Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

52

description

Masyarakat Adat Bersiap Diri Merebut Cahaya Kemenangan

Transcript of Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

Page 1: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013
Page 2: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

2mei 2013

Gaung AMAN terbit dua bulan sekali untuk membuat perkembangan dan kegiatan organisasi.

Redaksi menerima sumbangan tulisan yang bertujuan memajukan gerakan masyarakat adat, dan berhak mengedit-nya tanpa mengubah substansi.

SAMPUL DEPANMasyarakat Adat Bersiap Diri Merebut Cahaya Kemenangan

DITERBITKANPengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

PENANGGUNG JAWABArifin SalehDeputi I PB AMAN; Bidang Kelembagaan, Komunikasi dan Penggalangan Sumberdaya

PIMPINAN REDAKSIDirektur Informasi dan Komunikasi PB AMAN

REDAKTUR PELAKSANAJeffar Lumban Gaol

EDITORJeffar Lumban GaolErasmus CahyadiMina Setra

LAYOUTSnik

KONTRIBUTORAbdon NababanEustobio Rero RenggiMona SihombingFaridPatricia WattimenaMahir TakakaTaryudi CaklidAnnas Radin SarifElisabeth NusmartatyYoga Saipul Rizal “Kipli”Rukka SombolinggiRainny SitumorangSimon PabarasIndra WahidSurti HandayaniSilvyLinda PW AMANPD AMAN

DISTRIBUSIYohanes SendaDebi Lisa SitanalaYusuf Andi Warnoto

ALAMAT REDAKSIJl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11AJakarta Selatan 12820

Telp/Fax:+62 21 8297954/8370 6282

E-mail:[email protected]

Website:www.aman.or.id

GaunG aman Edisi ke 48mei 2013

Cerita SampulSekjen AMAN, DAMANNAS, Ketua BPH dan Dewan Wilayah, Ketua BPH dan Dewan Daerah melakukan RAKERNAS AMAN III di Tumbang Malahoi, Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang di buka oleh Gubernur Kalimantan Tengah.

TAJUKGaung AMAN edisi Mei 2013

Liputan khusus Rapat Kerja Nasional AMAN di Palangka Raya-Tumbang Malahoi, Kalimantan-Tengah, tanggal 19-23 April 2013 lalu, bisa dikatakan sebagai gong penanda dimulainya kerja besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan segudang tantangannya. Gagasan Masyarakat Adat dan Indonesia Baru, Ekonomi kreatif, Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD), hingga perjuangan (legal standing) pengakuan-perlindungan dalam undang-undang sebagai pekerjaan rumah AMAN yang harus segera diselesaikan. Hal menarik lainnya dapat kita lihat dari sambutan yang disampaikan oleh Gubernur Kal-Teng, Bupati Gunung Mas, Sekjen AMAN dan sejumlah sarasehan yang digelar serta geliat Koperasi AMAN-MANDIRI.

Rakernas AMAN ke-III juga merumuskan program kerja untuk Pengurus Besar, 20 Pengurus Wilayah dan 82 Pengurus Daerah sebagai pemandu kerja-kerja di komunitas adat ke depannya.

RUU PPHMA Dari Baleg ke Komisi. Meski disetujui sebagai usul inisiatif DPR, RUU PPHMA, perjuangan belum selesai. Mengawal tahapan selanjutnya, yaitu agenda pembahasan pada Badan Musayawarah untuk memutuskan apakah RUU ini akan dibahas di Komisi, Pansus atau Baleg. DPR akan mengirimkan RUU inisiatif DPR ini kepada Pemerintah, kemudian Presiden akan menunjuk Kementerian tertentu untuk membahasnya bersama badan DPR. KritikPada puncak acara perayaan 50 tahun Agraria Nasional Tanggal 21/ 10/ tahun 2010 di Bogor, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera bekerja menyelesaikan konflik-konflik agraria. Lebih lanjut Presiden SBY mengharapkan peran BPN, khususnya dalam mengatasi sengketa pertanahan yang melibatkan banyak pihak, salah satunya adalah penegakan hukum dan menyelesaikan konflik dengan komunitas adat secara maksimal, serta mencari solusinya. Tampuk kepemimpinan Kepala BPN dari Joyo Winoto kemudian diserahkan pada mantan Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Mungkin saja Hendarman perlu beradaptasi, namun beban politik pemerintah atas BPN juga cukup besar.

Rubrik Khusus Kegigihan Mama Aleta Ba’un perempuan kelahiran Lelobatan, Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, 16 Maret tahun 1963 berhasil mempertahankan tanah leluhurnya serta membangun solidaritas menjadi inspirasi bagi kaum tani dan masyarakat adat, khususnya kaum perempuan adat, telah membawanya meraih penghargaan lingkungan hidup “Goldman Environmental Prize 2013”.

Refleksi satu tahun,”Temu Nasional Perempuan Adat Nusantara,” di bukit Doa, Tobelo, Halmahera Utara, April, tahun 2012.

Berita KomunitasAMAN Kalimantan Barat meminta pemerintah menghentikan perijinan investasi skala besar di Kalimantan Barat, baik itu perkebunan, tambang dan Hutan Tanaman Industri (HTI- IUPHHK).

60 Tahun Badan Perjuangan Rakyat Penunggu (BPRPI) Seminar; “Registrasi dan Legalisasi Wilayah Adat Rakyat Penunggu,” serta pengukuhan Pengurus PW AMAN SUMUT - BPRPI.

Pelatihan CO dan Musda AMAN Kutai Barat

Kehidupan Open Pit, penambang (illegal) tanpa izin, berasal dari desa – desa di Soa Pagu maupun suku pendatang di Halmahera.

Kolom budaya meyajikan Rumah Betang, Pantun dari Eliza Kissya, puisi buah karya perempuan adat AMAN. Galeri photo Rakernas ke-III Palangka Raya-Tumbang Malahoy dan Aksi damai HKMAN ke 14 di Bundaran Hotel Indonesia .***

Page 3: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

3mei 2013

5 I info amanHentikan Pembahasan dan Pengesahan RUU Pemberantasan Perusakan Hutan [RUU P2H] I Penandatanganan MoU AMAN dengan DPRD Malinau, Kalimantan Utara

Pidato Sekjen AMAN dalam menyambut Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2013 dan 14 Tahun AMAN I Siaran Pers Peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan 14 Tahun AMAN I Pernyataan Sikap AMAN pada Rapat Kerja Nasional AMAN ke III I Bupati Gunung Mas Menyikapi Gagasan Indonesia Baru

25 I berita komunitas

50 I Galeri

9 I Laporan utama

DAFTAR ISI

18 I buDayaRumah Betang bagi Keluarga Besar Dayak I Pantun

22 I KritikPeran BPN Minim dalam Penyelesaian Konflik-Konflik Agraria

Amankan Wilayah Adat Talang Mamak Galang Swadaya Untuk Melakukan Pemetaan Partisipatif I Hentikan Ijin Investasi Skala Besar di Kalimantan Barat I Pertarungan Hidup di Open Pit I 60 Tahun BPRPI I Pertemuan Pemuda Adat Tano Batak Bangkit Bersatu I RSPO Tegaskan Larangan Aktifitas PT. Borneo Surya Mining Jaya di Wilayah Adat Muara Tae I Koperasi AMAN Mandiri I Penandatanganan Kesepahaman Bersama pembentukan dan pengembangan Credit Union ala Masyarakat Adat I Penguatan Sistem Penggalangan Dana Organisasi yang Mandiri I Pengukuhan Koodinator Perempuan AMAN Kalimantan Tengah I Sarasehan Memperkuat Organisasi, Tantangan Setelah Kemenangan Diraih

AMAN Sampaikan Materi Pokok dalam Dengar Pendapat Umum Badan Legislasi (BALEG) DPR RI terkait RUU Masyarakat Adat I Indonesia Baru di Tangan Masyarakat Adat I Perjuangkan Tanah Leluhur I Perempuan Adat dan Perkembangannya

39 I rubrik khusus

Page 4: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

4mei 2013

info aman

Terhitung awal tahun 2013, yakni rabu, 06 februari 2013 awal dimana nasip dan masa depan Masyarakat Adat di perbin-cangkan, pembahasan RUU PPHMA ini di bahas di Badan Legeslasi DPR –RI, Ran-cangan UU yang menjadi usulan AMAN melalui fraksi Partai PDIP. Pada tanggal 18 februari dan sidang lanjutan terhadap RUU ini kemudian berlanjut pada RDPU antara BaLeg dengan AMAN pada tangal tujuh maret tahun 2013, dalam masa perjalanannya pembahasaan RUU ini san-gat berat di nilai oleh anggota panja alam hal ini Anggota BaLeg, karna dari beberapa anggota panja menyamapaikan betapa beratnya RUU ini karna akan berbenturan dengan UU yang ada, namun iu tidak men-jadi persoalan kemudian sehingga pemba-hasannya terus bergulir, inti pokok yang menjadi prioritas pembahasaan yakni saat pembentukan badan khusus yang mengu-rus Masyarakat adat dan penentuan pihak yang berhak mengindentifikasi dan mem-verifikasi terhadap keberadaan masyarakat adat. ada beberapa proses yang me-mang biasa kami kawal karna bersifat ter-buka, namun tak sedikit juga sidang–sidang yang sifatnya tertutup tidak dapat kami ikuti, namun untuk memperoleh informasi tersebut kami lakukan negosiasi dan kon-sultsai dengan fraksi – fraksi yang men-dukung RUU ini. Waktu terus berjalan, hingga pada tanggal 25 Maret 201 Baleg mengadakan rapat tertutup di sebuah hotel di Jakarta pada malam hari, rapat ini merupakan rapat akhir penetapan RUU PPMA, hingga esoknya pada tanggal 26 Maret 2013 kemudian di ketok dan disetujui oleh anggota Panja bahwa RUU ini disahkan menjadi RUU usulan Baleg Ke Paripurna, rapat ini ber-langsung hanya 5 menit. Seharusnya di awali dengan penyamapaian pandangan mini anggota Panja atas Fraksi, namun kemudian ketua sidang menginstruksikan, menampung pandangan itu yang diajukan ke Ketua. Baleg tinggal mengajukannya Ke sidang paripurna sebagai RUU “ Inisiatif Baleg” .

Kamis tanggal 10 April adalah hari penting bagi RUU PPHMA, dimana pada hari itu akan diputuskannya beberapa RUU ter-masuk RUU PPHMA dan RUU Nagoya Protocol, menjadi RUU inisiatif RUU DPR – RI terhadap Presiden, kami selaku Masyarakat Adat dan pengurus Besar AMAN turut hadir Sebagai komisi balkon menghadiri Acara Besar ini, dengan pakaian khas daerah masing mas-ing, kami mengikui siding dengan hikmat, sempat sebelum masuk kami dicegat oleh amdal DPR-RI ( Security ) karna tidak men-gantongi ijin untuk hadir dan melebihi jum-lah kunjungan formal hanya 5 atau 6 orang. Kami pun sempat bersitegang, namun setelah kami proses lewat HUMAS semua biasa mas-uk. Proses persidangan sama degan proses akhir persidangan di baleg, RUU di sahkan dan di ketok palunya, pandangan fraksi di tampung dan dikumpulkan. Sampai saat ini masyarakat adat masih menunggu proses selanjutnya. Selama proses ini berjalan kami juga terus melakukan pendekatan – pendekatan kepada anggota fraksi dari berbagai partai agar mendapat dukungan sepenuhnya dari DPR-RI hingga prosesnya di percepat, kami berharap semo-ga semunya berjalan lancar, amin amin.

