GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi...

53
GEMA TEKNOLOGI MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI ISSN 0852 – 0232 Vol. 14 N0.2 Periode Oktober - April Tahun 2005 Pelindung Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS Dekan Fakultas Teknik Undip Pimpinan Redaksi Drs. Heru Winarno Anggota Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc Prof. Ir. Joetata Hadihardaja Dr. Ir. Purwanto, DEA Dr. Ir. Hermawan Dr. Ir. Gagoek Hardiman Ir. Syeh Qomar, MT Ir. Dwi Handayani, MT Ir. Saiful Manan, MT Ir. Kiryanto, MT Ir. Rahmat Ir. Holi Binawijaya, MUM Ir. Taufik Mohamad, MT Redaksi Pelaksana Sulaiman, SST Ign. Chistiawan, ST Seno Darmanto, ST Moh. Endi Yulianto, ST, MT Drs. Eko Ariyanto Sekretariat Sri Susilowati, SH Arkhan Subari, ST Alamat Redaksi Program Diploma III Fakultas Teknik Undip Jl. Prof. Sudarto, SH – Tembalang, Semarang Telp/Fax. 024 – 7471379 E-mail : [email protected] PENGANTAR REDAKSI Puji syukur kehadirat Illahi yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga majalah ilmiah Gema Teknologi Edisi 14 No. 2 Periode Oktober - April 2005, telah dapat diterbitkan. Majalah Gema Teknologi adalah Majalah Program Diploma Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Materi majalah ini berasal dari civitas akademika Program Diploma Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang melibatkan tenaga pengajar dan mahasiswa dari jurusan-jurusan di lingkungan Program Diploma. Dalam terbitan periode ini, Gema Teknologi memuat 11 artikel, yang merupakan hasil seleksi yang telah memenuhi persyaratan ilmiah. Gema Teknologi sebagai wahana dan prasarana pengembangan sumber daya manusia, berusaha mampu berperan dengan baik, yaitu menampung dan menyampaikan setiap hasil karya ilmiah keluarga civitas akademika Program Diploma Fakultas Teknik, serta ingin meningkatkan status/peringkatnya menjadi suatu majalah yang terakreditasi. Kami sadari sepenuhnya bahwa terbitnya Gema Teknologi ini merupakan partisipasi para penulis dan merupakan hasil kerja sama semua pihak terkait. Untuk itu staf redaksi mengucapkan terima kasih, sekaligus mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga edisi dan nomor berikutnya dapat segera diterbitkan secara berkesinambungan. REDAKSI

Transcript of GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi...

Page 1: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

GEMA TEKNOLOGI MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI

ISSN 0852 – 0232 Vol. 14 N0.2 Periode Oktober - April Tahun 2005

Pelindung Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS

Dekan Fakultas Teknik Undip

Pimpinan Redaksi Drs. Heru Winarno

Anggota Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc Prof. Ir. Joetata Hadihardaja

Dr. Ir. Purwanto, DEA Dr. Ir. Hermawan

Dr. Ir. Gagoek Hardiman Ir. Syeh Qomar, MT

Ir. Dwi Handayani, MT Ir. Saiful Manan, MT

Ir. Kiryanto, MT Ir. Rahmat

Ir. Holi Binawijaya, MUM Ir. Taufik Mohamad, MT

Redaksi Pelaksana Sulaiman, SST

Ign. Chistiawan, ST Seno Darmanto, ST

Moh. Endi Yulianto, ST, MT Drs. Eko Ariyanto

Sekretariat Sri Susilowati, SH Arkhan Subari, ST

Alamat Redaksi Program Diploma III Fakultas Teknik Undip Jl. Prof. Sudarto, SH – Tembalang, Semarang

Telp/Fax. 024 – 7471379 E-mail : [email protected]

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kehadirat Illahi yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga majalah ilmiah Gema Teknologi Edisi 14 No. 2 Periode Oktober - April 2005, telah dapat diterbitkan. Majalah Gema Teknologi adalah Majalah Program Diploma Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Materi majalah ini berasal dari civitas akademika Program Diploma Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang melibatkan tenaga pengajar dan mahasiswa dari jurusan-jurusan di lingkungan Program Diploma. Dalam terbitan periode ini, Gema Teknologi memuat 11 artikel, yang merupakan hasil seleksi yang telah memenuhi persyaratan ilmiah. Gema Teknologi sebagai wahana dan prasarana pengembangan sumber daya manusia, berusaha mampu berperan dengan baik, yaitu menampung dan menyampaikan setiap hasil karya ilmiah keluarga civitas akademika Program Diploma Fakultas Teknik, serta ingin meningkatkan status/peringkatnya menjadi suatu majalah yang terakreditasi. Kami sadari sepenuhnya bahwa terbitnya Gema Teknologi ini merupakan partisipasi para penulis dan merupakan hasil kerja sama semua pihak terkait. Untuk itu staf redaksi mengucapkan terima kasih, sekaligus mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga edisi dan nomor berikutnya dapat segera diterbitkan secara berkesinambungan. REDAKSI

Page 2: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

DAFTAR ISI

Menentukan Power Motor Induk Kapal Kayu Penangkap Ikan Tradisional Mohd Ridwan Pengaruh Penggunaan reactor Terhadap tegangan Lebih Transient Pada Operasi Pelepasan Beban Di Gardu Induk 500 KV Ungaran Pedan Yuniarto Pengaruh Bentuk Dan Ukuran Utama Kapal Terhadap Tahanan Kapal Solichin DS Perbedaan Daya Untuk Start Maupun Kerja Normal Dengan Tenaga Yang Tercantum Dalam Name Plate Pompa AirMurni Optimalisasi Power Motor Penggerak KapalSuharto Kajian Pengolahan Limbah Industri Fatty Alcohol dengan Teknologi Photokatalitik Menggunakan Energi SuryaMohamad Endy Yulianto, Dwi Handayani, Silviana

Implikasi Faktor Struktural Terhadap Bentuk BangunanTaufik Mohamad Optimasi Kapasitas Pengirisan yang Baik Pada Bawang Merah Besar dengan mesin pengiris Bawang Merah VertikalSutomo, Rahmat Pengaruh Tirosin, Asam Askorbat, Enzim Polifenol, Xidase (PPO) Terhadap Perubahan Warna KentangWahyuningsih Pemanfaatan Komputer Pada Sistem Kontrol dengan Mengatur Set-Off Saat Kondisi Tunak (Steady State)Saiful Manan Optimalisasi Kecepatan potong Mesin Bor Magnet Electric Type JCA 2-23 Terhadap Baja Karbon ST 60Juli Mriharjono

Page 3: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

MENENTUKAN POWER MOTOR INDUK KAPAL KAYU PENANGKAP IKAN TRADISIONAL

Mohd Ridwan

Program Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Mohd Ridwan, in paper to get the main engine power for the force required to tow the tradisional

fishing vessel explain that it must be accurate calculated of the boat’s resistance, that will be reduce 20 % operasional cost and fuel oil for main engine, because more 30 % power required to tow the boat in tradisional way to selection of main engine . Key words : main engine power, resistance I. PENDAHULUAN

Kapal penangkap ikan tradisional yang terdapat di sepanjang pantai utara Jawa Tengah lebih dari 14.000, unit. Ini di bangun pada galangan kapal rakyat, dengan teknologi tradisional baik untuk konstruksi maupun untuk menentukan power untuk menggerakan kapal selama melaut. Sehingga sering ditemukan, terutama dalam masalah motor penggerak utamanya tidak sesuai dengan badan kapal yang mereka bangun. Hal ini jelas merupakan suatu pemborosan yang cukup signifikan jika kapal tersebut dioperasionalkan selama selang waktu yang cukup panjnag 5 s/d 10 tahun.

Oleh sebab itu galangan kapal rakyat tradisional perlu di kenalkan dengan teknik dan pengetahuan kapal modern dalam menentukan besarnya tahanan kapal yang sedang mereka bangun tersebut. Dari tahanan kapal ini nantinya akan diperoleh seberapa besar power yang akan disediakan untuk motor induk di kapal, agar kapal dapat mempertahankan kecepatannya selama melaut dan juga antisipasi terjadinya perubahan tahanan kapal akibat kondisi lingkungan pelayarannya. II. TAHANAN KAPAL IKAN

Power yang dibutuhkan oleh kapal penangkap ikan sesuai dengan jenis dan daerah penangkapan (fishing ground), dengan pertimbangan kecepatan kapal saat melakukan manuver pada operasi penangkapan ikan. Power yang dibutuhkan untuk mendorong kapal tersebut diperoleh dari besarnya tahanan kapal (ship resistance) dari bagian badan kapal yang tercelup di air atau dikenal juga dengan bare hull resistance. Jenis alat tangkap yang digunakan seperti jaring, pancing dan lainnya akan memberikan tambahan tahanan kapal disamping kapal menerima tahanan dari fluida yang dilewatinya.

Dalam menghitung besar tahanan kapal perlu diperhatikan lebih kurang lima komponen tahanan,sebelum memilih motor induk yang akan

digunakan sebagai penggerak utama kapal (main engine), yaitu :

• Tahanan bentuk badan kapal /tahan gesek (friction losses)

• Tahanan gelombang (Wave making resistance)

• Tahanan udara dari bangunan atas (air friction)

• Tahanan dari alat tangkap yang digunakan (tahanan jaring)

• Tahanan tambahan peralatan yang menempel di badan kapal (appendges resistance)

Power efektif yang dibutuhkan oleh kapal tersebut di kalkulasi melalui formula berikut ini :

Pe ( EHP ) = 75.VsR ( HP )

Untuk R atau tahanan kapal dalam satuan kg dan Vs atau kecepatan kapal dalam satuan m/sec., sedangkan untuk R atau tahanan kapal dalam satuan lbs dan Vs atau kecepatan kapal dalam satuan ft/sec, digunakan persamaan berikut :

Pe ( EHP ) = 550.VsR ( HP )

III. TAHANAN GESEK

Tahanan Gesek (friction resistance) timbul akibat kapal bergerak melalui fluida yang memiliki viskositas seperti air laut, fluida yang berhubungan langsung dengan permukaan badan kapal yang tercelup sewaktu bergerak akan menimbulkan gesekan sepanjang permukaan tersebut, inilah yang disebut sebagai tahanan gesek. Tahanan gesek ini dipengaruhi oleh beberapa hal, sebagai berikut :

• Angka Renold (Renold’s number, Rn)

Rn = vLV .

• Koefisien gesek (friction coefficient, Cf )

Cf =( )20,2

75,0−LogRn

Page 4: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Merupakan formula darri ITTC (International Twins Tank Comference), dapat dilihat pada grambarr 3.1.

• Rasio kecepatan dan panjang kapal (speed length ratio, Slr)

Slr = L

Vs

Dimana L adalah panjang antara garis tegak kapal (length betwen perpendiculare).

IV. TAHANAN JARING Tahanan jaring ( nets resistance, Rj )

merupakan tahanan yang timbul dari jaring atau alat penangkapan ikan yang digunakan oleh kapal ikan dalam beroperasi. Besar tahanan jaring ini tergantung pada jenis dan dimensi jaring yang dipakai, seperti, berikut ini : Tahanan Jaring Trawl

Jaring Trawl atau pukat tarik merupakan jaring penangkap ikan berupa jaring seperti kantong dengan alat bantu bukaan gawang atau papan pembuka (otter board) dan cara pengaperasiannya dengan ditarik oleh kapal

Besar tahanan jaring trawl (pukat tarik) dapat diprediksi secara imperis sebagai berikut :

Rj = 45,12.

.0,27Val

d (untuk type 2 panel)

Rj = 70,12.

.20Val

d (untuk type 4 - 8 panel)

Atau dapat, menggunakan rumus berikut :

Rj = 0,22.

.16Vald

Keterangan : Rj : tahan jariing (kgf) a : keliling bodi jaring teregang (m) d/l : ratio antara diameter dan ukuran

mesh jaring (mm) V : kecepatan tarik (m/sec) b : panjang total jaring teregang (m)

Tahanan Jaring Stren Trawl Rj = 0,80 . RT ROB = 0,15 . RT

Tahanan Jaring Mini Beam Trawl Rj = 0,90 . RT

Tahanan Jaring Double Rig Trawl Rj = 0,60 . RT ROB = 0,30 . RT

V. TAHANAN TAMBAHAN Tahanan tambahan merupakan tahanan

kapal yang disebabkan oleh penambahan pada bagian badan kapal yang tercelup di air. Besar koefisien tahanan tambahan (appendages coffecient, Capp) ini dapat di gambarkan :

Capp = ( )

app

app

CSk .1 2+

Besar tambahan tahanan ini berdasarkan pada jenis dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3. VI. PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL

Perhitungan tahanan kapal penangkap ikan dilakukan berdasarkan analisa statistik, dimana terdapat sembilan paramater utama dari bentuk badan kapal yang mempengaruhi perhitungan tahanan kapalnya, antara lain ;

• Length / breadht ratio • Breadht / draught ratio • Midship area coefficient • Prismatic coefficient • Position of longitudinal centrre of

buoyancy • Half angle of entrace of load waterline • Half angle of run • Buttuck slope • Trime

Merupakan hasil analisa statistik dari 130 buah kapal trawler pada National Physical Laboratory (National Maritime Institute), England. Hasil rumusan dikenal sebagai koefisien tahanan Tefler’s ( Tefler’s resistance coefficient )

CTL = ( )2.

VLR

Δ

Keterangan : R : resistance (lbs) Vs : ship’s speed (knots) L : length between perpendicular

(Lpp, m) Δ : displacement (Ton)

Hasil dari CTL merupakan asumsi dari fungsi enam komponen yang telah ditetapkan dalam tahap pembuatan rencan garis kapal ( Lines plans ) yaitu :

• L/B • B/T • Cm • Cp • LCB • ie (halt angle oof entrace of

load waterline) Dengan menggunakan transformasi matematis, maka diperoleh :

CTL = F1 + F2 + F3 + F6 Keterangan :

F1 : f1 {Cp, B/T} + k F2 : f2 {Cp, LCB} F3 : f3 {Cp, ie, L/B} F6 : f6 {Cm}

Fungsi terakhir merupakan persamaan linier yang dapat diperoleh melalui persamaan linier berikut :

F6 = 100a ( Cm – 0,875)

Hasil yang diperoleh seperti dalam tabel berikut : V / L1/2 0,8 0,9 1,0 1,1 F6 -0,045 -0,053 -0,031 -0,035

Page 5: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

L/B : 4,40 s/d 5,80 B/T : 2,00 s/d 2,60 Cm : 0,60 s/d 0,70 LCB : 0 – 6 %, aft dari nidship section ie : 5o s/d 30o

Koefisien tahanan tefler pada kapal ukuran tertentu, misal 55 m (180 ft), adalah :

CTL = CTL (200) + δ1Keterangan :

δ1 : (152,5 x SFC ) / Δ1/3 SFC adalah koreksi terhadap angka Froude (Froude’s skin friction correction).

SFC = S x L–0,175 { 0,0196 + (0,29 L .10-4) – (2,77 L2.10-6 )+ (1,22 L3.10-8) }

S : wetted area of the immersed hull

: 3/2

S (ft2)

Δ1 : volume of immersed hull in (ft3) L : 1,05 Vs / L1/2

S, dapat dihitung menggunakan grafik 3.10, atau menggunakan pendekatan sebagai berikut :

S = { 3,4 x ∇1/3 + 0,5 L} x ∇1/3 (m2)

∇ = volume immersed hull (m3) L adalah Lpp

Setelah seluruh parameter yang dibutuhkan

telah didapat , barulah ditentukan besar tahanan kapal penangkap ikan tersebut , menggunakan persamaan, sebagai berikut ini :

R = ( CTL x Δ x V2 ) / L Sedangkan power yang dibutuhkannya adalah :

Pe = ( CTL x Δ x V3 ) / 325,7 x L

VII. PEMBAHASAN DATA UTAMA KAPAL

• Nama : Kapal Kayu Penangkap Ikan Tradisional • Jenis : Mini Purseiner • Galangan : Kecamatan Kragan - Kabupaten Rembang. • Panjang total (LOA) : 16,86 meter • Panjang antar garis tegak (LPP) : 11,68 m • Lebar kapal (B, moulded) : 4,00 meter • Tinggi kapal (H, moulded) : 1,80 meter • Sarat kapal (T, moulded) : 1.20 meter • Kecepatan kapal (Vs) : 10,00 knots

Data setegah lebar kapal :

No Stations

0,0 m Base line

0,3 m WL 1

0,6 m WL 2

0,9 M WL 3

1,2 M WL 4

AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 FP

1.180 1.480 1.630 1.694 1.738 1.700 1.460 0.760 0.320 0.060 0.000

1.640 1.800 1.900 1.950 1.970 1.920 1.820 1.276 0.730 0.230 0.000

1.780 1.840 1.960 2.000 2.000 2.000 1.840 1.620 1.276 0.580 0.000

1.900 1.970 1.998 2.000 2.000 2.000 1.980 1.860 1.560 1.040 0.000

1.970 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 1.970 1.780 1.380 0.000

PERBANDINGAN UKURAN UTAMA KAPAL

L/B : 2,92 B/T : 3,33 Cm : 0,971 Cb : 0,789 Cp : 0,812 Cw : 0,916 LCB : 0.537 m dibelakang garis tengah

kapal. ie : 20o

WSA : 59,303 m2

WPA : 42,699 m2

MSA : 4,662 m2

O B : - 0,537 m KB : 0,602 m

Dengan menggunakan transformasi matematis, maka diperoleh :

CTL = F1 + F2 + F3 + F6 Keterangan :

F1 : f1 {Cp, B/T} + k F2 : f2 {Cp, LCB} F3 : f3 {Cp, ie, L/B} F6 : f6 {Cm}

Hasil dari fungsi : F1, F2, F3, dan F6, adalah sebagai berikut :

V/L0,5 0,8 0,9 1,0 1,1 F1 9,8 10,8 15,7 0,49 F2 -0,9 -1,4 -1,6 -1,8 F3 -2,4 -2,7 -2,9 -3,2

Page 6: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Fungsi terakhir merupakan persamaan linier yang dapat diperoleh melalui persamaan linier berikut :

F6 = 100 a ( Cm – 0,875) Hasil yang diperoleh seperti dalam tabel berikut :

V / L1/2 0,8 0,9 1,0 1,1 F6 -0,045 -0,053 -0,031 -0,035

Keterangan:

a : 0,035 Cm : 0,971 F6 : 100 a ( Cm – 0,875)

: -0,336 Koefisien Tahanan Tefler, menjadi :

CTL = F1 + F2 + F3 + F6 = 6,164 Catatan :

• Untuk fungsi yang lain dapat dilihat pada grafik 3.5 –3.10, dengan parameternya

• Untuk fungsi sesuai pada grafik 3.5 –3.9 diatas, parameternya adalah L/B : 4,40 s/d 5,80 B/T : 2,00 s/d 2,60 Cm : 0,60 s/d 0,70 LCB : 0 – 6 %, aft dari nidship section ie : 5o s/d 30o

grafik tersebut dibuat untuk kapal dengan ukuran 200 feet ( 61 meter ) sehingga CTL , koefisien tahanan tefler pada kapal ukuran tertentu, misal 55 m (180 ft), adalah :

CTL = CTL (200) + δ1Keterangan : δ1 : (152,5 x SFC ) / Δ1/3 SFC adalah koreksi terhadap angka Froude (Froude’s skin friction correction).

SFC = S x L–0,175 { 0,0196 + (0,29 L .10-4) – (2,77 L2.10-6 )+ (1,22 L3.10-8) } S : wetted area of the immersed hull

: 3/2

S (ft2)

Δ1 : volume of immersed hull in (ft3)

L : 2/1.05,1

LVs

S, dapat dihitung menggunakan grafik 3.10, atau menggunakan pendekatan sebagai berikut :

S = { 3,4 x ∇1/3 + 0,5 L} x ∇1/3 (m2 ) ∇ adalah volume immersed hull (m3), L adalah Lpp Besar Tahanan Kapal :

Setelah seluruh parameter yang dibutuhkan telah didapat , barulah ditentukan besar tahanan

kapal penangkap ikan tersebut , menggunakan persamaan, sebagai berikut ini :

R = ( CTL x Δ x V2 ) / L Keterangan :

CTL : 6,164 V : 10 knots L : 11,64 m Δ : 45,015 Ton

Sehingga : R = ( CTL x Δ x V2 ) / L Sedangkan power yang dibutuhkan adalah : Pe = ( CTL x Δ x V3 ) / 325,7 x L

= 73 HP VIII. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan :

• Power yang dibutuhkan adalah 73 HP. • Besarnya tahanan jaring diperkirakan

sebesar 0.8 tahanan kapal, sehingga perlu tambahan daya sebesar 131,40 HP

• Untuk losses sepanjang transmisi dan engine marjine jika kapal mengalami penambahan tahanan kapal (25 %), sehingga power yang dibutuhkan adalah 164,25 HP

• Sehingga motor induk yang akan dipakai paling tidak harus memiliki power sebesar 164,25 HP (break horses power).

• Motor induk yang dipilih adalah sebagai berikut :

o Merk Motor Induk : Catterpillar o Jenis : I Line Engine 6 silinder. o BHP : 200 HP. o Rpm : 1200 rpm

DAFTAR PUSTAKA 1. Harvald, 1983, Tahanan Dan Propulsi

Kapal, Jhonwiley & Son, Inc. 2. Harington, 1992, Marine Engineering,

Sname,. 3. H.E. Rossel, Principle Of Naval

Architecture, Sname. 4. JE Engstrom and LO Engvall, Metode For

Selection Of An Optimum Fishing Vessel for Infestment Purpose, FAO, Rome, Italy.

5. Jhon Fyson, Design Of Small Fishing Vessel, FAO, Rome, Italy.

6. Jhon – Olof Traung, Fishing Boat Of The World, I, II, III, FAO, Italy.

Page 7: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

PENGARUH PENGGUNAAN REAKTOR TERHADAP TEGANGAN LEBIH TRANSIENT PADA OPERASI PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 500 KV

UNGARAN-PEDAN

Yuniarto Program Diploma III Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract

Yuniarto, in paper studies about rejection load at 500 Kv substation explain that The use of high transmission line result in the transient over voltage in transmission-line will also increasingly higher, mainly for lightning surge and switching surge. Switching surge is a dominant factor to show up much transient over voltage in the transmission-line in the level of 230 kV or higher, if it is compared with lightning surge. Switching surge is caused by singly rejection load process. Using interconnection, the rejection load in Ungaran on 500 kV substation will increase the voltage on the extra high voltage line 500 kV in the Ungaran side. The research studies the problem of transient over voltage that occur as result of rejection load in extra high voltage line 500 kV Ungaran-Pedan. The simulation was conducted by varying the condition with reactor and which is not.

