GEJOLAK VOLATILE FOOD PRICE DAN DAMPAKNYA TERHADAP...
Transcript of GEJOLAK VOLATILE FOOD PRICE DAN DAMPAKNYA TERHADAP...
GEJOLAK VOLATILE FOOD PRICE DAN DAMPAKNYA
TERHADAP INFLASI DI KOTA PANGKALPINANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh :
Alida Zia Syifa
NIM : 11140840000038
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018
i
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Alida Zia Syifa
No. Induk Mahasiswa : 11140840000038
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 20 April 2018
Alida Zia Syifa
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Alida Zia Syifa
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 28 Juli 1996
3. Alamat : Jl. Pramuka Sai III RT: 11 RW: 07 No: 69
Rawasari, Cempaka Putih. Jakarta Pusat
4. Telpon : 08129696483
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Rawasari 03 Tahun 2003-2009
2. SMP Negeri 76 Jakarta Tahun 2009-2011
3. SMA Negeri 30 Jakara Tahun 2011-2014
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014-2018
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Toto Izul Fatah
2. Ibu : Siti Zuleha
6. Alamat : Jl. Pramuka Sai III RT: 11 RW: 07 No: 69
Rawasari, Cempaka Putih. Jakarta Pusat
vi
IV. PENGALAMAN PELATIHAN/INTERNSHIP
• Internship di Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian
• Mengikuti Pelatihan dan Sertifikasi Profesi dar KOMINFO
V. PENGALAMAN NON FORMAL
• Kepanitiaan Acara Jurusan ( PEKAN IESP 2014)
• Kepanitiaan dalam Acara ‘Economy Expo” FEB UIN JKT
• Kepanitiaan Orientasi Pengenalan Akademik UIN JKT (OPAK)
• Perwakilan mahasiswa UIN dalam acara Education EXPO 2016 di JCC
vii
ABSTRACT
ALIDA ZIA SYIFA. Volatile Food Price and The Impact to Inflation in
Pangkalpinang City.
During this time the volatile food comodities has always been a major contributor
in inflation in Indonesia. This can be due to the nature of volatile food
commodities that are vulnerable to economic shocks and non-economic so the
price is not stable. This research analyze the price of a volatile food comodities
such as, rice , beef , chicken meat, curly red chili, red onion and fish lattice. The
data that used in this research are the monthly time series from January 2013 to
December 2016. This research using descrptive analysis and VECM. The research
is in Pangkalpinang because this city has been in three consecutive years ranked
first with the highest inflation. The purpose of this research is 1) To describe
volatile food price development in Pangkalpinang; 2) To analyze the impact of
volatile food price to inflation in Pangkalpinang; 3) To analyze volatile food price
contribution to the variation of inflation in Pangkalpinang City. The results
showed that inflation responded quickly to the shocks that occurred in the six
commodity prices. And the biggest contribution of commodity price to inflation is
rice and beef.
Keywords : Volatile food, Inflation , VECM
viii
ABSTRAK
ALIDA ZIA SYIFA. Gejolak Volatile Food Price dan Dampaknya Terhadap
Inflasi di Pangkalpinang.
Selama ini kelompok volatile food selalu menjadi penyumbang besar
dalam inflasi di Indonesia. Hal ini bisa dikarenakan sifat dari komoditas volatile
food yang rentan terhadap goncangan ekonomi maupun non ekonomi sehingga
harganya pun tidak stabil. Penelitian ini menganalisis harga dari beberapa
kelompok volatile food yaitu beras, daging sapi, daging ayam, bawang merah,
cabai rawit dan ikan kerisi. Data yang digunakan adalah time series bulanan
Januari 2013 hingga Desember 2016. Metode yang digunakan adalah analisis
deskriptif dan VECM (Vector Error Correction Model). Penelitian ini adalah
Kota Pangkalpinang karena Kota ini pernah dalam tiga tahun berturut-turut
peringkat pertama dengan inflasi tertinggi. Tujuan penelitian ini adalah: 1)
Menggambarkan perkembangan harga volatile food di Kota Pangkalpinang; 2)
Menganalisis dampak gejolak harga volatile food terhadap inflasi di Kota
Pangkalpinang; 3) Menganalisis kontribusi harga volatile food terhadap
keragaman inflasi di Kota Pangkalpinang. Hasil penelitian menunjukan bahwa
inflasi merespon cepat goncangan yang terjadi pada keenam harga komoditas.
Dan kontribusi harga komoditas yang paling besar terhadap inflasi adalah beras
dan daging sapi.
Kata kunci: Volatile food, Inflasi, VECM
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “ Gejolak Volatile Food Price Dan
Dampaknya Terhadap Inflasi Di Kota Pangkalpinang”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi. Dalam meyusun skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini
masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis
miliki. Namun, berkat dorongan semangat dan bantuan dari berbagai pihak,
akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Toto Izul Fatah dan Ibunda Siti Zuleha yang tidak pernah
berhenti memberikan banyak kasih sayang, dukungan serta doa bagi
penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Kakak dan Adik penulis Tiffany Nadya Syifa, Fikri Yatir Atalarik, dan
Ratu Messiah Nur Habibah yang selalu memberikan kasih sayang,
dukungan, dan doa kepada peneliti.
3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si atas kesempatan berharga
yang diberikan penulis untuk duduk di bangku perkuliahan dan
menempuh pendidikan di FEB.
x
4. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan, Bapak Arief Fitrijanto, M.Si dan
Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan, Ibu Najwa Khairina, SE, MA
yang telah memberikan ilmu, saran, dan solusi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Jackie Nurdjaman Rachman, M.PS dan Ibu Najwa Khairina,
SE, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan
waktu, memberikan arahan, ilmu yang bermanfaat selama perkuliahan
kepada penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini hingga skripsi ini
selesai. Semoga Bapak dan Ibu selalu diberikan kesehatan dan
keberkahan oleh Allah SWT.
6. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat
kepada peneliti sejak awal perkuliahan hingga selesai.
7. Para sahabat kelompok Penjahat yang berhati baik, Islamiyah, Tiara,
Silvi, Deby, Alfiani dan Anita yang memberikan dukungan serta bantuan
kepada penulis selama ini.
8. Sahabat Griya Hijau, Syavira Nadya, Christina, Mala Hayati, Lulu dan
Malik yang telah memberikan semangat serta ilmu yang berguna dalam
menyelesaikan perkuliahan ini.
9. Para Sahabat OMDO , Mitha, Anfar, Megi, Avi, Tsizy, Reka, Astika dan
Ulfi yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
xi
10. Teman – Teman Ekonomi Pembangunan yang telah bersama-sama
berjuang, berdoa dan berbagi tawa, duka dan cerita selama masa
perkuliahan.
11. Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) JUPITER , Qisthi, Wafa, Farida,
Ines, Nadila, Bina, Anita, Dana, Yusuf, Riza, Abep, Abi, Bahrul, Ismail
dan Fahri yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis selama
melaksanakan KKN.
12. Seluruh pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membantu
penulis dalam hal administrasi sehingga mendapat kelancaran dalam
menyelesaikan studi.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tak dapat penulis tuliskan satu per satu.
Peneliti menyadarai bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Selain itu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khususnya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 April 2018
Alida Zia Syifa
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ v
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 9
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................ 9
D. Tujuan Penelitian .................................................................. 10
E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 11
F. Manfaat Penelitian ................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketahanan Pangan: Stabilitas Harga ..................................... 12
B. Volatilitas Harga Pangan....................................................... 13
C. Inflasi..................................................................................... 15
D. Penelitian Terdahulu ............................................................. 22
E. Kerangka Pemikiran .............................................................. 32
F. Hipotesis Penelitian ............................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 33
B. Definisi Variabel Operasional ............................................... 33
1. Analisis Deskriptif .......................................................... 34
2. Vector Autoregressive (VAR) ........................................ 35
xiii
3. Pengujian Sebelum Estimasi ........................................... 38
a. Uji Stasioneritas ....................................................... 38
b. Penentuan Lag Optimum........................................... 39
c. Uji Stabilitas Model VAR ........................................ 40
d. Uji Kointegrasi ......................................................... 40
4. Vector Error Correction Model (VECM) ...................... 41
5. Analisis Impulse Response Function (IRF) ................... 42
6. Analisis Variance Decomposition .................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif Perkembangan Harga Kelompok
Volatile Food ......................................................................... 43
1. Perkembangan Harga Beras di Kota Pangkalpinang ...... 43
2. Perkembangan Harga Daging Sapi di Kota
Pangkalpinang ................................................................ 45
3. Perkembangan Harga Daging Ayam di Kota
Pangkalpinang ................................................................. 48
4. Perkembangan Harga Cabai Rawit di Kota
Pangkalpinang ................................................................ 49
5. Perkembangan Harga Bawang Merah di Kota
Pangkalpinang ................................................................. 52
6. Perkembangan Harga Ikan Kerisi di Kota
Pangkalpinang ................................................................. 54
B. Dampak Gejolak Harga Volatile Food Terhadap Inflasi
di Kota Pangkalpinang .......................................................... 57
1. Uji Stasioneritas .............................................................. 58
2. Uji Lag Optimal ............................................................. 60
3. Uji Stabilitas Model VAR ............................................... 60
4. Uji Kointegrasi ................................................................ 61
5. Hasil Estimasi VECM ..................................................... 62
6. Hasil Analisis IRF ........................................................... 66
C. Kontribusi Harga Volatile Food Terhadap Keragaman
Inflasi di Kota Pangkalpinang ............................................... 74
1. Analisis Variance Decomposition ................................... 74
xiv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 79
B. Saran ...................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81
LAMPIRAN ..................................................................................................... 82
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Inflasi Indonesi Menurut Pengeluaran ......................................... 2
Tabel 1.2 Perbandingan Tingkat Inflasi di Beberapa Kota ......................... 3
Tabel 1.3 Konsumsi Penduduk Indonesia Terhadap Pangan ..................... 5
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................... 24
Tabel 3.1 Matriks Analisis Data .................................................................. 36
Tabel 4.1 Rata-Rata Perubahan Harga Beras .............................................. 47
Tabel 4.2 Rata-Rata Perubahan Harga Daging Sapi.................................... 50
Tabel 4.3 Rata-Rata Perubahan Harga Daging Ayam ................................. 51
Tabel 4.4 Rata-Rata Perubahan Harga Cabai Rawit.................................... 53
Tabel 4.5 Rata-Rata Perubahan Harga Bawang Merah ............................... 56
Tabel 4.6 Rata-Rata Perubahan Harga Ikan Kerisi ...................................... 59
Tabel 4.7 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Level ......................................... 61
Tabel 4.8 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat 1st Diff ...................................... 62
Tabel 4.9 Hasil Penetapan Lag Optimal ...................................................... 63
Tabel 4.10 Hasil Uji Stabilitas Model VAR .................................................. 64
Tabel 4.11 Hasil Uji Kointegrasi ................................................................... 65
Tabel 4.12 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek ........................................ 66
Tabel 4.13 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang ....................................... 68
Tabel 4.14 Hasil Uji Analisis Variance Decomposition................................ 78
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Pergerakan Harga Rata-Rata Beberapa Komoditas ................... 7
Grafik 1.2. Pergerakan Harga Rata-Rata Beberapa Komoditas ................... 8
Grafik 4.1 Perkembangan Harga Beras di Pangkalpinang............................ 47
Grafik 4.2 Perkembangan Harga Daging Sapi di Pangkalpinang ................. 49
Grafik 4.3 Perkembangan Harga Daging Ayam di Pangkalpinang .............. 51
Grafik 4.4 Perkembangan Harga Cabai Rawit di Pangkalpinang ................. 54
Grafik 4.5 Perkembangan Harga Bawang Merah di Pangkalpinang ............ 55
Grafik 4.6 Perkembangan Harga Ikan kerisi di Pangkalpinang .................... 58
Grafik 4.7 Hasil Uji IRF antara IHK dengan IHK ........................................ 70
Grafik 4.8 Hasil Uji IRF antara IHK dengan Harga Beras ........................... 71
Grafik 4.9 Hasil Uji IRF antara IHK dengan Harga Bawang Merah............ 72
Grafik 4.10 Hasil Uji IRF antara IHK dengan Harga Cabai Rawit ................ 73
Grafik 4.11 Hasil Uji IRF antara IHK dengan Harga Daging Sapi ................ 75
Grafik 4.12 Hasil Uji IRF antara IHK dengan Harga Daging Ayam.............. 75
Grafik 4.13 Hasil Uji IRF antara IHK dengan Harga Ikan Kerisi .................. 76
Grafik 4.14 Variance Decomposition of IHK ................................................. 80
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Inflasi Tarikan Permintaan ........................................................ 21
Gambar 2.2 Inflasi Desakan Biaya ................................................................ 22
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 34
Gambar 4.1 Pola Distribusi Beras di Pangkalpinang ...................................... 48
Gambar 4.2 Pola Distribusi Daging Sapi di Pangkalpinang ........................... 50
Gambar 4.3 Pola Distribusi Daging Ayam di Pangkalpinang ......................... 52
Gambar 4.4 Pola Distribusi Cabai Rawit di Pangkalpinang ........................... 54
Gambar 4.5 Pola Distribusi Bawang Merah di Pangkalpinang ....................... 57
Gambar 4.6 Pola Distribusi Ikan kerisi di Pangkalpinang .............................. 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan kebutuhan utama manusia dalam
mempertahankan hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun
2012 tentang pangan juga disebutkan bahwa pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai negara yang memiliki tingkat populasi tinggi, Indonesia tak
boleh lengah terhadap masalah pangan. Ketergantungan masyarakat
Indonesia terhadap pangan masih cukup tinggi. Oleh karena itu
ketahanan pangan merupakan topik yang selalu menjadi perhatian
bagi pemerintahan.
Berbicara mengenai ketahanan pangan, Arifin (2007: 125)
menyebutkan bahwa konsep ketahanan pangan memiliki tiga
dimensi yang saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan,
aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, dan stabilitas harga
pangan. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah stabilitas
harga pangan.
Seperti yang telah diketahui bahwa selama ini fluktuasi harga
komoditas pangan cukup ekstrem sehingga menjadi salah satu
penyumbang Inflasi yang cukup besar. Terlebih pada kelompok
volatile food. Menurut kamus Bank Indonesia, Volatile Food adalah
komponen inflasi IHK yang mencakup beberapa bahan makanan
yang harganya sangat berfluktuasi. Kelompok volatile food ini yang
sangat terpengaruh oleh shock (kejutan) seperti panen atau gangguan
alam.
2
Berdasarkan data BPS (2016), kontribusi inflasi barang
bergejolak (volatile foods) terhadap inflasi umum di Indonesia
menduduki urutan kedua setelah inflasi inti (core inflation). Tinggi
nya tekanan inflasi volatile food biasanya terjadi musiman seperti
mnjelang bulang ramadhan dan lebaran. Menjelang bulan Ramadan,
harga bahan pangan mulai merangkak naik dan terus naik sampai
dengan bulan Ramadan dan Lebaran. Di sisi lain pada periode
tersebut konsumsi masyarakat untuk bahan pangan biasanya juga
meningkat .
Tabel 1. 1.
Inflasi Indonesia Menurut Kelompok Pengeluaran 2008-2016
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah), 2016
Dengan melihat tabel Inflasi Indonesia menurut pengeluaran
diatas, menunjukan bahwa sumbangan inflasi kelompok bahan
makanan dan makanan jadi terhadap inflasi umum cukup
mendominasi. Walaupun inflasi untuk kelompok transportasi juga
besar namun tidak berkepanjangan layaknya inflasi kelompok bahan
makanan dan makanan jadi. Untuk kelompok transportasi pada tahun
tertentu masih mengalami deflasi yaitu tahun 2009, 2015 dan 2016.
Sedangkan, inflasi bahan makanan terus melonjak dibeberapa tahun
tertentu. Yang paling ekstrem terjadi pada tahun 2008 dan 2009
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman,Rokok, dan TembakauPerumahan, Air, Listrik,Gas, dan Bahan BakarSandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi danOlahragaTranspor, Komunikasi,dan Jasa Keuangan
3
dimana angka inflasi mencapai lebih dari 15 %. Kondisi ini tak lepas
kaitannya dengan fluktuasi harga komoditas pangan di beberapa
daerah. Seperti di ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Kota Pangkalpinang. Tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang tercatat
pernah berada di Peringkat pertama dalam beberapa tahun. Bahkan
disebutkan tinggi nya inflasi di provinisi Kepulauan Bangka
Belitung sebagian besar disumbang oleh inflasi yang terjadi di Kota
Pangkalpinang sementara kota lain di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung yaitu Tanjung Pandan malah mengalami deflasi. Inflasi
volatile food dinilai sebagai komponen yang menjadi penyumbang
terbesar mengapa Kota Pangkalpinang mendapatkan Peringkat 1
kota tertinggi inflasi. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan Indeks
kolompok bahan makanan yang selalu mengalami kenaikan apalagi
menjelang hari-hari besar keagamaan ataupun nasional.
Tabel 1.2.
Perbandingan Tingkat Inflasi di Beberapa Kota
Kota Peringkat 2011 2012 2015
2011 2012 2015 Agustus April Juli
Pangkalpinang 1 1 1 3.05 1.76 3.18
Singkawang 10 10 17 1.50 0.68 1.29
DKI Jakarta 20 42 33 1.15 0.13 0.97
Manado 64 2 27 0.10 1.63 1.03
Batam 54 - 6 0.53 -0.02 1.80
Jayapura 21 9 72 1.14 0.70 0.51
Bandar Lampung 43 18 24 0.71 0.40 1.08
Bengkulu 8 52 13 1.69 0.03 1.38
Sorong 65 3 4 0.08 1.62 2.01
Gorontalo 34 4 61 0.85 1.33 0.74
Dapat kita cermati dari tabel di atas, bahwa kota
Pangkalpinang telah mengalami inflasi yang tertinggi selama
beberapa tahun. Inflasi tersebut lebih besar diakibatkan oleh
lonjakan harga komoditas pangan yang tinggi. Terlebih pada
komoditas bahan makanan seperti daging ayam ras, ikan selar, ikan
kerisi, bawang merah, cumi-cumi, ikan tongkol, dan ikan sotong.
4
Kenaikan harga pangan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti jalur distribusi yang kurang lancar yang diakibatkan oleh
infrastruktur yang kurang memadai sehingga produsen harus
mengeluarkan biaya lebih pada biaya pengiriman. Selain dari
produsen kenaikan harga pangan juga dapat diakibatkan oleh faktor
alam seperti bencana, panen dll. Hal ini dikemukakan pula oleh
Prastowo, Tri dan Yoni (2008: 2) Peningkatan harga komoditas
pangan memang dapat berasal dari produsen, namun sumber
peningkatan harga tersebut biasanya lebih bersifat fundamental
karena di dorong oleh meningkatnya harga input/sarana produksi
atau karena faktor kebijakan pemerintah seperti penetapan harga
dasar (floor price). Sementara peningkatan harga yang didorong oleh
faktor distribusi bersifat variabel, seperti panjangnya rantai jalur
distribusi, hambatan transportasi dan perilaku pedagang dalam:
menetapkan marjin keuntungan, aksi spekulasi maupun kompetisi
antar pedagang. Tingginya volatilitas harga komoditas yang terjadi
selama ini mengindikasikan bahwa faktor distribusi sangat
berpengaruh.
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang semakin tahun
semakin bertambah, tak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan pangan
tentu akan meningkat pula karena untuk dapat melanjutkan aktivitas
manusia memerlukan asupan makan. Ini juga akan menyebabkan
permintaan komoditas bahan pangan melonjak.
Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika keseimbangan
antara permintaan dan penawaran tidak tercapai sehingga
menyebabkan ketidaksempurnaan pasar. Pasar yang tidak sempurna
akan memberikan dampak negatif kepada kedua pelaku pasar,
produsen dan konsumen salah satunya dalam pembentukan harga.
Walaupun dalam komoditas pangan/pertanian yang lebih
berpengaruh terhadap pembentukan harga pasar adalah produsen,
tetapi pada akhirnya akan memberikan dampak negatif pada
konsumen karena apabila terjadi permintaan yang melebihi
5
penawaran salah satu langkah yang diambil oleh produsen adalah
dengan menaikkan harga.
Tabel 1.3.
