Gerbatama, ini ui! Maret 2011

16
EDISI 48 MARET 2011 Buletin Gerbatama dapat diunduh di www.suma.ui.ac.id Gratis! Perbaikan Kinerja Pegawai Berujung Tuntutan

description

Suara Mahasiswa UI

Transcript of Gerbatama, ini ui! Maret 2011

Page 1: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

EDISI 48 MARET 2011

Bule

tin G

erba

tam

a da

pat d

iund

uh d

i ww

w.s

uma.

ui.a

c.id

Gratis!

Perbaikan Kinerja Pegawai Berujung Tuntutan

Page 2: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

Pemimpin RedaksiMaharddhika

Wakil Pemimpin Redaksi Andi Nur Faizah

Redaktur Pelaksana Yohana Gabe Siahaan

Redaktur ArtistikStenisia

Redaktur Foto Quliah Alfendah

ReporterAhmad Syaifuddin, Ananda Putri,

Azzahra Ulya, Civita Patriana, De Yogi Kosalania, Drajat Supangat, Elsan Muhammad, Intan Ayu Dewintya Kirana, Marcha Adiwara Prawita,

Raisa Aurora, Robby Irfani Maqoma, Tosani Natya L., Selfi Ratnafuri,

Tubagus R. Ramadhan, Yanuardi Budilaksono, Yelna Yuristiary

FotograferF.X. Kevin, Hanum Dwita, Pravitasari, Dias

Astilaningsih, Awangga, Andriani Nur Pratiwi

Desain Tata LetakAlvin Ariesta, Joanna H. Meijer

PracetakGaluh Rahmat

Tim RisetBangun Admaja, Sarasanti, Fathia Hashilah,

Happy Ferdian, Cendy Adam, Desmaniar Mehta, Danny Fitri, Tika Ramadhini

Iklan Peny Rahmadhani

Sirkulasi dan PromosiAbjure Samuel Panjaitan, Anggara Irhas, Dian Nisita Puspitasari, Rizalul Purrun P.,

Syahru Hidayah

Kampus, bulan-bulan terakhir ini, terasa sangat sepi. Hingar-bingar isu yang biasanya bikin kuping panas tak terlalu terasa.Tak ada demonstrasi. Suara-suara kritis mahasiswa seakan-akan mengendap.Tak ada isu yang terangkat ke permukaan. Padahal di balik itu, ada persoalan yang menunggu untuk diselesaikan. Ada problema yang perlu dibicarakan.

Salah satu problem itu adalah tuntutan para pegawai atas diberlakukannya sistem baru untuk meningkatkan kinerja pegawai. Mereka menyuarakan tuntutannya Februari lalu di Pusat Administrasi Universitas (PAU). Tak ada mahasiswa yang terlibat membantu menyuarakan keluhan mereka.

Selain itu, program Kerjasama Daerah dan Industri (KSDI) yang digagas 2008 juga meninggalkan masalah yang terangkat hingga ke media nasional. Meskipun demikian, isu tersebut tidak berkembang di lingkungan kampus.

Dimana suara kritis mahasiswa? Ini saatnya bersuara memecahkan problema. Isu-isu di atas akan terus menjadi wacana tanpa solusi jika kita masih saja diam. Kepekaan terhadap isu-isu kampus sebetulnya memperkaya cara berpikir mahasiswa dalam memecahkan solusi. Pelajaran tak hanya tebal di lembar-lembar buku. Ia tak sekadar bisa didapatkan di ruang kelas. Pelajaran justru kaya di kehidupan nyata.

Mari ramaikan kampus.

Redaksi

Kulit Muka Foto Ilustrasi: F.X. Kevin

Tata Letak: Alvin Ariesta

Editorial

Page 3: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

DITERBITKAN OLEH BADAN OTONOM PERS SUARA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIAPemimpin Umum Lisan Sulaiman Sekretaris Umum Novita E.S. Bendahara Umum Andi N.F. Ketua Dewan Redaksi Oky Sumadi Manajer Perusahaan Ibnu Fahran Kabag Iklan Peny R. Kabag E.O. Dian N. Kabag Dana Usaha Syahru H. Kabag SDP Galuh Rahmat Manajer Kesekretariatan Reyzi E. Kabag Arsip B. Mayang Kabag Rumah Tangga Ayu P. U. Manajer SDM Adi Pratama Manajer Litbang Taufika Dianny Kabag Penelitian Bangun A. Kabag Kajian Rahardika Kabag Pusat Informasi Dokumentasi Ira R. Manajer Humas Organisasi Febi P. Kabag Humas Eksternal Quliah A. Kabag Humas Internal Raisha S. Kadiv Reporter Eki K. Kadiv Fotografer Ginanjar Kadiv Desain, Tata Letak, dan Pracetak Chandra K. Kadiv Marketing Kirana Y. Kadiv Riset Maulana RezaAlamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Lantai 2 Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424 email: [email protected] website: http://suma.ui.ac.id/

suara nyatasurat pembaca

KSDI (Kerja Sama Daerah dan Industri) merupakan jalur masuk yang ditujukan bagi putra-putri terbaik daerah dengan tujuan meratakan kesempatan menempuh pendidikan di Universitas Indonesia. Mahasiswa yang tergabung dalam jalur KSDI ini dari awal telah terikat kontrak bahwa begitu lulus akan kembali ke daerah asalnya untuk membangun daerahnya tersebut.

Namun begitu, program KSDI ini nyatanya mengalami beberapa kejanggalan dalam prosesnya. Mekanisme pembayaran biaya perkuliahan cenderung membingungkan bagi para calon mahasiswa KSDI. Tidak semua PEMDA bersedia membayar penuh. Menurut informasi yang saya dapat, beberapa mahasiswa KSDI terikat perjanjian bahwa PEMDA hanya membantu sebanyak 50% dari keseluruhan biaya. Mekanisme pembayaran dan pembiayaan oleh PEMDA inilah yang perlu disorot.

Kontrol dari berbagai pihak sangat diperlukan agar program yang bertujuan baik ini dapat berjalan dengan baik pula.

Demi kesejahteraan daerah tertinggal Indonesia.

Shaffira Diraprana G.Program Studi Inggris,

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

reminder

“If I had six hours to chop down a

tree, I’d spend the first four hours

sharpening the axe.”