Salam Nusantara Salam Masyarakat Adat

[Heriyanto]

Peraturan perundang-undangan saat ini tidak memadai dan belum mampu menangani konflik-konflik yang terjadi di nusantara khususnya wilayah masyarakat adat. Menurut saya peraturan yang ada lebih memihak terhadap korporasi untuk mer-ampas hak-hak masyarakat adat. Sehingga sangat wajar AMAN mengajukkan Judicial Re-view atas UU No. 41/1999, tentang Kehutanan yang hingga saat ini belum diputuskan oleh

RUU PPHMA

Hentikan diskriminasi berkepanjangan terhadap masyarakat adat

HeRiyAnto

Adi KUsUMA

Mahkamah Konstitusi. Selain itu AMAN juga mengawal ketat pembahasan dan penge-sahan RUU tentang Masyarakat Adat agar menjadi hukum yang kuat untuk melindungi keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-haknya yang kini telah menjadi RUU inisiatif DPR RI untuk dibahas bersama pemerintah terkait. Namun secara tiba-tiba muncul RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H) dengan tujuan menegakkan hukum agar hutan alam Indonesia tidak punah namun pada kenyataannya belum bisa mewujudkan maksud tersebut. Jika dicermati pasal-perpasal dalam rancangan tersebut lebih untuk memenuhi kepentingan pihak asing dan melindungi tindak pelanggaran hukum oleh perusahan-perusahaan yang kini beroperasi justru lebih menonjol daripada upaya yang diinginkan sesuai dengan namanya UU Pemberantasan Pengerusakan Hutan (P2H). Menurut saya RUU tersebut tidak layak untuk disahkan karena jika disahkan penegakan hukumnya hanya terhadap rakyat kecil tetapi tidak menyentuh kelompok terorganisir dan para pemodal yang mengantongi ijin serta merusak hutan. Sehingga hanya akan semakin menguatkan tindak kriminal terhadap masyarakat lokal khususnya Masyarakat Adat yang memanfaatkan hasil hutan untuk menopang kehidupan sehari-hari.

Salam Hangat.[Adi Kusuma]

Tana Luwu

1. Mungkinkah Gaung Aman bisa lebih banyak memuat tulisan dengan memperban-yak halaman ? Masalah biasa mungkin dapat diakali dengan menurunkan kualitas kertas.

2. Bagaimana kalau pembaca di beri ruang untuk mengusulkan tema tulisan ? Mungkin bisa dilakukan dengan sistem SMS.

Salam,[Rinting]

AMAN Kalteng

Ada beberapa masukan saya untuk Gaung AMAN :

Rinting

+++

+++

SUraT pembaca

Page 5: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

5mei 2013

info aman

eformasi kehutanan merupakan desakan yang sejak lama disu-arakan oleh Masyarakat

Adat. Dalam setiap Kongres Masyarakat Adat Nusantara maupun Rapat Kerja Na-sional AMAN maupun dalam pertemuan-pertemuan pengurus AMAN pada ber-bagai tingkatan, kritik terhadap UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK) merupakan tema yang selalu ada. Kritik dan desakan untuk segera mereformasi peraturan perundang-undangan di sek-tor kehutanan yang dimulai dari UUK didasarkan pada kenyataan bahwa se-lama 14 tahun UUK diberlakukan, praktis hanya menghasilkan trauma mendalam bagi Masyarakat Adat. UU itu telah men-jadi basis legal bagi perampasan wilayah-wilayah adat oleh negara yang seba-gian besar diantaranya diikuti dengan kriminalisasi dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat. Umumnya, wilayah-wilayah adat yang diambil itu diserahkan oleh negara kepada sektor-sektor logging dan perkebunan dan juga pertambangan, yang hingga hari ini, terus meminggirkan hak Masyarakat Adat untuk sejahtera ser-ta berdaulat di atas wilayahnya sendiri. Selama 6 bulan terakhir saja UUK telah dipergunakan sebagai dasar hukum untuk menahan tidak kurang dari

KONFERENSI PERS

218 anggota Masyarakat Adat di berbagai wilayah di nusantara. Mulai dari tuduhan masuk kawasan hutan tanpa ijin (kasus Datu Pekasa yang akhirnya dipenjara oleh PN Sumbawa) sampai pada tuduhan mela-wan aparat karena Masyarakat Adat men-coba melindungi Hutan Kemenyan (hutan adat) dari penggusuran oleh perusahaan (kasus Pandumaan Sipituhuta) dan tudu-han lainnya. Menyadari bahwa reformasi hu-kum di bidang kehutanan sangat penting maka pada tahun 2012, AMAN telah men-gajukkan Judicial Review atas UUK No. 41/1999, yang saat ini belum diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, masyarakat sipil juga telah mendorong revisi UUK yang saat ini telah masuk dalam Prolegnas 2013. AMAN juga ten-gah mendorong agar RUU Masyarakat Adat disahkan tahun ini. Adanya UU yang melindungi hak-hak Masyarakat Adat, menjadi sangat penting untuk memandu berbagai UU lainnya yang berkaitan den-gan Masyarakat Adat, termasuk sektor kehutanan. Namun demikian, di tengah carut-marut persoalan kehutanan yang belum terselesaikan ini, dan di tengah upaya Masyarakat Adat dan masyarakat sipil untuk mendorong perubahan kebi-jakan yang lebih berkeadilan, tiba-tiba

R

“HENTIKAN PEMBAHASANDAN PENGESAHAN RUU

PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (RUU P2H)”

ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN)

Masyarakat Adat di dalam hutan

Page 6: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

6mei 2013

info aman

Masyarakat Adat akan kehilangan semua aksesnya terhadap hutan, jika RUU ini dis-ahkan sebagai UU. Rencana pengesahan RUU P2H pada tanggal 2 April 2013, menunjukkan, bahwa reformasi hukum di sektor ke-hutanan dan pengelolaan sumber daya alam masih jauh dari harapan. Gelagat ini terlihat dengan tidak adanya upaya yang berarti dari pemerintah dalam menyikapi putusan MK No. 45 tahun 2012 (terkait Uji Materiil yang diajukan oleh beberapa bupati dari Kalimantan Tengah). Pembahasan RUU P2H ini juga tidak punya sense pada kemungkinan perubahan UUK melalui Uji Materiil atas UUK yang diajukan AMAN tahun 2012 lalu, yang saat ini sedang menunggu putusan MK (perkara No. 35/2012). Pembahasan hingga rencana pengesahan RUU P2H ini juga menunjukkan ketidakperdulian pemerintah atas upaya serius masyarakat sipil untuk mendorong revisi UUK yang telah diagendakan di DPR, serta pembahasan RUU Masyarakat adat di Badan Legislasi. Pembahasan dan penge-sahan RUU P2H seharusnya menunggu hasil Revisi UUK selesai dilakukan dan RUU Masyarakat Adat disahkan. Dengan demikian, UU yang dihasilkan, tidak ber-benturan. Oleh sebab itu, AMAN mendesak DPR-RI dan Pemerintah untuk :1. Segera menghentikan pem-

bahasan RUU P2H ini karena mengancam kehidupan dan peng-hidupan jutaan Masyarakat Adat di nusantara. Selain itu, RUU P2H berpotensi besar untuk untuk mengkriminalisasi sekian banyak anggota komunitas Masyarakat Adat yang hidupnya tergantung pada hutan.

2. Mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU tentang Masyarakat Adat dengan catatan bahwa substansinya harus dikon-sultasikan secara terbuka kepada Masyarakat Adat dan organisasi Masyarakat Adat serta masyarakat sipil lainnya. RUU P2H hanya dapat dibahas setelah ada payung hu-kum yang kuat untuk melindungi keberadaan Masyarakat Adat beri-kut hak-haknya. Dengan demikian, UU yang dihasilkan oleh DPR-RI dan Pemerintah tidak berten-tangan satu dengan lainnya.

3. Segera melakukan revisi atas

UUK No. 41/1999. Revisi UUK harus dilandaskan pada semangat un-tuk melakukan koreksi atas akar persoalan kehutanan, sekaligus merancang UUK yang lebih adil dan mengutamakan kepentin-gan rakyat banyak. Artinya Re-visi UUK harus dapat memastikan bahwa persoalan pengukuhan kawasan hutan, persoalan hak-hak Masyarakat Adat atas wilayah adat dan persoalan lain yang sela-ma ini menjadi kritik publik, men-dapatkan tempatnya dalam revisi UUK tersebut.

Jakarta, 28 Maret 2013Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

KontAK PeRson :

Abdon Nababan (Sekjend AMAN) HP: 081 111 136 5Email : [email protected]

Erasmus Cahyadi (Direktur Advokasi)HP: 081 386 911 075Email : [email protected]

Pemerintah bersama dengan Komisi IV DPR-RI justeru diam-diam tengah mem-percepat lahirnya UU tentang Pember-antasan Perusakan Hutan (UU P2H). Secara proses, terdapat indi-kasi bahwa pembahasan RUU P2H ini dilakukan secara tertutup dan diam-diam. Masyarakat Adat yang sangat tergantung pada hutan dan merupa-kan pihak yang paling akan terkena dampak dari UU ini jika disahkan, tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan RUU P2H ini. Demikian pula, konsultasi publik kepada organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya, tidak pernah dilakukan. Organisasi masyarakat sipil termasuk AMAN terkejut ketika meng-etahui bahwa DPR-RI dan Pemerintah berkeinginan untuk segera mensah-kan RUU P2H ini pada tanggal 2 April 2013 yang akan datang, tanpa disertai proses-proses konsultasi publik yang seharusnya dilakukan. Secara substansi, RUU ini san-gat membahayakan Masyarakat Adat. Pertama, secara umum RUU ini dibangun di atas ketidakjelasan hukum mengenai sistem tenurial. Hingga hari ini Mahkamah Konstitusi masih belum mengeluarkan putusannya terkait den-gan Permohonan Uji Materiil atas UUK No. 41/1999 yang telah diajukan oleh AMAN pada tahun 2012 yang lalu. Art-inya pengaturan mengenai hutan adat hingga hari ini masih harus mengikuti ketentuan UUK saat ini di mana hutan adat dikonstruksikan sebagai hutan ne-gara yang berada di wilayah Masyarakat Adat. Kedua, dengan kedudukan yang demikian, ditambah dengan definisi-definisi yang lemah dalam RUU P2H, maka ancaman kriminalisasi terhadap jutaan anggota Masyarakat Adat yang hidupnya tergantung pada hutan, tidak akan terelakkan. RUU P2H ini dapat mengkriminalisasi anggota komunitas yang mengambil pohon sebesar tongkat (diameter 10cm) untuk sekedar membuat pagar rumah mis-alnya, atau dapat mempidanakan ang-gota komunitas yang membawa parang atau sejenisnya, masuk ke dalam hutan. Definisi kejahatan terorganisir dalam yang lemah dalam RUU P2H ini, dapat memenjarakan 2 orang saja anggota Masyarakat Adat yang masuk ke dalam hutan adatnya tanpa ijin dari pihak berwenang. Tidak disangsikan, bahwa