The result simulation shows that transient over voltage occurred in the transmission without reactor is higher than it with reactor.

Key word : rejection, load, reactor I. PENDAHULUAN

Kebutuhan akan tenaga listrik yang makin lama makin bertambah, mengakibatkan level tegangan saluran transmisi yang digunakan juga semakin tinggi. Hal ini dikarenakan, menstransmisikan daya listrik yang besar akan lebih memadai baik dari segi teknik maupun ekonomis, jika memakai tegangan yang tinggi. Dewasa ini peningkatan peningkatan level tegangan saluran transmisi telah mencapai tegangan ekstra tinggi yaitu 500 kV. Pemilihan level tegangan transmisi 500 kV didasarkan pada pertimbangan bahwa transmisi 500 kV memiliki kemampuan menyalurkan daya listrik kira-kira 11 kali kapasitas transmisi 150 kV, untuk jenis penghantar yang sama dan jaringan yang digunakan lebih sedikit serta mempunyai kemampuan menyalurkan daya listrik yang lebih jauh..

Pemakaian tegangan saluran transmisi yang tinggi, mengakibatkan tegangan lebih transien yang dialami oleh saluran transmisi tersebut akan semakin tinggi juga, terutama pada saat terjadi surja hubung atau surja petir. Tegangan lebih tersebut bisa merusak peralatan isolasi jika magnitude tegangannya melebihi BIL (Basic Insulation Level) peralatan isolasi yang dipakai. Tegangan lebih transien adalah tegangan yang mempuyai amplitudo sangat besar dan berlangsung sangat singkat. Surja hubung adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh operasi pensaklaran sedangkan surja petir adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh sambaran petir.

Operasi pensaklaran baik saat penutupan maupun pembukaan kontak suatu pemutus tenaga akan menimbulkan gejala transien kelistrikan dalam hal ini osilasi-osilasi tegangan akan muncul dalam komponen-komponen listrik yang terdapat dalam rangkaian yang terhubung dengan pemutus tenaga. Pada sistem transmisi tenaga listrik peristiwa surja hubung, khususnya pelepasan beban seringkali menyebabkan kenaikan tegangan pada sistem tersebut. Kenaikan tegangan yang terjadi harus diperhatikan jangan sampai menyebabkan kerusakan peralatan pada sistem. Tegangan lebih transient yang terjadi harus berada pada batas tegangan yang masih diperbolehkan yaitu tidak boleh lebih dari 105% dari tegangan nominal dan tidak boleh kurang dari 95% dari tegangan tegangan nominal sesuai dengan peraturan dari PLN.

Pada penelitian yang dilakukan penulis ini, membahas mengenai pengaruh penggunaan reaktor terhadap tegangan lebih transient pada operasi pelepasan beban dengan memakai program simulasi EMTP (Electromagnetic Transients Program). Untuk obyek penelitian ini diambil data dari gardu induk 500 kV Ungaran-Pedan.

II. DASAR TEORI 2.1. Analisis Transien : Gelombang Berjalan

Gejala tegangan lebih transien pada saluran transmisi dapat diselesaikan dengan membuat rangkaian ekivalen satu fase, sehingga tiga fase saluran transmisi diasumsikan sebagai satu fasa tunggal. Studi tentang surja hubung pada saluran transmisi adalah sangat kompleks, sehingga pada

Page 8: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

penelitian ini hanya mempelajari kasus suatu saluran yang tanpa rugi-rugi. Suatu saluran tanpa rugi-rugi adalah representasi yang baik dari saluran-saluran frekuensi tinggi di mana ωL dan ωC menjadi sangat besar dibandingkan dengan R dan G. Pendekatan yang dipilih untuk persoalan ini sama seperti yang telah digunakan untuk menurunkan hubungan-hubungan tegangan dan arus dalam keadaan steady state untuk yang saluran panjang dengan konstanta-konstanta yang tersebar merata.

Tegangan V dan I adalah fungsi-fungsi x dan t bersama-sama, sehingga kita perlu menggunakan turunan sebagian. Persamaan jatuh tegangan seri di sepanjang elemen saluran adalah

xtiLRix

xV

Δ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

∂∂

+=Δ∂∂

(1)

demikian pula halnya :

xtVCGvx

xV

Δ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

∂∂

+=Δ∂∂

(2)

Persamaan dan tersebut di atas dapat dibagi dengan Δx, dan karena hanya membahas suatu saluran tanpa rugi-rugi, maka R dan G akan sama dengan nol sehingga didapatkan :

ti

LxV

∂∂

=∂∂

(3)

dan

tV

Cxi

∂∂

=∂∂

(4)

Sekarang variabel i dapat dihilangkan

dengan menghitung turunan sebagian kedua suku dalam persamaan (3) terhadap x dan turunan sebagian kedua suku dalam persamaan (4) terhadap t. Prosedur ini menghasilkan pada kedua persama-an yang dihasilkan, dan dengan mengeliminir turunan sebagian kedua dari variabel i dari kedua persamaan tersebut, didapatkan :

txi ∂∂∂ /2

2

2

2

2

.1

tV

xV

LC ∂∂

=∂∂

(5)

Persamaan (5) ini adalah yang dinamakan persamaan gelombang berjalan suatu saluran tanpa rugi-rugi. Penyelesaian persamaan ini adalah fungsi dari (x-vt), dan tegangannya dinyatakan dengan :

V = f1(x-vt) + f2(x+vt) (6)

Yang merupakan suatu penyelesaian untuk terjadinya komponen-komponen ke depan dan ke belakang sebuah gelombang berjalan secara bersamaan pada sebuah saluran tanpa rugi-rugi. Variabel v yang menyatakan kecepatan gelombang berjalan dapat dinyatakan dengan :

LCv

1= (7)

dengan : v = kecepatan rambat gelombang (m/s) L = induktansi saluran (H/m) C = kapasitansi saluran (F/m) Jika gelombang yang berjalan ke depan,

yang disebut juga dengan gelombang datang, dinyatakan dengan :

V+ = f1(x-vt) (8) Maka gelombang arus akan ditimbulkan oleh

muatan-muatan yang bergerak dapat dinyatakan dengan :

i+ = ( ) (9) vtxfLC

−11

dari persamaan (8) dan persamaan (9) didapatkan bahwa :

CL

iV

=+

+ (10)

Perbandingan antara V dan i dinamakan impedansi karakteristik atau impedansi surja (ZC) dari saluran tanpa rugi-rugi.

Pada saat suatu tegangan v(t) diterapkan pada salah satu ujung saluran transmisi tanpa rugi-rugi, maka unit kapasitasi C pertama dimuati pada tegangan v(t). Kapasitansi ini kemudian meluah kedalam unit kapasitansi berikutnya melalui induktansi L. proses bermuatan-peluahan (charge-discharge) ini berlanjut hingga ujung saluran dan energi gelombang dialihkan dari bentuk elektronik (dalam kapasitansi) ke bentuk magnetik (dalam induktansi). Jadi, gelombang teganan bergerak maju secara gradual ke ujung saluran dengan menimbulkan gelombang arus ekivalen juga. Propagasi gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (travelling wave) dan gelombang ini kelihatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran dengan kecepatan yang diberikan oleh persamaan (7).

Saat gelombang yang berjalan pada suatu saluran transmisi mencapai titik transisi, seperti suatu rangkaian terbuka, rangkaian hubungan singkat, suatu sambungan dengan saluran lain atau kabel, belitan mesin, dan lain-lain, maka pada titik itu terjadi perubahan parameter saluran. Akibatnya sebagaian dari gelombang berjalan bergerak melewati bagian lain dari rangkaian. Pada titik transisi, tegangan atau arus dapat berharga nol sampai dua kali harga semula tergantung pada karakteristik teminalnya. Gelombang berjalan asal (impinging wave) disebut gelombang datang (incident wave) dan dua macam gelombang lain yang muncul pada titik transmisi disebut dengan gelombang pantul (reflected wave) dan gelombang maju (transmitted wave).

2.2. Analisis Transien : Gelombang Pantul. Di sub bab ini akan dibahas tentang apa

yang akan terjadi jika suatu tegangan dihubungkan

Page 9: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

pada ujung pengirim suatu saluran transmisi yang ditutup dengan suatu impedansi ZR .

Pada saat saklar ditutup dan suatu tegangan terhubung pda suatu saluran, maka suatu gelombang tegangan V+ mulai berjalan sepanjang saluran dikikuti oleh suatu gelombang arus i+. Perbandingan antara VR dan iR di ujung saluran pada setiap saat harus sama dengan resistansi penutup ZR. Oleh karena itu kedatangan V+ dan i+ di ujung penerima di mana nilai-nilainya adalah VR

+ dan iR+ harus menimbulkan gelombang-

gelombang yang berjalan ke belakang atau gelombang-gelombang pantulan V- dan i- yang nilai-nilainya di ujung adalah VR

- dan iR-

sedemikian sehingga,

RR

RR

R

R

iiVV

iV

−+

−+=

+

+

(11)

dengan VR- dan iR

- adalah gelombang-gelombang V- dan i- yang diukur pada ujung penerima.

Jika dibuat ZC = CL / didapat dari persamaan (10) :

c

RR Z

Vi

+=+ (12)

dan

c

RR Z

Vi

−− −= (13)

Kemudian dengan memasukkan nilai iR+ dan iR- ke dalam persamaan (11) dihasilkan persamaan :

+−

+−

= RR

RR V

cZZcZZ

V . (14)

Koefisien pantulan ρR untuk tegangan pada ujung penerima saluran didefnisikan sebagai VR

-

/VR+, jadi :

cZZcZZ

R

RR +

−=ρ (15)

dengan : ρR = koefisien pantulan pada ujung

penerima ZR = impedansi ujung penerima

ZC = impedansi karakteristik (impedansi surja)

Pada saluran yang ditutup dengan impedansi karakteristik ZC, terlihat bahwa koefisien pantulan untuk sama dengan nol, sehingga tidak ada gelombang pantulan, dan saluran berlaku seakan-akan panjangnya tidak terhingga.

Pada saat ujung saluran yang merupakan suatu rangkaian terbuka ZR adalah tak terhingga akan didapatkan harga ρR sama dengan 1 (satu). Dengan demikan tegangan yang terjadi pada ujung penerima menjadi 2 kalinya tegangan pada sumber tegangan atau pada ujung pengirim.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa besar tegangan lebih transien sangat tergantung pada impedansi karakteristik (ZC =

CL / ), dimana impedansi karakteristik tersebut sangat berpengaruh terhadap koefisien pantulan ρR.

Harus diperhatikan di sini bahwa gelombang-gelombang yang berjalan kembali ke arah ujung pengirim akan menyebabkan pantulan-pantulan baru yang ditentukan oleh koefisien pantulan pada ujung pengirim ρS dan imedansi ujung pengirim ZR.

cZZcZZ

S

SS +

−=ρ (16)

dengan : ρS = koefisien pantulan pada ujung pengirim ZR = impedansi ujung pengirim ZC = impedansi karakteristik

III. PEMBAHASAN

Perhitungan matematis dari rumus-rumus tersebut di atas akan sulit dan rumit sekali, sehingga untuk mempermudah dalam menganalisa dipakai EMTP sebagai alat bantu, dengan cara membuat simulasi rangkaian berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan.

Data-data untuk simulasi diambil dari saluran transmisi 500 kV antara Ungaran-Pedan dengan asumsi sebagai berikut : saluran tersebut ideal, beban terpasang sebesar 400 MVA, pelepasan beban dilakukan pada sisi Ungaran-Pedan, dan pemutus tenaga membuka secara serentak

Berdasarkan data-data yang diperoleh maka didapatkan bentuk simulasi rangkaian sebagai berikut,

U

Gambar 1. Model Rangkaian untuk

Simulasi Simulasi dijalankan dengan beban yang

terpasang sebesar 400 MVA kemudian beban dikurangi secara bertahap dari beban sebesar 100 MVA sampai 400 MVA dengan kenaikan beban tiap tahap sebesar 25 MVA, dan mencatat besar tegangan transien yang terjadi pada tiap tahap. Pengukuran tegangan hanya dilakukan pada ujung pengirim.

Simulasi dilakukan pada dua keadaan yaitu keadaan tanpa reaktor dan keadaan memakai reaktor. Dari hasil simulasi didapat data sebagaimana tercantum pada tabel sebagai berikut: Tabel 1. Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV Ungaran-Pedan dengan Beban Terpasang 400 MVA pada Keadaan Tanpa Reaktor

Page 10: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Beban Tegangan Tegangan Prosentase

yg dilepas awal lebih transien kenaikan

100 398,73 400,35 100,41% 125 398,73 402,03 100,83% 150 398,73 402,96 101,06% 175 398,73 404,27 101,39% 200 398,73 405,76 101,76% 225 398,73 407,05 102,09% 250 398,73 411,67 103,25% 275 398,73 415,34 104,17% 300 398,73 420,74 105,52% 325 398,73 424,67 106,51% 350 398,73 428,96 107,58% 375 398,73 447,84 112,32% 400 398,73 475,78 119,32%

Tabel 2. Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV Ungaran-Pedan dengan Beban Terpasang 400 MVA pada Keadaan Memakai Reaktor

Beban Tegangan Tegangan Prosentase

yg dilepas awal lebih transien kenaikan

100 398,73 400,04 100,33% 125 398,73 400,98 100,56% 150 398,73 402,01 100,82% 175 398,73 403,34 101,14% 200 398,73 403,96 101,29% 225 398,73 403,02 101,06% 250 398,73 405,67 101,71% 275 398,73 408,67 102,43% 300 398,73 409,54 102,64% 325 398,73 415,67 104,08% 350 398,73 418,47 104,72% 375 398,73 430,79 107,44% 400 398,73 442,89 109,97%

Dari tabel-1 terlihat bahwa besar beban

yang boleh dilepas pada Gardu Induk 500 kV Ungaran-Pedan adalah lebih kecil dari 300 MVA, sesuai peraturan dari PLN yaitu tegangan transien yang terjadi tidak boleh lebih dari 105% dari tegangan nominal. Pelepasan beban lebih dari 300 MVA akan menghasilkan prosentase tegangan lebih transien yang lebih besar dari 105%. Operasi pelepasan ini dilakukan tanpa memakai reaktor.

Tapi hal ini berbeda dengan tabel-2 dimana besar beban yang boleh dilepas pada Gardu Induk 500 kV Ungaran-Pedan adalah lebih kecil dari 350

MVA. Pada operasi pelepasan ini dilakukan dengan memakai reaktor. Dari tabel-2 juga juga terlihat bahwa secara keseluruhan prosentase kenaikan tegangan lebih pada operasi pelepasan beban tanpa memakai reaktor lebih besar dibandingkan dengan operasi pelepasan beban dengan memakai reaktor.

IV. KASIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Pemakaian reaktor pada operasi pelepasan beban dapat memperkecil besar tegangan lebih transient yang terjadi. 4.2. Saran

Pada saat pelepasan beban yang dilakukan oleh PLN sebaiknya dilakukan dengan memakai reaktor walaupun dengan begitu akan menambah biaya operasional pengadaan reaktor. DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar, A., 1984, Buku Pegangan

Teknik Tenaga Listrik, Jilid III, Gardu Induk, Pradnya Paramita, Jakarta.

2. Arismunandar, A., 1994, Teknik Tegangan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta.

3. Dommel, dan Herman, W., 1996. Electromagnetic Transients Program, Vancouver, Canada.

4. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 1, Volume 1, EPRI Report.

5. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 2, Volume 1, EPRI Report.

6. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 3, Volume 1, EPRI Report.

7. Galvan, A., and Cooroy, V., 1997, Analysis of Lightning-Induced Voltages in a Network of Conductors using the ATP-EMTP Program, Conference Publication no. 445, IEEE.

8. Kundur, P., Morison, G.R., and Wang, L., 2000, Techniques for On-Line transient Stability Assessment and Control, Power Engineering Society Winter Meeting no.06, IEEE.

9. Lorenzo, T., 2000, Trend Insulation Coordination Toward, International Symposium on Modern Insulator Technologies.

10. Marti, L., 1998, Calculation of Voltage profile Along Transmission Lines, IEEE on Transaction on Power Delivery.

11. Naidu, MS., V., Kamaraju, 1995, High Voltage Engineering, Tata MCGraw-Hill Publishing Company Limited.

Page 11: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

12. Shwedhi, M.H., and Bakhashwain, J.M., 1997, On the Analysis of Lightning Surges to Cable Terminated Transformer Using EMTP, IEEE Industry Application Society Annual Meeting.

13. T.S. Hutauruk, 1989, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Erlangga, Jakarta

14. Stevenson, W.D., Jr., 1996, Power System Analysis, International Edition Singapore.

Page 12: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

PENGARUH BENTUK DAN UKURAN UTAMA KAPAL TERHADAP TAHANAN KAPAL

Solichin DS. Program Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract Solichin DS., in paper dependencies of main shape and size ship to ship resistence explain that Each floating things on the surface water and to be movement will have resistance force. The resistance which is on the material can be caused by water and air. The size of resistance depends from the shape of material, the compare of material size and direction of the current from the water and air. The cubic material will get more big resistance than slim edge material. Key words : ship shape, principal dimension, ship resistance I. PENDAHULUAN

Dalam merencanakan sebuah kapal, terlebih dahulu harus ditentukan ukuran utama dan gemuk kurusnya badan kapal yang lazim disebut koeffisien kelangsingan atau koeffisien bentuk yang dinyatakan dengan coefficien block (Cb). Walaupun besarnya ukuran panjang, lebar, sarat air dan coefficien block (Cb) sudah ditentukan, ternyata masih dapat dibuat berbagai bentuk kapal. Namun demikian, tidak semua kemungkinan akan membawa pengaruh baik, karena faktor umum yang memegang peranan penting adalah tahanan yang akan dialami oleh kapal pada waktu berlayar.

Seperti diketahui, bahwa setiap benda yang bergerak akan mengalami gaya lawan (resisting force) yang biasa disebut sebagai tahanan. Suatu bentuk kapal dengan tahanan yang kecil adalah menjadi tujuan perencana, sebab akan berarti pemakaian tenaga kuda menjadi hemat dengan akibat penghematan bahan bakar dan berat mesin penggerak lebih ringan, sehingga menambah daya muat kapal. Ditinjau dari segi macamnya tahanan yang akan dialami kapal dapat disebabkan perbedaan tempat bergeraknya, maka kapal dapat dibagi dalam 3 golongan :

• Kapal bergerak di permukaan air, dimana ada bagian badan kapal yang tercelup air dan ada bagian yang di atas air. Sebagian kapal, baik berukuran kecil, sedang maupun besar yang termasuk golongan ini disebut kapal-kapal biasa.

• Kapal bergerak keseluruhan di bawah air (kapal selam), tahanan yang bekerja pada kapal tersebut adalah tahanan yang disebabkan oleh air.

• Kapal bergerak di permukaan air, seperti kapal-kapal cepat hydro foil, jet foil, dan

lain-lainnya. Tahanan yang terjadi pada kapal-kapal jenis ini adalah tahanan udara dan gelombang.

Kapal-kapal yang termasuk pada golongan

pertama, tahanan kapal sebagian besar disebabkan oleh air. Sedangkan tahanan yang disebabkan oleh udara pada keadaan biasa bagi kapal yang tidak berkecepatan tinggi relatif kecil. II. TINJAUAN PUSTAKA

Tahanan (resistance) kapal pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian rupa, sehingga melawan gerakan kapal. Resistance merupakan istilah pada hidrodinamika kapal, sedangkan istilah drag umumnya dipakai pada aerodinamika dan untuk benda benam.

Gambar 2.1. menunjukkan beberapa kurva tahanan untuk benda bergerak di permukaan atau jauh terbenam di dalam fluida yang sempurna dan fluida yang mempunyai viskositas, koordinat horisontalnya adalah angka froude.

gLvFn =

sedangkan ordinatnya adalah koeffisien tahanan yang didefinisikan sebagai

svρ1/2RC 2=

Keterangan : v : kecepatan L : panjang kapal g : percepatan gravitasi ρ : massa jenis S : luas permukaan basah benda

Page 13: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Gambar 2.1. Kurva Koefisien Tahanan

Persamaan tahanan pada umumnya dapat dinyatakan sebagai berikut

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

= α;Re;Cp;Cm;TB;

BL;CSA;

dlvf.CR

dimana C = 1/2 ρ . s . v2

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

= α;Re;Cp;Cm;TB;CSA;

ΔL;Fnf

DR

1/3

Bila ditinjau pada kapal-kapal yang mempunyai panjang yang sama, dimana air mempunyai density/kerapatan yang tetap pula, maka Re (bilangan Renald) dihilangkan.

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

= α;Cp;Cm;TB;CSA;

ΔL;Fnf

DR

1/3

Bila kapal yang ditinjau mempunyai

displacement yang tetap, persamaan tahanan

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

= Δ;α;Cp;Cm;TB;

ΔL;

Δgvf

DR

1/33

Catatan :

gLVoFn= umum dipakai

3 ΔVFn= untuk kapal displacement

berubah-ubah

gHVoFn= untuk kapal perairan dangkal

III. PEMBAHASAN

Bentuk dan ukuran utama kapal memegang peranan penting untuk perencanaan kapal selanjutnya. Perencanaan tersebut antara lain meliputi perhitungan dan gambar Rencana Garis (lines plan), perhitungan dan gambar Rencana Umum (General Arrangement), perhitungan dan gambar Konstruksi Profil (Profil Construction) dan perhitungan yang lainnya. Karena bentuk dan ukuran utama kapal akan berpengaruh terhadap tahanan kapal yang direncanakan. Pengaruh bentuk dan ukuran utama terhadap tahanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut 3.1. Length Displacement Ratio (L / Δ1/3)

Dalam bukunya, Morton Gertler membuat lengkungan-lengkungan dari tahanan sisa (RT) yang berfungsi terhadap koeffisien prismatic (Cp) dan Length Displacement Ratio.

Gambar 3.1. Lengkungan Tahanan Sisa yang berfungsi terhadap Cp dan L. Displ.