Abraham Lincoln

Kontrol KSDI

Maret

1Hari kehakiman Indonesia

Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949

6 Hari Kostrad

8 Hari Wanita Internasional

9Hari Wanita Indonesia

Hari Musik Nasional

10 HUT PARFI

11 Hari Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)

18 Hari Arsitektur Indonesia

20 Hari Kehutanan Dunia

22 Hari Air International

23 Hari Meteorologi Sedunia

24 Hari Peringatan Bandung Lautan Api

29 Hari Filateli Indonesia

30 Hari Film Indonesia

Pekan Komunikasi7 s.d. 11 Maret 2011FISIP UI

Petro Gas Day12 s.d. 13 Maret 2011FE UI

agenda

Page 4: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

4

Pagi hari, Rabu (2/2/2011), sejumlah pegawai Universitas Indonesia melayangkan protes kepada pihak rektorat di gedung Pusat Administrasi Universitas (PAU). Hal ini berakar dari kegelisahan mereka mengenai sistem remunerasi yang diberlakukan untuk meningkatkan kinerja mereka. Aksi protes yang berlangsung damai tersebut memang tidak banyak diketahui oleh sebagian besar mahasiswa karena berlangsung pada penghujung masa liburan.

Keluhan pegawaiAksi protes tersebut berangkat dari keresahan

pegawai terhadap sistem yang diberlakukan pihak UI untuk membangun kinerja pegawainya. Saat ditanyai mengenai aksi tersebut, Ajo (bukan nama sebenarnya), salah satu pegawai PAU, menuturkan sebenarnya aksi tersebut bukanlah demo, melainkan pertemuan antara pegawai dengan perwakilan pegawai di Majelis Wali Amanat (MWA) untuk mempertanyakan kebijakan bidang SDM UI. ”Kita kemarin hanya menanyakan sistem yang sekarang, yang intinya melakukan remunerasi tapi kok gaji kita turun?” Acong (bukan nama sebenarnya), pegawai Perpustakaan Pusat, menuturkan, “kemarin bukan demonstrasi, namun berupa dialog tanpa moderator yang meminta transparansi remunerasi kepada wakil pegawai yang duduk di MWA (Majelis Wali Amanat).”

Ketidaknyamanan pegawai tersebut muncul karena bidang SDM UI mengadakan pelatihan untuk pertama kalinya bagi seluruh pegawai. Pelatihan tersebut meliputi pelatihan perkantoran modern dan pelatihan pelayanan prima. “Sebelum kita ikut pelatihan, kita dites dulu, dan semuanya itu tiba-tiba tanpa ada informasi atau sosialisasi sebelumnya, dan setelah pelatihan ada tes lagi yang menjadi penentu golongan kepegawaian kita,” tutur Ajo.

Penggolongan pegawai melalui sistem tes tersebut kontan mengejutkan sebagian pegawai karena—selain berdampak pada penggolongan mereka—tes

tersebut juga berdampak pada remunerasi yang diperoleh. Dengan adanya tes ini, pegawai lama dan baru dipatok gaji yang sama sesuai hasil tes. Jika hasil tes menunjukkan bahwa suatu pegawai masih berada dalam golongan yang sama, gaji yang diperoleh pun akan sama pula. Berkenaan sistem tes yang dilakukan, jika diantara pegawai ada yang tidak lulus maka akan diadakan pelatihan dan tes ulang hingga mereka lulus.

Absensi dan hasil tes yang masuk indikator penilaian pun dipermasalahkan. Kehadiran sangat menentukan golongan dan take home pay yang diperoleh. “Seharusnya yang menjadi inti itu kinerjanya dan jangan melihat pegawai dari absensi dan hasil tesnya saja, kita sih pasti semua udah paham lah dengan kedisiplinan seperti itu. SDM juga belum terbuka mengenai penilaian bagi pegawai,” keluh Ajo. Berbicara mengenai kinerja, Ajo juga menceritakan nasib rekannya sesama pegawai yang menjadi dosen di Fakultas Teknik yang sedang menjalani program doktoral (S3) di UI, “padahal ngajarnya full, tapi karena alasan sedang menjalani kuliah gajinya dipotong, yang saya maksud yang seperti itu.” Jelas Ajo ketika dimintai pendapat mengenai pentingnya kinerja.

Aksi protes mereka pun dilanjutkan pada dialog yang berhasil mempertemukan pegawai dengan rektor di balai sidang UI pada Jumat, 4 Desember 2011. Pertemuan tersebut membahas tiga hal utama, yakni komunikasi dari bidang SDM mengenai rumusan kategori golongan pegawai; ujian yang mempengaruhi take home pay mereka; serta insentif sebesar 500 ribu yang mereka peroleh. Pertemuan yang diadakan tersebut pun belum menciptakan solusi konkret karena pegawai diminta untuk ‘profesional’ terhadap atasan.

Perbaikan Kinerja Pegawai Berujung Tuntutan

Ambisi Universitas Indonesia untuk menjadi universitas berkelas dunia kini tidak hanya tampak pada maraknya pembangunan fisik yang digalakan UI. Kini peningkatan tersebut merambah ke sektor SDM (Sumber Daya Manusia) di lingkup kepegawaian. Sayangnya, program perbaikan yang dicanangkan UI tersebut malah menuai protes dari para pegawai.

laporan utama

Page 5: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

5

Klarifikasi rektoratMenanggapi sejumlah tuntutan yang dilayangkan

pegawai PAU dan adanya kesimpangsiuran di lapangan, Ratna Juwita, Sekertaris Utama Bidang SDM menuturkan bahwa kebijakan yang diberlakukan bertujuan untuk mengakselerasikan tujuan UI yang ingin menjadi universitas riset berkelas dunia. Kebijakan tersebut diimplementasikan dengan memberikan pelatihan perkantoran modern dan pelayanan bermutu sebagai dua materi dasar kepegawaian kepada semua karyawan PAU golongan manapun. Menyikapi pernyataan mengenai syarat menjadi pegawai tetap di UI, Ratna membantah bahwa pihaknya tidak memperhitungkan masa kerja, “syarat utama untuk menjadi pegawai tetap di UI, selain kompetensi dasar, kami juga memperhatikan masa kerja.” Pelatihan yang diadakan pihak rektorat memang sebelumnya diadakan pre-test, kemudian pelatihan, dan terakhir post-test untuk menata remunerasi dan memantau perkembangan pegawai.