Konsumsi Penduduk Indonesia Terhadap Kelompok Bahan
Pangan Tahun 2012-2016
Kelompok Bahan Pangan Konsumsi
(kg/kap/tahun)
Rata-Rata
Perubahan
(%) 2012 2013 2014 2015 2016
I. Padi-Padian 108,3 108,0 108,0 114,7 116,9 2,91
a. Beras 96,6 96,3 96,2 98,8 101 1,40
b. Jagung 1,9 1,6 1,5 1,8 1,8 -5,51
c. Terigu 9,8 10,1 10,3 14,1 14,1 1,26
II. Umbi-Umbian 12,36 11,7 11,5 13,4 13,9 13,65
a. Singkong 7,5 6,8 6,5 6,5 6,6 -3,44
b. Ubi jalar 2,5 2,5 2,7 3,6 3,8 11,72
c. Kentang 1,5 1,6 1,5 2,4 2,6 17,73
d. Sagu 0,4 0,4 0,4 0,5 0,4 -1,02
e. Umbi lainnya 0,5 0,4 0,4 0,4 0,5 3,47
III. Pangan Hewani 37,2 35,9 37,4 35,9 37,2 0,07
a. Daging ruminansia 3,1 1,8 1,8 1,8 1,9 -9,02
b. Daging unggas 4,9 5,0 5,5 6,5 7,3 10,63
c. Telur 7,8 7,3 7,4 6,4 6,5 -4,25
d. Susu 1,9 2,3 2,4 2,5 2,7 9,39
e. Ikan 19,5 19,2 20,2 18,7 18,8 -0,83
IV. Minyak dan Lemak 9,82 9,5 9,8 9,3 9,6 -0,49
a. Minyak kelapa 1,2 1,2 0,9 0,3 0,3 -22,92
b. Minyak sawit 8,5 8,1 8,7 9,0 9,3 2,37
c. Minyak lainnya 0,1 0,2 0,2 0 0,0 0,00
V. Buah/biji berminyak 2,9 2,6 2,6 2,0 1,8 -10,86
a. Kelapa 2,5 2,2 2,2 1,8 1,6 -10,32
b. Kemiri 0,4 0,4 0,4 0,2 0,2 -12,50
VI. Kacang-Kacangan 8,6 8,5 8,5 7,5 7,9 -1,84
a. Kedelai 7,8 7,8 7,8 7,2 7,6 -0,53
b. Kacang tanah 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 1,79
c. Kacang hijau 0,3 0,3 0,3 0 0,0 0,00
d. Kacang lain 0,2 0,1 0,1 0 0,0 0,00
VII. Gula 9,1 9,3 9,0 7,5 8,3 -1,76
a. Gula pasir 8,4 8,6 8,3 6,8 7,5 -2,22
b. Gula merah 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 3,57
VIII. Sayuran dan Buah 91 87,1 93,5 78,6 74,3 -4,59
a. Sayur 59,4 56,9 59,6 48,3 48,9 -4,30
b. Buah 31,6 30,2 33,9 30,3 25,4 -4,74
6
IX. Lainnya 20,3 20,9 21,5 27,2 26,8 7,72
a. Minuman 16,7 17,4 18 24,9 24,3 10,89
b. Bumbu-bumbu 3,6 3,5 3,5 2,3 2,5 -7,09
Melihat tabel diatas dapat terlihat bahwa konsumsi penduduk
Indonesia terhadap pangan masih tergolong tinggi. Lebih signifikan
pada kelompok bahan pangan padi-padian yang secara total
mencapai lebih dari 100 % bahkan di tahun 2016 meningkat di
angka 116,9 %. Dari pencapaian angka tersebut, komoditas beras
yang menjadi penyumbang terbesar dengan peningkatan setiap tahun
nya. Ini membuktikan bahwa komoditas beras menjadi bahan
pangan yang strategis dimana hampir seluruh masyarakat Indonesia
membutuhkannya. Menjadi komoditas yang paling banyak
dikonsumsi menjadikan beras rentan terhadap kondisi ketahanan
pangan. Terlebih pada aspek stabilitas harga karena dengan
mengendalikan permintaan yang melonjak, harga menjadi salah satu
solusi seperti yang dikatakan sebelumnya.
Di posisi kedua terdapat kelompok bahan pangan hewani
yang terdiri dari daging unggas, telur, susu dan ikan. Dari beberapa
komoditas yang terdapat dalam kelompok pangan hewani,
komoditas Ikan yang paling banyak dikonsumsi dengan presentase
19%-20% setiap tahunnya. Mengingat bahwa Indonesia sebagai
negara kepulauan maka lazim jika masyarakat Indonesia banyak
yang mengkonsumsi Ikan. Seperti yang terjadi di salah satu Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dimana mayoritas masyarakatnya
mengkonsumsi Ikan lebih banyak. Sehingga kondisi yang sama
seperti komoditas beras, kestabilan harga komoditas ini menjadi
rentan.
7
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Beras
Daging ayam ras
Ikan Kerisi
Daging sapi murni
Grafik 1.1 Pergerakan Harga Rata-Rata Beberapa Komoditas di
Kota Pangkalpinang Tahun 2013
Sumber : Bps Pangkalpinang, 2013 (diolah)
Pergerakan harga komoditas beras memang terbilang stabil
namun sudah cukup berperan dalam menyumbang inflasi volatile
food di kota Pangkalpinang pada tahun 2013. Stabilnya harga
komoditas beras dipengaruhi oleh volume stock beras yang
mencukupi sehingga permintaan terhadap beras menjadi seimbang
dengan penawaran di pasar. Berbeda dengan kelompok bahan
pangan Ikan kerisi , dimana gejolak harga komoditas ini lebih
signifikan dibanding beras. Hal ini disebabkan karena mayoritas
penduduk kota Pangkalpinang yang menyukai konsumsi ikan
terutama ikan laut seperti ikan kerisi. Sehingga apabila ada
gangguan yang menyebabkan persediaan ikan laut menurun akan
mengkibatkan kenaikan pada harga komoditas ikan kerisi. Kondisi
yang sama juga terjadi pada komoditas daging sapi dan daging
ayam. Tak dapat dipungkiri walaupun konsumsi ikan cukup tinggi di
Kota Pangkalpinang tidak membuat masyarakat sekitar melupakan
dua komoditas tersebut. Peningkatan permintaan untuk daging sapi
dan ayam terbilang tinggi apalagi menjelang hari besar keagamaan
8
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cabe Rawit
Bawang Merah
Bawang Putih
seperti menjelang bulan Ramadhan dan Hari Lebaran dua komoditas
ini rawan terjadi lonjakan harga yang tinggi.
Tidak hanya dua kelompok bahan pangan diatas yang kondisi
harganya rentan bergejolak. Kelompok bahan pangan lain seperti
bumbu-bumbu untuk pelengkap makanan juga memegang andil
dalam votalitas harga bahan pangan di Kota Pangkalpinang, yaitu
bawang merah, dan cabai merah keriting atau cabai rawit. Ketiga
bahan pangan tersebut memang terkenal akan fluktuasi nya yang
signifikan sehingga termasuk dalam komponen inflasi volatile food
Grafik 1.2. Pergerakan Harga Rata-Rata Beberapa
Komoditas di Kota Pangkalpinang tahun 2013
Sumber : Bps Pangkalpinang, 2013 (diolah)
Ketiga komoditas bahan pangan diatas memiliki votalitas
yang tinggi di tahun 2013. Komoditas yang paling rentan bergejolak
adalah komoditas cabai rawit dan bawang merah. Dimana untuk
komoditas bawang merah sendiri, lonjakan harga tertinggi terjadi
mencapai lebih dari Rp. 60.000/kg sedangkan di bulan Januari harga
bawang merah masih di titik Rp. 20.000/kg gejolak harga yang
ditimbulkan lebih dari dua kali lipat. Kemudian, untuk komoditas cabai
9
rawit hampir memiliki pergerakan harga yang sama dengan bawang
merah dimana harga tertinggi mencapai Rp. 110.000/kg dan titik
terendah berada diharga Rp. 45.000/kg.
B. Rumusan Masalah
Kondisi harga komoditas bahan pangan yang dijelaskan
diatas secara langsung termasuk dalam kategori Volatile Food.
Kontribusi inflasi oleh barang bergejolak (volatile food) selama ini
selalu berperan besar dalam inflasi nasional maupun inflasi di daerah.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah dikemukakan
sebelumnya, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian terkait
gejolak volatile food price dan dampaknya terhadap Inflasi di Kota
Pangkalpinang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pergerakan harga barang bergejolak dan mengindentifikasi komoditas
mana yang berkontribusi dalam keragaman inflasi di Kota
Pangkalpinang.
C. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, dapat
dikemukakan beberapa pertanyaan atas penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan harga volatile food di kota
Pangkalpinang ?
2. Bagaimana dampak gejolak harga volatile food terhadap inflasi
di kota Pangkalpinang ?
3. Bagaimana kontribusi harga volatile food terhadap tingkat inflasi
di kota Pangkalpinang?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi perkembangan harga volatile food di kota
Pangkalpinang.
2. Menganalisis dampak gejolak harga volatile food terhadap inflasi
di kota Pangkalpinang.
10
3. Menganalisis kontribusi harga volatle food terhadap keragaman
inflasi di kota Pangkalpinang.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah :
1. Komoditas pangan yang diteliti adalah kelompok komoditas
bahan pangan yaitu beras, daging ayam ,daging sapi, ikan
kerisi, bawang merah dan cabai rawit.
2. Data harga komoditas diatas merupakan harga di tingkat
konsumen periode 2013-2016
3. Data Inflasi yang digunakan adalah data Indeks Harga
Konsumen umm Kota Pangkalpinang periode 2013-2016.
F. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini bergunna untuk melatih kemampuan dalam menulis
karya ilmiah serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bagi akademisi
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang
ingin membahas votalitas harga komoditas pangan dan inflasi.
3. Bagi Pemerintah dan Instansi terkait
Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan
dalam pengendalian inflasi oleh harga komoditas pangan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketahanan Pangan: Stabilitas Harga
Konsep ketahanan pangan mulai banyak terdengar di era
tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan yang
melanda Asia dan Afrika. Ketahanan pangan menjadi isu pokok
bagi seluruh negara karena akan menentukan kestabilan
ekonomi. Konsep ketahanan pangan terus berkembang seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memiliki
karakteristik berbeda.
Menurut First World Food Conference (1974 : 3), United
Nations (1975: 73 ) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai
ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk
menjaga keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan
fluktuasi produksi dan harga. (Nurhemi Shinta & Guruh, 2014:
9). Dari definisi tersebut terlihat bahwa pendekatan ketahanan
pangan memegang konsep stabilitas harga sebagai salah satu
indikator ketahanan pangan dimana kondisi harga pangan stabil
sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pernyataan ini juga ditegaskan oleh International Food Policy
Institute (IFPRI) yang mengatakan kondisi ketahanan pangan
yaitu, ketika dunia memproduksi pangan yang cukup pada
tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin
dan tidak merusak lingkungan. Pernyataan tersebut tidak hanya
menekankan pada pada produksi saja, namun pernyataan tersebut
juga menyertakan akses rumah tangga dalam mendapatkan
pangan dengan harga yang dapat dijangkau.
Tidak berbeda dengan Indonesia, yang juga menganggap
penting masalah ketahanan pangan serta menekankan pula pada
keterjangkauan harga sebagai indikator ketahanan pangan.
12
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun
2012 mengenai pangan didefinisikan bahwa penyelenggaraan
pangan oleh pemerintah sebagai kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan
terjangkau. Ketahanan pangan yang dimaksud tidak hanya
berbicara mengenai ketersediaan pangan, tetapi juga mengenai
keterjangkauan harga pangan serta kualitas dan keamanan
pangan.
Stabilitas harga pangan merupakan isu yang tak mudah
bagi Indonesia sendiri melihat kondisi geografis negara
Indonesia dan jumlah penduduknya yang setiap tahun
bertambah. Komoditas pangan merupakan kebutuhan pokok
masyarakat sehingga jumlah penduduk menjadi faktor penting
dalam pemenuhan nya. Dalam kaitan ini, kelambatan
pemenuhan pangan akan menyebabkan harga pangan tinggi dan
bergejolak (volatilitas tinggi). Hal ini tentunya akan berimplikasi
pada sulitnya mengendalikan harga. Komoditas pangan sendiri
memberikan peran cukup besar pada inflasi di Indonesia. Dari
beberapa komoditas utama penyumbang inflasi, 15 diantaranya
merupakan komoditas pangan. Dapat diartikan bahwa
ketidakstabilan harga komoditas pangan di Indonesia banyak
dipengaruhi oleh permasalahan supply.
B. Volatilitas Harga Pangan
Harga pasar atau harga keseimbangan suatu komoditas
adalah hasil dari proses interaksi antara penjual dan pembeli.
Harga yang terjadi dipengaruhi oleh jumlah kuantitas barang
yang ditransasksikan. Secara teoritis berdasarkan hukum
permintaan (The Law of Demand) bahwa semakin rendah harga
suatu barang maka semakin tinggi permintaan terhadap barang
tersebut begitu pun sebaliknya, ceteris Paribus. Sedangkan pada
13
hukum penawaran (The Law of Supply) melihat hubungan antara
jumlah barang yang ditawarkan terhadap harga adalah searah
dalam arti lain semakin tinggi penawaran atau barang yang
mampu dijual maka semakin tinggi harga suatu barang. Perilaku
permintaan maupun penawaran dalam interaksi pembentukan
harga dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun untuk komoditas
pangan/ pertanian, pembentukan harga tersebut disinyalir lebih
dipengaruhi oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi
permintaan cenderung stabil mengikuti perkembangan trendnya.
Berdasrkan hasil studi Deaton dan Laroque 1992,
Chambers dan Bailey 1996, dan Tomek (2000) dalam
Joko,Yanuarti dan Depari (2008: 15) menyimpulkan dua faktor
yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga komoditas
pangan/pertanian, yaitu faktor produksi dan panen (harvest
disturbance) dan perilaku penyimpanan (storage/inventory
behavior). Walaupun keberhasilan panen sangat dipengaruhi
oleh kondisi cuaca yang sifatnya tidak dapat diatur, pengaruh
pola tanam terhadap perkembangan harga komditas pertanian di
Amerika Serikat terlihat sangat dominan. Terdapat pola cylical
yang sistematis antara pola tanam dan variance harga komoditas.
Variance harga membesar pada saat musim tanam dan mengecil
pada saat musim panen. Sementara keberadaan teknologi
penyimpanan atas produk pertanian, khususnya untuk produk
yang mudah busuk/basi akan mengurangi tekanan fluktuasi harga
komoditas tersebut.
Menurut (Joko,Yanuarti dan Depari, 2008: 18)
karakteristik penawaran dan permintaan untuk komoditas
pangan/pertanian memang ‘unik’ karena keduanya cenderung
bersifat inelastic terhadap perubahan harga. Petani sebagai
produsen tidak bisa semudah itu untuk meningkatkan
produksinya ketika harga mengalami peningkatan. Konsumen
14
juga tidak bisa mengurangi permintaan ketika harga meningkat
karena komoditas pangan/pertanian tersebut menjadi kebutuhan
pokok. Kondisi tersebut membuat harga menjadi semakin
sensitif terhadap shock, baik dari sisi penawaran maupun
permintaan termasuk indirect shock yang berpengaruh secara
tidak langsung seperti gangguan distribusi.
C. Inflasi
Secara sederhana Inflasi diartikan sebagai meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus menerus. Tidak semua
peningkatan harga menyebabkan inflasi. Harga barang dan jasa
individual ditentukan oleh banyak hal. Dalam perekonomian
harga terus berubah bersamaan dengan pasar menyesuaikan diri
terhadap perubahan kondisi.
Ketika harga suatu barang naik, peningkatan harga itu
mungkin bisa menyebabkan bagian dari inflasi dan mungkin juga
tidak. Karena Inflasi adalah peningkatan tingkat harga secara
keseluruhan. Inflasi terjadi ketika banyak harga naik secara
serentak. Untuk mengukur inflasi diketahui dengan melihat
jumlah barang dan jasa yang besar serta menghitung peningkatan
rata-rata harganya selama beberapa periode waktu.
(Case&Fair,2006: 213).
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat
inflasi adalah IHK. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan
indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan
pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menggambarkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa
yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan
jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Suvei Biaya
Hidup (SBH) tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Dari survei tersebut ditentukan bahwa barang
15
dan jasa yang dihitung dalam IHK adalah 744 komoditas. Badan
Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan barang dan jasa menjadi
tujuh kelompok, yaitu :
I. Kelompok Bahan Makanan
a. Padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya
b. Daging dan hasil-hasilnya
c. Ikan segar
d. Ikan diawetkan
e. Telur, Susu, dan hasil-hasilnya
f. Sayur-sayuran
g. Kacang-kacangan
h. Buah-buahan
i. Bumbu-bumbuan
j. Lemak dan minyak
k. Bahan makanan lainnya
II. Kelompok Makanan jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau
a. Makanan jadi
b. Minuman yang tidak beralkohol
c. Tembakau dan Minuman yang beralkohol
III. Perumahan, Listrik,Air,Gas dan Bahan Bakar
a. Biaya tempat tinggal
b. Bahan bakar, penerangan, air
c. Perlengkapan rumah tangga
d. Penyelengaraan rumah tangga
IV. Sandang
a. Sandang laki-laki
b. Sandang wanita
c. Sandang anak-anak
d. Barang pribadi dan sandang lain
V. Kesehatan
a. Jasa kesehatan
16
b. Obat-obatan
c. Jasa perawatan jasmani
d. Perawatan jasmani dan kosmetik
VI. Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
a. Jasa pendidikan
b. Kursus-kursus
c. Perlengkapan/peralatan pendidikan
d. Rekreasi
e. Olahraga
VII. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
a. Transpor
b. Komunikasi dan pengiriman
c. Sarana dan penunjang transpor
d. Jasa keuangan
Disamping pengelompokan diatas, BPS telah
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang
lainnya yang dinamakan disagegasi inflasi. Disagegasi inflasi
tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi
yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat
fundamental. Disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan
menjadi :
1. Inflasi inti
Yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau
persisten (persistant component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental
seperti, interaksi permintaan dan penawaran,
lingkungan eksternal;nilai tukar, harga komoditas
internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi
inflasi dari pedagang maupun konsumen.
17
2. Inflasi non inti
Yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi
volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor
fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :
a. Inflasi Komponen Bergejolak (volatile
food), yaitu inflasi yang dominan
dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam
kelompok bahan makanan seperti panen
gangguan alam, atau faktor perkembangan
harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan
internasional.
b. Inflasi Komponen Harga yang diatur
Pemerintah (administered price), yaitu
inflasi yang dominan dipengaruhi oleh
shocks (kejutan) berupa kebijakan harga
pemerintah seperti harga BBM bersubsidi,
tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Komoditas yang menjadi objek penelitian ini merupakan
komoditas yang termasuk dalam kelompok bahan makanan yaitu
beras,bawang merah, bawang putih, daging ayam, daging sapi,
cabai rawit dan ikan kerisi. Kemudian dengan IHK ini BPS dapat
memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut
secara bulanan di beberapa kota. Indeks Harga Konsumen (IHK)
mempunyai beberapa manfaat khususnya bagi para pengambil
kebijakan ekonomi makro maupun mikro. Beberapa manfaat itu
antara lain:
18
a. Inflasi adalah salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk
memantau gejolak perubahan harga di sektor rill yang terjadi
di masyarakat.
b. Digunakan sebagai indikator dalam penentuan kebijakan
ekonomi secara makro.
c. Dasar penyesuaian atau perbaikan dalam menentuka tingkat
upah.
Berdasarkan BPS (2015) formula perhitungan IHK
menggunakan metode Modified Laspeyers sebagai berikut :
In = ∑
𝑃𝑛𝑃𝑛−1
𝑃𝑛−1 𝑄0
∑ 𝑃0𝑄0 × 100
dimana :
In = Indeks bulan n
Pn = Harga pada bulan n
Pn-1 = Harga pada bulan n-1
P0Q0 = Nilai konsumsi tahun dasar
Pn-1Q0 = Nilai konsumsi bulan n-1
Sedangkan laju inflasi bulanan ataupun tahunan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
In = 𝐼𝐻𝐾𝑛 − 𝐼𝐻𝐾𝑛−1
𝐼𝐻𝐾𝑛−1 × 100 %
dimana :
In = Inflasi bulanan/tahunan n
IHKn = IHK bulan/tahun n
19
IHKn-1 = IHK bulanan-tahunan n-1
Sudah umum diketahui bahwa ada banyak kemungkinan
penyebab terjadinya inflasi. Case&Fair memberikan penjelasan dua
jenis inflasi berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull Inflation)
Inflasi ini terjadi diawali oleh peningkatan permintaan
agregat(Agregate Demand) barang dan jasa, sedangkan produksi
telah berada pada keadaan kesempatan tenaga kerja penuh (full
employment) atau hampir mendekati. Dalam kata lain
peningkatan permintaan tersebut tidak diimbangi oleh produsen
untuk meningkatkan penawaran. Dalam inflasi ini, kenaikan
permintaan total dapat menyebabkan kenaikan harga dan dapat
juga menaikkan hasil produksi (output). Apabila keadaan
kesempatan tenaga kerja penuh (full employment) telah tercapai
maka penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan
menaikkan harga saja. Akibatnya, titik keseimbangan yang
mencerminkan tingkat harga dan jumlah barang akan bergeser ke
kanan mengikuti pergeseran kurva permintaan agregat dan
membentuk keseimbangan baru. Apabila kenaikan permintaan
ini menyebabkan keseimbangan GNP berada diatas atau
melebihi GNP pada kesempatan tenaga kerja penuh (full
employment) maka akan terdapat adanya inflationary gap inilah
yang dapat menimbulkan inflasi. Gambaran mengenai kondisi
inflasi tarikan permintaan ditunjukkan pada Gambar 2.1
20
Gambar 2.1.
Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull Inflation)
2. Inflasi Desakan Biaya (Cost-push Inflation)
Inflasi juga bisa disebabkan oleh peningkatan biaya yang
biasa disebut Cost-push Inflation atau inflasi sisi penawaran.
Inflasi ini terjadi dimulai dengan penurunan dalam penawaran
agregat total (Agregate Supply) sebagai akibat dari kenaikan
biaya produksi. Naiknya biaya produksi mendorong produsen
untuk menaikkan harga barang dan jasa atau mengurangi jumlah
barang dan jasa , sehingga akan menggeser kurva agregat
penawaran ke kiri. Terjadinya inflasi akibat desakan biaya akan
berdampak lebih berbahaya daripada inflasi akibat tarikan
permintaan. Hal ini dikarenakan terjadinya inflasi akibat desakan
biaya mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Ilustrasi
mengenai inflasi desakan biaya digambarkan melalui grafik
dibawah ini :
21
Gambar 2.2.
Inflasi Desakan Biaya (Cost-push Inflation)
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas mengenai gejolak volatilitas harga pangan telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Rahmah (2013) yang membahas tentang perkembangan
harga komoditas pangan di Provinsi Jawa Barat dan menganalisis
kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang di Jawa Barat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa selama tahun 2009-2012
harga beras, kedelai dan gula pasir di Jawa Barat memiliki kecenderungan
yang meningkat. Sementara hasil dari peramalan harga komoditas pangan di
Jawa Barat pada masa mendatang diprediksi laju perubahan nya sebesar
beras 1.420% , kedelai 0.238 % dan gula 0.450 %. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu yaitu fokus komoditas pangan yang diteliti serta
wilayah yang dijadikan observasi. Penelitian yang menggunakan metode
Vector Autoregression (VAR) juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, diantara oleh Wulandari (2010) yang menganalisis hubungan
dan interaksi antar kelompok komoditas yang menjadi penentu inflasi di
Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa
22
walaupun tidak semua kelompok komoditas memiliki hubungan tetapi ada
beberapa kelompok komoditas yang berkontribusi dalam menentukan harga
kelompok komoditas lain. Adapun penelitian yang menggunakan model
Vector Error Correction Model (VECM) telah dilakukan oleh Ilham dan
Siregar (2011) membahas dampak kebijakan harga pangan dan kebijakan
moneter terhadap stabilitas ekonomi makro. Perbedaan penelitian ini denga
peneliti sebelumnya adalah fokus penelitian yang mana metode VAR yang
digunakan penelitian ini adalah untuk melihat gejolak harga komoditas
pangan terhadap inflasi.
Tabel 2.1 . Penelitian Terdahulu
NO PENILITI DAN JUDUL
PENELITIAN
TUJUAN METODE HASIL
1 Nama : Dwi Widiarsih
Tahun : 2012
Judul : Pengaruh Sektor
Komoditi Beras Terhadap
Inflasi Bahan Makanan.
[skripsi]
Universitas Riau
- Menganalisis
dampak
sektor
komoditi
beras
terhadap
inflasi bahan
makanan.
- Menganalisis
dampak
harga gabah
yang
ditetapkan
pemerintah,
impor beras,
produksi
Error
Correction
Model
(ECM)
I. Variabel harga dasar
gabah berpengaruh
terhadap inflasi bahan
makanan dalam
jangka pendek
maupun dalam jangka
panjang. Dengan nilai
koefisien regresi yang
menunjukan
hubungan postif.
II. Variabel jumlah
impor beras memiliki
pengaruh signifikan
terhadap variabel
inflasi bahan makanan
dalam jangka pendek
namun tidak dalam
23
beras
nasional
terhadap
stabilitas
ekonomi
makro yang
diinterpretasi
kan dengan
inflasi bahan
makanan.
jangka panjang dan
memiliki hubungan
negatif.
2 Nama : Muhammad Galih
Pangestu
Tahun : 2017
Judul : Analisis Volatilitas
Harga Bahan Pangan Utama
di Indonesia.
[skripsi] Institut Pertanian
Bogor.
- Menganalisis
volatilitas
harga beras,
gula pasir
dan minyak
goreng yang
terjadi di
Indonesia
pada 2007-
2016.
Autoregressiv
e Integrated
Moving
Average
(ARIMA)
dan
Autoregressiv
e Conditional
Heteroscedas
ticity
(ARCH)/Gen
eralized
Autoregressiv
e Conditional
Heterescadas
ticity
(GARCH)
I. Menunjukan
bahwa harga
bahan pangan
utama mengalami
volatilitas harga.
II. Volatilitas harga
beras tertinggi
terjadi pada Kota
Semarang,
volatilitas harga
gula pasir tertinggi
terjadi di Kota
Samarinda
sedangkan
volatilitas harga
minyak goreng
yang tertinggi
pada Kota
Semarang.
3 Nama : Silvia Sari Busnita - Mengidentifi Autoregressiv I. Menunjukan
24
Tahun : 2014
Judul : Volatilitas dan
Disparitas Harga Beras Studi
di Negara Indonesia, India,
dan Dunia.
[skripsi] Institut Pertanian
Bogor
kasi
volatilitas
serta
disparitas
harga beras
yang terjadi
di Indonesia,
India dan
dunia.
- Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaru
hi volatilitas
harga beras
di Indonesia.
e Conditional
Heteroscedas
ticity
(ARCH)/Gen
eralized
Autoregressiv
e Conditional
Heterescadas
ticity
(GARCH)
Dan
Vector Error
Correction
Model
(VECM).
bahwa harga beras
Indonesia dan
harga beras dunia
merupakan
variabel ekonomi
yang volatil dan
bevariasi
antarwaktu (time
varying) dengan
disparitas harga
setiap tahunnya.
II. Hasil estimasi
VECM
menunjukan pada
jangka panjang
variabel yang
signifikan
mempengaruhi
volatilitas harga
beras Indonesia
adalah dari sisi
supply, sedangkan
harga beras dunia
berpengaruh
signifikan pada
jangka pendek.
4 Nama : M. Ikhwan Putra
Tahun : 2014
Judul : Determinasi
Kenaikan Harga Pangan di
Indonesia.
- Menganalisis
pengaruh dari
variabel
jumlah uang
beredar luas
Analisis
regresi linier
berganda.
I. Jumlah uang
beredar luas (m2)
dan sempit (m1),
jumlah produksi
pangan Padi dan
25
Universitas Brawijaya (m2) dan
sempit (m1),
tingkat kurs
(nilai tukar),
jumlah
produksi padi
dan kedelai,
curah hujan
dan suhu
maksimum
terhadap
kenaikan
harga pangan
Indonesia
periode
waktu 2010-
2011.
kedelai, curah
hujan dan suhu
maksimum
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap kenaikan
harga pangan di
Indonesia.
Sedangkan tingkat
kurs berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap kenaikan
harga pangan
Indonesia.
5 Nama : C.S.C Sekhar dan
Yoghes Bhatt
Tahun : 2016
Judul : Food Inflation and
Volatility in India.
[Jurnal] Indian Statistical
Institute
- Menaksir
trend inflasi
makanan dan
pola
volatilitas
harga bahan
pangan di
India.
- Mengidentifi
kasi
penggerak
harga pangan
di India.
Autoregressiv
e Conditional
Heteroscedas
ticity
(ARCH)/Gen
eralized
Autoregressiv
e Conditional
Heterescadas
ticity
(GARCH).
I. Inflasi makanan
telah melampaui
6% di setiap tahun
dari periode 2006-
2013. Inflasi
makanan ini selalu
menjadi yang
tertinggi daripada
jenis inflasi lain
selama 8 dari 10
tahun (2006-2015)
dan terus-menerus
melonjak sejak
musim kemarau
26
2009.
II. Kontribusi dari
keragaman inflasi
makanan di India
terdiri dari 22%
komoditas susu,
EME (egg-meats-
fish) 20%, beras
11%, gula 9%,
gandum 3%,
pisang 5%, tomat
dan kubis masing-
masing 1 sampai
2%.
6 Nama : Arini Hardjanto
Tahun : 2014
Judul : Volatilitas Harga
Pangan dan Pengaruhnya
Terhadap Indikator
Makroekonomi.
[skripsi] Institut Pertanian
Bogor
- Mengestimas
i tingkat
volatilitas
ketiga harga
komoditas
pangan
pokok
(beras,kedela
i, dan
jagung).
- Mengidentifi
kasi faktor-
faktor yang
menyebabka
n volatilitas
harga pangan
Autoregressiv
e Conditional
Heteroscedas
ticity
(ARCH)/Gen
eralized
Autoregressiv
e Conditional
Heterescadas
ticity
(GARCH).
Dan Error
Correction
Model
(ECM).
I. Ketiga harga
pangan pokok
memperlihatkan
volatilitas tinggi
pada tahun 1997-
1999 saat terjadi
krisis ekonomi
yang melanda
Indonesia.
II. Volatilitas harga
beras dipengaruhi
oleh nilai tukar
rilll, suku bunga
rill, harga minyak
dunia dan
produksi beras
27
- Menganalisis
pengaruh
volatilitas
harga ketiga
komoditas
pangan
pokok
terhadap
Inflasi dan
PDB sektor
pertanian.
domestik.
Volatilitas harga
jagung
dipengaruhi oleh
nilai tukar rill,
suku bunga rill,
produk jagung
dalam negeri dan
harga jagung
dunia. Sedangkan
volatilitas harga
kedelai
dipengaruhi oleh
nilai tukar rill,
suku bunga rill,
harga minyak
dunia, produksi
kedelai domestik,
harga kedelai
dunia dan curah
hujan.
III. Berdasrkan hasil
estimasi ECM
volatilitas harga
jagung satu tahun
sebelumnya
mempengaruhi
Inflasi, sedangkan
PDB sektor
pertanian
dipengaruhi oleh
volatilitas harga
28
kedelai.
7 Nama : Rumi Masih, Sanjay
Peters, Lurion De Mello
Tahun : 2011
Judul : Oil Price Volatility
and stock price fluctuation
in an emerging market;
Evidence in South Korea.
[Jurnal] Macquarie University,
Sydney, Australia
- Untuk
melihat
dampak
volatilitas
harga minyak
mentah
terhadap
perekonomia
n Korea
Selatan
secara
keseluruhan.
Error
Correction
Model
(ECM).
I. Hasil menunjukan
bahwa dominasi
volatilitas harga
minyak terhadap
pengembalian
saham rill selalu
meningkat setiap
waktu. Volatilitas
harga minyak
mentah tersebut
memiliki dua
dampak negatif
terhadap
profitabilitas
perusahaan.
Pertama karena
akan
meningkatkan
biaya produksi
dan kedua adalah
efek tidak
langsung investor
yang meramalkan
penurunan margin
keuntungan
perusahaan
sehingga membuat
keputusan yang
mempengaruhi
indeks saham.
29
E. Kerangka Pemikiran
Stabilitas harga adalah kondisi yang tidak bisa diabaikan bagi
ekonomi suatu negara terlebih stabilitas harga pangan. Seperti yang
telah dipaparkan pada Bab I bahwa selama ini inflasi volatile food
memiliki persentase yang besar dari keseluruhan inflasi di Indonesia.
Kelompok komoditas volatile food memiliki karakteristik yang
rentan terhadap goncangan ekonomi ataupun non ekonomi serta
8 Nama : J. Davidson,
A.Halunga, T.A Lylod,
S.Mc Corriston, dan C.W
Morgan
Tahun : 2012
Judul : Explaining UK Food
Price Inflation.
[WorkingPaper].
TRANSFOP
- Untuk
melihat
kondisi
inflasi akibat
harga panga
di United
Kingdom
Cointegrated
Vector
Autoregressiv
e (C-VAR)
I. Bahwa secara
umum inflasi
harga pangan
lebih tinggi
volatilitas nya
dibanding inflasi
non harga pangan.
Dengan
menggunakan 6
variabel pada
model C-VAR
terdapat beberapa
faktor yang
mempengaruhi
harga makanan
ritel yaitu harga
komoditas dunia,
nlai tukar, upah
tenaga kerja
manufaktur dan
harga minyak.
30
bencana alam sehingga kondisi harga komoditas ini mudah
bergejolak. Gejolak pada harga volatile food ini yang menjadi salah
satu faktor mengapa inflasi volatile food menjadi penyumbang
terbesar kedua setelah inflasi inti.
Pangkalpinang adalah Kota yang pernah tiga kali menduduki
peringkat pertama sebagai Kota dengan inflasi tertinggi se-
Indonesia. Dengan keadaan seperti itu ingin dilihat apakah volatile
food juga memberikan kontribusi besar terhadap tingkat inflasi di
Kota Pangkalpinnag. Gejolak harga komoditas volatile food di Kota
Pangkalpinang akan dilihat perkembangannya selama periode
penilitian melalui metode analisis deskriptif dengan bantuan grafik.
Setelah mengetahui gambaran perkembangan harga volatile food di
Kota Pangkalpinang selanjutnya dilakukan analisis bagaimana
pengaruh harga komoditas volatile food terhadap inflasi di Kota
Pangkalpinang dengan metode VAR/VECM. Dari enam komoditas
yang diteliti akan dilihat harga dari komoditas mana yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap keragaman inflasi di Kota
Pangkalpinang. Berikut ini skema kerangka pemikiran dapat dilihat
pada Gambar 2.3
31
Gambar 2. 3 . Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari
suatu penelitian. Maka berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan
pustaka, hipotesis penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:
1. Harga komoditas volatile food di Pangkalpinang
berfluktuatif.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga beras
terhadap tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga daging sapi
terhadap tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga daging ayam
terhadap tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang.
5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga bawang
merah terhadap inflasi di Kota Pangkalpinang.
Gejolak Harga Volatile Food
Perkembangan Harga Volatile Food
Dampaknya terhadap Inflasi di kota
Pangkalpinang
Besaran kontribusi harga
volatile food terhadap tingkat
Inflasi Pangkalpinang
Analisis Deskriptif
Model VAR dan IRF
Variance
Decomposition
32
6. Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga cabai rawit
terhadap inflasi di Kota Pangkalpinang.
7. Terdapat pengaruh yang signifikan antara harga ikan kerisi
terhadap inflasi di Kota Pangkalpinang.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN\
A. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time
series bulanan periode Januari 2013 hingga Desember 2016. Data
yang digunakan merupakan data sekunder berupa data harga bahan
pangan yaitu harga bawang merah lokal, bawang putih, cabai rawit,
daging sapi murni, beras, daging ayam, ikan kerisi serta data Indeks
Harga Konsumen (IHK) di Kota Pangkalpinang. Data tersebut
diperoleh melalui website Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu
juga digunakan buku bacaan referensi serta media informasi terkait
dengan penelitian ini.
B. Definisi Variabel Operasional
Variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Indeks Harga Konsumen (IHK)
IHK didefinisikan sebagai suatu indeks yang digunakan
untuk menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu
periode, dari satu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh penduduk maupun rumah tangga dalam kurun waktu
tertentu. Data ini diperoleh melalui situs resmi Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Pangkalpinang.
2. Harga Komoditas Kelompok Bahan Pangan
Harga komoditas kelompok bahan pangan yang menjadi
objek penelitian ini adalah harga beras, bawang merah lokal,
bawang putih,cabai rawit, daging sapi, daging ayam dan ikan
kerisi di Kota Pangkalpinang. Data harga yang diambil adalah
harga pada tingkat konsumen yang merupakan harga yang
dibayarkan oleh konsumen dalam mengkonsumsi beras. Data ini
diperoleh melalui situs resmi Badan Pusat statistik (BPS) Kota
Pangkalpinang.
34
C. Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan metode
dan alat analisis yang sesuai.
Tabel 3.1 Matriks analisis data
Tujuan Penelitian Data yang dibutuhkan Metode Analisis Data
1. Mengidentifikasi
perkembangan harga
komoditas pangan di
kota Pangkalpinang
Data time series bulanan harga
komoditas pangan di Kota
Pangkalpinang periode Januari
2013 hingga Desember 2016
Analisis Deskriptif
2. Menganalisi dampak
gejolak harga
volatile food
terhadap inflasi di
kota Pangkalpinang
- Data time series bulanan
harga komoditas pangan di
Kota Pangkalpinang
periode Januri 2013 hingga
Desember 2016.
- Data time series bulanan
IHK umum Kota
Pangkalpinang periode
Januari 2013 hingga
Desember 2016
Analisis VAR (Vector
Autoregression)
menggunakan
software Eviews 8.
3. Menganalisis
besarnya kontribusi
harga volatile food
terhadap keragaman
inflasi kota
Pangkalpinang.
Data time series bulanan Inflasi
kota Pangkalpinang dan Harga
volatile food periode Januari
2013 - Desember 2016
Analisis Variance
Decomposition
menggunakan Eviews
8
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana
yang bertujuan untuk mendeskriptifkan dan mempermudah
penafsiran yang dilakukan dengan bantuan grafik terhadap suatu
observasi. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk
35
membahas rumusan masalah pertama yaitu bagaimana
perkembangan harga volatile food di Kota Pangkalpinang. Analisis
deskriptif hanya dipergunakan untuk menyajikan dan menganalisis
data agar lebih bermakna dan komunikatif. Nurgiantoro, 2009
dalam Rahmah (2013: 35)
Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk
menganalisis perkembangan harga komoditas pangan di Kota
Pangkalpinang periode Januari 2013 hingga Desember 2016. Pada
analisis deskriptif dijelaskan dengan bantuan tabel dan grafik untuk
mempermudah dalam penjelasan. Grafik yang ditampilkan
merupakan plot data terhadap waktu pada periode penelitian. Grafik
tersebut akan ditambah dengan keterangan yang menjelaskan kondisi
serta hal-hal yang mempengaruhi peristiwa yang terjadi pada data
yang dianalisis.
2. Vector Autoregressive (VAR)
Pada umumnya model ekonometrika time series merupakan
model struktural karena didasarkan atas teori ekonomi yang telah
ada. Metode VAR diperkenalkan pertama kali oleh Christopher A.
Sims di tahun 1980 sebagai alternatif dalam analisis ekonomi
makro. Model VAR merupakan model non struktural karena bersifat
ateori. VAR merupakan salah satu model yang dibangun untuk
menganalisis hubungan saling ketergantungan antar variabel
ekonomi yang dapat diestimasi tanpa perlu menitikberatkan pada
masalah eksogenitas (Gujarati, 2004: 838). Karena model VAR
memiliki struktur model yang lebih sederhana dengan jumlah
variabel yang minimalis dimana semua variabelnya adalah endogen
dengan variabel independennya adalah lag (Sinay, 2014: 12).
Model VAR muncul karena seringkali teori ekonomi tidak
dapat menentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori terlalu
kompleks jika hanya dijelaskan oleh teori yang telah ada
(Widarjono, 2013). Model VAR didesain untuk variabel stasioner
36
yang tidak mengandung trend. Trend stokastik dalam data
mengindikasikan bahwa ada komponen long-run ( jangka panjang)
dan short-run ( jangka pendek) dalam data time series .
Walaupun begitu menurut Brooks (2002: 295) metode VAR
memilki kelebihan serta kelemahan nya sendiri. Kelebihan dalam
penggunaan VAR adalah sebagai berikut :
a. VAR tidak memerlukan spesifikasi model, dalam
artian mengidentifikasi variabel endogen-eksogen
dan membuat persamaan yang
menghubungkannya. Semua variabel di dalam
VAR adalah endogen.
b. VAR adalah sangat fleksibel, pembahasan yang
dilakukan hanya meliputi struktur autogressive.