Masyarakat Adat di dalam hutan

Page 7: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

7mei 2013

info aman

D

Penandatangan MoU AMAN dengan DPRD Malinau, Kalimatan Utara

Jakarta/ Tebet Timur 8 Februari 2013.

alam beberapa kasus, antara kementerian terkait (Kehutanan, KLH,

Pertanian, BPN dan Pemerintah Kabu-paten (dalam hal ini Bupati) justru saling lempar tanggung jawab. Pada sisi lain para anggota DPRD sebagai representasi masyarakat yang seharusnya berpihak pada suara para pemilihnya dimana se-harusnya bekerja memantau kinerja dan kebijakan bupati. Apakah kinerjanya bu-pati di wilayahnya sudah berpihak pada masyarakat?. Namun dalam kenyataanya secara umum mereka justru bersembunyi di balik ketiak orang nomor satu tingkat Kabupaten itu atau perusa-haan-perusahaan pemegang ijin kons-esi tersebut. Di lapangan acap kali ijin Perkebunan skala besar, tambang atau Ijin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK ) mendapat perlawanan dari masyarakat adat dan akhirnya terjadi-lah konflik berkepanjangan yang sangat merugikan rakyat, khususnya masyarakat adat. Sebagaimana kita ke-tahui bersama bahwa produk hukum Indonesia sampai hari ini belum ako-modatif terhadap tuntutan-tuntutan yang selalu disuarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat adat. Meskipun memang harus diakui pula bahwa saat ini DPR-RI terutama Badan Legislasi-nya tengah menggodok satu Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. RUU ini sangat diharapkan oleh kelompok masyarakat adat di seluruh nusantara sebagai satu undang-undang yang akan membuat pengakuan dan perlindun-gan konstitusional masyarakat adat

“mewujud” di dunia nyata. Namun harus disadari pula bahwa upaya pada tingkat nasional mela-lui penyusunan RUU tersebut tidaklah cukup. Karena itu harus pula kita man-faatkan ruang politik hukum yang semak-in terbuka pada era desentralisasi ini. Di samping Kabupaten Lebak dan Kabupaten Kampar, Kabupaten Malinau adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Utara – Propinsi yang baru terbentuk beberapa waktu lalu, juga telah mengambil inisiatif untuk memberi-kan pengakuan dan perlindungan ter-hadap masyarakat adat. Pada tahun 2012 DPRD Malinau berinisiatif untuk menyu-sun PeraturanDaerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Kabupaten Malinau yang kemudian disahkan pada akhir tahun 2012. Tidak berhenti di situ, DPRD Kabupaten Malinau juga merasa bahwa Perda itu masih harus didukung dengan peraturan lain dalam membangun perta-

hanan yang kuat untuk membentengi hak-hak masyarakat adat dari serbuan investasi di masa depan yang bisa men-gancam ketahanan pangan masyarakat adat di Kabupaten Malinau. Karenanya DPRD Malinau ingin agar ada peraturan daerah yang mengatur tentang per-lindungan lahan-lahan potensial untuk perkebunan dan pertanian bagi masyarakat adat di Kabupaten Malinau. Selain itu DPRD Kabupaten Malinau juga merasa perlu untuk menyusun peratu-ran yang berkaitan dengan lembaga adat di Kabupaten Malinau. Untuk memulai usaha terse-but, DPRD Kabupaten Malinau menga-jak Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk bekerjasama dalam rangka melakukan kajian yang diarah-kan untuk menyusun kedua peraturan daerah dimaksud di atas. Untuk kepent-ingan itu, AMAN dan DPRD Malinau telah melakukan diskusi-diskusi awal terkait dengan gagasan tersebut.

Keberadaan dan nasib masyarakat adat di Indonesia hingga saat ini masih jauh dari pengakuan serta perlindungan para pemangku kekuasaan/ negara. Pemerintah lewat kementerian- kementeriannya bekerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda) justru memberikan ijin konsesi pada perusahaan-perusahaan skala besar tanpa melakukan sosialisasi serta meminta persetujuan lebih dulu dari masyarakat adat yang telah mendiami dan menguasai wilayah-wilayah peruntukan konsesi tersebut. Masyarakat adat dapat dipastikan sudah berdiam di wilayah konsesi itu secara turun temurun, bahkan jauh sebelum Republik Indonesia ini diproklamirkan.

Sekjen AMAN dan DPRD Malinau menandatangani Nota Kesepahaman bersama

Page 8: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

8mei 2013

info aman

Pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Perlinduangan Masyarakat adat inilah yang akan dikerjakan oleh Alinasi Masyakat Adat Nusantara dengan DPRD Kabupaten Malinau, Propinsi Kalimatan Utara. Sebelum melakukan penanda-tangan Sekjen AMAN dan Ketua DPRD Malinau didaulat untuk menyampaikan sambutannya. Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Abdon Nababan mengatakan, ”Apa yang akan kita kerjakan di Kabupaten Malinau ini bukan hanya untuk rakyat Malinau. Sebab persoalan yang terjadi di Malinau juga dialami seluruh masyarakat adat di Nusantara . Saya mohon pengertiannya karena sebenarnya Perda yang kema-rin disahkan sudah kami sosialisasi-kan ke daerah-daerah lain, kami sudah bicarakan di Kementerian Dalam Neg-eri, kami sudah sampaikan juga di Kementerian Hukum dan Ham sebagai contoh terbaik yang pernah dilakukan tingkat Kabupaten untuk melindungi rakyatnya.

Saya dengar BAPENAS juga sudah ke sana mau mencermati proses Perda ini, bahkan teman-teman dari Papua mau datang ke Malinau, katanya kalau boleh belajar dari DPRD Malinau. Kami juga sebenarnya sedang meminta supaya Panja DPR RI datang ke Malinau, sebagai contoh bahwa masyarakat adat siap untuk menindak lanjuti jika nanti RUU Masyarakat Adat ini disahkan,” papar Nababan. Bak gayung bersambut; Ketua DPRD Kabupaten Malinau, Martin Labo menyatakan rasa syukur atas capaian capaian kecil dalam perjuangan masyarakat adat. Terutama dari perspektif masyarakat adat, karena capaian- capaian kecil seperti ini sesungguhnya tidak mudah dicapai sebab perjuangan masyarakat adat sudah begitu lama dan panjang. “Saya secara pribadi sudah menghabiskan lebih dari 30 tahun usia saya, bekerja bersama masyarakat adat. Saya belajar hidup di universitas kehidu-pan masyarakat adat. Kita tahu bahwa hak hidup masyarakat adat di Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini tidak banyak dihargai. Karena itu capain-capaian kecil seperti yang kita lakukan pada hari ini patut kita syukuri, supaya kita tetap punya semangat untuk menghadapi tugas-tugas besar masa datang”. Dua rancangan naskah akademik draf Perda itu menyangkut tentang kelembagaan masyarakat adat serta Perda Perlindungan lahan-lahan potensial untuk pengembangan pertanianan. Dua persoalan pokok yang berkaitan dengan ekspresi, eksistensi masyarakat adat. Thema yang ke-dua berkaitan dengan sebuah ancaman global terhadap kehidupan yakni ketahanan pangan. Sebetulnya sekarang ini menu-rut laporan-laporan para peneliti sudah sampai pada titik sangat rawan. Dan ini juga berkaitan dengan sumbangan keari-fan dari masyarakat adat mempertahan-kan bumi ini sebagi tempat yang layak untuk hidup semua orang. Keduanya kami anggap penting selain menjadi dasar dari Perda yang lalu,” pungkas Martin Labo. //*****

Page 9: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

9mei 2013

laporan utama

ebelumnya, ijinkan saya mengucapkan salam hormat ke-pada para leluhur

Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Sekjen AMAN) Pada Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ke 14

P I D A T O

Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan 17 Maret 2013

“Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata”

Hidup Masyarakat Adat! Hidup AMAN!

SMasyarakat Adat nusantara dan Sang Pencipta Alam Semesta Tuhan Yang Maha Kuasa . Saudara saudariku Masyarakat Adat di seluruh nusantara, hari ini kita kembali memperingati hari yang ber-sejarah dalam perjalanan Masyarakat Adat di Indonesia. Hari ini, 14 Tahun yang lalu, lebih dari empat ratus pem-impin adat dari berbagai penjuru nusantara berkumpul di Hotel Indonesia menyatakan tekad untuk menyatukan langkah, memperjuangkan dan merebut kembali hak Masyarakat Adat yang se-lama ini dirampas oleh negara. 14 tahun yang lalu, para pem-impin kita menyerukan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Sikap tersebut adalah wujud perlawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM yang terus ter-jadi bahkan setelah Indonesia merdeka. Hari ini kita merayakan 14 tahun AMAN. Ijinkan saya mengajak kita semua menelusuri perjalanan Masyarakat Adat dalam satu tahun tera-khir. Perjalanan berliku dan diwarnai pa-sang surut perjuangan dan penegakan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Pertama, saya ingin menyam-

paikan kemajuan-kemajuan perjuangan Masyarakat Adat nusantara. Kita perlu berterima kasih karena sejak 2012 hing-ga saat ini DPR RI sedang menggodok RUU Masyarakat Adat yang merupakan mandat UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2. Kita juga perlu berterima kasih kepada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam negara Indonesia. Perkembangan menggembira-kan juga terjadi di daerah-daerah. Kita tidak akan lupa bahwa Pemerintah Ka-bupaten Halmahera Utara menjadi tuan rumah dan penyelenggara KMAN IV pada bulan April 2012. Kemudian DPR Kabu-paten Malinau mensahkan Perda Malinau tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten

Malinau. Saya juga masih mengingat bahwa Bupati Banyuwangi menyambut kami dengan tangan terbuka di Desa Kemiren selama pelaksanaan RPB AMAN Ke-11 pada bulan November 2012. Dan yang terkini adalah sambutan baik dari Pemprov Kalimantan Tengah dan khu-susnya Pemda Gunung Mas yang men-jadi tuan rumah dan penyelenggara RAKERNAS III AMAN bulan lalu di Palangkaraya dan Tumbang Malahoi. Kedua, saya ingin menyampai-kan tantangan yang dihadapi gerakan Masyarakat Adat Nusantara ke depan. Kita semua tahu bahwa eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM yang masih tinggi, bahkan cenderung makin marak selama 2013. Konflik atas tanah,wilayah dan sumberdaya alam antara Masyarakat Adat dengan pemerintah dan korporasi terus berlangsung di berbagai pelosok nusantara. Dalam enam bulanterakhir AMAN mencatat ada 203 orang ang-gota komunitas yang ditahan (Maluku Utara - 49 orang; Pandumaan Sipituhuta - 31 orang; Maluku Tenggara Barat - 76 orang; Sumsel - 3 orang; Sulsel - 11 orang; Tana Luwu - 8 orang; Bengkulu -8 orang; Kalteng - 1 orang; Kalsel 5 orang; Kaltim 5 orang; Sulut - 4 orang; NTB – 1 Orang; Manggarai Timur 1 orang). Sebagian be-sar diantara mereka sudah dibebaskan atau tahanan luar dan sekitar 10% masih dalam proses di kepolisian atau masih ditahan dan selebihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian. Angka diatas belum termasuk komuni-tas Masyarakat Adat yang mengalami

