Gaya Berpikir

download Gaya Berpikir

If you can't read please download the document

description

artikel menganai jenis-jenis gaya berpikir

Transcript of Gaya Berpikir

11BAB IIKAJIAN TEORIGAYA BERPIKIRDunia dihuni sejumlah mahkluk hidup, seperti; manusia, hewan, dan tumbuhan. Manusia dan hewan memiliki beberapa kesamaan, antara lain berkembang biak, dapat merasakan sesuatu dan bergerak atau berpindah tempat. Akan tetapi, manusia tetap di atas segalanya dibandingkan dengan makhluk lain walaupun beberapa kalangan dalam dunia filsafat sering menyebut manusia adalah hewan yang berpikir. Pernyataan ini justru mengindikasikan bahwa manusia pasti berbeda dengan hewan. Salah satu faktor pembeda tegas antara manusia dengan hewan adalah bahwa manusia merupakan mahkluk yang selalu berpikir. Di antara semua mahkluk hidup yang ada di bumi, hanya manusia yang memiliki potensi berpikir. Berpikir merupakan milik dan ciri khas manusia. Oleh karena itu, tepat yang dinyatakan Suriasumantri (1990) bahwa manusia pada hakikatnya mahkluk yang berpikir. Bahkan dalam perspektif rasionalisme Descartes (filsuf Prancis) menegaskan bahwa berpikir merupakan syarat menjadi manusia. Manusia mewujud atau bereksistensi karena manusia berpikir. Tanpa berpikir, maka eksistensi manusia diragukan. Menurut Bochenski dalam Suriasumantri (1995) berpikir adalah perkembangan dalam ide dan konsep. Dengan demikian berpikir termasuk kegiatan abstrak, akan tetapi hasilnya dapat dipersepsi. Hasil pemikiran manusia selain berwujud ide, konsep dan gagasan juga dapat diimplementasikan dalam realitas sehingga berbentuk konkrit. Dalam konteks ilmu pengetahuan, Suriasumantri (1990) lebih lanjut menjelaskan berpikir adalah kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pemikiran manusia berkembang dinamis seiring dengan pertumbuhan fisik dan kematangan psikis manusia. Oleh karena itu, Berpikir juga merupakan proses mental manusia karena bukan hanya kerja otak melainkan juga dipengaruhi oleh psikis manusia. Antara manusia tentu memiliki perbedaan kapasitas atau kemampuan berpikir karena kemampuan dan intelegensi manusia tidak sama. Selain tingkat intelegensi, perbedaan manusia juga terletak pada gaya berpikirnya. Perbedaan kemampuan berpikir dan gaya berpikir terletak pada fakta bahwa kemampuan berpikir menunjuk pada intelegensi sedangkan gaya berpikir lebih mengarah pada cara seseorang mendekati suatu objek. Woolfolk (1993) menyatakan gaya berpikir menunjukkan perbedaan individu dalam bagaimana mendekati suatu tugas tugas, tetapi tidak merefleksikan tingkat intelegensi atau bentuk kemampuan tertentu. Dengan demikian gaya berpikir tidak sama dengan kemampuan berpikir. Gaya berpikir bukan merupakan ukuran tingkat intelegensi atau kecerdasan seseorang melainkan bagaimana seseorang mendekati suatu objek atau tugas tertentu. Gaya berpikir apapun yang dimiliki seseorang (lateral atau vertikal) memungkinkan untuk memiliki tingkat kemampuan berpikir atau intelegensi yang tinggi. Entswistle (1981) menegaskan gaya berpikir menunjuk pada pengertian cognitive stile yang digunakan untuk membedakan pilihan modus berpikir yang tetap (konsisten) antara orang-orang yang secara umum memiliki kapabilitas intelektual. Gaya berpikir yang dimiliki setiap orang bersifat konsisten atau bersifat tetap dan tidak berubah. Gaya berpikir di bawah sejak lahir sehingga tidak dapat ditingkatkan karena gaya berpikir memang tidak merefleksikan kemampuan intelegensi atau kapasitas berpikir seseorang. Briggs & Teller (1987) gaya berpikir adalah refleksi perbedaan individu dalam cara memperhatikan dunia, konseptual makna, mempelajari suatu