Pengembangan dapat dilakukan dengan
memasukan variabel yang dianggap murni
eksogen (SVAR) dan/atau komponen moving
avaerage (VARMA). Dengan perkataan lain
VAR adalah suatu teknik ekonometrika struktual
yang sangat kaya.
c. Kemampuan prediksi VAR adalah cukup baik.
Beberapa kajian empiris menunjukan VAR
memiliki kemampuan prediksi out of sample yang
lebih tinggi daripada model makro struktural
simultan.
Adapun kelemahan dalam menggunakan metode VAR, adalah :
a. VAR bersifat ateoritis (tidak memiliki landasan
teori). Hal ini karena semua variabel di dalam
VAR adalah endogen dan aspek struktur sebab-
akibat diabaikan.
37
b. Koefisien di dalam VAR sulit untuk
diinpretasikan. Seperti yang dijelaskan bahwa
kegunaan VAR adalah untuk prediksi dan
menguji stabilitas hubungan sebab-akibat. Jarang
sekali perhatian diberikan pada masing-masing
koefisien dalam VAR.
c. Estimasi dapat menjadi tidak efisien terutama jika
jumlah sampel yang digunakan adalah sedikit
sedangkan variabel dan orde lag yang digunakan
adalah banyak (masalah degree of freedom). Jika
terdapat g variabel endogen (berarti g persamaan
regresi) serta orde lag sebanyak k maka akan
terapa g +𝑘𝑔2 parameter yang harus diestimasi.
Sebagai ilustrasi, untuk VAR 3 variabel dengan
orde lag 3 maka akan ada 30 paramater yang
harus diestimasi.
Sebelum menentukan penggunaan model VAR terdapat
catatan penting yang perlu dilakukan, yaitu spesifikasi dan
identifikasi model. Spesifikasi model berkaitan dengan penentuan
variabel dan lag. Penentuan variabel harus berdasarka teori ekonomi
yang relevan. Lalu, Identifikasi model berkaitan dengan identifikasi
persamaan yang digunakan. Adapun model persamaan umum VAR
dapat ditulis sebagai berikut (Enders, 2004):
𝑌𝑡 = 𝐴0 + 𝐴1𝑌𝑡−1 + 𝐴2𝑌𝑡−2+. . . +𝐴𝑝𝑌𝑡−𝑝 + 𝑒𝑡
Keterangan :
Yt = vektor variabel endogen
A0 = vektor intersep berukuran (n.1)
Ai = matriks koefisien berukuran (n.n), I = 1,2,...p
38
p = lag dalam persamaan
e = vektor error (e1t, e2t,...ent) berukuran (n.1)
3. Pengujian Sebelum Estimasi
Sebelum melakukan estimasi VAR terlebih dahulu harus
dilakukan beberapa pengujian. Berikut ini adalah beberapa
pengujian yang harus dilakukan :
a) Uji Stasioneritas Data
Pada penggunaan data time series dalam suatu penelitian
sangat perlu dilakukannya uji stasioneritas untuk mencegah
adanya spurios regression atau regresi palsu. Data yang stasioner
yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai
kecenderungan untu mendekati nilai rata-ratanya (Enders, 2004:
112).
Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan bantuan alat uji
Augmented Dickey Fuller (ADF) sesuai dengan bentuk tren
deterministik yang terdapat oleh setiap variabel. Apabila hasil
dari pengujian ini menunjukan nilai mutlak t-ADF lebih besar
dari nilai mutlak McKinnon critical values-nya maka data telah
stasioner pada taraf nyata sebesar lima persen atau satu persen.
Dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai
probabilitasnya kurang dari taraf satu persen atau lima persen
maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut yang telah
ditentukan peneliti.
Pengujian stasioneritas juga penting untuk keberlanjutan
penggunaan metode VAR karena apabila data yang di uji
stasioner pada tingkat perbedaan pertama (first difference) maka
model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi
kesalahan menjadi Vector Error Correction Model (VECM)
apabila terdapat kointegrasi.
39
Berikut adalah prosedur pengujian stasioneritas data atau
uji unit root (Brooks, 2002: 318)
1. Uji unit root adalah melakukan uji terhadap level series.
Jika semua hasil unit root menolak hipotesis nol bahwa
ada unit root berarti series stasioner pada tingkat level
atau dengan kata lain terintegrasi pada I(0).
2. Jika semua variabel adalah stasioner, maka estimasi yang
digunakan terhadap model adalah dengan regresi OLS.
Sebuah series sudah dikatakan stasioner jika jika seluruh
moment dari series tersebut ( rata-rata, varians, dan
kovarian) konstan sepanjang waktu.
3. Jika dalam uji terhadap level series hipotesis adanya unit
root seluruhnya, diterima maka dikatakan seluruh series
pada level adalah nonstasioner. Langkah selanjutnya
adalah melakukan uji unit root terhadap first difference
dari series.
4. Jika hasil uji seluruh series hasilnya menolak hipotesis
adanya unit root, berarti pada tingkat first difference
semua sudah dikatan stasioner atau dengan kata lain
semua series terintegrasi pada orde I (1). Sehingga
estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
kointegrasi.
b) Penentuan Lag Optimum
Hal penting lainnya dalam estimasi model VAR adalah
uji penentuan lag. Penentuan lag penting dilakukan untuk
melihat hubungan variabel dalam model VAR yang digunakan.
Penentuan lag yang terlalu panjang mengakibatkan lebih banyak
jumlah paramater yang yang harus diduga dan derajat bebas
(degree of freedom) lebih sedikit. Penentuan lag yang terlalu
sedikit juga akan mengakibatkan standar kesalahan (standar
40
error) tidak bisa diestimasi dengan baik, sehingga menghasilkan
spesifikasi model yang salah.
Uji lag optimal dapat ditentukan menggunakan berbagai
kriteria, yaitu : Likelihood Ratio (LR), Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC) , Final Prediction Error
(FPE), dan Hanna-Quinn Criterion (HC). Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan kriteria AIC terkecil pada lag yang diuji.
c) Uji Stabilitas Model VAR
Langkah berikutnya yaitu menguji stabilitas model VAR
. Pada uji ini dilakukan dengan menghitung akar-akar dari
fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of charateristic
polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut
berada dalam unit circle atau jika nilai modulusnya <1 maka
model VAR dianggap stabil, sehingga Impulse Respons Function
(IRF) dan Variance Decomposition yang dihasilkan dianggap
valid.
d) Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan variabel-
variabel yang tidak stasioner berkointegrasi atau tidak. Menurut
Engle dan Granger (1987) dalam Firdaus (2011), konsep
kointegrasi merupakan kombinasi linier dari dua atau lebih
variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang
stasioner. Kombinasi linier ini dikenal dengan istilah persamaan
kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan jangka
panjang diantara variabel. Jika trace statistic > critical value
maka persamaan tersebut terkointegrasi. Setelah jumlah
persamaan yang terintegrasi telah diketahui maka tahapan
analisis selanjutnya yaitu analisis Vector Error Correction Model
(VECM).
41
4. Vector Error Correction Model (VECM)
Pada tahun tahun 1987 Engle dan Granger bersama
mengembangkan konsep kointegrasi dan koreksi kesalahan .
Kemudian pada tahun 1990, Johansen Juselius mengembangkan
konsep VECM. VECM menawarkan suatu prosedur kerja yang
mudah yang memisahkan komponen jangka panjang (long-run) dan
komponen jangka pendek (short-run) dari proses pembentukan data.
Model VECM ini disebut model yang terekstriksi.
Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang antar
variabel yang ada agar konvergen dalam hubungan kointegrasi
namun tetap membiarkan perubahan-perubahan dinamis dalam
jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini disebut koreksi
kesalahan karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka
panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial
jangka pendek. Spesifikasi model VECM secara umum dalam
bentuk persamaan menurut Enders (2004) adalah :
ΔYt = μ0x + μ1xt + ΠxYt-1 + Σ Γk ΔYt-i + εt
Keterangan :
ΔYt = vektor yang berisi variabel dalam penelitian
μ0x = vektor intercept
μ1x = vektor koefisien regresi
t = tren waktu
Πx = αxβ’ dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi
jangka panjang
Yt-1 = variabel in-level
Γ = matriks koefisien regresi
42
k-1 = ordo VECM dari VAR
εt = error term
5. Analisis Impulse Response Function (IRF)
Karena salah satu kelemahan dalam VAR adalah kofisiennya
yang sulit diinterpretasi maka digunakan Analisis Impulse Response
Function (IRF). Analisis IRF digunakan untuk menentukan respon
dari suatu variabel endogen terhadap guncangan atau perubahan
dalam variabel error (Widarjono, 2013: 56). Hal ini dikarenakan
guncangan variabel misalnya variabel – i tidak hanya berpengaruh
terhadap variabel –i saja tetapi ditransmisikan kepada semua
variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag
dalam VECM. Guncangan yang diberikan biasanya sebesar satu
standar deviasi dari variabel tersebut.
6. Analisis Variance Decomposition
Analisis ini mencirikan struktur dinamis dalam model
VAR/VECM. Analisis VD dalam model VAR bertujuan untuk
melihat kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya
perubahan tertentu dalam sistem VAR. Dalam analasis ini dapat
dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel
mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu tertentu. (
Juanda dan Junaidi, 2012 ).
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif Perkembangan Harga Kelompok Volatile
Food
Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana perkembangan
harga dari kelompok Volatile Food di kota Pangkalpinang pada
tahun 2013 hingga tahun 2016. Analisis ini akan dibantu dengan
dengan bantuan grafik untuk memudahkan penjelasan. Grafik yang
ditunjukkan adalah plot harga dari masing-masing komoditas
volatile food terhadap periode penelitian.
1. Perkembangan Harga Beras di Kota Pangkalpinang
Harga beras memang selalu menjadi perhatian para
pembuat kebijakan dalam mengatasi inflasi di Indonesia. Seperti
yang telah dijelaskan dalam Bab I bahwa konsumsi beras di
Indonesia didapati mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Oleh karena itu permintaan beras yang terus meningkat harus
dapat dikendalikan pemenuhannya. Itulah yang menjadi
persoalan besar bagi daerah yang bukan menjadi senta produksi,
seperti di Kota Pangkalpinang ini.
Perkembangan harga beras di Kota Pangkalpinang
selama periode penelitian, yaitu dimulai dari Januari 2013 hingga
Desember 2016 ditunjukkan pada Grafik 4.1 Beradasarkan
grafik tersebut diketahui bahwa pergerakkan harga beras
cenderung positif atau mengalami kenaikan.
44
Grafik 4.1. Perkembangan harga beras di Kota Pangkalpinang
Rata-rata harga beras di Kota Pangkalpinang diketahui
sebesar Rp. 10.251/kg. Harga terendah terjadi pada tingkat harga
sebesar Rp. 8.711/kg dan harga tertinggi dicapai pada tingkat harga
Rp. 11.579/kg. Fluktuasi harga beras yang menunjukan lonjakan
tertinggi diketahui berdasarkan tabel 4. dibawah ini terjadi selama
periode 2014 ke 2015 dimana perubahan harga beras mencapai
sebesar 12,8 % hal ini diduga karena terjadi kebijakan kenaikan
BBM yang dimulai pada akhir tahun 2014 yang menyebabkan
multiplier effect terhadap kenaikan harga barang-barang pokok
seperti beras.
Tabel 4.1. Perubahan Harga Beras
Tahun Perubahan Harga %
2014 2,8379
2015 12,848
2016 6,3935
Rata-rata perubahan harga 7,3598
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Jan
-13
Mar
-13
May
-13
Jul-
13
Sep
-13
No
v-1
3
Jan
-14
Mar
-14
May
-14
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
May
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Har
ga R
p/k
g
45
Selain itu, kenaikan harga beras yang setiap tahun
meningkat ini diduga terjadi karena beras adalah salah satu
komoditas yang ketersediaanya masih mengandalkan dari luar
wilayah Kota Pangkalpinang, walaupun diketahui bahwa Kota
Pangkalpinang memiliki daerah produksi sendiri namun
masyarakat belum menunjukan ketertarikannya terhadap beras
lokal. Sehingga permintaan tertinggi masih dipegang beras dari
luar daerah. Oleh karena itu, kondisi harga yang terjadi di
masyarakat bergantung pada bagaimana pola distribusi beras.
Gambar 4.1 Pola Distribusi Beras di Kota Pangkalpinang
Sumber : BPS, 2015 (diolah)
Seperti yang dapat dilihat pada gambar diatas, pola distribusi
beras di Kota Pangkalpinang cukup panjang karena berasal dari luar
wilayah. Harga yang berlaku pada tingkat konsumen sudah pasti
berbeda dari harga yang diberikan distributor. Harga tersebut
bergantung pada berapa porsi keuntungan yang ingin pedagang
inginkan. Pengiriman dari rantai satu ke yang lain juga
membutuhkan biaya yang dibebankan pada konsumen sehingga
apabila distribusi tidak lancar akan berimbas pada fluktuasi harga.
2. Perkembangan Harga Daging Sapi di Kota Pangkalpinang
Distributor SUB Agen Grosir
Pedagang
Eceran Konsumen
46
Pergerakan harga daging sapi di Kota Pangkalpinang selama
tahun 2014 hingga tahun 2016 cukup fluktuatif. Komoditas sapi di
Kota Pangkalpinang juga menjadi salah satu komoditas yang
ketersediaannya masih mengandalkan pasokan dari luar wilayah
sehingga cukup rentan dalam stabilitasi harga. Dari grafik 4.2 dapat
dilihat bahwa harga tertinggi untuk harga daging sapi di Kota
Pangkalpinang mencapai Rp. 111.000/kg pada tahun 2016. Dan
harga terendah berada pada titik harga Rp. 75.000/kg. Rata-rata
harga daging sapi di Kota Pangkalpinang dari tahun 2014 hingga
2016 berkisar Rp. 97.000/kg.
Grafik 4.2 Perkembangan Harga daging sapi di Pamgkalpinang
Apabila melihat perkembangan harga daging sapi di Kota
Pangkalpinang dapat diketahui bahwa harga daging sapi memiliki
pola musiman dimana lonjakan harga terjadi pada periode-periode
tertentu seperti menjelang hari besar keagamaan atau perayaan hari
budaya lainnya. Dalam grafik diatas terlihat bahwa pada bulan Juli
2013 menuju Agustus 2013 terdapat lonjakan harga yang cukup
tinggi. Hal ini dikarenakan bulan Agustus adalah jatuhnya hari besar
keagamaan bagi umat muslim yaitu, Idul Fitri. Sedangkan bulan
selanjutnya sudah menunjukan harga yang menurun. Hal seperti itu
selalu terjadi setiap tahunnya dimana lonjakan harga daging sapi
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Oct
-16
Har
ga R
p/K
g
47
mengikuti musim/periode tertentu. Rata-rata perubahan harga untuk
daging sapi adalah 5.40 %. Menunjukan nilai positif yang artinya
rata-rata harga daging sapi mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Tabel 4.2 Perubahan Harga Daging Sapi di Kota Pangkalpinang
Tahun Perubahan Harga ( % )
2014 -13,299
2015 23,169
2016 6,3456
Rata-rata Perubahan Harga 5,4049
Faktor lain yang diduga menjadi pemicu fluktuasi harga
daging sapi di Kota Pangkalpinang adalah distribusi yang tidak
lancar. Dari gambar 4.2 dapat diketahui panjangnya rantai distribusi
penjualan sapi mulai dari peternak sampai ke konsumen. Sebagai
daerah yang memiliki kondisi geografis kepulauan maka apabila
terjadi musim hujan berpotensi menyebabkan tersendatnya pasokan.
Hal ini dikarenakan angkutan laut akan terganggu dalam
pendistribusian akibat gelombang yang tinggi. Terganggunya
pasokan berdampak langsung terhadap kenaikan harga.
Gambar 4.2 Pola distribusi Daging Sapi di Kota
Pangkalpinang
Sumber : BPS, 2015 (diolah)
Peternak Perantara
Rumah/Tempat
Pemotongan Hewan
Pengecer Konsumen
48
3. Perkembangan Harga Daging Ayam di Kota Pangkalpinang
Selama tahun 2014 hingga tahun 2016 perkembangan harga
daging ayam terlihat fluktuatif. Dari grafik 4. dapat diketahui bahwa
harga tertinggi untuk komoditas daging ayam ras sebesar Rp. 36.
467/Kg dan harga terendah berada di Rp. 24. 750 /Kg. Apabila
dihitung maka selisih dari harga daging ayam ras tertinggi dengan
harga daging ayam terendah cukup besar, yaitu mencapai Rp.
11.717/Kg.
Grafik 4. 3 Perkembangan Harga diaging ayam di
Pangkalpinang
Sumber : BPS (diolah).
Perkembangan harga daging ayam dapat dikatakan pula
berfluktuasi secara musiman dimana di periode tertentu terdapat
lonjakan harga. Yaitu, pada hari menjelang hari besar keagamaan
dan hari perayaan budaya. Rata-rata perubahan harga daging ayam
selama periode waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. yaitu
sebesar -1.6 %.
Tabel 4.3. Perubahan Harga Daging Ayam Ras di Kota
Pangkalpinang
Tahun Perubahan Harga ( % )
2014 -4,0787
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Oct
-16
Har
ga R
p/k
g
49
2015 -5,0221
2016 4,1014
Rata-rata Perubahan -1,6664
Apabila melihat rata-rata perubahan harga daging ayam yang
bernilai negatif maka dapat diartikan fluktuasi harga komoditas
daging ayam lebih sering menunjukan penurunan. Salah satu faktor
yang menyebabkan hal tersebut adalah bahwa Kota Pangkalpinang
memiliki daerah sentra produksi daging ayam nya sendiri. Sehingga
permintaan daging ayam cukup untuk memenuhi penawaran
masyarakat lokal. Namun apabila menjelang hari-hari besar
keagaman saja yang dapat memicu kenaikan harga daging ayam
karena sudah pasti saat itu permintaan daging ayam akan melonjak.
Dan hanya pada momen seperti itu para pedagang akan
mengandalkan pasokan dari luar daerah. Dapat dilihat pada gambar
4. bagaimana pola distribusi daging ayam di Pangkalpinang.
Gambar 4.3 Pola Distribusi Daging Ayam Ras di Kota
Pangkalpinang
Sumber : BPS,2015 (diolah)
4. Perkembangan Harga Cabai Rawit di Kota Pangkalpinang
Pergerakan harga komoditas cabai rawit di Kota
Pangkalpinang terlihat pada Grafik 4.4 sangat fluktuatif setiap
bulannya. Dari awal periode penelitian tahun 2013 sudah terlihat
bagaimana lonjakan harga yang terjadi pada komoditas cabai rawit.
Selisih antara harga tertinggi dan harga terendah setiap tahunnya pun
sangat besar. Untuk tahun 2013 harga tertinggi dicapai pada bulan
Distributor
atau Produsen Agen Pedagang
Eceran Konsumen
50
Juli yaitu sebesar Rp. 103.333/Kg sedangkan harga terendah sebesar
Rp. 45.667/Kg. Selisih tersebut sebesar Rp. 57.666/Kg. Lalu untuk
tahun 2014 harga tertinggi diraih pada bulan Maret di titik harga
sebesar Rp. 104.833/Kg dan harga terendah berada pada Rp.
29.867/Kg. Selisih kedua harga tersebut hampir mencapai
Rp.75.000/Kg. Namun untuk tahun 2015 fluktuasi harga cabai rawit
di Pangkalpinang agak sedikit terkendali walaupun di bulan-bulan
tertentu masih terdapat lonjakan harga cukup tinggi dan mulai pada
tahun 2016 harga kembali mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat
dari rata-rata perubahan harga cabai rawit yang ditampilkan pada
Tabel 4.
Tabel 4.4 Rata-rata perubahan harga cabai rawit di
Pangkalpinang
Tahun Perubahan Harga ( % )
2014 -11,856
2015 -19,0183
2016 2,0068
Rata-rata Perubahan -9,6225
Sumber: BPS (diolah)
Perununan harga cabai rawit dari tahun 2014 ke tahun 2015
cukup besar yaitu 19 % dan mulai mengalami perubahan kenaikan
sebesar 2% pada tahun 2016.
