Geografi Pembangunan

48
1 TUGAS INDIVIDU AKHIR RESPONS PAPER Tiap-tiap Topik Perkuliahan Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK /2 SKS) GEOGRAFI PEMBANGUNAN Oleh: Aprizon Putra Nim: 89059/07 Dosen: Dra.Hj.Kamila Latif, MS Ahyuni, ST, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2008

description

TUGAS INDIVIDU AKHIRRESPONS PAPERTiap-tiap Topik Perkuliahan Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK /2 SKS)GEOGRAFI PEMBANGUNANOleh:Aprizon PutraNim: 89059/07Dosen:Dra.Hj.Kamila Latif, MS Ahyuni, ST, M.SiJURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 20081Kompetisi dasar dalam Instrument Responspaper Panduan selama 1 Semester PerkuliahanMata Kuliah Kelompok Mata Kuliah Jurusan Dosen Pengampu : Geografi Pembangunan : Mata Kuliah Keilmuan

Transcript of Geografi Pembangunan

Page 1: Geografi Pembangunan

1

TUGAS INDIVIDUAKHIR

RESPONS PAPER

Tiap-tiap Topik PerkuliahanMata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK /2 SKS)

GEOGRAFI PEMBANGUNAN

Oleh:

Aprizon PutraNim: 89059/07

Dosen:

Dra.Hj.Kamila Latif, MSAhyuni, ST, M.Si

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU-ILMU SOSIALUNIVERSITAS NEGERI PADANG

2008

Page 2: Geografi Pembangunan

2

Kompetisi dasar dalam Instrument Responspaper Panduanselama 1 Semester Perkuliahan

Mata Kuliah : Geografi PembangunanKelompok Mata Kuliah : Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK)Jurusan : Pendidikan Geografi FIS UNPDosen Pengampu : Dra.Hj.Kamila Latif,MS

Ahyuni,ST,M.Si

1. Mendeskripsikan Konsep-konsep dasar Geogarfi dan pembangunanTopik I : Geografi dan PembangunanTopik II : Pertumbuhan dan PembangunanTopik III : Indikator Pertumbuhan dan Pembangunan

2. Mendeskripsikan teori-teori Pembangunan dan pendekatan Geogarfiyang terkait erat dengan Pembangunan :

Topik IV : Teori Pembangunan dan ModernisasiTopik V : Teori Pertumbuhan yang terkait dengan Ruang dan wilayahTopik VI : Konsep Wilayah dan lokasiTopik VII : Teori Konektivitas dan Model GravitasiTopik VIII : Teori Lokasi

3. Mengevaluasi isu-isu sentral pembangunan dan Pengaruhnya terhadapkehidupan.

Topik IX : DualismeTopik X : Masalah ketimpangan dan kemiskinanTopik XI : Gender dan PembangunanTopik XII : Dinamika pola pertanian di IndonesiaTopik XIII : Pembangunan Regional

4. Mengidentifikasi aspek Geogarfi dalam Pembangunan.Topik XIV : Aspek Geografi dalam Pembangunan

Page 3: Geografi Pembangunan

3

Mendeskripsikan Konsep-konsep dasar Geografi dan Pembangunan

Topik I .Geografi dan Pembangunan

I. Konsep Geografi

Geografi baik sebagai pengetahuan maupun sebagai ilmu, masih belum dikenal

luas di masyarakat Indonesia, meskipun hakekatnya tiap orang telah memiliki

pengetahuan tersebut. Berdasarkan konsep yang ditemukan diatas, jelas bahwa geografi

tidak hanya terbatas sebagai suatu deskripsi tentang bumi atau permukaan bumi,

melainkan meliputi analisa hubungan antara aspek/faktor fisis dengan pola serta hakekat

umat manusia. Dengan demikian, pada studi Geografi, perhatian dan analisa tidak hanya

ditujukan kepada alam lingkungan, melainkan juga berkenaan dengan umat manusia serta

hubungan diantara keduanya.

Disini pun juga ditegaskan bahwa geografi merupakan bidang ilmu yang mencoba

menemukan, mendiskripsikan dan menafsirkan karakter variable dari tempat ketempat

lainnya dibumi sebagai dunia kehidupan manusia. Pada pengertian yang terakhir karakter

geografi itu lebih ditekankan, yaitu berkenaan yaitu dengan tempat dibumi, tidak ada

bidang ilmu yang lain yang menonjolkan aspek tempat atau aspek ruang, kecuali

geografi. Ciri khas studi geografi yang berbeda dengan studi lain yaitu berkenaan dengan

tempat ini. Hal lain yang perlu dikemukakan dan perlu pula diketahui bersamaan bahwa

yang menjadi objek studi geografi, bukan hanya alam fisik yang menjadi tempat dan

sumber daya bagi kehidupan manusia, melainkan juga manusia dengan segala dan

perubahan perilakunnya, dan bahkan interalisasi keduanya, menjadi objek studi yang juga

memberikan karakter kepada ilmu geografi.

Dipihak lain juga studi geografi yang mengkhususkan diri mempelajari alam

lingkungan (physical geography), tidak saja mempelajari alam (udara, air, batuan, gejala

gempa dan lain sebagainya) hanya untuk mengetahui gejala alam tersebut, melainkan

untuk mengungkap “pentingnya” alam bagi kehidupan umat manusia. Inilah salah satu

ciri khas dari geogarfi dan studi geografi.

Page 4: Geografi Pembangunan

4

II. Nilai Geografi

Sebagai suatu bidang pengetahuan dan ilmu, geografi memiliki nilai teoritis dan

nilai praktis. Geogarfi sebagai ilmu penelitian (geography as a research discipline), tidak

hanya bernilai teoritis bagi kepentingan pngembangan diri sebagai suatu ilmu, melainkan

dapat dimanfaatkan secara praktis bagi perencanaan dan pembangunan daerah

(Regional).

Geografi sebagai bidang inkuiri seperti yang telah dikemukakan terdahulu, tidak

hanya merangsang untuk berfikir bagi siapa yang melakukannya, melainkan lebih jauh

dari pada itu dapat mempertajam penghayatan terhadap apa yang ada dan terjadi

dipermukaan bumi ini. Dengan perkataan lain, geografi memiliki nilai edukatif bagi siapa

yang mempelajarinya, dalam arti dapat meningkatkan kognisi, afeksi dan psikomotod

yang mempelajarinya, lebih dari pada itu, dengan mempelajari geogarfi kita dapat

menghayati keberadaan diri kita dialam raya, keberadaan bumi dialam raya, fungsi dan

peranan kita terhadap lingkungan ada nilai yang menghubungkanya atau dengan

perkataan lain, geogarfi itu memiliki nilai filsafat. Pada akhirnya sesuai dengan

penghayatan dan kesadaran yang tinggi dalam mempelajari ilmu geografi , kita menjadi

bertambah dekat dengan alam lingkungan, dengan alam raya dan merasa dekat dengan

Tuhan Yang Maha Pencipta.

III. Pembangunan Berpijak Kepada Ruang dipermukaan Bumi

Pembangunan, baik yang berkenaan dengan aspek fisik maupun non fisik, tidak

dapat dilepaskan dari permukaan bumi sebagai ruang tempat pembangunan itu

berlangsung. Oleh karena itu, perancangan, perencanaan, telaah kelayakan

danpelaksanaan pembangunan, berarti merancang, merencanakan, menelaah kelayakan

dan melaksanakan pembangunan ruang dipermukaan bumi, dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan umat manusia sesuai dengan nilai geografi seperti yang telah dikemukakan

diatas. Pembangunan non fisik seperti pembangunan pendidikan, kesehatan, ekonomi,

budaya dan lain-lainnya, memerlukan sarana dan prasarana. sarana dan prasarana tadi

memerlukan lahan yang diambil dari permukaan bumi. Oleh karena itu, pembangunan

tidak dapat dilepaskan dari ruang yang berada di permukaa bumi.

Page 5: Geografi Pembangunan

5

Pembangunan fisik seperti jalan, jembatan,lapangan terbang, pelabuhan, gedung

dan lain-lainnya. Jelas sekali berpijak pada ruang yang ada di permukaan bumi. Prasarana

dan sarana fisik tadi mengambil lahan dipermukaan bumi. Untuk membangun prasarana

dan sarana, memerlukan bahan yang digali dari permukaan bumi ini.

IV. Sumbangan Geografi terhadap Pembangunan

Geografi sebagai ilmu penelitian, dapat mengembangkan teori, konsep, asas dan

generalisasinya bagi pengembangan dirinya sendiri, disini ia bergerak dalam bidang teori.

Peranan yang sama yaitu sebagai ilmu penelitian (geography as research discipline),

dimanfaatkan juga dalam menyusun rancangan, perencanaan pembangunan wilayah yang

bersangkutan.

Salah satu peranan yang lain yang dimiliki oleh geografi yaitu “geografi sebagai

ilmu tata guna lahan” (Geography as the science of landuse). Disini jelas sekali ia

bergerak dalam bidang praktis, melalui peranannya sebagai ilmu tata guna lahan, geografi

dapat melakukan organisasi keruangan (spatial organization), dalam hal ini geografi

membantu planologi dalam analisis faktor-faktor geografi dalam melakukan tata guna

lahan dan tata guna ruang di permukaan bumi. Untuk menata ruang dipermukaan bumi

berapa persen untuk permukimam, berapa persen untuk industri, berapa persen untuk

industri dan lain sebagainya. Perlu data geografi yang menunjang tata guna lahan. Oleh

karena itu, geografi tidak hanya menunjang secara pasif terhadap pembangunan, melain

kan berperan aktif memberikan data dan informasi tentang aspek-aspek atau faktor-faktor

geografi yang menjadi landasan pembangunan..

Page 6: Geografi Pembangunan

6

Topik II .Pertumbuhan dan Pembangunan

I. Evolusi Makna Pembangunan

Setiap Orang berbicara tentang “Pembangunan”. Mungkin pertanyaan yang

muncul adalah apa sebenarnya yang sebenarnya disebut dengan pembangunan? Bab ini

akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan menelusuri evolusi makna

pembangunan sejak ekonomi pembangunan lahir, yakni setelah perang Dunia kedua.

II. Pandangan Tradisional

Pada mulanya upaya pembangunan Negara sedang berkembang (NSB)

Diidentifikasikan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita, atau populer

disebut dengan startegi pertumbuhan ekonomi. Dengan ditingkatkan pendapatan

perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB dapat terpecahkan.

Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya mereka sependapat bahwa

kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi

pembangunan yang dianngap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi

dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi.Tradisi pemikiran utama

(mainstream) Eropa diterjemahkan lebih lanjut oleh: model general, strategi kapitalis

Negara (State capitalist strategy). Model soviet, dan nesiesme. Model liberal

mandasarkan diri pada berlangsungnya mekanisme dasar, Industrialisasi yang bertahap,

dan perkembangan teknologi. Strategi kapitalis Negara merupakan reaksi terhadap

paradigma modernisasi. Model soviet pada Negara merupakan perkembangan lebih lanjut

dari strategi kapitalis Negara, yang dampaknya diilhami oleh kisah sukses soviet dalam

program industrialisasinya. Aliran ynesian merupakan manifestari dari kapitalisme yang

telah mencapai tahap dewasa, yang intinya menghendaki campur tangan pemerintah

dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.Pentingnya Investment in man, yang

menekankan peranan faktor pendidikan dan kebudayaan, merupakan tahap pertama

menuju konsep pembangunan yang semakin tidak murni ekonomi lagi.