Abdon Nababan [Sekjen AMAN]

Page 10: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

10mei 2013

laporan utama

penyerangan dan kekerasan fisik, intimi-dasi, serta tidak punya akses terhadap layanan hukum dan informasi. Kami memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial ini akan se-makin meningkat setahun ke depan ber-samaan dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014. Seperti di masa sebelumnya, ijin-ijin dan Hak Guna Usaha di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan uang segar membi-ayai pemenangan jabatan-jabatan politik melalui Pemilu maupun Pilpres. Kita semua prihatin dengan rendahnya perhatian dan upaya-upaya sistematik dari Pemerintah untuk me-nyelesaikan ribuan konflik agraria dan konflik sosial yang dialami Masyarakat Adat di seluruh pelosok nusantara. Pemerintah belum menempatkan konflik agraria dan sosial yang saat ini marak sebagai situasi yang luar biasa dan mengancam integritas Negara-bangsa. AMAN kembali menyatakan bahwa konflik agraria dan sosial merupakan bencana nasional dan diperlukan upaya-upaya luar bisa untuk menyelesaikannya secaratuntas. Di tengah-tengah meningkatnya konflik agraria dan pelanggaran HAM ini, AMAN menyesalkan konflik internal

yang terjadi di KOMNAS HAM. AMAN me-mandang konflik ini sebagai upaya untuk melemahkan lembaga yang seharusnya menjadi harapan sebagai ujung tombak penegakan HAM di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dan KOMNAS HAM perlu segera mengambil langkah-langkahyang diperlukan untuk segera menyelesaikan konflik internal tersebut demi tegaknya pemenuhan HAM di Indonesia. Masyarakat Adat sudah tidak sabar menunggu putusan Mahkamah Kon-stitusi terkait uji materi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, mengenai status hu-tan adat. Apakah putusan MK nanti akan melanjutkan perampasan hak Masyarakat Adat atas hutan di wilayah adatnya, atau

putusan ini akan mengembalikan hak konstitusional Masyarakat Adat seba-gai pemegang hak kolektif atas hutan adatnya? Ketiga, dalam kesempatan ini ijinkan saya menyampaikan seman-gat juang dan arahan kepada seluruh masyarakat adat untuk tetap berjuang, dengan atau tanpa Pemerintah!

LAnjUtKAn PeMetAAn wiLAyAH AdAt! Lanjutkan upaya-upaya sistematik untuk memulihkan kekuatan hukum dan peradilan adat! Kembalikan musyawa-rah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama dan yang paling tinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga adat! Periksa kembali kelembagaan adat, singkirkan anasir-anasir jahat yang sempat dilekatkan Rejim Orde Baru di tengah kehidupan Masyarakat Adat. Perbaharui kelembagaan adat agar mampu memimpin dan membawa Masyarakat Adat menuju zaman baru, Indonesia Baru yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Dengan semakin tingginya eskalasi konflik agraria dan konflik

KALAU negARA tidAK MengAKUi KAMi, MAKA KAMi tidAK MengAKUi

negARA

" "

Aksi damai HKMAN 14 di Bundaran Hotel Indonesia

Page 11: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

11mei 2013

laporan utama

sosial yang disertai dengan kriminalisasi kepada para aktivis gerakan Masyarakat Adat, rapatkan barisan! Masyarakat Adat yang lebih cerdas dan terorganisir, kita pasti bisa menyelsaikannya, dengan atau tanpa Pemerintah. Masyarakat Adat harus terus merawat kepercayaan dirinya dan memperteguh komitmennya untuk memimpin dan mengarahkan perubahan yang lebih baik ke masa depan, khususn-ya dalam menyelesaikan konflik agraria di wilayah adat kita masing-masing. Terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Kongres dan Rakernas AMAN sudah mengamanatkan agar Masyarakat Adat mengutus kader- kader terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik yang memungkinkan kita untuk kembali berdaulat, mandiri dan bermartabat di wilayah adat kita masing-masing. Sejak awal, pilihlah partai politik yang sudah jelas men-dukung pengesahan segera RUU PPHMA menjadi UU. Kita sudah bersepakat bahwa di Pemilu dan Pilpres 2014, setiap suara yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak boleh mendukung, apalagi memilih calon legislator atau calon presiden yang maju dari partai yang tidak mendukung RUU Masyarakat Adat! Mari kita persiapkan diri untuk menghadapi saat penting itu! Akhirnya, ijinkan saya untuk menunjukkan kepada seluruh saudara-saudariku Masyarakat Adat di seluruh

penjuru nusantara, bahwa sesung-guhnya ada cahaya di ujung lorong yang gelap. Kemajuan-kemajuan kecil dan sedang sudah kita raih sejak kita menya-takan bangkit bersama dengan “Kalau Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Setiap kemajuan ini bagaikan cahaya kecil yang menyinari lorong kehidupan Masyarakat Adat di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, juga di tengah kehidu-pan global yang sedang mengalami krisis demi krisis. Kemajuan-kemajuan itu juga semakin memperlihatkan kepada kita semua bahwa tantangan di masa depan masih banyak. Lorong kehidupan kita masih remang-remang, antara gelap dan terang. Masa seperti ini adalah masa yang kritis dan berbahaya karena banyak godaan yang memberikan nikmat hidup yangsesaat. Nikmat hidup yang saat ini akan membawa kita menjadi sesat.

CAHAyA BesAR sUdAH di dePAn MAtA!!! Putusan MK akan menjadi cahaya be-sar yang menuntun kehidupan paling sedikit 30 juta Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya

karena pemberlakuan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU Masyarakat Adat akan men-jadi cahaya terang yang besar untuk menuntun langkah 70 juta Masyarakat Adat di Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai, berkeadilan dan sejahtera, mengakhiri 68 tahun ke-merdekaan yang tertunda dan menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya!! Harapan untuk meraih masa depan yang lebih baik ada di hadapan kita. Saya ingin kita semua memelihara harapan ini dengan doa agar para le-luhur Masyarakat Adat nusantara dan Sang Pencipta Alam Semesta Tuhan YangMaha Kuasa membimbing Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengam-bil keputusanyang adil bagi Masyarakat Adat, seluruh anggota DPR RI dan Pres-iden RI untuk segera mensahkan dan menyetujui RUU PPHMA sesuai usulan AMAN menjadi UU di tahun 2013 ini. Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata” Hidup Masyarakat Adat! Hidup AMAN!

Abdon NababanSekjen AMAN

PEREMPUAN AMAN menyajikan Kuliner Nusantara saat Aksi damai HKMAN 14 di Bundaran Hotel Indonesia

Page 12: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

12mei 2013

laporan utama

Tanggal 17 Maret kemudian dimaknai oleh Masyarakat adat seba-gai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara serta terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Seir-ing bergulirnya perjalanan waktu, pada usia AMAN ke-14 ini ada banyak peris-tiwa dan catatan Masyarakat adat dalam perjuangannya untuk meraih pengakuan hak-hak yang diwariskan oleh leluhurnya. Cahaya dan harapan mulai menyinari Masyarakat adat, namun Masyarakat Adat masih menunggu dan harus tetap mem-perjuangkan harapan itu. AMAN berterima kasih kepada DPR RI yang sedang menggodok RUU Masyarakat Adat yang merupakan man-dat dari UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2. AMAN juga berterima kasih ke-pada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam negara Indonesia. Namun, AMAN juga mencatat eskalasi konflik agraria dan pelangga-ran HAM masih sangat tinggi, bahkan cenderung makin marak pada tahun 2013 ini. Dalam enam bulan terakhir ini saja

Siaran PerS

Peringatan HKMAN dan 14 Tahun AMAN“Segera Sahkan RUU

Masyarakat Adat”

T epat tanggal 17 Maret tahun 1999, lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai

AMAN mencatat ada 218 orang anggota komunitas. Sebagian besar diantaranya sudah dibebaskan atau tahanan luar. Se-mentara sekitar 10% lagi masih dalam proses Kepolisian atau ditahan dan sele-bihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian. AMAN memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial akan semakin meningkat setahun ke depan. Hal ini seiring dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014 dimana ijin-ijin dan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk men-dapatkan uang segar demi membiayai pemenangan jabatan-jabatan politik saat Pemilu maupun Pilpres. Di tengah-tengah meningkatnya konflik agraria dan pelanggaran HAM ini, AMAN menyesalkan konflik internal yang terjadi di KOMNAS HAM. AMAN me-mandang konflik ini sebagai upaya untuk melemahkan lembaga yang seharusnya menjadi harapan sebagai ujung tombak penegakan HAM di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dan KOMNAS HAM perlu segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk segera menyelesaikan konflik internal tersebut demi tegaknya pemenuhan HAM di Indonesia. AMAN menyerukan percepatan pemetaan wilayah adat dan pemulihan kekuatan hukum dan peradilan adat! Masyarakat Adat mengembalikan musya-warah adat sebagai lembaga pengambi-lan keputusan bersama yang tertinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga

adat. Terkait dengan Pemilu dan Pil-pres 2014, Kongres dan Rakernas AMAN menyatakan bahwa Masyarakat Adat akan memilih partai politik yang su-dah jelas mendukung pengesahan RUU PPHMA menjadi UU. Masyarakat Adat sudah sepakat bahwa pada Pemilu dan Pilpres 2014, setiap suara yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak boleh men-dukung, apalagi memilih calon legisla-tor, calon presiden yang maju dari par-tai yang tidak mendukung pengesahan RUU Masyarakat adat. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, akan menjadi ca-haya besar yang menuntun kehidupan paling sedikit 30 juta Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya. Undang-Undang Masyarakat Adat akan menjadi cahaya terang yang menuntun langkah 70 juta Masyarakat adat Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai berkeadilan, sejahtera dan mengakhiri 68 tahun kemerdekaan yang tertunda dan menjadi warga ne-gara Indonesia sepenuhnya.

Jakarta, 17 Maret 2013 Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

Kontak Person : Abdon Nababan (Sekjend AMAN)HP: 081 111 136 5

Aksi damai HKMAN 14 di Bundaran Hotel Indonesia

penjuru Nusantara berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyeru-kan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Seruan tersebut adalah wujud per-lawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM serius yang terus terjadi.