Page 14: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Dengan dasar teori saja sulit dapat diketahui pengaruh perubahan L / Δ1/3 pada tahanan gelombang kapal untuk setiap ton displacement. Kalau dibandingkan kapal-kapal dengan displacement yang sama, akan kelihatan bahwa tahanan gelombang demikian juga tahanan sisa (RT) kapal setiap ton displacement akan turun jika harga L / Δ1/3 bertambah besar. Untuk kapal-kapal samudra pengangkut barang harga L / Δ1/3 berkisar antara 5,5 – 6,5. 3.2. Length Breadth Ratio (L/B)

Pada perbandingan ukuran utama panjang dan lebar akan berpengaruh pada tahanan sisa (RT) pada displacement yang konstan. T Gambar 3.2. Ukuran Panjang, Lebar dan Sarat

Untuk kapal-kapal penumpang berkecepatan tinggi, harga L/B = 7,0 - 8,5, sebaliknya kapal-kapal pantai, karena terbatasnya luas perairan harga L/B = 5,0 – 6,50. 3.3. Breadth Draught ratio (B/T)

Bertambah besarnya perbandingan ukuran lebar dan sarat akan berarti makin besar tahanan gelombang. Displacement akan dibawa ke permukaan air, sehingga gangguan di bawah air bertambah besar dan mengakibatkan tahanan gelombang bertambah besar.

Tahanan gelombang besarnya tergantung (berubah-ubah) terhadap kecepatan, dengan demikian pengaruh terhadap tahanan gelombang akibat perubahan B/T mempunyai karakter yang tidak tetap, tetapi rata-rata tahanan gelombang bertambah besar bila harga B/T semakin besar.

Percobaan sistimatis dari Taylor dan percobaan yang dibuat Nordstorm meyakinkan bahwa B/T pengaruhnya pada tahanan tidak sulit untuk diperkirakan, tetapi dapat diketahui dari diagram-diagram yang telah ditemukan pengaruh B/T pada tahanan akan berubah-ubah terhadap kecepatan. Untuk kapal-kapal barang samudra dan bentuk biasa, besarnya B/T antara 2,20 – 2,60. Sedangkan kapal-kapal berbaling-baling tunggal ± 2,40 dan kapal berbaling-baling ganda harga B/T = 2,40 – 2,80. 3.4. Mid Ship Coefficient

Besar kecilnya Mid ship section dipengaruhi oleh Cm ; radius of bilga dan raise of floor. Sarjana Taylor memeriksa pengaruh Cm pada tahanan sisa dengan mempergunakan 2 seri model kapal yang mempunyai CSA yang sama dan harga-harga L/B.

Cp, L dan Δ yang sama, sehingga L/ Δ1/3 akan sama

pula. Dari hubungan Φ

=A.LΔCp akan diketahui

bahwa dalam percobaan tersebut luas Mid ship section sama untuk setiap model.

Walaupun Mid ship coeffisient dirubah-rubah dari harga limit yang terrendah sampai harga teratas. Hasil percobaan tersebut didapatkan bahwa dari kedua seri model hanya mempunyai sedikit perubahan dalam tahanan sisa, sehingga pengaruh Cm pada tahanan sisa kecil sekali. 3.5. Longitudinal Centre of Buoyancy (LCB)

Menurut teori, bentuk kapal yang terbaik dari segi tahanan gelombang adalah bentuk yang simetris, sehingga letak LCB antara AP dan FP pada posisi angka 0. Akibat dari perhitungan teoritis bahwa bagian muka dan belakang berbentuk sama akan menghasilkan tahanan gelombang yang sama jika viscositas dan efek saling mempengaruhinya diabaikan. Dari experimen wigley diketahui bahwa hasil dari pengaruh viscositas, maka wave making dari bagian belakang kapal yang simetris akan mempunyai tahanan gelombang yang lebih kecil dari bagian muka. Dengan menggeser Centre of Buoyancy ke arah belakang dengan parameter lain dibuat tetap, koeffisien prismatic (Cp) dari bagian muka berkurang, sedang Cp bagian belakang bertambah. Bagian belakang yang gemuk akan menyebabkan Eddy Making Resistance bertambah besar, sedangkan tahanan tekanan untuk bentuk yang langsing dapat diabaikan 3.6. Bentuk Sudut Masuk (Angle of Entrance)

Dalam membuat rencana garis harus diperhatikan bentuk dari garis air muat di bagian depan karena hal ini akan mempengaruhi tahanan gelombang. Pada diagram menunjukkan hubungan antara koeffisien prismatic bagian depan dengan sudut masuk dari garis muat. Garis muat dan garis air di bawahnya harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak ada perubahan yang mendadak. Sudut dari garis air pada stern kapal di depan baling-baling harus dibuat tidak melebihi 20o untuk mencegah Eddy making. Bila lengkungan CSA dan bentuk dari garis air muat sudah ditentukan yang berhubungan dengan Cp dan kecepatan kapal, ternyata masih dapat dengan bebas menentukan bentuk dari penampang melintang kapal, yaitu bentuk potongan U atau V. Sarjana Kent dan Cutland megadakan percobaan di perairan yang bergelombang dengan sebuah model kapal barang dengan Cb = 0,75 dan kecepatan v = 12 knot, mendapatkan kesimpulan bahwa untuk kapal tersebut bentuk garis air muat di bagian depan lurus dan cembung dengan bentuk potongan V adalah lebih baik dari segi kelayak lautannya dibandingkan dengan bentuk garis air cekung dengan potongan V. Pada bagian belakang bentuk-bentuk potongan U

B L

Page 15: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

ekstrim, U sedang, V ekstrim dan V sedang biasanya digunakan pada kapal-kapal berbaling-baling tunggal. Kapal dengan bentuk U di bagaian belakang sedikit lebih baik pada kecepatan rendah dan kurang baik pada kecepatan tinggi dari pada bentuk V sedang.

Pemilihan bentuk U dan V di bagian belakang berhubungan juga dengan rpm baling-baling. Pada rpm yang tinggi bentuk V lebih baik untuk memperoleh propulsi yang baik. Faktor yang lain yang menentukan adalah lebar dari pondasi mesin, bila mesin induk kapal terletak di bagian belakang kapal. IV. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

• Untuk kapal barang dengan kecepatan rendah rpm mesin rendah dan mesin terletak dibelakang, bentuk V ekstrim dibagian belakang dapat dipakai, sedangkan untuk kapal-kapal dengan kecepatan tinggi dan rpm tinggi, bentuk V ekstrim dan V sedang dapat dipergunakan.

• Bentuk U di bagian belakang tidak layak digunakan untuk kapal-kapal twin screw (baling-baling ganda), hal ini disebabkan penambahan tahanan tidak dapat diimbangi dengan penambahan propulsive coeffisien, karena adanya distribusi dari wake yang lebih merata. Sedangkan bentuk potongan V lebih cocok untuk bagian belakang kapal twin screw.

• Dari pembahasan diatas dapatlah ditentukan bentuk apa yang akan dipakai. Para perencana dengan pengalamannya

dapat menentukan bentuk-bentuk tersebut disamping data lain yang memegang peranan penting, seperti stabilitas pada bermacam sarat trim, kelayak lautan pada kondisi ballast, lebar kapal pada double bottom, bentuk badan kapal diatas garis air, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan ukuran kapal.

DAFTAR PUSTAKA 1. Ferguson, J.M. and Meek, M 1954, The Effect

On Resistance of Variations in Breadth – Draught Ratio and Length – Displacement ratio, Transaction of the Institution of Naval Architects, 96. 428.

2. Gertler, M., 1954, A Reanalysis of the Original Test Data for the Taylor Standard Series.

3. Navy Departement The David W Taylor Model Basin, report 806, Washington.

4. Guldhammer, H.E and Harvald, Sv,Aa, 1974, Ship Resistance Effect of Form and Principal Dimensions (Revised), Akademisk Forlag,Copenhagen.

5. Harvald, SV. AA, 1983, Resistance and Propulsion of ship, John Wiley & Sons, New York.

6. Lackenby, H. and Parker, M.N, 1960, The B.S.R.A. Methodical Series – An Over all Presentation, Varitation of Resistance With Breadth Ratio and Length Displacement Ratio, Transaction of the Royal Institution of Naval Architects,114 . 283.

Page 16: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

PERBEDAAN DAYA UNTUK START MAUPUN KERJA NORMAL DENGAN TENAGA YANG TERCANTUM DALAM NAME PLATE

POMPA AIR

Murni Program Diploma III Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract

Murni, in paper handing out with title Difference of Energy for the Start of and also normal job with energy which is contained in water pump plate name explain sudden the sudden increasing of electrical current on starting time are the problems on home electrical system witch low electrical power.The problem is that there are a lot of electric shock experienced in starting time, even the power on name plate still lower than capacity of installation.From the research shows that, the increase of electric current at starting time, reaches 120 % aversely, while in normal operation condition, electric current consumption increase up to 60 % from name plate current. Keyword: Pump, Power I. PENDAHULUAN

Pada jaman modern dan pesatnya pertumbuhan ekonomi di negara kita mendorong setiap orang untuk bekerja atau menyelesaikan suatu pekerjaan secara cepat, praktis dan ekonomis termasuk dalam kebutuhan air bersih, setiap hari mereka menggunakan pompa air sebagai alat untuk mensupplay ke tempat yang mereka inginkan. Berbicara mengenai pompa listrik, pada umumnya masyarakat pengguna pompa air kurang memahami tentang tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan pompa air tersebut, baik pada waktu start maupun bekerja normal, sehingga seringkali setelah pompa dipakai daya listrik yang dimiliki di rumah tidak cukup, pada hal daya listrik yang tercantum dalam name plate pompa (spesifikasi pompa) masih di bawah daya listrik yang dimiliki di rumah tangga tersebut.

Untuk itu maka perlu kami informasikan hasil dari penelitian yang kami lakukan sejauh mana perbedaan tenaga yang dibutuhkan untuk start sebuah pompa dengan tenaga yang dibutuhkan pompa pada waktu pompa bekerja normal dibandingkan dengan tenaga yang tercantum dalam name plate pompa. Penelitian ini menggunakan metode praktis yaitu pengambilan data langsung di lapangan dengan sampel 10 unit pompa. Dengan penulisan ini diharapkan pembaca dapat mengetahui gambaran sejauh mana perbedaan daya yang digunakan baik untuk start maupun kerja normal dengan tenaga yang tercantum dalam name plate pompa. II. DASAR TEORI 2.1. Pengoperasian Pompa

Pompa sebelum dioperasikan harus diisi air terlebih dahulu / dipancing khususnya untuk dipompa yang baru dioperasikan atau pompa yang sudah lama tidak dijalankan. Bila pompa dijalankan

tanpa diisi air, maka akan terjadi kerusakan pada bagian poros yang berhubungan kotak pancking (gland packing) dan air tidak akan dapat keluar. Selanjutnya untuk mempermudah menjalankan pompa dan untuk membuang gelembung-gelembung udara pada saluran pemasukan (suction) diberi saluran (lubang) yang diberi katup, lubang ini fungsinya untuk mengeluarkan gelembung udara dan untuk memancing pompa bila satu pompa dipasang pertama kali atau bila kebocoran pada katup isap.

Apabila pompa sudah dihidupkan tetapi air belum dapat keluar, kemungkinan disebabkan :

• Adanya kebocoran pada saluran isap • Katup kaki tidak mau membuka • Putaran pompa terbalik • Pemberian air untuk memancing kurang

2.2. Daya Penggerak Pompa 2.2.1. Daya Air

Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa persatuan waktu

Pw = 0,163 . γ . Q . H Keterangan :

Pw = daya air γ = berat air persatuan volume

(kg/l) Q = kapasitas (m3/menit) H = head total pompa (m)

2.2.2. Daya Poros

Daya yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa.

P = Pw / η Keterangan :

P : daya poros (kw)

Page 17: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Pw : daya air (kw) η : effesiensi pompa (%)

2.2.3. Daya Nominal

Meskipun daya poros pompa ditentukan menurut rumus di atas daya nominal penggerak mula yang dipakai untuk menggerakkan pompa harus diterapkan dari rumus :

Pm = P (1 + α) / η t

Keterangan: Pm : daya nominal (kw) P : daya poros (kw) α : faktor cadangan (tabel 1) η : effesiensi transmisi (tabel 2)

Jika titik kerja sebuah pompa bervariasi dalam sebuah suatu daerah tertentu, maka daya poros juga bervariasi.

Jadi daya nominal harus ditentukan untuk daya poros maksimum P dalam daerah kerja nominal.

Bila motor listrik penggerak pompa mempunyai cos @, tegangan dan arus yang mengalir pada motor listrik diketahui maka daya penggerak pompa dapat dihitung dengan rumus :

Watt = V . A . cos @

Tabel 1. Perbandingan Cadangan Jenis penggerak mula α Motor induksi 0,1 – 0,2 Motor bakar kecil Motor bakar besar

0,15 – 0,25 0,1 – 0,2

Tabel 2. Effesiensi Pompa Transmisi Jenis transmisi Sabuk rata Sabuk V

0,9 – 0,93 0,95

Roda Gigi Roda gigi lurus satu tingkat Roda gigi miring satu tingkat Roda gigi kerucut satu tingkat Roda gigi planiter satu tingkat

0,92 – 0,95 0,95 – 0,98 0,92 – 0,96 0,95 – 0,98

Kopling hidrolik 0,95 – 0,97 Poros yang dikopel langsung 1,00

III. METODE PENELITIAN 3.1. Sampel

Sampel yang digunakan / diteliti sebanyak 10 (sepuluh) unit pompa berbagai merk dengan tinggi isap maksim meter di komplek perumahan korpri Pandean Lamper Semarang.

3.2. Peralatan Pengambilan Data

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data adalah sebagai berikut :

• Pompa air Pompa air yang diteliti merupakan jenis sentrifugal dengan penggerak motor listrik induksi satu fase dengan kapasitor runing. Adapun jumlah yang diteliti 10 buah.

• Volt meter Volt meter ini digunakan untuk mengukur tegangan listrik

• Ampere meter Berfungsi untuk mengukur arus listrik yang dibutuhkan oleh pompa pada saat start maupun pada saat pompa bekerja normal, ampere meter ini mempunyai ketelitian 0,01 (seperseratus).

• Bak penampungan air Untuk menampung air saat pompa dijalankan.

• Alat pencatat data

Ini berupa lajur-lajur untuk mempermudah dalam langkah pengambilan data. Adapun isinya sebagai berikut : No; spesifikasi pompa (merk, model, tenaga, frekwensi, Volt, Ampere debit, Head pompa).

3.3. Pelaksanaan Pelaksanaan Pengambilan data dilaksanakan

di rumah-rumah penduduk yang memiliki pompa air dengan tenaga penggerak motor listrik yang masih dalam kondisi baik ( di atas 90 %).

Langkah pengambilan data dimulai dengan melihat dan mengecek kondisi pompa air kemudian mencatat merk dan spesifikasi yang tercantum dalam plate pompa tersebut. Berikutnya merangkai alat ukur volt meter dan ampere meter sesuai dengan gambar. Setelah rangkaian alat ukur selesai kemudian dicoba bekerjanya dan setelah rangkaian alat ukur selesai kemudian dicoba bekerjanya dan dipastikan sudah dapat bekerja dengan baik dan benar, maka pengambilan data baru mulai. data dari tiap-tiap sampel pompa diambil sebanyak 10 (sepuluh) kali kemudian dicatat dalam tabel yang sudah disiapkan.

Page 18: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Skema pengambilan data

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

• Tiap-tiap merk pompa air mempunyai kenaikan power atau daya listrik yang dibutuhkan untuk start dengan kerja normal tidak sama antara merk satu dengan yang lain yaitu kenaikan terbesar adalah = 47,4 % sedangkan kenaikan daya terkecil = 5,33 dari saat pompa kerja normal.

• Kebutuhan daya listrik untuk operasional pompa air sesungguhnya / di lapangan dibanding dengan daya listrik yang tertulis pada name plate atau spesifikasi pompa air terjadi kenaikan daya, yaitu rata-rata 120,92 % pada saat start dan rata-rata = 62,01 % saat pompa air bekerja normal.

4.2. Saran

• Pada saat membeli pompa air hendaknya dilihat dahulu name plate atau spesifikasi dari pompa air tersebut meliputi, debit air, total head, power atau daya listrik yang dibutuhkan dan juga kwalitas dari pompa air (merk) selanjutnya sesuaikan dengan

kebutuhan air dan jangan lupa besar daya listrik yang tersedia di rumah.

• Dalam pengoperasian pompa air diusahakan jangan terlalu sering menghidupkan pompa air karena akan menambah kenaikan pemakaian daya listrik (watt) dalam meter listrik di rumah. Hal ini dapat dilaksanakan dengan membuat tangki / bak tandon air.

DAFTAR PUSTAKA 1. Austion. H. Church, Zulkufli Harahap, 1986,

Pompa Blower, Intrifugal, Erlangga, Jakarta. 2. AE, Fitegrol Charles Rengsley, Ir. Joko

Achyanti MSc, 1986, Mesin-mesin Listrik, set IV, Erlangga, Jakarta.

3. Abdul Kadir, Prof. Ir. 1985, Mesin Serampak, Erlangga, Jakarta.

4. Sofyan M Takio Morimura, 1991, Perancangan dan Pemeliharaan Sisitim Lambing, Pradya Paramita, Jakarta.

5. Sularso, Horno Takora, 1983, Pompa dan Kompresor, Pradaya Paramita, Jakarta.

6. Sutrisno Hadi, Prof. Dra. MA, 1988, Statistik 3, Andi offset, Yogyakarta.

7. Sudjana, Prof. Dr. MA. MSc, 1992, Metode Statistik “Tarsito”, Bandung.

Page 19: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

OPTIMALISASI POWER MOTOR PENGGERAK KAPAL

Suharto Program Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Suharto, in paper optimize power of ship main engine explain that to use break horse power of main engine of merchandise vessels, at optimal point will be reduced specific fuel oil consumption (marine diesel oil) about 2 to 4 g/BHPh, It will minimal 15% the operational cost of ship. Key words : optimal, specific fuel oil consumption I. PENDAHULUAN

Dengan merebaknya isu krisis bahan bakar minyak yang ditandai, makin tingginya harga bahan bakar minyak dunia per barel, akan berdampak pada naiknya ongkos operasional alat transportasi. Terutama untuk transportasi laut yang menggunakan kapal-kapal berukuran besar dengan motor penggerak kapalnya menggunakan bahan bakan minyak ( marine diesel oil).

Salah satu langkah yang diambil oleh pemilik kapal (ship owners) adalah mengoptimalkan pemakaian power motor penggerak kapal selama kapal berlayar. Untuk kapal dengan motor induk yang memiliki power diatas 3000 Break horse power, penggurangan bahan bakar 2 – 4 g/BHPh akan terasa sekali penghematan yang terjadi, apalagi jika kapal beroperasi selama lebih 10 tahun. II. DIAGRAM BEBAN MOTOR INDUK

Sebagaimana yang terlihat di bawah ini, sebuah motor penggerak kapal (main engine) dengan power, rpm dan konsumsi bahan bakar sebagai berikut :

Type main engine : S26MC MAN B&W Power : 3270 BHP SFOC : 132 g/BHP h Bore : 260 mm Stroke : 980 mm

Gambar 2.1. Diagram layout power –speed main

engine.(ref.4.)

Pada diagram gambar 2.1. memiliki

distribusi power seperti pada tabel 2.1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor penggerak kapal tersebut terlihat pada tabel 2.2. Tabel.1.Distribusi power motor induk

engine mean effetive speed Pressure

Power Titik

(r/min) (bar) (kW) (BHP) L1 250 18,5 2400 3270 L2 250 14,8 1920 2610 L3 212 18,5 2040 2790 L4 212 14,5 1650 2220

Tabel.2. Konsumsi bahan bakar spesifik

Specific Fuel Oil Consumption 100% 80% Titik g/Kw h g/BHP h g/kW h g/BHP h

L1 179 132 178 131 L2 174 128 173 127 L3 179 132 178 131 L4 174 128 173 127

Agar kapal dapat bergerak, dia dilengkapi dengan propeller, yang bekerja berdasarkan prinsip hydrodinamik, disini propeller akan digerakan oleh motor induk kapal (main engine) dengan menggunakan transmisi poros (shaft propeller). Sehingga motor induk /penggerak utama kapal tersebut di bebani oleh propeller pada suatu range power tertentu, sesuai dengan krakteristik pembebanan dari propeller tersebut, dengan hubungan sebagai berikut :

Pb = c x n3

Keterangan: Pb : power engine n : propeller speed c : konstanta

Page 20: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Selain beban efektif diatas, juga motor induk dipersiapkan untuk menerima beban tambahan yang berasal dari penambahan tahanan kapal saat badan kapal dipenuhi oleh fouling (pengotoran oleh binatang yang menempel pada bagian badan kapal yang tercelup dalam air laut). Cuaca yang jelek saat kapal berlayar, seperti saat kapal menghadapi angin badai dengan arah yang berlawanan dengan arah gerak kapal, serta kondisi laut pada jalur pelayaran kapal seperti untuk daerah pelayaran Asia-Pasific akan terjadi penambahan beban + 10 s/d 15 % dari power saat mendesain propeller.

Apabila diagram beban propeller direcanakan berada pada daerah pembebanan motor diantara 70 – 90 % , dimana pada daerah beban tersebut akan mengkonsumsi bahan bakar lebih rendah dari yang terlihat dalam tabel diatas. Dampak Lainnya adalah makin melebarnya area perawatan mesin dengan demikin berarti mesin akan lebih awet. III. MENENTUKAN TITIK OPTIMAL DALAM DIAGRAM MOTOR

Titik optimal untuk motor induk berada dalam batasan wilayah L1,L2,L3,L4 pada layout engine. Biasanya titik optomal(O)ini dipilih saat kapal berlayar (service speed) dimana telah terdapat pengotoran badan kapal oleh Fouling, dan merupakan perpotongan antara garis beban propeller (garis P’ pada gambar.1.) dengan kurva power konstan, melalui titik M (maximum continuous rating). Dalam hal ini titik Optimal (O) sama dengan titik 100% rpm motor (A).

Namum titik optimal ini akan selalu berubah sesuai dengan kondisi pembebanan, misalnya jika motor dikopel dengan poros generator, dan menggunakan propeller yang memiliki langkah tetap (fix pitch propeller).

Gambar.2. menentukan titik optimal (O)

Keterangan :

P’ : Kurva propeller yang melalui titik O,

P’ : Kurva propeller fouled hull heavy running

P : Kurva propeller, clean hull, light running

Garis 1 : Batas Torque/speed Garis 2 : Batas mean effetive pressure Garis 3 : Batas power for continuos

running Garis 4 : Batas speed/rpm Garis 5 : Batas overload O : Titik optimal A : Titik referensi 100 % rpm M : MCR spesifik

IV. MENENTUKAN KONSUMSI BAHAN

BAKAR Berdasarkan peta beban motor induk kapal

diatas maka dapat dimasukan dalam diagram konsumsi bahan bakar spesifik (spesific fuel oil consumption) yang terdapat dalam panduan penggunaan motor induk (main engine), berisikan informasi mengenai spesifikasi dan karakteristik serta tuntunan perawatan motor penggerak kapal, seperti terlihat melalui gambar 2.3.

