gaya pemimpin.docx
-
Upload
ningsih-an-najwa -
Category
Documents
-
view
20 -
download
1
Transcript of gaya pemimpin.docx
BEBAN KERJA PERAWAT UNIT GAWAT DARURAT DI RUMAH SAKIT UMUM LASINRANG KABUPATEN PINRANG TAHUN 2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi
untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya
kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya
diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam
menjalankan fungsinya di tandai dengan adanya mutu pelayanan prima
rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit sangat di pengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia,
(Depkes RI (2002) dalam Haryani (2008)).
Rumah Sakit khususnya di Unit Gawat Darurat (UGD) memiliki peran
sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.
Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam kualitas
dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra
rumah sakit tercermin dari kemampuan unit gawat darurat. Bekerja di UGD
membutuhkan kecekatan, keterampilan, dan kesiagaan setiap saat,
(Hardianti, 2008).
Perawat merupakan tenaga penting dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit, mengingat pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam
terus menerus. Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien
dapat tercapai bila didukung dengan jumlah perawat yang tepat sesuai
dengan kebutuhan. Oleh karena itu, perencanaan tenaga perawat terutama
dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga perlu dilakukan dengan sebaik-
baiknya agar dapat diperoleh ketenagaan yang efektif dan efisien, (Sukardi,
2005).
Menurut Gani, Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga
kesehatan, dimana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan
pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan
penunjang, (Ilyas, 2004).
Menurut Yaslis Ilyas (2000), Tenaga kesehatan khususnya perawat,
dimana analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-
tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya, begitupun tugas
tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas
kerjanya sesuai dengan pendidikan yang ia peroleh, waktu kerja yang
digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang
berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu
perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik, (Irwandy, 2007).
Menurut Munandar (2001), menyatakan bahwa fluktuasi beban kerja
terjadi pada jangka waktu tertentu, sehingga terkadang bebannya sangat
ringan dan saat-saat lain bebannya bisa berlebihan. Situasi tersebut dapat
kita jumpai pada tenaga kerja yang bekerja pada rumah sakit khususnya
perawat. Keadaan yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan kecemasan,
ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja. Menurut
Kusmiati (2003), bahwa yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah
kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di
butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien dan
dokumentasi asuhan keperawatan serta banyaknya tugas tambahan yang
harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu
penampilan kerja dari perawat tersebut. Akibat negatif dari permasalahan
ini, kemungkinan timbul emosi perawat yang tidak sesuai yang diharapkan.
Beban kerja yang berlebihan ini sangat berpengaruh terhadap produktifitas
tenaga kesehatan dan tentu saja berpengaruh terhadap produktifitas rumah
sakit itu sendiri, (Haryani, 2008).
Disamping tugas tambahan beban kerja seorang perawat juga sangat
dipengaruhi oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung
oleh perawat melebihi dari kapasitasnya maka akan berdampak buruk bagi
produktifitas perawat tersebut. Lonjakan pasien akibat DBD membuat
manajemen RS Budhi Asih Jakarta melakukan sistem double shift kepada
para perawatnya, sehingga banyak dari mereka yang bekerja melebihi dari
beban kerja yang seharusnya ditanggung oleh perawat tersebut, (Kompas
Cyber Media.Com, dalam Irwandy (2007), diakses 9 juni 2010).
Standar beban kerja tenaga kesehatan berdasarkan standar nasional
yaitu jumlah jam kerja perawat dalam 1 minggu = 40 jam, kalau hari kerja
efektif 5 hari per minggu, maka 40/5 = 8 jam per hari, kalau hari kerja efektif
6 hari per minggu, maka 40/6 = 6,6 jam per hari, (Depkes RI (2006) dalam
Sadariah (2008)).
Adapun standar beban kerja yang digunakan di provinsi Sulawesi
Selatan adalah setiap tenaga kesehatan mempunyai beban kerja efektif
kira-kira 80% dari waktu kerja dalam sebulan. Waktu kerja normal per hari
adalah 8 jam, waktu efektif untuk setiap tenaga kesehatan adalah 5 jam
per hari. Jadi total waktu kerja normal per bulan adalah 5 jam x 24 hari =
120 jam per bulan. Dari perhitungan tersebut dapat di simpulkan bahwa
beban kerja standar setiap tenaga adalah 80% sampai 100% dari waktu
kerja normal atau 120 jam sampai 150 jam per bulan, (kanwil Depkes Sul-
Sel (1999) dalam Sadariah (2008)).
Fenomena yang terjadi di UGD RSU Lasinrang Pinrang, sejak
dijalankannya program pelayanan kesehatan gratis yang di mulai pada
bulan juli tahun 2008 sehingga jumlah kunjungan meningkat tanpa adanya
penambahan tenaga dan dengan adanya tugas delegasi atau limpahan
wewenang yang dilaksanakan perawat yang terlalu banyak sehingga
beban kerja perawat akan bertambah yang berdampak pada menurunnya
kinerja perawat tersebut. Hal ini menyebabkan pasien mengeluh karena
pasien merasa tidak langsung diberikan tindakan atau merasa tidak
dihiraukan oleh perawat.
