Geologi Lingkungan

8
TUGAS GEOLOGI LINGKUNGAN EVALUASI PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARST DI INDONESIA Disusun Oleh: 1) Andipa Damatra 2) Akhmat Faisal 3) Daru Jaka Sasangka 4) Imam Dulhaji L 5) Mochammad Malik I 6) Rana Wiratama 7) Safruddim UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-2 TEKNIK GEOLOGI YOGYAKARTA 2013

description

UU pemerintah tentang kars

Transcript of Geologi Lingkungan

Page 1: Geologi Lingkungan

TUGAS GEOLOGI LINGKUNGAN

EVALUASI PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI

DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1456 K/20/MEM/2000

TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARST

DI INDONESIA

Disusun Oleh:

1) Andipa Damatra

2) Akhmat Faisal

3) Daru Jaka Sasangka

4) Imam Dulhaji L

5) Mochammad Malik I

6) Rana Wiratama

7) Safruddim

UNIVERSITAS GADJAH MADA

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-2 TEKNIK GEOLOGI

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Geologi Lingkungan

ABSTRAK

Karst berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan

diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar Kota Trieste. Istilah karst ini

kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batu gamping yang telah

mengalami suatu proses pelarutan, bahkan berlaku juga untuk fenomena pelarutan

batuan lain, seperti gypsum dan Batugaram. Kawasan karst mempunyai fungsi

sebagai habitat aneka spesies flora dan fauna yang mungkin memiliki nilai endemik

tinggi sehingga memperkaya khasanah keanekaragaman hayati; warisan

keanekaragaman bumi terhadap anak cucu generasi mendatang, dimana kawasan

karst terbukti memiliki bangun bentang alam yang khas, unik dan langka;

Lingkungan biotik dan abiotik kawasan karst merupakan situs penting bagi

pengembangan pengetahuan, baik yang berbasis pada ilmu kebumian (geologi,

geomorfologi, paleontologi), ekologi, biologi, kehutanan, pertanian, peternakan,

maupun sosial dan budaya. Pendayagunaan kawasan karst secara optimal dan

berkelanjutan hanya berhasil bila melibatkan masyarakat Indonesia secara

keseluruhan. Seluruh penduduk Indonesia perlu diberi informasi, bahwa formasi

batuan karbonat yang telah mengalami proses pelarutan oleh air hujan dinamakan

kawasan karst. Hingga kini di Indonesia, kawasan karst masih dianggap oleh

sebagian besar masyarakat bahkan oleh sebagian besar ahli tambang dan geologi

Indonesia dianggap sebagai sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi dari segi

tambang, sebagai bahan baku industri semen, bahan bangunan, untuk dijadikan ubin

(batu marmer), sebagai bahan untuk perhiasan, maupun macam-macam industri

lainnya. Dolomit dan kalsit (CaCO3 yang telah mengalami proses kristalisasi) juga

ditambang untuk aneka industri. Selain itu, fosfat yang terkandung dalam sedimen

beberapa gua yang pernah dihuni banyak kelelawar dan burung walet juga ditambang

untuk digunakan sebagai pupuk organik. Berbagai potensi ekonomi pada kawasan

karst baik sebagai obyek wisata maupun tambang bahkan dalam keseimbangan

ekologi sehingga perlu di atur dalam undang undang mengenai ataupun peraturan

resmi Negara untuk pelestarian dan pengelolaan lahan karst ini. Salah satu peraturan

Page 3: Geologi Lingkungan

yang mengatur tentang karst adalah Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya

Mineral Nomor 1456 K/20/Mem/2000, peraturan tersebut perlu di evaluasi dalam

penerapannya karena berbagai aturan yang terperinci namun pelaksanaannya tidak

optimal bahkan sering kali saling bersebrangan.

MENGENAL UNDANG UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KARST

Secara jelas tujuan dan sasaran pengelolaan kars di atur dalam Keputusan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor1456 K/20/MEM/2000 Pasal 2

yang secara umum bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan kars dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan dan kemakmuran masyarakat, sehingga

tercapai pembangunan berkelanjutan. Pada pasal 2 ayat 1 berbunyi: Pengelolaan

kawasan kars bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan kawasan kars, guna menunjang

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pada pasal 2 ayat 2

berbunyi Pengelolaan kawasan kars mempunyai sasaran: meningkatkan upaya

perlindungan kawasan kars, dengan cara; melestarikan keunikan dan kelangkaan

bentukan alam di kawasan kars; meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan di

sekitarnya; meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan.

Kepmen tersebut harus selaras dengan undang undang yang ada sebelumnya

seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Pasal 1 yang berkaitan dengan

penguasaan bahan galian yang berbunyi: semua bahan galian yang terdapat dalam

wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam

sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia

dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh negara untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Mengingat kawasan karst ini terdiri atas Batugamping yang

merupakan bahan galian industri maka undang undang ini merupakan salah satu

acuan pengelolaan kawasan karst.

