Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

40

description

Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

Transcript of Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

Page 1: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012
Page 2: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

2oktober 2012

Gaung AMAN terbit dua bulan sekali untuk membuat perkembangan dan kegiatan organisasi.

Redaksi menerima sumbangan tulisan yang bertujuan memajukan gerakan masyarakat adat, dan berhak mengedit-nya tanpa mengubah substansi.

SAMPUL DEPANMemperkuat Suara Masyarakat Adat

DITERBITKANPengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

PENANGGUNG JAWABAbdon NababanSekretaris Jenderal AMAN

PIMPINAN REDAKSIArifin SalehDeputi I PB AMAN; Bidang Kelembagaan, Komunikasi dan Penggalangan Sumberdaya

REDAKTUR PELAKSANAInfokom AMAN

EDITORJeffar Lumban Gaol

LAYOUTAlex Tege

KONTRIBUTORDeputi IDeputi IIDeputi IIIManagement AMANPW AMANPD AMANBPA NusantaraPerempuan AMAN

DISTRIBUSIDevisi Keanggotaan Yohanes SendaYusuf

ALAMAT REDAKSIJl. Tebet Utara IIC, No. 22Jakarta Selatan

Telp/Fax:+62 8297954

E-mail:[email protected]

Website:www.aman.or.id

GaunG aman Edisi ke 46Oktober 2012

25 I Cerita sampulKesatuan sesepuh adat Cisitu, Banten Kidul, telah melaksanakan “Upacara Adat Seren Taun” dan berlangsung dengan baik. Seren Taun digelar pada hari, Rabu - Senin tanggal 27 - 01 Oktober 2012, dilaksanakan di wilayah Kaolotan Cisitu.

TaJUK Perkembangan RUU PPHMA di Baleg DPR saat ini belum sesuai dengan harapan masyarakat adat . Oleh karenanya, masyarakat adat perlu terus mengawal, memantau dan membangun dukungan politik ke pihak-pihak yang cukup trategis mempengaruhi Baleg seperti DPR dan pemerintah setingkat Propinsi dan Kabupaten. Sebab ada butir-butir pikiran serta aspirasi dari draf awal RUU PPHMA yang diajukan oleh AMAN ke Badan Legislasi DPR-RI tersebut menghilang. Padahal sejak semula inisiatif pembahasan RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat ini dilaksanakan oleh AMAN bersama dengan komunitas-komunitas adat.

Pada bulan September 2012, BALEG selesai menyusun RUU PPHMA versi BALEG, mereka telah beberapa kali melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak. Proses tersebut kemudian menghasilkan sebuah draf (bertanggal 25 September 2012). Dalam draf versi BALEG ini kita ketahui bahwa ada begitu banyak hal yang tak terakomodir di dalamnya. Ini cukup mengejutkan, sebab beberapa konsep kunci RUU PPHMA versi AMAN tidak muncul dalam RUU PPHMA versi BALEG ini. Di sisi lain, pembahasan RUU PPHMA terkesan lambat, mengingat masa kerja tahun 2012 segera berakhir, hanya beberapa hari sebelum sidang paripurna DPR-RI.

Sementara itu konflik Masyarakat Adat dengan pemerintah serta pihak perusahaan terus berlangsung bahkan tidak sedikit terjadi intimidasi dan kriminalisasi yang di alami warga adat. Salah satu praktek kriminalisasi terjadi kepada Dato Pekasa yaitu Edi Kuswanto alias Anto bin Kamarullah dari komunitas adat Pekasa di Sumbawa yang dipenjara dan diadili.

Hal yang sama juga dialami oleh Masyarakat Adat Panduamaan & Sipitu huta di Tano Batak yang berkonflik dengan pihak PT Toba Pulp Lestari, Komunitas Dongi di Tana Luwu dengan PT. VALE Canada. Pemerintah telah menerbitkan izin kelola perusahaan tanpa meminta persetujuan dengan Masyarakat Adat Pandumaan/ Sipitu Huta dan Dongi sebagai pemilik wilayah adat secara turun temurun.

Acara peringatan hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia di Restoran Dapur Intan yang dilaksanakan tanggal 9 agustus 2012 berlangsung secara hikmat dan sederhana. Dalam sambutan Sekjen AMAN, Abdon Nababan menekankan saatnya media memperkuat suara masyarakat adat dari gempuran kebijakan yang belum pro terhadap masyarakat adat. Sekjen AMAN juga mengajak para undangan yang hadir untuk mengenang leluhur, para penggerak dan pemimpin perjuangan hak-hak masyarakat adat yang sudah telah mendahului. Sebab ada empat orang tokoh masyarakat adat yang sekaligus menjadi sahabat dan guru masyarakat adat baru saja dipanggil oleh sang Maha Pencipta, yakni Pak Lasso Sombolinggi dari Tana Toraja. Seorang tokoh perintis dan pemandu jalan bagi gerakan Masyarakat Adat selama 19 tahun terakhir. Saudara kita Sujarni Alloy sebagai Ketua Badan Pelakasana Harian (BPH) AMAN Wilayah Kalimantan Barat, Mido Basmi sebagai Ketua Badan Pelakasana Harian (BPH) AMAN Wilayah Kalimantan Selatan, Saudara Saribul Ketua BPH AMAN Daerah Langkat dan pejuang hak-hak rakyat penunggu Sumatera Utara, serta Saudara Hedar Laudjeng sebagai tokoh penggerak Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah.

Mari terus memperkuat Suara Masyarakat Adat untuk mempercepat pengakuan dan perlindungan masyarakat adat,” jadi sangat relevan untuk kita angkat dan siarkan secara konsisten terus-menerus.

Salam Masyarakat Adat.

Page 3: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

3oktober 2012

DAFTAR ISI

27 I Solusi Pengelolaan Pertambangan Emas di

wilayah Adat

4 I info amanStatus RUU PPHMA I Surat Edaran Pembentukan Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Parsitipatif

19 I

7 I Laporan utamaSambutan Sekjen AMAN di Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 9 Agustus 2012 I Siaran Pers Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 9 Agustus 2012 I MoU PW AMAN Maluku Utara dengan RRI cabang Ternate I AMAN dan Greenpeace Tandatangani Inisiatif Bersama untuk Pengembangan Energi Terbarukan di Kawasan Masyarakat Adat Nusantara

13 I berita komunitasSail Morotai Dan Investasi Tambang Di Halmahera I Kampung Tua Dongi yang berada di Sorowako I Warga Bentrok dengan TPL di Tombak Haminjon I Sidang Datuk Pekasa I Siaran Pers Tuntutan Agama Kaharingan di Kalsel Aksi Dayak Meratus I Surat Edaran Iuran Anggota I ISolusi Pengelolaan Pertambangan Emas

22 I Komisi HAM antar Pemerintah ASEAN (AICHR) Menolak Mengakui Hak-Hak Masyarakat

Adat Dalam Deklarasi HAM ASEAN (AHRD)

25 I Galeri

Page 4: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

4oktober 2012

info aman

Akhir tahun 2011 lalu, DPR melalui rapat paripurna mengesahkan Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) tahun 2012. Salah satu dari sekian banyak RUU yang masuk dalam PROLEGNAS tahun 2012 itu adalah Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA). Awalnya AMAN memasukkan draf RUU PPHMA yang telah disusun ke Badan Legislasi DPR-RI beberapa hari sebelum sidang paripurna DPR-RI dilaksanakan. Dalam rapat terakhir Badan Legislasi DPR RI (BALEG) pada tahun 2011, draf yang disusun oleh AMAN kemudian secara formal diusulkan oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) untuk menjadi salah satu dari RUU yang akan dibahas dan disahkan dalam PROLEGNAS tahun 2012.

Memasuki pertengahan tahun 2012, BALEG mulai bekerja dengan membentuk tim peneliti dan penyusun RUU PPHMA. Dalam beberapa kali pertemuan yang diinisiasi oleh AMAN dan mengundang Tenaga Ahli (TA) BALEG dinyatakan bahwa draf yang telah disusun oleh AMAN merupakan bahan dasar bagi BALEG dalam menyusun RUU PPHMA versi BALEG. Kegiatan lanjutan yang dilaksanakan oleh BALEG adalah melakukan penelitian ke beberapa wilayah. Dalam penelitian tersebut mereka mewawancarai para tokoh adat termasuk beberapa pengurus AMAN. Juga ada diskusi dengan pemerintah daerah dan akademisi di wilayah yang menjadi

tempat penelitiannya.

Pada bulan September 2012, BALEG selesai menyusun RUU PPHMA versi BALEG dan telah beberapa kali melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak. Proses tersebut kemudian menghasilkan sebuah draf (bertanggal 25 september 2012). RUU PPHMA versi BALEG ini telah pula disebarkan melalui mailing list adat.

Dari Draf versi BALEG ini kita ketahui bahwa ada begitu banyak hal yang tidak terakomodir di dalamnya. Hal ini cukup mengejutkan, dari beberapa konsep kunci RUU PPHMA versi AMAN tidak muncul dalam RUU PPHMA versi BALEG. Di sisi yang lain, pembahasan RUU PPHMA ini terkesan cukup lambat mengingat tahun 2012 akan segera berakhir. Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa RUU versi BALEG ini belum disosialisasikan, seperti konsultasi publik kepada masyarakat adat dalam skala yang lebih luas. Persoalan terakhir adalah bahwa hingga hari ini AMAN sebagai organisasi masyarakat adat belum dilibatkan oleh BALEG dalam RDPU. Dengan catatan berbagai persoalan tersebut, maka sangatlah penting untuk melakukan satu diskusi publik di tingkat wilayah dan daerah.

Selengkapnya silahkan kunjungihttp://www.aman.or.id

statusRUUPengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat

dari beberapa kon- beberapa kon-sep kunci RUU PPH-

MA versi AMAN tidak muncul dalam RUU PPHMA versi BALEG

"

"

Page 5: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

5oktober 2012

info aman

Surat EdaranPembentukan

Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Parsitipatif

No. Surat         : 17/Edaran-SEKJEN/PB AMAN/ IX/2012Perihal             : Pembentukan Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Parsitipatif  (UKP3)Sifat                 : Segera

Kepada Yth.

1. Pengurus Wilayah AMAN2. Pengurus Daerah AMAN

di Seluruh Nusantara

 Dengan hormat,Setelah KMAN IV, Aliansi Masyarakat adat Nusantara (AMAN) memiliki 20 Pengurus Wilayah, 80 Pengurus Daerah dan 1993 anggota komunitas masyarakat adat. Semakin bertambahnya anggota AMAN ini menunjukan bahwa para pengurus AMAN harus lebih bekerja keras untuk mendorong pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat dikarenakan masih banyaknya pelanggaran-pelangaran HAM dan pemiskinan yang terjadi pada masyarakat adat.

Saat ini masyarakat adat harus banyak melakukan negosiasi dan loby baik internal maupun dengan pihak luar untuk memperjuangkan pengakuan terhadap wilayah adatnya. Salah-satu keberhasilan gerakan masyarakat adat adalah ketika masyarakat adat bisa menunjukan keberadaannya. Maka dari itu AMAN menempatkan pemetaan parsitipatif sebagai salah satu pelayanan dasar bagi anggota AMAN maupun calon anggota AMAN supaya bisa menunjukan keberadaan masyarakat adat secara faktual. Dengan peta, masyarakat adat bisa menegaskan identitas dirinya berikut segala hak asal-usulnya.

AMAN sudah menyediakan pelayanan pemetaan parsitipatif sejak tahun 2010. Dari data BRWA (update 21 November 2011), hanya 41 komunitas masyarakat adat dengan luasan total 652.324.87 Ha yang sudah dipetakan. Kalau dihitung dengan update pemetaan yang sudah dilakukan dari November 2011 sampai sekarang, mungkin hanya baru mencapai 1.500.000 Ha wilayah adat yang sudah terpetakan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui surat edaran ini, saya sebagai Sekjen AMAN menyerukan kepada seluruh Pengurus Wilayah dan Daerah AMAN untuk membentuk Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Parsitipatif (UKP3) 

UKP3

Page 6: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

6oktober 2012

info aman

sebagai respons AMAN untuk melakukan percepatan dalam hal memberikan pelayanan pemetaan parsitipatif  kepada anggota dan calon anggota AMAN.

Adapun tugas pokok dan fungsi UKP3 adalah sebagai berikut :

Menjadi penggerak utama untuk memastikan percepatan proses-proses pemetaan partisipatif dan registrasi wilayah adat di wilayah, daerah dan komunitas masyarakat adat. Membangun perluasan jaringan dan kemitraan dengan LSM, Pemerintah serta pihak terkait lainnya untuk penguatan simpul layanan pemetaan partisipatif dan registrasi wilayah adat di tingkat nasional, wilayah, daerah serta komunitas masyarakat adat.Melakukan penggalangan dukungan untuk  memfasilitasi kegiatan pemetaan parsitipatif yang diusulkan oleh komunitas adat.

Menyediakan peralatan pemetaan parsitipatif  serta jadi fasilitator pemetaan parsitipatif yang baik di masing-masing wilayah/ daerah.

Memastikan keberlangsungan pendidikan kader pemetaan parsitipatif  di komunitas masyarakat adat terutama kader-kader pemuda dan perempuan adat.

Demikian surat edaran ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran serta bertanggung jawab dalam upaya mewujudkan cita-cita AMAN “Menuju Masyarakat Adat yang Berdaulat Secara Politik, Mandiri secara

Ekonomi , dan Bermartabat secara Budaya”.

Hal-hal yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut untuk pelaksanaan surat edaran ini, silahkan berkomunikasi dengan Sdr. Mahir Takaka, Direktur Dukungan Komunitas PB AMAN/Ketua Pokja  P3RWA-AMAN dengan alamat email: [email protected] dan nomer handphone: 08111103798.