Selain hasil tes dari pelatihan, kehadiran pegawai dan paparan kinerja personal dari pimpinan unit pun turut mepengaruhi penilaian. Hingga saat ini, pelatihan telah dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pelatihan pertama dimulai sejak 18 Agustus 2009 dan terakhir pada 18 februari 2010. Bagi pegawai yang lulus akan

mendapatkan pelatihan lanjutan sesuai dengan fungsional mereka. Pegawai yang belum lulus akan diikutkan remedial sampai mereka lulus. Mengenai pemberian insentif Rp500.000,00 untuk kehadiran penuh dan tepat waktu, Ahmad Fauzi, Kasubdit Remunerasi dan Kesejahteraan Pegawai sekaligus Anggota MWA Unsur Karyawan, menegaskan bahwa sebenarnya insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong semangat dan kinerja pegawai. Namun diantara pegawai menganggap bahwa hal tersebut seperti sudah diasumsikan menjadi pendapatan mereka, padahal ini merupakan sebuah reward.

Tidak terangkatnya masalah ini kepermukaan bukan berarti hal tersebut tidak penting bagi para mahasiswa. Andreas Senjaya, anggota Majelis Wali Amanat (MWA) unsur mahasiswa 2011, saat ditemui Suara Mahasiswa menuturkan bahwa MWA hingga kini belum terlalu bavnyak membahas wacana tentang masalah yang dihadapi para pegawai, hal tersebut karena MWA belum banyak memperoleh informasi yang terpercaya, “saat ini kita (MWA-red.) baru dapat info tersebut dari Warek (Wakil Rektor-red.) Bidang SDM Keuangan, namun belum begitu banyak informasi dan kepastian karena masalah ini masih bergulir pembahasannya.”

Pekerja berdesak-desakkan dalam mobil bak terbuka untuk berangkat ke lokasi kerja. Demi memenuhi kebutuhan hidup, mereka total dalam bekerja

F.X. KEVIN/SUMA

Page 6: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

6

Saat ditanya masalah insentif pegawai, Andreas mengatakan, “sebenarnya insentif itu inisiatif dari Warek (Wakil Rektor-red.) bidang SDM keuangan untuk mengapresiasi kinerja pegawai, namun makin kesini malah disalahartikan pegawai.” Andreas juga berpendapat bahwa sistem tes yang dibelakukan pihak UI kurang sesuai dengan kompetensi para pegawai terutama bagi pegawai yang telah bekerja puluhan tahun, “Ketika mereka masuk di UI dulu gak ada sistem tes tetapi mereka bekerja doing by learning. Ya, kalau sekarang di tes gak adil rasanya jika yang kinerjanya bagus tapi hasil tesnya buruk karena mereka memang belum pernah mengikuti tes semacam ini atau sebaliknya, yang jelas tes tersebut tidak bisa disamaratakan dengan pegawai yang masih muda.”

Yanuardi Budilaksono, Robby Irfani M., Ananda Putri, Intan Ayu D., Raisa Aurora

laporan utama

Masker yang menutupi mukanya dikenakan agar debu tidak terhirup. Karyawan harus terus menjaga kondisi

agar tetap fit dan tetap masuk kerja.

HA

NU

M D

WIT

A/S

UM

A

Page 7: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

7

Program Kerjasama Daerah dan Industri (KSDI) merupakan salah satu jalur masuk yang diselenggarakan oleh pihak UI dalam memberikan kesempatan kepada putra-putri terbaik daerah. Setelah mereka lulus, mahasiswa yang diterima UI dari jalur KSDI tersebut memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada daerahnya. “Program KSDI yang dibuka mulai tahun 2008 ini, memiliki tujuan yang mulia,” ungkap Dra. Sri Murni, M.Kes., selaku Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Program KSDI. “Kami disini akan memfasilitasi dari segi akademis mahasiswa. Dalam hal ini, kami juga mengharapkan Pemerintah dan Industri daerah ikut memfasilitasi tujuan mulia kami dari segi pembiayaan mahasiswa,” tuturnya kembali.

Mekanisme KSDIKerjasama pihak UI dan Pemda ataupun Industri

telah terikat MoU (Memorandum of Understanding). Menurut keterangan Sri Murni, Pihak UI telah menandatangani MoU dengan 53 Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dan tujuh industri di seluruh Indonesia sejak tahun 2008. Salah satu butir perjanjian dalam MoU tersebut adalah Pemda atau industri yang bersangkutan memiliki tanggung jawab untuk menjamin biaya akademik mahasiswanya.

Terkait dengan mekanisme yang harus dilalui calon mahasiswa untuk dapat mengikuti jalur KSDI, Sri Murni menerangkan calon mahasiswa harus mengikuti seleksi berkas yang diadakan oleh Pemda atau industri setempat dengan kualifikasi seperti menduduki peringkat 10 besar di kelas dari awal ia masuk SMA. Dalam seleksi berkas ini, Pemda atau industri akan memilih siswa yang paling layak untuk mengikuti seleksi akademis langsung oleh pihak UI. “UI mendatangi langsung daerah-daerah yang telah

menyeleksi putra-putri daerahnya untuk melakukan tes akademik,” ungkap Sri Murni. Pengumuman kelulusan akan langsung diberitahukan ke Pemda atau industri untuk diteruskan kepada sekolah si calon mahasiswa.

Berbeda VersiBeberapa mekanisme dan isi perjanjian dari

MoU yang dipaparkan oleh pihak UI tersebut memiliki beberapa versi yang berbeda ketika dilihat dari pernyataan pihak Pemda ataupun sekolah yang bertanggung jawab melancarkan proses penyeleksian. “Sepengetahuan saya, tidak ada butir yang menyatakan bahwa Pemda harus menanggung biaya kuliah mahasiswa yang masuk lewat jalur KSDI ini,” ujar Hendy, staf pengajar SMA 1 Timika Papua yang menjembatani proses pendaftaran KSDI siswanya dengan Pemerintah Daerah Timika.

Bias Mekanisme KSDI UIBermula dari permasalahan salah satu Pemerintah Daerah menjalankan tanggungjawabnya untuk membiayai putra daerahnya yang masuk UI lewat jalur KSDI, efektifitas dan transparansi jalur ini semakin layak untuk dipertanyakan.

