Gedung DRPM UI Kampus UI, Depok 16424 T : 021-7270152 ... 2011/Jangan... · pada ilmuwan geometri...

3
Pembaca sekalian, Riset dilakukan untuk menjawab hal- hal yang belum kita ketahui. Oleh karena itu, riset menciptakan pengetahuan baru. Pengetahuan baru hanya dapat menjadi sesuatu yang diketahui oleh banyak orang jika dapat diakses informasinya. Itulah sebabnya mengapa hasil riset harus ditulis dan dipublikasikan. Tanpa publikasi, pengetahuan baru dari sebuah riset akan terpendam dalam perjalanan waktu. Pengetahuan itu tidak akan tumbuh menjadi pengetahuan yang sesungguhnya, yaitu pengetahuan yang diketahui dan (yang lebih penting lagi) yang dapat dikritisi, didiskusikan, disebarkan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Warta DRPM kali ini mengetengahkan isu utama mengenai penulisan hasil riset dalam beberapa artikel dengan mengaitkannya pada analisis mengenai Hibah Riset UI 2011, evaluasi dosen inti, dan aktivitas pusat-pusat riset. Semoga edisi kali ini dapat menumbuhkan semangat sivitas akademika UI untuk selalu produktif menuliskan pengetahuan-pengetahuan baru. Selamat membaca! Citra Wardhani Warta DRPM UI Michael Faraday 1791 – 1867 VOL. 04 NO. 02 APRIL 11 Warta DRPM 1 VOL. 04 NO. 03 JULI 11 Gedung DRPM UI Kampus UI, Depok 16424 T : 021-7270152/78849118 F : 021-78849119 E : [email protected] www.research.ui.ac.id DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Editorial Jangan Sampai Periset UI Menulis Hanya Sepertiga Artikel Hasil Riset Seumur Hidupnya Bahasan Utama Agustino Zulys mengangkat isu mengenai publikasi Indonesia yang rendah dan bagaimana UI berupaya melakukan upaya untuk menciptakan budaya riset yang dapat meningkatkan publikasi internasional Indonesia. Tiga aktivitas yang diungkapkan oleh Michael Faraday merupakan bentuk tanggung jawab seorang periset dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan. Upaya perluasan ilmu pengetahuan ini harus mencakup pada kegiatan observasi yang sistemik dengan menggunakan metode uji yang dapat diulang (reproducible) dan hasil riset yang terekam dengan baik dalam bentuk dokumentasi ilmiah sehingga hasil temuan tersebut tidak terputus begitu saja tanpa pengembangkan dari periset berikutnya. Bagaimana jadinya jika hasil riset tidak didokumentasikan secara ilmiah? Sejarah mencatat, hampir saja kita tidak akan mengenal siapa Phytagoras (550 SM) bapak Geometri, yang berhutang budi pada ilmuwan geometri lain Euclid (330 SM). Euclid berhasil menyempurnakan teori-teoril temuan Phytagoras (yang tidak didokumentasikan) dalam bentuk buku “Elements of Geometry” yang menjadi sumber rujukan utama teori geometri. Begitu pula Leonardo da Vinci yang mungkin sebagian kita mengenalnya hanya sebagai seniman ulung saja padahal ia juga seorang ilmuwan dengan kemampuan analisis yang brillian. Sayangnya catatan ilmiah beliau hanya berupa catatan pribadi yang dituliskan secara terbalik agar tidak secara mudah dibaca orang lain. Hal yang sangat disayangkan jika seorang periset tidak mempublikasikan hasil-hasil risetnya adalah pertama, temuannya tidak akan dikenal orang dan kedua, ia telah “Work, Finish, and Publish“ Michael Faraday

Transcript of Gedung DRPM UI Kampus UI, Depok 16424 T : 021-7270152 ... 2011/Jangan... · pada ilmuwan geometri...