Gambar 2.3. Menentukan SFOC motor induk kapal (data primer)

Dalam gambar diagram diatas terlihat bahwa

pada 100 % mep terdapat pengurangan bahan bakar sebanyak 3,6 g/BHP h dan pada 80% mep sebanyak 4,7 g/BHP h dan pada 50 % mep sebanyak 2,6 g/HP h. V. KESIMPULAN

Penurunan bahan bakar cukup signifikan terjadi pada motor penggerak kapal apabila kita dapat mengoperasikannya pada titik optimum, dimana pada awalnya motor tersebut memiliki power nominal MCR ; 3.270,- BHP (100% power), rpm 250 r/min (100% speed) dengan konsumsi bahan bakar nominal 132 g/BHPh. Kondisi ini berubah menjadi power spesifik MCR ; 2.616 BHP (100% power), rpm 225 r/min (100% speed) dengan konsumsi bahan bakar 128,4 g/BHPh.

Pengoperasian motor penggerak kapal pada 80 % MCR, selama kapal berlayar akan terdapat penurunan bahan bakar sebanyak 4,7 g/BHPh, dengan power yang dihasilkan adalah sebesar 2.092,8 BHP dengan konsumsi bahan bakar sebesar 127,3 g/BHP h, ini setara dengan 266.413,44 gram/ jam (0,266 Ton/jam). Jika dikalkulasi dengan

Page 21: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

perawatan yang terjadi sebesar 20%, maka dengan penghematan bahan bakar 4 % penurunan ongkos operasionalnya akan menjadi lebih dari 15 %. DAFTAR PUSTAKA 1. Engval LO, Methode For Selection Of

Optimum Main Engine, Rome. 2. Harrington, 1992, Marine Engineering,

Sname.

3. JE Engstrom, Methode For Selection Of Optimum Main Engine, Rome.

4. Man B&W, 1991, S26MC, Marine Diesel Engine.

5. Sulzer, , 1992, Performance Data AT25S, Marine Diesel Engine, Winterthur, Switzerland.

Page 22: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

KAJIAN PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI FATTY ALCOHOL DENGAN TEKNOLOGI PHOTOKATALITIK MENGGUNAKAN ENERGI SURYA

Mohamad Endy Yulianto1, Dwi Handayani1, Silviana2

1Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang 2Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, UNDIP Semarang

E-mail : [email protected]

Abstract Mohamad Endy Yulianto, Dwi Handayani, and Silviana, in paper Study of Glycerin Pitch Waste Treatment from Fatty Alcohol Industry Based on Palm Oil with Photo Catalytic Technology Using Solar Energy. That the one of management environmental effect is water pollution controlling which is the one of industry activity. Glycerin pitch waste water handling in particular organic synthetic dye matter much needed is observed because of its dangerous impact. There are several dyes which have toxic, as azo dye that contains amino aromatic ring so need to remove before be introduced to sewage or to environment. Ultra violet ray solar energy with its photochemistry reaction and catalyst, TiO2 capable to degrade colored matter by oxidation become CO2 and H2O. Photo catalytic is the technology for state which has a lot of solar ray for pretreatment in fatty alcohol waste water purification process.

Key word: photo catalytic, solar energy,TiO2, waste water I. PENDAHULUAN

Salah satu segi pengelolaan lingkungan adalah pengendalian pencemaran air yang salah satunya adalah efek dari suatu kegiatan industri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1982 yang memuat tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran air dijelaskan dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990. Penjabaran lebih lanjut tentang baku mutu air limbah bagi kegiatan industri diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 51/Men LH/10/1997 .

Dengan adanya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri yang telah ditetapkan, maka industri diwajibkan mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau dapat bekerjasama dengan perusahaan jasa di dalam menanggulangi limbah industrinya.

Limbah cair dan glycerin pitch merupakan limbah yang dihasilkan oleh industri fatty alcohol. Pembuatan fatty alcohol melalui proses transesterifikasi dan hidrogenasi akan menghasilkan produk berupa fatty alcohol, metil ester, gliserin dan limbah. Limbah cair industri ini dikeluarkan dari unit proses pretreatment, deasidifikasi, distilasi metil ester, destilasi fraksinasi fatty alcohol, glycerin water evaporation dan lain-lain, sedangkan glycerin pitch dihasilkan dari unit proses distilasi gliserin dan bleaching.

Glycerin pitch merupakan cairan kental menyerupai pasta yang berwarna gelap kecoklatan dengan kandungan COD sebesar 1,8 – 2 juta mg/l. Masalah pengolahan dan pengembangan glycerin pitch merupakan persoalan serius yang dihadapi Indonesia dan Malaysia dewasa ini. Seiring meningkatnya era pembuatan biodiesel dimasa

yang akan datang, maka diprediksi jumlah glycerin pitch yang dihasilkan proses pembuatan fatty alcohol dan metil ester dari CPO melalui jalur transesterifikasi akan semakin meningkat. Oleh sebab itu pengolahan glycerin pitch yang tepat perlu segera diupayakan solusinya.

Beberapa penelitian telah dilakukan, baik di Indonesia maupun Malaysia untuk mencari solusi penanganan limbah glycerin pitch yang tepat, tetapi hingga saat ini masih belum berhasil. Industri fatty alcohol di Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mengolah glycerin pitch, seperti melakukan pembakaran glycerin pitch dalam rotary incenerator dan pembakaran glycerin pitch ditempat terbuka, yang keduanya tidak memberikan hasil yang memadai.

Pada dua dekade terakhir ini metode pengolahan air limbah dengan cara Advance Oxidation Processes (AOPs) menunjukkan perkembangan yang sangat menarik, dimana pengolahan limbah dengan AOPs mendapatkan tempat yang lebih penting dibandingkan dengan pengolahan limbah secara biologi yang sering tidak memadai untuk mengolah limbah dengan konsentrasi tinggi atau limbah beracun, salah satu metoda AOPs yang cukup efisien dan murah yaitu dengan menggunakan proses photokatalitik.

Photokatalitik merupakan suatu teknologi yang menjanjikan di negara yang kaya akan sinar matahari. Photokatalitik dapat digunakan sebagai pretreatmen pada proses pemurnian air limbah untuk dipergunakan kembali pada kegiatan suatu industri. Secara ekonomi sistem reaktor dengan proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan. Pada proses photokatalitik, sinar ultraviolet secara umum digunakan sebagai sumber cahaya. Sinar ultraviolet bersama-sama dengan keberadaan katalis

Page 23: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

sebagai penghasil OH* radikal merupakan pengoksidasi utama sehingga dihasilkan reaksi photokimia yang dapat mendegradasi air limbah. Adapun katalis yang diketahui sangat efektif digunakan dalam proses photokatalitik ini yaitu TiO2 powder dalam larutan tersuspensi. Untuk itu perlu ditelaah pengolahan limbah industri fatty alcohol menggunakan proses photokatalitik.

II. REAKSI FOTOKIMIA

Cahaya dapat digunakan sebagai pemacu terjadinya reaksi kimia untuk mendapatkan seleksi tranformasi yang luas pada dekomposisi polutan didalam air. Beberapa reaksi kimia tersebut sebenarnya tidak mungkin terjadi bila memakai reaktan konvensional. Hal ini dapat terjadi karena selain memancarkan radiasi infra merah dan cahaya tampak, matahari juga memancarkan radiasi Ultra Violet (UV). Radiasi Ultra Violet tersebut mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menyebabkan terjadinya reaksi kimia (bila dibandingkan dengan kandungan energi radiasi infra merah dan cahaya tampak). Walaupun tidak semua polutan organik menyerap cahaya, namun banyak diantaranya yang mudah terdekomposisi dengan satu atau berbagai macam cara. Oleh karenanya, pengetahuan terhadap mekanisme kimia pada reaksi fotokimia akan bermanfaat dalam merencanakan sistem pengolahan secara fotokimia untuk air yang tercemar. (Larson et al . dalam Tedder and Pohland, 1990). 2.1. Sumber Cahaya

Sumber cahaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sinar matahari dan cahaya buatan. 2.1.1. Sinar matahari

Radiasi Ultra Violet matahari adalah energi elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,2 – 0,4 mikron dan mempunyai energi lebih besar dibanding cahaya tampak. Sinar matahari dimanfaatkan sebagai sumber cahaya oleh Holmes dan Pachecho (1990) dalam penelitiannya untuk mengolah air yang terkontaminasi dengan fotolisis. Berdasarkan panjang gelombangnya, radiasi UV matahari terbagi atas :

• UV-A (0,32 - 0,4 mikron) merupakan panjang gelombang panjang dan memancarkan radiasi yang besarnya konstan sepanjang tahun. Radiasi ini dapat menyebabkan penuaan dini pada kulit.

• UV-B (0,28 - 0,32 mikron) merupakan panjang gelombang pendek dan lebih intens dibanding UV-A . UV-B lebih kuat terabsorbsi oleh beberapa polutan dan bimolekul.

• UV-C (0,2 - 0,28 mikron) merupakan radiasi UV yang paling intensif dan berbahaya serta berpotensi untuk menimbulkan kerusakan pada organisme.

Pada dasarnya, tingkat kerusakan pada paparan radiasi UV tergantung dari kuantitas dan jenis radiasi yang dipaparkan. Dimana semakin pendek panjang gelombang radiasi maka energi yang dihasilkannya semakin besar yang berarti tingkat kerusakannya juga tinggi.

Berdasarkan kandungan energi kimianya, radiasi UV mempunyai kemampuan untuk menimbulkan kerusakan langsung pada molekul penting senyawa yang menyerapnya dan menghancurkan polutan di dalam air (Larson et al. dalam Tedder and Pohland, 1990). Sesuai dengan hukum pertama fotokimia yang menyatakan bahwa perubahan kimia hanya akan terjadi bila sistem menyerap radiasi (Jan Kopecky, 1992), maka cahaya harus diabsorbsi oleh sistem supaya reaksi kimia dapat berlangsung. Molekul-molekul harus bisa menyerap panjang gelombang minimal sebesar 290 nm supaya dapat dipengaruhi oleh cahaya matahari. 2.1.2. Cahaya buatan

Sumber cahaya buatan untuk reaksi fotokimia dapat berasal dari lampu yang tersedia pada variasi luas mulai dari lampu bohlam (bulb) tungsten-filamen sederhana sampai lampu dengan pancaran bunga api listrik merkuri (mercury arc). Lampu bohlam (bulb) tungsten-filamen memancar secara kuat pada daerah tampak, sedangkan lampu mercury arc menghasilkan sinar UV dengan panjang gelombang kurang dari 290 nm (UV-C : 0,2 – 0,28 mikron) yang mempunyai intensitas tinggi.

Sumber cahaya UV yang banyak digunakan adalah lampu dengan daya 4 – 40 watt, dan intensitas maksimum pada panjang gelombang 254 nm. Lampu ini mudah didapat di pasaran dan banyak digunakan sebagai lampu germicidal.

Beberapa jenis lampu yang dapat digunakan sebagai sumber cahaya Ultra Violet buatan dapat dilihat pada tabel 1. berikut : 2.2. Prinsip Dasar Reaksi Fotokimia

Reaksi fotokimia merupakan reaksi kimia yang menggunakan cahaya untuk mendekomposisi polutan organik didalam air dengan cara menyerap cahaya untuk memutuskan ikatan dari senyawa-senyawa kimia. Cahaya dapat berupa panjang gelombang dan bersifat sebagai partikel (particle like properties) dimana cahaya merupakan gabungan dari ayunan elektrikal terhadap arah propagasi dari gelombang (Schwarzenbach et al. 1993).

Panjang gelombang (λ) adalah jarak antara 2 maksima berurutan, yang berbanding terbalik dengan frekuensi dan biasa dinyatakan dengan jumlah putaran penuh pada titik tertentu dalam satu detik, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

vC

=λ (1)

Page 24: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Keterangan : C : Kecepatan cahaya dalam hampa : 3 x 10 8 m.det –1

v : Elektromagnetik frekuensi (Hz) Cahaya sebagai partikel dapat diukur dan

diserap dalam satuan diskrit, yang disebut foton atau kuanta (satuan cahaya dalam bentuk molekul).

Energi (k J eistein-1) dari foton atau kuantum dapat dinyatakan dalam :

λChvhE ⋅=⋅= (2)

Keterangan : h : konstanta Planck

: 6,63 x 10 –34 J. det

Tabel 1. Sumber cahaya Ultra Violet dan Intensitasnya Sumber Daerah Panjang

Gelombang Efektif (nm) Intensitas Utama (Einstein det –1 cm –2)

a. Sumber lemah - lampu tungsten - lampu hidrogen - lampu karbon

b. Sumber intermediate - batang merkuri

(tekanan rendah) - batang kadmium - batang zinc

a. Sumber kuat - sinar matahari - batang merkuri

(tekanan sedang)

- batang merkuri (tekanan tinggi)

- batang xenon

450 – tampak 165 – tampak 400 – tampak 185,254 229,326 214,308 340 – tampak 200 – tampak 240 – tampak 200 – tampak

(254 nm) 2 x 10 –10

(10 cm dari lampu 6 W) (400 nm) 5 x 10 –9

(350 nm) 3 x 10 –9

(313 nm) 1 x 10 –9

(100 W pada 50 cm) (366 nm) 1.5 x 10 –9

(dengan reflektor) (366 nm) 1,2 x 10 –9

(200 W, 50 cm tanpa reflektor)

Sumber : Borrel, P , 1973

Satuan cahaya dalam molar biasa disebut einstein. 1 einstein = 6,02 x 1023 (= 1 mol) foton / kuanta. Energi cahaya dari panjang gelombang λ (nm) adalah :

λλ

523 10196,11002,6 ×

=⋅⋅×=ChE (3)

Energi sinar UV dan cahaya tampak dapat mengeksitasi elektron suatu molekul dari kondisi dasar ke kondisi tereksitasi. Sehingga pada prinsipnya, ikatan dapat diputuskan dengan absorbsi cahaya (Schwarzenbach et al. , 1993). Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada reaksi fotokimia, penghancuran molekul diawali dengan penyerapan foton (Larson et al. dalam Tedder and Pohland, 1990). Saat foton mendekati sebuah molekul, terjadi interaksi antar medan elektromagnetik yang menyertai molekul. Terjadinya perubahan secara fotokimia disebabkan karena energi yang diabsorbsi mengubah molekul pada kondisi dasar (ground state) menjadi kondisi tereksitasi (excited state) yang tidak stabil.

Supaya dapat terjadi penyerapan foton guna mendapatkan kondisi eksitasi, molekul harus mempunyai pita absorbsi pada spektrum UV-cahaya tampak yang mencakup panjang gelombang foton tersebut (Larson and Weber, 1994). Karena

radiasi UV-C mempunyai panjang gelombang minimum 200 nm, maka molekul organik harus menyerap cahaya di atas 200 nm supaya terjadi proses fotolisis (Larson and Weber, 1994). Energi radiasi ini berhubungan dengan energi eksitasi molekul dengan λ = 200 – 700 nm (Jan Kopecky, 1992).

Kondisi eksitasi suatu molekul tidak berlangsung lama sampai molekul tersebut kembali pada kondisi dasar dengan melalui proses fisika berikut :

• Melepaskan energi secara vibrasi dalam bentuk panas yang dipindahkan ke spesies lain.

• Melepaskan energi dalam bentuk cahaya. Proses ini disebut flourosensi dan fosforesensi.

• Memindahkan kelebihan energi kepada molekul lain yang biasa disebut fotosensitisasi dan menyebabkan molekul tersebut tereksitasi.

Proses kimia yang dialami oleh molekul tereksitasi untuk kembali ke kondisi dasar merupakan suatu bentuk tarnsformasi dan juga penyisihan (removal) suatu senyawa (Schwarzenbach et al. , 1993). Senyawa-senyawa baru hasil transformasi dapat termasuk pemutusan

Page 25: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

ikatan, penyusunan kembali atau reaksi intermolekular (Larson and Weber, 1994). Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan proses fotokimia, kimia atau biologi. Akibatnya sangat sulit untuk menentukan dan mengukur seluruh hasil transformasi fotokimia (Schwarzenbach et al. , 1993).

Dalam proses fotokimia, kecepatan foton yang diberikan ke suatu sistem reaksi menentukan kecepatan fotolisis suatu senyawa fotokimia. Unit fluks cahaya yang sering digunakan dalam persamaan kinetika adalah einstein cm –2.det –1/nm . Kecepatan fotolisis suatu senyawa kimia dalam larutan pada panjang gelombang :

DC/dt = Ø Ioλ (A/V)Fsλ.Fcλ (4)

Keterangan : Ø : Quantum yield Ioλ : Intensitas cahaya pada suatu

sistem reaksi (einstein cm-2 det-

1) A : Luas permukaan yang terpapar

(cm2) V : Volume larutan (liter) Fsλ : Fraksi cahaya yang diserap oleh

sistem Fcλ : Fraksi cahaya yang terserap

oleh zat kimia dalam sistem III. JENIS PHOTOKATALIS

Photoreaksi dengan memanfaatkan keberadaan partikel semikonduktor disebut semikonduktor fotokatalis (Sophyan, 1996). Fotokatalis dibagi menjadi dua jenis yaitu :

• Catalyzed Photoreaction : dimana fotoreaksi awal terjadi di dalam molekul adsorbat yang kemudian berinteraksi dengan substrat katalis pada kondisi dasar (ground state).

• Sensitized Photoreaction : dimana photoreaksi awal terjadi pada substrat katalis, substrat tereksitasi itu kemudian mentransfer elektron atau energi ke dalam molekul ground state.

Penelitian photokatalis telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Tseng dan Huang (dalam Tedder and Pohland, 1990) yang memanfaatkan semikonduktor dalam upaya pengolahan limbah organik berbahaya yaitu fenol dengan proses oksidasi fotokatalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan semikonduktor (TiO2) pada konsentarsi tertentu (1.0 g/l) berpengaruh pada proses dekomposisi fenol.

Daerah hampa yang terbentang dari pita valensi yang terisi penuh sampai kedasar pita konduksi kosong disebut band gap. Jarak dari energi gap tertentu antara pita valensi dan pita konduksi menentukan panjang dari populasi panas pita konduksi (jarak penghantar elektrik dari

semikonduktor). Band gap juga diartikan sebagai kesensitivan panjang gelombang dari semikonduktor untuk meradiasi (sophyan,1996). IV. REAKSI PHOTOKATALITIK

Photokatalitik secara mendasar didefinisikan sebagai suatu photoreaksi yang reaksinya dipercepat dengan keberadaan katalis. Katalis mempercepat terjadinya photoreaksi dengan cara berinteraksi dengan susbstrat dalam media atau dengan hasil utama dari photoreaksi. Dalam reaksi photokatatalitik, tidak ada energi yang disimpan, yang terjadi hanya percepatan oleh katalis terhadap reaksi yang berjalan lambat dengan proses penyinaran. Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan reaksi photokatalitik adalah sebagai berikut :

• Pengolahan air limbah dilakukan tanpa adanya penambahan zat kimia

• Tidak diperlukannya pengolahan limbah secara lanjut

• Proses dapat dilaksanakan pada rentang pH normal

Tipe katalis yang efektif digunakan pada proses photokatalitik, yaitu oksida logam misalnya ZnO, WO3, Fe2O3, CdSe, SnO2 , tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa TiO2 yang berada dalam larutan tersuspensi merupakan katalis yang sangat efektif dan efisien digunakan dalam photokatalitik. Titanium Dioksida (TiO2) yang mempunyai “band gap” + 400 nm cahaya, telah banyak digunakan sebagai katalis fotooksidasi karena merupakan semikonduktor yang potensial, sumber transfer elektron, dan stabil untuk radiasi pendahuluan (Larson and Weber, 1994). Beberapa keuntungan menggunakan katalis TiO2 seperti dibawah ini :

• Proses terjadi pada suhu ambient • Photokatalitik berjalan langsung tanpa

adanya pembentukan produk intermediet • TiO2 mempunyai nilai absorbansi

maksimum pada panjang gelombang pendek

• Oksidasi substrat menjadi CO2 berjalan secara lengkap

• Proses beroperasi dengan murah • Proses mempunyai kemampuan menjadi

industri dengan teknologi detoksi untuk mengolah air limbah.

Beberapa masalah yang ditimbulkan dengan adanya penggunaan katalis dalam suatu larutan tersuspensi adalah diperlukannya pengambilan kembali katalis untuk dipergunakan kembali dalam proses photokatalitik. Beberapa penelitian menyarankan untuk menggunakan penempatan katalis pada suatu gelas yang tidak bergerak dalam reaktor, tetapi hal ini menimbulkan masalah yang cukup rumit, karena rendahnya efisiensi akibat sulitnya transfer massa, selain itu juga mahalnya biaya investasi, sehingga sampai saat ini,

Page 26: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

penggunaan katalis TiO2 tersuspensi masih dipandang sebagai proses yang masih efisien.

Reaksi fotokimia yang berlangsung pada permukaan pertikel sangat mungkin untuk dilaksanakan. Semikonduktor fotokimia misalnya, dapat berpengaruh dalam air yang mengandung oksida – oksida metal yang menyerap panjang gelombang cahaya matahari seperti ZnO, MnO2, atau Fe2O3. Hal tersebut dikarenakan semikonduktor oksida jika diradiasi dengan cahaya yang panjang gelombangnya mempunyai energi lebih besar atau sebanding dengan energi “band gap” nya (Larson and Weber, 1994), akan melepaskan dari kondisi pasar pita valensinya kekondisi tereksitasi pita konduksi, sehingga menghasilkan elektron dalam kondisi tereksitasi pada pita konduksi dan lubang bermuatan positif (h+) atau disebut electronic vacancy di tepi pita valensi (Larson et al. dalam Tedder and Pohland,1990).