51
Grafik 4.4 Perkembangan Harga Cabai Rawit di Kota
Pangkalpinang
Sumber: BPS, (diolah)
Fenomena tersebut terjadi diduga karena beberapa hal. Yang
pertama bahwa pada tahun 2013 dan 2014 terdapat musim kemarau
panjang yang mengakibatkan hasil panen petani lokal berkurang dan
akhirnya memerlukan pasokan dari luar wilayah yang berujung pada
kenaikan harga konsumen karena terhambatnya pasokan akibat
cuaca buruk tersebut. Sehingga pola distribusi komoditas cabai rawit
yang terlihat pada Gambar 4.4 menunjukan bahwa terdapat biaya-
biaya yang ditanggung konsumen akibat rentetan jalur distribusi.
Gambar 4.4 Pola distribusi Cabai Rawit di Kota
Pangkalpinang
Sumber : BPS, 2015 (diolah)
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Oct
-16
Har
ga R
p/k
g
Sub Agen Grosir
/Pedagang
pengepul
Pengecer Konsumen
52
Yang kedua, kenaikan harga BBM pada tahun 2013
mengakibatkan harga bahan pokok ikut melonjak apalagi cabai rawit
adalah bahan bumbu pokok yang permintaanya selalu tinggi.
5. Perkembangan Harga Bawang Merah di Kota Pangkalpinang
Berbicara bawang merah maka tak lepas kaitannya dengan
cabai rawit yang mana kedua komoditas ini adalah kelompok bahan
pangan yang selalu memiliki permintaan tinggi. Di Pangkalpinang
pasokan bawang merah yang diperdagangkan lebih banyak datang
dari luar. Harga bawang merah di Pangkalpinang sangat fluktuatif
pada tahun 2013 hal itu dapat dilihat pada Grafik 4.5 lonjakan harga
yang tertinggi terjadi pada periode memasuki bulan Ramadhan dan
lebaran yaitu pada bulan Juli-Agustus dari harga Rp. 39.500 menjadi
Rp. 65.000 yang mana memiliki selisih besar.
Grafik 4.5. Perkembangan Harga Bawang Merah di Kota
Pangkalpinang
Sumber: BPS (diolah)
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Oct
-16
Har
ga R
p/K
g
53
Mendekati tahun 2014 harga bawang merah mulai menurun
dan persentase penurunan nya cukup besar jika dilihat dari rata-rata
perubahan harga di tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu sebesar 29%.
Rata-rata perubahan harga bawang merah ditunjukkan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.5 Rata-rata perubahan harga bawang merah di
Pangkalpinang
Tahun Perubahan Harga ( % )
2014 -29,2939
2015 33,0215
2016 50,7084
Rata-rata Perubahan 17,9353
Namun pada tahun 2015 dan 2016 harga bawang merah
mengalami fluktuasi cukup tinggi dengan rata-rata perubahan
kenaikan harga sebesar 33% dan 50 % tetapi harga bawang merah
tidak mencapai harga tertinggi seperti di tahun 2013. Hal ini
dikarenakan kenaikan bawang merah pada tahun 2013 diakibatkan
oleh kenaikan harga BBM yang merembet pada kenaikan harga
barang kebutuhan pokok seperti komoditas bawang merah.
Adanya ketergantungan pasokan bawang merah dari luar
daerah menyebabkan harga bawang merah rentan terhadap
goncangan yang terjadi pada daerah sentra produksi seperti cuaca
yang buruk yang membuat daerah sentra sulit untuk memproduksi
dan mengirimkan stok ke luar daerah. Selain itu, jalur distribusi juga
menjadi salah satu faktor mengapa harga bawang merah mengalami
fluktuasi. Dapat dilihat pada Gambar di bawah bagaimana rantai
distribusi pada komoditas bawang merah di Pangkalpinang.
54
Gambar 4.5 Pola distribusi bawang merah di Pangkalpinang
Sumber : BPS, 2015
6. Perkembangan Harga Ikan Kerisi di Kota Pangkalpinang
Berada di salah satu kota Kepulauan Indonesia,
Pangkalpinang memiliki kekayaan laut yang cukup besar. Konsumsi
ikan pada masyarakat juga tinggi karena sudah terbiasa
mengkonsumsi ikan sejak dini. Selain itu, ikan juga dimanfaatkan
sebagai bahan olahan yang memiliki nilai jual tinggi di
Pangkalpinang seperti untuk makanan khas (buah tangan) daerah
tersebut. Contohnya Ikan kerisi yang permintaannya cukup tinggi.
Pasokan ikan kerisi di Pangkalpinang tentunya lebih banyak
didatangkan dari lokal walaupun di saat-saat tertentu masih
membutuhkan pasokan dari daerah sekitar seperti Palembang.
Karena gangguan pada ketersediaan pasokan akan menganggu
stabilitas harga. Perkembangan harga ikan kerisi di Pangkalpinang
dapat dilihat pada grafik 4.6
Pedagang
Pengepul Agen Pedagang Grosir
Pedagang Eceran KONSUMEN
55
Grafik 4.6. Perkembangan Harga Ikan Kerisi di Kota
Pangkalpinang
Sumber : BPS, (diolah)
Selama periode penelitian yaitu tahun 2013-2016 terlihat
bahwa harga ikan kerisi berfluktuatif. Yang paling jelas terjadi pada
akhir tahun 2013 menuju awal tahun 2014 dimana harga melonjak
dari harga sekitaran Rp. 35.000 menjadi Rp. 47.500 dan mulai turun
kembali pada bulan Maret 2014 di titik harga terendah selama
periode penelitian yaitu sebesar Rp. 27.500. Setelah itu, harga ikan
kerisi pun terus bergejolak hingga mencapai harga tertinggi sebesar
Rp. 60.000 pada bulan Agustus 2015.
Perubahan harga ikan kerisi di Pangkalpinang setiap
tahunnya sangat berbeda karena gejolak harga yang terjadi. Apabila
melihat rata-rata perubahan harga ikan kerisi maka persentasenya
cukup besar dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Rata-rata perubahan harga ikan kerisi di
Pangkalpinang
Tahun Perubahan Harga ( % )
2014 23,398
2015 6,0546
2016 -12,5629
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Oct
-16
Har
ga R
p/K
g
56
Rata-rata Perubahan 5,6305
Sumber : BPS, (diolah)
Persentase perubahan harga terbesar terjadi di tahun 2014
dimana harga ikan kerisi pada tahun 2013 dibandingkan dengan
harga ikan kerisi di tahun 2014 memiliki perbedaan kenaikan harga
sebesar 23%. Secara keseluruhan data selama periode penelitian
rata-rata perubahan harga ikan kerisi yaitu sebesar 5,6 %.
Ketidakstabilan harga ikan kerisi lebih disebabkan karena kendala
pasokan. Kurangnya hasil tangkapan nelayan itu terjadi karena cuaca
di perairan yang buruk sehingga menurunkan produktivitas nelayan.
Hasil tangkapan yang berkurang tersebut akan mengakibatkan harga
di tempat pelelangan ikan menjadi naik, sehingga para pedagang
eceran harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dan akhirnya hal
ini kan berujung pada kenaikan harga yang dibebankan pada
konsumen ilustrasi dapat dilihat karena pola distribusi ikan kerisi
yang sebelum diterima konsumen akhir maka harus melalui
pedagang eceran dahulu. Ringkasnya pola distribusi ini digambarkan
dibawah ini.
Gambar 4.6 Pola distribusi Ikan kerisi di Pangkalpinang
Dari paparan diatas mengenai perkembangan harga enam
komoditas volatile food di Pangkalpinang, dapat disimpulkan bahwa
idealnya memang sifat harga pangan sangat sensitif bergejolak.
Selain karena pangan adalah kebutuhan pokok, keberadaan jumlah
NELAYAN TPI (Tempat
Pelelangan Ikan) Pedagang Eceran
KONSUMEN
57
pasokan juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Ketersediaan
pasokan tergantung pada pola distribusi daerah tersebut. Untuk
daerah seperti Pangkalpinang kendala pada jalur distribusi cukup
menganggu kestabilan harga. Komoditas seperti beras, daging sapi,
bawang merah dan cabai rawit adalah komoditas yang
ketersediaanya masih mengandalkan dari luar daerah sehingga
kelancaran distribusi dangat dibutuhkan. Kondisi harga keempat
komoditas tersebut dijelaskan sangat bergejolak. Perubahan harga
sangat cepat terjadi dan cukup tinggi persentase perubahannya.
Untuk harga daging ayam di Pangkalpinang cukup stabil dan hanya
berfluktuatif pada keadaan tertentu karena saat ini Pangkalpinang
memiliki daerah sentra produksi yang dapat memenuhi permintaan
masyarakat lokal. Sedangkan untuk kondisi harga ikan kerisi bisa
dikatakan memang cukup fluktuatif walaupun memang pasokan
komoditas ini didatangkan dari dalam daerah. Gejolak harga pada
ikan kerisi lebih disebabkan pada bagaimana kondisi cuaca perairan
yang akan menentukan seberapa besar hasil tangkapan nelayan
untuk dipasarkan.
B. Dampak Gejolak Harga Volatile Food Terhadap Inflasi di Kota
Pangkalpinang
Dalam menganalisis bagaimana gejolak volatile food
berdampak terhadap inflasi di Kota Pangkalpinang maka penelitian
ini menggunakan model Vector Autoregressive (VAR) atau Vector
Error Correction Model (VECM). Terdapat dua hal yang dilakukan
sebelum menggunakan model VAR yaitu, spesifikasi model VAR
dan identifikasi model VAR. Adapun tahap-tahap dalam analisis
VAR yaitu : (1) Uji stasioneritas data; (2) Uji lag optimal; (3) Uji
stabilitas model; (4) Uji kointegrasi. Selanjutnya dilakukan estimasi
VECM untuk melakukan analisis IRF dan VD.
58
1. Uji Stasioneritas
Stasioneritas terjadi ketika nilai rata-rata dan varians dari
data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara
sistematik sepanjang waktu atau dengan kata lain rata-ratanya dan
varians nya konstan. Melakukan uji stasioneritas pada data sangat
penting untuk menghindari indikasi terjadinya spurious regression
(regresi lancung). Dimana apabila terjadi regresi lancung akan
menghasilkan estimasi yang kurang valid atau perlu dipertimbagkan
validitas dan kestabilannya. Sehingga dapat mengakibatkan
misleading dalam penelitian.
Tabel 4.7 Hasil Uji Stasioneritas Data pada tingkal level
Variabel Prob* MacKinnon Critical Value Keterangan
1% 5% 10%
IHK 0.4439 -3577723 -2.925169 -2.600658 Tidak
Stasioner
BERAS 0.8834 -3.577723 -2.925169 -2.600658 Tidak
Stasioner
BMERAH 0.2700 -3.577723 -2.925169 -2.600658 Tidak
Stasioner
CBRAWIT 0.0006 -3.581152 -2.926622 -2.601424 Stasioner
DSAPI 0.2687 -3.577723 -2.925169 -2.600658 Tidak
Stasioner
DAYAM 0.0002 -3.581152 -2.926622 -2.601424 Stasioner
KERISI 0.0012 -3.577723 -2.925169 -2.600658 Stasioner
Sumber: Eviews7
Hasil uji stasioneritas data pada tingkat level yang
ditampilkan pada Tabel 4.7 menunjukan hasil uji ADF bahwa
terdapat beberapa variabel yang belum dapat dikatakan stasioner.
Hal ini dikarenakan karena nilai probabilitas dari variabel tersebut
tidak lebih kecil dari nilai kritis taraf 5% atau 0.05. Hanya variabel
CBRAWIT, DAYAM dan KERISI saja yang sudah memenuhi
59
syarat stasioneritas yaitu nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0.05.
Oleh karena itu perlu dilakukan uji ulang dengan metode pembedaan
(differencing) atau dengan kata lain pada tingkat first difference.
Tabel 4.8 Hasil Uji Stasioneritas Data pada tingkat 1st difference
Variabel Prob* MacKinnon Critical Value Keterangan
1% 5% 10%
D(IHK) 0.0000 -
3.581152
-
2.926622
-
2.601424
Stasioner
D(BERAS) 0.0000 -
3.584743
-
2.928142
-
2.602225
Stasioner
D(BML) 0.0000 -
3.581152
-
2.926622
-
2.601424
Stasioner
D(CBRAWIT) 0.0000 -
3.584743
-
2.928142
-
2.602225
Stasioner
D(DSAPI) 0.0000 -
3.581152
-
2.926622
-
2.601424
Stasioner
D(DAYAM) 0.0000 -
3.588509
-
2.929734
-
2.603064
Stasioner
D(KERISI) 0.0000 -
3.584743
-
2.928142
-
2.602225
Stasioner
Sumber: Eviews7
Setelah dilakukan uji stasioneritas pada tingkat first
difference maka dapat dilihat pada Tabel 4.8 bahwa semua variabel
sudah dapat dikatakan stasioner dengan nilai probabilitas dari semua
variabel bernilai lebih kecil dari nilai kritis taraf 5% atau 0.05.
Karena semua variabel dikatakan stasioner pada tingkat first
difference ini bisa menjadi tanda awal bahwa model yang digunakan
lebihh tepat adalah VECM namun untuk memastikannya perlu
melihat pada hasil uji kointegrasi.
2. Uji Lag Optimal
60
Uji lag optimal dapat ditentukan menggunakan berbagai
kriteria, yaitu : Likelihood Ratio (LR), Akaike Information Criterion
(AIC), Schwarz Criterion (SC) , Final Prediction Error (FPE), dan
Hanna-Quinn Criterion (HC).
Tabel 4.9 Hasil Penetapan Lag Optimal
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -2396.647 NA 9.57e+38 106.7843 107.0252 106.8741
1 -2263.516 224.8434 1.30e+37 102.4674 104.1536* 103.0960*
2 -2241.960 30.65708 2.69e+37 103.1094 106.2409 104.2768
3 -2181.720 69.61116* 1.16e+37* 102.0320* 106.6089 103.7382
Keterangan: *lag optimal yang disarankan
Dari hasil uji length lag criteria pada Tabel 4.9 bahwa dari
lima kriteria yang ada, tiga diantaranya menunjukan hasil bahwa lag
3 yang disarankan adalah panjang lag yang optimal. Peneliti juga
menggunakan kriteria AIC nilai terkecil sebagai panjang lag yang
optimal sehingga ditetapkan untuk menggunakan model VAR
dengan panjang lag 3.
3. Uji Stabilitas Model VAR
Untuk mengetahui apakah penentuan lag yang dipilih sudah
optimal maka perlu dilakukan uji stabilitas model VAR dengan
melalui AR Roots Table. Estimasi VAR stabil apabila seluruh
rootsnya memiliki nilai modulus yang < 1 dan berada dalam unit
circle. Kestabilan model VAR akan menghasilkan estimasi Impulse
Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) yang
dianggap valid.
Tabel 4.10 Hasil Uji Stabilitas Model VAR
Root Modulus
0.967801 + 0.052942i 0.969248
0.967801 - 0.052942i 0.969248
0.859170 + 0.294719i 0.908313
61
0.859170 - 0.294719i 0.908313
0.562872 + 0.652835i 0.861985
0.562872 - 0.652835i 0.861985
-0.045257 - 0.857615i 0.858809
-0.045257 + 0.857615i 0.858809
0.661083 - 0.502560i 0.830420
0.661083 + 0.502560i 0.830420
-0.300862 + 0.731355i 0.790821
-0.300862 - 0.731355i 0.790821
-0.178263 + 0.761551i 0.782137
-0.178263 - 0.761551i 0.782137
0.371856 - 0.662862i 0.760042
0.371856 + 0.662862i 0.760042
-0.653388 + 0.368373i 0.750076
-0.653388 - 0.368373i 0.750076
-0.668225 0.668225
-0.409168 + 0.092315i 0.419453
-0.409168 - 0.092315i 0.419453
Dari hasil pengujian AR Roots Table yang dapat dilihat pada
Tabel 4.10 bahwa seluruh roots ( dalam lag 3) memiliki modulus
yang < 1. Ini membuktikan bahwa penggunaan lag 3 dalam model
VAR sudah optimal dan tepat. Selain itu, cara lain untuk
membuktikan bahwa penggunaan lag 3 pada model VAR adalah
tepat dapat dilihat dibawah hasil output Eviews yang menyatakan
VAR satisfies the stability condition ( lampiran).
4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan salah satu tahap pengujian yang
tidak boleh dilewati dalam analisis metode VAR/VECM. Untuk
menentukan apakah langkah selanjutnya dilakukan dengan estimasi
VECM atau tidak maka perlu ditentukan melalui uji kointegrasi.
Dimana dengan uji kointegrasi memperlihatkan keberadaan
hubungan jangka panjang antar variabel yang digunakan dalam
penelitian ini . Apabila dalam penelitian ini diketahui terdapat
kointegrasi maka estimasi selanjutnya menggunakan metode VECM,
karena pada hasil uji stasioneritas diperlihatkan bahwa data stasioner
di tingkat first difference.
62
Tabel 4. 11 Hasil Uji Johansen Cointegration Test
Hypotesized
No. Of CE(s)
Eigenvalue Trace
Statistic
0.05
Critical
Value
Prob.**
None* 0.666929 148.7272 125.6154 0.0009
At Most 1* 0.579050 98.15485 95.75366 0.0338
At Most 2 0.481093 58.35376 96.81889 0.2894
At Most 3 0.242724 28.17637 47.85613 0.8060
At Most 4 0.193755 15.38713 29.79707 0.7545
At Most 5 0.095766 5.480224 15.49417 0.7559
Dari hasil uji kointegrasi Johansen pada Tabel 4.11
Memperlihatkan bahwa pada taraf nyata 5% terdapat setidaknya dua
persamaan yang memiliki nilai trace statistic lebih besar dari critical
value atau dengan kata lain terdapat dua persamaan yang
terkointegrasi sehingga ada hubungan jangka panjang atar variabel.
Berdasarkan hasil tersebut maka keputusan yang diambil bahwa
penelitian ini menggunakan estimasi VECM.
5. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
Setelah melakukan serangkaian pengujian identifikasi model
VAR maka diputuskan bahwa penelitian ini menggunakan estimasi
VECM. Dimana keputusan tersebut berdasarkan hasil dari pengujian
stasioneritas yang menunjukan bahwa seluruh data stasioner pada
tingkat first difference dan hasil uji kointegrasi yang menunjukan
adanya dua persamaan yang terkointegrasi dalam penelitian ini.
Hasil estimasi model VECM akan menghasilkan dua output, yaitu
hubungan keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek antar
variabel.
63
Dalam penelitian ini, penggunaan model VECM untuk
menunjukan pengaruh harga-harga komoditas pangan yang menjadi
objek penelitian terhadap inflasi di Kota Pangkalpinang. Adapun
hasil estimasi VECM ditujukan pada Tabel 4.12 Sebagai berikut :
Tabel 4.12 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek
Jangka Pendek
Variabel Koefisien T-statistik
CointEq1 -0.310692 [-3.68031]*
D(IHK(-1)) 0.479509 [ 2.09718]*
D(IHK(-2)) 0.794928 [ 2.93193]*
D(IHK(-3)) 1.447647 [ 3.89973]*
D(BERAS(-1)) 0.026160 [ 3.27857]*
D(BERAS(-2)) 0.025936 [ 3.61445]*
D(BERAS(-3)) 0.028669 [ 3.62409]*
D(BMERAH(-1)) 3.77E-06 [ 0.02093]
D(BMERAH(-2)) -0.000130 [-0.67019]
D(BMERAH(-3)) 0.000222 [ 1.31787]
D(CBRAWIT(-1)) -0.000227 [-2.20518]*
D(CBRAWIT(-2)) -0.000271 [-2.22214]*
D(CBRAWIT(-3)) -0.000306 [-2.51862]*
D(DAGAYAM(-1)) 0.001152 [ 2.12382]*
D(DAGAYAM(-2)) 8.96E-05 [ 0.15776]
D(DAGAYAM(-3)) -1.90E-06 [-0.00365]
D(DAGSAPI(-1)) -0.001052 [-2.83232]*
D(DAGSAPI(-2)) -0.001224 [-2.79404]*
D(DAGSAPI(-3)) -0.001811 [-3.93101]*
D(KERISI(-1)) 2.53E-05 [ 0.08261]
D(KERISI(-2)) 0.000498 [ 1.61003]
D(KERISI(-3)) 0.000149 [ 0.65232]
64
Berdasarkan Tabel 4.12 diatas pada jangka pendek terdapat
tiga belas variabel dari dua puluh satu variabel yang signifikan
berpengaruh pada taraf nyata 5%. Variabel- variabel tersebut adalah
Variabel IHK Pangkalpinang pada lag 1 hingga lag 3. Variabel
harga beras pada lag 1 hingga lag 3. Variabel harga cabai rawit pada
lag 1 hingga lag 3. Variabel harga daging ayam pada lag 1. Dan
variabel harga daging sapi pada lag 1 hingga lag 3. Sedangkan
variabel lainnya tidak signifikan pada jangka pendek. Hal ini terjadi
karena suatu variabel bereaksi terhadap variabel lainnya
membutuhkan waktu (lag). Sehingga untuk melihat reaksi variabel
lain yang tidak berpengaruh dalam jangka pendek, bisa dilakukan
pengecekan pada hasil estimasi jangka panjang.