Page 1: Gedung DRPM UI Kampus UI, Depok 16424 T : 021-7270152 ... 2011/Jangan... · pada ilmuwan geometri lain Euclid (330 SM). Euclid berhasil menyempurnakan teori-teoril temuan Phytagoras

Pembaca sekalian,

Riset dilakukan untuk menjawab hal-

hal yang belum kita ketahui. Oleh karena

itu, riset menciptakan pengetahuan baru.

Pengetahuan baru hanya dapat menjadi

sesuatu yang diketahui oleh banyak orang

jika dapat diakses informasinya. Itulah

sebabnya mengapa hasil riset harus ditulis

dan dipublikasikan.

Tanpa publikasi, pengetahuan baru

dari sebuah riset akan terpendam dalam

perjalanan waktu. Pengetahuan itu tidak

akan tumbuh menjadi pengetahuan yang

sesungguhnya, yaitu pengetahuan yang

diketahui dan (yang lebih penting lagi) yang

dapat dikritisi, didiskusikan, disebarkan dan

dimanfaatkan bagi kesejahteraan

masyarakat.

Warta DRPM kali ini mengetengahkan

isu utama mengenai penulisan hasil riset

dalam beberapa artikel dengan

mengaitkannya pada analisis mengenai

Hibah Riset UI 2011, evaluasi dosen inti,

dan aktivitas pusat-pusat riset.

Semoga edisi kali ini dapat

menumbuhkan semangat sivitas akademika

UI untuk selalu produktif menuliskan

pengetahuan-pengetahuan baru.

Selamat membaca!

Citra Wardhani

Warta DRPM UI

Michael Faraday1791 – 1867

vo

l. 0

4 N

o. 0

2 a

pril

11

War

ta D

RPM

1

vol. 04 No. 03 juli 11

Gedung DRPM UIKampus UI, Depok 16424T : 021-7270152/78849118F : 021-78849119E : [email protected]

www.research.ui.ac.idDIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

EditorialJangan Sampai Periset UI Menulis Hanya Sepertiga Artikel Hasil Riset Seumur Hidupnya

Bahasan Utama

Agustino Zulys mengangkat isu mengenai publikasi Indonesia yang rendah dan

bagaimana UI berupaya melakukan upaya untuk menciptakan budaya riset yang dapat

meningkatkan publikasi internasional Indonesia.

Tiga aktivitas yang diungkapkan

oleh Michael Faraday merupakan bentuk

tanggung jawab seorang periset dalam

upaya mengembangkan ilmu pengetahuan.

Upaya perluasan ilmu pengetahuan ini

harus mencakup pada kegiatan observasi

yang sistemik dengan menggunakan

metode uji yang dapat diulang

(reproducible) dan hasil riset yang terekam

dengan baik dalam bentuk dokumentasi

ilmiah sehingga hasil temuan tersebut tidak

terputus begitu saja tanpa pengembangkan

dari periset berikutnya.

Bagaimana jadinya jika hasil riset

tidak didokumentasikan secara ilmiah?

Sejarah mencatat, hampir saja kita tidak

akan mengenal siapa Phytagoras (550

SM) bapak Geometri, yang berhutang budi

pada ilmuwan geometri lain Euclid (330

SM). Euclid berhasil menyempurnakan

teori-teoril temuan Phytagoras (yang tidak

didokumentasikan) dalam bentuk buku

“Elements of Geometry” yang menjadi

sumber rujukan utama teori geometri.

Begitu pula Leonardo da Vinci yang

mungkin sebagian kita mengenalnya hanya

sebagai seniman ulung saja padahal ia

juga seorang ilmuwan dengan kemampuan

analisis yang brillian. Sayangnya catatan

ilmiah beliau hanya berupa catatan pribadi

yang dituliskan secara terbalik agar tidak

secara mudah dibaca orang lain. Hal

yang sangat disayangkan jika seorang

periset tidak mempublikasikan hasil-hasil

risetnya adalah pertama, temuannya tidak

akan dikenal orang dan kedua, ia telah

“Work, Finish, and Publish“ Michael Faraday

Page 2: Gedung DRPM UI Kampus UI, Depok 16424 T : 021-7270152 ... 2011/Jangan... · pada ilmuwan geometri lain Euclid (330 SM). Euclid berhasil menyempurnakan teori-teoril temuan Phytagoras

membiarkan orang lain membuang waktu bekerja pada

subjek yang sama.