Secara umum mekanisme reaksi photokatalilit dideskripsikan sebagai berikut : ketika suatu semikonduktor yaitu katalis tersuspensi dalam suatu larutan disinari oleh sinar dengan energi yang melebihi atau sama dengan band gap dari semikonduktor tersebut, maka pada permukaan katalis tersebut akan terbentuk pasangan elektron (e- dan h+). Dalam hal ini semikonduktor yang digunakan adalah TiO2 dimana mempunyai band gap (energi celah) 3,2 eV, sehingga cahaya yang digunakan harus mendekati UV dengan panjang gelombang lebih kecil dari 410 nm. Pada pasangan elektron yang terbentuk dipermukaan katalis,

muatan positif h+ akan berpindah menuju area anoda dari katalis yang berkemampuan untuk mengoksidasi HO- membentuk HO* radikal, kemudian polutan dalam limbah cair akan didegradasi oleh HO* radikal tersebut membentuk zat tidak berbahaya seperti CO2 dan asam mineral, sedangkan elektron akan berpindah menuju area katoda dari katalis dan melakukan setengah reaksi reduksi terhadap oksigen dalam limbah cair membentuk H2O, apabila kondisi air limbah tidak mengandung oksigen yang memadai karena keberadaan nitrogen dan air limbah mengandung banyak ion logam, maka dalam hal ini elektron diharapkan dapat mereduksi ion logam tersebut, dengan catatan bahwa proses reduksi akan terjadi jika petensial reduksi dari logam lebih besar dari level terendah dari energi celah. Adapun persamaan reaksi dari reaksi oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut : TiO2 + hv h+ + e- h+ + OH- HO* e- + O2 O2

-

Dengan mekanisme reaksi seperti Gambar 4.1.

Beberapa penelitian dengan menggunakan photokatalitik membuktikan bahwa proses tersebut dapat digunakan untuk memecah atau menghancurkan tipe polutan organik, selain itu juga dapat digunakan untuk proses pemurnian air, penghancuran bakteri, virus, dan pengambilan logam dari aliran limbah.

Gambar 4.1. Mekanisme Reaksi Photokatalitik

V. KESIMPULAN Teknologi photokatalitik menggunakan energi surya bersama TiO2 sebagai katalis berpotensi menurunkan kandungan COD limbah industri fatty alcohol, sehingga sesuai standar baku mutu pembuangan air limbah.

DAFTAR PUSTAKA 1. Arslan I., Balcioglu I.A., Bahnemann D.W.,

2001, Photochemical Treatment Of Simulated Dyehouse Effluents By Novel TiO2 Photocatalysts : Experience With The

Page 27: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Thin Film Fixed Bed (TFFB) And Double Skin Sheet (DSS) Reactor, Water Science and Technology, 44, 171-178.

2. Benefield, Larry, 1982, Process Chemistry For Water and Wastewater Treatment, Englewood Cliff. New Jersey : Prantice Hall, Inc.

3. Borrel, P. 1973, Photochemistry : A Primer, Great Britain : Adward – Arnold.

4. D’Oleveira, Jean-Christope, Ghassan Al-Sayyed and Pierre Pichat, 1990, Photo degradation of 2 and 3 Chlorophenol In

TiO2 Aqueous Solution, Environment Science Tech Vol. 24 no. 7 Hal. 990-996.

5. Kopecky, Jan 1992, Organic Photochemistri : A Visual Approach, USA-VCH Pub, Inc Hal 4 – 10.

6. www.nanocorporation.com, TiO2 Photocatalyst.

7. www.newbusiness.com, Seeking New Application of Photocatalytic Property of Titanium Oxide.

Page 28: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

IMPLIKASI FAKTOR STRUKTURAL TERHADAP BENTUK BANGUNAN

Taufik Mohamad

Program Diploma III Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Taufik Mohamad, in paper Implication Of The Structural Factor Toward The Shape Of The Building explain that structure has an important contribution which should be considered as a key factor that most influenced the shape and aesthetics of the building. In the past there were so many constrains as well result of technology limitation. Now the development of technology all the shape of the building style is possible. However, the rightness structure is the main thing in building science. Because of that a building has an art value is the structural building which not only can reflection the impression and strong of the building but anyway that structure can describe the aesthetic feeling through static balance, giving satisfaction in fulfill functional need and fulfill economical rules and regulation . Key word : the structural I. PENDAHULUAN

Salah satu faktor utama untuk membuat bangunan dengan arsitektur yang baik, adalah faktor struktural disamping faktor fungsional dan estetika. Ketiga faktor tersebut harus direncanakan bersamaan, artinya yang satu harus dirancang dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap yang lain.

Harus disadari bahwa ketiganya berkaitan satu sama lain, membentuk keseluruhan yang utuh. Tetapi ini bukan berarti bahwa ketiganya selalu sama pentingnya.

Kemajuan jaman, masa yang berbeda memberikan penekanan yang berbeda pada ketiga faktor tersebut. Pada abad yang lalu segi keindahan bentuklah yang diutamakan, sedang pada masa kini penekanannya pada faktor fungsi atau organisasi ruang yang baik disamping ekonomis dan efisiensi.

Dengan berkembangnya bidang arsitektur, teknologi struktur dan bahan bangunan, sekarang banyak sekali ditemukan bermacam-macam bentuk bangunan. Diantara bentuk-bentuk tersebut acapkali ada yang hampir serupa meskipun fungsinya berbeda sama sekali. Hal ini membingungkan, terlebih lagi bagi masyarakat awam. Padahal sesungguhnya, apapun bentuknya bangunan yang hadir itu dimaksudkan untuk memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat. Tetapi kenyataannya masyarakat sering tidak mengenal apalagi mengerti bentuk-bentuk bangunan yang berada diantara mereka, bahkan bentuk-bentuk tersebut menjadi sesuatu yang asing dan menakutkan; meskipun bentuk bangunan tadi banyak dipengaruhi oleh alam, kebudayaan dan arsiteknya sendiri. Hal ini sungguh menyedihkan dan sangat tidak diinginkan.

Berdasarkan ini, kami mencoba untuk membahas faktor-faktor yang ikut menentukan hal-hal tersebut diatas yaitu faktor struktural, fungsional dan estetika khususnya tentang peranan dan implikasinya dalam mewujudkan bentuk bangunan. II. PENGERTIAN STRUKTURAL

Kata “struktur” berarti suatu susunan yang diatur dengan mengikuti suatu cara tertentu. Dalam ilmu bangunan, struktur berarti bagian-bagian pokok bangunan yang menentukan kekokohan bangunan.

Sebuah bangunan dikatakan struktural kalau unsur-unsur utamanya (unsur-unsur struktural) yang bekerja sebagai pendukung beban dan kekokohan bangunan, disusun serta dibentuk sedemikian rupa sehingga fungsinya sebagai pendukung beban dan kekokohan bangunan terlihat jelas.

Kesan “kokoh” ini dapat diperoleh dengan ketepatan perhitungan dan “kejujuran” dalam memberi bentuk. Demikian juga dengan unsur-unsur pengisi dan instalasi (unsur non struktural) disusun dan dibentuk sedemikian rupa; sehingga fungsinya yang tidak mendukung beban serta tidak menentukan kekokohan bangunan harus dinyatakan dengan bentuk yang tidak mendukung beban pula.

Jadi, bangunan yang struktural bukan asal kuat saja, tetapi juga harus wajar dan logis, tidak berlebihan, tidak dibuat-buat. Bahkan bangunan yang terlalu kuat sebagian unsurnyapun tidak bisa disebut “struktural”.

Curt Siegel (1962) dalam bukunya

Structure And Form In Modern Architecture,

Page 29: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

membagi berbagai jenis struktur yang ada sekarang kedalam tiga golongan besar, meliputi struktur rangka, struktur penopang dan struktur ruang.

Gambar 2.1. Balok dan Tiang Beton adalah unsur struktural, sedang susunan batu-bata sebagai

dinding pengisi walaupun kuat sekali, merupakan bahan non struktural.

2.1. STRUKTUR RANGKA

Konsep dasar Stuktur Rangka atau Skeleton Structure adalah sepasang “tiang” yang ditegakkan dan diatasnya diletakkkan suatu unsur datar yang disebut “balok”. Struktur ini merupakan sistem yang paling sederhana, berdimensi satu (one line dimension) karena penyaluran gayanya melalui satu dimensi. Ini berarti kerangka hanya kuat menahan gaya vertikal. Dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya kebutuhan, sistem ini kemudian berkembang dengan penggabungan rangka-rangka itu kearah tegak keatas dan mendatar. Gaya-gaya dibagi menjadi dua yaitu “gaya vertikal” dan “gaya horisontal”.

Dengan demikian struktur rangka ini baik sekali untuk bangunan bertingkat banyak. Tetapi karena rangka ini kurang kaku, maka mutlak diperlukan “core” atau “pengkakuan” lain untuk menahan gaya horisontal; karena semakin tinggi bangunan, gaya horisontalnya makin besar. Golongan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu : “grid sempit” dan “grid lebar”.

Gambar 2.2. Struktur Rangka, penyaluran gaya melalui satu dimensi, terdiri dari “grid sempit” dan

“grid lebar”.

Ada lima cara mengkakukan bangunan rangka; seperti pada gambar 2.3, gambar 2.4., gambar 2.5., gambar 2.6. dan gambar 2.7.

2.2. STRUKTUR PENOPANG

Terdiri dari penopang-penopang berbentuk V atau V terbalik. Pada bangunan-bangunan kuno, struktur V terbalik biasanya dipakai karena anggapan bahwa makin kebawah momen akibat gaya horisontal makin besar. Karena bentuknya yang melebar kebawah, maka struktur ini penyaluran gayanya melalui dua dimensi. Ini berarti struktur penopang dapat menahan gaya vertikal dan juga horisontal dengan baik; sehingga pengkakuan untuk menahan gaya horisontal tidak diperlukan.

Gambar 2.3. Kekakuan didapat dari bentuk “ massa

yang stabil”

Gambar 2.4. Kekakuan dengan “shear

wall”(dinding tepi)

Gambar 2.5. Pengkakuan dengan “core”

Page 30: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Gambar 2.6. Pengkakuan dengan “batang-batang

diagonal”

Gambar 2.7. Pengkakuan dengan “open frame”

Kemudian muncul struktur modern dengan

bentuk V terbalik yang meruncing kebawah memungkinkan fleksibilitas , asalkan sambungan tiang dan balok palangnya kaku serta kuat dengan kaki bawah diberi engsel. Rangka dua sendi ini termasuk jenis “rangka kaku”.

Gambar 2.8. Struktur Penopang, penyaluran gaya melalui dua dimensi

Gambar 2.9. Penopang V terbalik pada bangunan

kuno

Gambar 2.10. Penopang V pada rangka dua sendi

2.3. STRUKTUR RUANG

Pada struktur ruang atau “space frame”, gaya yang diterima disalurkan keberbagai arah permukaan. Jadi, mempunyai “three line dimension” dan merupakan sistem yang paling efisien untuk suatu bentangan ruang yang besar, bebas tiang seperti hanggar pesawat terbang, pabrik dan sebagainya. Penampilannya akan terlihat lebih ringan jika rangka ditonjolkan.

Gambar 2.11 Struktur Ruang, penyaluran gaya

menyeluruh, bisa kesegala arah. Golongan ini dapat dibagi dalam :

• ruang rangka • pelat lipat • stuktur kabel, jaringan dan tenda • struktur pneumatic • shell

Gambar 2.12. Ruang Rangka

Gambar 2.13. Pelat Lipat

Gambar 2.14. Struktur Kabel, Tenda

Gambar 2.15. Struktur Pneumatic

Page 31: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Gambar 2.16. Sinagoga di Yerusalem dibuat dari

“Shell”

III. MACAM DAN SIFAT BAHAN BANGUNAN

Sebelum menetapkan pemakaian bahan struktur, sebaiknya sifat-sifat dari bahan bangunan tersebut dipelajari lebih dahulu, karena masing-masing material mempunyai sifat dan karakter sendiri-sendiri yang menampilkan ekspresinya.

Tabel 2.1. Bahan material dengan sifat dan kesan yang ditimbulkan

MATERIAL SIFAT KESAN PENAMPILAN CONTOH PEMAKAIAN KAYU mudah dibentuk, juga untuk

konstruksi-konstruksi yang ringan; bentuk-bentuk lengkung

hangat, lunak, alamiah, menyegarkan

untuk bangunan rumah tinggal dan bangunan-bangunan kecil lainnya

BATU BATA dinamis, dapat berfungsi sebagai dinding pendukung & dinding pengisi

praktis banyak digunakan untuk bangunan perumahan, monumen, komersial

SEMEN (STUCCO)

• dapat untuk exterior dan interior

• cocok untuk segala macam warna

• mudah rata (homogen) mudah dibentuk

dekoratif dan masif • bangunan bangunan di daerah Mediterania

• untuk elemen elemen dekorasi

BATU ALAM • tak membutuhkan proses • dapat dibentuk, diolah

• berat, kasar • alamiah • sederhana, informil

bahan pondasi dan struktural, juga dekoratif dan banyak digunakan untuk bangunan rumah tinggal

BATU KAPUR mudah bergabung dengan bahan lain,mudah rata

• sederhana • kuat (jika digabung

dengan bahan lain)

• bangunan rumah tinggal • bangunan ibadah

(katedral di Perancis) MARMER kaku dan sukar dibentuk • mewah, kuat

• formil • agung

bangunan-bangunan untuk menunjukkan kekuasaan, kemewahan dan kekuatan

BETON hanya menahan gaya tekan • formil, kaku • keras • kokoh

• bangunan-bangunan monumental

• bangunan pemerintahan BAJA hanya menahan gaya tarik • keras

• kokoh • kasar

bangunan-bangunan pemerintahan, bangunan-bangunan utilitas

KACA tembus pandang, tembus cahaya, biasanya digabung dengan bahan lain

• ringkih • dingin • dinamis

hanya sebagai pengisi

PLASTIC

mudah dibentuk sesuai kebutuhan (karena merupakan bahan pabrik), dapat diberi bermacam-macam warna

• ringan • dinamis • informil

bangunan-bangunan yng sifatnya santai

Page 32: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Bahan yang sama tapi penyelesaiannya berbeda akan menampilkan ekspresi yang berbeda pula. Atau dengan kata lain, setiap ekspresi dari material akan memperlihatkan bagaimana ia diselesaikan. Setiap ekspresi dari material secara langsung akan berhubungan dengan persepsi seseorang; dan akan menghasilkan asosiasi yang berbeda pula.

Dibawah ini dapat dilihat adanya beberapa macam bahan material yang memiliki sifat dan kesan yang ditimbulkannya, antara lain : Dengan demikian, pemilihan bahan bangunan yang akan diterapkan sebagai penutup struktur untuk mendapatkan suatu keselarasan mengenai sistem konstruksi yang akan dipergunakan, termasuk dalam pengertian “intuisi struktur” disamping “teori struktur” sebagai faktor-faktor penentu perencanaan struktur. Pengertian secara intuisi yang dimaksud, yaitu pada waktu mempertimbangkan struktur; beberapa syarat misalnya : mengenai bahaya-bahaya akibat pergantian suhu, pengaruh lingkungan, pertimbangan beaya, metode konstruksi dan pemilihan bahan bangunan, masuk didalam pertimbangan.

Sesudah semua masalah-masalah tersebut diatasi, barulah digunakan rumus-rumus teori struktur untuk mendapatkan ketepatan perhitungan struktur tersebut secara lebih teliti. IV. PERANAN STRUKTUR, FUNGSI, ESTETIKA DAN IMPLIKASINYA

Schopenhauer, seorang arsitek menyatakan :”Keindahan ialah yang struktural “, sedang menurut Socrates :”Keindahan ialah bentuk yang fungsional “ atau “ Form Follow Function”. Sistem estetika merupakan pengembangan dari teori-teori yang terdapat pada alam ini, yang sesungguhnya bila dijabarkan lebih lanjut, didapat dari pengalaman-pengalaman empiris dan kebiasaan melihat bentuk-bentuk alam yang terjadi sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya.

Prinsip yang sama berlaku pada perencanaan-perencanaan bangunan, dimana bentuk-bentuk dasarnya harus diberikan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan aktifitas manusia. Istilah bentuk dalam ilmu bangunan selalu dirangkaikan dengan kata bangunan, menjadi istilah “bentuk bangunan”, dimana ada beberapa pengertian menyangkut istilah ini; antara lain :

• Bentuk bangunan merupakan ruang yang dibangun didalam, pada atau diatas tanah yang diberi penutup berupa atap dan lebih sempurna lagi bila ditutup oleh dinding-dinding.

• Bentuk bangunan ditinjau dari fungsi pemakaiannya dikelompok-kelompokkan sebagai bentuk tempat bekerja, bentuk tempat berkumpul, beramah tamah, menempatkan barang-barang, bersemedi, menghormat dan mengenang pahlawan

dalam bentuk-bentuk monumen dan sebagainya.

• Bentuk bangunan secara erat berhubungan dengan skala manusia; selanjutnya diusahakan untuk mendapat kesenangan fisik dan non-fisik dari bentuk itu sendiri. Hal ini menjadi dasar perencanaan bentuk ruang-ruang dalam bangunan.

Bentuk bangunan yang berfungsi secara lahiriah mengungkapkan maksud dan tujuan bangunan, disertai dengan pengertian ilusinya. Dalam hal ini ada faktor-faktor yang ikut berperan dalam mewujudkan bentuk bangunan, antara lain : 4.1. FUNGSI

Batasan fungsi secara umum dalam ilmu bangunan adalah pemenuhan terhadap aktifitas manusia, tercakup didalamnya kondisi alami. Sedangkan bangunan yang fungsional ialah bangunan yang dalam pemakaiannya memenuhi kebutuhan secara tepat dan tidak mempunyai unsur-unsur yang tidak berguna.

Aktifitas timbul dari kebutuhan manusia, baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani; seperti kebutuhan kegiatan, cahaya, udara, kebahagiaan, perlindungan, kesejukan, kenyamanan, dan lain sebagainya; yang kesemuanya ini harus sesuai dengan sifat kegiatan yang diinginkan.

Implikasinya, pemikiran yang didasari oleh kegiatan manusia sebagai mahluk yang berakal didunia melahirkan fungsi yang terwujud dalam bentuk untuk menampung kegiatan manusia. Pemikiran ini diperkuat oleh adanya pernyataan, bahwa “bentuk lahir karena ada sesuatu kekuatan yaitu kegiatan”.

Jadi kegiatan manusia merupakan kekuatan yang mewujudkan bentuk. Dengan demikian, semakin tinggi kebudayaan manusia semakin banyak cabang kegiatan; yang berarti semakin rumit pula fungsinya.

Oleh sebab itu manusia secara naluri berkeinginan agar bentuk-bentuk bangunan mencerminkan identitas fungsinya, atau dengan kata lain bentuk bangunan bergantung fungsinya. Fungsi sendiri dapat berkembang dan berubah. Disebut berkembang bila fungsi tunggal menjadi fungsi ganda, yaitu misalnya lobby suatu bangunan menjadi ruang pameran sekaligus. Berubah bila fungsi berganti; sebagai contoh Hotel menjadi Apartement atau Kantor. Dimana berkembangnya dan berubahnya fungsi tergantung dari waktu dan masyarakat. 4.2. SIMBOL

Semakin lama manusia sangat memerlukan identitas baik bagi dirinya maupun bagi benda-benda yang ada disekelilingnya. Pada kenyataan sehari-hari kebutuhan akan identitas tersebut ditampilkan secara gamblang atau dengan simbol-simbol; baik simbol yang agak tersamar

Page 33: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

yang menyatakan peran dari suatu bentuk, simbol metaphor ataupun simbol sebagai unsur pengenal secara fungsional dan lambang. 5.1. Kesimpulan

Dalam ilmu bangunan, pengenalan simbol tersebut merupakan suatu proses yang terjadi pada individu dan pada masyarakat. Melalui panca indera, disini indera penglihat lebih berbicara; manusia mendapat rangsangan yang kemudian menjadi pra-persepsi, terjadi pengenalan obyek atau fisik; selanjutnya terwujud persepsi. Persepsi ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman termasuk pengalaman pendidikan yang menentukan tingkat intelektual manusia. Setelah itu terjadilah proses penyesuaian diri. Tingkat penyesuaian ini berbeda-beda pada setiap individu. Ini juga diakibatkan pada pengalaman dan tingkat intelektual yang berbeda pula. Meskipun demikian, masih ada sesuatu dasar yang sama pada tiap individu yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu “kebudayaan”.

Inilah yang lebih membuka kemungkinan bagi suatu masyarakat untuk menghasilkan penilaian yang sama. Implikasinya, Arsitek sebagai pewujud bentuk, dapat menampilkan simbol dan menggunakan bentuk simbolis untuk menyajikan pengalaman keindahan yang mendalam sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga mudah dikenal oleh masyarakat. Simbol dapat pula timbul dari gagasan murni sang Arsitek, tergantung pada kemampuan dan citra Arsitek untuk mengeluarkan hal-hal yang baru; karena dalam dunia arsitektur juga dibutuhkan suatu penekanan kebutuhan simbol dalam perancangan.

Simbol tadi mungkin dapat diterima dan diakui oleh masyarakat setelah melalui proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang relatif lama. 4.3. TEKNOLOGI STRUKTUR DAN BAHAN

Merupakan faktor yang penting dalam ilmu bangunan; dimana tidak menjadi soal jenis ataupun macam bangunannya. Apakah yang dibangun hanya berupa atap sederhana, berupa ruangan besar untuk beribadah, berdagang, ataupun kantor misalnya. Bahan yang digunakan harus disusun dan dikonstruksikan dalam jumlah tertentu menjadi bangunan yang kuat dan berdiri tegak melawan kedahsyatan alam, hujan, angin, panas terik matahari, gempa dan sebagainya.

Strukturpun mengandung keindahan, karena struktur dibuat berdasarkan hukum keindahan. Dengan majunya pengetahuan manusia, struktur mengalami perkembangan yang pesat, baik sistem konstruksinya maupun metode membangunnya. Implikasinya kemungkinan untuk menciptakan berbagai bentuk bangunan dengan struktur yang kuat dan indahpun makin bertambah lebar.

V. KESIMPULAN DAN CATATAN

Struktur bukanlah satu-satunya faktor utama yang mewujudkan bentuk bangunan, karena masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan hal tersebut diatas, seperti :

• Fungsi atau kegunaan, juga merupakan faktor yang sama pentingnya dalam melahirkan bentuk bangunan.

• Simbol, yang dapat lahir atas prakarsa dan daya bercitranya sang Arsitek maupun hadir dari nilai-nilai masyarakat

• Jenis, macam bahan bangunan dan teknologi yang terus berkembang, sehingga menciptakan kemungkinan yang lebih luas dalam mendukung estetika.

5.2. Catatan

Sesuai dengan disiplin ilmu bangunan yang meliputi pengetahuan (knowledge), keahlian (skill) serta seni (art); ada beberapa hal yang patut dicatat antara lain :

• Struktur bangunan dapat ditonjolkan, jika dipakai sistem yang sama bagi seluruh bangunan.

• “Pakaian” yang diberikan pada bangunan harus dipilih agar tidak menutupi sistem strukturnya, atau sedikitnya jangan sampai mengelabui bentuk struktur yang sebenarnya.