Page 7: Geografi Pembangunan

7

III. Paradigma baru dalam pembangunan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui Negara-negara maju

pada tahap awal pembangunan mereka. Memang dapat dicapai namun dibarengi dengan

masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan dipedesaan, distribusi pendapatan

yang timpang, dan ketidak seimbangan struktur (sjahrir 1986.Bab 1)Fakta ini pula

agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat

yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses

pembangunan , pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produktifitas barang

dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar

peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini yang menandai dimulainya masa pengkajian

ulang tentang arti pembangunan (marada .1966), misalnya mengartikan pembangunan

sebagai pergerakan keatas dan seluruh system social. Ada pula yang menekankan

pentingnya pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan

nilai-nilai dan kelembagaan. Kondisi ini dilandasi argument adanya dimensi kualitatif

yamg jauh lebih penting dibanding pertumbuhan ekonomi.

Selama dasawarsa 1970-an, redefinisi pembangunan ekonomi diwujudkan dengan

upaya meniadakan, setidaknya mengurangi, kemiskinan, pengangguran, dan

ketimpangan. Tidak berlebihan apabila banyak yang memandang bahwa defenisi

pembangunan dalam konteks tujuan sosial. Dengan cepat dimensi baru mengenai

pembangunan mendapat sambutan dari penganjur strategi yang berorientasi kesempatan

kerja, pemerataan, pengentasan kemiskinan, dan kebutuhan pokok.

Obsesi nampaknya didorong oleh keprihatinannya melihat kenyataan

pembangunan diNSB. Timbul kesan bahwa ia “tidak sabar” melihat implementasi strategi

anti kemiskinan, orientasi pada kesempatan kerja, dan pemerataan pembangunan, yang

sering hanya berhenti sebagai retorika politik pada penguasa diNSB semata. Ini pula

ajaknya yang mendorong munculnya konsep dan strategi pembangunan yang baru.

Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam dalam pembangunan seperti

pertumbuhan dengan distribusi kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri,

Pembangunan berkelanjutan demgan perhatian terhadap alam (ecodevelopment).

Page 8: Geografi Pembangunan

8

Pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis

(ethnodevelopment). Barangkali menarik untuk menjadikan ide dasar masimg-masing

paradigma tersebut,

a) Strategi Pertumbuhan Dengan Distribusi

Pada proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi“, atau “retribusi

pertumbuhan”, pada hakekatnya menganjurkan NSB agar tidak hanya memusatkan

perhatian pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar “kue” pembangunan) dan juga

mempertimbangan bagaimana distribusi “kue” pembangunan tersebut. Inii bisa

diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan investasi modal

manusia, perhatian kepada petani kecil, sector informal dan pengusaha ekonomi lemah.

Dengan kata lain, syarat utamanya adalah orientasi pada setiap daya manusia, atau ada

yang menyebut sebagai orientasi populisme pembangunan.

b) Strategi kebutuhan pokok

Strategi pemenuhan kebutuhan kebutuhan pokok telah mencoba memasukan

semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapatkan

masukan dari setiap program pembangunan.

c) Strategi Pembangunan mandiri

Strategi pembangunan mandiri agaknya berkaitan dengan strategi pertumbuhan

dengan distribusi, namun strategi ini memiliki pola motivasi dan organisasi yang berbeda

pada dekade 1970-an, strategi ini populer sebagai antitesis dari paradigma depensiasi dan

tidak bisa dilepaskan dari pengalaman India pada masa Mahaatma Gandhi, Tanzania

dibawah dibawah Julius Nyerere, dan Cina dibawah mao Zedong.

d) Strategi Pembangunan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan, atau sustainable development, muncul ketika isu

mengenai lingkungan muncul pada dasawarsa 1970. Pesan utamanya adalah bahwa tata

dunia baru atau lama tidak akan menguntungkan apabila system biologis alam yang

menopang ekonomi dunia tidak diperhatikan.

Page 9: Geografi Pembangunan

9

Pada pendukung utama Pembangunan berkelanjutan lalu menuju pentingnya

strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem

disuatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan

kebutuhan yang lebih tinggi,namun yang paling utama strategi pembangunan ini harus

berkelanjutan, baik sisi ekologi maupun Sosial.

V. Paradigma Pembangunan : Utopis ataupun Normatif?

Demikian banyak makna pembangunan yang diturunkan oleh para ahli

berdasarkan pengalaman diberbagai Negara dan studi empiris yang mereka lakukan.

Sejarah pemikir mengenai pembangunan memang diwarnai dengan evolusi makana

pembangunan. Dari pemujaan terhadap pertumbuhan, hingga paradigma baru dalam

pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuha pokok (basic needs),

pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan denga

perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang mempertimbangkan

pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment). Akhir-akhir ini mulai antre beberapa

paradigama lain, seperti: wanita dalam pembangunan regional/spasial, dan pembangunan

masyarakat.

Kendati demikian banyak yang memandang berbagai paradigma baru tentang.

Pembangunan ini masih berada pada dataran normatif. Artinya kontribusinya mengenai

pembangunan tidak berbicara dalam konteks actual, namun lebih membahas apa yang

harus dilakukan.

Page 10: Geografi Pembangunan

10

Topik III .Indikator Pertumbuhan dan Pembangunan

Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif. Oleh

karena itu diperlukan indicator sbagai tolak ukur terjadinya pembangunan, kali ini kita

akan menguraikan mengenai indikator-indikator ekonomi maupun sosial yang dikemas

dalam ekonomi pembangunan.

A. Perlunya Indikator Pembangunan

Sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya , paradigama tradisional mengenai

pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi.

Dewasa ini, defenisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah:

Suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu Negara meningkat

selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah

pendudukan dibawah “garis kemiskinan absolute” tidak meningkat da

distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meier,1995: h.7.)

Yang dimaksud dengan proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertera yang

sqaling berkaitan dan mempengaruhi, Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang

diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam:

perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri atau jasa

Perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu

sendiri

Penekanan pada kenaikan pendapatan perkapita (GNP riil dibagi jumlah

penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil menyiratkan bahwa

perhatian pembangunan baiu Negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan.

Pendapatan nasional riil (atau GNP pada harga konstan) yang meningkat sering kali

tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup. Bila pertumbuhan pendudukan melebihi

atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan perkapita bisa

menurun atau tidak berubah, dan jelas ini tidak dapat disebut ada pembangunan ekonomi.

Kurun waktu yang panjang menyiratka bahwa pendapatan perkapita perlu

berlangsung terus menerus dan berkelanjutan. Rencana pembangunan lima tahun baru

merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga

sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang. Pembangunan bukan

Page 11: Geografi Pembangunan

11

merupakan tujuan melainkan hanya alat sebagai proses instrument untuk menurunkan

kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan.

B. Indikator Ekonomi

Klasifikasi Negara

Untuk tujuan operasional dan analitikal, Kriteria utama Bank Dunia dan

mengklasifikasikan kinerja perekonomian suatu Negara adalah GNP (gross national

Product, atau Produk nasional Bruto) perkapita. GNP perkapita adalah dibuat dengan

jumlah penduduk.

Negara berpenghasilan rendah dan menengah kadang-kadang disebut Negara

sedang berkembang (Developing Countries). Jelas ini sekedar untuk memudahkan

klasifikasi dan tidak ada maksud untuk menggeneralisasi bahwa semua Negara adalah

sekelompok ini yang mengalami tahapan pembangunan yang sama. Klasifikasi menurut

penghasilan tidak selalu mencerminkan status pembangunan (IBRD, 1993). Namun pada

umumnya, Negara sedang berkembang (NSB)memliki karasteristik yang relatif sama

Yaitu:

1. Tingkat kehidupannya rendah, dengan ciri penghasilan rendah ketimpang

distribusi pendapatan tinggi, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan.

2. Tingkat Produktivitas relatif rendah.

3. Pertumbuhan penduduk dan beban ketergantunganya tinggi.

4. Tingkat pengangguran dan setengah penganggurannya tinggi dan cenderung

meningkat

5. Ketergantungan terhadap produksi pertanian da ekspor produk primer

demikian segnifikan.

6. Dominan, tergantung, dan rentan dalam Hubungan Internasional (Todaro,

1994:h.38-54)

Page 12: Geografi Pembangunan

12

C. Indikator Sosial

Indikator Sosial sebagai Alternatif Indikator Pembangunan

GNP Per kapita sebagai ukuran tingkat kesejahteraan mempunyai beberapa

kelemahan, kelemahan umum yang sering dikemukakan adalah tidak memasukan

produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian subsistem, jasa, rumah

tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan dan masalah distribusi pendapatan.

Akibatnya bermunculan upaya untuk memperbaiki maupun menciptakan indikator lain

sebagai pelengkap ataupun alternatif dari indikator kemakmuran dan tradisional.

Indikator-indikator yang dipilih atas dasar tingginya korelasi dalam membentuk

indeks pembangunan dengan mengunakan “bobot timbangan” yang berasall dari tingkat

korelasi. Indeks pembangunan tersebut ternyata mempunyai korelasi yang lebih erat

dengan indikator sosial dan ekonomi dibandingkan korelasi GNP perkapita dengan

indikator yang sama tentunya ranking berbagai Negara dengan indeks pembangunan ini

berbeda dengan ranking berbagai Negara dengan indeks pembangunan ini berbeda

dengan rangking dengan menggunakan ukuran GNP perkapita. Ditemukan juga bahwa

indeks pembangunan ini mempunyai korelasi yang lebih erat dengan NSB. Dapat

disimpulkan bahwa pembangunan sosial berlangsung lebih cepat dibandingkan

pembangunan ekonomi sampai tingkat S$ 500 perkapita.

Page 13: Geografi Pembangunan

13

Mendeskripsikan teori-teori Pembangunan dan pendekatan Geogarfi yang terkaiterat dengan Pembangunan.

Topik IV.Teori Pembangunan dan Modernisasi

Ada suatu masa pada abad yang lalu dimana teori pembahagian kerja secara

internasional merupakan teori yang dianut. Para ahli ekonomi, termasuk mereka yang

punya posisi penting dalam menentukan kebijakan perdagangan luar negeri sebuah

Negara, mengikuti teori ini. Teori-teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa setiap

Negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keuntungan kompararif

yang dimilikunya. Negara-negara dikatulistiwa yang tananya subuh, misalnya, lebih baik

melakukan spesialisasi dibidang produksi pertanian. Sedangkan Negara-negara

dibahagian bumi sebelah utara, yang iklimnya tidak cocok untuk usaha pertanian,

sebaiknya melakukan kegiatan produksi dibidang industri. Mereka harus

mengembangkan teknologi, untuk menciptakan keunggulan komparatif begi negerimya.

Ada banyak variasi dari teori-teori yang tergabung dalam kelompok Teori

Modernisasi. Yang diuraikan secara singkat diatas hanya sebahagian kecil dari ketipan

pembuka yang di anggap mewakili beberapa pemikiran aliran dari teori modernisasi.

Aliran-aliran yang ada antara lain:

Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah

penyediaan modal untuk investasi. Teori jenis ini biasanya dikembangkan

oleh para ekonom. Dalam buku ini, teori ini diwakilkan kepada teori

Harrod-Domar.