UI sebagai lembaga akademis yang memiliki visi

sebagai universitas riset berskala internasional memiliki

kewajiban untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi sebagai bentuk pengejewantahan tridarma

perguruan tinggi. Salah satu bentuk sumbangan terhadap

pengembangan iptek adalah dengan mendokumentasikan

hasil riset secara formal pada media publikasi ilmiah

melalui seminar ilmiah, workshop, jurnal ilmiah, HKI, buku,

dan pembuatan modul. Dekade belakangan ini publikasi

pada jurnal ilmiah bertaraf internasional menjadi hal yang

sangat penting tidak hanya sebagai persyaratan akademis

bagi kelulusan mahasiswa program doktor di Indonesia

dan persyaratan promosi seorang menjadi professor juga

sebagai indikator daya saing suatu bangsa.

Beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh institusi

pendidikan atau riset di Indonesia dalam upaya

meningkatkan kuantitas dan kualitas publikasi ilmiah adalah

pertama, peningkatan budaya menulis kepada semua staf

akademik atau staf risetnya. Momentum pencapaian UI

selama kurun waktu 2004-2008 dalam membudayakan

riset seharusnya tidak berhenti sampai disitu saja. Budaya

meriset harus dilanjutkan dengan budaya menulis seperti

yang diungkapkan Faraday: budaya bekerja (meriset),

budaya menyelesaikan, kemudian budaya menulis (to

publish) harus terus beriringan.

Namun kenyataan yang kita hadapi, budaya menulis

di kalangan akademisi (dosen) masih tergolong rendah.

Sebagai contoh, dari 2500 staf dosen tetap di UI hanya

sekitar 700-an dosen saja atau sekitar 25% yang produktif

membuat tulisan baik melalui artikel ilmiah atau buku.

Padahal sedikit banyak UI telah mendorong pengembangan

budaya menulis ini. Melalui DRPM, UI sejak tahun 2008

telah membuat program insentif untuk para penulis artikel

ilmiah yang dipublikasikan di jurnal internasional dan

penulis buku nasional maupun internasional. Untuk lebih

meningkatkan budaya menulis, saat ini penerima hibah

riset internal dan eksternal UI juga telah disyaratkan untuk

menghasilkan luaran hasil riset berupa publikasi ilmiah.

Kedua, perlunya perbaikan infrastruktur riset. Kualitas

publikasi ilmiah apalagi pada jurnal internasional ber-

impact factor tinggi pada hakekatnya dihasilkan dari riset

yang berkualitas tinggi. Namun sayangnya riset dengan

hasil kualitas tinggi hanya dapat dicapai dengan dukungan

fasilitas peralatan laboratorium dan instrumen riset yang

memadai termasuk didalamnya infrastruktur pendukung

proses riset yaitu kemudahan akses referensi mutakhir dari

jurnal-jurnal ber-impact factor tinggi baik secara online

maupun printed. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah

dukungan “funding” yang memadai untuk operasional riset.

Berdasarkan laporan Menristek pada seminar Radar

Nasional di gedung Bidakara di Jakarta 21 April 2011 lalu,

anggaran riset Indonesia tahun 2011 baru mencapai Rp.

10 triliun dari Rp. 63 triliun yang seharusnya dibutuhkan

(William, 2011). Anggaran riset ini hanya sekitar 0,15%

dari Produk Domestik Bruto. Nilai tersebut sangat ironis bila

dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura

mencapai 2,1%, Malaysia 0,6% dan Thailand 0,3%.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika publikasi

