksanaan gizi yang adekuat.

    Gizi yang adekuat pada ODHA dapat mencegah kurang gizi, meningkatkan daya

    tahan terhadap infeksi oportunistik, menghambat berkembangnya HIV,

    memperbaiki efektivitas pengobatan dan memperbaiki kualitas hidup (Sulastini

    dkk, 2010). Asupan zat gizi yang tidak memenuhi kebutuhan akibat infeksi HIV

    akan menyebabkan kekurangan gizi yang bersifat kronis. Untuk mengatasi hal

    tersebut penatalaksanaan gizi yang baik untuk ODHA sangat berguna untuk

    mempertahankan kesehatan dan status gizi serta meningkatkan kekebalan tubuh

    sehingga kualitas hidup akan akan lebih baik (Razak R, 2009).

    Diet bagi ODHA harus menekankan makanan bergandum utuh, buah-

     buahan, dan sayuran segar. Hindari makanan yang terbuat dari bahan makanan

    hewani yang mentah/dimasak setengah matang (misalnya daging cincan/minced

    meatI ) karena beresiko terinfeksi salmonella/toksoplasmosis. Perhatikan

    intoleransi laktosa dan alergi makanan lainnya. Pastikan higiene makanan yang

     baik. Asupan karbohidrat murni gula dan lemak jenuh harus benar-benar

    dikurangi. Batasi pemajanan terhadap polutan lingkungan. Jangan merokok dan

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    19/23

    16 

    minum alkohol. Olahraga secara teratur (pemeliharaan/peningkatan masa sel otot

    dan kurangi stres (misalanya dengan meditasi) dapat meningkatkan fungsi imun

    secara signifikan. (Grober U, 2012).

    Bagi orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS (Odha), terapi

    antiretroviral (ARV) meningkatkan kekebalan, memperlambat perkembangan

     penyakit, dan meningkatkan harapan hidup (Whaling MA dkk, 2012). ARV

     bekerja dengan menghambat proses replikasi HIV dalam sel yang mempunyai

    reseptor CD4, dengan demikian mengurangi jumlah virus yang tersedia untuk

    menginfeksi sel CD4 baru. Akibatnya sistem kekebalan tubuh dilindungi dari

    kerusakan dan mulai pulih kembali, yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah

    sel CD4 (Sulastini dkk, 2010.) Umumnya ARV efektif digunakan dalam bentuk

    kombinasi, bukan untuk menyembuhkan, tetapi untuk memper-panjang hidup

    ODHA, membuat mereka lebih sehat, dan lebih produktif dengan mengurangi

    viraemia dan meningkatkan jumlah sel-sel CD4 (Yuniar Y dkk, 2013).  Tidak

    semua ODHA membutuhkan ARV. Bila ODHA membutuhkan ARV, sebaiknya

    mulai diberikan ARV sebelum masuk ke fase AIDS. (Sulastini dkk, 2010).

    Salah satu metode dalam penilaian status gizi pada orang dewasa adalah

    BMI ( Body Mass Index). BMI adalah alat sederhana untuk memantau status gizi

    orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

     badan. Dari hasil studi ini sebagian besar IMT pasien HIV/AIDS sebelum ART

    adalah dalam kategori normal dan ada peningkatan status gizi normal pasien

    dengan HIV/AIDS setelah menerima terapi ARV. Peningkatan BMI dikaitkan

    dengan peningkatan jumlah sel CD4 dan dengan tingkat yang lebih rendah dari

     peristiwa yang mencirikan perkembangan penyakit HIV. Menurut penelitian yang

    dilakukan oleh Olawumi dkk, (2008) melaporkan bahwa tidak ada hubungan

    antara peningkatan jumlah CD4 dengan peningkatan berat badan pada pasien

    HIV/AIDS. Akan tetapi terdapat hubungan yang positif antara peningkatan jumlah

    CD4 dan peningkatan berat badan dengan lamanya terapi ARV (Yasin NM dkk,

    2011.)

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    20/23

    17 

    BAB IV

    PENUTUP

    A.  Kesimpulan

    Berdasarkan analisis mendalam di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1.  Menghitung jumlah CD4 adalah cara untuk menilai imunitas ODHA.

    Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan jumlah CD4

    adalah gizi.