Akhirnya, perlu kita renungkan ucapan seorang ahli bangunan Schopenhauer : “Jika kita sanggup memperlihatkan perjuangan antara kekuatan bahan-bahan struktural melawan gravitasi, maka ekspresi struktur mendekati sempurna”.

DAFTAR PUSTAKA 1. Boedojo, Poedio dkk, 1986, Arsitektur,

Manusia, Dan Pengamatannya, Djambatan Jakarta.

2. Frick, Heinz. Ir, 1991, Rumah Sederhana Kebijaksanaan Perencanaan Dan Konstruksi, Kanisius Yogyakarta.

3. Hendraningsih dkk, 1985, Peran, Kesan Dan Pesan Bentuk-bentuk Arsitektur, Djambatan Jakarta.

4. Iskhar, H.K, 1992, Pedoman Umum Merancang Bangunan, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

5. Siegel, Curt, 1962, Structure & Form In Modern Architecture, New York, Reinhold Publishing Corporation.

Page 34: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

OPTIMASI KAPASITAS PENGIRISAN YANG BAIK PADA BAWANG MERAH BESAR

DENGAN MESIN PENGIRIS BAWANG MERAH VERTIKAL

Sutomo, Rahmat Program Diploma III Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Sutomo, Rahmat, in paper optimize capacities of shallot slice at vertical knife shallot Mincer machine explain that Onion is special agriculture product in Brebes near Tegal Village. More production of these onions some times have a little problem to their product. Because the price can turn down bellow the breakever cost, so better they don’t sell it. But time to times this product will be out of date. So better they slice and fry these onion, in order to increase the profit. Base on this condition, we make this machine and done this research in order would like to know the optimum capacity base on big onion about more than 2,5 cm diameter, the result of our research is optimum capacity 0,045 kg per second, base on cutter rotation is 145 rpm, and cutter angle is 4O. these onions can slice with a good thickness of fry. Key word : Onion vertical slicing machine, Slicing capacity, thickness slicing, cutter angle. I. PENDAHULUAN

Brebes dekat kota Tegal di sana terdapat sawah yang sangat luas dengan tanah yang sangat cocok untuk ditanami bawang merah. Pada saat masa panen bawang merah bagi petani dan pedagang di daerah sentra-sentra penghasil bawang merah sering menyebabkan kerugian. Karena berlimpahnya produksi bawang merah harga jual akan turun, kerugian yang ditimbulkan bahkan akan bertambah karena bawang merah tidak mampu tahan lama (cepat busuk) pada saat disimpan. Kejadian ini sering terulang pada saat petani mengalami masa panen, sehingga diperlukan strategi jitu unutk mengatasi hal tersebut. Salah satu terobosan adalah dengan menjual bawang merah dalam bentuk irisan yang sudah siap dikonsumsi (bawang goreng kemasan).

Seiring dengan semakin banyaknya produk instan yang dikemas oleh industri makanan, kebutuhan akan bawang goreng sebagai penyedap makanan akan meningkat terutama untuk makanan siap saji. Dengan adanya mesin pengiris bawang merah ini proses pengirisannya akan lebih cepat dan kapasistasnya pun besar. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

• Untuk membuat suatu mesin dengan kapasitas produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan cara konvensional.

• Untuk mendapatkan mesin yang diharapkan mampu meningkatkan jumlah produksi bawang merah.

• Membuat desain mesin agar perawatannya mudah dan harganya dapat dijangkau oleh industri kecil.

• Memperbanyak jenis mesin pengiris bawang merah.

Posisi sudut pisau pengiris yang vertikal ini akan sangat berpengaruh terhadap ketebalan irisan

yang tepat yaitu tipis merata tidak sobek. Pengaruh lain dari sudut pisau pengiris adalah pada kapasitas pengirisan walaupun putaran rotor cutter dijaga tetap pada putaran 145 rpm putaran motor listrik 1400 rpm. II. TINJAUAN PUSTAKA

Mesin pengiris bawang merah dengan rotor berpisau vertikal dengan kapasitas 16 Kg/jam, bawang ini adalah salah satu alat yang bertujuan untuk mendukung peningkatan hasil produksi irisan bawang merah, yang siap digoreng. Mesin pengiris bawang merah ini menggunakan energi listrik yang kecil dan harganya juga relatif murah sehingga dapat di lakukan di desa-desa terutama pada sentra-sentra Industri Kecil.

Prinsip kerja mesin pengiris bawang ini adalah dengan menggunakan rotor berpisau dengan penggerak listrik 0,25 HP. Adapun prinsip kerja dari mesin ini adalah sebagai berikut. Bawang yang sudah dikupas kulit keringnya dimasukkan ke dalam corong kemudian rotor yang di punggungnya terdapat pisau, akan berputar karena digerakkan oleh motor listrik. Akibat putaran tersebut bawang akan teriris dan irisan tersebut akan jatuh ke bawah.

Motor penggerak merupakan alat pemutar yang terdiri dari motor listrik, pully dan sabuk V. Putaran pada motor listrik ditransmisikan melalui sabuk V dari pully yang terdapat pada As. Kedudukan motor listrik dipasang pada rangka bagian bawah dengan disertai engsel agar dapat mengatur tinggi rendahnya motor tersebut untuk mengatur kekencangan sabuk. Sedangkan sabuk dipilih sabuk profil V karena dapat mencegah adanya slip pada saat pully berputar. Sedangkan pully pada mesin pengiris bawang jumlahnya ada 2 (dua) pasang dengan perbandingan reduksi pasangan pully pertama 1 : 2 dan pasangan pully

Page 35: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

kedua 1 : 6, berarti perbandingan reduksi keseluruhan 1 : 12, pully terbuat dari alumunium agar ringan dan tahan karat.

Rotor berfungsi sebagai tempat pisau pada punggungnya. Rotor terbuat dari plat yang dibuat silinder (tabung) dengan bagian atas ditambah piringan dan bagian bawah diberi piringan tetapi seperti sayap kupu-kupu. Lubang pada piringan bagian bawah berfungsi sebagai saluran keluar hasil irisan bawang merah. Agar higienis rotor terbuat dari bahan Stainless Steel.

Pisau terbuat dari baja tahan karat (Stainless Steel) yang digunakan untuk mengiris bawang yangmasuk ke corong, pisau pada mesin pengiris bawang ini jumlahnya ada satu. Agar mudah mendapatkan maka dipilih pisau Stainless Steel yangsudah ada di pasaran.

Corong berfungsi sebagai saluran masuk bawang sebelum diiris, corong terbuat dari besi profil kotak atau segi empat atau pipa, sedangkan yang kami gunakan corong dari profil kotak. Untuk mencaga kehigienisan bawang, corong terlebih dahulu harus dicat agar tidak berkarat.

Cover berfungsi untuk melindungi rotor agar tidak membahayakan operator atau orang yang berada didekat mesin ini. Cover berbentuk tabung, cover menempel pada bodi mesin dengan baut. Cover ini terbuat dari plat St 37 yang dibuat tabung. Selain untuk fungsi diatas cover juga berfungsi untuk mencegah irisan bawang agar jatuhnya tidak menyebar. Untuk menjaga karat dan agar kelihatan menarik cover dicat.

Daya untuk memutar rotor dihitung dengan menggunakan rumus :

Pr = F . v = m . a . v

= m . tnd /60

.. 2

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ π =

2

60... ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ nd

tm π

Keterangan : m : massa rotor (Kg) n : putaran rotor (rpm) t : waktu untuk mencapai konstan

(diasumsikan 1 detik) d : diameter rotor Daya untuk mengiris (Pi) bawang

menggunakan pendekatan rumus : Pi =

60..2. rnF π

Keterangan : Pi : daya pengirisan (Watt) F : gaya potong pengirisan bawang

merah (N) r : jari-jari (M) n : putaran rotor (rpm)

Gambar 2.3 Perencanaan Mesin Keterangan : 1. Rangka 6. Roda 2. Motor Penggerak 7. Corong 3. Poros 8. Sabuk 4. Bantalan 9. Rotor 5. Pully 10. Pisau

Putaran motor listrik 0,18 KW pada 1400 rpm akan mempengaruhi kapasitas irisan brambang merah dengan kualitasnya, sebab tebal tipisnya irisan bawang merah akan dipengaruhi pula oleh sudut pisau irisnya. Semakin kecil sudutnya, irisan semakin tipis dan mudah rusak, sedangkan semakin besar sudut pisau irisnya, akan semakin tebal dan mudah pecah. III. METODOLOGI

Bawang merah yang akan diiris adalah bawang merah yang besar dengan ukuran kira-kira lebih besar dari 2,5 cm diameternya. Sehingga pengamatan dilakukan 1 ons bawang merah, putaran motor cutter dijaga tetap 145 rpm, ketebalan irisan yang baik dinyatakan dengan ukuran sekitar 0,4 mm sampai 0,8 mm merata supaya hasil gorengannya dapat utuh dan baik. Putaran motor listrik selalu tetap 1400 rpm supaya putaran rotor cutter dapat tetap 145 rpm. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengamatan dalam penelitian maka didapatkan data yang selanjutnya diproses secara statistik berdasarkan tabel 4.1., tabel 4.2., tabel 4.3., tabel 4.4., tabel 4.5. dan tabel 4.6.

Page 36: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Tabel 4.1. Data statistik bawang A Kapasitas 1 ons No D (cm) θ ( o ) Waktu (det) Tebal irisan (mm) Ket

1 3,5 5 16 1,3 Irisan tebal 2 3,0 5 16 1,5 Irisan tebal 3 3,2 5 15 1,3 Irisan tebal 4 3,0 5 17 1,4 Irisan tebal 5 3,1 5 16 1,2 Irisan tebal 6 3,3 5 18 1,3 Irisan tebal 7 3,5 5 14 1,3 Irisan tebal 8 3,2 5 15 1,2 Irisan tebal 9 3,4 5 16 1,4 Irisan tebal 10 3,5 5 16 1,3 Irisan tebal

Tabel 4.2. Pengolahan Data Statistik Bawang B Kapasitas 1 ons No D (cm) θ ( o ) Waktu (det) Tebal irisan (mm) Ket

1 3,0 4 22 0,5 Irisan pas 2 3,1 4 22 0,5 Irisan pas 3 3,5 4 22 0,7 Irisan pas 4 3,3 4 23 0,5 Irisan pas 5 3,2 4 21 0,6 Irisan pas 6 3,4 4 21 0,6 Irisan pas 7 3,0 4 23 0,5 Irisan pas 8 3,1 4 24 0,7 Irisan pas 9 3,0 4 22 0,7 Irisan pas 10 3,5 4 21 0,8 Irisan pas

Tabel 4.3. Pengolahan Data Statistik Bawang C Kapasitas 1 ons No D (cm) θ ( o ) Waktu (det) Tebal irisan (mm) Ket

1 3,6 3 27 0,2 Irisan hancur 2 3,4 3 29 0,2 Irisan hancur 3 3,5 3 30 0,2 Irisan hancur 4 3,2 3 30 0,2 Irisan hancur 5 3,0 3 29 0,2 Irisan hancur 6 3,8 3 31 0,1 Irisan hancur 7 3,6 3 31 0,3 Irisan hancur 8 3,1 3 32 0,1 Irisan hancur 9 3,3 3 29 0,3 Irisan hancur 10 3,0 3 30 0,2 Irisan hancur

Tabel 4.4. Pengolahan Data Statistik Bawang A

No Uji Kapasitas (Ons/det) = MD MD - MD (MD - MD )2 Std

1 0,0625 0,0005 2,5.10-7

2 0,0625 0,0005 2,5.10-7

3 0,0666 -0,0024 57,6.10-7

4 0,0588 -0,032 102,4.10-7

5 0,0625 0,0005 2,5.10-7

6 0,0555 -0,0065 422,5.10-7

7 0,0714 0,0094 883,6.10-7

8 0,0666 - 0,0024 57,6.10-7

9 0,0625 0,0005 2,5.10-7

10 0,0625 0,0005 2,5.10-7

0,004

∑ = Jumlah 0,062 15,377.10-5

Page 37: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Tabel 4.5. Pengolahan Data Statistik Bawang B

No Uji Kapasitas (Ons/det) = MD MD - MD (MD - MD )2 Std

1 0,045 0 0 2 0,045 0 0 3 0,045 0 0 4 0,044 -0,001 10-6

5 0,047 0,002 4.10-6

6 0,047 0,002 4.10-6

7 0,044 -0,001 10-6

8 0,0416 - 0,0034 10-5

9 0,045 0 0 10 0,047 0,002 4.10-6

0,002

∑ = Jumlah 0,45 37,12.10-6

Tabel 4.6. Pengolahan Data Statistik Bawang C

No Uji Kapasitas (Ons/det) = MD MD - MD (MD - MD )2 Std

1 0,037 0,03 9. 10-6

2 0,034 0 0 3 0,033 -0,001 10-6

4 0,033 -0,001 10-6

5 0,034 0 0 6 0,032 -0,02 4.10-6

7 0,033 -0,002 4.10-6

8 0,031 - 0,003 9.10-6

9 0,034 0 0 10 0,033 -0,001 10-6

0,0017

∑ = Jumlah 0,34 2,9.10-5

Hubungan kapasitas irisan dan sudut pisau

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

3 4 5 Sudut iris pisau

Kapasitas irisan (Kg/det)

Irisan tipis-tipis, rusak Irisan tipis bagus merata Irisan tebal, kurang baik untuk digoreng

(0.34 + 0.017)

(0.62 + 0.04)

(0.45 + 0.02)

Gambar 2. Hubungan antara Kapasitas Irisan dan Sudut Pisau Sesuai dengan Tabel 1 data yang diperoleh,

pada sudut pisau iris θ = 5O hasilnya irisan akan tebal sekitar 1,4 mm, apabila digoreng akan perlu waktu lebih lama dan minyak lebih banyak karena ketebalannya berlebih. Walaupun kapasitas irisan akan besar karena waktu pengirisan jadi kecil. Pada sudut θ = 4o didapat hasil irisan bagus, tipis merata sekitar 0,5 – 0,8 mm sesuai Tabel 2. Hasil irisan ini ideal untuk digoreng cepat, sedikit minyak goring,

gorengannya matang merata. Dari table 3 pada θ = 3O, terlihat irisannya sangat tipis dan hancur, kadang-kadang nyelip menyambut sehingga mengganggu irisan selanjutnya.

Dari gambar 2, ternyata sebaiknya digunakan sudut iris θ = 4o sehingga kapasitas optimumnya adalah (0,45 + 0,022) kg/detik.

Page 38: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan penelitian pengirisan

bawang merah yang besar (> 2,5 cm) dengan mesin pengiris bawang merah berpisau vertikal pada putaran rotor cutter 145 rpm, 0,18 kw, diperoleh kapasitas optimum (45 + 0,2) . 10-3 kg/detik dengan sudut pisau iris 4o adalah sudut yang paling baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Khurmi R. S, Gupta J. K., 1982, A Text Book

of Machine Design, Eurasia Publishing House (Pvt) LTD, New Delhi.

2. Rachman, Maman. Drs., 1996, Konsep dan Analisis Statistik, CV. IKIP Semarang Press, Semarang.

3. Stolk. J. Ir. Kros, C. Ir, 1997, Elemen Mesin Elemen Konstruksi Bangunan Mesin, Edisi ke-21, Penerbit Erlangga, Jakarta.

4. Sularso, 1997, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Cetakan ke-9, PT. Pradya Paramita, Jakarta.

5. Zemanskey, Sears, 1962, Fisika Untuk Universitas 1, Mekanika, Panas dan Bunyi, Cetakan PT. Bina Cipta, Jakarta.

Page 39: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

PENGARUH TIROSIN ,ASAM ASKORBAT,ENZIM POLIFENOL, XIDASE (PPO) TERHADAP PERUBAHAN WARNA KENTANG

Wahyuningsih

Program Diploma III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Wahyuningsih, in paper influence of tirosin, askorbat acid, polifenol and xidase to colour changed of

potatoes explain that The influence of tyrosin, ascorbic acid, enzyme activity (PPO) in potatoes have determined by spectrophotometric method and theirs relatation change colour chart methode. Two varietas were used in this exprimed subsequently, Wonosobo and Tawangmangu. Discoloration change that occurred in two varietas is caused by enzymatic reaction and non enzymatic reaction, but for Wonosobo variety non enzymatic reaction the dominand role

Key word; Tirosin I. PENDAHULUAN

Kentang (Solanum tuberosum) mudah sekali mengalami pencoklatan (browning), bila penenganannya kurang baik , salah satu factor yang mempengaruhi adalah asam askorbat, tirosin, enzim polifenol oksidase dan oksigen yang tersedia. Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan enzymatic , disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard , karamelisasi atau oksidasi asam askorbat (Richardson, 1983). Proses pencoklatan yang terjadi kan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen (Friedman,1990). Pada penelitian ini dicoba mempelajari proses yang terjadi apakah proses enzimatik atau non enzimatik, dengan menggunakan dua jenis kentang varietas Wonosobo dan Tawangmangu. Proses pencoklatan sebenarnya dimulai dari kentang yang dikupas , dipotong-potong , oksidasi asam askorbat, senyawa phenol seperti senyawa tirosin sebagai substrat, akan dikatalisis enzim PPO menjadi quinon dan berpolimerisasi membentuk o quinon, sehingga menghasilkan warna kecoklatan. Dari itu kami mencoba menentukan kadar tirosin yang merupakan gugus fenolat terbesar di dalam kentang dapat mengoksidasi dan dipolimerisasi menghasilkan melanin ( Bill Dean, 1992). Penentuan asam askorbat dalam varietas kentang digunakan untuk proses penghambatan pencoklatan kentang atau proses browning (inhibitor), karena menurut Mondy,1993, asam askorbat dapat menghambat enzim PPO pembentuk melanin. Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri untuk menentukan tirosin. Asam askorbat, aktivitas enzim PPO dan perubahan warna kentang dengan metoda Murshell Soil Colour Chart.

II. BAHAN DAN METODA 2.1. Bahan

Kentang varietas Wonosobo dan Tawangmangu, asam askorbat,tirosin, folin ciocaleu, tembaga sulfat pentahidrat, natrium asetat, kalium natrium tartrat, EDTA, natrium karbonat, asam trikloroasetat, buffer fosfat, KCl 1%. 2.2. Penentuan kadar tirosin

Bahan kentang sebanyak 50 gram dipotong-potong, diblender dengan 100 ml methanol 180 %, saring, tambahkan asam trikloroasetat dan sentrifus dengan kecepatan 800 rpm selama 10 menit, sample diencerkan dua kali. Kemudian tentukan kurva standar tirosin dengan memipet 1 ml larutan standar dengan konsentrasi yang berbervariasi, tambahkan reagen lowry diamkan selama 30 menit. Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum 660 nm. Dengan menggunakan kurva kalibrasi standar ini ditentukan kadar tirosin dalam ekstrak. Kadar tirosin dalam 50 gram sample adalah kadar torosin dalam ekstrak kentang dikali jumlah pengekstrak 2.3. Penentuan kadar asam askorbat

Bahan kentang sebanyak 50 gram dipotong-potong, diblender dengan 100 ml asam oksalat 1,25 %. Saring, encerkan empat kali. Ambil 3 ml , tambahkan 15 ml larutan Cu (II) EDTA. Ukur absorben terhadap blanko (A1). Ambil kembali 3 ml tambahkan 12 ml larutan Cu(II) EDTA. Campuran ini dipanaskan pada 50˚ C selama 15 menit, lalu tambahkan 3 ml EDTA 0,0005 M dan ukur absorban terhadap blanko ( A2). Konsentrasi asam askorbat dalam ekstrak kentang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

A(ppm) = ( )SXA6

Keterangan : X : factor pengenceran A : A1 – A2 S : slope kurva kalibrasi

Page 40: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Jadi asam askorbat dalam 50 gram kentang sama dengan kadar askorbat dalam ekstrak x jumlah pengekstrak 2.4. Penentuan Aktivitas Enzim PPO

Bahan kentang sebanyak 150 gram diiris, tambahkan 300 ml buffer fosfat 0,1 M ,pH 6,5 yang mengandung sistein 0,01 M dalam suasana dingin, diblender, homogenate yang didapat disaring, supersenat ditambahkan KCl 1% 210 ml, aduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit. Kemudian biarkan beberapa jam , sentrifuse dengan kecepatan 800 rpm selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh diendapkan protein enzimnya dengan penambahan aseton secara fraksinasi yaitu dengan penambahan aseton yang bervariasi, sehingga di dapat fraksi-fraksi ekstrak kadar enzim. Kemudian masing-masing fraksi enzim ditentukan kadar protein dengan metoda lowry dan aktivitas enzim ditentukan pada kondisi optimum yaitu varietas Wonosobo ph 6,9 , Tawangmangu pH 7,0, konsentrasi substrat masing-masing 0,001 suhu 28˚ C. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang 485 nm 2.5. Uji perubahan warna

Pengamatan dilakukan secara visual, kentang yang diiris-iris dibiarkan, lalu amati perubahan warna tanah ( Murshell Soil Colour Chart) dan catat waktu terjadi perubahan warna. 2.6. Uji Reaksi non Enzimatis

Bahan tirosin 0,01 M sebanyak 0,2 ml tambahkan 2,0 ml buffer fosfat 0,1 M pH 7 Tawangmangu dan pH 6,9 Wonosobo tambahkan 0,5 ml larutan enzim dan 0,5 ml air bebas mineral, hentikan aktivitas enzim dengan pemanasan, ukur serapan pada panjang gelombang 485 nm, kemudian bandingkan dengan yang diinkubasi 25 menit lebih dulu diinaktifkan enzimnya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar tirosin ditentukan dengan cara ekstrapolasi hasil pengukuran pada kurva kalibrasi standar tirosin, pada panjang gelombang maksimum 660 nm, dan kadar asam askorbat diukur pada panjang gelombang maksimum 260 nm, diekstrapolasi hasil pengukuran pada rumus, lihat metoda. Hasilnya seperti terlihat pada tabel 3.1.