Atas kerjasama yang baik disampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih.Salam Masyarakat Adat, Abdon Nababan

Sekretaris Jenderal AMAN

Tembusan:1. DAMANNAS2. ARSIP

Page 7: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

7oktober 2012

laporan utama

Hari ini adalah Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, The International Day of the World’s Indigenous Peoples, hari raya yang dideklarasikan pengesahannya oleh

Sidang Umum PBB tanggal 23 Desember 1994.Kita merayakan hari ini dengan

penuh hikmat, kita mengenang leluhur kita, para penggerak dan pemimpin perjuangan hak-hak masyarakat adat yang sudah mendahului kita. Karena dari hasil perjuangan mereka, kita bias merayakan hari ini, kita bias punya satu Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat yang akan memandu seluruh bangsa dan Negara menghapuskan segala bentuk penjajahan yang sampai hari ini masih dialami oleh Masyarakat adat, kita bias kembali di pandang dan di perlakukan sebagai manusia, setara dengan manusia yang lain, kita bias kembali dengan bermartabat untuk menyatakan, mempertahankan dan bahkan mengembalikan hak-hak kolektif kita sebagai masyarakatadat.

Secara khusus bagi saudara, sahabat, kawan seperjuangan, guru kita yang baru-baru ini di panggil Leluhurnya, kembali ke Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa, Pak Lasso Sombolinggi dari Toraja, salah seorang perintis dan pemandu jalan bagi gerakan kita selama 19 tahunterakhir, Saudara Sujarni Alloy dari Kalimantan

Barat,  pemimpin muda gerakan ini dari Kalimantan Barat, Saudara Saribul, pejuang hak-hak rakyat penunggu dari Langkat, Saudara Hedar Laudjeng dari Pakkava, Sulawesi Tengah, penjaga moral gerakan kita lewat pemikiran dan tindakan-tindakannya. Saya mengajak kita semua untuk hening sejenak mengenang mereka semua, berterimakasih kepada mereka, kepada Leluhur masyarakat adat di mana pun berada, bersyukur bahwa masih ada hari ini dan kita akan melanjutkan perjuangan mereka. Bersyukur bahwa kita sudah dibekali oleh mereka dengan pelajaran berharga, dari keberhasilan maupun kegagalan mereka di masa lalu.

Pada perayaan kali ini, kita juga mensyukuri kemenangan perjuangan bersama kita. Perlahan dan dengan penuh harapan, keyakinan, hukum nasional kita yang kolonialistik, melindungi para pencuri dan perampas  hak-hak masyarakat adat mulai berubah. Parlemen dan Pemerintah sudah tidak lagi mencurigai gerakan kita sebagai gerakan separatis. Para

Hari InternasionalMasyarakat Adat Sedunia

(HIMAS-2012)

akademisi dan ilmuwan sosial sudah semakin sedikit yang menuduh gerakan kita sebagai gerakan pengembalian feodalisme. Para agamawan sudah mulai bersedia mengajak gerakan untuk berdialog. Kita sudah berhasil meyakinkan bahwa gerakan kita tidak bertentangan dengan ajaran agama yang sudah ada. Juga,  penggunaan istilah-istilah yang melecehkan masyarakat adat, seperti suku terasing, masyarakat primitif, perambah hutan sudah semakin berkurang dalam wacana publik.

Hari besar ini, kita rayakan dengan sederhana di tengah suasana puasa bulan Ramadhan, bulan yang penuh rahmat untuk saudara-saudari kita yang muslim, dan bagi kita semua. Hari ini adalah hari yang penuh harapan menuju kemenangan bagi kita. Kita dengan penuh harapan kepada DPR RI bias segera membahas RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) dan mensahkanya tahun 2012 ini sesuai dengan aspirasi yang sudah kita sampaikan kepada Ketua DPR RI saat KMAN IV di Tobelo. Kita dengan penuh harapan juga

SambutanSekjen AMAN

Page 8: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

8oktober 2012

laporan utama

sedang menanti keputusan akhir Majelis Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan uji materi pasal-pasal yang terkait dengan status hutan adat dan pengakuan bersyarat bagi Masyarakat adat di UU No. 41/1999 tentang Kehutanan. Kita juga dengan harap menantikan keputusan Presiden RI untuk segera membentuk Komite Lintas Sektoral untuk Penyelesaian Konflik Agraria yang sudah kita usulkan konsepnya melalui Kepala UKP4. Mari kita pelihara harapan ini dengan niat baik, ketulusan dan kepercayaan penuh kepada institusi Negara yang sudah diamanatkan oleh konstitusi kita untuk menghapuskan sebagai bentuk penjajahan di atas bumi, terutama di Bumi Nusantara,

seluruh wilayah adat kita terbebas dari represimiliter dan polisi, khususnya penggunaan kekerasan untuk melindungi korporasi yang merampas tanah dan kekayaan alam di wilayah adat.

Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dan ilmuwan sosial tentang keberadaan Masyarakat adat dan hak-haknya yang dibiayai korporasi merupakan satu tantangan besar untuk gerakan kita. Korporasi dengan kekuatan modalnya dengan sangat cerdik telah memanfaatkan intitusi akademik dan penelitian untuk melegitimasi peniadaan ‘claim’ historis dan kultural Masyarakat adat atas wilayahnya dengan menggunakan otoritas ilmiah yang mereka punyai. Menerima dan penelitian dari perusahaan untuk melakukan kajian terhadap Masyarakat yang sedang berkonflik dengan perusahaan pemberi dana, merupakan kelakuan yang tidak bias di pertanggung-jawabkan secara moral. Saya menghimbau mereka untuk bertobat.

Tahun ini, tema perayaan kita tentang media “Indigenous Media, Empowering Indigenous Voices”, “Media Adat, Maka thema Memberdayakan Suara Masyarakat Adat,” ini jadi sangat relevan untuk kita angkat di Nusantara mengingat semakin derasnya industrialisasi media yang terkonsentrasi di segelintir kelompok usaha (konglomerasi) dan luasnya Negara Kepulauan ini. Kita perkuat gerakan kita ini dengan membangun media-media komunitas di basis-basis Masyarakat adat. Saat ini Masyarakat adat sedang mengelola lebih dari seratus radio komunitas, jumlah itu baru sekitar 7% dari 1992 komunitas adat anggota AMAN. Kita akan terus bekerja agar radio komunitas yang dikelola sendiri dengan program siaran yang sesuai dengan kebutuhan Masyarakat Adat

dan dengan bahasa suku setempat biar tersebar di seluruh Nusantara. Telepon seluler sudah merambah masuk hampir ke seluruh wilayah adat. Kita harus terus membangun kapasitas kader-kader gerakan ini untuk memanfaatkannya sebagai media pertukaran informasi dan alat komunikasi yang memberdayakan gerakan kita. Kita sudah mulai dengan pengembangan jurnalisme warga adat di Kalimantan Barat dan saat ini juga sedang berlangsung di Kalimantan Tengah, dan masih akan terus kita perluas di wilayah-wilayah Nusantara lainnya. Melalui jurnalisme warga ini kita bangun kemitraan dan kesetaraan antara Masyarakat adat dengan media-media arus utama.

Terakhir, saya ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada seluruh media yang selama ini telah dengan setia meliput berbagai peristiwa penting dalam gerakan Masyarakat adat Nusantara, khususnya sebelum, selama dan setelah KMAN IV di Tobelo bulan April 2012 lalu. Satu himbauan saja untuk media agar untuk masa depan jangan lagi menggunakan istilah-istilah yang sifatnya melecehkan dan merendahkan kemanusiaan Masyarakat Adat seperti “Masyarakat/ suku terasing”, “penduduk/ masyarakat/ suku primitif”, dan “perambah hutan”. Mari kita bangun peradaban baru yang lebih memberikan tempat dan penghormatan yang sama untuk perbedaan agama, keyakinan dan budaya yang dimiliki seluruh penghuni bumi Pertiwi.

Jayalah Masyarakat Adat di seluruh dunia, hidup Masyarakat Adat Nusantara! Jayalah gerakan Masyarakat Adat Nusantara! Semoga kekuatan baru ini direstui para Leluhur dan Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kita semua!

Jakarta, 9 Agustus 2012Abdon Nababan

...jangan lagi menggunakan istilah-istilah yang sifatnya melecehkan dan merendahkan kemanusiaan Masyarakat Adat.....

""

khususnya menghapuskan penjajahan di wilayah-wilayah adat kita.

Kemenangan-kemenangan kecil yang saya uraikan di atas, adalah harapan-harapan akan kemenangan yang lebih besar merupakan inspirasi dan penambah semangat untuk kita semua terus bergerak, berjuang untuk Nusantara Jaya di masa depan. Kita menyadari betapa banyaknya tantangan yang masih harus kita hadapi di masa depan di tengah-tengah ketidakpastian dan krisis multi-dimensi yang masih terus berlanjut. Semakin maraknya konflik agrarian berdarah di wilayah-wilayah adat yang melibatkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) masih mewarnai kehidupan kebangsaan kita. Kita masih harus terus berjuang agar

Page 9: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

9oktober 2012

laporan utama

Salam Hormat,

9 Agustus  merupakan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, the International Day of the World’s Indigenous Peoples, hari raya yang dideklarasikan pengesahannya oleh Sidang Umum PBB tanggal 23 Desember 1994. Tema perayaan Tahun ini  tentang media “Indigenous Media, Empowering Indigenous Voices”, “Media Adat, Memberdayakan Suara Masyarakat Adat”. Tema ini menjadi sangat relevan untuk kita angkat di Nusantara mengingat semakin derasnya industrialisasi media yang terkonsentrasi pada segelintir kelompok usaha (konglomerasi) sementara Negara kepulauan ini amatlah luas.

Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia ini diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, bertempat di Warung Intan, Jakarta Selatan mulai dari pukul 15.00 sampai dengan pukul 19.30. Kita merayakan hari Masyarakat Adat se-Dunia ini dengan penuh hikmat, mengenang leluhur kita, para penggerak dan pemimpin perjuangan hak-hak masyarakat adat yang sudah mendahului kita.

Secara khusus dalam perayaan ini dilakukan hening cipta bagi saudara, sahabat, kawan seperjuangan, guru kita yang baru-baru ini dipanggil Leluhurnya, kembali ke Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa, Pak Lasso

Sombolinggi dari Toraja, salah seorang perintis dan pemandu jalan bagi gerakan kita selama 19 tahun terakhir, Saudara Sujarni Alloy dari Kalimantan Barat, pemimpin muda gerakan ini dari Kalimantan Barat, Saudara Saribul, pejuang hak-hak rakyat penunggu dari Langkat, Saudara Hedar Laudjeng dari Pakkava, Sulawesi Tengah, penjaga moral gerakan kita lewat pemikiran dan tindakan-tindakannya.

Kita berterima kasih kepada mereka, kepada Leluhur masyarakat adat di mana pun, bersyukur bahwa kita masih ada dan hari ini akan melanjutkan perjuangan mereka. Bersyukur bahwa kita sudah dibekali oleh mereka dengan pelajaran berharga, dari keberhasilan maupun kegagalan mereka di masa lalu.

Karena dari hasil perjuangan merekalah, kita bisa merayakannya hari ini, kita bisa punya satu Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat yang akan memandu seluruh bangsa dan Negara untuk menghapuskan segala bentuk penjajahan yang sampai hari ini masih dialami oleh Masyarakat adat. Kita bisa kembali dipandang dan diperlakukan sebagai manusia setara dengan manusia lain. Kita bisa kembali dengan bermartabat untuk menyatakan,  mempertahankan hingga mengembalikan hak-hak

kolektif kita sebagai masyarakat adat.

Untuk Lebih Lengkapnya kami  menyampaikan 2 dokumen resmi dari AMAN dalam rangka Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia ini untuk teman-teman milist adat. Kami juga menyampaikan  terima kasih yang tidak terhingga kepada seluruh media yang selama ini telah dengan setia

meliput berbagai peristiwa penting dalam gerakan

Masyarakat adat Nusantara, khususnya sebelum, selama dan

setelah KMAN IV berlangsung di

Tobelo bulan April 2012 lalu. Satu himbauan saja untuk kawan media agar di masa depan jangan lagi menggunakan istilah-istilah yang sifatnya melecehkan dan merendahkan kemanusiaan Masyarakat adat seperti “Masyarakat/suku terasing”, “penduduk/masyarakat/suku primitif”, dan “perambah hutan”. Mari kita bangun peradaban baru yang lebih memberikan tempat dan penghormatan yang sama untuk perbedaan agama, keyakinan dan budaya yang dimiliki seluruh penghuni Bumi Pertiwi.

 SALAM NUSANTARA

Infokom AMAN

Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia

PersStatement

Media Adat, Memberdayakan Suara

Masyarakat Adat

Page 10: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

10oktober 2012

laporan utama

TERNATE – Penguatan suara masyarakat adat lewat Media terus di-dorong oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara.  Hal ini terlihat dari kemitraan yang dibangun dengan beber-apa Media di Maluku Utara, salah satunya adalah Radio Republik Indonesia (RRI), Cabang Ternate. 

Biro OKK BPH AMAN Malut, Munadi Kilkoda, beserta beberapa orang staff.

Hal – hal strategis yang disepakati untuk dikerjakan secara bersama – sama dalam MoU tersebut, antara lain: 1.      Peliputan dan Pemberitaan setiap kegiatan yang dilakukan oleh AMAN dan/ atau Komunitas Masyarakat Adat, 2.     Peningkatan isu masyarakat adat lewat diskusi rutin yang dilakukan sebulan sekali di studio RRI Cabang Ternate, dengan tema – tema Ma-syarakat Adat,3.      Mengembangkan model – model informasi yang berbasis komunitas masyarakat adat di Maluku Utara, yang terdiri dari:a.      Pertukaran informasi antara kedua belah pihak yang berhubungan

dengan penguatan suara masyarakat adat.b.      Mengangkat kontributor pem-beritaan yang berasal dari komunitas masyarakat adat di Maluku Utara. 4.      Melakukan pelatihan untuk pen-ingkatan kapasitas kedua belah pihak untuk penguatan suara masyarakat adat di Maluku Utara.

Masa berlaku MoU ini selama 2 tahun sejak ditanda tangani kedua belah pihak dan akan dilanjutkan jika agenda – agenda dalam mengopera-sionalkan MoU tersebut dianggap berhasil. Implementasi MoU ini akan dilakukan mulai bulan Oktober 2012.