Dra. Sri Murni, M.Kes selaku panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Program KSDI menuturkan

bahwa UI mengharapkan Pemerintah dan Industri daerah ikut membantu tujuan mulia

UI dalam mengembangkan potensi putra-putri terbaik daerah dari segi pembiayaan mahasiswa

saat diwawancarai di gedung PPSI UI Depok.foto: AWANGGA P./SUMA

liputan khusus

Page 8: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

8

Lain halnya dengan pernyataan Akhmad, pegawai Dinas Pendidikan Provinsi Lampung yang mengurusi pendaftaran KSDI di daerahnya. Ia mengetahui bahwa isi dari MoU menyebutkan Pemda memiliki tanggungjawab untuk membiayai kuliah mahasiswanya. “Saat mulai ada undangan KSDI pada 2008, Pemerintah tidak memiliki anggaran untuk pembiayaan ini, namun setelah ada siswa yang diterima kami mencoba membuat anggaran, namun tidak disetujui dengan alasan klise mengenai alokasi dana untuk kemiskinan dan pengangguran,” jelas Akhmad.

Penjelasan-penjelasan dengan versi berbeda pun dilontarkan oleh para mahasiswa UI yang lulus lewat jalur KSDI ini. Yunika, mahasiswi Fakultas Teknik 2008 asal Riau, menyebutkan bahwa Pemda Riau hanya akan membiaya 14—16 orang terbaik dari 36 mahasiswa yang diterima. Seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik 2009 (nama dirahasiakan), yang berasal dari daerah Bengkulu, menyatakan bahwa Pemda menyetujui untuk membiayai kuliah mahasiswa. Akan tetapi, setelah mendapatkan kepastian masuk UI dan mulai berkuliah, tidak pernah ada sepeser uang pun yang diberikan Pemerintah Daerah. Rahmadianty, mahasiswi Fakultas Psikologi 2010 asal Bandar Lampung, menerangkan bahwa saat sebelum berkas kelengkapan dikirimkan ke pihak UI oleh Pemda, beberapa calon mahasiswa yang akan mengikuti seleksi diminta menandatangani surat keterangan yang intinya berisi Pemda tidak bertanggung jawab atas segala biaya perkuliahan jika yang bersangkutan lulus tes masuk UI. Jika calon mahasiswa tidak menandatangani surat tersebut saat itu juga, ia tidak

diperkenankan mengikuti tahapan seleksi selanjutnya. Tidak semua contoh dari program KSDI ini memiliki

masalah. Salah seorang mahasiswa KSDI Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya 2009 dengan mitranya PT Sugar Group Companies, menyatakan bahwa pihak Sugar Group akan menanggung seluruh biaya perkuliahan mahasiswa selama delapan semester. Bertolak belakang dengan kasus-kasus sebelumnya, PT Sugar Group Companies memang merealisasikan hal yang dijanjikan tersebut, meski sempat terjadi beberapa kali keterlambatan dalam pembayaran.

Evaluasi KSDISangat beragam dan biasnya mekanisme KSDI

yang terjadi di lapangan meninggalkan beberapa tanda tanya besar di seluruh kalangan seperti apakah program KSDI ini akan dilanjutkan, melihat banyaknya pelanggaran yang telah terjadi? Menanggapi hal ini, Sri Murni memberikan pernyataan bahwa program KSDI akan terus dilanjutkan karena pihak UI telah terikat MoU dengan banyak Pemerintah Daerah dan industri selama 5 tahun. Masa berlaku MoU tersebut akan habis pada tahun 2013.

KSDI memang sebuah program mulia yang dijalankan UI. Namun, melihat beberapa masalah yang terjadi belakangan ini, evaluasi di lapangan harus terus dijalankan. Kontrol dari berbagai pihak sangat diperlukan demi keberlangsungan program mulia KSDI yang lebih baik.

Tubagus R. Ramadhan, Drajat Supangat, Yelna Yuristiary, Ahmad Syaifuddin

liputan khusus

Share your eventS on

our PageMake uS to be your

Media Partnercall us on 085213658410(Abjure Samuel)

Page 9: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

9

Menanti Kontribusi Mahasiswa Berprestasi

Sebagian kalangan menilai mapres hanyalah sebuah gelar prestise semata, tidak ada kontribusi nyata yang dilakukan oleh seorang mapres—baik untuk kampus maupun untuk masyarakat. “Sesungguhnya sih keberadaan mapres memang agak abstrak. Pasalnya mereka bertindak hanya sebagai role model agar mahasiswa yang lain termotivasi tanpa terlihat kerja nyatanya untuk masyarakat,” ungkap David Nugroho mahasiswa jurusan Antropologi Sosial FISIP UI.

Keadaan demikianlah yang membuat pemilihan mapres tak jauh berbeda dengan ajang pencarian bakat karena kontribusi mereka untuk masyarakat dinilai kurang signifikan. Menanggapi hal tersebut Andreas Sanjaya, juara kedua mapres UI 2010, mengungkapkan bahwa sesungguhnya kontribusi itu tergantung pada masing-masing mapres sendiri. Tetapi, sejauh ini UI telah memiliki beberapa program yang memfasilitasi para mapres untuk memberikan konstribusi, seperti program Indonesia Leadership Development Program (ILDP) dan mewajibkan para mapres untuk membuat proyek sosial. “ILDP adalah suatu program dimana para mapres dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang peka terhadap masyarakat sedangkan proyek sosial yang dimaksud adalah sebuah bentuk kontribusi terhadap masyarakat secara nyata,” terang mahasiswa yang akrab dipanggil Jay ini.

Menanggapi pernyataan serupa, Gilang Reffi Hernanda selaku calon mapres FISIP UI 2011 berpendapat bahwa mapres yang ideal merupakan sosok yang menginspirasi dan mau berbagi—baik kepada orang-orang disekitarnya maupun masyarakat luas. Mapres bukanlah sosok-sosok eksklusif yang datang dari kelas sosial tertentu dalam masyarakat, tetapi mahasiswa berprestasi yang cerdas dan mau berkontribusi untuk lingkungan. “Saya ingin melakukan beragam penelitian yang bermanfaat tinggi kepada masyarakat. Mungkin simple-nya, saya ingin mengajak orang menjadi lebih baik, khususnya di area-area yang saya bisa membantu mereka untuk jadi lebih baik, entah dengan mengajar atau berdialog,” ungkap

mahasiswa semester enam Ilmu Komunikasi ini. Manajer Mahasiswa dan Alumni FISIP UI, Rissalwan