Page 13: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

13mei 2013

laporan utama

ami mengucapkan terima kasih kepada Badan Pengurus Harian AMAN Ka-

Pernyataan Sikap AMANRapat Kerja Nasional Ke-III

AdiL KA tALino, BACURA Min KA’ sARUgA, BAsengAt KA’ jUBAtAPada tanggal 19-24 Februari 2013, telah dilakukan Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (RAKERNAS AMAN), yang dihadiri oleh 300 peserta yang terdiri dari unsur Pengurus Besar, 20 Pengurus Wilayah, dan 83 Pengurus Daerah.

Klimantan Tengah dan Pengurus Daerah AMAN Gunung Mas, dan secara khusus ke-pada Pemerintah Kabupaten Gunung Mas yang telah membantu kelancaran proses RAKERNAS III AMAN. Kami juga mengu-capkan terimakasih kepada Masyarakat Adat di Kalimantan Tengah, khususnya Masyarakat Adat Tumbang Malahoi, Ka-bupaten Gunung Mas yang telah meny-ambut seluruh peserta dan menyediakan wilayah adatnya sebagai tempat berlang-sungnya RAKERNAS III AMAN. Kami mencatat bahwa telah ada beberapa perubahan kebijakan dan hukum yang memperkuat posisi dan peran masyarakat adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diantaranya

adalah Undang-Undang (UU) No. 27 ta-hun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pu-lau Kecil, yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat secara tegas dan UU No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Per-lindungan Lingkungan Hidup. Selain itu Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI sedang membahas RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. Mahkamah Konstitusi juga telah melak-sanakan persidangan untuk memeriksa permohonan perubahan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutan-an yang diajukkan oleh masyarakat adat dan sedang menunggu putusan-nya. Di tingkat daerah, perkembangan positif ditunjukkan oleh Kabupaten Malinau dengan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) No. 10 tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak

Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau. Kerjasama antara AMAN dengan beberapa lembaga negara dapat pula dipahami sebagai bagian dari perkembangan positif tersebut. Kerjasama AMAN dengan Komnas HAM misalnya berupaya mendorong reformasi hukum untuk penegakan HAM masyarakat adat. Sementara salah satu sasaran dari kerjasama dengan Kemen-trian Lingkungan Hidup adalah untuk mengidentifikasi kearifan-kearifan local dalam pengelolaan lingkungan hidup. dengan Badan Pertanahan Nasional, sasaran dari kerjasama yang dilakukan adalah untuk merancang prosedur hu-kum dalam rangka pendaftaran tanah dan wilayah adat serta penyelesaian konflik pertanahan. Kerjasama terbaru dilakukan dengan Unit Kerja Presiden untuk Pemantauan dan Pengendalian

Sekjen AMAN, Ketua DAMANNAS dan Seluruh peserta RAKERNAS AMAN ke III menyambut Bupati Gunung Mas

Page 14: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

14mei 2013

laporan utama

Pembangunan (UKP4). Salah satu hasil dari kerja sama itu adalah UKP4 mem-fasilitasi penerimaan peta wilayah adat oleh Badan Informasi Geospasial/BIG pada November 2012 yang lalu. Ker-jasama dengan UKP4 ini merupakan sebuah terobosan yang dilakukan untuk memasukkan peta wilayah adat dalam One Map Policy Indonesia, yang dalam jangka panjang bisa digunakan sebagai acuan pemerintah dalam kebijakan-ke-bijakan terkait kehutanan dan pertana-han di masa yang akan datang. Meskipun demikian, Pemerin-tah Indonesia masih belum menunjuk-kan upaya yang kuat dalam perbaikan tata kehutanan di Indonesia. Implemen-tasi dari STRANAS REDD+ masih sangat lemah karena tidak disertai dengan adanya kelembagaan yang kuat. Mora-torium pemberian ijin konsesi di atas kawasan hutan juga sangat lemah ka-rena hanya diatur melalui Instruksi Presiden No. 10 tahun 2011. Mengatasi persoalan yang sudah mengakar dalam tata kelola kehutanan seharusnya di-lakukan dengan upaya yang lebih kuat, baik melalui peraturan yang lebih tinggi maupun kelembagaan yang lebih kuat dan permanen. Selain itu, kebijakan pemer-intah yang masih bertumpu pada ek-sploitasi sumber daya alam yang akan berdampak serius terhadap masyarakat adat. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah salah satu contohnya. Dengan MP3EI, pemerintah

membagi-bagi wilayah Indonesia kedalam zona-zona ekonomi tanpa mempertim-bangkan keberlangsungan ekosistem dan keberadaan masyarakat adat. MP3EI juga masih bertumpu pada investasi skala besar yang hanya akan menguntungkan segelintir pemilik modal. Kami juga mencatat beberapa peristiwa yang kontra produktif dengan upaya-upaya yang telah dan sedang di-lakukan. Di lapangan, tindakan-tindakan diskriminasi, intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat masih terus terjadi. Konflik yang masih berlangsung diantaranya adalah: kasus pertambangan yang melibatkan Masyarakat Adat Karon-sie di Dongi, LuwuUtara dengan PT. INCO/PT.Vale, Masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Rensury di Sum-bawa, NTB dengan PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT), Masyarakat Adat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kalimantan Timur dengan PT. Borneo Surya Mining Jaya, Kasus Perkebunan yang melibatkan Masyarakat Adat Pandumaan dan Sip-ituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari, konflik Masyarakat Adat di Musi Banyu-asin melawan puluhan perusahaan perke-bunan, kasus taman nasional antara Masyarakat Adat Pekasa di Sumbawa dengan Pemerintah Propinsi Nusa Teng-gara Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa, dan kasus yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap penganut kepercayaan/agama leluhur nusantara, misalnya Kaharingan di komunitas adat Dayak Meratus dan banyak komuni-tas Dayak di Kalimantan Tengah, serta

kepercayaan Sunda Wiwitan yang dianut Masyarakat Adat Baduy. Proses-proses pembuatan ke-bijakan public masih jauh dari harapan masyarakat termasuk masyarakat adat. Indonesia saat ini sedang bersiap-siap menyongsong pergantian penyeleng-gara negara yang akan terjadi pada tahun 2014. Sedang terjadi proses mobilisasi kekuatan politik dan ekonomi diantara para elit politik Indonesia. Masyarakat adat dihadapkan dengan situasi dimana tidak ada sistim politik yang memung-kinkan masyarakat adat terlibatsecara penuh dalam pengambilan keputusan khususnya yang menyangkut keberadaan masyarakat adat. Situasi demikian menunjukkan bahwa negara, c.q pemerintah bersikap mendua terhadap masyarakat adat. Di satu sisi, menunjukkan respons positif terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat adat melalui beberapa kebijakan, tetapi di sisi lain pemerintah masih melanggeng-kan kekerasan dan diskriminasi terha-dap masyarakat adat. Kami berpandan-gan bahwa situasi demikian hanya akan menghalangi usaha bersama untuk mem-bangun bangsa yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.

Oleh sebab itu, kami, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara :1. Mendesak Pemerintah Indone-

sia untuk segera mensahkan Rancangan Undang-Undang ten-tang Pengakuan dan Perlindun-gan Hak-Hak Masyarakat Adat

Ketua DAMANNAS, Gubernur Kalimantan Tengah dan Sekjen AMAN

Page 15: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

15mei 2013

laporan utama

(PPHMA), yang sesuai dengan ke-inginan MasyarakatAdat;

2. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau ulang kebijakan tentang MP3EI dan memperkuat ekonomi berbasis komunitas;

3. Mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan putusan ter-hadap permohonan Uji Materill atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh AMAN;

4. Mendesak Pemerintah untuk menghentikan diskriminasi ter-hadap penganut kepercayaan/agama leluhur nusantara dan segera membuat kebijakan yang mengakui penganut kepercayaan/agama leluhur nusantara;

5. Mendesak Pemerintah Indone-sia untuk segera menghentikan kekerasan dan membuat lang-kah-langkah yang kongkrit untuk menyelesaikan konflik-konflik terkait tanah, wilayah dan sum-berdaya alam di wilayah-wilayah Masyarakat Adat;

6. Mendesak pemerintah untuk mencabut Hak Guna Usaha (HGU), HPH dan ijin tambang di ber-bagai wilayah adat di nusantara yang melanggar hak dan terus melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat, serta mendesak pemerintah untuk menindak atau menghukum perusahaan-peru-sahaan yang masih beroperasi di lapangan meskipun ijinnya sudah dicabut.

7. Mendesak Presiden untuk mem-bentuk kelembagaan yang kuat di bawah presiden yang mampu mengatasi sektoralisme dalam implementasi STRANAS REDD+;

8. Mendesak Presiden untuk mem-pertahankan kebijakan tentang moratorium pemberian ijin kons-esi di atas kawasan hutan dengan memperkuat instrument hokum tentang moratorium dan memper-panjang masaberlakunya. Selain itu, kami jugamendesak agar di-lakukan evaluasi terhadap mora-torium yang sudah berjalan.

9. Mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Instruksi Presiden tentang inventarisasi dan admin-istrasi wilayah-wilayah adat;

10. Mendesak partai-partai politik untuk mendukung dan mengin-struksikan kepada anggota DPR-RI untuk memastikan pengesahan RUU PPHMA pada pertengahan tahun 2013. Terkait dengan hal ini, kami telah bersepakat untuk tidak memilih partai politik yang tidak mendukung pengesahan RUU tersebut.

11. Mendesak Presiden untuk menge-luarkan isntruksi kepada Polda, Korem dan Kodim dan Kodam un-tuk menghapuskan sigma separa-tisme OPM di Papua karena terus memicu kekerasan di Papua.

12. Mendorong penyelesaian konflik internal antara komunitas adat dengan komunitas lainnya yang diakibatkan oleh misalnya exo-dus, atau persoalan lainnya yang menyebabkan terjadinya konflik horizontal yang diselesaikan ber-dasarkan kearifan masyarakat adat dan dapat melibatkan pemer-intah.

Kami mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk memperhatikan hal-hal tersebut di atas dan segera mengambil langkah-langkah positif untuk memasti-kan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Kami siap bekerjasama untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.

Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas

Kalimantan TengahTertanggal ; 23 Februari 2013

Page 16: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

16mei 2013

laporan utama

ambit Bintih, Bu-pati Gunung Mas, m e n y a m p a i k a n sambutan menarik

Bupati Gunung MasMenyikapi Gagasan Indonesia Baru

Hsaat membuka RAKERNAS AMAN KE-III di Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas Februari lalu. Apa kendala yang di-hadapinya sebagai seorang Bupati dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD)? Ada pernyataan jujur sebagai repre-sentasi seorang pejabat bupati mau-pun pemangku adat paska penetapan dan pelaksanaan Perda Propinsi oleh Gubernur Kalimantan-Tengah Teras Narang, saat membuka Rakernas AMAN di Tumbang Malahoi Februari 2013 lalu. Hambit Bintih menjelas-kan, “Walaupun di Kalimantan Tengah secara khusus telah disampaikan oleh Majelis Adat Dayak Nasional, Presidennya Bapak Agustin Teras Narang yang juga ada-lah pejabat Gubernur Kalimantan Tengah, mengapa Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) ini pemimpinnya disebut presiden? Setelah kami lakukan kunjungan ke Kuching dan Kinabalu pada tahun 2008 yang lalu, dimana masyarakat adat Dayak di sana punya presiden, kemudian melahirkan gagasan itu. Makanya di Kalimantan Tengah sendiri, secara khusus Pulau Kalimantan, kita bentuk Presiden Adat Dayak Nasional. Saya juga adalah Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Gunung Mas yang membawahi para Damang dan para Mantir Adat”. Ke-depan Ini menjadi tan-tangan kita bersama dan saya menya-dari betul, kita memang perlu berjuang, kita membutuhkan kekompakan. Terus terang pemerintah selama ini memang beranggapan sedikit saja berbau LSM adalah sesuatu yang berbahaya. Ini yang tidak gampang, seharusnya LSM menjadi mitra. Makanya saya di sini dengan Pak Teras Narang sering ber-bicara bagaimana MADN-DAD Propinsi ini menjadi semi pemerintah, supaya nyambung. Kalo benar-benar sudah

mandiri baru kita lepaskan. Ini dulu per-soalan kita dan duduk bersama mengatur semuanya, karena kita juga termasuk bagian dari masyarakat adat. Jadi di Kalimantan-Tengah ini, memang seluruh struktur DAD-nya sudah jelas. Mulai dari presiden-nya, ketua-ketua, Demang dan para Mantir adat. Para camat adalah Ketua DAD ting-kat kecamatan, sementara kepala desa itu dipercaya selaku Ketua DAD untuk ting-kat desa. Pada setiap desa di Kabupaten Gunung Mas ada 3 Mantir adat. Mantir adat ini dikoordinir oleh masing-masing Demang yang ada di tingkat kecamatan. “Menurut hemat saya seluruh pemimpin Indonesia, hampir 90% asalnya dari masyarakat adat. Cuma persoalan-nya setelah dia masuk dalam sitem, dia lupa dari mana dia lahir, dari mana dia be-rada. Itu persoalannya. Sistem yang mem-buat kita lupa akar dan budaya., sehingga banyak persoalan-persoalan baru mun-

cul, sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Sekjen (Sekjen AMAN-red). Saya mengerti betul dan ini juga yang disu-arakan oleh kita semua, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara pada hari ini.

IndonesIa Baru Oleh karena itu kita ber-harap dalam Rakernas seperti ini ada sesuatu yang nyata, saya sependapat terhadap apa yang katakan oleh utusan Kementerian Lingkungan Hidup. Apa yang bisa kita laksanakan, bisa kita imple-mentasikan dan kita tidak perlu muluk- muluk,” papar Bupati Gunung Mas itu lebih lanjut. “Tahapan pertamanya dulu, ada tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka menengah, bahkan ke depan bagaimana yang kita katakan,’Indonesia baru itu?’. Ini yang perlu dirumuskan betul-betul dan tentunya harus bersinergi satu dengan yang lainnya. Jadi saya terus terang, kalau kita hanya murni barisan oposisi, lama- lama apa yang dikatakan Pak Sekjen, kapan kita menangnya? Itu yang selalu dialami sekarang, lebih banyak kalahnya dari pada menangnya. Namun satu hal yang saya tangkap paling tidak melalui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, bisa selalu mengingatkan. Ini harus jelas, jangan kita hanya bisa melarang tapi kita

Menurut hemat saya seluruh pemimpin Indonesia, hampir 90%

asalnya dari masyarakat adat.

Cuma persoalannya setelah dia masuk dalam sistem, dia lupa dari mana dia

LAHIR

Bupati Gunung Mas

Page 17: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

17mei 2013

laporan utama

tidak bisa memberikan satu kontribusi buat mereka.Lebih lanjut, Bupati Gunung Mas ini me-nyoroti betapa pentingnya anggaran dalam merealisasikan gagasan peruba-han. Tanpa anggaran yang kuat, sehe-bat apapun mimpi kita, sehebat apapun cita-cita, kita tidak bisa berbuat apa-apa, hanya teriak dan teriak yang akhirnya ter-pinggirkan. Sehebat apapun kader orang dari AMAN atau Dewan Adat Dayak kalau tidak didukung anggaran pembiayaan yang kuat, minggir anda. Ini persoalan kita, makanya ini yang kita perjuangkan. Sebagai contohnya dari Kementerian Lingkungan Hidup sendiri, Kalimantan Tengah ini kan pilot projek persoalan lingkungan, REDD plus ka-tanya. Tapi mana uangnya? Dikemana-kan? Semua tidak jelas, menjelaskan ke masyarakat adat juga tidak jelas. Katanya ada sekian trilyun, mana buktinya? Habis untuk kita rapatkah?, habis untuk kita seminarkah?. Sementara berkaitan dengan persoalan kelestarian lingkungan hidup, Bupati menjelaskan bahwa di samp-ing tidak adanya transparansi dalam persoalan REDD+, ada semacam tudin-gan kepada masyarakat adat yang me-miliki kebiasaan menjalankan sistem perladangan gilir balik sebagai penyebab

kerusakan lingkungan. Ini adalah kekeliru-an pihak pemerintah dalam menafsirkan kehidupan masyarakat adat. Sehingga ketika masyarakat adat menebang kayu tanpa ijin pemerintah, masyarakat lang-sung dianggap bersalah dan masuk penjara. Lebih lanjut dikatakan bahwa

persoalannya, adakah kontribusi dari pemerintah untuk masyarakat adat, yang kebiasaannya berladang untuk hidup itu?,” tanya Bupati Gunung Mas menyikapi gagasan Indonesia baru yang juga ramai dibicarakan saat di-alog Umum di Gedung Tambun Bungai, Palangka Raya.//*****

Sekjen AMAN menyambut Bupati Gunung Mas pada RAKERNAS AMAN Ke-III di Tumbang Malahoi

Seluruh peserta RAKERNAS AMAN III berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya

Page 18: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

18mei 2013

laporan utama

umah betang telah masuk heritage, benda cagar budaya, karena jumlah kini

Tumbang Malahoi/ Gunung Mas Kal-Teng 22 Feb 2013

Saat terang tanah di Tumbang Malahoi dan matahari memulai memancarkan sinar kehangatannya, kita akan terpukau memandang rumah membentang panjang di atas tanah. Berbahan utama kayu ulin, berdiri kokoh pun memiliki jendela yang cukup banyak, sehingga sirkulasi udara serta hangatnya cahaya matahari khathulistiwa memancar ikut masuk. Itu kesan pertama jika kita mengamati salah satu Betang bernama “Betang Toyoi” Desa Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan-Tengah.

Rlangka. Saat memasuki Rumah Betang, kita akan melewati beberapa anak tang-ga lalu kita akan melihat ruang khas yang terdiri dari satu ruang keluarga, 2 dapur dan 10 kamar. Konstruksi dan ruang ini tak akan kita saksikan, dalam konstruksi rumah modern. Rumah Betang merupakan rumah adat khas Kalimantan yang ter-dapat di berbagai penjuru Kalimantan. Utamanya di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai jadi jalur

transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari, seperti pergi bek-erja ke ladang. Ladang suku Dayak bi-asanya jauh dari pemukiman penduduk, atau saat melakukan aktifitas perda-gangan. Bentuk dan ukuran rumah Be-tang bervariasi di berbagai wilayah Ka-limantan. Rumah Betang Toyoi ini cukup panjang, mencapai 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Be-tang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari permukaan tanah. Tinggi bangunan rumah Betang masuk dalam perhitungan untuk menghindari jika ban-

jir datang pada musim penghujan yang sering mengancam daerah hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memi-liki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Se-tiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman pen-duduk. “rumah ini berdiri sejak abad 18 oleh ayahnya ibu saya (kakek), Toyoi, dulu di rumah ini ada 30 kepala keluarga, tapi sekarang ada 20 kepala keluarga, oleh ka-rena itu dapurnya ada dua” tutur Animar , biasanya dipanggil Indo Boni (Mama Boni) yang menyambut baik saat ditemui pagi (22/2) lalu. Indo Boni yang dilahikan pada tahun 1956 kemudian menunjukan foto sang kakek "Toyoi" dan silsilah keluarga. Pemandangan menarik, di atap rumah betang, kita akan lihat ada 3 kepala kerbau bekas upacara tiwah

rumah BeTang Bagi Keluarga BeSar DayaK

buDaya

Page 19: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

19mei 2013

laporan utama

(kematian) dari leluhur penghuni sebel-umnya. Pada masa itu Agama Kaharingan masih melekat pada budaya suku Dayak. Di pekarangan Rumah Betang Toyoi kita melihat juga Sangkun atau tempat tulang belulang leluhur mereka. Dibawahnya terdapat tulang belulang kerbau dan disampingnya terdapat wujud patung leluhur yang tulang belulangnya dikubur-kan di sana. Lebih dari sekedar bangu-nan untuk tempat tinggal Suku Dayak, rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Pada masa lalu Betang merupakan cermin kebersa-maan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini se-tiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Menyang-kut keamanan bersama, baik dari gang-guan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah kebersamaan (komunal-isme) antara para warga yang menghun-inya, terlepas dari perbedaan-perbedaan

yang mereka miliki. Dari sini kita meng-etahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, aga-ma ataupun latar belakang sosial. Rumah Betang sebagai hunian orang Dayak berangsur-angsur meng-hilang, kalaupun masih bisa ditemukan penghuninya tidak lagi menjadikannya sebagai rumah utama, tempat keluarga bernaung, tumbuh dan berbagi cerita bersama komunitas. Rumah Betang kini tinggal jadi kenangan bagi sebagian be-sar orang Dayak. Di beberapa tempat yang ter-pencar, rumah Betang dipertahankan se-bagai tempat bagi para wisatawan. Sebut saja, misalnya di Palangka Raya terdapat sebuah rumah Betang yang dibangun pada tahun 1990-an, tetapi lebih terlihat sebagai monumen yang tidak dihuni. Se-lain itu, menurut masyarakat adat Dayak, di daerah Kahayan ada pula rumah Be-tang Danang Batu dan di Katingan, Betang besar yang baru dibuat tahun 2002 dan 2005, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah terpukau saat berkun-jung ke Kalimantan melihat keindahahan dan nilai tradisi Dayak yang melekat pada Rumah Betang. Sementara itu ada

informasi dalam sambutannya Bupati Gunung Mas mengumumkan bahwa akan ada pertemuan seluruh suku Dayak se-Kalimatan pada tanggal 2 s/d 5 Juli tahun 2013 di Betang Tumbang Anoi, Kahayan hulu. Generasi muda orang Dayak sekarang memang tidak lagi hidup dan dibesarkan di rumah Betang. Rumah Betang konon hanya bisa ditemukan di pelosok pedalaman Kalimantan tanpa mengetahui persis lokasinya. Informasi tersebut tentu saja mengisyaratkan bahwa rumah Betang hanya tinggal cerita dari tradisi yang beraso-siasi dengan keterbelakangan dan ketertinggalan oleh gaya hidup mod-ern. Dan sekarang, dalam menghadapi kehidupan modern yang sangat indi-vidualis, mendahulukan kepentingan pribadi, materi dan penuh kemunafikan. Masihkah budaya kebersamaan dan ar-sitektur Betang menjadi tatanan hidup bersama di Kalimantan? atau budaya ini ikut menghilang seiring menghilangnya bangunan Betang di Kalimantan. Semo-ga generasi muda Dayak makin cinta serta gencar membangun budaya beri-kut rumah Betang-nya.//***** (RSA).