internasional riset di Indonesia dibanding sejumlah

negara tetangga terhitung rendah. Buktinya, per 30 Mei

2011 jumlah publikasi Indonesia yang terekam dalam

data SCOPUS hanya sebanyak 11.946 publikasi dengan

9.118 publikasi dari perguruan tinggi yang tersebar di

49 universitas. Sementara Malaysia mencapai sekitar

64.182 publikasi (perguruan tinggi dan non-perguruan

tinggi; Universitas Kebangsaan Malaysia 7.933 publikasi),

Thailand 69.904 publikasi dan Singapura lebih dari 134.739

publikasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa rasio publikasi

internasional Indonesia sebesar 0,35, yang dihitung dari

publikasi internasional sebanyak 11.946 buah dibagi jumlah

periset sebanyak 34.216 orang. Jadi dapat dikatakan bahwa

100 periset Indonesia hanya mempublikasikan 35 artikel

pada jurnal internasional. Artinya rata-rata setiap periset di

Indonesia pernah mempublikasikan sepertiga artikel pada

jurnal internasional seumur hidupnya.

Melalui Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,

UI berupaya untuk meningkatkan budaya riset dan

menulisnya melalui penetapan roadmap riset 2004–2020,

pemberian skema dosen inti, program-program hibah riset

internal dan berbagai program lainnya yang merangsang

para periset dapat melaksanakan riset bermutu dan mudah

mempublikasikan hasil risetnya (misalnya pelatihan

penulisan artikel untuk jurnal bertaraf internasional).

Dengan jumlah 171 dosen inti, pendanaan riset internal

yang rata-rata 13,7 M per tahun (rata-rata 5 tahun terakhir

sejak 2007) dan riset eksternal rata-rata 13,25 M per

tahun (termasuk pendanaan internasional) seharusnya UI

bisa menyumbangkan sekitar 500 publikasi per tahunnya

vo

l. 0

4 N

o. 0

3 ju

li 1

1W

arta

DR

PM2

Elements of Geometry Sumber: http://www.library.usyd.edu.au

Page 3: Gedung DRPM UI Kampus UI, Depok 16424 T : 021-7270152 ... 2011/Jangan... · pada ilmuwan geometri lain Euclid (330 SM). Euclid berhasil menyempurnakan teori-teoril temuan Phytagoras

untuk Indonesia dengan beberapa asumsi. Asumsi pertama

adalah jika para dosen pembimbing dapat menulis bersama

mahasiswanya dalam mempublikasikan hasil-hasil riset

yang dilakukan. Jika setengah saja dari 2500 dosen di UI

menulis dan setengah dari jumlah tersebut menulis di

jurnal internasional, maka dengan asumsi rejection rate

pada jurnal internasional rata-rata sebesar 0,75, UI akan

dapat mempublikasikan tambahan 156 naskah di jurnal

internasional dari rata-rata publikasi sebanyak 160 artikel

per tahun yang tercatat di SCOPUS. Jumlah ini belum

termasuk jumlah publikasi UI yang tercatat di database

yang tidak terbaca oleh SCOPUS. Asumsi kedua, para dosen

inti berhasil mempublikasikan masing-masing minimal

satu artikel setahun. Dengan dukungan skema hibah riset

untuk riset berkualitas dan pengembangan budaya menulis

untuk peningkatan publikasikan hasil riset, diharapkan

UI dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai penutup, masih besarnya gap antara harapan

dan kenyataan ini tentu menjadi masukan UI (DRPM) dalam

melihat efektivitas program-program hibah riset internal dan

eksternal juga efektivitas skema dosen inti. Jika program-

program tersebut berjalan dengan baik dan mendapatkan

respon positif dari seluruh periset UI, maka UI mulai 2012

ini bukan hanya dapat bersaing di tingkat regional ASEAN,

namun juga di tingkat Asia dan dunia.

Sumber:

William, A. (2011). "Menristek: Kebutuhan Dana Penelitian Rp. 63 Triliun". Jumat, 22 April 2011. Diunduh dari www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2011/04/22/brk,20110422-329366.id.html pada 21 Juni 2011

_

Agustino Zulys, doktor di bidang kimia anorganik, adalah Kepala

Subdit Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat DRPM UI

vo

l. 0

4 N

o. 0

3 ju

li 1

1W

arta

DR

PM3