Habdi Lubis, menerangkan bahwa mapres bukanlah mahasiswa yang sembarangan, dalam artian mereka adalah para mahasiswa terseleksi yang nantinya akan mewakili fakultas masing-masing untuk menjadi mapres UI dan mewakili UI untuk menjadi mapres nasional. Oleh karena itu, proses pemilihannya pun harus benar-benar selektif agar bisa disaring mahasiswa yang benar-benar berkualitas. “Tahun ini di FISIP sendiri, kami memang memperketat proses seleksi dengan menekankan proses penilaian tidak hanya pada paper maupun kemampuan bahasa Inggris semata tetapi juga pada Curriculum Vitae yang memiliki kriteria penilaian diatas 300,” ungkapnya. “Selain itu sejak dua tahun terakhir kami selalu memfasilitasi mahasiswa dengan melaksanakan berbagai kunjungan lapangan ke berbagai daerah. Hal ini dilakukan agar mereka punya basic untuk terjun ke masyarakat. Jadi, mereka tidak hanya menjadi delegasi saja, tetapi juga mampu untuk terjun kemasyarakat,” tambah pria yang akrab disapa Mas Abud ini.

Sejalan dengan Rissalwan Habdi Lubis, Direktur kemahasiswaan UI, Dr. Kamarudin menegaskan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk menjadikan para mapres ini tidak hanya sebagai delegasi yang dinilai tanpa kontribusi. Tetapi, menjadikan para mahasiswa terpilih ini menjadi motor penggerak pengabdian masyarakat yang juga merupakan salah satu tridarma UI. “Beberapa program sudah kita jalani untuk lebih memberdayakan para mahasiswa terpilih ini, salah satunya ILDP yang Alhamdulillah terus terlihat perkembangannya. Selain itu, kami juga terus mengupayakan dan mencita-citakan untuk terciptanya program-program baru untuk menanggapi anggapan-anggapan miring terkait mapres ini.. Ya, doakan sajalah ,” ungkapnya sembari tersenyum.

Marcha Adiwara Prawita, Selfi Ratnafuri

Menjadi mahasiswa berprestasi (mapres) tentunya merupakan impian hampir semua mahasiswa. Menjadi sorotan banyak mata, populer, dan mendapatkan beragam achievement merupakan hal luar biasa yang akan didapatkan oleh seorang mahasiswa yang menyandang predikat mapres. Namun, di luar itu banyak sekali pendapat miring tekait keberadaan mapres.

bentang

foto: ANDRIANI N. P./SUMA

Belajar giat untuk menjadi mahasiswa berprestasi

Page 10: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

10

Penyair yang merangkap sebagai dosen serta wartawan ini lahir di Solo, 15 September 1967. Ia menyelesaikan pendidikan di Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia) pada tahun 1993. Sejak mahasiswa, Asep Sambodja memang sudah aktif dalam kegiatan jurnalistik—baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus. Awal karirnya sudah dimulai pada saat dia masih berkuliah. Asep Sambodja sempat menjadi wartawan tabloid Bintang Indonesia sampai pada tahun 1994. Sebelumnya, pria yang gemar menulis puisi ini juga sempat magang di Tabloid Monitor yang dipimpin oleh Arswendo Atmowiloto. Pada tahun 2005, dia beralih karir menjadi dosen di Program Studi Indonesia FIB UI sambil melanjutkan S2 di Program Ilmu Susastra FIB UI setelah malang melintang di dunia jurnalistik.

Almarhum banyak sekali menyumbangkan hasil

karya yang memperkaya dunia kesusastraan Indonesia. Kegemaran menulis puisi sudah dijalaninya sejak lama. Sajak-sajaknya banyak dimuat di Harian Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Majalah Horison, dan Jurnal Puisi. Puisi-puisinya bertema eksploratif dan menyorot masalah kemasyarakatan dan kemanusiaan. Selain itu, dia juga menyoroti permasalahan yang melilit bangsa Indonesia. Buku puisi yang telah diterbitkan adalah Menjelma Rahwana (1999), Kusampirkan Cintaku di Jemuran (2006), Ballada Para Nabi (2007). Buku nonfiksi yang ditulis antara lain Cara Mudah Menulis Fiksi (2007). Peluncuran buku kumpulan puisi terakhirnya adalah “Berhala Obama dan Sepatu Buat Bush” pada hari Kamis, 25 November 2010. Pada hari yang sama bulan berikutnya, 9 Desember 2010, Asep harus kembali ke pangkuan Sang Pencipta akibat kanker usus dan berpulang dengan meninggalkan karya-karya yang senantiasa menginspirasi banyak orang.

Dalam salah satu bukunya, Historiografi Sastra Indonesia 1960-an (2010), Asep menulis mengenai sejarah sastra Indonesia, seluk-beluk yang berkaitan dengan sastrawan, karya sastra, dan sepak terjang sastrawan dalam periode 1960-an. Dalam buku tersebut, Asep mengulas habis tentang dua paham yang diusung sastrawan pada waktu itu, Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) dan Manikebu (Manifes Kebudayaan). Ia ingin menyuarakan dan membela sastrawan pada dasawarsa 1960-an yang karya sastranya dianggap kontrarevolusi dan dilarang diterbitkan. Buku ini berperan sebagai komentator Sastra Indonesia yang selama ini didiskriminasikan.

Kepergian Asep Sambodja disayangkan oleh banyak orang, dilepas dengan air mata para mahasiswa, kolega, penikmat puisi, serta keluarganya. Dia merupakan sosok yang menginspirasi banyak orang, sedikit bicara dan banyak berkarya, serta sahabat untuk berbagi cerita. Sebagai dosen, penyair, dan wartawan, Asep Sambodja menjalani hidupnya tanpa beban, menyuarakan pendapatnya dalam rangkaian bait puisi, serta membela hak-hak para sastrawan Indonesia yang tersisihkan.

De Yogi

Asep Sambodja: Pribadi yang Rendah Hati

Mengenang 100 Hari Kepergian Asep Sambodja

Dosen, penyair, penulis, dan wartawan dengan segudang talenta serta karya, Asep Sambodja, berpulang ke rumah Tuhan terlalu cepat, menguras tangis dari banyak pemerhati sastra serta mahasiswanya. 18 Maret 2011 nanti, tepat 100 hari kepergian Asep Sambodja. Namun demikian, semangat dan keberaniannya dalam berkarya masih tetap menginspirasi banyak orang sampai sekarang.

sosok

dok. pribadi

Page 11: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

11

Hobi bersepeda merupakan kebanggaan tersendiri karena hobi ini termasuk dalam upaya menjaga lingkungan. Salah satu jenis sepeda yang digemari oleh kalangan muda saat ini adalah sepeda fixie. Jenis sepeda yang masuk ke Indonesia pada akhir 2009 tersebut memiliki bentuk yang sederhana dan unik sehingga menjadi perhatian anak muda saat ini.