    2.  Gizi yang adekuat pada ODHA dapat mencegah kurang gizi,

    meningkatkan daya tahan terhadap infeksi oportunistik, menghambat

     berkembangnya HIV, memperbaiki efektivitas pengobatan dan

    memperbaiki kualitas hidup.

    3. 

    Terapi antiretroviral (ARV) meningkatkan kekebalan, memperlambat

     perkembangan penyakit, dan meningkatkan harapan hidup ODHA.

    4.  Tidak ada hubungan antara peningkatan jumlah CD4 dengan peningkatan

     berat badan pada pasien HIV/AIDS. Akan tetapi terdapat hubungan yang

     positif antara peningkatan jumlah CD4 dan peningkatan berat badan

    dengan lamanya terapi ARV.

    B.  Saran

    1.  Bagi ODHA diharapkan dapat berolahraga secara teratur, jangan

    merokok dan minum alkohol, makanlah makanan yang bergizi tinggi

    seperti, buah-buahan, sayuran segar, pastikan higiene makanan yang

     baik, hindari makanan yang terbuat dari bahan makanan hewani yang

    mentah/dimasak setengah matang, kurangi asupan karbohidrat murni

    gula dan lemak jenuh.

    2.  Bagi masyarakat diharapkan untuk mencari pengetahuan tentang

    HIV/AIDS terutama cara penularannya agar dapat terhindar dari infeksi

    HIV/AIDS.

    3.  Bagi pelayan kesehatan, diharapkan lebih intensif dalam memberikan

     penyuluhan kepada masyarakat dan motivasi serta pelayanan kesehatan

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    21/23

    15 

    secara optimal kepada ODHA untuk membantu ODHA dalam mencapai

    kualitas hidup yang lebih baik.

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    22/23

    19 

    DAFTAR PUSTAKA

    Ainur A. 2011. Permasalahan gender dalam kasus  Human Immunodeficiency

    Virus Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS) di Indonesia.

    Egalita Jurnal Kesetaraan dan Keadilan Gender 2(6): 177-191.

    Aptriani R, dkk. 2014. Gambaran jumlah CD4 pada pasien HIV/AIDS di klinik

    VCT RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode Januari-Desember 2013.

    Jom FK 2(1): 1-12.

    Astari L, dkk. 2009. Viral load pada infeksi HIV. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit

    dan Kelamin 1(21): 31-39.

    Diatmi K, Fridari D. 2014. Hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas

    hidup pada orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Yayasan Spirit

    Paramacitta. Jurnal Psikologi Udayana 2(1): 353-362.

    Grober U. 2012. Mikronutrien penyelarasan metabolik, pencegahan dan terapi.

    Jakarta: EGC.

    Hartono A. 2006. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: EGC.

    Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV

    dan terapi antiretroviral pada orang dewasa. Ditjen PP dan PL. Jakarta:

    Kemenkes RI.

    Razak R. 2009. Pengaruh konseling gizi pada penderita HIV/AIDS untuk

     perubahan perilaku makan dan status gizi di RSUP Dr. Wahidin

    Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Pangan 1(7): 41-48.

    Sulastini, dkk. 2010. Pedoman pelayanan gizi bagi ODHA. Jakarta: Kementerian

    Kesehatan RI. 

    Wahyu S, dkk. 2012. Konsep diri dan masalah yang dialami orang terinfeksiHIV/AIDS. Konselor 1(1): 1-12.

    Whaling MA, dkk. 2012. Perceptions about probiotic yogurt for health and

    nutrition in the context of HIV/AIDS in Mwanza, Tanzania. J Health Popul

     Nutr 30(1):31-40.

    Yasin NM, dkk. 2011. Analisis respon terapi antiretroviral pada pasien

    HIV/AIDS. Majalah Farmasi Indonesia 22(3): 212-222.

    WHO dan ILO. 2005. Pedoman bersama ILO/WHO tentang pelayanan kesehatan

    dan HIV/AIDS. Jakarta: Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja Direktorat

  • 8/18/2019 gizi dan penyakit

    23/23

    20 

    Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga

    Kerja Dan Transmigrasi RI.

    Yuniar Y, dkk. 2013. Faktor  – faktor pendukung kepatuhan orang dengan HIV

    AIDS (ODHA) dalam minum obat antiretroviral di Kota Bandung dan

    Cimahi. Buletin Penelitian Kesehatan 2(41): 72-83.