 Kedua belah pihak menyambut baik kesepakatan dalam MoU ini. Bagi RRI sendiri kemitraan dengan AMAN adalah kemitraan strategis untuk menyuarakan masyarakat adat dan problem hak yang mereka hadapi se-lama ini. Karena itu keterbukaan kedua pihak akan sangat penting dalam hal hubungan kerja.

AMAN Malut juga mengapresiasi RRI Cabang Ternate yang mau melihat dan ikut serta mendorong problem yang dihadapi oleh masyarakat adat saat ini. Media ini harus dimanfaat-kan untuk melawan stereotipe yang dikontruksikan untuk menghancurkan eksistensi masyarakat adat. Problem klasik lainnya, masyarakat adat di Maluku Utara adalah pengambilalihan dan perampasan hak – hak masyarakat adat lewat izin – izin investasi skala massif, seperti izin pertambangan dan izin perkebunan besar. Karena itu AMAN melihat RRI sebagai mitra potensial dan strategis yang bisa

“Penguatan Suara Masyarakat Adat Terus Didorong”

AMAN Maluku UtaraMoU dengan RRI cabang Ternate

Selama 3 kali berturut – turut AMAN Maluku Utara berdiskusi dengan RRI Cabang Ternate untuk pemantapan kerjasama dalam rangka mendorong suara masyarakat adat lewat program siaran RRI. Setelah pemantapan lewat diskusi panjang an-tara kedua belah pihak, lalu disepakati point-point penting yang berhubun-gan dengan kerjasama untuk saling menguntungkan.

Pada tanggal 04 September 2012, sekitar pukul 11.00 Wit, di kantor RRI Cabang Ternate, kedua belah pihak menandatangani MoU yang sudah dis-epakati sejak awal. Pihak RRI diwakili langsung oleh Kepala RRI, Cabang Ternate, Hari Sudaryanto, SE. MM dan dari AMAN Malut diwakili oleh Kepala

Page 11: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

11oktober 2012

laporan utama

Magelang, 15 Oktober 2012, Di tengah rangkaian Kampanye “Energi Bersih untuk Borobudur” yang berlangsung 13-28 Oktober 2012 lalu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Greenpeace mengikat kerja sama inisiatif untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan di kawasan masyarakat adat seluruh Nusantara.

Adat Nusantara) menandatangani perjanjian kerjasama dengan Von Hernandez Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara, untuk kerja sama dalam Upaya Pengembangan Pemanfaatan Energi Terbarukan di Wilayah Masyarakat Adat Nusantara. Penandatanganan dilakukan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Dalam kerja sama yang disebut Keadilan Energi untuk Masyarakat

untuk Pengembangan Energi Terbarukan di Kawasan Masyarakat Adat Nusantara

AMAN dan GreenpeaceTandatangani Inisiatif Bersama

Adat ini, AMAN dan Greenpeace akan memulai inisiatif bersama untuk mendorong pengembangan serta pemanfaatan energi terbarukan, di seluruh Nusantara, khususnya  wilayah-wilayah pedalaman  yang selama ini belum menikmati penerangan listrik di tujuh Region yaitu; Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Maluku, Sulawesi dan Papua.

“Indonesia saat ini merupakan salah satu negara dengan tingkat elektrifikasi terendah di Asia Tenggara. Hanya 69 persen dari total rakyat Indonesia yang sudah menikmati akses listrik, sisanya sekitar 60 juta

Program ini bertujuan untuk memberikan penerangan bagi masyarakat-masyarakat adat di kawasan terpencil, juga mendesak pemerintah untuk memastikan keadilan energi, serta secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan beralih kepada pemanfaatan energi terbarukan.

Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal AMAN (Aliansi Masyarakat

Page 12: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

12oktober 2012

laporan utama

rakyat Indonesia, sebagian besar merupakan masyarakat adat masih belum menikmati akses listrik negara. Dengan sistem sentralisasi kelistrikan, sebagian penikmat listrik itu justru berada di kota-kota besar di Pulau Jawa, sementara masyarakat adat di pedalaman senantiasa hidup dalam kegelapan. “Dengan fakta di atas, selain untuk memberikan layanan kepada anggota AMAN, program ini juga untuk mendesak pemerintah memastikan keadilan energi bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Abdon Nababan, Sekretaris Jendral AMAN.

Selain itu, untuk memastikan keberlanjutan instalasi energi terbarukan ini, AMAN dan Greenpeace juga akan membangun pusat pelatihan energi terbarukan demi membentuk kemandirian masyarakat setempat dengan cara menyalurkan pengetahuan mengenai berbagai hal, mulai dari mengoperasikan, memelihara pembangkit listrik energi terbarukan, hingga mengkampanyekan pentingnya peran

energi terbarukan. Efisiensi energi sebagai salah satu solusi terpenting untuk mencegah bencana akibat perubahan iklim.

“Pemanfaatan besar-besaran energi terbarukan harus dimulai sekarang. Potensi energi terbarukan sangat melimpah di Indonesia. Potensi kelimpahan energi panas bumi mencapai 40% dari total cadangan dunia. Namun, data pemerintah menunjukkan bahwa penggunaan energi terbarukan di Indonesia baru mencapai angka 5% (atau setara dengan 1,345 megawatt) dari keseluruhan sumber energi total Indonesia. “Program ini menunjukkan kepada pemerintah bahwa pemanfaatan energi terbarukan sangat mendesak untuk segera dilakukan. Yang dibutuhkan hanya keseriusan dan komitmen yang kuat dari pemerintah,” tegas Von Hernandez, Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara.

Greenpeace dan AMAN menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar segera mengembangkan

pemanfaatan energi terbarukan dengan:

Menyusun target yang ambisius dan mengikat untuk energi terbarukan

Menjamin adanya akses utama bagi pembangkit tenaga energi terbarukan

Memberikan pajak yang jelas dan stabil untuk para investor energi terbarukan

Mencabut subsidi untuk energi fosil, dan meminta semua perusahaan energi fosil untuk memikul tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh mereka

“Energi terbarukan merupakan kunci utama kesuksesan ekonomi berkelanjutan yang adil dan merata. Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bergabung dengan kampanye kami ini dan jadi bagian dari gerakan, menuju masa depan yang lebih baik. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan energi bersih untuk semua,” pungkas Arif Fiyanto, Team Leader Kampanye Iklim dan Energi, Greenpeace.

Page 13: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

13oktober 2012

berita komunitas

Semangat pagi dari Halmahera

Siang ini, rombongan Presiden menghadiri acara puncak pelaksanaan Sail Morotai di Maluku Utara. Satu peristiwa dan agenda besar untuk mendorong sektor Pariwisata dan Perikanan sebagai andalan yang harus terus di kembangkan.

ini rencananya akan dikembangkan dalam program Mega Minapolitan.

Berada di wilyah bibir Pasifik, Morotai bisa menjadi jembatan bagi Indonesia dengan negara-negara lain di Asia. Karena itu dalam setiap diskusi dikalangan Akademik/ Pemerintah/ Media/ LSM/ Pengusaha, merekomendasikan Morotai harus menjadi gerbang Pasifiknya Indonesia.

Mari sejenak Meninggalkan Pulau Morotai dan coba kita beranjak ke sebelahnya yaitu Pulau Halmahera. Halmahera merupakan pulau terbesar

Sail Morotai dan

di Halmahera Investasi Tambang

di Maluku Utara, pulau ini menyimpan potensi SDA yang melimpah. Nikel, Emas, Batu Bara, Pasir Besi, dll. Potensi kehutanan juga beragam, Perikananpun demkian, bahkan dihuni oleh berapa jenis burung endemik (lokal).

Halmahera dihuni oleh beragam Suku Bangsa yang sehari-harinya bergantung pada alam. Potensi alam yang tersedia di Pulau Halmahera ini dikelola secara surviva dgn kearifan lokal untuk keberlanjutan hidup dari generasi ke generasi. Karena itu, Suku Tobelo Dalam, memaknai hutan adalah “Makanan dan Leluhur Mereka”, Suku Pagu melihat Hutan sebagai tempat bersemayamnya leluhur mereka yang menjaga alam untuk anak cucu, Suku Sawai dalam pemanfaatan dan

Memang dibenarkan, bahwa Morotai untuk dua sektor tersebut tidak perlu lagi diperdebatkan. Daerah yang dalam sejarah perang dunia ke-II itu dan pernah menjadi pangkalan perang sekutu memiliki panorama bawah laut dan gugusan pulau-pulau kecil menghadirkan ketenangan jiwa bagi siapa saja yang mau hadir menikmati keindahan Morotai. Hal lain yang bisa dibanggakan, potensi perikanan yang menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Daerah

Page 14: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

14oktober 2012

berita komunitas

pengelolaan SDA, harus dengan sistem “Myo Facicile/ ambil sedikit saja” karena alam itu adalah untuk masa depan generasi.

Saat ini nilai seperti itu tergusur perlahan-lahan oleh konstruksi nilai baru yang mempengaruhi nalar berfikir mereka. Masyarakat adat dari menjaga hutan menjadi perambah hutan. Mereka seperti tak bisa hidup jika tak menjual tanahnya kepada pihak lain (perusahan tambang misalnya). Halmahera saat ini dihuni oleh I64 IUP, 3 KK, 4 Perkebunan Sawit, Ratusan Izin Kehutanan. Konflik Agraria pun terus bermunculan.

MP3EI adalah satu mega proyek yang dirancang saat ini, Halmahera

dikembangkan sebagai Pusat Pertambangan Nasional, sedangkan Morotai sebagai Perikanan. Mega proyek ini jika ditelusuri lebih dalam merupakan perjamuan suci kelompok kapitalis yang akan merongrong hidup masyarakat Maluku Utara.

SAIL MOROTAI merupakan rangkaian kegiatan dari rencana MP3EI. Pertarungan dan konflik kepentingan penguasan hak kelola laut terjadi di depan mata. Awal tahun lalu saja ada salah satu investor di Morotai yaitu PT MMC telah mengusir masyarakat Pulau Ngele-Ngele dari perkampungan mereka. Di Halmahera beberapa perkampungan terancam direlokasi karena masuk dalam

wilayah konsesi perusahan tambang.

Khayalan masa depan sangat sulit diwujudkan. Dipermukaan kita melihat giat-giat pembangunan yang terus didorong oleh negara, sayangnya dibalik rencana itu, ada kepentingan kapitalisme yang menyusup untuk menguasai SDA milik (hak) suku bangsa di Halmahera.

SAIL Morotai, MP3EI vs Kesejahteraan Masyarakat..!! Jangan lagi membangun mitos.

PW AMAN MalutMunadi Kilkoda

Page 15: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

15oktober 2012

berita komunitas

Komunitas Adat Karunsi’e Dongi dihantui kecemasan

Belakangan kisah ketidakadilan terjadi terhadap masyarakat adat Dongi. Kampung Dongi adalah sebuah kampung yang terletak di tengah-tengah Kota Soroako, Sulawesi Selatan.

Leluhur Komunitas Dongi telah menempati wilayah adatnya sejak ratusan tahun yang lalu. Pada tahun 1967 wilayah adat Dongi diberikan kepada PT. International Nickel Indonesia (PT. INCO) Tbk, lewat ijin pemerintah untuk melakukan penambangan biji nikel. Pemberian ijin ini dilakukan pemerintah tanpa berkonsultasi lebih dahulu dengan masyarakat adat Dongi sebagai pewaris wilayah adat tersebut. Wilayah adat ini adalah wilayah yang telah ratusan tahun didiami komunitas Dongi, secara turun temurun diwariskan oleh leluhur mereka. Lebih dari pada itu konsultasi tersebut haruslah dilakukan dalam rangka mendapatkan persetujuan dari komunitas Dongi, karena keberadaan perusahaan tersebut sangat berpengaruh pada keberlangsungan hidup anak cucu mereka nantinya. Kehadiran perusahaan ini tak saja merugikan masyarakat adat Dongi secara ekonomi, tapi juga lahan kami untuk bertani semakin sempit. Sementara perusahaan tak banyak bermanfaat untuk menciptakan kesejahteraan kami. Kehadiran perusahaan ini telah menyebabkan masyarakat adat Dongi kesulitan untuk mendapatkan air bersih kebutuhan hidup sehari-hari. Tak terhitung pula kebisingan dan debu akibat keberadaan perusahaan ini. Selain itu, kenyamanan kelangsungan hidup komunitas

Dongi semakin terancam karena sejak tahun 2005 pihak perusahaan maupun pemerintah daerah sering melakukan upaya-upaya untuk memindahkan mereka ke keluar dari wilayah adatnya sendiri. Bagi komunitas Dongi hal itu sama saja dengan menghilangkan identitasnya. Kenyataan tersebut adalah sebuah ironi. Betapa tidak, harta kekayaan berupa nikel yang ada di wilayah adat komunitas Dongi terus menerus dikeruk tapi perusahaan maupun pemerintah daerah tak pernah memperhatikan kebutuhan dasarnya, termasuk listrik sebagai sarana penerangan dan air bersih. Sementara di sebelah kampung komunitas Dongi pihak perusahaan memamerkan fasilitas-fasilitas mewah seperti lapangan golf dan lapangan udara. Kami merasa bahwa pemerintah daerah telah lalai menjalankan kewajiban konstitusionalnya demi memenuhi hak-hak dasar komunitas Dongi sebagai warga negara. Perusahaan juga dinilai tak menjalankan tanggung jawab hukum dan sosialnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat Dongi. Di tengah situasi seperti di atas kehadiran PT. INCO tak memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat adat Dongi. Pada tahun 2012, manajemen PT. INCO telah beralih kepada PT. VALE Canada sebagai

pemegang saham mayoritas. Komunitas Dongi sudah berulangkali mengirimkan surat resmi maupun pertemuan dengan pihak perusahaan dan pihak pemerintah daerah. Memanfaatkan pertemuan tersebut, komunitas meminta pihak perusahaan dan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana air bersih dan listrik untuk komunitas Dongi. Namun upaya ini tak pernah mendapatkan tanggapan positif dari perusahaan maupun pemerintah daerah. Masyarakat adat Dongi merasa bahwa pemerintah daerah dan pihak perusahaan mengabaikan keluhan komunitas. Itulah sebabnya, pada tanggal 26 dan 27 Agustus yang lalu, masyarakat adat Dongi dengan terpaksa menyambungkan aliran listrik milik PT VALE melalui tiang listrik yang berada di tengah-tengah kampung dan mengalirkan ke rumah-rumah komunitas.Tindakan ini terpaksa diambil sebab komunitas Dongi merasa tak didengar dan telah diperlakukan tak adil. Menanggapi hal ini, pihak perusahaan (PT. VALE) mendatangi kampung Dongi untuk memutuskan aliran listrik yang telah dipasang. Namun komunitas Dongi melawan tindakan perusahaan tersebut. Atas dasar itulah pada tanggal 28 Agustus 2012 lalu diadakanlah pertemuan di kantor PT. VALE yang dihadiri oleh pihak perusahaan, perwakilan pemerintah daerah Kabupaten Luwu Timur serta 8 (delapan) orang perwakilan masyarakat adat Dongi. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan masyarakat adat Dongi mengusulkan agar tak ada pencabutan aliran listrik sampai dilakukan pemasangan listrik yang permanen. Namun komunitas Dongi kembali kecewa karena pihak perusahaan maupun pemerintah daerah memberikan ultimatum kepada komunitas untuk memutuskan sambungan listrik paling lambat tanggal 10 September tahun 2012 ini. Jika tidak, maka pihak perusahaan yang akan memutuskan dengan caranya sendiri. Masyarakat adat Dongi berada dalam ketakutan karena kampung mereka dijaga oleh aparat kepolisian dari Resort Luwu Timur lengkap dengan senjatanya.Atas kejadian tersebut di atas, AMAN Tana Luwu melakukan langkah-langkah untuk