Kadar tirosin kedua varietas hampir sama, menurut Eskin (1991) tirosin dapat berperan sebagai substrat pada reaksi enzimatis dan non enzimatis, melakukan reaksi Meillard dengan karbohidrat. Sedangkan kadar asam askorbat varietas Wonosobo lebih tinggi dibandingkan varietas Tawangmangu. Penelitian Mondy dkk (1993) asam askorbat dapat menghambat aktivitas enzim, sehingga pembentukan melanin terhambat. Aktivitas enzim PPO dan aktiviras spesifiknya

diukur pada kondisi pH dan substrat maksimum dan suhu 28˚ C , dapat dilihat perbedaan kedua varietas Tabel 3.1. Kadar rata-rata tirosin dan asam askorbat

Kadar Varietas Tirosin Asam Askorbat

Wonosobo 1 23,94 16,54 2 16,88 20,31 3 26,14 26,42 4 29,30 36,02 Tawangmangu 1 5,100 1,629 2 7,714 2,182 3 6,171 2,114 4 6,386 1,500 Tabel 3.2. Aktivitas enzim PPO dan aktivitas spesifiknya Varietas Aktivitas

(unit) Aktivitas spesifik(unit/mg)

Wonosobo 1 8,690 9,042 2 8,960 9,042 3 17,840 18,040 4 17,200 18,040 Tawangmangu 1 25,360 26,980 2 20,240 21,530 3 27,080 23,470 4 22,640 24,080

Aktivitas enzim PPO pada varietas Tawangmangu jauh lebih besar dari varietas Wonosobo, berarti proses yang terjadi cenderung enzimatis pada varietas Tawangmangu. 3.1. Perubahan warna

Untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merubah warna menjadi coklat bias dilihat pada table 3.3. Perubahan yang terjadi pada varietas Wonosobo berbeda dengan varietas Tawangmangu, varietas Wonosobo memerlukan waktu yang lebih lama untuk merubah warna coklat jika dibandingkan dengan varietas Tawangmangu. Dari data tersebut bila dihubungkan dengan kadar tirosin, asam askorbat, aktivitas enzim PPO terhadap perubahan warna kentang adalah sebagai berikut ( terlihat pada table 3.4).

Pada penelitian ini kadar tirosin tidak ikut berperan penting pada perubahan warna kentang, karena kadar tirosin hamper sama. Reaksi pencoklatan dapat juga terjadi dengan fenol lainnya yaitu asam klorogenat ( Jiri Davidek,1990). Bila dilihat kandungan asam askorbat yang sangat berbeda sekali , varietas Wonosobo cenderung berperan sebagai reaksi non enzimatis dapat dihubungkan dengan perubahan warna yang lebih lama dibandingkan varietas Tawangmangu. Asam

Page 41: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

askorbat dapat berfungsi pada reaksi enzimatik dan non enzimatik ( Eskin,1991). Aktivitas kedua varietas sangat berbeda, jika aktivitas besar, maka perubahan warna akan cepat, tapi hasil penelitian berbeda, varietas Wonosobo lebih lama

dibandingkan varietas Tawangmangu perubahan warnanya. Jadi pada penelitian ini enzim tidak merupakan indikator pada perubahan warna kentang.

Tabel 3.3. Perubahan warna terhadap waktu Warna Wonosobo Tawangmangu

Waktu (menit)

1 2 3 4 1 2 3 4 0 0 0 0 0 2 2 2 2 15 2 2 2 1 3 3 3 3 30 2 2 2 1 3 3 3 3 45 2 2 2 1 3 3 3 3 75 3 2 2 2 3 3 3 3 90 3 2 2 2 4 4 4 3 120 5 2 3 2 4 4 4 3 135 5 3 5 5 4 4 4 3 180 5 5 5 5 4 4 4 3 210 5 5 5 5 4 4 4 3

Keterangan :

0 = kuning 1 = kuning kecoklatan sanagt pucat 2 = coklat sangat pucat 3 = coklat pucat 4 = coklat 5 = coklat keabuan

Tabel 3.4. Hubungan antara kadar tirosin,asam askorbat, aktivitas ezim dan perubahan warna kentang

Varietas Parameter Sampel Wonosobo Tawangmangu

Kadar Tirosin 1 23,94 16,54 2 16,88 20,32 3 26,14 26,32 4 29,30 36,02 Kadar Asam Askorbat 1 5,100 1,629 2 7,714 2,182 3 6,171 2,114 4 6,386 1,500 Aktifitas spesifik unit/mg 1 9,042 26,98 2 9,042 21,53 3 18,730 23,47 4 18,040 24,08 Perubahan Warna (menit) 1 0- .> 5 2->4 2 0- > 5 2-> 4 3 0->5 2-> 4 4 0->5 2->4 Untuk melihat reaksi non enzimatik pada varietas Wonosobo dapat dilihat dari tabel 3.5. Tabel 3.5. Data absorben reaksi enzimatik dan non enzimatik

Absorben Varietas Enzimatik Non Enzimatik

Wonosobo 0,297 0,235 Tawangmangu 0,329 0,321

Page 42: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Dari absorben dapat dilihat reaksi non

enzimatik harga absormennnya lebih kecil dibandingkan reaksi enzimatik, bila dihitung aktivitas enzim varietas Wonosobo 18,72 unit, Tawangmangu 25,36 unit. Sesuai dengan perubahan , untuk varietas Wonosobo membutuhkan waktu yang lebih lama , sehingga reaksinya bersifat non enzimatik. IV. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

• Kadar tirosin kedua varietas dapat mempengaruhi perubahan warna kentang

• Kadar tirosin juga mempengaruhi aktivitas enzim

• Asam askorbat mempengaruhi reaksi enzimatik dan non enzimatik

• Perubahan warna yang terjadi pada kedua varietas adalah akibat reaksi enzimatik dan non enzimatik. Pada varietas Wonosobo reaksi non enzimatik sangat dominant.

DAFTAR PUSTAKA 1. David,j.,et al, 1990 , Jan Valisek and Jan

pokarny Chemical Changes During Food Processing , Elvevier, Amsterdam, pp 302-310

2. Deam,B.,et al, 1992, Difference in Free and Protein Boound Tyrosine Among Potato Genotypes and the Relation Ship to internal Blockspot Resistance, Am Potato journal, 67

3. Eskin, N.A.M.,et al, 1991, Biochemistry of Food, Academic Press, NewYork, 116 121

4. Fredman M.,and Pert.I.M., 1990, Inhioction of Broeving by Sulfur Amino Acid apple and potatoes, J. Agric. Food Chemistry 38, 1652-1656

5. Mondy, N.I.,and C.B. Munshi, 1992, Effect Type of Potasium Fertillizer on Enzimatic Dis Coloration and Phenolic, Ascorbic Alic and Lipid contents of Pototoes, J. Agric. Food Chemistry, 41, 6, 849-852

6. Richardson T.,1991, Enzymes O.R..Ed Food Chemistry Prinsiples on Food Sci.,Part 1, Morcel Dekker, Inc.New York and Basch, pp 285.

Page 43: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

PEMANFAATAN KOMPUTER PADA SISTEM KONTROL DENGAN MENGATUR

SET-OFF SAAT KONDISI TUNAK (STEADY STATE)

Saiful Manan Program Diploma III Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Saiful Manan, in paper control system with set-off define at steady state using kompuer explain that automatic control systems have the develope which enough mean with growth of science and technology. this control systems Theory give the easier to design the system to get the performance from system dinamics, heightening quality and fast produce that is by regulasi at functioning kontroller or kompensator to maintain the certain circumstance [is] such as those which wanted if system get sinyal trouble from outside system and also from within system xself. set-off of condition of steady state is one other require to be considered in system dynamics so that a value finally can be arranged at time moment come to infinite. By exploiting this matter computer can be done with interest easy to and respon which quickly. computer exploiting done for the adjust of set the point or referens so that obtained set off is equal to zero. Key word : microcomputer, set point, steady state. I. PENDAHULUAN

Sistem kontrol automatik telah mengalami suatu perkembangan yang cukup berarti, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini. Sistem kontrol automatik ini selain diperlukan pada pesawat ruang angkasa, satelit, sistem peluru kendali, pesawat terbang dan sebagainya telah menjadi bagian yang penting dan terpadu dari proses-proses pada pabrik dan industri modern. Misalnya operasi-operasi industri untuk mengontrol tekanan, temperatur, kelembaman, viskositas dan aliran, pengerjaan dengan mesin perkakas, perakitan bagian-bagian mekanik dalam industri manufaktur dan sebagainya.

Kemajuan teori sistem kontrol otomatik ini memberikan kemudahan untuk mendapatkan performans/kinerja dari sistem dinamik, mempertinggi kualitas dan laju produksi, meniadakan pekerjaan-pekerjaan rutin yang dilakukan manusia, maka sebagian besar ahli teknologi rekayasa dan ilmuwan seharusnya mempunyai pemahaman yang cukup dalam bidang sistem kontrol ini.

Sistem kontrol pada umumnya masih menggunakan kontroller analog dan beberapa operator yang bertugas mengawasi jika terjadi kesalahan set off. Jika terjadi kesalahan maka operator akan memperbaiki atau merubah 'set point' atau sinyal acuan sehingga diperoteh 'set-off' seperti yang diinginkan. Pada sistem kontrol tidak dikehendaki adanya kesalahan 'set-off' antara harga atau nitai yang dikehendaki dengan harga/nilai yang sebenarnya, baik karena adanya perubahan set point (sinyal acuan) maupun adanya sinyal gangguan.

Pada umumnya sistem kontrol otomatik

adalah regulasi yaitu kontroller/kompensator yang berfungsi untuk mempertahankan keadaan tertentu seperti yang diinginkan jika sistem mendapat sinyal gangguan baik dari luar maupun dari sistem sendiri.

Pada makalah ini, sistem diinginkan mempunyai 'set-off' pada kondisi tunak sama dengan nol. Akan membahas penggunaan mikrokomputer pada sistem kontrol automatik ini sehingga dapat memperbaiki kinerja jika terjadi kesalahan 'set-off' atau 'set-off' mempunyai harga tertentu yaitu dengan cara merubah 'setpoint' atau sinyal acuan/referens sehingga diperoteh 'set-offset' sama dengan nol. II. DASAR-DASAR SISTEM KONTROL

Sistem adalah elemen-elemen atau komponen-komponen yang bekerja sama sehingga membentuk fungsi tertentu yang menghasilkan output/keluaran seperti yang diinginkan dengan input/masukan tertentu. Berdasar sinyal yang digunakan, sistem dibedakan antara sistem diskrit dan sistem kontinyu. Sistem kontinyu adalah sistem yang menggunakan sinyal kontinyu untuk mengolah sinyal informasi yang ada dalam sistem, sedangkan sistem diskrit adalah sistem yang menggunakan sinyal diskrit untuk mengolah data.

Untuk menganalisa atau merancang suatu sistem dengan menggunakan metoda-metoda sistem kontrol, sistem fisis terlebih dahulu harus dinyatakan dalam bentuk matematis selanjutnya dilakukan transformasi dalam bentuk transformasi Laplace. Sistem fisis yang sudah dalam bentuk matematis transformasi Laplace tersebut biasa disebut sebagai model matematis sistem fisis, karena sistem fisis tersebut harus

Page 44: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

bisa dinyatakan dalam bentuk transformasi Laplace, maka sistem harus linear jika terdapat elemen-elemen non linear hams dilakukan linearisasi, salah satu sifat penting sistem linear adalah berlakunya teorema superposisi.

Setelah dilakukan analisa atau perancangan dengan menggunakan metoda-metoda sistem kontrol maka model matematis hasil analisa atau perancangan sistem tersebut harus dapat dikembalikan ke bentuk semula yaitu dalam bentuk sistem fisis untuk direalisasikan.

Secara garis besar suatu sistem kontrol mempunyai dua bentuk loop, loop terbuka dan bop tertutup. Sistem kontrol dengan loop tertutup adalah suatu sistem kontrol yang sinyal output atau keluaran sistem berpengaruh langsung terhadap sinyal aksi pengontrolan sistem jika terjadi atau ada gangguan sehingga bisa dikatakan bahwa sistem kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol berumpan balik, Sinyal kesalahan pcnggcrak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau fungsi sinyal keluaran dan turunannya) diumpankan ke kontroller atau kompensator untuk memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran sistem mendekati atau sama dengan keluaran yang diinginkan atau dengan kata lain loop tertutup adalah menggunakan aksi umpan balik untk memperkecil kesalahan.

Gambar 2.1. Diagram blok sistem pengaturan loop tertutup.

Berdasar pada sinyal input dikenal sistem

servomekanik dan sistem regulasi. Pada sistem servo sinyal masukan (yang berupa 'setpoint') terjadi perubahan dan jika tidak terdapat gangguan maka output akan mengikuti sinyal input. Sedangkan pada sistem regulator sinyal input ('setpoint') adalah tetap atau tidak ada perubahan. Sistem regulator ini banyak sekali digunakan pada industri misalnya pengaturan temperatur, kecepatan aliran cairan, tinggi permukaan dan sebagainya.

Dalam merancang atau analisa sistem dengan menggunakan metoda-metoda sistem kontrol ada 4 karakteristik dasar sistem yang hares diperhatikan yaitu

• Kestabilan sistem yaitu dengan masukan terbatas maka keluaran sistem juga harus terbatas.

• Kondisi transien, yaitu karakteristik

sistem yang menunjukan kecepatan sistem saat gejala peralihan (masa transien) ketika menerima masukan maupun mendapat gangguan baik dari dalam maupun luar sistem sampai menuju keluaran seperti yang diinginkan.

• Kondisi tunak (steady state) yaitu kemampuan sistem untuk kembali kepada output yang diinginkan pada saat t (waktu) tak hingga. Karena biasanya pada sistem akan terdapat error steady state (kesalahan kondisi tunak) yaitu selisih antara output yang diinginkan dengan output sebenarnya setelah dicapai kondisi tunak (steady state), setelah menerima input atau mendapat gangguan.

• Kepekaan sistem yaitu didefinisikan sebagai ukuran penyimpangan fungsi transfer sistem terhadap parameter-parameternya jika berubah dari harga normalnya.

Untuk memperoleh karakteristik sistem yang baik dari suatu sistem kontrol, sudah banyak metoda-metoda yang digunakan dari metoda klasik misalnya metoda Bode, Root Locus, Routh Hurwitz, Nyquist dan sebagai (yang masing-masingnya mempunyai spesifikasi tersendiri) sampai metoda kontrol modern yang pada dasarnya adalah metoda-metoda untuk memperbaiki kinerja atau karakteristik sistem setelah dicapai karakteristik dasar di atas, metoda-metoda modern tersebut diantaranya metoda kontrol Optimal, Robust Control, Kalman Filter, Adaptiv Control, Fuzzy Logik dan sebagainya.

Dalam makalah ini dibahas karakteristik dasar sistem yaitu error steady state dengan cars membuat 'set-off' sama dengan nol. Hal ini dilakukan dengan mengatur 'setpoint' menggunakan bantuan mikrokomputer tanpa memperhitungkan kondisi transien. III. SISTEM KONTROL DENGAN

MEMPERHATIKAN ‘SET-OFF’ KONDISI TUNAK (STEADY STATE)

Pada gambar 2.1. terlihat bahwa dalam sistem pengaturan loop tertutup terdiri dari elemen umpan maju (feed forward) yaitu plan dan kontroller serta elemen umpan batik (feed back). Pada umumnya jenis-jenis kontroller adalah

• Kontroller proposional adalah jenis kontroller yang memberikan suatu nilai dalam bentuk konstanta yang besarnya dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan.

• Kontroller integral adalah jcnis kontroller yang menghasilkan keluaran yang bersifat integratif, keluarannya mempunyai sifat superposisi dari sinyal sebelumnya.

• Kontroller derivatif adalah jenis kontroller yang keluarannya mengurangi sinyal

Page 45: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

masukan secara terus-menerus sinyal masukan. Dalam realisasinya kontroller ini tidak pernah berdiri sendiri karena akan memberikan impuls yang sangat tinggi.

Untuk memperoleh performans/kinerja yang baik biasa digunakan gabungan dari masingmasing kontroller di atas, rnisalnya kontroller PI (proposional integral), PID (proposional integral derivatif) yaitu gabungan antara kontroller proposional, integral dan derivatif.

Pengaruh masing-masing jenis kontroller di atas terhadap respon sistem terhadap masukan atau gangguan baik dari luar maupun dalam sistem akan dibahas sebagai berikut. Karena sistem fisis harus dinyatakan dalam model matematis bentuk transformasi Laplace maka berlaku superposisi, untuk menganalisa pengaruh gangguan terhadap sistem dianggap masukan R(s) adalah nol dan sinyal gangguan N(s) adalah gangguan yang berupa fungsi step (A/s), A adalah konstanta, s adalah notasi operasi matematis Laplace, kontroller K(s) dan untuk memudahkan diambil sistem plan terdiri dari G1(s) dan G2(s).

Gl(s) = Ki/( sTi + t) G2(s) = K2/( sT2 + 1 ). Dari gambar 3.1. terlihat bahwa karena

dianggap R(s) = 0 ; maka C(s) = -E(s), sehingga dari loop tertutup pada gambar 2 dapat ditentukan fungsi transfer sistem sebagai berikut C(s)/N(s) :

Gambar 3.1. Diagram blok sistem kontrol dengan

kontroller K(s)

Dari gambar 2 )()()()(1

)()()(

21

2 sNsGsGsK

sGsNsC

+=

)()()()(1

)()(21

2 sNsGsGsK

sGsC+

=

Maka

)()()()(1

)()(21

2 sNsGsGsK

sGsE+

−=

Dengan memasukan nilai-nilai G1(s) dan G2(s) diperoleh :

)(

1.

1).(1

1)(

2

2

1

1

2

2

sN

sTK

sTKsK

sTK

sE

+++

+−=

)().()1)(1(

)1()(2121

12 sNKKsKsTsT

sTKsE++++

−=

Sesuai dengan teorema harga akhir dari

teorema transformasi Laplace yaitu bahwa f(t) akan

mendekati suatu harga tertentu saat t (waktu) menuju tak hingga adalah sama dengan perilaku sF(s) disekitar s = 0 maka berlaku )(lim)(lim

0ssFtf

st →∞→=

Error kondisi tunak saat t menuju tak hingga ess didefinisikan sebagai harga e(t) yang mendekati harga tertentu saat t menuju tak hingga maka berlaku

)(lim)(lim0

ssEteestss→∞→

==

)(..).()1)(1(

)1(lim

2121

12 sNsKKsKsTsT

sTKe

tss ++++

−=∞→

Jika N(s) adalah gangguan berupa fungsi step A/s maka

sAs

KKsKsTsTsTKe

tss ..).()1)(1(

)1(lim2121

12

++++

−=∞→

(1)

Dengan menggunakan persamaan di atas maka dapat dihitung error ‘ set-off ‘ kondisi tunak dari berbagai jenis kontroller.

Pada makalah ini diambil kotroller Proposional Integral derivative atau PID. Kontroller PID mempunyai model matematis dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

)11()( di

pc sTsT

KsK ++=

Dengan memasukan nilai Kc(s) pada persamaan (1) maka diperoleh persamaan :

ess = 1lim

2

20 +−

→ sTK

s x

( )( )

( )( )sAs

sTsTKKKsTsT

sTsTK

jdp

.1111

11

2121

212

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+++++

++

= 0

Dari perhitungan diatas terlihat bahwa pada controller PID bisa dibuat error (penyimpangan) kondisi tunak sama dengan nol selain mempunyai respon dan kestabilan yang lebih baik disbanding kotroller integral (PI) maupun controller derifative (PD).

IV. PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM

SISTEM KONTROL DENGAN MEMPERHATIKAN KESALAHAN (SET-OFF) SAAT KONDISI TUNAK

Pada system ini komputer tidak langsung mengendalikan sistem, namun komputer hanya menentukan harga referensi R1, R2 seperti dalam gambar 4.1. Realisasi gambar 4.1. dapat digambarkan dalam bentuk diagram blok seperti pada gambar 4.2. Dengan asumsi bahwa kecepatan sinyal gangguan pada sistem lebih lambat dari kecepatan pengolahan data mikrokomputer dan dengan menambahkan kontroler diskrit PI (proporsional Integral). Digunakan kontroler PI

Page 46: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

karena kontroler PI akan menghasilkan offset sama dengan nol, sehingga dengan menggunakan kontroler ini diinginkan ‘offset’ sama dengan nol.

Diagram blok sistem fisis diatas dapat digambarkan seperti gambar berikut dalam diagram blok matematis seperti pada gambar 4.3.

Gambar 4.1. Pengendalian sistem dengan menggunakan komputer

Gambar 4.2. Diagram blok sistem kontrol dengan komputer

Gambar 4.3. Diagram blok matematis

Prinsip kerja dari sistem tersebut adalah sebagai berikut. Kd(s) adalah kontroler yang dapat direalisasikan dalam bentuk sinyal diskrit, krontroler ini berfungsi untuk menghilangkan kesalahan ‘offset’ yang terjadi pada sistem kontrol analog terhadap adanya gangguan yang terjadi dalam sistem.

Sinyal terukur output C(s) disamping dikirimkan ke kontroler analog juga dikirim ke mikrokomputer melalui rangkaian ‘multiplexer’

dan rangkaian pengubah analog ke digital (A/D). Diambil kontroler analog ini adalah kontroler proporsional Kp(s)karena kontroler ini menghasilkan kesalahan yang besar.

Mikrokomputer mengolah data perbedaan sinyal keluaran C(s) dan data ‘set point’ S(s) untuk menentukan ‘set point’ ke kontroler analog R(s) sedemikian rupa sehingga diperoleh C(s) = S(s) atau E(s) = S(s)-C(s), sehingga kita bisa mengatur kesalahan dengan,

Page 47: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

e(min) < e(t) < e (maks) dimana e minimum dan e maksimum adalah batas kesalahan yang bisa ditentukan sebelumnya.

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+=

ipdd sT

KsK 11)(

Dengan menggunakan persamaan (1) maak dapat dihitung kesalahan pada kondisi tunak sebagai berikut :

)()( sCsE −=

( )[ ] sAs

KKKsTKsTsTsTsTsTK

pidi

i ...11)1)(1(

)1(.

2121

12

−+++++

−=

Maka kesalahan (‘setoff’) pada kondisi tunak adalah dengan mengambil limit diatas yang adalah

)(.lim0

sEsesss→

=

( )[ ] s

As

KKKsTKsTsTsTsTsTK

pidi

is

...11)1)(1(

)1(.lim

2121

120 −++++

+−=

= 0 Berdasar perhitungan di atas terlihat bahwa

controller proposional jika tanpa Kd akan terjadi set-off atau set-off mempunyai nilai tertentu tetapi dengan tambahan Kd yang dipasang cascade set-off bisa diperkecil bahkan berharga nol. Algoritma controller proposional integral Kd(s) adalah merupakan controller dalam bentuk diskrit. Model matematis controller proposional integral tersebut adalah :

∫+= t

ip dtte

TteKtr 0 )(1)()(

Dengan operator diskrit maka diperoleh :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+= ∑

=

k

nip ne

TkeKkr

0)(1)()(

Jika Ki = Kp(T/Ti), maka

∑=

+=k

nip neKkeKkr

0)()()(

Dan jika terdapat tunda sekali maka

∑=

−+−=−k

nip neKkeKkr

0)1()1()1(

Dengan mengurangkan antara k dan k-1 maka

[ ] )()1()()1()( keKkekeKkrkr ip +−−+−= Dari diagram blok terlihat bahwa :

)()()( kckske −= )1()1()1( −−−=− kckske

Dengan substitusi persamaan di atas maka diperoleh persamaan :

[ )1()1()()()1()( ]−+−−−+−= kckskcksKkrkr p

[ ])()( kcksKi −+ Karena S adalah set point sehinggai s(k) = s(k-1) maka

[ ] [ ])()()()1()1()( kcksKkckcKkrkr ip −+−−+−=

Persamaan dapat direalisasikan dalam bentuk diskrit maupun program komputer.