Dugaan paramater error correction ( Variabel CointEq1)
pada hasil estimasi jangka pendek menunjukan adanya mekanisme
penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang. Model koreksi
kesalahan adalah valid dan stabil jika nilai parameternya adalah
negatif dengan nilai absolut kurang dari satu dan signifikan
(Ariefianto, 2012). Dapat dikatakan bahwa nilai kointegrasi
kesalahan sebesar -0.310692 membuktikan terdapat penyesuaian dari
jangka pendek ke jangka panjang pada inflasi Kota Pangkalpinang
yang dikoreksi setiap bulannya sebesar 0.31 %.
Tabel 4.13 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang
Jangka Panjang
Variabel Koefisien T-statistik
BERAS(-1) 0.007333 [ 1.81196]*
BMERAH(-1) -0.001035 [-3.09995]*
CBRAWIT(-1) -0.000644 [-4.42988]*
DAGAYAM(-1) 0.000957 [ 0.97563]
DAGSAPI(-1) 0.000357 [ 1.18616]
65
KERISI(-1) 0.002786 [ 5.08041]*
C -308.9832
Pada estimasi VECM jangka panjang terdapat empat
variabel dari enam variabel yang signifikan berpengaruh terhadap
inflasi di Kota Pangkalpinang. Variabel tersebut yaitu, variabel
harga beras, harga bawang harga merah, harga cabe rawit dan harga
ikan kerisi. Nilai koefisien pada harga komoditas beras dan ikan
kerisi menunjukan tanda postif. Hal ini memiliki arti bahwa setiap
kenaikan harga dari komoditas tersebut akan menyebabkan
peningkatan inflasi di Kota Pangkalpinang pada jangka panjang.
Selanjutnya dapat disampaikan bahwa hal tersebut sesuai dengan
hipotesis dalam penelitian ini, yaitu gejolak harga komoditas pangan
berpengaruh terhadap inflasi di Kota Pangkalpinang.
Hipotesis ini didasarkan data informasi perkembangan harga
dan inflasi kelompok volatile food, dimana selama beberapa periode
selalu menjadi penyumbang terbesar dalam inflasi di Kota
Pangkalpinang. Hal ini juga disampaikan Christianty (2013) bahwa
pergerakan harga komoditas pangan dapat dijadikan sebagai leading
indicators inflasi. Alasanya adalah pertama, harga komoditas
mampu merespon secara cepat shock yang terjadi dalam
perekonomian secara umum. Kedua, harga komoditas juga mampu
merespon terhadap non-economic shocks , seperti : banjir, tanah
longsor, dan bencana alam lainnya yang menghambat jalur distribusi
dari komoditas terebut.
Economic shock yang sering dirasakan adalah tingginya
permintaan terhadap komoditas bahan pangan yang menjadi pangan
pokok ketika menjelang perayaan hari besar keagamaan seperti
daging sapi, beras, bawang merah dan cabai rawit. Di Kota
Pangkalpinang komoditas tersebut lebih banyak didatangkan dari
luar sehingga stok yang tersedia terbatas seringkali tidak dapat
66
memenuhi tingginya permintaan yang ada. Terjadinya kelangkaan
pada periode-periode tersebut dapat menyebabkan harga di tingkat
konsumen meningkat. Respon harga komoditas yang cepat tersebut
dapat memberikan sinyal bahwa kenaikan harga-harga barang
lainnya akan menyusul sehingga tekanan inflasi meningkat.
Peristiwa tersebut merupakan penyebab inflasi dari sisi demand pull
inflation.
Beberapa komoditas pangan di Kota Pangkalpinang lebih
banyak didatangkan dari luar seperti pulau Jawa dan Sumatra
menggunakan kapal laut, sehingga ketika terjadi goncangan non
economic seperti angin kencang, gelombang tinggi disertai curah
hujan tinggi mengakibatkan pasok terhambat. Ketersediaan pasokan
komoditas bahan pangan pokok yang terhambat menekan adanya
kenaikan harga karena pemasok membutuhkan biaya lebih dalam
produksi. Kejadian yang terus menerus ini berujung pada timbulnya
inflasi dari sisi penawaran (cost push inflation).
Untuk menganalisis hasil estimasi VAR perlu dibantu dengan
analisis lain yaitu Impulse Response Functions dan Forecast Error
Decomposition Variance. Hal ini dikarenakan model VAR bersifat
ateoritis sehingga koefisien dalam estimasinya tidak dapat
diinterpretasikan sebagaimana interpretasi dalam model Ordinary
Least Square ( OLS ). Maka langkah selanjutnya adalah analisis IRF
dan FEVD.
6. Analisis Impulse Response Functions (IRF)
IRF adalah salah satu alat bantu analisis dalam estimasi
model VAR atau VECM. Analisis IRF digunakan untuk melihat
reaksi yang dialami suatu variabel terhadap variabel lain apabaila
mengalami shock (goncangan) dalam beberapa periode mendatang.
Pada penelitian ini analisis IRF digunakan untuk mengetahui
67
bagaimana pergerakan atau reaksi dari variabel Inflasi terhadap
shock yang dialami dari variabel komoditas harga pangan yang
menjadi variabel penelitian ini.
Grafik 4.7 Hasil Uji IRF antara IHK dengan IHK
Pertama, adalah grafik hasil uji IRF atas variabel inflasi
yang merespon adanya shock (goncangan) dirinya sendiri sebesar
satu standar deviasi. Respons inflasi terhadap guncangan dari diri
sendiri cukup besar dimulai pada periode ke- 1 hingga ke -5 dengan
direspons positif sebesar 7.5928 . Setelah periode ke- 5 hingga ke-
10 respons yang terjadi adalah penurunan ke titik enam sebesar
6.1551 . Ini berarti reaksi inflasi terhadap shock dari dirinya
cenderung menjadi lemah. Namun periode selanjutnya respon yang
ada kembali menguat ke titik 8 dan stabil di titik tersebut hingga
periode ke-48 . Hal ini menandakan bahwa shock yang terjadi pada
variabel inflasi direspon sangat kuat oleh inflasi sendiri sehingga
tingkat inflasi yang tinggi atau rendah cukup besar dipengaruhi oleh
dirinya sendiri.
68
Grafik 4.8 Hasil Uji IRF Antara IHK dengan Harga Beras
Kedua, adalah grafik uji IRF atas variabel inflasi terhadap
responnya apabila terdapat goncangan pada variabel harga beras
sebesar satu standar deviasi. Dapat kita lihat bahwa pada periode
pertama inflasi belum terlihat merespon goncangan yang terjadi pada
harga beras namun pada periode ke-5 inflasi mulai merespon positif
goncangan tersebut sebesar 4.5435. Selanjutnya respon yang terjadi
mulai menurun sedikit hingga periode ke-10. Dari periode ke-11
inflasi mulai merespon positif kembali sebesar 5.22574 pada
periode ke-13. Setelah itu dimulai dari periode ke -15 hingga
periode ke-48 respon yang terjadi tetap diatas titik keseimbangan
atau dengan kata lain hingga periode ke-48 inflasi belum mampu
kembali ketitik keseimbangan nya akibat goncangan yang terjadi
pada variabel harga beras. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
goncangan harga beras cukup besar berpengaruh terhadap tingkat
inflasi.
69
Grafik 4. 9 Hasil Uji IRF Antara IHK dengan Harga Bawang
Merah
Ketiga, adalah gambaran dari respons variabel inflasi yang
timbul karena adanya goncangan ( shock) yang terjadi pada variabel
harga bawang merah. Goncangan yang terjadi pada harga bawang
merah direspon positif oleh inflasi pada periode ke-5 hingga 10
dengan nilai yang mendekati empat. Namun pada periode ke-11
respon yang ditimbulkan cenderung lemah bahkan pada periode ke-
15 adanya goncangan pada bawang merah sudah tidak terlalu
berpengaruh yang membuat inflasi dapat kembali ke titik
keseimbangan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa goncangan yang
terjadi pada bawang merah tidak terlalu besar pengaruhnya pada
inflasi karena dari mulai periode ke-15 hingga periode ke-48 inflasi
sudah tidak merespon shock yang terjadi pada harga bawang
merah.
70
Grafik 4. 10 Uji IRF Antara IHK dengan Harga Cabai Rawit
Keempat, grafik diatas adalah hasil uji IRF atas respons
variabel inflasi terhadap goncangan yang terjadi pada harga cabai
rawit sebesar satu standar deviasi. Respons yang dibentuk oleh
inflasi akibat adanya shock pada harga cabai rawit direspon postif
pada periode ke-5 sebesar 1.2988. Selanjutnya setelah beberapa
periode berlalu respons yang ada semakin menurun hingga mulai
mendekati titik keseimbangan. Pada periode ke-15 hingga periode
ke-48 goncangan yang terjadi pada harga cabai rawit membuat
inflasi dapat kembali ke titik keseimbangan. Dapat dikatakan bahwa
shock tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat inflasi.
71
Grafik 4.11 Hasil Uji IRF Antara IHK dengan Harga Daging Sapi
Kelima, adalah grafik uji IRF atas variabel inflasi yang
merespon adanya shock atau guncangan pada variabel harga daging
sapi. Dari yang kita lihat di atas bahwa respon inflasi yang
ditunjukan dari periode awal hingga akhir cenderung bernilai
negatif. Reaksi dari inflasi yang terlihat pergerakannya dimulai dari
periode ke- 5 sebesar – 5.3414. Selanjutnya nilai tersebut mulai
semakin menurun dari periode ke periode sampai akhirnya stabil di
poin -6. Hingga periode ke-48 respons yang terjadi pada inflasi
belum mampu kembali ke titik keseimbangan. Ini artinya perubahan
yang terjadi pada harga daging sapi akibat adanya guncangan
memberikan pengaruh negatif terhadap tingkat inflasi yang cukup
berkepanjangan.
72
Grafik 4. 12 Hasil Uji IRF Antara IHK dengan Harga Daging Ayam
Keenam, grafik diatas adalah hasil uji IRF atas variabel
inflasi yang merespons adanya perubahan harga daging ayam akibat
shock yang terjadi. Respons yang ditunjukkan terlihat bahwa pada
periode awal hingga periode ke- 5 inflasi mengalami kenaikan
sebesar 3.2588 dan bergerak stabil hingga periode ke- 48. Sampai
periode ke-48 inflasi belum mampu mencapai titik keseimbangan
yang menandakan bahwa adanya shock pada harga daging ayam
akan mempengaruhi inflasi dalam jangka waktu yang cukup
panjang.
73
Grafik 4.13 Hasil Uji IRF Antara IHK dengan Harga Ikan
Kerisi
Ketujuh, grafik diatas adalah hasil uji IRF atas respons
variabel inflasi terhadap perubahan harga ikan kerisi akibat adanya
shock. Respons yang diberikan inflasi dalam jangka waktu 48
periode menunjukan reaksi yang negatif. Pada awal periode respons
inflasi terhadap shock yang terjadi pada harga ikan kerisi sebesar -
2.0732 lalu periode selanjutnya hingga periode ke – 48 respons yang
diberikan berkisar di poin -3 ketas. Dari grafik tersebut juga terlihat
bahwa hingga periode ke – 48 inflasi belum mencapai titik
keseimbangannya. Hal ini menunjukan bahwa perubahan harga ikan
kerisi akan mempengaruhi inflasi dalam periode yang cukup
panjang.
Analisis Impulse Response Function (IRF) yang telah
dilakukan pada enam komoditas volatile food diatas menyimpulkan
bahwa inflasi merespon cepat ketika terjadi goncangan ekonomi
ataupun non ekonomi pada keenam harga komoditas. Artinya, ketika
keenam komoditas tersebut terdapat goncangan maka akan
mempengaruhi tingkat inflasi. Untuk komoditas seperti beras, daging
sapi, daging ayam dan ikan kerisi goncangan yang terjadi akan
mempengaruhi tingkat inflasi dalam periode yang panjang.
Sedangkan untuk komoditas bawang merah dan cabai rawit inflasi
74
akan merespon goncangan yang terjadi pada kedua komoditas
tersebut namun dalam beberapa waktu kemudian tingkat inflasi akan
kembali ke nilai rata-ratanya.
C. Kontribusi Harga Komoditas Volatile Food Terhadap Tingkat
Inflasi di Kota Pangkalpinang
1. Analisis Variance Decomposition (VD)
Analisis Variance Decomposition (VD) menjadi salah satu
langkah yang penting dalam estimasi model VAR atau VECM.
Hasil analisis VD berguna dalam mendukung hasil-hasil analisis
sebelumnya. VD memberikan perkiraan tentang seberapa besar
kontribusi suatu variabel terhadap perubahan variabel itu sendiri dan
variabel lainnya pada beberapa periode mendatang dalam bentuk
persentase. Analisis VD dalam penelitian ini digunakan untuk
melihat kontribusi beberapa komoditas volatile food terhadap
tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang. Dari hasil analisis VD akan
dapat ditentukan variabel apa yang berkontribusi besar terhadap
inflasi di Kota Pangkalpinang.
Tabel 4.14 Hasil Uji Analisis Variance Decomposition
Period S.E IHK BERAS BMERAH CBRAWIT DGAYAM DGSAPI KERISI
1 6.743836 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 11.76771 75.53393 9.871424 1.286770 0.192693 1.829376 5.332167 5.953639
3 15.31908 66.81875 12.17094 0.900621 0.260020 4.438247 10.06668 5.344753
4 18.77066 60.05389 13.96559 0.689395 0.193672 5.935212 13.26847 5.893765
5 21.48291 58.33925 13.45168 1.321859 0.513416 6.832314 12.06920 7.472288
6 24.23026 56.59374 12.52413 1.676942 0.658267 7.927122 12.57561 8.044182
7 26.06323 54.49068 12.95233 1.586491 0.594288 9.074521 12.45570 8.845983
8 27.92252 54.46462 12.72629 1.447327 0.517779 9.207935 12.89045 8.745608
9 29.69210 53.48364 12.68381 1.280012 0.461818 10.11838 13.33590 8.636446
10 31.62294 52.78870 13.26356 1.134993 0.426129 10.36960 13.68896 8.328053
11 33.56864 51.53275 14.19396 1.029930 0.403025 10.67171 14.18099 7.987633
12 35.49969 50.77134 14.73666 0.921197 0.401045 10.86417 14.44380 7.861788
13 37.38606 50.39967 14.85520 0.839366 0.424470 11.03537 14.69958 7.746351
14 39.19202 49.93633 14.91199 0.783136 0.425074 11.24184 14.89312 7.808520
15 40.89562 49.63885 14.88832 0.738537 0.403948 11.39841 15.08721 7.844728
16 42.45547 49.25626 14.85016 0.696464 0.379666 11.63693 15.28534 7.895173
17 43.90928 48.95940 14.85727 0.662877 0.364511 11.84179 15.39950 7.914656
18 45.35877 48.67804 14.95377 0.624879 0.355731 11.97904 15.52099 7.887545
19 46.72975 48.39629 15.10865 0.589516 0.348804 12.09634 15.59097 7.869444
20 48.06743 48.19080 15.21279 0.557543 0.344066 12.18824 15.68642 7.820135
21 49.40716 48.00405 15.29285 0.528318 0.341677 12.27934 15.77123 7.782539
75
22 50.75398 47.88347 15.35163 0.502856 0.337514 12.32252 15.85015 7.751860
23 52.06388 47.72201 15.39578 0.479340 0.330327 12.39252 15.94641 7.733608
24 53.33943 47.56817 15.42700 0.459608 0.323844 12.46737 16.02697 7.727035
25 54.58281 47.43836 15.45342 0.442930 0.319928 12.53182 16.09024 7.723307
26 55.78014 47.31135 15.48428 0.427771 0.316828 12.59397 16.13628 7.729520
27 56.93840 47.20040 15.51215 0.413154 0.313352 12.65119 16.18081 7.728937
28 58.06543 47.09901 15.53859 0.399159 0.309714 12.70586 16.22273 7.724941
29 59.17311 47.01599 15.56363 0.385995 0.306482 12.75068 16.26157 7.715653
30 60.27306 46.93298 15.59323 0.373137 0.303240 12.79048 16.30448 7.702450
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa variabel yang
akan diperkirakan akan memiliki kontribusi besar terhadap inflasi
dalam 48 periode (bulan) kedepan adalah inflasi itu sendiri. Pada
periode pertama, keragaman inflasi di Kota Pangkalpinang
dikontribusi oleh guncangan inflasi itu sendiri sebesar 100%.
Dimulai pada periode ke -2 variabel lain mulai berkontribusi
terhadap keragaman inflasi. Yaitu, harga beras berkontribusi sebesar
9.9 % , harga daging sapi sebesar 5.3 %, harga ikan kerisi sebesar 6
%, harga bawang merah sebesar 1.26 % , harga daging ayam sebesar
1.8 % , dan harga cabai rawit berkontribusi sebesar 0.26 %.
Kontribusi variabel lain terhadap keragaman inflasi mulai
menunjukan pengaruh yang kuat terutama pada variabel harga beras,
harga daging sapi dan daging ayam. Hal ini bisa disebabkan karena
beras merupakan kelompok bahan makanan pokok yang utama.
Sehingga apabila ketersediaan beras terganggu akan diikuti dengan
fluktuasi harga dan sangat mudah berpotensi inflasi.
Dimulai dari periode menuju ke- 30 kontribusi yang
diberikan variabel lain selain IHK itu sendiri makin terlihat dan
besar persentasenya. Dan sampai akhir periode penelitian yaitu
periode ke- 48 keragaman inflasi di Kota Pangkalpinang semakin
menunjukan bahwa terdapat kontribusi yang besar dari variabel
harga volatile food . Keragaman inflasi pada periode ke – 48
dijelaskan oleh inflasi itu sendiri sebesar 46 %, lalu oleh harga beras
dijelaskan sebesar 15.8 % , oleh harga daging sapi dan harga daging
ayam masing-masing sebesar 16.7 % dan 13.2 %. Oleh harga ikan
76
kerisi dijelaskan sebesar 7.6 % dan dijelaskan oleh bawang merah
dan cabai rawit sebesar 0.24 % dan 0.27 % .
Grafik 4. 14 Variance Decomposition dari IHK
Berdasarkan analisa tersebut, dapat kita temui bahwa
komoditas pangan yang memiliki kontribusi besar dalam
menjelaskan keragaman inflasi di Kota Pangkalpinang adalah harga
beras, harga daging sapi, harga daging ayam dan harga ikan kerisi.
Bahkan dimulai pada periode kelima, kontribusi harga keempat
komoditas tersebut sudah sangat terlihat. Pergerakan harga beras
yang dominan mempengaruhi tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang.
Beras yang merupakan sumber karbohidrat utama yang dikonsumsi
mayoritas masyarakat mengharuskan ketesediaan stok beras sangat
penting dipantau. Terganggunya pasokan beras akan menyebabkan
40
50
60
70
80
90
100
110
5 10 15 20 25 30 35 40 45
IHK BERAS BMERAH
CBRAWIT DAGAYAM DAGSAPI
KERISI
Variance Decomposition of IHK
77
sinyal lonjakan harga. Apabila terus menerus terganggu akan
memicu terjadinya Inflasi. Oleh karena itu beras dikatakan
memberikan pengaruh dominan terhadap inflasi di Kota
Pangkalpinang. Hal ini juga dapat dilihat dari persentase perubahan
harga pada tahun penelitian yang mengalami kenaikan cukup besar.
Rata-rata peubahan harga beras dari 2013 sampai 2016 kurang lebih
sebesar 7.3598 %. (Tabel 4. )
Komoditas lain yang berkontribusi besar terhadap tingkat
inflasi di Kota Pangkalpinang adalah harga daging sapi dan harga
daging ayam. Penyebab harga kedua komoditas tersebut sebagai
pemicu inflasi diakui lebih kepada faktor musiman. Dimana saat
hari-hari besar keagamaan permintaan daging sapi dan daging ayam
sangat tinggi sehingga harga melonjak. Berdasarkan analisis
perkembangan harga daging sapi yang telah dijelaskan diatas
memang harga daging sapi lebih cepat bergejolak di Kota
Pangkalpinang. Hal tersebut balik lagi dengan bagaimana keadaan di
Pangkalpinang yang belum mampu untuk memproduksi daging sapi
sesuai dengan permintaan masyarakat saat hari besar keagamaan
sehingga mengandalkan pasokan dari luar daerah. Artinya ada
tambahan biaya dalam produksi yang akan meningkatkan harga
pasar dan akan berujung pada inflasi akibat desakan biaya ( cost
push inflation) dalam hal ini contohnya adalah biaya transportasi.
