GGK.doc

26
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK 1. Konsep Teori a. Pengertian Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. 1

description

pd

Transcript of GGK.doc

Page 1: GGK.doc

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK

1. Konsep Teori

a. Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang

umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung

dalam beberapa tahun.

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan

peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap

akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan

fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan

laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat.

Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila

konsentrasi ureum plasma meningkat.

b. Etiologi

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang

progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal

kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas, yaitu:

1. Infeksi: Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis.

3. Penyakit vascular hipertensi: Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung: Lupus eritematosus sistemik,

Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

1

Page 2: GGK.doc

5. Gangguan kongerital dan hereditas: Penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal.

6. Penyakit metabolic: Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme,

amiloidosis.

7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale

8. Nefropati obstruktif: Saluran kemih bagian atas kalkuli, neoplasma,

fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi

prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada leher kandung kemih dan

uretra.

c. Gambaran Klinis

Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik

mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:

1. Gangguan pada Gastrointestinal

Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan

terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme

protein yang terganggu oleh bakteri usus. Sering pula faktor

uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul

stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya.

Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90% kasus Gagal Ginjal Kronik,

bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.

2. Kulit

Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik

hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.

3. Hematologi

Anemia merupakan gejala yang hampir selalu ada pada Gagal Ginjal

Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai

anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal

Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai

polistemi. Hemolisis merupakan penyebab sering timbulnya anemia,

selain anemia pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan

2

Page 3: GGK.doc

akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai

trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu

sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal

Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.

4. Sistem Saraf dan Otot

Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak,

kadang terasa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa

kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang

sampai penurunan kesadaran atau koma.

5. Sistem Kardiovaskuler

Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme

terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena

penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron

(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat

kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai

efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat

gangguan elektrolit.

6. Sistem Endokrin

Gangguan seksual seperti penurunan libido, pada wanita dapat pula

terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering

tergangu pada Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin

D.

7. Gangguan lain

Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi,

gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti

asidosis metabolik, hiperkalemia, hipokalsemia.

d. Klasifikasi

Secara umum gagal ginjal kronik dapat menjadi 3 stadium, yaitu:

1. Stadium 1 (Penurunan Cadangan Ginjal)

3

Page 4: GGK.doc

Selama stadium ini, kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan

penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui

dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.

2. Stadium II (Insufiensi Ginjal)

Pada stadium ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak.

GFr meningkat dari nilai normal. Kadar BUN dan kreatinin serum

mulai meningkat juga. Gejala-gejala nokturia sering berkemih

dimalam hari bisa sampai 700 ml dan poliuria (akibat kegagalan dari

pemekatan mulai timbul)

3. Stadium III (Gagal Ginjal Stadium Akhir atau Uremia)

Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak atau hanya

sekitar 200.000 nefron saja yang utuh. Nilai GFR hanya 10% dari

normal. Kenaikan yang signifikan dari nilai BUN dan kreatinin serum.

Oliguri dan sindrom uremik yang menggambarkan dari tanda gejala

pada stadium ini.

e. Patofisiologis

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolism

protein normalnya diekresikan kedalam urine tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia yang mepengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah

glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang

dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrate rate (GFR)

mngakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin

serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolism protein dalam usus yang

mengakibatkan anoreksia, nausea, maupun vomitus yang menimbulkan

perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin

sampai keotak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada

syaraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN)

biasanya juga meningkat.

4

Page 5: GGK.doc

Pada penyakit ginjal tahap akhir urine tidak dapat dikonsentrasikan atau

diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan

elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung

kongestif. Penderita dapat terjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan

suplai oksigen dengan kebutuhan. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan

volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya.

Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosi metabolic akibat ginjal

mengekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan

eritropoetin yang mengekibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita

dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan

tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.

Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan

fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium

serum menyebabkan sekresi parat hormone dari kelenjar paratiroid. Laju

penurunan fungsi ginjal perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan

gangguan yang medasari, ekresi protein dalam urine dan adanya hipertensi.

5

Page 6: GGK.doc

6

Page 7: GGK.doc

Pathway Renin-Angiotensin-Aldosterone System

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut. Renin

bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin

yang disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan

peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat

vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan

fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah

selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan

angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut.

Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua

asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk

angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi

selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada

paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang

terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin

Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang

sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi

sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit

7

Page 8: GGK.doc

karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim

darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase.

Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai

dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh

yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi

terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi

pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan

meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan

meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa

jantung untuk melawan kenaikan tekanan.

Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah

dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika

tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-

kadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin

mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut

angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin

II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan

volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II

menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran

darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang

tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal

tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam

urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah.

Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu

organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.

Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula

tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta

meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat

kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian

meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek

jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler,

8

Page 9: GGK.doc

bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya

mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.

f. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua

factor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.

Adapun penatalaksanaannya yaitu penatalaksanaan konservatif yang

meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan

elektrolit dan asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis,

pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan

penatalaksanaan pengganti diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal

dialysis) transplantasi ginjal.

Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan

dan elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut:

1. Dialisis.

Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis

memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein,

dan natrium dapat dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan

kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.

2. Koreksi Hiperkalemia.

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat

adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan

darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.

Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan

mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian

infuse glukosa.

3. Koreksi Anemia.

9

Page 10: GGK.doc

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan

Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,

missal pada adanya insufisiensi koroner.

4. Koreksi Asidosis.

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral.

Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

5. Pengendalian Hipertensi.

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator

dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi

harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi

natrium.

6. Tranplantasi Ginjal.

Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka

seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

g. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan

kolaboratif dalam perawatan, mencakup:

1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diet berlebih.