Teori modernisasi yang menekankan aspek-aspek psikologi individu,

Teori McClelland dengan konsep n-Achnya dapat dianggap mewakili

aliran ini.

Teori yang menekankan nilai-nilai budaya. Teori weber tentang peran

agama dalam pembentukan kipitalisme merupakan sumber dari dari aliran

sumber ini. Nilai-nilai masyarakat, antara lain dari yang melalui agama,

mempunyai peran yang menentukan dalam melakukan tingkah laku

individu. Kalau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dapat diarahkan

kepada sifat yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, proses

pembangunan dalam masyarakat dapat terlaksana.

Page 14: Geografi Pembangunan

14

Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik Yang

mendukung proses pembangunan, sebelum lepas landas dimulai. Teori

Rostow (yang lebih menekankan pada proses lepas landas) dan hoselitz

(yang membicarakan lembaga-lembaga yang yang diperlukan sebelum

lepas landas) merupakan contoh dari teori ini. Berbeda dengan weber yang

menekankan nilai-nilai, Hoselitz menekankan lembaga-lembaga yang

kongkreat. Lembaga-lembaga politik dan social ini diperlukan

untukmenghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga

wiraswasta dan teknologi.

Teori yang menekankan lingkungan material, dalam hal ini lingkungan

pekerjaan, sebagai salah satu cara terbaik untuk menentukan manusia

moderen yang biasa membangun. Inkeles da smith berbicara tentang

persoalan ini. Berbeda dengan McClelland yang menekankan pendidikan

dalam arti “manipulasi” mental yamg dipakai sebagai instrument

mengubah, tetapi pengalaman kerja yang dialami secara nyata oleh

siburuh yang mengubah sikap dan tingkah lakunya. Tetapi memang

inkeles dan smith juga menyatakan bahwa pendidikan adalah cara yang

paling efektif untuk membentuk manusia moderen.

Perbedaan yang ada pada macam-macam teori ini hanya merupakan perbedaan

penekanan aspek yang dianggap penting, baik dalam menciptakan manusia yang akan

membangun, maupun dalam mempersiapkan sarana material untuk pembangunan itu

sendiri. Tetapi, inti dari teori-teori ini adalah sama. Dengan demikian, yang menjadi ciri

utama dari teori Modernisasi adalah:

I. Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut dan yang

tradisional. Ynag moderen merupakan symbol dari Kemajuan, Pemikiran yang

rasional, cara kerja yang efisien, dan seterusnya Sebaliknya yang tradisional.

Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang belum maju, ditandai

oleh cara berfikir yang irasional serta cara kerja yang tidak efisien. Ini

merupakan cirri masyarakat pedesaan yang didasarkan pada usaha pertanian

di Negara-negara miskin.

Page 15: Geografi Pembangunan

15

II. Teori Modernisasi juga berdasarkan pada faktor-faktor Non-materi sebagai

penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran. Faktor-faktor

ini menjaelma dalam dalam psikologi individu, atau nilai-nilai masyarakat

yang menjadi orientasi penduduk dalam memberikan arah kepada tingkah

lakunya.Seperti misalnya teori Hoselitz (yang menekannkan pembentukan

lembaga-lembaga yang menunjang proses modernisasi) atau inkeles dan smith

(yang menekankan lingkungan kerja sebagai cara untuk menciptakan manusia

moderen).

Page 16: Geografi Pembangunan

16

Topik V.Teori Pertumbuhan yang terkait dengan Ruang dan wilayah

I. Variasi Keruangan dalam pembangunan

Tipe teori pembangunan ini (coere-Periphery), seperti halnya dualisme dan “dual

sector model” mencoba memberikan gambaran dan menerangkan tentang perbedaan

pembangunan (development), tetapi dengan tekanan dari segi keruangan. Jadi kosep ini

sesuai dengan ide geogarfi yang juga meliha sesuatu dalam segi keruangannya. Sedang

dualisme dan “dual sector model” menekankan perbedaan didalam masyarakat dan

didalam ekonomi. Perbedaan diantara daerah pusat © dan daerah pinggiran (P) dan

dijumpai dalam beberapa skala : didalam ’Region’. Antara Regions dan antara Negara

(eg. Pelabuhan dan daerah pendukungnya: kota dan desa: Negara maju dan Negara

sedang berkembang. “Pelarization of growth” ini menimbulkan “backwash-effects” atau

akibat-akibat yang menghambat pertumbuhan wilayah-wilayah lain dari mana tenaga-

tenaga trampil, modal dan barang-barang perdagangan ditarik disitu.

Apabila “Spread effects” dari C ke P ini lebih besar/kuat, maka “backwash-

effects” dapat diatasi. Dalam hal ini Myrdal berpendapat pesimis karena selama masih

ada campur tangan bebas dari kekuatan pasar. Maka pertumbuhan daerah pinggiran (P)

sukar diharapkan selama itu “backwash-effects” akan selalu lebih besar dari

dibandingkan dengan “Spread effects”, jadi untuk memperbesar “Spread effects” Myrdal

mengemukakan perlunya campur tangan pemerintah misalnya pengendalian imigrasi.

Pencegahan modal luar, pembangunan ‘Pheriphery’. Program pembangunan perdesaan.

Teori Myrdal menerangkan hubungan antara C-P dalam arti polarisasi

pertumbuhan ekonomi , da juga menerangkan pentingnya campur tangan pemerintah

dalam pembangunan.. Perbedaanya adalah bahwa pandangannya lebih Optimistis

dibandingkan dengan pandangan Myrdal.

Hirshman mengemukakan bahwa penanaman modal yang banyak di ‘core-

regions’ akan mempercepat pertumbuhan di C dan efek polarisasi pembangunan akan

diganti oleh ‘trickling down-effects’ pembangunan.’Trickling down’ ini disebabkan oleh

stimulasi/perubahan yang kumulatif didaerah pusat (‘core-regions) dengan penanaman

modal yang intensif. Jadi ‘tricklingdown effects’ sama dengan ‘spread effects’. Seperti

dikemukakan didepan bahwa ide Hirschman lebih optimistis karena keyakinanya bahwa

Page 17: Geografi Pembangunan

17

perbedaan keruangan pembangunan merupakan hal yang sementara sifatnya serta bahwa

intervensi pemerintah akan menpercepat menghilangkan ketimpanagan keruangan ini.

FRIEDMANN sebagai ahli perencana menggunakan konsep ‘core-periphery’

untuk membuat tipologi suatu wilayah. Menurut dia wilayah dapat dibedakan menjadi:

1. ‘Core-Regions’ Sebagai ekonomi metropolitan yang berpusat . ini identik

dengan kapitalis modrean. Sebagai contoh ‘core-regions’ ini adalah

wilayah perkotaan Jakarta. Indonesia tetapi ‘core-regions’ dapat pula

dengan skala Internasiona.

2. Wilayah Transisi yang berkembang (Upward-transision regions) Yaitu

wilayah dekat dengan pusat dan sesuai untuk pengembangan sumber-

sumber (misalnya antara daerah perkotaan Jakarta dengan daerah

perkotaan Dibandung).

3. Wilayah yang berdekatan dengan sumber-sumber (‘resource regions’)

Daerah permukiman baru (Misalnya daerah-daerah tranmigrasi

disumatera, kalimatan dan lain-lainnya).

4. Wilayah transisi yang mundur (‘downward-transisions regions) Wilayah

ini terdapat didalam Negara (misalnya daerah-daerah yang mengalami

“backwash-effects’) da diluar negeri pada skala dunia (Misalnya sub-

saharan countries).

Menurut Friedmann perbedaan pembangunan keruangan dihubungkan dengan

stadia Kota didalam evolusi keruangan, ditandai oleh tingkat urbanisasinya.

1. Fase Sebelum Industri

Ditandai dengan banyak pusat kota kecil yang bebas dan ekonominya belum maju

(stagnant), tanpa perbedaan (didalam pembangunan) keruangan yang bebas (misalnya

diEropa pada abad pertengahan).

2. Fase Industrialisasi belum mulai

Ditandai dengan ‘primate city’ yang dominan dan perbedaan yang besar dalam

membangunan keruangan antara C dan P (Misanya Indonesia sekarang).

Page 18: Geografi Pembangunan

18

3. Fase Tansisi

Ditandai dengan industrialisasi yang makin meluas di pusat-pusat. Pertumbuhan (growth

centres), tetapi juga dengan perbedaan yang terus menerus didalam pembangunan

keruangan

4. Fase Terakhir dengan organisasi keruangan yan sempurna

Kota-kota yang system secara fungsional saling tergantung. Seluruh ruang nasional

terintegrasi sedemikia rupa sehingga tidak ada lagi ‘periperhy’ yang tebelakang sdan

belum berkembang.

II. Kutub-kutub Pertumbuhan da Pusat-pusat Pertumbuhan

Konsep kutub pertumbuhan (growth centre) diformulasikan oleh PERROUX,

seorang ahli ekonomi bangsa perancis pada tahun 1950. Kutub pertumbuhan adalah

pusat-pusat dalam arti kerurangan yang abstrak, sebagai tempat kekuatan-kekuatan

sentrifugal memancar dan kekuatan-kekuatan sentripental tertarik kesitu. Dikatakan

keruangan yang abstrak karena memang tidak merupakan lokasin yang konkrit dalam arti

keruangan Geografis.

Konsep pertumbuhan yang dikemukanan oleh BOUDEVILLE, seorang ahli

ekonomi perancis ia menggunakan konsep (kutub pertumbuhan) yang sudah ada

dijadikan konsep keruangan geografis yang konkrit. Pusat pertumbuhan adalah

sekumpulan (geografis) semua kegiatan. Pusat pertumbuhan adalah kota-kota atau

wilayah perkotaan yang memiliki suatu industri yang ‘propulsive, yang kompleks.

Page 19: Geografi Pembangunan

19

Topik VI.Konsep Wilayah dan lokasi

Konsep Wilayah (Region)

Ilmu Geografi regional muncul sebagai kritik dari beberapa Geogarf Sosial yang

tidak puas akan analisis ilmu Geografi tradisional yang mengabaikan penggunaan

konsep space (ruang). Menurut Budiharsono (2001: 13) analisis ilmu Geogarfi berada

pada alam tanpa ruang (spaceless world). Ilmu Geogarfi regional tampil dengan

memberikan tekanan analisisnya pada penerapan konsep space (ruang) dalam

menganalisis masalah-masalah yang berhubungan dengan sosial Geografi dan sosial

ekonomi. Unsur-unsur ruang yang terpenting adalah jarak, lokasi, bentuk, dan ukuran

(skala). Unsur-unsur tersebut secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang

disebut wilayah (region). Untuk menerapkan unsur ruang (space) tersebut, ilmu Geografi

regional menggunakan konsep wilayah (region) yang dapat diformulasikan sesuai dengan

kebutuhan analisis. Menurut Glasson (1977) ada dua cara pandang yang berbeda tentang

wilayah yaitu cara pandang subjektif dan cara pandang objektif. Glasson (1977)

membedakan wilayah berdasarkan kondisinya atau berdasarkan fungsinya. Menurut

Haggett (1977) ada 3 jenis wilayah, yaitu wilayah homogen (homogenous regions),

wilayah nodal (nodal regions) dan wilayah perencanaan (planning or program regions).

Budiharsono (2001: 14) mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi

oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah juga

dapat diartikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur

terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan

atau fungsional (Adisasmita, 2005: 86).

