gddgfgf
-
Upload
achmadfaizall -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
description
Transcript of gddgfgf
Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai protein,
enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi
energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase memiliki kemampuan untuk memecah
molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-
glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (Hart 2003).
Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara
produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti
dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak
mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim.
Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak
dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1995).
Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu cairan
oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah
besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar
air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar
ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang
akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Enzim amilase di dalam tubuh manusia
sangat penting. Enzim amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses
metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh mengalami
gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan penyerapan
(malabsorpsi).
Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar
saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90
persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992).
Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan
rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit
sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya
pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya
resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan
pembentukan karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi
rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi dan
melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan
dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas
antibacterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim
ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses pembekuan dan
penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada
saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam
tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah) (Suharsono 1986).
Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas
99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-,
dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak sedikit asam.
Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah
7 (Aisjah 1986)
Sebagian orang tidak menyadari betapa pentingnya fungsi air liur, yaitu:
1. Memecah makanan dalam mulut, sehingga dapat dirasakan oleh lidah dan lebih mudah dicerna
oleh perut.
2. Membersihkan makanan dan sel-sel mati dari lapisan mulut
3. Mengikat makanan menjadi bola sehingga dapat ditelan
4. Membersihkan makanan dan bakteri dari gigi
5. Mencegah lapisan mulut kering
6. Menghancurkan atau mencegah pertumbuhan jamur tertentu
7. Menetralisir asam dari makanan dan minuman
8. Membantu menumbuhkan enamel gigi yang rusak, karena kalsium dan kadar fosfor
Goodson memperkirakan rata-rata seseorang memproduksi kurang lebih setengah liter air
liur dalam satu hari. Tapi tentu saja jumlah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Gen
2. Waktu (produksi air liur melambat secara drastis di malam hari)
3. Banyak air yang diminum
4. Sedang mengunyah permen karet atau menghisap permen keras (keduanya meningkatkan
produksi air liur)
5. Mencium sesuatu yang menarik (juga meningkatkan produksi air liur, itu sebabnya ada istilah
‘lezat’)
6. Lebih dari 400 obat menyebabkan penurunan produksi air liur
7. Umur produksi (air liur menurun seiring dengan usia)
8. Memiliki kondisi atau penyakit yang mempengaruhi produksi air liur, seperti sindrom Sjorgen,
atau sedang menjalani terapi radiasi.
Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva
terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Rongga
mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah merusak jaringan dan
menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan dengan beberapa
cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau kuman patogen juga
pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air
liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat
dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion
tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody
protein yang menghancurkan bakteri.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi
substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim
karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping
itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan
bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum
suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi
denaturasi protein.
Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau
pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Sebagai
contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi dengan substrat bermuatan EnzSH. Pada pH
yang rendah, Enz- mengalami®positif (SH+) : Enz- + SH+ protonasi dan kehilangan muatan
negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+ mengalami
ionisasi dan®H+ S + H+.®kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) : SH+ Karena
(berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah SH+ dan Enz-,
nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi (Peodjiadi
2006).
Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh
aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi
enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH
optimal. Hasil percobaan, pada pH 1 (uji Iod) dan pH 5 (uji benedict) aktivitas enzim masih ada,
tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan
pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Menurut Amerongen (1991)
amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida
(pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan
glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja
pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam
menembus partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif
pada uji benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji benedict adalah negatif, sebab
pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis karena
pemanasan dan pH yang sangat asam.
Uji iod terhadap campuran saliva dan pati yang memiliki pH 5 menunjukkan warna
kuning pudar yang menunjukkan hasil yang negatif. Hal tersebut dikarenakan pH yang
digunakan terlalu rendah untuk kerja optimum enzim amilase pada saliva yang digunakan.
Sementara pada pH 7 dan 9, uji ini memberikan reaksi yang positif. Hasil uji Benedict
menunjukkan reaksi negatif pada pH 1 dan menunjukkan reaksi positif pada pH 5, 7, dan 9. Hal
ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada pH yang terlalu rendah maupun terlalu
tinggi. Dari hasil uji Benedict ini warna kuning pekat dimiliki oleh tabung yang ber-pH 5. Oleh
karena itu berdasarkan hasil percobaan pH optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah pada
pH 5. Padahal pada umumnya pH optimum saliva adalah mendekati 7. Hal ini dapat disebabkan
oleh kesalahan-kesalahan pada saat praktikum seperti faktor pemanasan yang tidak berjalan
stabil pada suhu 37oC karena terputusnya aliran listrik. Faktor pengocokan yang kurang
sempurna juga dapat mempengaruhi hasil ini. Selain itu, larutan dengan variasi pH yang dibuat
pun tidak cukup akurat untuk dijadikan indikasi pengukuran laju reaksi optimum enzinm dengan
variabel pH, karena pembuatan larutan pun masih dalam skala kualitatif bukan kuantitatif.
Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin lama makin
jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan
fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih
besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi
warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi
(akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Titik saat campuran tidak
memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik.
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Enzim amilase dapat bekerja optimal pada pH optimumnya, yaitu sekitar pada pH 7 dan
sekitarnya. Enzim akan berkurang laju reaksinya atau akan rusak pada pH yang ekstrim, yang di
bawah pH 4,0 dan di atas pH 10. Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah perubahan pH, suhu, pelarut organik, dan yang menyebabkan denaturasi
protein. Pengujian pengaruh suhu terhadap air liur digunakan dua pereaksi yang berbeda. Uji
Yodium terhadap hasil percobaan pengaruh suhu aktivitas amilase air liur yang dipanaskan pada
suhu 80oC dan 37oC memberikan hasil yang positif, yaitu larutan menjadi berwarna kuning dan
kecokelatan. Hal tersebut