Yang perlu diperhatikan bahwa dalam menentukan konstanta-konstanta ini harus dipilih yang sedemikian rupa sehingga kondisi tunak dapat dicapai dalam waktu secepat mungkin seperti yang diinginkan yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam perancangan sistem kontrol misalnya metoda Root Locus, Routh-Hurwitz dan sebagainya sehingga pemilihan komponen pendukung bukan didasarkan pada metoda coba-coba atau bongkar pasang. V. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

• Pada sistem kontrol dengan kontrol proporsional maka setoff akan mempunyai nilai apabila terjadi perubahan set point atau adanya gangguan.

• Dengan penambahan kontrol pembantu yaitu dengan menggunakan set point pada komputer maka setoff dapat dihilangkan atau sama dengan nol.

• Dalam menentukan kosntanta-konstanta kontroler harus dipilih yang baik atau linier sehingga kondisi tunak bisa dicapai dalam waktu secepat mungkin seperti yang diinginkan yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam sistem kontrol misalnya root locus, bode dan sebagainya.

• Dalam merancang suatu sistem kontrol otomatik sebaiknya memperhatikan kaidah-kaidah sistem kontrol otomatik untuk memperolah hasil yang sesuai dengan yang diinginkan atau tidak menggunakan metode coba-coba.

DAFTAR PUSTAKA 1. Katsuhiko Ogata, 1991, Teknik Kontrol

Otomatik, Jilid 1 & 2, Erlangga, Jakarta. 2. Charles L. Phillips, Royce D. Harbor, 1996,

Sistem Kontrol Lanjutan, Prenhelindo, Jakarta.

3. William H. Hayt Jr., 1993, Elektromagnetika Teknologi, Erlangga, Jakarta.

4. Institut Teknologi Bandung, 1995, Seminar And Workshop On Power System Dynamics And Control, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

5. Erwin Kreyszig, 1988, Advanced Engineering Matematics, John Wiley & Sons.

Page 48: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

OPTIMASI KECEPATAN POTONG MESIN BOR

MAGNET ELECTRIC TYPE JCA 2 – 23 TERHADAP BAJA KARBON ST 60

Juli Mriharjono

Program Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract

Juli Mriharjono, ini paper optimize cutting speed of electromagnetic bor machine type JCA 2-23 to ST 60

carbon steel explain that the construction of many kind of equipment were produced by fabrication factory and used Magnetic Bor Engine. Mainly materials of those equipment are steels, base on this condition so we choose St 60 would like to research. The high cutting speed will cause increasing the problem, such as decreasing of life time of machine or tools, needing more fluid cooling. The low cutting speed will cause increasing the production cost because will take more times to finishing the target. Base on this reason so we would like to research to know the effective of cutting speed for material St 60. The result of this research is the effective of cutting speed at 5,478 mm/minute.

Key word: Magnetic Bor Engine, Cutting speed, Bor Broke, Bor Time. I. PENDAHULUAN

Mengebor adalah pekerjaan membuat lubang pada benda pekerjaan dengan mesin bor dengan mata bor sebagai pisau penyayatnya, juga disamping mengebor pada mesin bor biasanya dipakai juga untuk meluaskan lubang suatu benda kerja, atau memperhalus suatu lubang. Peluas yang dipakai disebut “reamer”. Di dalam pengeboran atau peluasan dengan mesin bor harus diperhatikan:

• Kelengkapan-kelengkapan mesin bor. • Jenis bahan yang akan dibor. • Ukuran diameter bor yang dipakai. • Arah putaran dan kecepatan putaran mesin

bor. Setiap jenis mesin bor dalam melaksanakan

pemboran logam secra sukses dengan menggunakan alat-alat potong dan harus dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi pada logam. Dalam proses pemboran membutuhkan dua tenaga potong yaitu :

• Tenaga Putar / Tenaga Tangensial Merupakan tenaga momen / tenaga dorong yang langsung pada permukaan benda kerja untuk melakukan pemakanan, dimana tenaga yang dipilih harus sesuai atau cukup dengan kebutuhan tangensial (tenaga untuk gerak pemotongan dan menentukan kecepatan potong bor).

• Pemakanan / Tenaga Linier Gerakan arah garis sumbu mata bor terhadap benda kerja. Gerakan ini menentukan ketebalan dari chip / beram. Pemakanan ini diukur dalam mm/putaran (1 milimeter tiap putaran).

1.1. Mesin Bor Magnet

Mesin bor magnet elektrik ini termasuk jenis mesin dengan sumbu yang bergerak, karena sarung poros mesin poros mesin ini dapat digerakkan naik-turun dan dasarnya (elektromagnet plate) yang terbuat dari magnet yangmendapatkan energi listrik sehingga secara otomatis dapat mencekam benda kerja. Adapun penempatan dasar / plate tersebut dapat disesuaikan dengan posisi benda kerja dan keinginan pekerja.

Jadi secara umum dalam melaksanakan pemboran suatu lubang pada benda adalah memerlukan suatu mesin bor yang baik dan teliti, dapat membor secara terus menerus, mempunyai kecepatan poros yang dapat disetel menurut kebutuhannya dan dapar melakukan bermacam-macam pemboran yang sesuai dan memuaskan.

Dari uraian di atas maka timbul suatu permasalahan bagaimanakah kecepatan pemboran Mesin Bor Magnetik Model JIC – JCA 2-23 yang terjadi pada baja karbon St 60. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan (Elektromagnet Plate)

Dasar atau landasan dari pada suatu mesin adalah sebagai anggota pendukung dari pada keseluruhan konstruksinya, dimana dasarnya terbuat dari megnet atau besi tuang yang berukuran besar.

2.2. Tiang atau Pilar

Tiang atau pilar adalah suatu batang yang berdiri tegak lurus pada landasan y ang gunanya untuk mendukung kepala atau lengan meja dari pada mesin bor.

2.3. Kepala

Kepala mesin bor dipasang pada tiang atau lengan mesin bor dan terletak di atas meja. Pada

Page 49: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

umumnya pada bagian kepala mesin bor diperlengkapi dengan suatu motor listrik, yang akan memutar sumber poros dan poros dalam perputaran akan memutar mata bor yang digunakan untuk membor benda kerja.

2.4. Poros

Poros yangmenjepit mata bor dalam perputarannya akan membawa mata bor ikut berputar, dimana poros pada waktu diam (tidak berputar) atau dalam keadaan berputas dapat digerakkan ke atas atau ke bawah yangbergerak dalam sarungnya.

2.5. Mata bor

Mata bor disebut juga bor spiral karena terdapat alur spiral sekeliling badan mata bor dan pada bagian ujungya mempunyai satu atau lebih sisi potong. Bor spiral umum digunakan dalam pemboran. Bor spiral terdiri dari unsur-unsur sudut atau tatal dan sudut tatal dan sudut bebas yang biasa terdapat pada alait-alat potong. Keuntungan yang utama adalah :

• Mempunyai sudut bibir potong yang baik • Diameternya tetap, meskipun sudah diasah • Mudah dijepit atau dipasang • Beram-beram pemotongan mudah keluar

Secara original mata bor terbuat dari baja karbon yang dikeraskan dan disepuh keras, tetapi mesin-mesin bor yang bekerja berat dan berproduksi besar lebih banyak menggunakan mata bor yang terbuat dari baja karbon pemoton gcepat atau HSS. Mata bor HSS telah menjadi standart apabila hasil pemboran lebih diutamakan, karena dapat digunakan dengan kecepatan putaran yang tinggi dan penyayatan yang tebal serta hasilnya lebih terjamin.

Terdapat beberapa macam bentuk ujung bor yang dikenal. Bentuk ujung bor tersebut adalah :

• Ujung yang benar o Menghasilkan lubang yang tepat o Kedua panjang bibir sama o Benda kerja diam atau stabil o Bor tahan lama dipakai

• Sudut titik simetris o Lubang yang dihasilkan tetap o Tatal yang dikeluarkan banyak

pada satu alur o Benda kerja diam o Bibir pemotong cepat tumpul

• Bibir pemotong tidak sama panjang o Lubang lebih besar dari pada

ukuran mata bor o Bentuk tatal tidak sama o Benda kerja berputar o Bor akan patah

• Bibir pemotong tidak sama panjang dan sudut bibir pemotong tidak sama besar

o Lubang akan lebih besar o Bentuk tatal tidak sama

o Benda kerja berputar o Bor akan patah o Bor tidak awet

III. PERHITUNGAN TEORITIS Pemotongan pada mesin bor dengan sisi

potong waktu bor berputar, diharuskan dua gerakan yang dikehendaki bersama-sama :

• Gerak putar Disebut gerak pemotongan dan menentukan kecepatan potong. Kecepatan ini diukur dalam mm/menit.

• Pemakanan Yaitu gerak arah sumbu mata terhadap benda kerja. Gerak ini menentukan ketebalan dari tatal. Pemakanan ini diukur dalam mm/putaran (1 mm/putaran).

Ketebalan beram / tatal yaitu sama dengan pemakanan dibagi jumlah sisi potong pahat. Untuk pengeboran : ketebalan sama dengan pemakanan dibagi dua.

3.1. Kecepatan Potong

Kecepatan potong mata bor akan diperoleh sebagai berikut;

Cs = π . d . N ………… mm/menit Karena kecepatan keliling atau potong

biasanya diperhitungkan dalam meter per menit sedangkang dalam satu putaran diperhitungkan dalam milimeter, maka perhitungan putaran harus dijadikan meter, sehingga harus dibagi dengan 1.000. Jadi kecepatan potong dapat dituliskan sebagai berikut :

Cs = 1000

.. Ndπ ……………… m/menit

Dan kecepatan putar mata bor (poros) akan diperoleh sebagai berikut :

N = d

Csx.

1000π

………………. Put/menit

Keterangan : Cs : kecepatan keliling (m/menit) N : kecepatan poros (put/menit) d : diameter mata bor (mm)

3.2. Penyayatan

Pada suatu penyayatan kedalaman lubang yang disebabkan oleh mata bor (mm) per 100 putaran. Jadi pemboran per menit (S) adalah :

S = h . N/100 ………….. mm Dan lamanya pemboran untuk menembus

kedalaman tertentu adalah sebagai berikut : T = b / S ………………. Menit

Keterangan : S : pemboran per menit yang

diperoleh (mm) N : kecepatan putar (put / menit) T : lama pemboran (menit) b : kedalaman lubang yang

ditempuh (mm) h : penyayatan (mm/100 put)

Page 50: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Perhitungan di atas adalah teoritis, apabila hasil pengujian ternyata berbeda berarti ada bebrapa aspek yang harus dicurigai. Permasalahan bisa saja muncul karena tidak stabilny kecepatan putaran dari motor listrik atau kurang telitinya dalam pengaturan posisi pemasangan mata bor terhadap benda uji. Juga bisa disebabkan oleh tidak stabilnya tenaga linier yang dibutuhkan untuk penyayatan.

IV. METODOLOGI

Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan mesin spectrum, komposisi kimia universal dan memberikan hasil pembacaan secara otomatis kandungan komposisi kimia pada sampel uji baja karbon St 60. Tabel 1. Komposisi Kimia Baja St 60

No Unsur Prosentase 1 Fe - 2 Si 0,250 3 V 0,100 4 Co 0,036 5 C 0,950 6 Cu 0,956 7 Ti 0 8 Nb 0,011 9 Mn 1,100 10 Ni 0,140 11 Al 0,006 12 P 0,014 13 Cr 0,550 14 S 0,076 15 Mo 0,022 16 B 0 17 W 0,550

4.1. Variabel Bebas

Sesuai dengan tujuan penelitan yang ingin dicapai maka variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecepatan potong. Untuk mengetahui besar kecepatan potong dari baja konstruksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan teoritik dan pengukuran langsung pada kerja pemboran tersebut.

Pengukuran kecepatan secara langsung pada suatu pemboran dilakukan dengan cara mengukur kedalaman lubang dan lama waktu pemboran. Kemudian kedua data pengukuran tersebut dihituing unutk mendapatkan kecepatan potong pemboran, yaitu dengan menggunakan rumus ;

TbV = …….. mm/menit

4.2. Variabel Kendali

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah kecepatan putar. Seperti telah diterangkan di muka bahwa kecepatan putar tergantung dari voltage arus ya ng masuk ke motor elektrik. Mesin bor akan berputar mendapat arus listrik yang diambil dari

PLN. Karena voltage listrik PLN kadang-kadang tidak stabil, maka voltage listrik yang diterima mesin bor juga tidak stabil. Hal ini akan mengakibatkan kecepatan putar yang dihasilkan juga tidak stabil.

Untuk menghindari adanya penyimpangan kecepatan putaran akibat hal tersebut di atas maka kecepatan putar selalu di sesuaikan setiap data akan diambil.

Adapun momen atau pembebanan pada tenaga tangensial dibuat stabil dengan memberikan beban pemberat sebesar 3 kg. 4.3. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode eksperimen, yaitu menyiapkan sarana eksperimen dan mengujinya di lapangan. Sedangkan data yang diambil meliputi : • Kedalaman lubang pemboran. • Lama pemboran yang dibutuhkan untuk

mencapai kedalaman lubang. • Besar sudut yang ditempuh pada waktu

pemboran. • Kecepatan potong mesin bor dengan melihat

satu memperhatikan spesifikasi yang sudah ditetapkan.

Data di atas diambil dengan menggunakan alat bantu dan dicatat dalam suatu format pencatat data. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terlihat pada tabel 5.1. Dari data tersebut, dapat dianalisa berdasarkan kelompok A1, A2, A3 dan A4. sedangkan hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 5.2. Pada gambar 5.1. terlihat grafik kecepatan pengeboran St 60 pada kelompok pengujian tersebut. 5.1. Kelompok A1 Jumlah nilai kecepatan pengeboran (Σ MD) Σ MD = 50.12 mm/menit nilai kecepatan pengeboran rata-rata ( MD )

MD = nMD∑ n = banyaknya data

sampel MD =

1012.50 = 5.012 mm/menit

Besarnya penyimpangan (Deviasi) Std :

Std = [ ]1

2

−∑n

MDMD

Std = 661.0437.0110

936.3==

Page 51: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Tabel 5.1. Data Pemboran Baja Karbon St 60.Diameter mata bor 13 mm

Kedalaman Lama (waktu) Besar Keterangan

No lubang ( b ) mm pemboran ( t ) menit sudut Moment (Nm)

Bram

1 2 00,38,37 10o 23,64 2 4 01,12,15 3 6 01,37,12 4 8 01,59,49 5 10 02,15,68 41.3o 18,03 6 12 02,33,02 7 14 02,49,18 8 16 03,07,86 9 18 03,22,23

A 1

10 20 03,50,42 72.6o 7,18 11 4 01,09,34 12 8 01,41,26 13 12 02,14,20 14 16 02,59,34

A 2

15 20 03,33,56 72.6o 7,18 16 2 00,43,17 10o 23,64 17 6 01,21,56 18 10 02,13,70 41.3o 18,03 19 14 02,34,24 20 18 03,02,56

A 3

21 20 03,12,62 72.6o 7,18 22 20 03,50,18 72.6o 7,18 23 20 03,39,37 72.6o 7,18 24 20 03,22,60 72.6o 7,18 25 20 03,57,43 72.6o 7,18

A 4

26 20 03,26,14 72.6o 7,18

Tabel 5.2. Data pengukuran kecepatan pengeboran dan analisa pada baja karbon St 60 (K 460 Amutit S) kelompok A1

No. Uji Kecepatan pengeboran (MD) mm/menit [ ]MDMD − [ ]MDMD −

2 Standar deviasi (Std)

1 5.26 0.248 0.062 2 3.57 -1.442 2.079 3 4.38 -0.632 0.399 4 5.03 0.018 0.000 5 4.62 -0.392 0.154 6 5.15 0.138 0.019 7 5.62 0.608 0.370 8 5.19 0.178 0.032 9 5.59 0.578 0.334

A 1

10 5.71 0.698 0.487

0.661

Jumlah 50.12 3.936

Page 52: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

Tabel 5.3. Data pengukuran kecepatan pengeboran dan analisa pada baja karbon St 60 (K 460 Amutit S) kelompok A2

No. Uji Kecepatan pengeboran (MD) mm/menit [ ]MDMD − [ ]MDMD −

2 Standar deviasi (Std)

1 3.61 -1.802 3.247 2 5.67 0.258 0.067 3 5.61 0.198 0.039 4 6.18 0.768 0.570

A 2

5 5.99 0.578 0.334

1.032

Jumlah 27.06 4.257

Tabel 5.4. Data pengukuran kecepatan pengeboran dan analisa pada baja karbon St 60 (K 460 Amutit S) kelompok A3

No. Uji Kecepatan pengeboran (MD) mm/menit [ ]MDMD − [ ]MDMD −

2 Standar deviasi (Std)

1 4.65 -0.93 0.86 2 5.88 0.30 0.09 3 4.67 -0.91 0.83 4 5.98 0.40 0.16 5 5.94 0.36 0.13

A 3

6 6.39 0.81 0.66

0.739

Jumlah 33.51 2.73

Tabel 5.5. Data pengukuran kecepatan pengeboran dan analisa pada baja karbon St 60 (K 460 Amutit S) kelompok A4

No. Uji Kecepatan pengeboran (MD) mm/menit [ ]MDMD − [ ]MDMD −

2 Standar deviasi (Std)

1 5.71 -0.196 0.038 2 5.90 -0.006 0.000 3 6.19 0.284 0.081 4 5.60 -0.306 0.094

A 4

5 6.13 0.224 0.050

0.257

Jumlah 29.53 0.263

Grafik Kecepatan Pengeboran St 60

0

1

2

3

4

5

6

7

0 2 4 6 8 10 1

Nomor Pengujian

Kec

epat

an P

enge

bora

n

( mm

/men

it )

2

A 1 A 2 A 3 A4

Gambar 5.1. Grafik Kecepatan pengeboron St 60 pada 4 kelompok pengujian

Page 53: GEMA TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI · PDF fileDari tahanan kapal ini nantinya ... dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

5.2. Kelompok A2 Jumlah nilai kecepatan pengeboran (Σ MD) Σ MD = 27.06 mm/menit nilai kecepatan pengeboran rata-rata ( MD )

MD = nMD∑ n = banyaknya data

sampel

MD = 506.27 = 5.412 mm/menit

Besarnya penyimpangan (Deviasi) Std :

Std = [ ]1

2

−∑n

MDMD

Std = 032.1064.115

257.4==

−5.3. Kelompok A3

Jumlah nilai kecepatan pengeboran (Σ MD) Σ MD = 33.51 mm/menit nilai kecepatan pengeboran rata-rata ( MD )

MD = nMD∑ n = banyaknya data

sampel

MD = 551.33 = 5.58 mm/menit

Besarnya penyimpangan (Deviasi) Std :

Std = [ ]1

2

−∑n

MDMD

Std = 739.0546.015

78.2==

5.4. Kelompok A4 Jumlah nilai kecepatan pengeboran (Σ MD) Σ MD = 29.53 mm/menit nilai kecepatan pengeboran rata-rata ( MD )

MD = nMD∑ n = banyaknya data

sampel MD =

553.29 = 5.906 mm/menit

Besarnya penyimpangan (Deviasi) Std :

Std = [ ]1

2

−∑n

MDMD

Std = 257.0065.015

263.0==

Dari hasil pengujian kecepatan pengeboran dengan mesin bor magnet electric type JIC-JCA 2-23 terhadap baja St 60 (K460 Amutit) didapatkan keceptan efektif pengeboran pada baja St 60 adalah 5.478 mm/menit dengan standar deviasi 0.672. Sedangakan harga kecepatan pengeboran maksimum 6.15 mm/menit dan minimum 4.806 mm/menit.

VI. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

• Dalam pengujian kecepatan pengeboran dengan menggunakan mesin bor magnet elektrik tipe JIC-JCA 2-23, bahan uji yang digunakan adalah baja karbon St 60 (K 460 Amutit S), mata bor berdiameter 13 mm.

• Setiap bahan uji (baja karbon) yang diambil mempunyai tingkat kecepatan pengeboran yangberbeda satu dengan yang lainnya.

• Kecepatan pengeboran dipengaruhi oleh dua hal yaitu tingkat kekerasan dan keuletan benda uji serta ukuran mata bor yang dipakai.

• Baja St 60 mempunyai kecepatan pengeboran paling rendah 4.806 mm/menit, kecepatan efektif 5.478 mm/menit dan maksimum pada 6.15 mm/menit.

• Sebelum pengeboran terhadap benda uji (bja karbon) dilakukan, sebaiknya kita beri tanda titik dengan alat penitik terlebih dahulu pada benda uji guna memperoleh ketepatan dan kesenteran.

• Berilah pendingin (bromous, oil, water) yangsesuai dengan kondisi benda uji guna memperpanjang umur mata bor.

• Pemilihan mata bor sesuai kecepatan yang dipakai.

DAFTAR PUSTAKA 1. Burghardt, Hendry D, Aoron Axelrod dan

James Anderson, 1959, Machine Tool Operation, Mc Graw hill Book Company, USA

2. Daryanto, Drs. , 1998, Mesin Perkakas Bengkel, Rineka Cipta, jakarta

3. Krar S.F., J.W Osward, J.E.ST Amand, 1676, Technology of Machine Tool, Mc Graw Hill Ryerson Limited, Canada

4. Maman, Muchsin, R.M.Sc., 1996, Konsep dan Analisa Statistik, CV. IKIP Semarang Press, Semarang

5. Suparnomo, Sugiarto, SE, 1993, Statistik, Andi Offset, Yogyakarta

6. Surdia, Tata, Prof. Ir., M.S. Met E, prof Dr. Kenji Chijiiwa, 2000, Teknik Pengecoran Logam, Pradnya Paramita, Jakarta