Dalam analisis Geografi regional beberapa konsep wilayah (region) yang lazim

digunakan, yaitu

(1) Wilayah Homogen (Homogeneous Region);

(2) Wilayah Nodal (Nodal/Polarized Region);

(3) Wilayah Administratif;

(4) Wilayah Perencanaan (Planning Region).

Page 20: Geografi Pembangunan

20

Friedmann dan Alonso (1964) membuat 4 (empat) klasifikasi wilayah

pembangunan, yaitu

a) metropolitan regions;

b) development axes;

c) frontier regions;

d) depressed regions. (Adisasmita, 2005: 93)

Lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial

order) kegiatan ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara

geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap

lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan

lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku lokal

(local input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan

(transferred input); dan permintaan luar (outside demand). (Hoover dan Giarratani, 2007)

Page 21: Geografi Pembangunan

21

Topik VII.Teori Konektivitas dan Model Gravitasi

Teori Konektivitas dan model gravitasi dalam pengembangan

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat

besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering

digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari

potensi tersebut. Model ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal.

suatu wilayah Dasar pemikiran teori pengembangan wilayah adalah setiap kegiatan pasti

terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam suatu titik yang statis

(Budiono, 1994). Misal sebidang tanah yang diusahakan untuk lahan maka kegiatan

produksi padi tidak terbatas pada lahan itus aja tetapi berdasarkan pemikiran bahwa tata

ruang kegiatan produksi padi berkaitan engan jarak tempat tinggal petani dengan lahan,

jarak petani mendapatkan bibit dan obat-obatan, jarak petani menjual hasil produknya

dan jarak dengan tempat dimanan petanai tersebut membelanjakan pendapatannya.

Dengan demikian dalam pendekatan tata ruang pembangunan yang terjadi di suatu daerah

akan mempengaruhi daerah lain demikian pula sebaliknya. Dalam pendekatan tata ruang

ini digunakan untuk membahas hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan

pedesaan. Hubungan atau kontak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan

berserta hasil hubungannya disebut interaksi (Bintarto, 1991).

Interaksi antara desa-kota merupakan suatu proses sosial, proses ekonomi, proses

budaya maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor dan unsur yang ada

dalam kota, dalam desa, dan diantara kota dan desa (hubungan timbal balik antara desa

dan kota). Kota tidak dapat tumbuh untuk `dirinya` sendiri tetapi juga tumbuh untuk

desa-desa di sekitarnya. Dalam pandangan ekonomi regional, pembangunan perkotaan

tanpa mengakaitkannya dengan pembangunan pedesaan adalah tidak mungkin terjadi

demikian pula sebaliknya. Pembangunan desa-kota (pembangunan regional) dalam

perencanaannya.

Page 22: Geografi Pembangunan

22

Menggunakan konsep region (wilayah). Cara yang paling banyak dikenal dalam

mendefinisikan suatu regiaon adalah : (Syafrizal, 1993)

1. Wilayah yang homogin. Adalah sebuah daerah yang memiliki sifat-sifat yang

sama yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat pada sebuah region dipandang

tidak penting. Misal : region aliran sungai, region lahan kritis dan sebagainya.

2. Wilayah yang memusat (polarized region). Adalah sebuah wilayah yang didasari

oleh adanya aliran barang secara internal, kontak dan saling tergantungnya

daerah-daerah tertentu dengan suatu pusat kegiatan yang dominan (biasanya pusat

kota).

3. Wilayah perencanaan (planning region). Adalah wilayah yang keseragamannya

didasari oleh kesamaan daerah administratif atau politis. Karena ketersediaan

sarana administratifnya maka wilayah ini digunakan sebagai wilayah perencanaan

pembangunan.

Pemikiran konsep region diatas dalam hubungannya dengan ukuran region dan

interaksi di dalammnya terakait denganm teori lokasi. Teori lokasi yang pertama dikenal

dengan tempat sentral yang mengemukakan bahwa pusat kota ada karena berbagai jasa

penting yang disediakan oleh lingkungan sekitarnya. Secara ideal kota merupakan pusat

daerah yang produktif dengan demikian disebut tempat sentral (Sukanto dan Karseno,

1997). Teori lokasi kedua adalah growth poles (teori pertumbuhan). Teori ini menyatakan

bahwa kumpulan industri cenderung memilih lokasi yang memusat di kota-kota besar

(aglomerasi ekonomi) dan didukung oleh sebuah daerah belakang (hinterland) yang kuat.

(Alfonso, 1999). Pendekatan dengan teori pusat pertumbuhan menekankan pentingnya

pusat-pusat wilayah utama untuk pertumbuhan dengan maksud agar pertumbuhannya

dapat menimbulkan efek pertumbuhan bagi daerah-daerah lainnya. Dalam perkembangan

berikutnya pendekatan ini dapat digunakan untuk mengkaji hubunngan timbal balik desa-

kota. Dengan mengembangkan kota diharapkan agar perkembangan ini dapat menetes ke

desa-desa melalui arus barang, bahan pangan, urbanisasi dan bahkan modal.

Page 23: Geografi Pembangunan

23

Menurut Myrdal (1999) potensi sumber daya yang dimiliki antara daerah satu

dengan daerah lainnya tidak merata oleh karena itu pertumbuhannyapun berbeda. Untuk

dapat tumbuh secara cepat, suatu negara perlu meilih satu atau lebih pusat-pusat

pertumbuhan regional yang emiliki potensi paling kuat. Apabila region ini kuat maka

akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah. Pertumbuhan ini

berdampak positip (trickle down effect) yaitu adanya pertumbuhan di region yang kuat

akan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah atau mungkin region yang

lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk region yang

kuat. Dalam rangka pengembangan suatu wilayah maka pusat kota dianggap sebagai

tempat sentral bagi pertumbuhan inti di daerah dan menentukan tingkat perkembangan

ekonomi secar keseluruhan . dengan demikian terjadi interdependensi antara pusat-pusat

kota dengan daerah-daerah sekitarnya…

Page 24: Geografi Pembangunan

24

Topik VIII.Teori Lokasi

Teori lokasi

Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial

order) kegiatan ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara

geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap

lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan

lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku lokal

(local input); permintaan lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan

(transferred input); dan permintaan luar (outside demand). (Hoover dan Giarratani, 2007)

Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai

kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut

Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah

apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan

jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan

(selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki

kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya

untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke

pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin.

Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan

akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.

Weber (1909) menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber

pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan

bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di

mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi

dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang

maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu

biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam

menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep

segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk

Page 25: Geografi Pembangunan

25

menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau

pasar, Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan

menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan

isodapan (isodapane).

Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,

jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini merupakan

suatu sistem geometri, di mana angka 3 yang diterapkan secara arbiter memiliki peran

yang sangat berarti dan model ini disebut sistem K = 3. Model Christaller menjelaskan

model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari

setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.

Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar),

berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran (produksi). Losch

mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang

dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli

karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch

cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

D.M. Smith memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan

menjelaskan konsep average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-

rata) yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka

dapat dibuat kurva biaya rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan lokasi.

Selisih antara average revenue dikurangi average cost adalah tertinggi maka itulah lokasi

yang memberikan keuntungan maksimal.

McGrone (1969) berpendapat bahwa teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan

keuntungan sulit ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis

dinamik. Ketidaksempurnaan pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan pendapatan di

masa depan pada tiap lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi personal, dan

pertimbangan lain membuat model maksimisasi keuntungan lokasi sulit dioperasikan.

Page 26: Geografi Pembangunan

26

Menurut Isard (1956), masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya

dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-

beda. Isard (1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan

aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi. Richardson

(1969) mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk

berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam

keputusan yang diambil guna meminimumkan risiko. Dalam hal ini, baik kenyamanan

(amenity) maupun keuntungan aglomerasi merupakan faktor penentu lokasi yang penting,

yang menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi bagaimanapun juga menghasilkan

konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.

Pada dasarnya penataan ruang merupakan suatu implikasi dari pengembangan

daerah yang menghendaki suatu rencana tata ruang yang tersendiri yang tidak lagi

menjadi bagian dari rencana atau penataan ruang yang sudah ada. Berdasarkan latar

belakang tersebut, prinsip perencanaan tata ruangnya adalah dalam rangka

pengembangan wilayah. Karena itu haruslah diperhatikan aspek-aspek yang mendasari

pengembangan wilayah (regional development) seperti sumber daya manusia (human

resources), sumber daya alam (natural resources), serta dukungan pranata sistem

(institutional infrastructure). Salah satu isu yang patut dipertimbangkan adalah implikasi

demokratisasi, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam penentuan keputusan-keputusan

publik. Hal ini merupakan inti dari reformasi yang kita cita-citakan yaitu timbulnya

masyarakat sipil (civil society), masyarakat yang egaliter berdasarkan kesetaraan. Dengan

demikian, masyarakat harus diberikan peranan yang cukup besar dalam penentuan

“nasib”nya. Dalam kaitan tersebut, pendekatan perencanaan yang sentralistik dan top-

down harus segera direvisi menjadi pendekatan perencanaan yang lebih mengedepankan

demand masyarakat yang disebut sebagai community driven planning. Isu yang paling

aktual untuk saat ini adalah bagaimana upaya untuk mencapai kondisi di mana

masyarakat sendirilah yang mendesain rencana yang diinginkan dan pemerintah adalah

fasilitatornya. Hal ini sangat penting dalam penataan ruang suatu wilayah atau perkotaan.

Isu lain yang hendak dibahas adalah terkait dengan akselerasi pembangunan di

Kabupaten Lamongan.

Page 27: Geografi Pembangunan

27

Sebagai salah satu daerah yang berkembang, Kabupaten Lamongan, hendaknya

mengambil momen yang sangat baik ini untuk meraih dukungan bagi pengembangan

wilayahnya. Dalam kaitan tersebut, potensi yang sudah ada hendaknya didayagunakan

dan didorong secepatnya. Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Lamongan memiliki

letak yang sangat strategis yaitu memiliki jangkauan yang tidak jauh dari Surabaya

sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur dan dalam kedepannya nanti akan berada di antara

dua kluster industri Surabaya-Gresik-Sidoarjo-Pasuruan-Mojokerto dan Bojonegoro-

Tuban Dari segi infrastruktur wilayah, walaupun beberapa pihak mengatakan belum

memadai, telah terdapat jaringan jalan yang melintasi seluruh kawasan sampai dengan

perbatasan antara Kabupaten Lamongan dengan kota-kota lain disekitarnya. Letak

Lamongan yang berada di jalur transportasi jalur utara Pulau Jawa juga tidak bisa

dipisahkan disini. Hal ini merupakan keuntungan lokasional dimana luapan (spill over)

dari dua kluster industri yang mengapit Kabupaten Lamongan dapat merupakan suatu

potensi yang dapat dimanfaatkan. Salah satu konsekuensi negatif dari

diberlakukannya otonomi daerah kondisi antara lain adalah memberikan kemungkinan

banyaknya daerah yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa berupaya untuk

ber-sinergi dalam pelaksanaan pembangunan dengan daerah lainnya, demi sekedar

mengejar target dalam lingkup “kacamata” masing-masing. Kondisi tersebut akan

menimbulkan persoalan pembangunan apabila tidak diikat dengan satu kerangka

keterpaduan yang mengedepankan kepentingan wilayah yang lebih luas dan dalam

kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Prasarana yang bersifat tunggal dan

melayani wilayah sekitarnya (prasarana wilayah) sangatlah tidak efisien apabila harus

dibangun pada setiap daerah. Karena itu haruslah dicari suatu sinergi yang baik dalam

mengupayakan ketersediaan prasarana sejenis yang secara hirarki fungsional dia dapat

melayani kebutuhan kebutuhan yang tidak hanya menguntungkan pembangunan daerah

tetapi juga wilayah dan nasional. Sebagai contoh, prasarana jalan secara sistem berhirarki

mulai dari jalan arteri, kolektor, dan lokal yang secara keseluruhan mendukung

kelancaran sistem aktivitas dan produksi baik dari asal bahan baku maupun menuju

outlet-nya. Begitu pula dengan sistem kota-kota yang terdiri dari fungsi pelayanan

kegiatan nasional, wilayah, maupun lokal. Kota- kota tersebut secara hirarki fungsional

melayani penduduk kotanya maupun wilayah sekitarnya.