Page 16: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

16oktober 2012

berita komunitas

melakukan dukungan terhadap komunitas masyarakat adat Dongi. Sebagai langkah awal Ketua BPH Pengurus Wilayah AMAN Tanah Luwu berkunjung ke kampung Dongi dan memberikan dukungan organisasi serta memompakan semangat masyarakat adat Dongi mempertahankan wilayah adatnya. Langkah ke-dua, Pengurus Besar AMAN mengirimkan surat resmi kepada Bapak Presiden RI, meminta keadilan bagi masyarakat adat Dongi sebagai warga negara Republik Indonesia yang tercinta ini agar melakukan langkah-langkah cepat untuk memenuhi rasa keadilan kami sebagai masyarakat adat. Point-point permintaan AMAN yang disampaikan kepada Bapak Presiden antara lain :Pertama, masyarakat adat Dongi memohon pada Bapak Presiden agar memberikan surat perintah kepada pihak terkait untuk melakukan kaji ulang kontrak karya sebagai dasar hukum keberadaan perusahaan PT. VALE. Hal ini sangat penting bagi masyarakat adat Dongi karena sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup kami dan generasi kami selanjutnya. Ke-dua, masyarakat adat Dongi memohon

kepada Bapak Presiden agar memberikan kebijaksanaan untuk komunitas Dongi agar masyarakat adat Dongi menikmati layanan-layanan dasar berupa listrik dan air bersih yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh AMAN adalah terus memperkuat konsolidasi dukungan untuk komunitas Dongi. Mulai dari para pengurus wilayah, pengurus daerah, komunitas-komunitas anggota AMAN dan pihak-pihak lainnya yang ditujukan kepada pihak pemerintah daerah, kepolisian, pimpinan perusahaan. Hasil dari konsolidasi dukungan ini ternyata sangat efektif, dimana pihak pemerintah daerah, kepolisian dan perusahaan melakukan pertemuan dengan masyarakat adat Dongi khusus membahas kasus yang terjadi. Pertemuan berjalan sangat alot, topik pertemuan pertama mengangkat tentang adanya ribuan SMS dari berbagai penjuru Indonesia yang di tujukan ke pihak perusahaan, pemerintah dan kepolisian, sehingga dampaknya adalah semua pihak yang menerima SMS merasa pusing dengan

masalah orang kampung Dongi. Kapolres Luwu Timur mengusulkan kepada PT Vale agar tetap memperhatikan masyarakat Dongi dan memberikan fasilitas, menata perkampungan Dongi dan tidak ada relokasi masyarakat adat Dongi. Kapolres juga meminta kepada masyarakat Dongi untuk tidak memasukkan orang lain ke kampung Dongi untuk bermukim di dalam.Usulan Kapolres Luwu Timur ini mendapat respon positif dari Wakil Bupati Luwu Timur dan juga masyarakat adat Dongi. Kemudian ditetapkan juga pada tanggal 25 september 2012 akan dilakukan pertemuan ulang untuk mendengar keputusan apakah pihak PT Vale menyetujui usulan yang ditawarkan oleh pemeritnah dan membahas langkah-langkah selanjutnya. Setelah Pertemuan selesai, Pemerintah Luwu Timur dan Kapolres Luwu Timur langsung mendatangi lokasi kampung Dongi untuk meninjau lokasi. Pemerintah menjamin masyarakat adat Dongi tidak akan di relokasi dari kampungnya oleh PT Vale.

Tim Infokom PB AMAN

Page 17: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

17oktober 2012

berita komunitas

Gelar Budaya Nusantara

Tarian Hudoq - Dayak kanyan Bahau.

Yang tersirat dari Gelar Budaya Nusantara,”Ritus-ritus pangan Nusantara,” 2012.

Sebagai bagian dari masyarakat adat tentu kita turut gembira atas suksesnya pagelaran ritus-ritus budaya pangan Nusantara 2012. Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan telah mengelontorkan dana besar dan kerja keras untuk merealisasikan gelar budaya ini, oleh karenanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan layak dapat apresiasi pujian. Sebab menggelar perhelatan besar seperti festival gelar budaya ini bukan perkara mudah, apalagi jika niatnya bukan untuk meraup keuntungan. Gelar budaya ritual pangan ini sesungguhnya jauh dari dunia kesenian yang umum dikenal masyarakat luas. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ingin menampilkan ritus-ritus budaya ini kepada publik berikut kearifan lokal dan filosofi yang melandasinya. Dengan harapan pada akhirnya nanti dapat menghidupkan kembali seni tradisi ditengah-tengah masyarakat

sebagai akar kebudayaaan dan kesenian Indonesia. Pagelaran berlangsung di area bundaran tugu Pancasila TMII pada tanggal 27 – 29 Oktober lalu. Disaksikan oleh ribuan orang penonton, meskipun ada juga penonton yang secara kebetulan berwisata ke TMII. Dari tujuh ritus budaya pangan terkait pertanian yang digelar ini, tiga diantaranya lewat pintu PB AMAN. Yaitu PW AMAN, Kalimantan Timur mempersembahkan ritus Hudog oleh Masyarakat Adat Dayak Kayaan Bahau. Masyarakat Adat Ngata Toro dari PW AMAN, Sulawesi Tengah menampilkan Vunca Ada Pae. Ritual Pangan Kasepuhan Cisitu akhirnya turut serta setelah Sekjen berinisiatif membujuk olot abah Okri. Tadinya Kasepuhan Cisitu lewat kang Yoyo Yohenda sudah menyatakan batal. Namun rupanya hubungan bathin antara Sekjen dengan abah Okri berkelindan bertaut, saling percaya.

Kasepuhan Cisitu akhirnya ikut berpartisipasi sekaligus menutup rangkaian acara gelar budaya ritus pangan Nusantara ini. Secara keseluruhan program gelar budaya hajatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini berlangsung dengan baik. Randang Lingko dari Manggarai Nusa Tenggara Timur, tampil mengejutkan penonton dengan warna vokal suara khas Manggarai dalam ritual Randang Lingko yang menggambarkan sifat gotong royongnya yang kuat. Pada saat ritual Dumaan Masyarakat Adat Dayak Kayaan Bahau dari Kalimantan Timur berlangsung, tarian Hudoq ikut serta. Lima sosok Hodoq seakan menyihir penonton dengan tampilan visualnya yang khas Kayaan Bahau. Topeng burung dan rumbai daun pisang meliputi sekujur tubuh penari, unik mempesona. Ngata Toro menampilkan

Page 18: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

18oktober 2012

berita komunitas

Ritus Vunca Ada Pae Masyarakat Adat Ngata Toro

Vunca Ada Pae lengkap dengan kostum hasil tenun dan panganan yang disuguhkan juga pada semua orang yang hadir di sana. Sayang ritual Vunca Ada Pae ditutup dengan tari bersama dengan musik play back, ini tentu tak sesuai dengan kredo menggali mitosnya bang Rizaldi Siagian. Rizaldi Siagian berpendapat,” bahwa revitalisasi budaya di tingkat komunitas adalah tanggung jawab kita semua,” menanggapi peristiwa penutup ritual di atas tadi. Sebenarnya yang perlu diyakinkan bahwa memainkan jenis-jenis istrumen musik tradisi secara langsung itu sangat penting. Apapun jenis intrumennya itu bukan masalah, mulai dari vokal, membran drum, petik, tiup sampai pukul itu akan lebih menggetarkan pulsa denyut jantung hadirin atau penonton. Itulah intinya mengapa ada semacam keharusan tak perlu ada musik play back. Jam 12 siang, setelah azan zuhur

lewat, Kasepuhan Cisitu menutup Gelar Budaya Ritus-ritus pangan Nusantara. Abah H Okri memimpin langsung gelar ritus pangan Banten Kidul tersebut. Sengatan terik matahari tak membuat Abah beringsut. Dia menyelesaikan kidung-kidung sastra cuplikan ritual seren taun. Saat grup angklung mengambil alih acara ritual, barulah Abah Okri pindah ke tenda penonton. Bicara mengenai Gelar Budaya ritus-ritus pangan Nusantara ini, bukannya tak penting membicarakan peserta lainnya seperti komunitas Osing, Bahodoh dari Paninjauan Sumatera Barat, Tutup ngisor dari Jawa Tengah, Topeng ruwatan, termasuk seniman penampil lainnya. Mereka juga menampilkan atraksi yang khas, unik dan kaya gagasan sebagi identitas budayanya. Sebagai refleksi dari sudut pandang kita dalam konteks menggali,”mitos,” leluhur kiranya juga penting dan itu berujung pada kalimat tanya. sebagai

penonton biasa kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan mengelitik. Bukankah idealnya Wakil Menteri, Wiendu Nuryati sebaiknya membuka,”Gelar Budaya dan Ritus-ritus pangan Nusantara,” dengan acara tabur benih sungguhan?. Tidak dengan cara seremonial simbolis, seperti yang terjadi kemarin di TMII itu. Berdasarkan obrolan dengan beberapa kawan, ada gagasan yang mengatakan PB AMAN mestinya bisa menggelar acara budaya seperti hajatan Kementerian Pendidikan Budaya ini. Tapi apakah masyarakat adat (AMAN) perlu menggelar perhelatan budaya sendiri? Apakah PB AMAN siap jadi pelaksana gelar budaya? Sudah seberapa jauh sebenarnya pendataan serta revitalisasi budaya berjalan? Saatnya kita menjawab bersama.

Jeffar Lumban Gaol

Page 19: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

19oktober 2012

berita komunitas

KONFLIK antara masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) terjadi sejak Juni 2009 yang lalu, namun hingga kini belum menemukan

tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005 dan Eksistensi PT Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tapi hingga sekarang, belum ada tanda-tanda kejelasan dan penyelesaian dari pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan yang berkaitan langsung dengan masalah ini.

Melanggar status Stanvast.

Sementara itu di Tombak Haminjon (hutan kemenyan), pihak TPL masih melakukan penebangan dan pembukaan jalan agar mudah dilewati alat berat juga sebagai jalan mengangkut kayu tebangan. Melihat tindakan pihak TPL ini, warga yang sudah berkali-kali menegur dan

melarang para pekerja TPL mulai kesal. Sebab sampai sekarang belum ada penyelesaian akhir atas kasus ini, statusnya masih stanvast. Merujuk surat DPRD dan kesepakatan saat Komnas HAM datang berkunjung ke Desa Pandumaan pada tahun 2010 yang lalu.

Teguran dan larangan warga itu tak diindahkan pihak TPL apalagi mereka selalu diikuti kawalan aparat Brimob lengkap dengan senjata laras panjangnya. Pada hari Selasa, 18 September 2012 beberapa petani kemenyan berada di tombak (hutan) dan menyaksikan sendiri pembukaan jalan, lalu berdialog dengan oknum Brimob tersebut. Oknum Brimob itu malah bersikap arogan, memancing kemarahan dan melecehkan warga, mengucapkan ‘sahali tumbuk hulean Rp 200 ribu’ (kalau ada yang berani memukul akan saya beri uang Rp.200.000,-). Warga tak menanggapi dan tidak terpancing atas sikap arogan anggota Brimob itu.

Rabu 19 September 2012.

Para petani kemenyan berangkat ke tombak. Setiba di areal warisan adat milik Pandumaan-Sipituhuta tepatnya tombak Sitangi, warga kaget menemukan operator TPL masih membuka jalan menggunakan alat berat escavator. Mereka tetap dikawal oleh oknum Brimob berkaos oblong dengan senjata laras panjang, dibantu beberapa satpam TPL. Terjadi dialog, kemudian berdebat, dan karena sikap Brimob yang arogan tadi terjadilah

Komunitas Adat

di hutan Kemenyan bentrok dengan aparatPandumaan-Sipituhuta

penyelesaian yang pasti.

Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat, mengadukan atau menyampaikan persoalan ini di tingkat daerah hingga ke pusat. Terakhir, bersama Pansus DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan, melakukan pemetaan untuk menentukan tapal batas. Hasil dari pemetaan ini sudah disampaikan ke Kementerian Kehutanan melalui Bupati Humbang Hasundutan dengan surat Nomor 522/083/DKLH/2012 tanggal 25 Juni 2012, agar tanah/ wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi TPL dan kawasan hutan Negara, sesuai dengan Keputusan DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan Nomor 14 Tahun 2012

Page 20: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

20oktober 2012

berita komunitas

bentrok. Dalam bentrok itu aparat dan sekuriti pengaman TPL melarikan diri, sementara senjata oknum Brimob itu tertingal di tempat kejadian. Warga kemudian meninggalkan senjata tersebut di dalam hutan.