2. Perikarditis: efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin, angiotensin, aldosteron.

4. Anemia: akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastro intestinal.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

h. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes Laboratorium

10

Page 11: GGK.doc

Laboratorium Darah

BUN, Kreatinin, Elektrolit, (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,

trombosit, Ht, leukosit), Protein antibody (kehilangan protein dan

imunoglobulin).

Pemeriksaan Urine

Warna, pH, BJ, Kekeruhan, Volume, Glukosa, Protein, Sedimen,

Klirens keratin.

2. Pemeriksaan EKG

Untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda perikarditis,

aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).

3. Pemeriksaan USG

Menilai berat dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,

kandung kemih, serta prostat.

4. Pemeriksaan Radiologi

Renogram, Intravenosus, Pyelography, Retrograde Pyelography,

Renal Arteriografi, dan Venografi, CT scan, MRI, Renal Biopsi,

Pemeriksaan Rontgen Dada, Pemeriksaan Rotgen Tulang, Foto Polos

Abdomen.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan

penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,

observasi, psikal assessment.

Pengkajian pada klien dengan gagal ginjal kronik meliputi:

1. Identitas klien.

2. Keluhan utama.

3. Riwayat penyakit (Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga)

4. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan Umum dan TTV

11

Page 12: GGK.doc

Klien tampak lemah dan terlihat sakit berat, tingkat kesadaran

menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapaat mempengaruhi

sistem saraf pusat, sering didapatkan adanya perubahan RR

meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan

sampai berat.

b. Sistem pernafasan

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia

didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam

merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida

yang menumpuk di sirkulasi.

c. Sistem hematologi

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan

adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.

Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat,

akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas,

gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder

dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan

kondisi elektrikal otot ventikel.

Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia

sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi

gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan

mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.

d. Sistem neuromuskular

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti

perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan

adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,

restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

e. Sistem kardiovaskular

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan

aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan

12

Page 13: GGK.doc

sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung

koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung

akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

f. Sistem endokrin

Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-

laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang

menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu.

Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai

amenorea.

Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15

ml/menit) terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan

waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat

menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan

berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism

vitamin D.

g. Sistem perkemihan

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi

penurunan libido berat.

h. Sistem pencernaan

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder

dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus

saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi

dari kebutuhan.

i. Sistem muskuloskeletal

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri

kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya

infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis

pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan

lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya

13

Page 14: GGK.doc

kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan

perfusi perifer dari hipertensi.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran

urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan

membrane mukosa mulut.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status

metabolic, sirkulasi,sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan

aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi

produk sampah dan prosedur.

5. Risiko infeksi dengan faktor gangguan respon imun.

c. Perencanaan

Diagnosa 1

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine,

diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.

Tujuan:

Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.

Kriteria hasil:

Klien tidak sesak nafas, edema ekstermitas berkurang, piting edema (-),

produksi urine > 600ml/hr.

Intervensi:

Kaji status cairan (timbang BB, output dan input yang seimbang, turgor

kulit dan edema, TD, nadi), mempertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit, kolaborasi pemberian diuretik dan lakukan dialisis.

14

Page 15: GGK.doc

Diagnosa 2.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan

membrane mukosa mulut.

Tujuan:

Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil:

Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan

oleh situasi individu, bebas edema.

Intervensi:

Kaji status nutrisi dan pola diet klien, kaji faktor yang mempengaruhi

masukan nutrisi, tingkatkan masukan tingi protein dan tinggi kalori,

ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan, timbang

BB.

Diagnosa 3.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,

sirkulasi,sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi

ureum dalam kulit.

Tujuan:

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Kriteria hasil:

Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit

berkurang.

Intervensi:

Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis, ekskoriasi, dan infeksi, kaji

terhadap adanya petekie dan purpura, monitor lipatan kulit dan area yang

edema, berkolaborasi berikan pengobatan antipruritis.

15

Page 16: GGK.doc

Diagnosa 4.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi

produk sampah dan prosedur.

Tujuan:

Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria hasil:

Meningkatkan rasa sejahtera, dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas

perawatan mandiri yang dipilih.

Intervensi:

Kaji faktor yang menimbulkan keletihan, tingkatkan kemandirian dalam

aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi,

anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat, anjurkan istirahat setelah

dialisis.

Diagnosa 5.

Risiko infeksi dengan faktor gangguan respon imun.

Tujuan:

Infeksi tidak terjadi/terkontrol.

Kriteria hasil:

Tidak ada tanda-tanda infeksi (seperti kalor, rubor, dolor, tumor, dan

gangguan fungsi), kulit bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda

vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi:

Pantau tanda-tanda vital, lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic

kalau ada luka, lakukan perawatan terhadap prosedur invasif (seperti infus,

kateter, drainase luka), kolaborasi untuk pemeriksaan lab (Hb, Ht,

leukosit) dan pemberian antibiotik.

d. Kriteria Evaluasi

1. Volume cairan menjadi seimbang.

2. Masukan nutrisi yang adekuat.

16

Page 17: GGK.doc

3. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

4. Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

5. Infeksi tidak terjadi/terkontrol.

Daftar Pustaka

1. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC.

2. Carpenito, L.J. 2006. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed.

2. Jakarata: EGC

3. Dongoes. 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta: EGC

4. NANDA International. 2011. NANDA-I: Nursing Diagnoses Definitions &

Classification 2012-2014. USA: Willey Blackwell Publication.

5. Moorhead, Sue, Meridean Maas, Marion Johnson. 2004. Nursing

Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosby Elsevier.

6. Bulechek, Gloria M, Joanne C. McCloskey. 2008. Nursing Intervention

Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier.

17