Page 28: Geografi Pembangunan

28

Mengevaluasi isu-isu sentral pembangunan dan Pengaruhnya terhadap kehidupan.

Topik IX.Dualisme

A. Pengertian Dualisme

Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam

pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena

mental adalah entitas non-fisik. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal

setidaknya sejak jaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang

eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles

berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran

atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.

Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes

(1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang

pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan

membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang

pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang.

Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan

fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi

dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya

bertentangan dengan materialisme non-emergent.

B. Contoh Perkembangan Kondisi Dualisme sampai saat ini di Indonesia

Permusuhan dan Persahabatan (Budaya Politik Minang Kabau)

“Permusuhan dalam persahabatan” (hostile and Friendship) adalah istilah yang

dilontarkan oleh Josselin de Jong (1960) untuk menggambarkan struktur budaya

masyarakat Minangkabau. Istilah ini mengandung makna bahwa struktur sosial-budaya

masyarakat Minangkabau itu sendiri sebenarnya mencirikan sifat dualisme, di mana akan

selalu ada dua aliran yang satu sama lain berseberangan. Lalu apa yang terjadi

seandaikan dua aliran yang berseberangan (dualisme), dipertemukan dalam sebuah

wilayah dan masyarakat yang sama, apalagi kalau pertemuan tersebut cenderung selalu

Page 29: Geografi Pembangunan

29

hadir setiap saat dalam kehidupan masyarakatnya. Kita bisa membayangkan, begitu

besarnya potensi konflik yang ada ditengah masyarakat tersebut, yang suatu saat bisa saja

meledak. Seandainya ditengah-tengah masyarakat tidak ada “alat” yang mampu

menyatukan dua kubu yang seberangan ini, maka, potensi konflik tersebut bisa saja

meledak dan menjadikan wilayah masyarakat ini menjadi “medan pertempuran” yang

sebenarnya. Inilah yang justru terjadi di masyarakat Minangkabau sejak lama, di mana

secara adat, ditemukan ada dua aliran politik yang berbeda dan bertemu dalam “medan”

yang sama. Aliran pertama memegang prinsip aristrokratis (manitiak dari ateh-menetes

dari atas) dengan aliran lainnya justru memegang prinsip demokratis atau egaliter

(mambusek dari bumi-menyembur dari bumi atau dari bawah). Pada banyak kasus,

berbagai fenomena di masyarakat Minangkabau menunjukkan pola budaya yang

dualisme seperti ini, di mana di dalamnya terkandung dua komponen yang bersifat

oposisi (oposisi binary). Walaupun demikian, sifat duelisme ini tidaklah menjadikan

masyarakatnya menjadi masyarakat yang berkonflik terus menerus (disharmoni), justru

sebaliknya menciptakan masyarakat yang sangat harmonis dan dinamis. Ini

menunjukkan bahwa masyarakat Minangkabau memiliki kemampuan dalam

mensintesiskan dualisme tersebut. Melalui cara pandang structural, tulisan ini mencoba

memaparkan, bagaimana cara orang Minangkabau mensintesisikan dua aliran yang

berseberang tersebut, melalui gerakan-gerakan politik para actor yang ada di dalamnya.

Tidak banyak tulisan dan hasil penelitian tentang Minangkabau, baik yang dilakukan oleh

peneliti Indonesia maupun peneliti asing, yang mencoba mengupas adanya dualisme

dalam masyarakat Minangkabau khususnya dalam sistem sosial-politik yang dianutnya.

Namun berbagai tulisan ini ada kecenderungan mengakui bahwa memang ada “dualisme”

dalam masyarakat Minangkabau tersebut. Ini misalnya terungkap dengan berbagai istilah

yang digunakan, seperti “dualisme” (Saanin, 1989), “aturannya yang dipakai berubah-

ubah” (Benda-Backmann, 2001), “aturan yang dipakai tidak jelas” (Biezeveld, 2001),

“sulit diterka” (Wahid, 1996), “ambiguous” (Sairin, 2002), dispute (Tanner, 1971). Saya

bisa memaklumi, mengapa ketegasan dalam menyebut adanya fenomena demikian

cenderung tidak populer. Salah satunya karena konsep “dualisme” ini cenderung

dikonotasikan secara negatif, sehingga setiap peneliti mungkin akhirnya lebih baik

menghindar daripada “didemonstrasi oleh orang Minangkabau”.

Page 30: Geografi Pembangunan

30

Satu satunya yang secara tegas menyebutkan “masyarakat minangkabau

memiliki pola dualisme” hanyalah ditemui dalam tulisan Saanin (1989) yang melihat

bahwa masyarakat Minangkabau cenderung memiliki psikologi yang terbelah dua

(dualisme). Menurut Saanin (1989), ketika seseorang mempelajari Minangkabau, akan

selalu dihadapkan pada masalah “dualisme” tersebut. Sifat dualisme seperti ini, misalnya

terlihat jelas pada : (1) Penerapan aturan antara cara adat (matrilineal) dengan cara agama

(patrilineal). (2) sistem politik (lareh) antara aristokratis dengan demokratis. (3) pola

pengasuhan anak antara pengasuhan oleh mamak dengan pengasuhan oleh bapak. (4)

sistem pewarisan (harta dan gelar) antara pewarisan ke kemenakan dengan pewarisan ke

anak. Ini hanya beberapa contoh bentuk dualisme dalam masyarakat Minangkabau

tersebut.

Sifat dasar masyarakatnya yang terbelah (dualisme) ini, tidaklah terbentuk

begitu saja, tetapi secara struktural telah terbentuk sejak lama, yaitu sejak duo datuak

pendiri adat Minangkabau menciptakan dua landasan adat (lareh) dalam masyarakatnya.

Dalam tambo digambarkan, dua datuak ini yaitu Datuak Katamenggungan akhirnya

menciptakan lareh Koto Piliang yang aristokratis (manitiak dari ateh), dan Datuak

Prapatiah Nan Sabatang akhirnya menciptakan lareh Bodi Caniago yang demokratis

(mambusek dari bumi). Sebagai dua tokoh penting, maka terbelahnya landasan adat

masyarakat Minangkabau menjadi dua (dualisme) ini bisa dimaklumi, karena kedua

tokoh ini digambarkan memang memiliki asal usul, kepribadian dan pola pikir yang

berbeda. Datuak Katamenggungan digambarkan sebagai “putra makhkota” yang akan

mewarisi “kerajaan” ayahnya yang berpola patrilineal, berwatak keras, dan memiliki pola

pikir yang tegas sebagaimana layaknya seorang “raja”. Berbeda dengan Datuak Prapatiah

Nan Sabatang yang justru terlahir dari rakyat biasa, suka merantau dan berwatak

kerakyatan, serta memiliki pola pikir yang lembut dan egaliter.

Perbedan-perbedaan ini lah yang sering menjadi pemicu munculnya persaingan

dan pertentangan diantara duo datuak ini dalam memimpin Minangkabau pada waktu itu.

Puncaknya, terjadi setelah ayah dan ibu mereka (Cati Bilang Pandai dan Indo Jalito)

meninggal dunia, yaitu dengan terjadinya “perang“ di Limo Kaum (Dobbin, 1983;

Djamaris, 1991). Pada perkembangan kemudian, akhirnya kedua datuak ini lalu

membentuk dua sistem politik (lareh) yang berbeda dan masing-masing nya saling

Page 31: Geografi Pembangunan

31

berebut pengaruh dalam masyarakatnya. Masyarakat Minangkabau akhirnya terbelah

dalam dua sistem politik (phratry dualism), dan disisi lain juga akhirnya membelah

wilayah Minangkabau kedalam dua aliran tersebut, yang dikenal dengan istilah luhak1

(Batuah, 1966).

Secara struktural, dua lareh yang diciptakan duo datuak ini lah yang kemudian

menjadi landasan dasar kehidupan sosial-politik masyarakat Minangkabau, sampai

sekarang ini (Maarif, 1996). Akan tetapi walau pun sifat terbelah dua (dualisme) ini

selalu membayangi kehidupan masyarakatnya, justru hal ini tidak menimbulkan kondisi

disharmoni dalam masyarakatnya. Banyak ahli bahkan melihat bahwa Minangkabau,

justru memiliki kehidupan yang sangat dinamis2. Ini menunjukkan bahwa di dalam sifat

yang terbelah itu, terselip juga nilai-nilai budaya yang mampu mensintesiskannya,

sehingga dualisme ini justru menjadi sebuah kesatuan yang saling mendukung satu sama

lain. Mengikuti tambo, maka menurut Navis (1984) dan juga Djamaris (1991), sintesis

yang mengakhiri pertentangan antara duo datuak pendiri Minangkabau tersebut

dilakukan melalui kehadiran tokoh Datuak Sakalok Dunia dan Banego-nego3. Ini

akhirnya melahirkan lareh baru yang disebut Lareh Nan Panjang, dimana sifat lareh ini

sering dikatakan Koto Piliang bukan, Bodi Caniago antah (Koto Piliang bukan, tetapi

dikatakan Bodi Caniago juga bukan).

Pada perkembangan kemudian, pola menyelesaikan pertentangan (sintesis

dualisme) gaya duo datuak tersebut, misalnya terlihat dengan hadirnya filosofi yang

mendasari kehidupan masyarakatnya yaitu adat basandi syarak, syarak basandi

kitabullah. Menurut Syarifuddin (1984), filosofi lebih sebagai bentuk sintesis yang

dilakukan oelh masyarakatnya dengan masuknya Islam menjadi agama baru dalam

kehidupan masyarakat Minangkabau. Begitu juga pola pengasuhan anak disentesiskan

menjadi anak dipangku kamanakan dibimbiang (anak dipangku kemenakan dibimbing),

sedangkan sistesis dualisme dalam sistem pewarisan dilakukan melalui pewarisan harto

pusako (harta komunal) kepada kemenakan (khususnya perempuan) dan harta pancarian

(harta individual) diwariskan kepada anak. Kemampuan masyarakat Minangkabau dalam

memecahkan dualisme agar tidak menjadi disharmoni inilah, dalam literatur sering

Page 32: Geografi Pembangunan

32

digambarkan sebagai “kesatuan dalam keragaman” (Nasroen, 1954), “permusuhan dalam

persahabatan (hostile in friendship)” (de Jong, 1960), dispute in harmony (Abdullah,

1966; Tanner, 1971), “dari dualisme menuju keesaan” (Saanin, 1989). Oleh sebab itu,

menurut Saanin

Walaupun kelompok ini, berbeda fungsi dan peran satu sama lainnya, namun di

masyarakat Minangkabau, ia menjadi satu kesatuan yang utuh yang selalu ada dan

mewarnai setiap musyawarah yang mereka lakukan. Artinya, dua kelompok yang

berseteru tidak akan ada tanpa kehadiran kelompok ketiga, sebaliknya kelompok ketiga

tidak mungkin dimunculkan tanpa adanya perseteruan dua kelompok lainnya. Secara

struktural, maka budaya politik Minangkabau ini dapat digambarkan sebagai struktur

triadik. Struktur triadik sebagai ciri khas budaya politik Minangkabau ini akan selalu

ditemui dan teraplikasinya dalam musyawarah dalam kelompok (internal), dan juga

dalam musyawarah antar kelompok (eksternal). Inilah yang kemudian sering

digambarkan oleh para ahli sebagai “keragaman dalam kesatuan” (Nasroen, 1955), atau

“hostile in friendship” (de Jong, 1966), “dari dualisme menjadi keesaan” (Saanin, 1989).