Berawal dari banyaknya minat masyarakat terhadap sepeda fixie, terbentuklah komunitas-komunitas fixie yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Salah satu komunitas fixie yang berdiri di Depok adalah Munafix. Komunitas yang tergabung dalam Indonesian Fixed Gear ini sudah dibentuk sekitar tujuh bulan yang lalu. Munafix merupakan sebuah wadah berkumpul dan bertukar pikiran bagi pencinta sepeda fixie di Depok. Anggota Munafix mulai dari pelajar menengah tingkat pertama sampai usia dewasa. “Anggota Munafix itu ada banyak. Kalau yang aktif sekitar 30 orang, tapi kalau keseluruhan bisa mencapai 100 lebih,” ucap Yazer, salah satu anggota Munafix yang sudah cukup lama bergabung.

Kegiatan rutin Munafix diantaranya berkumpul pada hari Jumat pukul delapan malam di Mall Depok. Dalam waktu sebulan sekali, Munafix biasa melakukan kegiatan lain seperti riding jauh. “Biasanya kita kalau riding jauh perginya ke Menteng,” ujar Yazer. Pada 5 Maret mendatang, Munafix akan melakukan riding jauh ke Bogor untuk mengikuti kontes fixie yang diadakan oleh komunitas fixie di Bogor.

Hal menarik lainnya yang dilakukan oleh Munafix adalah sosialisasi bersepeda agar masyarakat bisa lebih sering menggunakan sepeda dibandingkan menggunakan kendaraan bermotor. Kegiatan tersebut sudah dilakukan di Sekolah Cakra Buana, SMAN 5 Cup

di KONI Depok, dan selanjutnya sekolah yang akan didatangi adalah Sekolah Tugu Ibu. “Sudah saatnya sekarang kita peduli sama lingkungan, jangan nambah polusi dan mengkonsumsi BBM terus, bersepeda salah satu caranya,” ucap Yazer.

Namun, mengendarai sepeda fixie tidaklah semudah menaiki sepeda biasa. Perbedaan sepeda fixie dengan sepeda lain adalah fixed gear, yaitu gear mati atau pedal yang mengikuti putaran roda belakang. Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan adalah

pengereman. “Yang perlu dipelajari saat menggunakan sepeda fixie adalah teknik pengereman karena umumnya sepeda fixie tidak menggunakan rem seperti sepeda lain dan tidak mudah untuk memberhentikan ban ketika berjalan,” tukas pria yang menginginkan adanya Depok car free day ini.

Fixie merupakan jenis sepeda yang cukup terjangkau oleh kantong pelajar dan mahasiswa. Sebuah sepeda fixie dapat dirakit dengan kisaran harga dari satu setengah juta hingga seterusnya seperti sepeda yang digunakan oleh Dicky Atsman seorang anggota Munafix yang juga mahasiswa Fakultas Ekonomi UI angkatan 2009, “Gue ngeluarin dana sekitar tiga jutaan untuk sepeda gue, tapi dana masih bisa lebih murah tergantung parts-nya aja”

Kehadiran fixie dan komunitasnya tentu menambah warna baru dalam dunia olahraga. Selain menyenangkan dan menyehatkan, mengendarai sepeda fixie juga termasuk upaya dalam menyelamatkan lingkungan dengan gaya yang berbeda.

Elsan Muhammad, Natya Lakshita

Sepeda Generasi Baru“Ayo bersepeda dan kita akan selamatkan dunia,” sebuah kalimat sederhana yang bisa mengubah cara pandang orang saat ini karena dengan bersepeda banyak manfaat yang bisa didapat.

ragam

PRAVITASARI/SUMA

Page 12: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

12

Pada tanggal 15-18 Februari, Forum Studi Kebijakan Ilmu Administrasi Negara bekerja sama dengan Kementrian Perdagangan mengadakan Konferensi Nasional Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara. Riani Dwi Astuti, Humas acara ini, mengatakan bahwa acara Konnas Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara ini merupakan acara yang pertama kali diadakan di Indonesia.

Rangkaian acara Konnas diawali dengan Gala Dinner di Wisma Makara untuk menjamu 77 anggota delegasi dari 25 universitas di seluruh Indonesia. Hari kedua, di area kampus FISIP UI Depok, diadakan plenary session (diskusi konferensi) yang dipandu oleh pembiacara kompeten dan ahli di bidangnya yaitu, Prof. Dr. Eko Prasojo (Guru Besar UI), Jamil Mubarok, perwakilan MTI (Masyarakat Transparansi Internasional), serta wakil dari lembaga Ombudsman, Sunaryati Hartono, S.H. Dalam plenary session ini, peserta, baik delegasi maupun nondelegasi, dibagi secara acak kedalam tiga kelompok. Kemudian, tiap kelompok diberikan subtema berbeda lalu diminta untuk menulis paper ilmiah sesuai dengan subtema. Subtema “Multistakeholder Partnership dalam mewujudkan good governance” dimenangkan oleh Widiharto dari Universitas Jendral Sudirman. Subtema “Multistakeholder Partnership dalam peningkatan kualitas publik” dimenangkan oleh Gema Fikri dari Universitas Indonesia. Lalu Suprayitno dari Universitas Palangkaraya menjadi pemenang untuk subtema “Multistakeholder Partnership dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.”

Acara lain yang tak kalah menarik dari rangkaian kegiatan tersebut adalah seminar nasional yang bertema ASEAN Economic Community dengan judul “Indonesia dan Masyarakat Ekonomi ASEAN”, dilangsungkan di Aula AJB tanggal 17 Febuari 2011. Seminar yang dibuka oleh Wakil Dekan Fisip UI, Edi Prasetyono, MIS., PhD., ini menghadirkan Mahendra Siregar, Wakil Menteri Perdagangan RI. Dalam seminar tersebut, dibahas hal terkini mengenai Asian Economic Community terkait dengan perjanjian AFTA. Indonesia

sebagai salah satu negara yang telah menerapkan perjanjian tersebut, diharapkan dapat menjadi pasar terdepan di wilayah Asia yang mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Dengan kata lain, tujuan diadakannya seminar ini selain untuk membuka wawasan para pemuda mengenai komunitas ekonomi Asia, juga untuk memotivasi pemuda agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi situasi ekonomi global yang akan terjadi.