tugas atau memecahkan masalah, berkaitan dengan proses kognisi (processs ability) tetapi tidak berkorelasi dengan kemampuan. Gaya berpikir berkaitan dengan bagaimana otak bekerja merespon objek. Oleh karena itu, menarik mencermati lebih lanjut bahwa gaya berpikir merupakan salah satu variabel yang membedakan seseorang dengan orang lain dalam kaitannya bagaimana orang berpikir dan bukan pada kemampuan berpikirnya. Jadi, gaya berpikir lebih mengarah pada proses kognisi atau proses berpikirnya. Senada dengan pernyataan tersebut, Crowl, Kaminsky dan Podell (1997) juga menyatakan bahwa gaya berpikir berkaitan dengan cara individu memperhatikan, menerima, mengingat, dan berpikir yang merupakan hasil persentuhan (interface) antara kognisi dan kepribadian. Dengan demikian dapat ditegaskan gaya berpikir dipengaruhi oleh interaksi antara kepribadian dan kognisi seseorang. Kajian psikologi mengenal beberapa gaya berpikir. Guilford dalam Kitano dan Kirby, secara umum membedakan gaya berpikir menjadi dua macam yaitu berpikir konvergen/terpusat (convergent thinking) dan berpikir divergen/menyebar (divergent thinking). Sementara itu, Bono (1991) membagi gaya berpikir menjadi gaya berpikir lataral (kreatif) dan gaya berpikir vertikal (kritis). Gaya berpikir divergen ekuivalen dengan gaya berpikir latarel sedangkan gaya berpikir vertikal sama dengan gaya berpikir konvergen. Baik gaya berpikir divergen/lateral maupun gaya berpikir konvergen/vertikal berhubungan dengan cara kerja otak manusia. Belahan otak kanan lebih bersifat lateral dan divergen sedangkan belahan otak kiri lebih bersifat vertikal dan konvergen. Menurut Mccrone dalam Desmita (1990), otak manusia menjalar ke seluruh tubuh, otak memanjang hingga ke ujung akhir sumsum tulang belakang, dan tak satu pun organ atau sel dalam tubuh kita yang lepas dari jangkauan otak. Otak menjadi instrumen pengendali utama organ tubuh atau sel yang ada pada diri manusia. Terkait fungsi belahan otak (dominasi belahan otak) kanan dan belahan otak kiri, Anthony Gregorc seperti dalam Porter dan Hernacki (2002) menyimpulkan adanya dua kemungkinan dominasi otak yang berhubungan dengan kemampuan pengaturan secara sekuensial (linier) dan acak (non-linier). Orang yang termasuk dalam kategori sekuensial cenderung memiliki dominasi belahan otak kiri, sedangkan orang-orang yang berpikir secara acak biasanya termasuk dalam dominasi belahan otak kanan. Jika otak kanan lebih dominan dibandingkan otak kiri, maka seseorang memiliki gaya berpikir lateral/divergen. Sebaliknya, jika belahan otak kiri lebih dominan dibandingkan belahan otak kanan, maka gaya berpikir yang menonjol adalah vertikal/konvergen Gaya Berpikir LatarelBerdasarkan kajian teoretis gaya berpikir sebagaimana diuraikan sebelumnya dapat ditegaskan kembali bahwa gaya berpikir divergen sama dengan gaya berpikir lateral (kreatif) sedangkan gaya berpikir konvergen sama dengan gaya berpikir vertikal (kritis). Terkait dengan gaya berpikir lateral, Bono (1991) menyatakan berpikir lateral adalah cara berpikir yang berusaha mencari solusi untuk menyelesaikan masalah melalui metode yang tidak umum, atau sebuah cara yang biasanya akan diabaikan oleh pemikiran logis. Dengan gaya berpikir lateral, memungkinkan munculnya pemikiran majemuk terkait pemecahan satu permasalahan.Crowl, Kaminsky dan Podell (1997) menegaskan bahwa gaya berpikir divergen (lateral) yaitu pola berpikir seseorang yang lebih didominasi oleh berfungsinya belahan otak kanan, berpikir lateral, menyangkut pemikiran sekitar atau dengan menyentuh pokok persoalan. Sementara itu, Munandar (1992) menegaskan berpikir lateral adalah