Page 33: Geografi Pembangunan

33

Topik X.Masalah ketimpangan dan kemiskinan

Masalah Ketimpangan Pandangan Sektoral dan Faktor Produksi

A. Sumber Baru Ketimpangan

Persoalan ketimpangan sesungguhnya justru muncul pada titik ini, yakni

kesepakatan bahwa sektor industri merupakan basis pertumbuhan ekonomi dan dengan

begitu harus didukung sepenuhnya dengan mengabaikan sektor lainnya. Dalam konteks

ini sektor industri didinamisir untuk memproduksi secara efisien dan produktif sehingga

bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, sektor lainnya karena relatif

diabaikan tetap dalam kondisi yang stagnan. Keyakinan bahwa sektor industri merupakan

mesin yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi dalam banyak hal dapat dipahami, tetapi

dalam dosis tertentu bisa pula dianggap berlebihan. Dipahami dalam pengertian bahwa

sektor industri selalu memproduksi barang dan jasa setelah melalui proses pengolahan

(manufacturing) sehingga dapat meningkatkan nilai produk dan menjadi sumber

pendapatan nasional. Tetapi bisa dianggap berlebihan apabila timbul keyakinan sektor

industri tersebut dapat tumbuh tanpa dukungan sektor lainnya, khususnya bagi sebuah

negara yang memiliki endowment factor di sektor pertanian.

Lepas dari argumentasi tersebut, akibat dukungan pemerintah terhadap sektor

industri yang berlebihan, muncul perbedaan efisiensi dan produktivitas antara sektor

industri dan sektor lainnya (misalnya sektor pertanian) sehingga menyebabkan terjadinya

ketimpangan sektoral, yang dalam penilaian mikro sekaligus juga menunjukkan

ketimpangan pendapatan antara pelaku ekonomi yang bekerja di sektor industri dan

pelaku ekonomi yang bekerja di sektor pertanian. Dalam tahap awal pembangunan,

seringkali dijumpai fakta terjadinya ketimpangan tinggi antara sektor industri dan sektor

lainnya, dan setelah itu ketimpangan akan menurun pada level pembangunan berikutnya.

Menurunnya ketimpangan tersebut bukan diakibatkan oleh meningkatnya efisiensi dan

produktivitas di sektor lain, tetapi karena merosotnya kinerja sektor industri akibat tidak

bertumpu pada sektor basis. Fakta ini banyak dijumpai di negara-negara berkembang

yang memprioritaskan sektor industri sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi dan

menihilkan sektor basis pada saat memulai proses pembangunan.

Page 34: Geografi Pembangunan

34

Ketimpangan pendapatan juga bisa diperiksa dari sisi lain, bahwa ketika

industrialisasi dijalankan, faktor produksi yang paling berkuasa adalah modal, lebih-lebih

jika hal ini direlasikan dengan negara yang memakai sistem kapitalis. Modal merupakan

instrumen penting yang dianggap bisa menggerakkan investasi sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi. Akibat dominasi modal dibandingkan faktor produksi yang lain,

setiap tetes penghasilan ekonomi yang diperoleh dari proses produksi sebagian besar

akan jatuh pada pemilik modal secara tidak proporsional. Pendeknya, jika keuntungan

suatu perusahaan meningkat dalam kurun waktu tertentu, peningkatan laba tersebut

hampir seluruhnya jatuh ke pemilik modal, sedangkan pemilik tanah tetap menikmati

sewa seperti masa sebelumnya dan tenaga kerja juga harus menerima upah seperti

sediakala ketika keuntungan belum meningkat.

Tentu saja fenomena tersebut bisa menjadi instrumen yang menyebabkan

terjadinya ketimpangan pendapatan antarmasyarakat dengan menggunakan pijakan

pembagian keuntungan faktor produksi yang tidak adil. Dalam banyak kasus di negara

berkembang fakta ini dengan mudah bisa ditemukan dengan merujuk pada praktik

produksi di perusahaan-perusahaan yang mengakibatkan terjadinya konflik antara buruh

dan pemilik modal akibat. Demikian halnya apabila dipindahkan ke sektor pertanian,

misalnya, ketimpangan tersebut juga terjadi akibat pembagian pendapatan yang tidak

sepadan antara pemilik lahan dan buruh tani dalam sistem ''share cropping'' (bagi hasil).

Dalam sistem ini pembagian pendapatan cenderung ditentukan secara sepihak oleh

pemilik lahan akibat posisi tawar mereka yang jauh lebih kuat dibandingkan buruh tani.

Jadi, dengan menggunakan pendekatan ini ketimpangan bukan merupakan produksi dari

kebijakan pemerintah yang memprioritaskan sektor tertentu, melainkan akibat praktik

pembagian yang tidak adil antarfaktor produksi ekonomi

B. Kemiskinan.

Terdapat dua pendekatan : kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif

1. Kemiskinan absolut ( melihat jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan).

2. Kemiskinan relatif (hubungan populasi terhadap distribusi pendapatan).

Page 35: Geografi Pembangunan

35

Beban Kemiskinan Global Terjadi pada negara yang memiliki populasi yang

besar pada kelompok-kelompok tertentu (kaum wanita), Anak –anak (sisi pendidikan dan

kesehatan). Beban tersebut dapat dilihat dari extreme poverty line dan poverty line.

C. Perbedaan Kemiskinan dengan Ketimpangan Pendapatan.

- Kemiskinan berkaitan dengan standar hidup yang absolut.

- Sedangkan Ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat.

D. Garis Kemiskinan

Semua ukuran kemiskinan dipertimbangkan pada norma tertentu. Pilihan norma

tersebut sangat penting terutama dalam pengukuran kemiskinan yang didasarkan pada

konsumsi. Garis kemiskinan didasarkan pada consumption based poverty line dimana

terdapat dua elemen :

1. Pengeluaran yang diperlukan untuk standar gizi.

2. Jumlah kebutuhan lain yang bervariasi.

E. Seberapa Besar Tingkat Kemiskinan terjadi

Berdasarkan perhitungan untuk melihat tingkat kemiskinan dan ketimpangan

pendapatan diantaranya menggunakan :

o Headcount Index : menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi populasi.

o Poverty Gap : menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap

penduduk miskin hingga tingkat garis kemiskinan, sehingga kemiskinan dapat

dilenyapkan.

F. Hipotesis U Terbalik Tentang Kemiskinan

Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya U terbalik, bahwa permulaan

pembangunan dimulai dimana distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun

setelah mencapai tingkat pembangunan tertentu distribusi pendapatan makin merata.

Page 36: Geografi Pembangunan

36

Sebagian besar kurva kuznet ini terletak disebelah kanan, ketimpangan

pendapatan menurun seiring dengan peningkatan GDP perkapita pada tahap

pembangunan selanjutnya. Hipotesis ini membuktikan terjadinya dua economy.

G. Penyebab Kemiskinan

Mencoba dengan mengidentifikasi penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi :

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan

sumber daya yang menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses modal.

H. Alternatif Solusi Kemiskinan

- Pengupahan tenaga kerja (terutama sektor tradisional, modal yang didapat dari

pemungutan pajak).

- Menitikberatkan pada transfer sumber daya dari pertanian ke industri melalui

mekanisme pasar.

- Menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan

kemajuan teknologi sehingga menjadi leading sector (rural – led development) proses ini

akan mendukung pertumbuhan seimbang dengan syarat :

1. Kemampuan mencapai tingkat pertumbuhan output pertanian yang tinggi.

2. Menciptakan pola permintaan yang kondusif pada pertumbuhan

Page 37: Geografi Pembangunan

37

Topik XI.Gender dan Pembangunan

I. Kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian keseimbangan gender

telah terjadi di beberapa sektor kunci

Selama ini telah terjadi perbaikan yang stabil dan mengesankan dalam hal posisi

relatif pendidikan perempuan. Bagi mereka yang saat ini berusia di bawah 20 tahun,

perbedaan gender yang terjadi sangatlah kecil. Sedikit lebih banyak perempuan daripada

lelaki yang terdaftar di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Hanya di tingkat

sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, terdapat lebih banyak lelaki yang

mendapatkan pendidikan dibandingkan perempuan. Perempuan yang berusia lebih tua

tetap kurang namun hanya terdapat sedikit perbedaan.

Peran-peran, harapan-harapan, dan pandangan-pandangan gender menempatkan

perempuan dan laki-laki ke dalam situasi-situasi yang membatasi kapasitas-kapasitas

mereka untuk melakukan dan untuk menjadi sesuatu. Kondisi ini pada gilirannya

menghalangi, potensi-potensi mereka untuk mencapai hidup yang lengkap dan

memuaskan. Di Indonesia, subordinasi gender mempengaruhi secara buruk kaum

perempuan. Ini terlihat jelas dalam hal marjinalisasi ekonomi, subordinasi politik,

stereotipe gender, beban yang berlipat, dan kekerasan terhadap kaum perempuan. Institut

ini mengakui legitimasi dari kesetaraan gender sebagai sebuah nilai dasar yang harus

tercermin dalam pilihan-pilihan pembangunan, dan juga kebijakan-kebijakan, pada

tingkat nasional dan lokal. Institut ini mendekati masalah-masalah kesetaraan gender di

pusat dari keputusan-keputusan kebijakan yang luas, struktur-struktur institusional dan

alokasi-alokasi sumber daya, dan bagaimana penyertaan pandangan-pandangan dan

prioritas-prioritas kaum perempuan dalam proses pembuatan kebijakan dan tujuan-tujuan

pembangunan.