Dalam Konferensi Nasional Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara ini, selain diadakan plenary session dan seminar, juga diadakan forum mahasiswa sehingga

para delegasi dapat menyampaikan argumen serta permasalahan yang terjadi di daerah masing-masing dan menghasilkan diskusi yang tidak abstrak. “Kita ingin output yang didapat dari rangkaian acara dan forum diskusi dapat menghasilkan draft recommendation, yakni tentang kepedulian kita sebagai mahasiswa terhadap masalah penyelenggaraan pemerintahan dan

solusinya. Jika draft tersebut disepakati oleh para delegasi dan mendapat rekomendasi dari para ahli, maka draft recommendation itu akan diberikan kepada sekretariat negara,” ujar Rina Dwi Astuti.

Rangkaian akhir kegiatan ini diisi dengan acara Institutional Visit, yaitu kunjungan ke Sekretariat Negara Republik Indonesia untuk memberikan draft recommendation. Semoga saja draft tersebut tidak menjadi draft ‘mandul’ atau berhenti sampai di situ saja, tetapi juga bisa didengar dan menjadi masukan bagi pemerintah. “Acara yang bagus karena dipersiapkan dengan baik, terlebih ada forum mahasiswanya sehingga kami jadi memiliki tempat untuk mengeluarkan aspirasi mahasiswa, kalau bisa konferensi ini diadakan tiap satu tahun sekali,” komentar Suprayitno, salah satu pemenang paper terbaik.

Azzahra Ulya

kilasan

Konferensi NasionalMahasiswa Ilmu Administrasi Negara

Suasana konferensi di Gedung AJB Fisip UI

F. X. KEVIN/SUMA

Page 13: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

13

Tentu telinga kita merasa asing saat mendengar kata Plantungan. Memang tidak banyak atau bahkan sedikit sekali yang tahu bahwa Plantungan merupakan suatu tempat pembuangan para tahanan politik khusus perempuan yang terletak di daerah Kendal, Jawa Tengah. Di tempat yang dulunya merupakan rumah sakit lepra itu terdapat tahanan politik perempuan dari berbagai macam profesi dengan berbagai umur. Mulai dari ibu muda, para gadis, seniwati muda, guru, eks mahasiswa, dosen, sampai dengan dokter. Dan buku ini merupakan sebuah catatan pribadi seorang dokter anak bernama Sumiyarsi yang menjadi salah satu tahanan politik selama 13 tahun.

Sumiyarsi menjadi tahanan politik karena ia dituduh sebagai dokter Lubang Buaya dan dokter Committee Central Partai Komunis Indonesia pada jaman Orde Baru. Penahanannya itu dimulai ketika ia ditangkap saat tengah bersembunyi di Bandung pada tahun 1965. Setelah berkali-kali pindah rumah tahanan, Sumiyarsi sempat ditempatkan di penjara Bukit Duri selama beberapa tahun sebelum akhirnya dipindahkan ke Plantungan. Di Plantungan ia ditugaskan sebagai pimpinan poliklinik yang terkadang tidak hanya melayani pasien sesama tahanan politik. Berbagai macam pengalaman manis ataupun pahit ia lalui selama menjadi pimpinan poliklinik di tempat pembuangan tapol perempuan tersebut. Salah satunya saat ia berdiskusi dengan seorang tamu penting dari Palang Merah Indonesia yang berakhir sengit.

Melalui catatan pribadinya dapat dilihat bahwa Sumiyarsi adalah seorang perempuan yang amat tegar dan sabar dalam menghadapi masa-masa sulit yang tidak sebentar. Selain itu ia juga setia mengabdi kepada profesinya sebagai seorang dokter bagi para tahanan politik walaupun berada dalam kondisi serba

kekurangan dan keterbatasan fasilitas. Bahasa yang digunakan termasuk ringan dan

mudah dimengerti untuk tulisan yang sarat akan politik, sehingga siapapun bisa memahami isi buku berjudul Plantungan ini dengan baik. Dan tentunya melalui buku ini kita dapat memperluas cakrawala mengenai kisah kronolgis dan kehidupan para tahanan politik di tempat-tempat asing yang namanya terdengar asing. Khususnya tahanan politik perempuan.

Sarashanti

Catatan Perempuan Tahanan Politik

Judul: Plantungan; Pembuangan Tapol Perempuan

Pengarang: dr. Hj. Sumiyarsi Siwirini C.

Jumlah Halaman: 171 halaman

Penerbit Pusdep Univ. Sanata Dharma Yogyakarta

resensi

Sumber: istimewa

Page 14: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

14

Apa yang Anda pikirkan

bila melihat sebuah peristiwa kekerasan? Apabila pertanyaan itu ditujukan kepada saya, maka akan saya jawab “miris”. Miris, terlebih lagi apabila peristiwa tersebut terjadi di negeri sendiri, yang kata orang adalah tempat yang penuh dengan toleransi. Tentunya itu harus saya kritisi kembali, karena realitanya bukan gambaran-gambaran penuh kedamaian yang ditampilkan wajah negeri ini, melainkan kekerasan. Sayangnya, kekerasan di negeri ini terus saja terjadi. Setiap masa dalam rentang waktu Indonesia mulai berdiri hingga sekarang, kita belum lepas dari permasalahan ini.

Menilik peristiwa lalu tentang sebuah serbuan sekelompok orang ke rumah seorang Ahmadiyah di Pandeglang-Banten, tentu saja memunculkan berbagai polemik di masyarakat. Kita mungkin begitu mudahnya menyatakan seseorang sesat, tidak diridhoi Tuhan, dan berkata jahiliyah kepada kelompok yang lain. Lalu, pernahkah kita berpikir mengenai konsep penting yang diperlukan oleh bangsa ini adalah toleransi? Dan bukan hanya sekedar konsep, melainkan implementasi yang harus diperjuangkan dalam kehidupan. Bukan suatu yang mudah menentukan kelompok di luar kita sesat atau tidak sesat. Itu juga bukan porsi kita sebagai manusia. Pada hakikatnya, itu adalah tugas Tuhan. Apakah kita akan menjadi seperti Roma 400 tahun yang lalu yang membakar hidup-hidup Giordano Bruno di tiang pancang hanya karena beda pandangan soal Tuhan dan ciptaan-Nya? (Josten Gaarder, 1996: 223).