Kemarahan warga baru memuncak saat melihat pohon-pohon yang bertumbangan akibat pembukaan jalan seperti keterangan di atas tadi. Secara spontan, warga mengambil solar yang ada di escavator dan menyiramkan solar itu ke tempat duduk alat berat, kemudian menyulutnya. Setelah itu mereka kembali ke desa.

Pada malam harinya, pihak Kepolisian sudah lalu-lalang di Kecamatan Pollung. Pihak kepolisian resort Humbang Hasundutan menghembuskan isu, “bahwa ada perampasan senjata. Apabila senjata tak dikembalikan dan diserahkan malam itu juga, maka seluruh rumah-rumah penduduk akan digeledah. Tapi jika senjata dikembalikan, kampung akan aman dan dianggap tidak ada persoalan”. Dengan berbagai pertimbangan dan atas jaminan Kepala Desa, pada malam itu juga, sekitar pkl.20.00, Wib, beberapa warga berangkat ke hutan untuk mengambil senjata yang dimaksud. Malam itu juga Wakapolres, Kapolsek Kec.Pollung, Kasat Intel, datang ke desa untuk mengambil senjata yang tertinggal di hutan kemenyan tersebut sekitar pkl.23.00.Wib.

Situasi terakhir

Rabu, 10 Oktober 2012.

Sekitar pukul 08.00 wib ada 60-an warga Pandumaan dan Sipituhuta berangkat ke tombak (hutan) memonitor keadaan di sana, mengingat bahwa sehari sebelumnya ada informasi bahwa pihak PT TPL

masih melakukan kegiatan di Sitangi.Tiba di tombak pukul 12.00 Wib,

warga melihat ada sekitar 30 orang berada di lokasi. Sebagian dari mereka duduk di tenda-tenda, sebagian lagi duduk –duduk di jembatan, sekitar 100 M dari tenda. Di jembatan itu ada satu unit eskavator yang menurut pekerja saat ditanya warga kondisinya baru rusak. Sekitar 50 meter dari tenda juga terlihat satu unit eskavator yang rusak dengan garis polisi.

Melihat warga yang muncul satu persatu, pekerja TPL langsung siaga menghadapi warga, mereka memegang pentungan dan pedang masing-masing.

Warga segera menjelaskan bahwa kedatangan mereka hanya untuk mengingatkan agar pihak PT TPL dan sub kontraktornya tidak melakukan kegiatan di lokasi hutan kemenyan mereka, karena masih dalam penyelesaian status. Setelah tanya jawab, warga meminta ada pekerja yang mau di bawa ke desa sebagai bukti bahwa PT TPL masih melakukan kegiatan di lokasi tersebut.

Akhirnya Humas PT TPL, Pius Butar-butar menunjuk dua orang satpam pengaman yaitu Hendra Sirait dan Herwandy Sitorus ikut ke desa. Ketiga pekerja TPL akhirnya ikut ke desa, tanpa ada unsur paksaaan dan tindakan kekerasan.

Sekitar pukul 14.15 wib rombongan warga dari tombak (hutan) sampai di kampung. Warga sepakat mengantar dua orang satpam itu ke kantor Polres. Sebelum diantar ke Polres, ketiga karyawan TPL itu diajak ke rumah seorang warga untuk mencari informasi menyangkut kegiatan mereka di tombak (hutan).

Pius Butar-butar menjelaskan bahwa keberadaan mereka di lokasi untuk memperbaiki jembatan dan eskavator yang rusak. Perbaikan jembatan tersebut dalam rangka mempersiapkan penarikan eskavator

yang ada di police line (garis polisi). Warga Pandumaan dan

Sipituhuta khususnya kaum ibu sedih menjelaskan itu arti tombak haminjon (hutan kemenyan) ini untuk biaya hidup mereka sehari-hari dan masa depan pendidikan anak-anak mereka. Ketiga karyawan tersebut hanya manggut-manggut membisu.

Pdt. Sinambela meminta mereka bertobat dan berjanji tak akan terlibat lagi dengan kegiatan TPL karena lokasi itu adalah tanah adat mereka dan saat ini masih dalam sengketa.

Setelah itu ada kata sepakat untuk menandatangani surat pernyataan tertulis di atas kertas materai sesuai dengan butir perjanjian mereka. Ketiganya mengatakan bahwa sikap masyarakat terhadap mereka dalam perjalanan sampai ke desa cukup baik, tak mengalami sedikit pun kekerasan. Mereka tidak keberatan di bawa ke desa.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Kapolsek dan Camat Pollung menemui Kepala Desa Pandumaan dan mendiskusikan rencana pengantaran tiga karyawan TPL yang ketangkap tangan tersebut.

Sekitar pukul 18.30 Wibb, Kepala Desa menemui ketiga karyawan, sementara itu warga sudah tak sabar untuk ikut mengawal ke kantor Polres. Namun karena pertimbangan keamanan dan hari sudah malam, pengurus pun memutuskan yang berangkat ke Polres mengatar hanya utusan saja. Warga masih saja bersikeras ingin ikut mengantar dengan alasan untuk menjaga solidaritas mereka.

Akhirnya, sekitar pukul 19.15 wib Kepala Desa Pandumaan, bersama seorang warga mengantar ketiganya ke kantor Polres bersama Camat dan Kapolsek..Malam itu warga Sipituhuta dan Pandumaan berjaga hingga pagi hari.

Page 21: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

21oktober 2012

berita komunitas

Pokok-Pokok Pikiran tentang Keberadaan Masyarakat (Hukum) Adat Pekasa dan Hak-Hak Adat atas Wilayah Adat yang diwariskan secara turun-temurun di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, Provinsi NusaTenggara Barat

Penasehat Hukum terdakwa yang saya hormati.

Saudara Edi Kuswanto dan saudara/i Masyarakat Adat Pekasa yang sedang memperjuangkan jati diri dan hak asasinya sebagai Masyarakat Adat yang saya banggakan

Sungguh suatu kebahagian bagi saya dipercaya untuk menyampaikan keterangan serta kesaksian saya sebagai ahli di hadapan Majelis Hakim yang mulia ini.

Sesuai dengan substansi perkara maka pada kesempatan ini saya akan fokus memberikan keterangan atas 2 hal:

Pertama, tentang keberadaan Masyarakat (Hukum) Adat Pekasa. Pada bagian ini saya akan menjelaskan posisi Masyarakat (Hukum) Adat dalam konstitusi kita, UUD 1945, instrumen HAM internasional dan peraturan perundangan nasional. Berdasarkan ciri-ciri yang disepakati secara umum tentang Masyarakat (Hukum) Adat, saya akan membedah keberadaan Masyarakat (Hukum) Adat Pekasa secara historis dan sosiologis.

Ke-dua, tentang keberadaan kawasan hutan di wilayah adat Pekasa. Pada bagian ini saya akan mengelaborasi lebih jauh tentang keberadaan hak Masyarakat adat Pekasa atas tanah, wilayah dan sumberdaya alamnya dalam perjalanan sejarah kita sebagai bangsa dalam ranah hukum agraria dan kehutanan.

A. Keberadaan Masyarakat (Hukum) Adat Pekasa

Siapa yang kita sebut Masyarakat Adat di Indonesia?

Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, memiliki budaya yang diatur oleh hukum adat dan memiliki lembaga adat untuk mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Dari definisi di atas setidaknya ada 3 aspek yang merupakan ciri masyarakat adat, yaitu: pertama ada

Saksi AhliDatuk Pekasa

di Persidangan Negeri Sumbawa

Kesaksian Ahli dalam Perkara Pidana Nomor Register Perkara PDM-166/SBSAR/05/2012 Atas Nama Terdakwa EDI KUSWANTO alias ANTO bin KAMARULLAH

Disampaikan oleh ABDON NABABAN di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa di Sumbawa Besar, 17 Oktober 2012

Sidang Majelis Hakim yang saya muliakan,

Jaksa Penuntut Umum dan Pengacara/

Page 22: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

22oktober 2012

berita komunitas

sekelompok orang yang hidup dalam satu wilayah tertentu sebagai subjek hukumnya. Ke-dua ada basis materi (sumber daya alam) yang bersumber dari proses subyek ini membangun peradaban. Ke-tiga adanya organisasi dan tata aturan yang mereka buat serta sepakati bersama. Untuk melihat keberadaan Masyarakat Adat di lapangan kita harus melihat realitas keberadaan 3 aspek tersebut.

Bagaimana Masyarakat Adat di atur dalam UUD 1945, instrument HAM PBB, peraturan perundangan nasional kita?.

UUD 1945 Pasal 18B ayat (1), Pasal 28I ayat (3) Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), TAP MPR IX th 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, UU Sektoral (UUPA, UU Sumber Daya Air, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU HAM, UU PPLH, dan lain-lain serta berbagai kebijakan pada tingkat Daerah: (Perda, SK Bupati, Peraturan Gubernur, dan sebagainya).

Pada tingkat Internasional ada Deklarasi Umum HAM PBB, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Polilitk, Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial, Konvensi ILO 169 tentang Masyarakat Adat dan Suku-Suku Asli di Negara-Negara Merdeka dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP).

Apakah penghuni Kampung Pekasa yang saat ini disidangkan dalam perkara ini adalah Masyarakat Adat?

Dari berbagai informasi yang saya kumpulkan dan juga dari kesaksian yang muncul dalam persidangan selama ini saya tidak memiliki keraguan untuk menyatakan bahwa penduduk yang saat ini hidup dan bermukim di Kampung Pekasa, Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa adalah Masyarakat Adat. Sebagai suatu kelompok masyarakat mereka sudah menghuni dan berdaulat atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam di kawasan ini secara

turun-temurun, jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.

Mereka telah membangun peradaban di wilayah adat ini lengkap dengan pranata adat yang sebagian masih bertahan sampai sekarang. Baik itu aturan-aturan adat maupun kelembagaan adatnya. Dari pengakuan yang diberikan oleh saksi-saksi Masyarakat Adat tetangga juga menunjukkan bahwa keberadaan Masyarakat Adat Pekasa secara historis bisa dibuktikan, secara kultural bisa disaksikan serta dirasakan oleh masyarakat sekitarnya dan secara sosiologis masih hidup. Kesimpulan saya ini juga diperkuat oleh Kementerian Sosial bahwa selama ini telah menyediakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Desa Jamu, termasuk di dalamnya adalah warga Dusun Jamu dan Kampung Pekasa ini.

B. Keberadaan Kawasan Hutan (Negara) dalam wilayah adat

Dasar dakwaan JPU terhadap terdakwa dan Masyarakat Adat Pekasa terkait dengan status kawasan hutan yang jadi lokasi kampung yang dibangun oleh terdakwa dan masyarakatnya. JPU mendakwa terdakwa dan warga adat lainnya “mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki secara tidak sah” kawasan hutan di Register Tanah Kehutanan (RTK) 59.

Saya sudah berusaha menggali data soal RTK 59 ini tetapi belum berhasil. Saya belum menemukan bukti yang sahih bahwa Kampung Pekasa berada di RTK 59. Ini menjadi tanggung-jawab Sidang Majelis Hakim yang mulia untuk membuktikannya melalui data yang akurat dari Dinas Kehutanan Prov. NTB dan pihak-pihak terkait lainnya. Kalau ternyata bahwa Kampung Pekasa terbukti tidak berada dalam kawasan hutan RTK 59 maka dakwaan ini tentunya tidak punya dasar hukum.

Yang juga penting untuk dicatat oleh Sidang Majelis yang mulia, walaupun nanti bisa dibuktikan bahwa Kampung Pekasa

ini masuk di dalam RTK 59, masih harus dipastikan apakah status RTK 59 ini masih bersifat penunjukan atau sudah dikukuhkan sebagai kawasan hutan tetap?

Sidang Majelis Hakim yang mulia,

Register tak berarti bahwa proses pengukuhannya sudah selesai. Adakalanya , register dinyatakan sudah dikukuhkan, tetapi berdasarkan pengalaman di Sumatera ternyata tidak selalu demikian. Selesainya proses pengukuhan harus dapat dibuktikan dengan 3 dokumen:

1. Penunjukkan kawasan hutan, jaman dulu dengan besluit (SK) bisa oleh kepala daerah atau pihak kehutanan. Dulu diberikan nama dan diberikan nomor register serta dilampiri peta skala kecil

2. Berita acara penataan batas kawasan hutan, jaman Belanda disebut grensen process verbal atau jaman sekarang disebut BATB (berita acara tata batas) yang ditanda-tangani para pihak secara lengkap. Sekarang di tanda tangani Bupati dengan lampiran petanya. Biasanya besar skala 1: 1000- 10.000 serta dijelaskan nomor serta koordinat setiap patok tata batasnya.

3. Penetapan kawasan hutan jaman Belanda dengan besluit residen dan sekarang dengan SK penetapan kawasan hutan.

Jika proses 1s/d 3 ini sudah dilakukan maka kawasan hutan tersebut menjadi kawasan hutan tetap dan dapat dikatakan bahwa pegukuhan hutannya telah selesai sesuai dengan penekanan dalam keputusan MK no 45 itu.

Karena itu Sidang Majelis yang mulia menjadi penting untuk menanyakan keberadaan bukti Berita Acara Tata Batas (BATB) dengan lampirannya dari pihak Dinas Kehutanan. Dari dokumen BATB ini dapat dilihat apakah proses tata batas dilakukan secara legal (mengikuti aturan yang berlaku saat itu, misal Permen 31/ 2001 untuk proses pengukuhan kawasan hutan atau dilakukan sebelum itu dengan aturan yang

Page 23: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

23oktober 2012

berita komunitas

lain).Tentang prosedur penataan batas kawasan hutan ini dapat dilihat dalam tulisan lama tahun 2004 yang masih relevan digunakan dalam kasus ini. Bisa diakses di link dibawah ini:

http://www.worldagroforestry.org/sea/ph/publication?do=view_pub_detail&pub_no=WP0007-04

Kalau ternyata Majelis Hakim menemukan bahwa RTK 59 ini masih berupa penunjukan maka Majelis yang mulia bisa menggunakan Keputusan Mahkamah Konstitusi akhir tahun lalu yang sudah meredefinisi kawasan hutan.