II. Globalisasi dan desentralisasi mendatangkan kesempatan sekaligus tantangan

lebih besar untuk pencapaian kesetaraan gender

Migrasi ke luar negeri bukan hanya salah satu dari sumber kesempatan kerja

terbesar dan terus menerus tumbuh untuk kaum miskin pedesaan, namun berperan juga

sebagai satu dari mekanisme jaring pengaman yang dimanfaatkan kaum miskin untuk

Page 38: Geografi Pembangunan

38

menghadapi kejutan ekonomi. Tiap tahunnya jumlah warga negara Indonesia yang

tercatat pergi sebagai migran ke luar negeri adalah sekitar 400.000 orang, dan 80%

diantaranya adalah perempuan. Sekitar 90% perempuan migran tersebut bekerja pada

sektor informal, umumnya sebagai pembantu rumah tangga. Mayoritas pekerja laki-laki

migran bekerja di sektor formal sebagai buruh bangunan. Migrasi ke luar negeri juga

mendatangkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan hak asasi. Walaupun terasa

berat bagi para pekerja migran Indonesia, persoalan tersebut terasa lebih menyulitkan

pekerja migran perempuan karena sebagai pembantu rumah tangga, hubungan kerja

dengan majikan mereka tidak diakui atau dilindungi. Para pekerja migran perempuan di

luar negeri sangat rentan terhadap pelanggaran hak mereka selaku pekerja seperti

perkosaan, pelecehan, pemotongan upah dan kondisi kerja yang buruk.

Desentralisasi membuka kesempatan bagi perempuan untuk memainkan peran

yang lebih besar, namun secara tidak langsung juga telah mengurangi partisipasi

perempuan di pemerintahan. Pegawai negeri memiliki ketidakseimbangan gender pada

tingkatan pangkat tinggi, terutama pada pangkat tinggi di pemerintahan daerah. Oleh

karenanya ketika pembuatan keputusan di sektor publik diturunkan dari Pemerintah Pusat

ke Pemerintah Daerah, maka tingkat partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan

manjadi berkurang. Sejalan dengan rendahnya keterwakilan perempuan dalam lembaga-

lembaga pembuat keputusan, jumlah kabupaten/kotayang mengesahkan peraturan-

peraturan daerah yang bias gender (misalnya Perda Maksiat), atau bahkan peraturan yang

mendiskriminasikan perempuan, menunjukkan peningkatan. Perspektif gender yang

rendah diantara pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga pembuat keputusan lainnya di

daerah, mengakibatkan keluarnya kebijakan-kebijakan yang tidak peka gender walaupun

kebanyakan dari kebijakan-kebijakan tersebut pada awalnya dimaksudkan untuk

memberikan perlindungan bagi perempuan.

III. Namun demikian, diskriminasi angkatan kerja masih terlihat di seluruh wilayah

Hanya 41% perempuan versus 73% lelaki yang bekerja atau mencari pekerjaan. Di

pasar tenaga kerja, perempuan lebih cenderung tidak mendapatkan pekerjaan

dibandingkan laki-laki. Namun demikian, angka statistik ini menyamarkan fakta bahwa

banyak perempuan yang walaupun tidak secara aktif mencari kerja, namun berminat

Page 39: Geografi Pembangunan

39

untuk bekerja. Perempuan terwakili secara berlebihan dalam pekerjaan-pekerjaan tanpa

bayaran atau dengan bayaran rendah, dan kurang terwakili di dalam sektor formal yang

berpenghasilan lebih baik.

Di sektor formal, perempuan menerima upah yang lebih rendah. Hal ini bukan

disebabkan oleh kurangnya pendidikan atau pengalaman perempuan. Rata-rata, karyawan

perempuan hanya menerima76% dari penghasilan laki-laki. 80% dari perbedaan upah

laki-laki dan perempuan disebabkan oleh timpangnya perlakuan terhadap perempuan.

Seorang perempuan dengan pendidikan dan pengalaman yang persis sama dengan laki-

laki rata-rata akan menerima sekitar 81% dari penghasilan yang diterima laki-laki.

Perbedaan upah ini lebih besar di wilayah-wilayah luar Jawa dibandingkan Jawa, dan

lebih besar di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

IV. Dan kekerasan terhadap perempuan masih terus berlanjut

Perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan dibandingkan lelaki dan

seringkali mereka juga menjadi korban kekerasan di daerah-daerah konflik sipil dan

militer. Aceh, Maluku, Poso, Papua dan Kalimantan Tengah adalah daerah-daerah

dimana kekerasan sipil dan militer telah mempengaruhi kehidupan perempuan, lelaki dan

anak-anak secara serius. Di Aceh, 1.694 perempuan menjadi janda selama operasi militer

(DOM), dan 4.126 lainnya menjadi janda selama periode paska-DOM. Di Maluku,

stigmatisasi menimpa perempuan hamil dan perempuan beranak yang dibuang

keluarganya. Pada bulan Maret 2001, terdapat 1,1 juta pengungsi lokal dan kebanyakan

dari mereka adalah perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia.

Kekerasan berbasis gender dilaporkan semakin meningkat. Tercatat ada 5.163

kasus kekerasan di tahun 2002, naik sebesar 63% dari tahun sebelumnya. Kasus-kasus

tersebut termasuk pelecehan pada buruh migran perempuan, kekerasan dalam rumah

tangga serta perbuatan kriminal. Data akhir tahun di Markas Besar Kepolisian Jakarta,

misalnya, memperlihatkan bahwa kasus perkosaan yang dilaporkan telah meningkat

secara signifikan sebesar 25% di tahun 2003 walaupun terdapat penurunan jumlah

peristiwa kriminal di kota. Kekerasan dalam rumah tangga mengungguli kasus-kasus

kekerasan terhadap perempuan lokal di Nusa Tenggara Barat. Persoalan ekonomi telah

dituding sebagai penyebab meningkatnya jumlah kasus tersebut. Menurut Asosiasi

Page 40: Geografi Pembangunan

40

Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), terdapat 43 kasus kekerasan terhadap

perempuan yang ditangani organisasi tersebut di tahun 2000. Hal ini meningkat menjadi

70 kasus di tahun 2001 dan naik drastis menjadi 729 kasus di tahun 2002.

V. Kinerja Indonesia dalam menangani ketidaksetaraan gender tertinggal dari

negara tetangga

Di tahun 2002, kinerja GDI1 Indonesia menduduki peringkat 91 dari 144 negara.

Hal ini disebabkan oleh karena angka harapan hidup perempuan ‘dibebani’ oleh tingkat

melek aksara yang lebih rendah, yaitu 86%(dibandingkan 94% untuk lelaki), jumlah

waktu rata-rata sekolah perempuan lebih pendek dari lelaki (6,5 berbanding 7,6 tahun),

dan porsi penghasilan perempuan yang lebih kecil dari lelaki (38% berbanding 62%).

Kinerja GDI diseluruh wilayah juga tidak beraturan dengan variasi yang signifikan,

bahkan di antara dua kabupaten/kota yang bertetangga.

Page 41: Geografi Pembangunan

41

Topik XII.Dinamika pola pertanian di Indonesia

Pertanian sebagai Anugerah Terbesar Bangsa Indonesia

Jika melihat kondisi pertanian Indonesia saat ini sungguh sangat memprihatinkan,

dalam hal hasil produksi (yang cenderung menurun dari waktu ke waktu) dan kualitas

produk pertanian, khususnya bahan pangan. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara

agraris penghasil bahan pangan terbesar didunia. selain itu, Indonesia memiliki

ketersediaan bahan-bahan organik yang melimpah di alam. Menurunnya hasil produksi

pertanian di Indonesia tidak lain disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu :

1. Menipisnya unsur hara mikro di dalam tanah

Untuk dapat tumbuh dan menghasilkan produksi yang maksimal, tanaman

membutuhkan 13 jenis unsur makro dan mikro. akan tetapi, petani-petani di Indonesia

hanya memberikan 3 jenis unsur hara makro saja (N,P,K). jadi, lambat laun tanah kita

akan semakin miskin kandungan unsur hara mikro karena habis diserap secara terus-

menerus oleh tanaman tanpa ada pengembalian pada tanah (karena hanya 3 jenis unsur

hara makro saja yang dikembalikan lagi ke tanah).

2. Penggunaan pupuk & pestisida dari bahan kimia sintetis

Tanpa kita sadari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis sangat berakibat fatal

bagi kemajuan pertanian kita. Tentunya, kita perlu mengingat bahwa salah satu sifat dari

bahan kimia sintetis yaitu tidak dapat terurai di dalam tanah & akan mengendap di dalam

tanah. Sehingga, mengakibatkan semakin mengerasnya struktur tanah. efek lain bagi

petani yaitu semakin meningkatnya biaya produksi karena semakin banyak jumlah dosis

yang dibutuhkan dari tahun ke tahun. Nah, kalau kita perhatikan dari 2 hal diatas, sudah

Page 42: Geografi Pembangunan

42

saatnya pola pertanian di Indonesia harus dirubah ke arah pertanian ORGANIK, dalam

arti yaitu menggunakan bahan-bahan (pupuk & pestisida) berbahan organik.

Selain itu juga akan semakin lebih bersahabat dengan lingkungan alias menjaga

kelestarian lingkungan(tanah). Hanya ada satu harapan untuk dapat bersaing di era

globalisasi ini yaitu memajukan bidang pertanian.

Topik XIII.Pembangunan Regional

PEMBANGUNAN REGIONAL

1.1 Pengertian Pembangunan Regional

Pembangunan regional ialah suatu program untuk strategi pemerintah setempat /

nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya

proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari daerah nasional supaya terjadi

perkembangan kearah yang dikehendaki.

1.2 Tujuan-tujuan kebijaksanaan pembangunan

1. Mencapai kenaikan pendapatan per kapita yang cepat

2. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup

3. Mengadakan redistribusi pendapatan supaya lebih merata

4. Mengurangi perbedaan tingkat perkembagan / pembangunan dan kemakmuran

antara daerah yang satu dengan yang lain

5. Merubah struktur perekonomian supaya tidak berat sebelah.

Pembangunan Regional, Ketimpangan antar wilayah atau (inter-area gap) lebih

disebabkan karena banyak factor antara lain ketersediaan potensi sumberdaya yang

dimiliki masing-masing wilayah serta pengelolaan dari pemerintah wilayah setempat.

Timpangnya pembangunan di tiap wilayah di Indonesia lebih dikarenakan perbedaan

potensi sumberdaya yang dimiliki dan pengelolaan sumberdaya tersebut dari tiap

pemerintah wilayah.Kebjakan otonomi daerah yang sudah berjalan hingga saat ini, maka

setiap masing-masing pemerintah wilayah tersebut mampu memiliki kewenangan secara

penuh untuk mengolah sumberdaya yang dimiliki tanpa campur tangan pemerintah pusat

Page 43: Geografi Pembangunan

43

untuk mendukung pembangunan regional masing-masing wilayah. Namun disisi lain

walaupun tiap wilayah memiliki kewenangan penuh untuk mencari dana sendiri, namun

pemerintah pusat tetap berkewajiban mengontrol guna mengantisipasi adanya

pengelolaan sumberdaya yang salah dalam pelaksanaannya.Untuk itu dapat diusulkan

kebijakan pembangunan pemerintahan otoritarian-kapitalistik Suharto yang memuncak,

telah menumbangkan kekuasaan tersebut dan menggantikannya dengan semangat baru

pembangunan yangkemudian dikenal sebagai era-reformasi. Demikianlah, sehingga

pada fase ketiga ini, pembangunan pedesaan lebih banyak dicirikan oleh pemenuhan

kebutuhan akan penyaluran aspirasi politik daripada pemenuhan kebutuhan fisik

sebagaimana dilakukan pada masa sebelumnya.