berpikir kreatif, berpikir untuk memberikan bermacam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada kuantitas, keragaman, dan orisinalitas jawaban.Belahan otak yang bekerja pada gaya berpikir lateral adalah belahan otak kanan. Karena belahan otak kanan yang dominan, maka gaya berpikir lateral melahirkan pemikiran atau pemecahan masalah secara kreatif. Kreativitas pemikiran antara lain ditunjukkan dengan munculnya beragam jawaban. Jawaban dan pemecahan masalah tidak terpaku pada satu jawaban atau solus. Terkadang pemecahan yang ditawarkan tidak terduga secara logis sehingga dinilai sangat kreatif. Seseorang dengan gaya lateral (konkret dan reflektif) menekankan pada pengalaman dan observasi reflektif dan imajinatif. Gaya berpikir lateral dicirikan dengan motivasi dan kemampuan melihat situasi konkret dari banyak perspektif dan senang melakukan observasi.Berdasarkan uraian di atas gaya berpikir lateral mengarah pada kreativitas. Menurut Munandar (1999) Belajar kreatif tidak hanya menyangkut perkembangan kognitif (penalaran), tetapi juga berhubungan erat dengan penghayatan pengalaman belajar yang mengasyikan. Pemikiran lain tentang berpikir kreatif dikemukakan Perkins dalam Costa (1985) adalah suatu pola berpikir yang akan menghasilkan suatu produk kreativitas. Shahib (2003) menyatakan bahwa kreativitas itu sendiri bukanlah hasil dadakan, tetapi merupakan hasil bersama dari logika, daya cipta, fisik, motivasi, perasaan, dan imajinasi yang terintegrasi menjadi ide baru. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa gaya berpikir lateral memiliki orientasi menghasilkan produk berupa ide-ide baru. Gaya Berpikir VertikalGaya berpikir vertikal disebut juga gaya berpikir konvergen (Converging). Edward De Bono (1991) menyatakan bahwa berpikir vertikal adalah cara berpikir yang tradisional atau logis. Berpikir vertikal melihat solusi melalui pandangan yang wajar dari masalah atau situasi dan bekerja melalui itu, umumnya dalam jalur yang paling biasa terpilih (umum). Karena menyelesaikan masalah atau mencari solusi secara wajar dan menggunakan jalur yang biasa, maka cenderung tepat dan dapat diprediksi sehingga tidak mungkin menginspirasi unsur kreativitas. Oleh karena itu, berbeda dengan gaya berpikir lateral. Secara tegas dinyatakan bahwa karakteristik gaya berpikir vertikal berkaitan dengan kecenderungan berpikir sistematis dan logis. Selain itu, gaya berpikir vertikal juga bersifat linier dan dapat diramalkan. Esensi gaya berpikir vertikal dapat diuraikan dari beberapa sudut pandang. Ditinjau dari aspek berfungsinya belahan otak, maka gaya berpikir vertikal lebih optimal mendayagunakan fungsi belahan otak kiri. Crowl, Kaminsky dan Podell (1997) menjelaskan gaya berpikir vertikal adalah pola berpikir yang lebih didominasi oleh berfungsinya belahan otak kiri, berpikir vertikal, sistematik dan terfokus serta cenderung untuk mengelaborasi atau meningkatkan pengetahuan yang sudah ada. Implikasi gaya berpikir vertikal kritis logis dan sistematis sehingga mampu melahirkan inovasi yakni mengeloborasi atau meningkatkan pengetahuan atau objek yang sudah ada. Akan tetapi tidak bersifat kreatif atau berupaya menghadirkan sesuatu yang belum ada.Ditinjau dari aspek karakteristik orang yang memiliki gaya berpikir vertikal dapat dideskripsikan dengan kemampuan berpikir abstrak dan aktif. Orang yang memiliki gaya berpikir vertikal mampu melakukan konseptualisasi secara abstrak dan melakukan eksperimentasi secara aktif untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan yang tepat, dan membuat ide-ide yang praktis untuk dilaksanakan. Selain itu, orang yang memiliki