Beberapa undang undang lain yang berkaitan dengan pengelolaan karst adalah

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang pada Pasal 2 berbunyi: konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan

Page 4: Geologi Lingkungan

pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.

Dan pada Pasal 3 yang berbunyi Konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam

hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Kaitanya

dengan pembangunan berkelanjutan maka harus kita tinjau pada Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa

lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Dalam KEPMEN ESDM No. 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan

Kawasan Karst. Dalam peraturan tersebut kawasan karst dibagi menjadi tiga:

Kawasan Karst Kelas I, merupakan kawasan lindung yang di dalamnya tidak boleh

ada kegiatan penambangan. Boleh dilakukan kegiatan lain asal tidak mengganggu

proses karstifikasi dan tidak merusak fungsi kawasan karst. Kawasan Karst Kelas II,

merupakan kawasan karst yang di dalamnya boleh dilakukan aktivitas penambangan

dengan disertai studi AMDAL, UKL dan UPL. Kawasan Karst Kelas III, merupakan

kawasan karst yang di dalamnya boleh dilakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai

dengan perundangan.

CONTOH PERMASALAHAN KARST DI INDONESIA

Permasalah yang terjadi di kawasan karst Citatah, Kabupaten Bandung Barat

yang tidak kunjung menemui titik temu khususnya bagi masyarakat sekitar dan

pemerintah. Sehinggga pentingnya dilakukan kajian untuk mengetahui potensi kars

yang terukur sehingga kemungkinan saling menekan salah satu kepentingan dan

menghilangkan kepentingan lainnya dapat dihindari. Keputusan Menteri Energi

Pertambangan Nomor 1456 K/20/MM/2000 tentang pedoman pengelolaan kawasan

karst yang pada prinsipnya mengelompokan kawasan kars yang boleh ditambang atau

tidak. Tindakan pemerintah sejauh ini berupaya untuk melakukan pengawasan

Page 5: Geologi Lingkungan

terhadap aktifitas tambang tradisional serta mendukung upaya-upaya pelestarian

kawasan karst yang dilakukan oleh masyarakat maupun institusi pendidikan. Namun

disisi lain pemerintah belum mampu mencarikan jalan terbaik bagi masyarakat sekitar

yang mengandalkan kawasan kars sebagai mata pencahariannya ketika penambangan

ditutup. Hal ini yang membuat masyarakat Citatah menolak penutupan kawasan

tambang karst karena mereka belum siap untuk kehilangan pekerjaan sebagai

penambang.

Pola pandangan masyarakat masih banyak yang bersifat antroposentris bahwa

lingkungan hidup hanya sebagai alat pemenuhan kepentingan hidup manusia yang

bersifat ekonomis. Dengan demikian proses keberlangsungan lingkungan hidup akan

mulai tergerus perlahan-lahan dan hal ini membuat lingkungan hidup menjadi rusak

sehingga keseimbangan alam terganggu yang berdampak langsung pada kehidupan

manusia. Pola pandangan inilah yang harus mulai diubah dengan pandangan

biosentris bahwa lingkungan hidup mempunyai nilai yang sangat berharga untuk

dipertahankan demi keberlangsungan genereasi berikutnya. Namun sosialisasi ini

tidak berjalan efektif bagi masyarakat penambang sekitar jika ini berbenturan dengan

masalah kebutuhan pribadi golongan tertentu.

Aktivitas penambangan dikhawatirkan makin mendekat dan akan merambah

ke Pasir Pawon yang akan mengancam situs purbakala dan nilai-nilai strategis lainnya

yang terdapat di Gua Pawon. Warna putih adalah kawasan yang telah dibuka menjadi

kegiatan penambangan (gambar 1 dan 2).

MENINJAU UNDANG UNDANG DALAM NEGRI DAN NEGARA MAJU

DALAM KONFLIK DI LINGKUNGAN KARST

Berdasarkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Nomor 1456 K/20/MEM/2000 pasal 2, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, bahwa seharusnya pemanfaatan karst harus

memperhatikan kemakmuran masyarakat tanpa harus merusak. Dengan kata lain

pemanfaatan lahan karst seharusnya selaras dan serasi dan seimbang seperti di

Page 6: Geologi Lingkungan

cantumkan dalam undang. Namun seacara nyata batasan seimbang dan serasi itu tidak

jelas. Artinya tanpa diatur batasan secara rinci dan jelas dalam undang undang dan

pemahaman dari masyarakat maupun pelaku industri, maka pengelolaan karst akan

bersifat subyektif. Begitu juga belum ada aturan dan pengawasan dan pembimbingan

yang terarah sehingga masyarakat belum tahu dan sadar akan peraturan perundang

undangan yang berlaku. Kasus Citatah mungkin satu dari banyak kasus yang terjadi

di lingkungan karst di Indonesia, dimana undang undang tak cukup mampu untuk

menjadi dasar penyelesaian masalah.