Adanya berbagai permasalahan di dalam pembangunan kota-kota di

Indonesia, khususnya kota-kota menengah dan kota besar, terutama diakibatkan kurang

dilibatkannya masyarakat di dalam proses pembangunan kota-kota dimaksud, sejak

proses awal yaitu dari tahap perencanaan. Akibatnya hasil pembangunan di kota-kota

menengah dan besar di Indonesia cenderung mengarah untuk menampung kebutuhan

sebagian kecil kelompok masyarakat, yang rata-rata berpenghasilan tinggi dan menengah.

Sebagian besar kelompok masyarakat berpenghasilan rendah tidak tertampung

aspirasinya, pada perencanaan pembangunan kota dan perencanaan pembangunan

kawasan. Kota-kota menengah dan besar di Indonesia saat ini menyajikan kondisi

dilematik. Di satu sisi pertumbuhan dan pembangunan kota cukup pesat, namun di sisi

lain mengakibatkan masyarakat berpenghasilan rendah tersingkir dan semakin miskin

(marginal-society). Terjadinya kontradiksi ini akhirnya sering menimbulkan konflik

sosial yang mengarah kepada pengrusakan sarana-prasarana fisik perkotaan dan sendi-

sendi sosial antar kelompok masyarakat yang sebelumnya sudah cukup kuat dan

terpelihara dengan baik. Belajar dari pengalaman yang sama pada negara-negara

berkembang lainnya, maka visi kota-kota besar dan menengah di masa depan

memerlukan pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat seluas mungkin,

sejak awal, yaitu tahap perencanaan. Bagaimana mekanisme keterlibatan peran serta

masyarakat di dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan kota memerlukan

pengkajian secara mendalam. Pembangunan Transmigrasi ke depan masih dipandang

relevan sebagai suatu pendekatan untuk mencapai tujuan kesejahteraan,

Page 44: Geografi Pembangunan

44

pemerataan pembangunan daerah, serta perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Namun

demikian, kebijakan penyelenggaraan transmigrasi perlu diperbaharui, dan disesuaikan

dengan kecenderungan (trend) perubahan yang terjadi akhir-akhir ini, terutama perubahan

pada tata pemerintahan Pada kurun waktu 2004-2009, penyelenggaraan transmigrasi

diarahkan sebagai pendekatan untuk mendukung pembangunan daerah, melalui

pembangunan pusat-pusat produksi, perluasan kesempatan kerja, serta penyediaan

kebutuhan tenaga kerja terampil baik dengan peranan pemerintah maupun secara

swadana melalui kebijakan langsung (direct policy) maupun tidak langsung (indirect

policy). Sedangkan Kebijakan Transmigrasi diarahkan pada tiga hal pokok yaitu:

1. Penanggulangan kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan penduduk

untuk memperoleh tempat tinggal yang layak;

2. Memberi peluang berusaha dan kesempatan kerja;

3. Memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk melaksanakan

perpindahan penduduk .

Sementara itu, untuk wilayah KTI pembangunan transmigrasi diarahkan untuk.

(1) Mendukung pembangunan wilayah yang masih tertinggal,

(2) Mendukung pembangunan wilayah perbatasan, dan

(3) Mengembangkan permukiman transmigrasi yang telah ada, pembangunan

permukiman baru secara selektif, dan pengembangan desa-desa/permukiman

transmigrasi potensial.

Dengan berlakunya UU no 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka tatacara

penyelenggaraan transmigrasi dan pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan terhadap

tuntutan perkembangan keadaan saat ini. Pelaksanaannya harus memegang prinsip

demokrasi, mendorong peran serta masyarakat, mengupayakan keseimbangan dan

keadilan, serta memperhatikan potensi dan karakteristik daerah.

1.3 Faktor Pembangunan Sektoral dan Daerah

Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nasional

perlu diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu dengan pembangunan sektor lain dan

pembangunan daerah secara holistik. Namun demikian, mengingat bahwa sumberdaya

Page 45: Geografi Pembangunan

45

alam sebagai sistem penyanggga kehidupan yang memiliki kedudukan, fungsi dan peran

yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan, maka pembangunan sektor lain yang

menyebabkan perubahan peruntukan dan pemanfaatan sumberdaya yang berdampak

penting, bercakupan luas, atau bernilai strategis, harus dilakukan secara cermat dan

koordinatif. Khusus hubungannya dengan pembangunan daerah, penyelenggaraan

otonomi dibidang pembangunan regional perlu memperoleh perhatian yang semestinya.

Untuk itu perlu dikembangkan kegiatan yang bersifat “local specific” berdasarkan

potensi dan keadaan setempat.

Page 46: Geografi Pembangunan

46

Mengidentifikasi aspek Geogarfi dalam Pembangunan.

Topik XIV.Aspek Geografi dalam Pembangunan

1.1 Aspek Geogarfi Dalam Pembangunan

Geogarfi baik sebagai pengetahuan maupun sebagai ilmu, masih belum dikenal

luas di masyarakat Indonesia, meskipun hakekatnya tiap orang telah memiliki

pengetahuan tersebut. Berdasarkan konsep yang ditemukan diatas, jelas bahwa geografi

tidak hanya terbatas sebagai suatu deskripsi tentang bumi atau permukaan bumi,

melainkan meliputi analisa hubungan antara aspek/faktor fisis dengan pola serta hakekat

umat manusia. Dengan demikian, pada studi Geografi, perhatian dan analisa tidak hanya

ditujukan kepada alam lingkungan, melainkan juga berkenaan dengan umat manusia serta

hubungan diantara keduanya.

Disini pun juga ditegaskan bahwa geografi merupakan bidang ilmu yang mencoba

menemukan, mendiskripsikan dan menafsirkan karakter variable dari tempat ketempat

lainnya dibumi sebagai dunia kehidupan manusia. Pada pengertian yang terakhir karakter

geogarfi itu lebiuh ditekannkan, yaitu berkenaan yaitu dengan tempat dibumi, tidak ada

bidang ilmu yang lain yang menonjolkan aspek tempat atau aspek ruang, kecuali

geografi. Ciri khas studi geogarfi yang berbeda dengan studi lain yait berkenaan dengan

tempat ini. Hal lain yang perlu dikemukakan dan perlu pula diketahui bersamaan bahwa

yang menjadi objek studi geogarfi, bukan hanya alam fisik yang menjadi tempat dan

sumber daya bagi kehidupan manusia, melainkan juga manusia dengan segala dan

perubahan perilakunya, dan bahkan interalisasi keduanya, menjadi objek studi yang juga

memberikan karakter kepada ilmu geogarfi.

Dipihak lain juga studi geogarfi yang mengkhususkan diri mempelajari alam

lingkungan (physical geography), tidak saja mempelajari alam (udara, air, batuan, gejala

gempa dan lain sebagainya) hanya untuk mengetahui gejala alam tersebut, melainkan

untuk mengungkap “pentingnya” alam bagi kehidupan umat manusia. Inilah salah satu

cirri khas dari geogarfi dan studi geografi.

Sebagai suatu bidang pengetahuan dan ilmu, geografi memiliki nilai teoritis dan

nilai praktis. Geogarfi sebagai ilmu penelitian (geography as a research discipline), tidak

hanya bernilai teoritis bagi kepentingan pngembangan diri sebagai suatu ilmu, melainkan

Page 47: Geografi Pembangunan

47

dapat dimanfaatkan secara praktis bagi perencanaan dan pembangunan daerah

(Regional). Geogarfi sebagai bidang inkuiri seperti yang telah dikemukakan terdahulu,

tidak hanya merangsang untuk berfikir bagi siapa yang melakukannya, melainkan lebih

jauh dari pada itu dapat mempertajam penghayatan terhadap apa yang ada dan terjadi

dipermukaan bumi ini. Dengan perkataan lain, geografi memiliki nilai edukatif bagi siapa

yang mempelajarinya,dalam arti dapat meningkatkan kognisi, afeksi dan psikomotod

yang mempelajarinya, lebih dari pada itu, dengan mempelajari geogarfi kita dapat

menghayati keberadaan diri kita dialam raya, keberadaan bumi dialam raya, fungsi dan

peranan kita terhadap lingkungan ada nilai yang menghubungkanya atau dengan

perkataan lain, geogarfi itu memiliki nilai filsafat. Pada akhirnya sesuai dengan

penghayatan dan kesadaran yang tinggi dalam mempelajari ilmu geografi , kita menjadi

bertambah dekat dengan alam lingkungan, dengan alam raya dan merasa dekat dengan

Tuhan Yang Maha Pencipta.

1.2 Sumbangan Geogarfi Terhadap pembangunan

Geografi sebagai ilmu penelitian, dapat mengembangkan teori, konsep, asas dan

generalisasinya bagi pengembangan dirinya sendiri, disini ia bergerak dalam bidang teori.

Peranan yang sama yaitu sebagai ilmu penelitian (geography as research discipline),

dimanfaatkan juga dalam menyusun rancangan, perencanaan pembangunan wilayah yang

bersangkutan. Salah satun peranan yang lain yang dimiliki oleh geografi yaitu “geografi

sebagai ilmu tata guna lahan” (Geography as the science of landuse). Disini jelas sekali ia

bergerak dalam bidang praktis, melalui peranannya sebagai ilmu tata guna lahan, geogarfi

dapat melakukan organisasi keruangan (spatial organization), dalam hal ini geogarfi

membantu planologi dalam analisis faktor-faktor geogarfi dalam melakukan tata guna

lahan dan tata guna ruang di permukaan bumi. Untuk menata ruang dipermukaan bumi

berapa persen untuk permukimam, berapa persen untuk industri, berapa persen untuk

industri dan lain sebagainya. Perlu data geografi yang menunjang tata guna lahan. Oleh

karena itu, geografi tidak hanya menunjang secara pasif terhadap pembangunan, melain

kan berperan aktif memberikan data dan informasi tentang aspek-aspek atau faktor-faktor

geogarfi yang menjadi landasan pembangunan

..

Page 48: Geografi Pembangunan

48

Pertanyaan:

1. Jelaskanlah dengan ringkas tentang ilmu geogarfi sebagai pengetahuan dan ilmu?

2. Apa yang dimaksud dengan ilmu geografi sebagai ilmu penelitian ? Jelaskanlah

3. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan nilai edukatif dalam Ilmu geogarfi?

4. Jelaskan latar belakang mengapa dapat terjadi pergeseran makna pembangunan ?

5. Apa yang dimaksud dengan growth without development? Tunjukan contoh nyata

dimana suatu Negara secara ekonomi telah mengalami pembangunan namun dianggap

kurang berkembang ?

6. Sebutkan lah dimensi-dimensi apa saja yang tidak disebutkan dalam diskusi

Pertumbuhan dan Pembangunan ini?

7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan negara berkembang (NSB)?

8. Jelaskan Perbedaan antara Indikator Ekonomi dan Indikator Sosial?

9. Sebutkan kelemahan GNP perkapita sebaga ukuran tingkat kesejahteraan ?Jelaskanlah

10. Jelasakan Perbedaan teori-teori nilai-nilai budaya dengan Lingkungan material?

11. Apa yang dimaksud dengan Unilinear dalam teori modernisasi? Jelaskan

12. Sebutkan Masalah pendidikan yang menjadi masalah dalam psikologi seseorang?

13. Sebutkanlah pembahagian Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Prebishi?

14. Dalam faktor apa saja, terjadi ketidak seimbangan dalam perdagangan di Amerika

latin! Jelaskanlah?

15. Apa yang dimaksud dengan keruangan yang abstrak dalam kutub pertumbuhan?

Hormat Saya,

Aprizon Putra

Nim: 89059