Terkait dengan keputusan MK termaksud, pertama-tama saya hendak mengutip dua penggalan Pendapat Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum putusannya (Perkara No. 45/PUU-IX/2011).

1.      “[3.12.2] Bahwa dalam suatu negara hukum, pejabat administrasi negara tidak boleh berbuat sekehendak hatinya, akan tetapi harus bertindak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, serta tindakan berdasarkan freies Ermessen (discretionary powers). Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-tahap yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, merupakan

pelaksanaan pemerintahan otoriter. …”

2.      [3.12.4] Bahwa menurut Mahkamah, tahap-tahap proses penetapan suatu kawasan hutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan di atas sejalan dengan asas negara hukum antara lain bahwa pemerintah atau pejabat administrasi negara taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya ayat (2) dari pasal tersebut yang menentukan, “Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah” menurut

Mahkamah ketentuan tersebut antara lain memperhatikan kemungkinan

adanya hak-hak perseorangan atau hak

pertuanan (ulayat) pada kawasan hutan

yang akan ditetapkan sebagai kawasan

hutan tersebut, sehingga jika terjadi keadaan seperti itu maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan harus

mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain, misalnya masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut;

Dua penggalan pendapat Mahkamah Konstitusi ini jadi cambuk bagi praktek kehutanan yang selama ini penuh nuansa otoriter serta adanya upaya MK untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. Pendapat mahkamah tersebut kemudian menjadi dasar MK untuk mengabulkan permohonan Perkara No. 45/ PUU-IX/ 2011 yang pada intinya hendak mengubah bunyi definisi kawasan hutan yang sebelumnya berbunyi:

“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”.

Berubah menjadi

“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”.

Dengan demikian, bila ada kawasan dimana masyarakatnya dikriminalisasi padahal belum selesai melalui proses pengukuhan kawasan hutan yang meliputi:

(a) penunjukan kawasan hutan;

(b) penatabatasan kawasan hutan;

(c) pemetaan kawasan hutan

(d) penetapan kawasan hutan, maka keberadaan masyarakat pada kawasan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Hanya pada kawasan yang telah ditetapkan menjadi kawasan hutanlah sebenarnya dapat dimaknai sebagai kawasan hutan paska putusan Mahkamah Konstitusi 21 Februari 2012 lalu.

Penunjukan status kawasan yang baru tak dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengkriminalisasi masyarakat. Hal yang dapat dilakukan terhadap kawasan yang baru ditunjuk untuk dijadikan kawasan hutan adalah melakukan penatabatasan kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan. Dengan catatan, bila ada hak-hak perseorangan atau hak pertuanan (ulayat) dalam kawasan yang baru ditunjuk itu, maka wilayah tersebut harus dikeluarkan dari kawasan hutan. Jadi proses yang dibutuhkan sesungguhnya adalah negosiasi tata batas, bukan mempidanakan masyarakat.

Sidang Majelis Hakim yang mulia demikianlah pendapat ahli yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.

Semoga kesaksian ini bisa membantu yang mulia menghadirkan keadilan bagi Masyarakat Adat Pekasa, khususnya kepada terdakwa. Karena kedudukan dan tanggung-jawabnya terdakwa di tengah Masyarakat Adat maka harus berhadapan dengan hukum yang mereka rasakan selama puluhan tahun ini tidak adil dan tak melindungi hak-hak komunal mereka sebagai Masyarakat Adat.

Semoga para leluhur Masyarakat Adat dan Sang Pencipta Alam Semesta, Tuhan Yang Maha Kuasa menolong dan menyertai Majelis Hakim yang mulia untuk mengambil keputusan yang seadil-adilnya.

Page 24: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

24oktober 2012

berita komunitas

Sebagaimana kita ketahui bahwa Agama Kaharingan merupakan agama warisan leluhur atau nenek moyang suku dayak di Kalimantan belum pernah diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia bahkan ada dugaan agama Kaharingan tidak diberi kebebasan untuk hidup dan berkembang sebagaimana mestinya. Kami merasa bahwa hak azasi untuk memeluk agama tidak dihormati oleh pemerintah Indonesia bahwa selama ini umat Kaharingan di Kalimantan Selatan selalu mendapat tekanan yang bersifat diskriminatif yang menyebabkan umat Kaharingan tidak merasa aman untuk menganut agama dan atau berkepercayaan tersebut.

Fakta ini mencerminkan bahwa pemerintah tidak sepenuhnya memberi perlindungan atas hak kebebasan beragama atau berkepercayaan yang dijamin di dalam pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 dan pada pasal 29 ayat 2 serta pada pasal 22 UU ayat (2) No. 39 tahun 1999 tentang hak azasi manusia kepada seluruh warganya. Hak untuk bebas mempunyai agama atau kepercayaan ini merupakan non derogable right yang artinya hak ini tidak dapat dibatasi atau ditunda atau dilarang dalam keadaan apapun dan oleh siapa pun.

Kami mengharap hal ini tak memicu terjadinya disintegrasi bangsa serta tetap mempertahankan keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) khususnya di Hulu Sungai Tengah.

Untuk itu kami umat Kaharingan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Propinsi Kalimantan Selatan menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Hulu

Siaran PersTuntutan Umat Kaharingan Terhadap Pengakuan

Agama Kaharingan Di Kalimantan SelatanSungai Tengah sebagai berikut :

Kami umat Kaharingan di Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk membuat sebuah PERDA tentang agama Kaharingan sehingga agama Kaharingan menjadi agama yang di akui sebagai AGAMA di Kebupaten Hulu

Sungai Tengah.Kami Menuntut pemerintah

Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk memberikan kebebasan kepada umat Kaharingan dalam melaksanakan acara-acara ritual keagaman berdasarkan keyakinan Umatnya sejak zaman Nabi Adam dimuka bumi ini.

Kami menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah agar mencantumkan Agama Kaharingan sebagai identitas AGAMA resmi di KTP dan surat Administrasi pemerintahan lainnya.

Kami menuntut agar pejabat pemerintahan yang diangkat oleh Perintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang berasal dari Umat Kaharingan di sumpah menurut tata cara Agama Kaharingan.

Kami menuntut pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah agar menghapus diskriminasi dan marginalisasi terhadap umat Kaharingan di segala bidang khususnya bidang keagaman dan pendidikan.

Namun kenyataannya orang Hutan lebih diperhatikan dari pada ratusan ribu umat Kaharingan yang teraniaya sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 , bahkan di biarkan hidup menderita dan dipaksa untuk

dijadikan objek pembangunan Misi agama tertentu.

Semoga cara yang kami tempuh ini menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah Republik Indonesia khususnya pemerintahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, agar dapat memberikan keadilan bagi pemeluk Agama Kaharingan, karena kami tidak ingin suatu saat nanti Umat Kaharingan yang merasa sejak kemerdekaan republik ini diperlakukan tidak adil, lalu menuntut keadilan dengan jalan menempuh membentuk kelompok bersenjata serta menuntut kemerdekaan seperti yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di Aceh, Maluku dan Papua. Sebagai umat Kaharingan ini lah satu-satunya jalan yang belum kami lakukan.

Jika Negara tidak mengakui umat Kaharingan di NKRI ini maka haruskah kami memilih Negara mana yang

mengakui agama kami umat kaharingan. Kami Umat Kaharingan di

Kalimantan Selatan menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia khususnya Menteri Dalam Negeri agar segera memberikan Surat Rekomendasi kepada semua pemerintah Daerah di Pulau Kalimantan agar segera membuat PERDA tentang pencantuman dan pengakuan Agama Kaharingan.

Kami Nyatakan Di BarabaiPada Aksi Tanggal 1 Oktober 2012

Kontak person : Saudara Hadi Irawan ( 081250978763 / 085751765002 )

Kami menyatakan di Barabai Pada tanggal 1 Oktober 2012

Page 25: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

25oktober 2012

berita komunitas

Kesatuan sesepuh adat Cisitu, Banten Kidul, telah melaksanakan “Upacara Adat Seren Taun” dan berlangsung dengan baik. Seren Taun digelar pada hari, rabu s/d senin tgl 27 s/d 01 Oktober, 2012, dilaksanakan di wilayah Kaolotan Cisitu.

DPRD Kab Lebak, Sekertaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Wakil Bupati Lebak, Ir.Amir Hamzah dan Manager paska tambang Cikotok.

Pada informasi awal sakral adat Seren Taun, Cisitu, akan dihadiri juga oleh KAPOLDA BANTEN, tetapi entah atas dasar pertimbangan apa, rombongan KAPOLDA BANTEN tersebut balik lagi, padahal hanya

tinggal beberapa kilometer lagi sudah sampai ke lokasi kegiatan seren taun (Cisitu). Kepolisian akhirnya hanya diwakili oleh Kapolres Lebak, itupun setelah acara kegiatan sakral adat usai dilakukan. Dalam kesempatan itu Kapolres Lebak, hanya menyampaikan ucapan salam dari Pak Kapolri serta Kapolda Banten, kepada sepuh Lembaga Adat Cisitu. Terlihat juga ada undangan lainnya dari luar negeri.

H.Yoyo Yohenda selaku sekretaris Kesatuan Sesepuh Adat Cisitu, Banten Kidul sekaligus Ketua Dewan adat Banten Kidul, yang juga adalah putra

Kasepuhan Cisitu Seren Taun 2012

Acara ini dihadiri oleh para pejabat dari Kementrian Parawisata Ekonomi Kreatif, Asda III Propinsi Banten, Kepala Dinas Budpar Propinsi Banten, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Banten, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Seksi Lebak, Wakil Ketua DPRD Propinsi Banten, anggota DPR Propinsi Banten, Wakil Ketua

Page 26: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

26oktober 2012

berita komunitas

pemangku adat kaolotan Cisitu menyampaikan bahwa tema seren tahun kali ini adalah ;

“MELALUI SEREN TAHUN 2012 MARI KITA SALING TOLERAN DALAM RANGKA MEMPERKOKOH PERSATUAN DARI KEBHINEKAAN UNTUK MEWUJUDKAN  KEBERSAMAAN UNTUK MENUJU RAKYAT SEJAHTERA, HUTAN TETAP LESTARI,”.

Dalam sambutannya Yoyo menegaskan bahwa untuk ke depan, tidak boleh ada lagi kegiatan yang melakukan pemungutan atau pemerasan dari aktifitas warga adat, sepanjang kegiatan warga yang bersangkutan tidak menyalahi ketentuan per-Undang-Undangan serta hukum yang berlaku. Aparat dan pemerintah justru harus berusaha untuk mengakomodir kepentingan rakyat “bukan hanya dalam kata semata, tapi kerja dan ada nyatanya. Agar mereka tidak menyalahi aturan dan ketentuan per Undang-Undangan dan hukum yg berlaku. Harus berani menindak tegas kepada siapapun yang melakukan aktivitas melawan hukum. Yoyo menilai bila mana hal itu tidak bisa dilaksanakan, akibatnya justru dapat diumpamakan ibaratnya kita berjalan tanpa arah, tidak adanya kepastian hukum yang jelas.

Disamping itu Yoyo menyampaikan terima kasih kepada Pemda Banten yang telah banyak memberikan bantuan, seperti bantuan domba, kerbau, irigasi, air bersih, gedung-gedung sekolah dan penataan areal adat Cisitu.

Asda III Propinsi Banten dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada Kaolotan Cisitu bahwa pihak Pem-Prop Banten dalam waktu dekat akan memberikan bantuan sebesar, 1,1 milyar rupiah untuk membangun jalan di lingkungan Kaolotan Cisitu dan akan menyampaikan hal tersebut kepada Gubernur Banten. Ada 8 point

yang diusulkan oleh Kaolotan Cisitu. Sekretaris Jenderal Aliansi

Masyarakat Adat Nusantara memuji keuletan dan kegigihan Kaolotan Cisitu untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adatnya tanpa mengenal lelah, sehingga telah dianggap mampu menyelesaikan konflik vertikal dan sangat menghormati serta menjunjung tinggi ketentuan per Undang-Undangan dan hukum yang berlaku.

Ir. Amir Hamzah yang juga adalah Wakil Bupati Lebak, menyampaikan ucapan selamat kepada Kaolotan Cisitu. Acara Seren Taun diawali dengan arak-arakan hasil panen padi yang dibawa melalui gotongan yang telah dihias, kemudian diserahkan kepada pemangku adat abah Okri, lalu dilakukan upacara sakral adat yaitu sawer buhun, yang kemudian disimpan ke leuit (lumbung padi) supaya pertanian warga adat tetap subur dan makmur. Acara sakral adat ini dihadiri oleh ribuan warga adat serta undangan. Selain ucapan rasa syukur kepada sang pencipta, abah Okri juga merasa senang dan karena menerima Penghargaan dari GUBERNUR BANTEN, sebagai peringkat satu untuk penghargaan,” ADHI KARYA PANGAN NUSANTARA, KATAGORI PEMANGKU KETAHANAN PANGAN,” PROPINSI BANTEN, 2012.

Yoyo Yohenda.

Page 27: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

27oktober 2012

berita komunitas

Hak untuk mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya

Berdaulat atas wilayah dan sumberdaya sendiri adalah salah satu visi/ misi AMAN yang tercantum dalam Pasal 5 Visi AMAN demi terwujudnya kehidupan masyarakat adat yang adil dan sejahtera. Kemudian Pasal 6 Misi AMAN adalah mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya.  

Kemudian dalam perkembangan-nya negara menegasikan hak bawaan itu, sehingga terjadi berbagai konflik antara pemegang hak bawaan dengan pemegang hak pengelolaan yang di-berikan oleh Negara, dan hal ini terjadi hampir di seluruh wilayah masyarakat adat. Pengakuan terhadap hak terse-but merupakan sarana bagi komunitas adat untuk mengatur dirinya sendiri, menentukan masa depannya serta hak untuk menjaga keberlangsun-gan sistem kehidupannya sendiri. Sehingga hal-hal pokok yang meru-pakan kepentingan bersama dalam komunitas adat harus diatur secara bersama-sama oleh warga adat. Meski keputusan untuk tujuan bersama, namun untuk menetapkannya harus

berdasarkan nilai-nilai yang tidak terpisahkan dalam kehidupan warga adat itu sendiri.