Kekerasan politik juga bukan cerita baru. Sejarah bangsa kita mencatat krisis politik selalu terjadi dan tak jarang juga diwarnai dengan aksi kekerasan. Sebut saja peristiwa 1965 yang membawa perubahan nyata arah perpolitikan bangsa. Bahkan korban kekerasan lebih banyak bertumpahan pasca peristiwa 1965 tersebut. Siapa yang menjadi korban? Masyarakat. Jika kita menghubungkan kekerasan politik dengan berbagai peristiwa sekarang tentunya masih juga dapat kita temukan. Sebut saja beberapa peristiwa daerah dimana pilkada berlangsung. Peluang terjadi kekerasan

antar kelompok pendukung bisa terjadi kapan saja, terlebih lagi apabila mekanisme pilkada sendiri memang sudah berlangsung ricuh sejak awal.

Kejadian-kejadian penuh kekerasan terus terjadi di negeri ini. Kekerasan yang tidak pernah dekat dengan perdamaian antar sesama, melainkan suatu unjuk gigi dari keegoisan pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan kelompok, ideologi, terlebih lagi agama. Memang suatu hal yang nyata dalam kehidupan ini bahwa dialektika tidak pernah bisa dihindari. Tesis pasti memiliki anti-tesisnya. Perdebatan tidak bisa dihindari pula. Dengan perdebatan, semua pendapat bisa diperdengarkan. Hal ini sudah dilindungi dalam konstitusi negara kita dan suatu kewajiban bagi kita sebagai warga negara, yang pada hakikatnya memang membutuhkan keadaan yang rust en orde untuk menjaga perdamaian tersebut. Menjaga perdamaian itu bisa dilakukan apabila kita menghormati dan menghargai hak asasi sesama individu. Harapan atas penghargaan hak asasi setiap individu adalah agar tidak adanya “homo homini lupus, bellum omnium contra omnes”. Semua manusia seharusnya sama di mata hukum dan negara.

Mengawal perdamaian dengan menjaga keberlangsungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia merupakan suatu kebutuhan, bukan hanya sekedar kewajiban. Konstitusi negara kita sudah cukup terbuka dan dapat dikritisi sehingga tujuan pemaknaan civil society dapat terwujud dengan baik. Mengawal perdamaian tersebut bukan hanya sekedar konsep dan wacana, namun mengimplementasikannya jauh lebih penting. Masyarakat memerlukan negara yang bergerak cepat dan tegas dalam menindak semua pelanggaran HAM. Kita, sebagai warga negara yang memang sepatutnya menginginkan keadaan tentram, bisa memulainya dengan menghargai orang lain mulai dari hal yang terkecil. Mulailah dengan menghargai pendapat dan pandangan yang berbeda dengan kita. Dunia ini penuh dengan enam miliar manusia, mungkin saja ada enam miliar pemikiran pula di dunia ini.

Mengawal Perdamaian dengan Hak Asasi Manusia*oleh Cindya Esti Sumiwi

opini

“Realitas apakah yang mau ditunjuk oleh kebebasan? Mengapa kata ini menjadi sedemikian keramat? Banyak orang dihilangkan secara paksa dan mati dibunuh demi merawat kata Ini”

-Karlina Supelli-

*Mahasiswi Ilmu Sejarah FIB UIKetua Studi Klub Sejarah (SKS) UI 2011

Page 15: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

15

Mengawal Perdamaian dengan Hak Asasi Manusia Beberapa diantara kita mungkin belum

mengetahui apa itu KSDI. KSDI adalah sebuah program kerjasama antara daerah atau industri dengan Universitas Indonesia dalam memberi kesempatan kepada putra putri terbaik di daerah tertentu untuk dapat mengenyam pendidikan di UI. Berdasarkan riset yang dilakukan pada akhir Februari kemarin, sebagian besar mahasiswa yang mengikuti program KSDI mengaku biaya kuliahnya ditanggung Pemerintah Daerah asal mahasiswa.

Mahasiswa yang mengikuti program KSDI biasanya memperoleh beberapa tunjangan, seperti biaya semester, living cost, uang saku bulanan, dan fasilitas belajar (buku, laptop, dll). Responden ada yang mengatakan hanya menerima iuran semester dan living cost, bahkan ada juga yang hanya ditanggung iuran semester saja. Selain itu, mahasiswa yang mengaku ikut dalam program KSDI memiliki beberapa hambatan dalam menerima biaya yang dijanjikan. Selain keterlambatan pentransferan dana, prosedur yang sulit juga menjadi alasan terhambatnya program KSDI yang telah dijanjikan. Bahkan ada yang merasa dia harus

membayar 100% biaya akademik dengan dana pribadi. Dari pertanyaan terbuka yang disertakan dalam

pengumpulan data mengenai kepuasan terhadap kinerja KSDI, mereka merasa fungsi dasar dari KSDI belum tercapai. Tujuan utama KSDI adalah memilih putra-putri terbaik daerah untuk memudahkan mereka menerima pendidikan yang layak dan memberikan prospek yang baik untuk masa depan mereka, namun kenyataannya malah menyusahkan. Semoga dengan munculnya bahasan mengenai KSDI saat ini, akan memberi pencerahan kepada pihak yang bersangkutan dalam program KSDI untuk bisa memaksimalkan tujuan utama dari KSDI UI.

Fathia Hashilah

KSDI di Mata Mahasiswa

riset

Apakah Anda ikut program KSDI?

Apakah Anda tahu KSDI? Dengan siapa Anda bekerja sama?

Fasilitas apa yang Anda dapatkan dari Program KSDI?

Apakah semua pembiayaan berjalan tanpa hambatan?

Jika ada hambatan, apa kendalanya?

BiayaSemester

Biaya Semester& Living Cost

Biaya semester, living cost,uang saku, fasilitas belajar

Biaya semester,living cost,& uang sakubulanan

15

(Survey dilakukan secara online terhadap 107 responden mahasiswa dari 12 fakultas di UI pada

tanggal 22 s.d. 28 Februari 2011. Pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling secara acak (random) sehingga tidak dimaksudkan untuk mewakili

pendapat mahasiswa UI secara keseluruhan)

Page 16: Gerbatama, ini ui! Maret 2011

kampus perjuangan tidak hanya untuk para mahasiswa tapi juga untuk para

pedagang yang mencari nafkah

opini foto