Berdasarkan hal tersebut juga, selain perawat melaksanakan tugas
pokoknya juga melakukan tugas lain seperti tugas administrasi (mengimput
dan mengolah data pasien, membuat laporan visum, dan lain-lain). Untuk
menjalankan tugas dan fungsi yang bukan tugas dan fungsi perawat di atas
akan menyita waktu perawat dalam menjalankan tugasnya. Ini akan
berpengaruh atau menambah waktu kerja perawat dalam bertugas. Oleh
karena selain waktu untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
ditambah dengan waktu untuk melakukan tugas dan fungsi lain.
Sebagai ujung tombak dalam pelayanan keperawatan rumah sakit,
IGD harus melayani semua kasus yang masuk ke rumah sakit. Dengan
kompleksitas kerja yang sedemikian rupa, maka perawat yang bertugas di
ruangan ini dituntut untuk memiliki kemampuan lebih di banding dengan
perawat yang melayani pasien di ruang yang lain. Setiap perawat yang
bertugas di ruang IGD wajib membekali diri dengan ilmu pengetahuan,
keterampilan, bahkan dianggap perlu mengikuti pelatihan-pelatihan yang
menunjang kemampuan perawat dalam menangani pasien secara cepat dan
tepat sesuai dengan kasus yang masuk ke IGD. Perawat juga dituntut untuk
mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lain serta dapat berkomunikasi
dengan pasien dan keluarga pasien yang berkaitan dengan kondisi
kegawatan kasus di ruang tersebut.
Perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan indikator
Indonesia sehat 2010 dan pedoman penetapan indikator provinsi sehat dan
kabupaten/kota sehat serta perkiraan kebutuhan penambahan tenaga
kesehatan untuk mencapai Indonesia sehat 2010 berdasarkan indikator
sumber daya kesehatan tahun 2010 dalam kepmenkes no.
1202/MENKES/SK/VIII/2003. Adapun kebutuhan jumlah tenaga perawat
dan dokter tahun 2010 berdasarkan indikator indonesia sehat 2010 dengan
rasio perawat 117 per 100.000 penduduk dan kebutuhan jumlah perawat
tahun 2010 sebanyak 276.049 orang sehingga perkiraan kebutuhan
penambahan perawat tahun 2010 sebanyak 6.495 orang. Sedangkan rasio
dokter umum 40 per 100.000 penduduk dan kebutuhan jumlah dokter
umum tahun 2010 sebanyak 94.376 orang sehingga perkiraan kebutuhan
penambahan dokter umum tahun 2010 sebanyak 8.749 orang.
Unit Gawat Darurat RSU Lasinrang dalam menjalankan fungsinya
didukung dengan ketenagaan sebagai berikut: tenaga medis 9 (sembilan)
orang dan tenaga perawat 20 (dua puluh) orang dengan jumlah kunjungan
UGD dari tahun ke tahun terus meningkat, (Data UGD RSU Lasinrang,
2010).
Berdasarkan data kunjungan tahun 2007 sebanyak 5.982 orang
dengan rata-rata jumlah pasien tiap hari sebanyak 16 orang, tahun 2008
sebanyak 10.177 orang dengan rata-rata jumlah pasien tiap hari sebanyak
28 orang, tahun 2009 sebanyak 11.139 orang dengan rata-rata jumlah
pasien tiap hari sebanyak 31 orang sedangkan pada tahun 2010 mulai dari
bulan januari-oktober sebanyak 9.477 orang dengan rata jumlah pasien
perhari sebanyak 32 orang, (Laporan pasien UGD, Rekam Medik RSU
Lasinrang, 2010). Dengan peningkatan jumlah pasien tersebut membuat
petugas UGD sempat kewalahan untuk memberikan pelayanan. Karena di
UGD terdapat 20 orang dan setiap shift (regu) hanya terdapat 4 orang
perawat dan 1 orang dokter umum, (Data registrasi pasien UGD RSU
Lasinrang Pinrang, 2010).
= ( 31 x 4 ) + loss day ( 78 x 18 ) 7 286= 18 orang + 5 orang
= 23 orang
Berdasarkan pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes RI (2001), dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit khususnya di unit gawat darurat. Dengan dasar perhitungan jumlah tenaga di Instalasi gawat darurat adalah rata-rata jumlah pasien per hari tahun 2010 sebanyak 32 orang, jumlah jam perawatan per hari sebanyak 4 jam, dan jam efektif yang digunakan per hari sebanyak 7 jam. Jadi kebutuhan tenaga perawat di UGD di RSU Lasinrang Pinrang adalah: = ( 32 x 4 ) + los day ( 78 x 18 ) 7 286= 18 orang + 5 orang
= 23 orang
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa tenaga perawat di UGD RSU
Lasinrang Pinrang masih diperlukan tambahan tenaga perawat.