gaya berpikir vertikal lebih menyukai menangani masalah-masalah teknis dibandingkan masalah interpersonal. Leamkuhl dan Lamping (1995) menegaskan gaya berpikir vertikal cenderung menyukai tugas-tugas praktis, kegiatan yang terstuktur, bekerja dengan fakta, berpikir dan bertindak secara bertahap, serta memandang setiap persoalan secara serius.Di sisi lain, jika ditinjau dari sasaran dan solusi yang diharapkan dari proses kerja belahan otak kiri atau gaya berpikir vertikal adalah mengabaikan aspek kuantitas dan mementingkan satu jawaban yang paling tepat. Hal ini ditegaskan oleh Munandar (1992) bahwa berpikir vertikal merupakan gaya berpikir yang menuju ke satu arah, untuk memberikan jawaban atau penarikan kesimpulan yang logis dari informasi yang diberikan dengan penekanan pada pencapaian jawaban tunggal yang paling tepat. Senada dengan pemikiran tersebut, Lindren (1976) menegaskan berpikir vertikal adalah gaya berpikir dimana seseorang didorong untuk menemukan jawaban yang benar atas suatu permasalahan.Kemampuan menghadirkan jawaban yang paling tepat melalui cara gaya berpikir vertikal sangat dimungkinkan karena lebih mementingkan fakta dan kepastian sebagaimana ditegaskan Fisher (1992) bahwa orang dengan kencederungan gaya berpikir vertikal mampu menangkap detail objek stimuli dengan baik, banyak membutuhkan fakta riil untuk membuat suatu kesimpulan, lebih mementingkan struktur dan kepastian, serta menggunakan bahasa dan logika dalam berpikir.Berdasarkan uraian teoretis gaya berpikir lateral dan vertikal sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dapat ditegaskan bahwa kedua gaya berpikir ini memiliki perbedaan. Menurut Bono (1991) perbedaan antara berpikir lateral dan berpikir vertikal dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Antara lain alternatif (memikirkan banyak cara di luar pendekatan yang jelas), nonsequentiality (melompat keluar dari kerangka referensi atau bekerja dari beberapa titik dan menghubungkan mereka bersama-sama), proses seleksi (berpikir di luar perkembangan logis ke jalur yang mungkin tampak salah) dan perhatian (pergeseran dalam fokus perhatian langsung). Gaya berpikir lateral dan vertikal memang berbeda, akan tetapi, tidak perlu dipertentangkan. Bono (1991) sendiri menyatakan bahwa gaya berpikir lateral tidak bertentangan dengan pemikiran vertikal. Berpikir lateral sebagai proses yang melengkapi sehingga membuat solusi lain lebih kreatif. Berpikir vertikal menghendaki satu jawaban yang paling tepat sementara berpikir lateral dapat memperkaya secara kreatif ketepatan dan kebenaran jawaban yang dirumuskan melalui proses berpikir. DAFTAR RUJUKANBono, De. E. 1991. Lataeral Thingking. Jakarta: Erlangga.Lazarowitz, R dan Karsenty, G. 1990. Cooperative Learning and Students' Academic Achievement, Process Skills, Learning Environment, and Self Esteem in Tenthgrade Biology Classrooms. In S. Sharan (Ed) Cooperative Learning: Theory and Reasearch (pp: 123-149). New York: PraegerSuriasumantri. J. 1995. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia_______ 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar HarapanPorter, B.D. dan Hernacki, M. 2002. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: KaifaDesmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.Munandar, SC. U. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia.Lindren, H.C. 1976. Educational psycology in the classroom. New York: John Wiley & Sons. IncLeamkuhl. D & Lamping D. 1995. Organizing for the Creative Person. New York: Crown Trade Paperbacks. Fisher, R. 1992. Teaching Children to Think. Great Britain: Simon & Schuster Education.