rumah BeTang Bagi Keluarga BeSar DayaK

buDaya

Page 20: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

20mei 2013

laporan utama

PAntUn eLizA KissyA

“LingKUngAn”

Di Maluku banyak kelapaJalannya padat banyak tikungan Biar orang mau bilang apa Kewang Haruku penyelamat lingkungan

Hewan ini namanya Angsa Sangatlah banyak di Kepulauan Aru Ditengah pesatnya kemajuan bangsa Beginilah nasip penerima kalpataru

Di Maluku banyak Bengkudu Kalau nyamuk pakai autan Jangan hanya sembarang nuduh Kami bukan perambah hutan Sekarang hari sudahlah malam Singgah dulu di Sanana Manfaatkan dulu sumberdaya alam Secara arif dan bijaksana Kami mohon berikan dukungan

Bagi kewang di Maluku Mau belajar tentang lingkungan Datang saja di Haruku

Bekal kami hanya ketupat Sebagai relawan kami diberangkatkan Beginilah nasib masyarakat adat Pahlawan lingkungan yang terlupakan Langkahi dulu beta pung mayat Kalau mau merusak lingkungan Dengan berbekal sekolah rakyat Beta jadi penyelamat lingkungan

Kalau mau menanam nangka Tanam saja didalam tanah Beta juga seng pernah sangkaSasi terkenal dimana-mana

Lebih baik menanam palamJangan menanam kacang tanah Karena berjuang selamatkan alam Beta diberi satya lencana Berita ini kedengarannya lucu Orang kampung naik taksi Karna cinta anak dan cucu Masyarakat adat membuat aksi

Papaceda kayu sa ikaTaruh akang diatas tanah Pertahankan Bineka Tunggal Ika Karna indonesia penuh warna

Buah ini buah markisa Ditanam orang di Aman Hatu Biar su lama katong terpisah Hari ini katong bersatu Beta ini sakit cikunguya Beta berjalan berhati-hati Tanah adat katong yang punya Katong berjuang sampai mati

Tanah ini sangatlah subur Lebih baik ditanam kapok Tanah kami peninggalan leluhur Jangan anda sembarang rampok

Beta berangkat ke Sanana Mama lepas deng marah-marah Kalau anda merampas tanah Sejengkal tanah adalah darah Beta jalan bersama mami Katong dua naik pedatiKalo seng dengar suara kami Kami berjuang sampai mati

Kalau mau pelihara angsa

Lebih baik pelihara kancil Ditengah pesatnya kemajuan bangsa Beginilah nasib rakyat kecil

Kalau bakar ikan belana Duduk makan sambil bersantai Sudah tersiar dimana-mana Masyarakat adat selalu dibantaiLaju-laju perahu laju Laju-laju menuju sero Kalau ingin daerah maju Mari belajar di Tobelo

Dari Tobelo ke Makasar Beta tinggal di Pak Isjaya Biar diperlakukan secara kasar Masyarakat adat tetap berjaya

Mari duduk didalam taman Duduk bersama paman kulabanMau ingin tahu sekjen nya AMAN Beliau adalah Abdon Nababan

Kami ini anak petani Leluhur kami diberi mandat Kalau bergabung dengan kami Janganlah anda jadi penghianat

Bunga ini sedang mekar Kami ambil dari taman mini Kami ini pengurus besar Tugas kami sampai disini

Cip-cip ikan belana Kupu-kupu diujung bulu Kita ini yang punya tanah Kalau masuk permisi dulu Kalau mau hidup yang mewah Berangkat saja ke Malaysia Maluku juga sangat istimewa Bagi bangsa Indonesia

Katong semua pekerja kasar Katong pung kampong terpencil Kalau su jadi orang besar Jangan lupa rakyat kecil

Pergi sekolah naik bis kota Guru kelasku pak Hartono Sudah merantau ke luar kota Kearifan lokal dianggap kuno

Eliza Kissya

buDaya

Page 21: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

21mei 2013

laporan utama

Orang besar merebut kursi Ada lagi merebut singgasana Kalau bapak-bapak sudah dikursi Jangan lupa rakyat di tanah

Sangat ramai kota jakarta Kalau berjalan berhati-hati Walaupun terpisah jauh dimata Tapi selalu ada dihati

Semua orang sudah mengakui Besarnya manfaat kayu gaharu Nama aslinya negeri Haru-UkuiArtinya ujung Pohon Waru Di rantau orang beta gelisah Kalau inga mama deng papa Karna su lama katong terpisah Apa tempo mau baku dapa

Kalau ada nasi di panci Taruh akan di para-para Inga-inga mama pun janji Kalau makan inga saudara

Merantau jauh ke kota Lampung Waktu pulang membawa kain Sungguh indah hidup dikampung Katong lain bantu yang lain

Beta ini anak Negeri Hila Katong semua sudah nanaku Sau reka-reka deng bambu gila Tarian asli dari Maluku

Negeri haruku di pulau Haruku Negeri Noloth di pulau Saparua Ikatan pela su dari dulu Dari masa orang tua-tua

Nusa ina Pulau Ibu Katong semua dari sana Walaupun beta berjalan perdidu Beta selalu inga anak-anak

Beta ini penunggang kuda Beta senang sekali berdansa Kalau kamu sebagai pemuda Jadilah tulang punggung bangsa

Kalau mau menyeberang jurang Katong harus berhati-hati Jangan karna beta ini kurang Lalu ale lupa beta di hati

Kalau mau ingin berdansa Lebih baik bermain pimpong Kalau mau membangun bangsa Bangunlah dulu dari kampung

Eliza KissyaKewang Negeri Haruku (Pemangku Adat) peraih penghargaan Kalpataru (1985), Satya Lencana (1999), Coastal

Award (2010) dan “Reka Utama Anindha” dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2012.

HARUSKAH !!.......

TURUN TEMURUN SUDAH PEREMPUAN ADAT TIDAK DIANGGAPTURUN TEMURUN SUDAH PEREMPUAN ADAT DIANGGAP LEMAH

TURUN TEMURUN SUDAH PEREMPUAN ADAT DIANGGAP SAMPAHYANG HABIS MANIS, SEPAH DI BUANG

BODOH, LEMAH, DIKUCILKAN?SAMPAI KAPAN KAMI MENDAPATKAN DISKRIMINASI BERLAPIS?

APA HANYA KARENA KAMI MASYARAKAT ADAT?TERLEBIH – LEBIH KAMI PEREMPUAN ADAT....

DAPUR.......SUMUR......KASUR.......HARUSKAH??? HARUSKAH KATA – KATA ITU KAMI SANDANG

SAMPAI AKHIR HAYAT KAMI?......

KAMI INGIN BELAJAR, KAMI INGIN ,MAJU...DAN KAMI INGN BANGKIT....TAPI KAMI DI KEKANG!!!!!

KAPAN???????KAPAN KAMI DIBERI KESEMPATAN...

CUKUP!!!!!!MARI KITA SATUKAN TEKAD!

PEREMPUAN JUGA PUNYA HAK!!TAKKAN ADA SATUPUN YANG B ISA MEMATAHKAN

ASA KAMI PEREMPUAN ADAT SE-NUSANTARA..

KELAK KAMI AKAN MEWUJUDKAN KEMANDIRIANKEDAULATAN, DAN KEHIDUPAN YANG BERMARTABAT

SEBAGAI BAGIAN DARI MASYARAKAT ADAT.

[ROMBA’ MARANNU SOMBOLINGGI’ELY ERTI

SALMINARTIMARTIA SUEL

KHAIRINA ARIEF]

INDONESIAKU...

350 ABAT TELAH BERLALU350 ABAD....!!!

BANGSAKU MELANGKAH MAJUTERPECAH BELAH OLEH PENJAJAHTERJERAT JIWA KARENA TERPAKSA

KINI BANGSAKUCERIKKAN MATAMU

BANGKIT KEDEPAN MENATAP MASA DEPANHAI PEREMPUAN ADATKU....

ERATKAN TANGAN MELANGKAHKEDEPAN DAN KEMBALIKAN

KEASRIAN INDONESIAKU.

OLEH : PIRMA DAN DIAN

KONDISI REALITA YANG DI HADAPI HINGGA SAAT INI PADA SAAT DEMONSTRAN TURUN MENUNTUT HAK, ATAU BERHADAPAN DENGAN INVESTOR,SERTA PEMERIN-

TAH KEBANYAKAN MEREKA SELALU PERGI MENINGGALKAN KANTOR ATAU RUANGAN DAN HANYA MENGUTUS PREMAN ATAU AJUDAN DAN STAFFNYA, DAN BAGAIMANA

HAL TERSEBUT BISA MENJADI SIASAT BAGI PARA DEMONSTRAN TERUTAMA PEREM-PUAN ADAT BISA MASUK KEDALAM RUANGAN UNTUK BERNEGOSIASI DENGAN PIHAK

YANG DI DEMO.

+++++++++++++++++++++++++

TEMEDAK POHONNYA RIMBUN..BANYAKLAH BUNGA RAFLESIA

KITA PEREMPUAN ADAT JANGAN TERKUNGKUNGBANYAK PERJUANGAN MENNATI KITA.

KALAU SUDAH MENUAI PADITOLONGLAH JERAMI KUMPULKAN JUGA

WAHAI PEREMPUAN ADAT JANGAN MENUTUP DIRIMARI BERSAMA MEMPERJUANGKAN HAK, UNTUK DIAKUI NEGARA.