Dalam UU Dasar 1945 pasal 18B ayat 2: Negara mengakui dan meng-hormati kesatuan-kesatuan masyara-kat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal 28I ayat 3: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan ja-man dan peradaban. Ini menunjukan pengakuan Konstitusi Negara ter-hadap sistem adat yang didalamnya termasuk hak komunitas adat untuk mengatur dirinya sendiri, menentu-kan masa depannya serta hak untuk menjaga keberlangsungan sistem kehidupannya sendiri, berdasarkan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas adat tersebut.

Kemudian pasal 33 menyebutkan

di Wilayah Adat Solusi Pengelolaan Pertambangan Emas

melalui PengelolaanTambang Emas Lestari oleh Masyarakat Adat

Penulis: Taryudi Caklid / Tim CGGM

Kedaulatan, kemandirian dan martabat merupakan hak dasar bagi komunitas adat untuk menentukan nasibnya sendiri. Hak untuk mengelola sumber daya alam yang berada di atas wilayah adatnya sendiri adalah hak Asasi yang dibawa sejak lahir oleh Ma-syarakat Adat. Sehingga klaim bahwa Masyarakat adat adalah pemilik dari berbagai sumber daya alam yang ada di wilayahnya, merupakan keyakinan yang kebenarannya tidak dapat diukur oleh sertifikat tanah atau sejenisnya yang dikeluarkan belakangan setelah sistem hukum negara berlaku. Hak itu merupakan hak bawaan yang dijamin oleh UUD 1945 sejak masyarakat adat lahir dan menjadi anggota dari komu-nitas adatnya.

Page 28: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

28oktober 2012

berita komunitas

bahwa: Ayat (1). Perekonomian disu-sun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukan bahwa tujuan utama dari pengelolaan SDA adalah untuk kesejahteraan rakyat, oleh karena itu hak untuk Berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermar-

tabat secara budaya dalam bingkai kekeluargaan, merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh Negara dan dijamin oleh konstitusi sebagai hak untuk mengelola SDA yang dimiliki oleh masyarakat adat. Dengan kata lain apapun SDA yang ada di wilayah adat, merupakan hak bagi komuni-tas masyarakat adat tersebut untuk: menjaga, mengelola, memelihara dan memanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan bersama seluruh warga masyarakat adat.

Persoalan Industri Pertam-bangan Saat Ini.

Praktek Industri tambang yang ada saat ini telah menimbulkan banyak masalah dan konflik, akibat tump-ang tindihnya peraturan dan surat keputusan Menteri terkait. Ini bisa kita lihat dengan banyaknya jumlah pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bawaan masyarakat adat yang sebenarnya telah melenceng dari konstitusi NKRI itu sendiri. Praktek-praktek pengelolaan pertambangan oleh perusahaan besar maupun kecil tak membawa dampak kesejahteraan, kesehatan dan kebaikan bagi masyara-kat adat seperti apa yang selama ini digembar-gemborkan pihak perusa-haan dan pemerintah. Terutama me-nyangkut nasib pewaris wilayah adat yang telah turun-temurun bermukim di wilayah tersebut.

Praktek pertambangan hingga

saat ini telah membuktikan dengan jelas bahwa hasilnya bagi masyarakat adat adalah: menjadi penonton di atas tanah sendiri, tidak mendapatkan keuntungan dari hasil tambang itu. Se-mentara sifat serakah pertambangan yang melakukan ekploitasi mineral tambang secara besar-besaran, meng-hasilkan kerusakan lingkungan, keru-sakan hutan, pencemaran air, tanah dan udara,  perubahan sosial budaya, rusaknya tatanan adat, dan dampak-dampak negatif lainnya. Sementara itu, komunitas masyarakat adat sema-kin terdesak oleh kebijakan-kebijakan baik itu tingkat lokal maupun nasional yang justru melindungi praktek-prak-tek buruk yang dilakukan oleh pihak perusahaan tambang. Contoh yang paling nyata dari praktek pertam-bangan emas oleh perusahaan besar ada di Papua, Sumbawa, Halmahera, dan masih banyak lagi lokasi-lokasi dimana perusahaan pertambangan emas mendapat izin ekploitasi. Perlu diketahui bahwa praktek dan pelangg-

aran seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di banyak negara di seluruh belahan bumi ini.

Selain praktek industri pertam-bangan emas skala besar, praktek pertambangan yang buruk juga dapat ditemukan dalam pertambangan emas illegal yang dilakukan oleh ma-syarakat sendiri, dimana orang sudah tidak menerapkan prinsip-prinsip kerja pertambangan emas yang baik dan bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Pertambangan Illegal atau sering disitilahkan PETI telah memberikan dampak buruk juga bagi lingkungan hidup, kesehatan, dan keselamatan manusia sebagai pelaku itu sendiri. Meskipun kerusakan lingkungan dan dampak negatif dari pertambangan Illegal ini jauh lebih kecil ketimbang dampak yang ditim-bulkan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan skala besar.

Hasil sarasehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara

Page 29: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

29oktober 2012

berita komunitas

(KMAN) IV, di Tobeleo, Halma-hera Utara.

Hasil sarasehan yang dilakukan pada KMAN IV menugaskan seluruh perangkat AMAN untuk melakukan pengorganisasian dan mengimple-mentasikan konsep pertambangan emas komunitas yang lestari, dengan mengacu kepada konsep Berdaulat

secara politik, mandiri secara ekonomi

dan bermartabat secara budaya.

Usulan Program Kerja CGGM AMAN 2012-2017

Identifikasi potensi Sumber Mineral yang ada di wilayah komunitas Adat anggota AMAN.

Penguatan Kapasitas Masyarakat Adat Anggota AMAN terkait dengan CGGM.

Penyebaran Informasi CGGM.

Ada model percontohan pengelolaan CGGM di tiap wilayah.

Memberikan Informasi kepada publik

bahwa CGGM adalah Model pengelo-laan Tambang Emas ramah lingkungan yang berbasis komunitas.

Perlunya identifikasi perusahan-peru-sahan yang berada di Wilayah adat.

Membentuk tim advokasi khusus tambang emas.

Membuat pelatihan kepada masyara-kat tentang cara pengelolaan tam-bang emas yang berbasis komunitas.

Membentuk komunitas yang mampu mengelola tambang emas yang berba-sis komunitas dalam 5 tahun.

Membentuk dan menginisiasi Asosiasi komunitas pengelolaan tambang emas yang berbasis komunitas adat.

Membangun pusat pelatihan tambang emas berbasis komunitas adat.

Usulan Rekomendasi dan Res-olusi KMAN IV

Revisi Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Min-

eral dan Batu Bara, terutama tentang pasal-pasal yang membatasai usaha masyarakat adat dalam mengelola Pertambangan

Peninjauan ulang ijin-ijin tambang yang ada di wilayah Komunitas Adat yang diberikan penguasaannya ke-pada perusahaan

Mendorong penerapan FPIC untuk Pertambangan

Mendorong Pemerintah untuk men-dukung CGGM/CGM

Moratorium perijinan tambang skala besar di Indonesia

Mencabut perijinan tambang di wilayah masyarakat adat yang tidak ada kesepatan antara masyarakat adat dengan pertambangan

Merubah UU pertambangan yang bersifat diskrimanatif dan yang tidak berpihak kepada masyarakat

Mengevaluasi dan mendorong men-cabut izin pertambangan di kawasan hutan adat yang berpotensi merusak lingkungan secara masif

Memaksa pemerintah dan pihak-pihak pertambangan untuk melakukan reklamasi setelah kegiatan tambang

Jalan keluar dari persoalan

Setiap persoalan adalah tantangan bagi masyarakat adat untuk melaku-kan perbaikan-perbaikan (semacam penyembuhan) bagi dirinya sendiri dengan mengacu kepada sistem adat yang sudah ada. Karena mengacu sistem adat yang sudah ada tersebut, Aliansi Masyarakat Aadat Nusantara (AMAN) mengusulkan sebuah konsep pengelolaan emas lestari yang dilaku-kan oleh komunitas masayarakat adat atau diistilahkan dengan CGGM.

CGGM adalah Pengelolaan Pertam-bangan Emas Lestari Berbasis Komu-nitas. Sebuah usaha pertambangan emas yang dilakukan oleh dan atas nama komunitas adat dengan mener-

Page 30: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

30oktober 2012

berita komunitas

apkan hukum adat, hukum negara dan profesionalisme. CGGM merupakan sebuah upaya untuk menyelesaikan masalah atas persoalan yang banyak kita temui di tengah-tengah wilayah komunitas adat, dimana terdapat kekayaan alam berupa mineral, emas dan tambang lainnya. Saat ini lebih dari 20 komunitas adat anggota AMAN mengalami konflik. Konflik karena per-tambangan emas ini bervariasi baik itu konflik dengan perusahaan, konflik dengan pendatang hingga konflik horizontal di tengah komunitas adat itu sendiri.

Pengelolaan Tambang Emas oleh Komunitas Adat haruslah sesuai den-gan nilai-nilai yang ada di Komunitas itu sendiri dan merupakan perpad-uan antara kearifan, profesionalisme dan teknik pertambangan yang baik. Pengelolaan pertambangan yang dilakukan oleh Komunitas harus dike-lola melalui unit Koperasi Adat yang merupakan Badan Usaha Masyarakat Adat dalam mengelola potensi-po-tensi ekonomi yang berada di wilayah adat, maupun potensi ekonomi yang ada pada warganya agar terkelola baik dan terkendali dengan pendistribusian manfaat yang merata baik secara lang-sung maupun tidak langsung, dengan

terus berpijak pada keberlanjutan dimasa depan bagi anak cucu.

Dengan cara melakukan pengelo-laan pertambangan oleh komunitas sendiri maka, ada beberapa nilai lebih yang akan didapat oleh komunitas adat itu sendiri:

Terjaganya kedaulatan wilayah adat dan pengelolaan sumber daya alamnya.

Mengamankan dampak merusak yang tidak bertanggung jawab oleh pihak luar.

Bisa merencanakan berapa jumlah dan berapa lama pertambangan itu dilakukan, demi tercapainya cita-cita sejahtera dan keberlanjutan generasi yang akan datang.

Mendapatkan hasil yang nyata secara ekonomi yang harus digunakan untuk kepentingan bersama dalam membangun cita-cita Masyarakat Adat yang Berdaulat, Mandiri dan bermar-tabat.

Terlindunginya wilayah masyarakat adat dari ancaman invasi pihak luar demi terciptanya kelestarian lingkun-gan untuk jangka waktu yang lama.

Terbangunnya sistem pengelolaan pertambangan emas yang mengun-tungkan semua anggota komunitas adat.

Menunjukkan dan membuktikan bahwa masyarakat adat mampu mengelola sumber daya alamnya sendiri secara bijaksana dengan tetap menerapkan kaidah-kaidah praktek penambangan yang baik (good min-ing practise).

Bergabung dalam Program CGGM?

Untuk dapat bergabung dan memulai kegiatan CGGM, komunitas harus atau sedang dalam proses pra-syarat dibawah ini:

Sudah melakukan pemetaan Wilayah adat

Sudah merencanakan tata kelola wilayah adat

Sudah ada/sedang mengurus SK wilayah adat

Sudah ada atau sedang membentuk Koperasi di komunitas adat

Mengajukan diri dengan mengirim surat kepada AMAN, dengan tem-busan Tim CGGM untuk di asistensi dan di fasilitasi yang ditanda tangani oleh minimal 5% dari jumlah anggota komunitas.

Page 31: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

31oktober 2012

berita komunitas

No. Surat             : 25/Edaran-SEKJEN/PB AMAN/IX/2012Perihal                  : Penarikan Iuran Anggota AMANSifat                       : Perhatian

Kepada Yth ;

Komunitas  Adat Anggota  AMAN  di seluruh Nusantara

Dengan hormat,

AMAN telah berdiri sejak Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I) tahun 1999 dan sudah melewati KMAN IV 2012 di Tobelo Kaputen Halmahera Utara propinsi Maluku Utara. Dari periode ke  periode terus terjadi pertambahan jumlah anggota AMAN, Di KMAN I tahun 1999 anggota AMAN hanya berjumlah 360 komunitas ditambah dengan organisasi masyarakat adat yang telah terbentuk. Di tahun 2003 KMAN II jumlah anggota AMAN berjumlah 777, pada tahun 2007 KMAN III jumlah anggota AMAN berjumlah 1696 dan kemudian pada KMAN IV tahun 2012 jumlah anggota AMAN bertambah menjadi 1992 komunitas adat.

Dalam rentang waktu hampir 14 tahun perjalanan organisasi ini, dengan penambahan jumlah anggota yang begitu cepat dan besar maka sudah seharusnya penggalangan dana organisasi secara bertahap dilakukan dengan cara mandiri. Ketergantungan dengan lembaga donor seperti saat ini, dalam jangka panjang akan membahayakan keberadaan dan kredibilitas AMAN sebagai ORMAS yang independen berbasis anggota. AMAN secara bertahap harus melakukan penganeka-ragaman sumber pendanaan, salah satunya dana dari iuran anggota dan sumbangan komunitas masyarakat adat yang sudah menjadi anggota AMAN.

Iuran anggota adalah kewajiban yang sudah diatur di dalam Anggaran Dasar AMAN yang jumlahnya Rp.120.000; (seratus dua puluh ribu rupiah) per-tahun/komunitas Adat. AMAN harus memulai gerakan kemandirian ekonomi dengan memastikan pembayaran iuran tahunan sebagai bakti material keterikatan Masyarakat Adat (Anggota) dengan AMAN sebagai organisasi perjuangan bersama mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kemartabatan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui surat edaran ini, saya sebagai Sekjen AMAN yang bertanggung-jawab atas PENARIKAN IURAN ANGGOTA AMAN menyampaikan hal penting tentang tata cara pembayaran iuran anggota

Surat EdaranPenarikan Iuran Anggota

AMAN

Page 32: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

32oktober 2012

berita komunitas

AMAN sebagai berikut:

Penarikan iuran dilakukan oleh Pengurus Besar, Pengurus Wilayah atau Pengurus Daerah atau dikirimkan sendiri oleh Komunitas Adat melalui rekening khusus Iuran PB AMAN, terhitung sejak tahun diterima dan disahkan sebagai anggota.