Waktu kerja di UGD dibagi dalam 3 (tiga) shift yaitu shift pagi (jam
08.00-14.00), shift sore (jam 14.00-21.00) dan shift malam (jam 21.00-
08.00). Pada waktu pagi dan sore jumlah kunjungannya banyak
dibandingkan jumlah kunjungan pada waktu malam. Namun jumlah tenaga
perawat pada waktu pagi sudah mencukupi dalam hal penanganan
terhadap pasien yaitu 8 orang perawat yang terdiri dari perawat jaga dan
perawat yang bekerja sesuai dengan hari kerja pada umumnya. Sedangkan
pada waktu sore dengan jumlah kunjungan yang juga banyak akan tetapi
jumlah tenaga perawat hanya 4 orang.
Dengan pembagian jumlah perawat yang tidak proporsional tersebut
sehingga perawat merasa beban kerjanya tinggi karena waktu kerjanya
terkadang berlebih, hal ini diakibatkan oleh karena banyaknya pasien yang
masuk, belum lagi jika ada kejadian luar biasa seperti keracunan massal
sehingga dalam penanganannya memerlukan waktu ekstra. Dengan kondisi
yang seperti itu menyebabkan beban kerja perawat yang masuk shift pagi
bertambah, meskipun perawat shift sore sudah datang namun masih
kewalahan dalam menjalankan tugasnya sehingga perawat shift pagi yang
waktu kerjanya 08.00-14.00 namun masih tetap bekerja hingga pukul
15.00-16.00.
Menurut hasil survay pendahuluan yang dilakukan pada perawat
UGD RSU Lasinrang Pinrang yang berjumlah 14 orang. Dari 14 orang
tersebut yang telah diwawancarai rata-rata mengalami kelebihan beban
kerja, adapun hal-hal yang dirasakan perawat yaitu selalu dihadapkan pada
pengambilan keputusan yang tepat, melakukan tindakan untuk selalu
menyelamatkan pasien, seringnya melaksanakan tugas delegasi dari dokter
(memberikan obat-obatan secara intensif), dan kadang-kadang kurangnya
tenaga perawat dibanding jumlah pasien, (Hasil jawaban perawat dapat
dilihat matriks hasil jawaban pada lampiran).
Dampak beban kerja yang dirasakan perawat adalah sering merasa
lelah, tidak dapat rileks, otot tengkuk dan punggung tegang. Kadang-kadang
mereka mudah marah, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi, (Hasil jawaban
perawat dapat dilihat matriks hasil jawaban pada lampiran). Dari hasil
wawancara yang dilakukan Hardianti (2008), di UGD RSU Lasinrang Pinrang
tentang intensif, 11 orang perawat UGD mengatakan bahwa intensif yang
mereka terima tidak seimbang dengan apa yang mereka kerjakan.
Disamping itu mereka jarang menerima penghargaan dan pengakuan jika
hasil kerja mereka baik.
Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian
tentang beban kerja perawat Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit
Umum (RSU) Lasinrang Pinrang.
B. Batasan Masalah
Banyak aspek-aspek yang dilihat untuk menganalisa beban kerja
tenaga kesehatan khususnya perawat yang dikemukakan oleh Yaslis Ilyas
(2000). Namun karena keterbatasan waktu, tenaga dan demi efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan penelitian maka penelitian ini dibatasi pada aspek
tugas pokok, tugas tambahan, waktu kerja, dan jumlah kunjungan.
Gaya Kepemimpinan
Berbagai gaya kepemimpinan tersebut jika disederhanakan dapat dibedakan
atas empat macam, yaitu :
a. Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator ( dictatorial leadership style ) ini upaya mencapai
tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman hukuman. Tidak ada
hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap hanya sebagai pelaksana dan
pekerja saja.
b. Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada gaya kepemimpinan ini ( autocratic leadership style ) segala keputusan berada
di tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah dibenarkan.
Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya kepemimpinan dictator tetapi
dalam bobot yang agak kurang.
c. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis ( democratic leadership style ) ditemukan peran
serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah.
Hubungan dengan bawahan dibangun dengan baik. Segi positif dari gaya
kepemimpinan ini mendatangkan keuntungan antara lain: keputusan serta tindakan
yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang
tinggi. Sedangkan kelemahannya : keputusan serta tindakan kadang - kadang lamban,
rasa tanggung jawab kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu
keputusan yang terbaik.
d. Gaya Kepemimpinan Santai
Pada gaya kepemimpinan santai ( laissez - faire leadership style ) ini peranan
pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan kepada bawahan,
jadi setiap anggota organisasi dapat melakukan kegiatan masing - masing sesuai
dengan kehendak masing - masing pula.