Begitu pula dengan harga daging ayam walaupun mempunyai
produksi lokal sendiri namun untuk musim tertentu ketersediaan
pasokan tidak cukup mengatasi permintaan tinggi dari masyarakat
yang akan memicu terjadinya inflasi tarikan permintaan ( demand
pull inflation).
Setelah itu ada harga komoditas ikan kerisi yang turut
menjadi variabel pemberi kontribusi cukup besar dalam keragaman
inflasi di Kota Pangkalpinang. Sesuai dengan analisis perkembangan
harga diatas telah dipaparkan bahwa ketidakstabilan harga ikan
78
kerisi di Pangkalpinang lebih besar dipengaruhi oleh gangguan alam
seperti cuaca di perairan dan bencana alam. Adanya gangguan
tersebut akan menghambat pasokan, padahal ketersediaan ikan
sangat penting bagi masyarakat Pangkalpinang yang memang sudah
menjadi kebiasaan dalam mengkonsumsi ikan. Ketika permintaan
tinggi dan penawaran tidak mampu memenuhi akan
mengindentifikasi terjadinya inflasi akibat tarikan permintaan.
Hasil analisis Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD) menyimpulkan bahwa tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang
dijelaskan oleh nilai inflasi itu sendiri dan keenam harga komoditas
yang diteliti. Variabel yang memiliki kontribusi terbesar adalah
harga daging sapi dan harga beras dengan persentase tertingginya
sebesar 16.73% dan 15.87 % . Kontribusi yang berasal dari harga
daging ayam persentase tertingginya sebesar 13.22% sedangkan
harga ikan kerisi memberikan kontribusi sebesar 7.62% . Terakhir
adalah kontribusi dari harga cabai rawit dan bawang merah masing-
masing sebesar 0.27% dan 0.24%.
79
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Komoditas seperti beras, daging sapi, bawang merah dan cabai
rawit adalah komoditas yang ketersediaanya masih
mengandalkan dari luar daerah sehingga kelancaran distribusi
dangat dibutuhkan. Kondisi harga keempat komoditas tersebut
dijelaskan sangat bergejolak. Perubahan harga sangat cepat
terjadi dan cukup tinggi persentase perubahannya. Untuk harga
daging ayam di Pangkalpinang cukup stabil dan hanya
berfluktuatif pada keadaan tertentu karena saat ini Pangkalpinang
memiliki daerah sentra produksi yang dapat memenuhi
permintaan masyarakat lokal. Sedangkan untuk kondisi harga
ikan kerisi bisa dikatakan memang cukup fluktuatif walaupun
memang pasokan komoditas ini didatangkan dari dalam daerah.
Gejolak harga pada ikan kerisi lebih disebabkan pada bagaimana
kondisi cuaca perairan yang akan menentukan seberapa besar
hasil tangkapan nelayan untuk dipasarkan.
2. Inflasi merespon cepat ketika terjadi goncangan ekonomi
ataupun non ekonomi pada keenam harga komoditas. Artinya,
ketika keenam komoditas tersebut terdapat goncangan maka
akan mempengaruhi tingkat inflasi. Untuk komoditas seperti
beras, daging sapi, daging ayam dan ikan kerisi goncangan yang
terjadi akan mempengaruhi tingkat inflasi dalam periode
beberapa puluh bulan kedepan. Sedangkan untuk komoditas
bawang merah dan cabai rawit inflasi akan merespon goncangan
yang terjadi pada kedua komoditas tersebut namun dalam
80
beberapa waktu kemudian tingkat inflasi akan kembali ke nilai
rata-ratanya.
3. Tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang dijelaskan oleh nilai
inflasi itu sendiri dan keenam harga komoditas yang diteliti.
Variabel yang memiliki kontribusi terbesar adalah harga daging
sapi dan harga beras dengan persentase tertingginya sebesar
16.73% dan 15.87 % . Kontribusi yang berasal dari harga daging
ayam persentase tertingginya sebesar 13.22% sedangkan harga
ikan kerisi memberikan kontribusi sebesar 7.62% . Terakhir
adalah kontribusi dari harga cabai rawit dan bawang merah
masing-masing sebesar 0.27% dan 0.24%.
SARAN
Berdasarkan hasil penilitian ini maka terdapat beberapa
rekomendasi saran terhadap permasalahan harga volatile food di
Kota Pangkalpinang, sebagai berikut:
1. Meningkatkan minat masyarakat lokal dalam mengkonsumsi
beras dari petani lokal daerah dengan dibantu oleh lembaga
terkait untuk memasarkan dan mensosialisasikannya.
2. Ketersediaan komoditas yang sangat tergantung pada
pasokan luar daerah seperti daging sapi, cabai rawit dan
bawang merah diharapkan lebih fokus untuk menyiapkan
kemandirian ketersediaan / produksi lokal daerah.
3. Memantau jalur distribusi dari mulai produsen hingga ke
konsumen akhir untuk menghindari tengkulak dalam
memainkan harga.
81
DAFTAR PUSTAKA
Agus Widarjono. 2013. Ekonometrika: Pengantar dan aplikasinya,
Ekonosia, Jakarta.
Ariani, M. 2007. Penguatan ketahanan pangan daerah untuk mendukung
ketahanan pangan nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Jakarta: 125-128.
Ariefianto D. 2012. Ekonometrika: Esensi dan Aplikasi dengan
MenggunakanEviews. Jakart. Erlangga: 112-115.
Arifin B. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta
(ID): Raja Grafindo Persada: 125.
Badan Pusat Statistik. 2015a. Inflasi Umum Indonesia Tahunan. Jakarta:
BPS Indonesia. Diakses pada tanggal 19 November 2017.
Badan Pusat Statistik. 2017 .Konsumsi Penduduk Indonesia. Jakarta: BPS
Indonesia. Diakses pada tanggal 19 November 2017.
Badan Pusat Statistik Kota Pangkalpinang . 2013. Pangkalpinang Dalam
Angka 2013. Pangkalpinang: BPS Kota Pangkalpinang. Diakses pada
tanggal 19 November 2017.
___________________________________________________.2014a.
Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Kota Pangkalpinang 2014 .
Pangkalpinang: BPS Kota Pangkalpinang. Diakses pada tanggal 19
November 2017.
__________________________________________________. 2014b.
Statistik Harga Konsumen Kota Pangkalpinang 2014 Pangkalpinang: BPS
Kota Pangkalpinang. Diakses pada tanggal 19 November 2017.
__________________________________________________. 2015a. .
Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Kota Pangkalpinang 2015.
Pangkalpinang: BPS Kota Pangkalpinang. Diakses pada tanggal 19
November 2017
82
__________________________________________________. 2015b.
Statistik Harga Konsumen Kota Pangkalpinang 2015. Pangkalpinang: BPS
Kota Pangkalpinang. Diakses pada tanggal 19 November 2017.
Badan Pusat Statistik Pangkalpinang. 2016a. Indeks Harga Konsumen dan
Inflasi Kota Pangkalpinang 2016. Pangkalpinang: BPS Kota
Pangkalpinang. Diakses pada tanggal 19 November 2017.
Badan Pusat Statistik Pangkalpinang. 2016b. Statistik Harga Konsumen
Kota Pangkalpinang 2016. Pangkalpinang: BPS Kota Pangkalpinang.
Diakses pada tanggal 19 November 2017.
Busnita, SS. 2014. Volatilitas dan disparitas harga beras studi di negara
Indonesia, India dan dunia. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Case, Karl. E., & Fair, Ray. C. (2007). Principles of Economics. Eighth
Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Chris, Brooks. (2008). Introductory Econometrics for Finance. Second
Edition. New York : Cambridge University Press.
Christanty H. 2013. Pengaruh volatilitas harga terhadap inflasi di Kota
Malang: pendekatan model ARCH/GARCH. [skripsi]. Malang: Universitas
Brawijaya.
Enders, Walter. 1995. Applied Economic Time Series. New York: John
Wiley&Sons
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time
Series. Bogor: IPB Press.
Gujarati D. 2003. Basic Econometrics. Edisi ke-4. Singapura (SG):
McGrawb Hill.
Hardjanto Arini. 2014. Volatilitas Harga Pangan dan Pengaruhnya Terhadap
Indikator Makroekonomi. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
J. Davidson, A.Halunga, T.A Lylod, S.Mc Corriston, dan C.W Morgan.
2012. Explaining UK Food Price Inflation. Working Paper No. 1
Transparency of Food Pricing. TRANSFOP.
Juanda, Bambang dan Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu Teori dan
Aplikasi. Bogor : IPB Press.
83
Kementerian Pertanian. 2015. Buletin Harga Pangan Desember 2014. Pusat
Distribusi dan Cadangan Pangan. Jakarta: Kementerian Pertanian
Republik Indonesia.
Masih Rumi, Sanjay Peters, Lurion De Mello. 2011. Oil Price Volatility and
stock price fluctuation in an emerging market; Evidence in South Korea.
Macquarie University, Sydney, Australia.
Nurgiantoro, Burhan, Gunawan, dan Marzuki. 2009. Statistik Terapan.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Nurhemi, Shinta RI, Guruh S. 2014. Pemetaan ketahanan Pangan di
Indonesia: Pendekatan TPF dan Indeks Ketahanan Pangan .Working paper
Bank Indonesia. WP/04/2014.
Pangestu Galih Muhammad. 2017. Analisis Volatilitas Harga Bahan Pangan
Utama Di Indonesia. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Prastowo NJ, Yanuarti T, Depari Y. 2008. Pengaruh distribusi dalam
pembentukan harga komoditas dan implikasinya terhadap inflasi. Working
paper Bank Indonesia. WP/07/2008.
Putra. M. Ikhwan. 2014. Determinasi Kenaikan Harga Pangan Di Indonesia
(Pangan Padi Kedelai Periode 2001-2011). [skripsi]. Malang. Universitas
Brawijaya.
Sekhar C.S.C dan Yoghes Bhatt. 2014. Food Inflation and Volatility in
India. Institute of Economic Growth.
Sinay, Lexy Janzen .2014. PENDEKATAN VECTOR ERROR
CORRECTION MODEL UNTUK ANALISIS HUBUNGAN INFLASI, BI
RATE DAN KURS DOLAR AMERIKA SERIKAT. [Jurnal]. Maluku (ID).
Universitas Pattimura.
Widiarsih, Dwi. 2012. Pengaruh Sektor Komoditi Beras Terhadap Inflasi
Bahan Makanan. [skripsi]. Riau : Universitas Riau.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1. Indeks Harga Konsumen dan Harga Komoditas Pangan di Pangkalpinang
Bulan IHK Beras Daging Sapi (Murni / Has)
Daging Ayam Ras Cabe Rawit
Bawang Merah Lokal Ikan Kerisi
Jan-13 150,73 9300 90667 36000 45667 20400 37500Feb-13 152,52 9233 90000 28000 47500 23500 33333Mar-13 155,12 9094 90000 28000 63333 48500 40000Apr-13 156,14 8711 75000 29500 67917 15250 32500Mei-13 155,4 8981 92500 28000 50000 39500 32500Jun-13 157,12 9189 95000 34750 60417 38000 33833Jul-13 162,22 9583 95333 36467 103333 60000 40000
Agust-13 162,47 9650 108889 29000 103889 65000 31250
Sep-13 161,02 9601 100000 32200 65000 29800 40000Okt-13 161,25 9458 100000 32600 64000 30000 36667Nop-13 159,83 9281 100000 27500 61667 32500 30000Des-13 161,83 9162 106000 28000 58333 30200 35000Jan-14 114,92 9308 83056 33625 63125 30917 47500Feb-14 112,5 9781 83333 32500 73750 24500 46250Mar-14 110,52 10024 81778 26000 104833 22000 27500Apr-14 112,25 9637 82917 27625 85500 24500 42500Mei-14 110,83 9404 83333 31750 36167 25000 42500Jun-14 113,16 9314 83333 32000 29867 26000 37500Jul-14 114,39 9327 85500 33700 35833 28267 50833
Agust-14 113,36 9393 82500 28375 34375 26500 42917
Sep-14 114,82 9452 82500 32600 32600 20400 51459Okt-14 114,04 9369 83403 24750 36708 23500 43750Nop-14 115,29 9443 80000 25000 67263 24000 43750Des-14 118,26 9948 79667 27000 97247 27600 45000Jan-15 119,38 10263 100000 32500 73044 28000 53750Feb-15 118,32 10450 100000 27000 38714 28000 50000Mar-15 117,77 10817 100000 25000 49941 36400 36250
Lampiran 2 Hasil Uji Stasioneritas pada tingkat level
Hasil Uji Stasioneritas Pada 1st Difference
Lampiran 3.Hasil Uji Lag Optimal
VAR Lag Order Selection CriteriaEndogenous variables: IHK BERAS BAWANG_MERAH_LOKAL CABE_RAWIT DAGING_AYAM_RAS DAGING_SAPI__MURNI___HAS Exogenous variables: C Date: 01/18/18 Time: 13:29
Sample: 2013M01 2016M12Included observations: 45
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -2396.647 NA 9.57e+38 106.7843 107.0252 106.87411 -2263.516 224.8434 1.30e+37 102.4674 104.1536* 103.0960*2 -2241.960 30.65708 2.69e+37 103.1094 106.2409 104.27683 -2181.720 69.61116* 1.16e+37* 102.0320* 106.6089 103.7382
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 4. Hasil Uji Stabilitas Model VAR
Roots of Characteristic PolynomialEndogenous variables: IHK BERAS BMERAH CBRAWIT DAGAYAM DAGSAPI KERISI Exogenous variables: C Lag specification: 1 3Date: 01/18/18 Time: 20:23
Root Modulus
0.967801 + 0.052942i 0.969248 0.967801 - 0.052942i 0.969248 0.859170 + 0.294719i 0.908313 0.859170 - 0.294719i 0.908313 0.562872 + 0.652835i 0.861985 0.562872 - 0.652835i 0.861985-0.045257 - 0.857615i 0.858809-0.045257 + 0.857615i 0.858809 0.661083 - 0.502560i 0.830420
0.661083 + 0.502560i 0.830420-0.300862 + 0.731355i 0.790821-0.300862 - 0.731355i 0.790821-0.178263 + 0.761551i 0.782137-0.178263 - 0.761551i 0.782137 0.371856 - 0.662862i 0.760042 0.371856 + 0.662862i 0.760042-0.653388 + 0.368373i 0.750076-0.653388 - 0.368373i 0.750076-0.668225 0.668225-0.409168 + 0.092315i 0.419453-0.409168 - 0.092315i 0.419453
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 5. Hasil Uji Kointegrasi
Date: 11/22/17 Time: 16:31Sample (adjusted): 2013M03 2016M12Included observations: 46 after adjustmentsTrend assumption: Linear deterministic trendSeries: IHK BAWANG_MERAH_LOKAL BERAS CABE_RAWIT DAGING_AYAM_RAS DAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.666929 148.7272 125.6154 0.0009At most 1 * 0.579050 98.15485 95.75366 0.0338At most 2 0.481093 58.35376 69.81889 0.2894At most 3 0.242724 28.17637 47.85613 0.8060At most 4 0.193755 15.38713 29.79707 0.7545At most 5 0.095766 5.480224 15.49471 0.7559
At most 6 0.018299 0.849558 3.841466 0.3567
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized Max-Eigen 0.05No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.666929 50.57240 46.23142 0.0162At most 1 0.579050 39.80109 40.07757 0.0537At most 2 0.481093 30.17740 33.87687 0.1299At most 3 0.242724 12.78924 27.58434 0.8962At most 4 0.193755 9.906901 21.13162 0.7534At most 5 0.095766 4.630665 14.26460 0.7875At most 6 0.018299 0.849558 3.841466 0.3567
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
-0.000732 8.37E-05 -0.000184 3.10E-05 2.77E-05 -4.42E-05 0.000176 0.020619 2.38E-05 0.000674 2.93E-05 -0.000350 -8.07E-05 -3.23E-05-0.020228 0.000118 -0.002069 -2.94E-05 -0.000263 5.67E-05 7.90E-05 0.068422 8.06E-05 0.002330 -3.97E-05 3.49E-05 -0.000303 -5.75E-06 0.084636 -2.13E-05 0.000847 -2.92E-05 -0.000234 -0.000101 0.000145-0.050656 -4.43E-06 -1.73E-05 -7.49E-06 -9.06E-05 3.08E-05 5.00E-06-0.051071 -1.18E-05 -0.001233 7.77E-06 4.08E-05 2.63E-05 -2.49E-05
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha):
D(IHK) 1.452595 -0.017907 -0.434103 2.696265 -0.519737 1.010820 -0.000194D(BAWANG_ME -3521.198 -1329.418 -3925.664 783.2027 2081.790 23.98296 399.9973
RAH_LOKAL)D(BERAS) 49.38544 -25.80737 72.37273 -8.468012 52.89252 14.61200 21.18409
D(CABE_RAWIT) -7825.830 -6947.507 5026.721 2431.746 3225.076 287.1831 -343.6526
D(DAGING_AYAM_RAS) -1197.916 1827.793 784.5467 -242.3534 -27.39363 276.3731 79.72376
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) 1474.534 1245.778 -1154.706 1663.120 82.40966 -284.7337 450.5920D(IKAN_KERISI) -4121.338 1281.605 474.6383 -371.4070 -1659.039 321.2057 273.7582
1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2770.677
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
1.000000 -0.114304 0.250838 -0.042304 -0.037801 0.060413 -0.240245 (0.02662) (0.37369) (0.01043) (0.07816) (0.03440) (0.03679)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)D(IHK) -0.001063
(0.00079)D(BAWANG_ME
RAH_LOKAL) 2.577121 (1.04147)
D(BERAS) -0.036145 (0.02815)
D(CABE_RAWIT) 5.727629
(1.90938)D(DAGING_AYA
M_RAS) 0.876740 (0.36409)
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) -1.079194 (0.65804)
D(IKAN_KERISI) 3.016356 (0.67781)
2 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2750.776
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
1.000000 0.000000 0.034869 0.000985 -0.017187 -0.003270 -0.003951 (0.01564) (0.00045) (0.00322) (0.00133) (0.00141)
0.000000 1.000000 -1.889424 0.378719 0.180341 -0.557135 2.067236 (3.11331) (0.08858) (0.64108) (0.26524) (0.28079)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)D(IHK) -0.001432 0.000121
(0.02236) (9.4E-05)D(BAWANG_ME
RAH_LOKAL) -24.83359 -0.326180 (29.0102) (0.12229)
D(BERAS) -0.568256 0.003518 (0.78875) (0.00332)
D(CABE_RAWIT) -137.5201 -0.819856
(48.3920) (0.20399)D(DAGING_AYA
M_RAS) 38.56322 -0.056763 (8.17947) (0.03448)
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) 24.60699 0.152972 (18.0621) (0.07614)
D(IKAN_KERISI) 29.44123 -0.314315 (18.6061) (0.07843)
3 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2735.688
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