Sebagai contoh lain walaupun sudah diatur dalam Keputusan Menteri Energi

dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000, peraturan ini masih

menyisakan banyak celah bagi pihak-pihak yang “nakal” untuk tetap bisa

mengeksploitasi kawasan karst meskipun masuk kawasan karst kelas I. Dalam

beberapa kasus yang pernah terjadi, untuk mengakomodasi kepentingan investor,

semua kawasan karst digiring menjadi kawasan karst kelas II dan III, tentu saja

melalui serangkaian tindakan manipulasi terhadap proses AMDAL. Kekurangan

berikutnya dari peraturan ini adalah belum adanya standarisasi metode investigasi dan

klasifikasi kawasan karst. Sehingga banyak pihak yang sebenarnya tidak memahami

tentang karst berani membuat klasifikasi berdasarkaan metode yang tidak tepat.

Akibatnya, kawasan karst yang seharusnya masuk kriteria kelas I turun menjadi kelas

II atau III, seperti itulah yang banyak terjadi di Indonesia

Begitu detail undang undang maupun peratuan pemerintah melalui keputusan

menteri tentang pengelolaan karst, namun tidak di jelaskan secara rinci sebagai

contoh belum adanya standarisasi klasifikasi kawasan karst secara jelas. Sehingga

tidak menimbulkan perbedaan persepsi antara satu orang ke orang yang lain.

Standarisasi yang jelas juga akan mencegah penyelengan peraturan. Sebagai contoh

pengelolaan karst di Kanada setiap provinsi mengeluarkan klasifikasi dan

inventarisasi sumber daya alamnya. Sebagai contoh Provinsi British Columbia

mempunyai inventarisasi lahan karst melalui department kehutanannya. Lahan karst

dijelasankan secara jelas karakteristiknya. Dalam inventarisasi tersebut semua lahan

Page 7: Geologi Lingkungan

karst didata secara lengkap dari karakteristik, metode menajemen sampai

keaneragaman hayati setiap lokasi karst. Hal ini tak kita jumpai pada pengelolaan

karst di Indonesia, yang justru banyak peraturan yang terkesan “ambigu”, sehingga

menimbulkan banyak penafsiran berbeda, seperti yang sudah kita sampaikan di atas.

Pemerintah New South Wales Australia, juga mengeluarkan inventarisasi karst di

daerahnya dan mengategorikannya.

KESIMPULAN

Penerbitan undang-undang dan pengawasan terhadap aktivitas tambang karst

dalam membatasi perluasan kerusakan karst tidaklah cukup. Selama tidak ada usaha

perlindungan secara nyata oleh pemerintah, maka proses penambangan akan terus

semakin luas. Untuk itu sebuah solusi lain perlu diterapkan oleh pemerintah dalam

usaha perlindungan kawasan karst yaitu dengan konsep ekologi wisata. Ekologi

wisata atau biasa disebut ekowisata menjadi solusi alternatif untuk menjembatani

permasalahan lingkungan hidup. Ekowisata kawasan karst merupakan bentuk wisata

minat khusus, artinya konsep wisata yang ditawarkan merupakan kreatifitas pembuat

program berdasarkan potensi yang dimiliki suatu kawasan karst. Melalui ekowisata

ini diharapkan dapat menjadi mata pencaharian baru masyarakat kawasan karst

sehingga berhenti melakukan penambangan karena kebutuhan ekonomi telah

terpenuhi. Selain itu, dengan program ekowisata ini kawasan karst akan dilindungi

dan dijaga dengan baik agar tetap menarik para wisatawan

Page 8: Geologi Lingkungan

REFERENSI

http://infokarstdangua.blogspot.com/

http://prokum.esdm.go.id/permen/2012/Permen%20ESDM%2017%202012.PDF

http://www.environment.nsw.gov.au/geodiversity/

file:///C:/DOCUME~1/User/LOCALS~1/Temp/PP_NO_7_1999.HTM

http://bplhd.jakarta.go.id/peraturan/uu/UU%20RI%20NO%2005%20TAHUN%2019

90.pdf

psdg.bgl.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/UU_11_1967.pdf

http://speleoside.wordpress.com/2011/11/27/mengenal-fungsi-kawasan-karst-dan-

upaya-perlindungannya/

http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-konservasi/subid-konservasi-dan-

pemulihan/141-penyelamatan-kawasan-karst-citatah?showall=1)