Besaran  iuran komunitas masyarakat adat anggota AMAN jumlahnya  sebesar

Rp. 120.000 (Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) per tahun yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar AMAN.

Iuran disetorkan atau dikirimkan melalui Rekening Khusus Iuran atas Nama Aliansi

Masyarakat Adat Nusantara Bank Mandiri cabang Pejaten, Jakarta No.Rekening:

127.00.0644161.1

Iuran juga dapat disetorkan melalui Wesel pos ke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jl. Tebet Timur Dalam No.11 A Jakarta Selatan 12820.

Semua pengiriman atau setoran harus mencantumkan nama komunitas dan Konfirmasi atau Pemberitahuan bahwa PW atau PD atau Komunitas telah mengirimkan iuran dapat di kirimkan SMS pemberitahuan ke Nomor 081218334211 atau email: [email protected]

Persentase pembagian (alokasi) iuran yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan RPB X  yaitu : 40 % untuk Pengurus Daerah, 30% untuk Pengurus Wilayah dan 30% untuk Pengurus Besar

Setiap Komunitas adat  anggota AMAN yang membayar iuran akan di publikasikan atau di umumkan  melalui media AMAN antara lain website AMAN, Gaung AMAN dan SMS Adat.

Setiap komunitas adat yang telah melakukan pelunasan iuran anggota akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan upaya-upaya perlindungan, pembelaan, dan pelayanan AMAN sebagai Organisasi kepada anggota.

Bergerak dan majunya organisasi ini kedepan, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan komunitas adat sebagai anggota AMAN. Demikian pemberitahuan penarikan iuran ini di sampaikan , atas perhatian dan kerjasama yang baik di ucapkan  terimakasih.

Hormat Kami,

Abdon Nababan

Sekretaris Jenderal AMAN

Tembusan:

1. Seluruh Ketua BPH AMAN Wilayah2. Seluruh Ketua BPH AMAN Daerah3. DAMANNAS (sebagai laporan)4. ARSIP

Page 33: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

33oktober 2012

rubrik khusus

Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) merupakan organisasi ma-syarakat adat Asia yang anggotanya adalah organisasi-organisasi masyarakat adat yang terdapat di Asia sendiri dan AMAN adalah salah satu anggota AIP. AIPP menyelenggarakan General Assembly (Sidang Umum) sebagai proses pengambilan keputusan tertinggi setiap 4 tahun sekali.

(3) Diskusi tentang Rancangan pro-gram kerja untuk 2012 – 2016;

(4) Pemilihan Executive Council (EC) dan Sektretaris Jenderal yang baru;

(5) Pertemuan dengan Donor. Selain 5 agenda utama di atas, General As-sembly AIPP ini juga diselingi dengan event tambahan, seperti pameran produk-produk masyarakat adat dari masing-masing anggota AIPP, gelar malam budaya dan kunjungan lapan-gan.

Ada beberapa kesepakatan yang dicapai;

(1) Pengesahan AD/ ART AIPP yang baru;

(2) Penerimaan anggota baru AIPP menjadi 44 organisasi di 14 negara Asia;

(3) Perampingan sub-region dari 6 menjadi 4 (Asia Timur, Asia Tenggara, Mekong dan Asia Selatan);

(4) Penetapan Dewan Eksekutif AIPP dari 7 menjadi 12 orang (6 laki-laki, 6 perempuan), termasuk perwakilan pemuda dan perempuan;

(5) Pengesahan kebijakan Gender AIPP yang baru;

Asia Indigenous People Pact/AIPPSidang Umum

Chiang Mai/Thailand 8-11 September 2012

Tahun 2012 ini merupakan Sidang Umum AIPP yang ke-6.

Ada 5 agenda utama yang menjadi pokok pembahasan dalam General Assembly kali ini antara lain:

(1) Laporan singkat kerja-kerja AIPP selama 4 tahun terakhir dan temuan-temuan umum serta rekomendasi hasil evaluasi;

(2) Diskusi draft AD/ART yang baru untuk diadopsi;

Page 34: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

34oktober 2012

rubrik khusus

(6) Pengesahan program strategis AIPP periode 2012 – 2016.

(7 Interaksi langsung dengan donor AIPP: pertukaran informasi dan reko-mendasi dengan 8 mitra dan donor AIPP diadakan di akhir kegiatan. Dari kelompok kerja, rekomendasi kongkrit dibuat sejalan dengan peningkatan kepemilikan, penyelarasan dan har-monisasi dukungan donor untuk AIPP, mengusulkan kebutuhan pengem-bangan kapasitas jangka panjang AIPP dan peningkatan keberlanjutan pelaksanaan program.

Komposisi Sub-region dan pengurus AIPP yang baru sebagai berikut:

No Sub-region AIPPDewanEksekutif (Executive

Council/EC)Jumlah

EC

1 Asia Timur: Jepang [Rukyus] and Taiwan/ China

Yupo Abe (Jepang) 1

2 Asia Tenggara: Filipina, Timor Leste, Indonesia and Malaysia

Jill Carino (Filipina)Thomas Jalong (Malaysia)

2

3 Mekong: Vietnam, Laos, Cambodia, Thai-land and Burma/ Myanmar

Souknida Yong chialorsaotoukyChutima Morleaku

2

4 Asia Selatan: Nepal, Mainland India, Bangla-desh and NE India

Binota Moy Dhamai (Bangladesh)Neingulo Krome (Nepal)PushpaToppo (Mainland India)

3

SUBTOTAL 8

5 Ketua EC FamarkHlawnching 1

6 Sekretaris Jenderal Joan Carling 1

7 Perwakilan Perempuan Anne Lasimbang 1

8 Perwakilan Pemuda Sochea Pheap 1

SUBTOTAL 4

TOTAL 12

Peran & Hasil Kongkrit

1) Mengikuti seluruh proses dalam sidang umum.

2) Terlibat aktif dalam memberikan masukan, saran dan rekomendasi-rekomendasi, baik saat pleno maupun

pada saat diskusi kelompok (termasuk pada kaukus perempuan dan pemu-da).

3) Rapat Executive Council 2008-2012 tanggal 7 September 2012 menyepak-ati dan menunjuk Rukka Sombolinggi’

sebagai wakil EC periode 2008-2012 untuk ikut membantu EC 2012-2016 terpilih dalam jangka waktu setahun kedepan.

Masalah-masalah kritis yang perlu dicermati.

1) Memastikan keterlibatan perempuan dan pemuda secara penuh dan efektif, baik di organisasi maupun di komunitas.

2) Kasus-kasus pelanggaran HAM yang ter-jadi di komunitas-komunitas masyarakat adat sangat banyak, namun sedikit sekali yang didokumentasikan.

3) Memastikan Gender Policy AIPP diteri-ma, dipahami dan diimplementasikan dalam semua kerjasama AMAN dengan AIPP.

Kontributor;Simon Pabaras, Ketum BPAN.

Page 35: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

35oktober 2012

rubrik khusus

Beberapa isu kritikal terkait dengan Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) yang disampaikan oleh perwakilan organisasi masyarakat sipil di ASEAN ditanggapi dingin oleh Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Pemerintah ASEAN (AICHR) dalam konsultasi kedua bersama masyarakat sipil di Hotel Bellevue,

men-instrumen HAM Internasional, diantaranya: Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi Interna-sional tentang Hak Ekonomi, Sosial, Budaya.

Konvensi tentang Eliminasi terhadap Segala Bentuk Diskrimi-nasi Rasial dan yang paling penting adalah Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang telah diadopsi pada tanggal 13 September 2007 oleh seluruh Negara anggota ASEAN.

Sekitar 200 Juta dari 580 Juta populasi di ASEAN merupakan masyarakat adat. ASEAN tidak dapat menghindari kenyataan ini. Jika AHRD ingin memenuhi standar internasional, tidak ada alasan yang membenarkan pengecualian kepada Negara anggota ASEAN untuk mengesampingkan dan tidak memasukan hak-hak masyarakat adat dalam Deklarasi HAM ASEAN.

AMAN sebagai organisasi masyara-kat adat terbesar di ASEAN sangat menyesalkan hasil konsultasi ke-dua

terkait dengan AHRD ini. Deklarasi HAM ASEAN tanpa hak-hak masyara-kat adat adalah sebuah kekeliruan yang fatal.

Indonesia termasuk Negara ASEAN yang telah memiliki beberapa kebi-jakan nasional yang mengakui Hak-Hak Masyarakat Adat, diantaranya, UU No. 27 tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pen-gelolaan Lingkungan Hidup, TAP MPR RI No. 9/2001 dan UUD 1945.

Oleh sebab itu, AMAN menyeru-kan kepada Pemerintah RI untuk mengambil sikap dan mendukung dicantumkannya Hak-Hak Masyarakat Adat dalam Deklarasi HAM ASEAN, termasuk rekomendasi-rekomendasi dari Masyarakat Sipil Indonesia.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

(AMAN) Jl. Tebet Utara IIC No. 22, Jakarta Se-latan 12820

KontakPerson : Patricia Miranda Wattimena,

Officer on Human Rights and Interna-tional Affairs Tlp: 085243753674Email : [email protected]

Komisi HAM antar Pemerintah ASEAN (AICHR) Siaran Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

Menolak Mengakui Hak-Hak Masyarakat Adat Dalam Deklarasi HAM ASEAN (AHRD)

Manila-Philipina, yang berlangsung pada tanggal 12 September 2012 lalu.Salah satu isu yang disampaikan oleh organisasi masyarakat sipil di Indonesia adalah isu masyarakat adat. Respons yang disampaikan oleh beberapa perwakilan AICHR pada saat konsultasi berlangsung, secara jelas merefleksikan betapa sempitnya pemikiran tentang HAM, sementara kepentingan nasional telah mendomi-nasi isi Deklarasi HAM ASEAN.

Dalam proses konsultasi, Per-wakilan AICHR dari Laos mengatakan bahwa konsep masyarakat adat tidak sesuai dengan Asosiasi negara-negara ASEAN yang tidak memiliki masyara-kat adat, termasuk di Laos. Padahal dalam kenyataannya, Laos telah mem-punyai kebijakan-kebijakan nasional yang mengatur masyarakat adat di Negara tersebut bahkan sejak tahun 1981.Sementara itu hak-hak masyarakat adat sendiri secara eksplisit telah diakui keberadaannya dalam instru-

Page 36: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

36oktober 2012

laporan keuanGan

“Sumbangan Dana Anda sangat bermanfaat untuk mendukung PEMBELAAN, PEMENUHAN dan PENGUATAN Masyarakat Adat”

Masyarakat AdatPEDULI

Page 37: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

37oktober 2012

Galeri

Lensa Masyarakat Adat dalam KONGRES" "

Page 38: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

38oktober 2012

Galeri

Lensa Masyarakat A

dat

dalam Budaya

Kebersamaan"

"

Page 39: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012

39oktober 2012

kalenDer aMaN

Tanggal, 6-8 Agustus 2012Tanggal, 7 Agustus 2012Tanggal, 16 -18 Agustus 2012Tanggal, 25 Agustus -4 September 2012Tanggal, 30 Agustus 2012Tanggal, 31 Agustus - 1 Septenber 2012

Agenda Kegiatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

Rapat Pengurus Besar (RPB X) di Maharadja, JakartaHari Internasional Masyarakat adat SeduniaAsian Indigenous women’s Strategy WorkshopCommunity Mapping in BangokHRWG: Konsultasi Regional AICHR dgn Masy Sipil ke 2Sereun Taun Ciptagelar

Tanggal, 01-02 September 2012Tanggal, 3 September 2012Tanggal, 4-5 September 2012Tanggal, 5 September 2012Tanggal, 5-6 September 2012Tanggal, 7-13 September 2012Tanggal, 6 September 2012Tanggal, 6 September 2012Tanggal, 7-9 September 2012Tanggal, 11 September 2012Tanggal, 12 September 2012Tanggal, 13 September 2012Tanggal, 14 September 2012Tanggal, 16 September 2012Tanggal, 17 September 2012Tanggal, 17 September 2012Tanggal, 24 September 2012Tanggal, 24 September 2012Tanggal, 24 September 2012Tanggal, 25 September 2012Tanggal, 25 September 2012Tanggal, 26 September 2012Tanggal, 27 September 2012Tanggal, 27 September 2012Tanggal, 28-30 September 2012Tanggal, 28 September 2012

Musda SorongWALHI: Pemaparan tentang Forest Patrol oleh GPLokakarya tengah periode menuju pemutakhiran PIPIBUndangan Dialog Publik RAPBN 2013Undangan Development Workshop Post 2015 Agenda : UKP4General Asembly 6 AIPP di Chiang MaiRapat Follow Up UPR-CEDAWPreparatory Meeting CSO Indonesian untuk konsultasi dengan AICHR di HRWGApih, Pare Kaleuit, Seren Taun di Kasepuhan CiptamulyaUnd: Rapat Tata Cara Perubahan Kawasan hutanMeeting: Consultation with AICHRTraining Singkat Tentang Budaya Dan MA di Indonesia di AVIPembentukan steering Commitee DGMUnd: HUT 80 Tahun Dr. Ir. Gunawan Wirandi.M.Sos. SeRANHAM,Program Peningkatan Koordinasi dalam PengimplementasiThematic meeting Kependudukan dan pembangunan di SoloKonsultasi FCPF di Chiang MaiUnd terbuka Konsolidasi, Hari Tani Nasional3. Diskusi tentang Pengembangan LAPORMeeting , Interview Research on REDD, palm oil and grievanceGreenPeace: Peluncuran Tiger IceUndangan Seminar dgn tema “Tanah Untuk Rakyat”Undangan Diskusi Lesehan “Menagih Janji Pemerintah: pengadilan atas pelanggaran HAM kasus 1965Undangan “Petani/MA mandiri dan berdaulat” di Terminal Onan Baru, Pengururan, Samosir.Uleman Dina Raraga Upacara Adat Seren Taun Kaolotan CisituUndangan Narasumber “Petani/MA mandiri dan Berdaulat”

Agustus 2012

September 2012

Page 40: Gaung AMAN Edisi Oktober 2012