1.000000 0.000000 0.000000 -0.000665 -0.036481 -0.001555 -0.011404 (0.00090) (0.00614) (0.00147) (0.00255)
0.000000 1.000000 0.000000 0.468127 1.225816 -0.650024 2.471099
(0.11017) (0.75446) (0.18069) (0.31270) 0.000000 0.000000 1.000000 0.047320 0.553330 -0.049163 0.213749
(0.01615) (0.11057) (0.02648) (0.04583)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)D(IHK) 0.007349 7.00E-05 0.000619
(0.03125) (0.00016) (0.00236)D(BAWANG_ME
RAH_LOKAL) 54.57452 -0.787821 7.873115 (36.0952) (0.18272) (2.72823)
D(BERAS) -2.032207 0.012029 -0.176211 (1.04975) (0.00531) (0.07934)
D(CABE_RAWIT) -239.2003 -0.228737 -13.64712
(63.4249) (0.32106) (4.79392)D(DAGING_AYA
M_RAS) 22.69346 0.035496 -0.171425 (10.8318) (0.05483) (0.81871)
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) 47.96431 0.017184 2.958239 (24.6932) (0.12500) (1.86642)
D(IKAN_KERISI) 19.84027 -0.258500 0.638368 (25.9592) (0.13141) (1.96210)
4 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2729.293
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -0.041825 -0.001416 -0.011766 (0.00685) (0.00159) (0.00278)
0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 4.987794 -0.748127 2.725660 (1.09827) (0.25549) (0.44581)
0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.933606 -0.059079 0.239481 (0.15510) (0.03608) (0.06296)
0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 -8.036232 0.209564 -0.543787 (1.65244) (0.38440) (0.67077)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)D(IHK) 0.191831 0.000287 0.006903 -4.98E-05
(0.07326) (0.00016) (0.00315) (6.4E-05)D(BAWANG_ME
RAH_LOKAL) 108.1624 -0.724722 9.698315 -0.063632 (92.2904) (0.20749) (3.96860) (0.08110)
D(BERAS) -2.611602 0.011346 -0.195945 -0.001020 (2.69644) (0.00606) (0.11595) (0.00237)
D(CABE_RAWIT) -72.81654 -0.032823 -7.980102 -0.690371
(160.310) (0.36042) (6.89353) (0.14087)D(DAGING_AYA
M_RAS) 6.111264 0.015971 -0.736213 0.003039 (27.6860) (0.06225) (1.19053) (0.02433)
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) 161.7575 0.151173 6.834025 0.050094 (60.1392) (0.13521) (2.58606) (0.05285)
D(IKAN_KERISI) -5.571964 -0.288422 -0.227170 -0.089247 (66.5750) (0.14968) (2.86281) (0.05850)
5 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2724.339
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -0.000374 0.005411 (0.00065) (0.00114)
0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -0.872337 0.677297 (0.13960) (0.24345)
0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 -0.082329 -0.143928 (0.01801) (0.03140)
0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.409689 2.756494 (0.33292) (0.58061)
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.024903 0.410675 (0.04521) (0.07885)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)D(IHK) 0.147843 0.000298 0.006463 -3.47E-05 0.000376
(0.11066) (0.00017) (0.00325) (7.0E-05) (0.00049)D(BAWANG_ME
RAH_LOKAL) 284.3569 -0.769121 11.46236 -0.124375 0.939545 (134.509) (0.20109) (3.94710) (0.08540) (0.59545)
D(BERAS) 1.865011 0.010218 -0.151125 -0.002563 -0.021304 (3.96908) (0.00593) (0.11647) (0.00252) (0.01757)
D(CABE_RAWIT) 200.1411 -0.101606 -5.247280 -0.784473 0.224203
(235.599) (0.35221) (6.91351) (0.14958) (1.04296)D(DAGING_AYA
M_RAS) 3.792776 0.016555 -0.759426 0.003838 -0.881281 (41.9716) (0.06275) (1.23163) (0.02665) (0.18580)
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) 168.7323 0.149415 6.903856 0.047690 -0.053060 (91.1642) (0.13629) (2.67516) (0.05788) (0.40357)
D(IKAN_KERISI) -145.9864 -0.253039 -1.632985 -0.040839 -0.311858 (96.1483) (0.14374) (2.82141) (0.06105) (0.42563)
6 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -2722.024
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
IHKBAWANG_MERA
H_LOKAL BERAS CABE_RAWITDAGING_AYAM_
RASDAGING_SAPI__MURNI___HAS IKAN_KERISI
1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.016032 (0.00421)
0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 25.42712 (7.96864)
0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2.191891 (0.74243)
0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 -8.867139 (3.59363)
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 -0.295865 (0.21151)
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 28.37186 (9.21336)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)D(IHK) 0.096639 0.000294 0.006445 -4.23E-05 0.000285 -0.000821
(0.11959) (0.00016) (0.00320) (7.0E-05) (0.00049) (0.00033)D(BAWANG_ME
RAH_LOKAL) 283.1420 -0.769227 11.46194 -0.124555 0.937371 -0.406021 (147.493) (0.20116) (3.94713) (0.08587) (0.60521) (0.40449)
D(BERAS) 1.124830 0.010154 -0.151379 -0.002673 -0.022628 0.001700 (4.34208) (0.00592) (0.11620) (0.00253) (0.01782) (0.01191)
D(CABE_RAWIT) 185.5936 -0.102878 -5.252254 -0.786623 0.198173 0.138755
(258.275) (0.35225) (6.91185) (0.15036) (1.05979) (0.70830)D(DAGING_AYA
M_RAS) -10.20710 0.015331 -0.764213 0.001769 -0.906332 0.034806 (45.6798) (0.06230) (1.22246) (0.02659) (0.18744) (0.12527)
D(DAGING_SAPI__MURNI___H
AS) 183.1557 0.150677 6.908789 0.049821 -0.027251 -0.752454 (99.7968) (0.13611) (2.67072) (0.05810) (0.40950) (0.27368)
D(IKAN_KERISI) -162.2573 -0.254462 -1.638549 -0.043244 -0.340972 0.395233 (105.227) (0.14351) (2.81605) (0.06126) (0.43178) (0.28858)
Lampiran 6. Hasil Estimasi VECM
Vector Error Correction Estimates Date: 11/22/17 Time: 20:43 Sample (adjusted): 2013M05 2016M12 Included observations: 44 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
IHK(-1) 1.000000
BAWANG_MERAH_LOKAL(-1) -0.001035
(0.00033)[-3.09995]
BERAS(-1) 0.007333 (0.00405)[ 1.81196]
CABE_RAWIT(-1) -0.000644 (0.00015)[-4.42988]
DAGING_AYAM_RAS(-1) 0.000957 (0.00098)[ 0.97563]
DAGING_SAPI__MURNI___HAS(-1) 0.000357
(0.00030)[ 1.18616]
IKAN_KERISI(-1) 0.002786 (0.00055)[ 5.08041]
C -308.9832
Error Correction: D(IHK)D(BAWANG_MERAH_LOKAL) D(BERAS)
D(CABE_RAWIT)
D(DAGING_AYAM_RAS)
D(DAGING_SAPI__MURNI___
HAS)D(IKAN_KERISI
)
CointEq1 -0.310692 158.7266 2.429860 211.0192 -98.28335 -176.1859 -233.0652 (0.08442) (106.758) (2.51767) (201.692) (37.8589) (57.4949) (78.9195)[-3.68031] [ 1.48679] [ 0.96512] [ 1.04624] [-2.59604] [-3.06437] [-2.95320]
D(IHK(-1)) 0.479509 216.7470 -10.78525 -491.4049 40.13186 538.8109 -87.42357 (0.22864) (289.146) (6.81892) (546.268) (102.538) (155.721) (213.748)[ 2.09718] [ 0.74961] [-1.58166] [-0.89957] [ 0.39138] [ 3.46011] [-0.40900]
D(IHK(-2)) 0.794928 -233.2307 -15.10458 -1510.907 155.5042 505.1274 698.6659 (0.27113) (342.870) (8.08588) (647.765) (121.590) (184.654) (253.462)[ 2.93193] [-0.68023] [-1.86802] [-2.33249] [ 1.27892] [ 2.73554] [ 2.75649]
D(IHK(-3)) 1.447647 -197.5925 15.68936 1120.615 386.7084 706.8552 507.2337
(0.37122) (469.443) (11.0709) (886.894) (166.476) (252.820) (347.030)[ 3.89973] [-0.42091] [ 1.41718] [ 1.26353] [ 2.32291] [ 2.79588] [ 1.46164]
D(BAWANG_MERAH_LOKAL(-1)) 3.77E-06 -0.145231 -0.003036 -0.205698 -0.032219 0.049923 -0.503238
(0.00018) (0.22781) (0.00537) (0.43039) (0.08079) (0.12269) (0.16841)[ 0.02093] [-0.63750] [-0.56503] [-0.47793] [-0.39880] [ 0.40690] [-2.98822]
D(BAWANG_MERAH_LOKAL(-2)) -0.000130 -0.115873 -0.005633 -0.512624 -0.042900 -0.063623 -0.116182
(0.00019) (0.24605) (0.00580) (0.46485) (0.08726) (0.13251) (0.18189)[-0.67019] [-0.47093] [-0.97068] [-1.10277] [-0.49166] [-0.48013] [-0.63875]
D(BAWANG_MERAH_LOKAL(-3)) 0.000222 -0.231299 0.002172 0.496946 0.082644 0.040507 0.057527
(0.00017) (0.21330) (0.00503) (0.40297) (0.07564) (0.11487) (0.15768)[ 1.31787] [-1.08440] [ 0.43185] [ 1.23320] [ 1.09259] [ 0.35263] [ 0.36484]
D(BERAS(-1)) 0.026160 -3.547242 -0.114814 -1.950791 6.842494 16.38149 13.33909 (0.00798) (10.0905) (0.23796) (19.0634) (3.57834) (5.43428) (7.45928)[ 3.27857] [-0.35154] [-0.48248] [-0.10233] [ 1.91220] [ 3.01447] [ 1.78825]
D(BERAS(-2)) 0.025936 -4.174097 -0.587022 -3.709355 1.369492 9.250254 8.555873 (0.00718) (9.07450) (0.21400) (17.1440) (3.21804) (4.88711) (6.70821)[ 3.61445] [-0.45998] [-2.74305] [-0.21637] [ 0.42557] [ 1.89279] [ 1.27543]
D(BERAS(-3)) 0.028669 4.727102 0.165993 -11.88909 5.535583 16.40601 4.429068 (0.00791) (10.0041) (0.23593) (18.9001) (3.54768) (5.38772) (7.39538)[ 3.62409] [ 0.47252] [ 0.70358] [-0.62905] [ 1.56034] [ 3.04507] [ 0.59890]
D(CABE_RAWIT(-1)) -0.000227 0.136980 0.008587 0.363085 -0.026467 -0.071434 0.022619 (0.00010) (0.12993) (0.00306) (0.24548) (0.04608) (0.06998) (0.09605)[-2.20518] [ 1.05424] [ 2.80225] [ 1.47911] [-0.57440] [-1.02084] [ 0.23549]
D(CABE_RAWIT(-2)) -0.000271 0.026367 0.006236 -0.203626 -0.078013 -0.033699 -0.218619 (0.00012) (0.15437) (0.00364) (0.29164) (0.05474) (0.08314) (0.11411)[-2.22214] [ 0.17081] [ 1.71301] [-0.69822] [-1.42509] [-0.40535] [-1.91579]
D(CABE_RAWIT(-3)) -0.000306 0.062196 0.000328 -0.257045 -0.074968 -0.132649 -0.214634 (0.00012) (0.15348) (0.00362) (0.28995) (0.05443) (0.08266) (0.11346)
[-2.51862] [ 0.40525] [ 0.09051] [-0.88650] [-1.37742] [-1.60485] [-1.89179]
D(DAGING_AYAM_RAS(-1)) 0.001152 1.300031 0.022853 0.181763 -0.262100 0.868285 -0.080871
(0.00054) (0.68597) (0.01618) (1.29597) (0.24326) (0.36943) (0.50710)[ 2.12382] [ 1.89517] [ 1.41266] [ 0.14025] [-1.07744] [ 2.35032] [-0.15948]
D(DAGING_AYAM_RAS(-2)) 8.96E-05 1.048825 0.018016 -0.091653 -0.534084 0.463777 -0.527900
(0.00057) (0.71830) (0.01694) (1.35705) (0.25473) (0.38684) (0.53100)[ 0.15776] [ 1.46014] [ 1.06356] [-0.06754] [-2.09669] [ 1.19887] [-0.99417]
D(DAGING_AYAM_RAS(-3)) -1.90E-06 -0.149620 0.005356 0.750466 -0.143617 -0.603558 -0.101554
(0.00052) (0.65985) (0.01556) (1.24662) (0.23400) (0.35537) (0.48779)[-0.00365] [-0.22675] [ 0.34419] [ 0.60200] [-0.61375] [-1.69841] [-0.20819]
D(DAGING_SAPI__MURNI___HAS(-1)) -0.001052 -0.260293 0.011857 0.526231 0.006578 -0.999142 0.364057
(0.00037) (0.46962) (0.01107) (0.88722) (0.16654) (0.25291) (0.34716)[-2.83232] [-0.55427] [ 1.07065] [ 0.59312] [ 0.03950] [-3.95051] [ 1.04867]
D(DAGING_SAPI__MURNI___HAS(-2)) -0.001224 0.342570 0.023531 1.353420 -0.159578 -0.622865 -0.378190
(0.00044) (0.55414) (0.01307) (1.04690) (0.19651) (0.29843) (0.40964)[-2.79404] [ 0.61820] [ 1.80067] [ 1.29279] [-0.81206] [-2.08712] [-0.92323]
D(DAGING_SAPI__MURNI___HAS(-3)) -0.001811 0.173383 -0.014835 -1.180985 -0.533892 -0.807357 -0.656728
(0.00046) (0.58267) (0.01374) (1.10081) (0.20663) (0.31380) (0.43073)[-3.93101] [ 0.29756] [-1.07961] [-1.07283] [-2.58380] [-2.57283] [-1.52467]
D(IKAN_KERISI(-1)) 2.53E-05 -0.826380 -0.010347 -1.060550 0.067471 -0.008020 0.009691 (0.00031) (0.38709) (0.00913) (0.73132) (0.13727) (0.20847) (0.28615)[ 0.08261] [-2.13483] [-1.13345] [-1.45020] [ 0.49151] [-0.03847] [ 0.03387]
D(IKAN_KERISI(-2)) 0.000498 -0.792591 -0.000528 -0.263650 0.057494 0.126516 0.072680 (0.00031) (0.39085) (0.00922) (0.73841) (0.13861) (0.21049) (0.28893)[ 1.61003] [-2.02786] [-0.05725] [-0.35705] [ 0.41480] [ 0.60104] [ 0.25155]
D(IKAN_KERISI(-3)) 0.000149 -0.198695 -0.005401 -0.880456 -0.137968 0.214758 -0.066038
(0.00023) (0.28957) (0.00683) (0.54707) (0.10269) (0.15595) (0.21406)[ 0.65232] [-0.68617] [-0.79096] [-1.60940] [-1.34355] [ 1.37710] [-0.30850]
C -1.903067 1245.689 84.61081 159.1334 -286.9240 400.3568 -271.4822 (1.27116) (1607.52) (37.9100) (3036.99) (570.064) (865.734) (1188.34)[-1.49711] [ 0.77491] [ 2.23189] [ 0.05240] [-0.50332] [ 0.46245] [-0.22846]
R-squared 0.586421 0.545250 0.704622 0.641406 0.637356 0.741567 0.694528 Adj. R-squared 0.153147 0.068846 0.395178 0.265737 0.257443 0.470827 0.374510 Sum sq. resids 955.0659 1.53E+09 849456.4 5.45E+09 1.92E+08 4.43E+08 8.35E+08 S.E. equation 6.743836 8528.303 201.1226 16112.05 3024.340 4592.947 6304.442 F-statistic 1.353465 1.144511 2.277057 1.707368 1.677638 2.739038 2.170278 Log likelihood -130.1403 -444.4110 -279.5329 -472.4028 -398.7963 -417.1808 -431.1170 Akaike AIC 6.960922 21.24596 13.75149 22.51831 19.17256 20.00822 20.64168 Schwarz SC 7.893567 22.17860 14.68414 23.45095 20.10521 20.94086 21.57433 Mean dependent -0.516818 701.1364 64.18182 -56.47727 -27.27273 772.7273 369.3182 S.D. dependent 7.328296 8837.956 258.6110 18802.91 3509.666 6313.824 7971.436
Determinant resid covariance (dof adj.) 1.81E+43 Determinant resid covariance 1.02E+41 Log likelihood -2514.434 Akaike information criterion 121.9288 Schwarz criterion 128.7412
Lampiran 7. Hasil Uji Variance Decomposition
Period S.E. IHK BERAS BMERAH CBRAWIT DAGAYAM DAGSAPI KERISI
1 6.743836 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 11.76771 75.53393 9.871424 1.286770 0.192693 1.829376 5.332167 5.953639 3 15.31908 66.81875 12.17094 0.900621 0.260020 4.438247 10.06668 5.344753 4 18.77066 60.05389 13.96559 0.689395 0.193672 5.935212 13.26847 5.893765 5 21.48291 58.33925 13.45168 1.321859 0.513416 6.832314 12.06920 7.472288 6 24.23026 56.59374 12.52413 1.676942 0.658267 7.927122 12.57561 8.044182
7 26.06323 54.49068 12.95233 1.586491 0.594288 9.074521 12.45570 8.845983 8 27.92252 54.46462 12.72629 1.447327 0.517779 9.207935 12.89045 8.745608 9 29.69210 53.48364 12.68381 1.280012 0.461818 10.11838 13.33590 8.636446
10 31.62294 52.78870 13.26356 1.134993 0.426129 10.36960 13.68896 8.328053 11 33.56864 51.53275 14.19396 1.029930 0.403025 10.67171 14.18099 7.987633 12 35.49969 50.77134 14.73666 0.921197 0.401045 10.86417 14.44380 7.861788 13 37.38606 50.39967 14.85520 0.839366 0.424470 11.03537 14.69958 7.746351 14 39.19202 49.93633 14.91199 0.783136 0.425074 11.24184 14.89312 7.808520 15 40.89562 49.63885 14.88832 0.738537 0.403948 11.39841 15.08721 7.844728 16 42.45547 49.25626 14.85016 0.696464 0.379666 11.63693 15.28534 7.895173 17 43.90928 48.95940 14.85727 0.662877 0.364511 11.84179 15.39950 7.914656 18 45.35877 48.67804 14.95377 0.624879 0.355731 11.97904 15.52099 7.887545 19 46.72975 48.39629 15.10865 0.589516 0.348804 12.09634 15.59097 7.869444 20 48.06743 48.19080 15.21279 0.557543 0.344066 12.18824 15.68642 7.820135 21 49.40716 48.00405 15.29285 0.528318 0.341677 12.27934 15.77123 7.782539 22 50.75398 47.88347 15.35163 0.502856 0.337514 12.32252 15.85015 7.751860 23 52.06388 47.72201 15.39578 0.479340 0.330327 12.39252 15.94641 7.733608 24 53.33943 47.56817 15.42700 0.459608 0.323844 12.46737 16.02697 7.727035 25 54.58281 47.43836 15.45342 0.442930 0.319928 12.53182 16.09024 7.723307 26 55.78014 47.31135 15.48428 0.427771 0.316828 12.59397 16.13628 7.729520 27 56.93840 47.20040 15.51215 0.413154 0.313352 12.65119 16.18081 7.728937 28 58.06543 47.09901 15.53859 0.399159 0.309714 12.70586 16.22273 7.724941 29 59.17311 47.01599 15.56363 0.385995 0.306482 12.75068 16.26157 7.715653 30 60.27306 46.93298 15.59323 0.373137 0.303240 12.79048 16.30448 7.702450 31 61.35917 46.85010 15.62712 0.361084 0.300146 12.82662 16.34447 7.690467 32 62.43041 46.77336 15.65617 0.350025 0.297742 12.86012 16.38332 7.679264 33 63.48684 46.70113 15.68026 0.340010 0.296038 12.89298 16.41693 7.672658 34 64.52608 46.63785 15.69949 0.331001 0.294378 12.92180 16.44644 7.669031 35 65.54248 46.57608 15.71447 0.322586 0.292345 12.95218 16.47488 7.667463 36 66.53934 46.51917 15.72641 0.314721 0.290191 12.98214 16.50151 7.665854 37 67.52073 46.46628 15.73902 0.307205 0.288139 13.00981 16.52657 7.662971 38 68.48688 46.41452 15.75442 0.299934 0.286208 13.03556 16.54998 7.659388 39 69.44010 46.36462 15.77119 0.292898 0.284474 13.05953 16.57289 7.654408 40 70.38202 46.31752 15.78797 0.286204 0.283015 13.08167 16.59431 7.649314 41 71.31330 46.27459 15.80319 0.279913 0.281763 13.10163 16.61434 7.644583 42 72.23417 46.23371 15.81659 0.273963 0.280516 13.12071 16.63395 7.640564 43 73.14377 46.19483 15.82832 0.268374 0.279209 13.13916 16.65271 7.637394 44 74.04170 46.15782 15.83855 0.263112 0.277910 13.15717 16.67071 7.634722 45 74.92823 46.12206 15.84826 0.258120 0.276676 13.17479 16.68760 7.632497 46 75.80368 46.08785 15.85804 0.253350 0.275509 13.19151 16.70342 7.630326
47 76.66797 46.05484 15.86787 0.248760 0.274403 13.20762 16.71839 7.628116 48 77.52222 46.02359 15.87739 0.244348 0.273374 13.22293 16.73266 7.625709
Cholesky
Ordering: IHK
BERASBMERA
HCBRAWIT
DAGAYAM
DAGSAPI
KERISI