[ROMBA’ MARANNU SOMBOLINGGI’, ELY ERTI,MARTIA SUEL,KHAIRINA ARIEF,SALMINARTI]

PEREMPUAN AMAN

buDaya

Page 22: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

22mei 2013

Kita masih ingat pada tanggal 21/ 10/ tahun 2010 lalu, di Istana Bogor, dalam acara puncak perayaan 50 tahun Agraria Nasional, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan pada Badan Pertanahan Nasional segera bekerja menyelesaikan konflik-konflik agraria. “Manakala secara hukum sudah ditetapkan statusnya, jalankan! Saya terima banyak SMS sesuatu yang telah berketetapan hukum tapi tidak bisa djalankan. Kalau ada masalah, jelaskan kenapa tidak bisa dieksekusi putusan yang telah inkrah itu?. Ini harus jadi pedoman, yang sudah diputus dan inkrah harus dijalankan. Kalau masih ada proses, beri penjelasan,” kata SBY waktu itu

ebih lanjut Presiden SBY mengharapkan peran BPN, L

khususnya dalam mengatasi sengketa pertanahan yang melibatkan banyak pihak, salah satunya adalah penegakan hukum dan komunitas adat dengan mak-simal, mengatasi serta mencari solusi. Presiden juga meminta jajaran BPN untuk mendengarkan kritik dan harapan masyarakat terhadap per-soalan tanah. “Bagi anggota BPN yang masih melakukan tindakan keliru, kelalaian atau penyimpangan dan mencemarkan nama baik BPN negara, saya harap bisa diberi-kan sanksi dan tindakan jelas. Jangan sampai karena nila seititik, rusak susu sebelanga,” kata SBY berpantun menutup

sambutannya. Tapi apa lacur hendak dikata, Ketua BPN Joyo Winoto kemudian diganti oleh Agung Hendarman Supandji man-tan Jaksa Agung , yang resmi dilantik menjabat Ketua BPN sejak tanggal 15/ 6 / tahun 2012. Konflik agraria struktural. Pada akhir tahun 2011 hingga 2013, masyarakat dikejutkan oleh berbagai peristiwa konflik berdarah seperti di Mesuji, Lampung dan Sumatera Selatan, diikuti Sape, Bima, NTB kemudian Hardjo Kuncaran, Malang, Jatim, Langkat, Sumat-era Utara, Cinta Manis Ogan Ilir, Sumatera Selatan dan banyak lagi lainnya. . Dalam enam bulan tera-khir (Nov 2012-Maret 2013) Aliansi Masyarakata Adat Nusantara (AMAN) mencatat ada 203 orang anggota komunitas yang ditahan (Maluku Utara

- 49 orang; Pandumaan Sipituhuta - 31 orang; Maluku Tenggara Barat - 76 orang; Sumsel - 3 orang; Sulsel - 11 orang; Tana Luwu - 8 orang; Bengkulu - 8 orang; Kal-teng - 1 orang; Kal-sel- 5 orang; Kal-tim- 5 orang; Sulut - 4 orang; NTB - 1 Orang; Manggarai Timur - 1 orang). Awal Februari 2013 lalu, lebih dari 150-an orang dosen dan peneliti yang menamakan diri Forum Indone-sia untuk Keadilan Agraria (FIKA) ber-temu di Jakarta untuk menyampaikan keprihatinan mendalam dan kepedulian. Konflik agraria yang dimaksud oleh para dosen dan peneliti itu ada-lah konflik-konflik agraria struktural berupa pertentangan klaim yang ter-buka dan berkepanjangan mengenai yang berhak atas akses terhadap tanah, sumber daya alam (SDA), dan wilayah

kritik

Peran BPN Minim Dalam Penyelesaian Konflik-KonflikAgraria

Konflik Lahan di Sumatera Utara [Sumber photo @ Dokumen BPRPI

Page 23: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

23mei 2013

laporan utama

antara suatu kelompok rakyat pede-saan dengan badan usaha raksasa yang bergerak dalam bidang produksi, ek-straksi, konservasi, dan lainnya. Di dalam petisi agraria terse-but, para dosen dan peneliti mereko-mendasikan pemerintah untuk kem-bali pada amanat TAP MPR No IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pen-gelolaan SDA. Dua belas tahun TAP ini berlaku, namun Presiden SBY dan DPR belum menjalankan, atau malah me-lupakan mandat TAP IX dan arah pemba-ruan agraria dan pengelolaan SDA. Misalnya, bukannya men-jalankan kaji-ulang semua kebijakan yang tumpang tindih di bidang SDA, pemerintah justru menge-luarkan peraturan perundangan baru di bidang SDA, termasuk UU Mineral dan Batu Bara, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan, UU Pengadaan Tanah, dan sekarang sedang menyusun RUU Per-tanahan. BPN-Badan Pertana-han Nasional juga terus-menerus memperpanjang HGU baru untuk perusahaan-perusahaan perkebu-nan, dan menteri kehutanan terus mengeluarkan izin-izin HTI untuk perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan. Sementara itu, menteri ESDM dan pemerintah daerah tak ber-henti mengeluarkan izin untuk perusa-haan pertambangan. Pembaruan agraria dan pen-gelolaan SDA yang berkelanjutan men-jadi arah kebijakan TAP IX/ 2001 ini, jadi agenda yang terkatung-katung. Dengan tidak dilaksanakannya hal itu, kerusa-kan lingkungan makin menjadi, ketim-pangan penguasaan tanah dan SDA kian tajam, dan konflik agraria banyak mer-ebak di Nusantara. Dalam dokumentasi konflik agraria pada 22 propinsi, tujuh propinsi diantaranya memiliki konflik paling banyak, yakni Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalim-antan Tengah dan Sumatera Utara. Kalimantan Tengah, menjadi propinsi paling banyak dilanda konflik, 13 dari 14 kabupaten dan kota bermasalah klaim atas SDA dan agraria. Konflik merata. Sekitar 85 persen dari kasus di Kalimantan Tengah di sektor perke-bunan, 10 persen sektor kehutanan. Sisanya, konflik pertambangan dan kon-

flik lain. Menurut catatan HuMa, keempat Propinsi se-Kaliman-tan menyumbang 36 persen konflik di Indonesia. “Konflik-konflik di propinsi-propinsi lain di Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatera dan Jawa juga menunjukkan kondisi mencemaskan. (Outlook Konflik 2012 di Jakarta) Jumat ( 15/ 2/ 13). . Konflik di Sumatera hampir mirip dengan Kalimantan, berupa klaim komunitas lokal atau masyarakat adat dengan negara maupun perusahaan. “Dua pulau besar ini memiliki kawasan hutan luas dan menjadi wilayah ekspansi perkebunan sawit di Indonesia. Untuk konflik di Jawa, lebih banyak menyangkut sektor kehutanan. Gugatan masyarakat terhadap pen-guasaan wilayah oleh Perhutani masih deretan teratas. Konflik melibatkan Per-hutani hampir di seluruh wilayah kerja perusahaan pelat merah ini, seperti di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Data resmi Perhutani, men-unjukkan perusahaan ini menguasai kawasan hutan seluas 2,4 juta hektar. Ada sekitar 6.800 desa berkonflik batas den-gan kawasan Perhutani di Jawa.HuMa juga mengidentifikasi akar-akar konflik dari berbagai sektor. Untuk sektor perkebunan, meluas ditenga-rai sebagian besar terjadi di kawasan hutan. Hutan yang sebelumnya ditumbuhi pohon-pohon lebat dan banyak dikelola masyarakat, dalam satu dekade men-galami deforestasi amat parah. “Tingkat konversi hutan cukup tinggi di daerah di mana ekspansi sawit merajalela.” Laju investasi perkebunan sawit diduga memperkuat tekanan kebutu-han lahan, dan yang rentan dikorbankan kawasan hutan. Contoh, terjadi di Na-gari Rantau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, melibatkan PT. Anam Koto. Perusahaan ini, memegang hak guna usaha seluas 4,777 hektar, dulu diklaim wilayah hutan adat. Begitu juga di Kalimantan. Ekspansi perkebunan monokultur sep-erti sawit di tak ayal membuat luas hutan berkurang drastis. Perubahan sta-tus kawasan hutan melalui mekanisme pelepasan, tukar- menukar tak seimbang, maupun izin pinjam pakai marak ter-jadi dan cenderung kian tak terkendali. “Konflik klaim adat atas wilayah hutan melawan penunjukan sepihak negara,

makin runyam. Kasus ini belum tuntas, konflik bertambah antara masyarakat dengan perusahaan. Penyebab konflik ini, menurut HuMa, terkait kepentingan para pihak seperti pemerintah dinilai lebih mempri-oritaskan pemilik modal besar, keinginan mengembangkan komoditas tertentu seperti sawit, kapas transgenik, ekalip-tus, dan lain-lain. Lalu, konflik ruang tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan pemilik modal, juga pemilik modal den-gan pemilik modal lain, pola kerjasama tidak seimbang antara perusahaan den-gan petani dan penentuan pola ruang tidak partisipatif. Dari data HuMa, paling tidak ada 14 Propinsi memiliki konflik perkebunan mayoritas di Kalimantan dan Sumatera.Untuk sektor kehutanan, penyebab konflik mayoritas didominasi hak menguasai oleh negara secara sepihak pada tanah-tanah yang dikuasai komuni-tas lokal secara komunal. Politik penun-jukan tanah yang diklaim milik negara menyulut perlawanan hingga konflik ber-larut-larut. HuMa juga mencatat, kasus PT. Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Perusahaan TPL membabat Hutan Kemenyan (Tombak Haminjon) yang sudah dikuasai turun te-murun masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta, mengganti dengan pohon eu-caliptus. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tahun 2007 dan 2009, terdapat 31.957 desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam kawasan hutan. Kini desa-desa tersebut menunggu kejelasan status. Di banyak desa hampir keseluruhan wilayah administratif di kawasan hutan lind-ung atau konservasi. “Bila masyarakat mengambil kayu atau hasil hutan, berarti bisa dengan mudah dianggap tindakan ilegal.” Kebijakan sektoral tersebut lan-tas diperkuat oleh sektoralisme perun-dangan-undangan di bidang keagrariaan yang lain (Perkebunan, Pertambangan, Sumber Daya Air, Migas dll) tentu ber-implikasi pada sektoralisme peraturan di bawahnya yang berlangsung semakin kuat hingga kini. Sejumlah peraturan perundan-gan-undangan sektoral; UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Undang-undang No. 19 Tahun 2004 ten-

kritik

Page 24: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

24mei 2013

laporan utama

tang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang, UU No. 26 tahun 2006 Tentang Penataan Ruang, UU No. 18 tahun 2004 Tentang Perkebunan. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Undang-undang No. 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura, Undang- undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Undang-undang No. 4 Tahun 2009 ten-tang Mineral dan Batubara. Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan sebagai “gong” adalah UU No 25 Tahun 2007 Tentang Pe-nanaman Modal. Selain UU sektoral tersebut ada 2 (dua) UU lain yang terkait dengan pen-gelolaan negara dalam sektor sumber daya alam yaitu UU No. 1 Tahun 2000 Per-bendaharaan Negara dan UU No. 19 tahun 2004 BUMN, serta PP No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Kehutanan Negara (Perhutani). Semua peraturan perundang-undangan di atas, secara nyata telah memperluas ruang ekspansi modal swas-ta besar dan modal asing. Apalagi UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dengan PP No. 40 Tahun 2007 sebagai turunannya, memberikan kesempatan modal asing untuk berinvestasi hingga 100% dalam semua sektor kehidupan bangsa. Pertambangan/ Perkebunan. Konflik di sektor pertambangan, tak se-banyak kehutanan dan perkebunan. Na-mun, konflik ini sangat mudah meletup dibanding kehutanan, cenderung bersi-fat laten. Dari pantauan HuMa, komuni-tas lokal sangat gigih mempertahankan wilayah kelola yang dirampas perusahaan izin konsesi tambang, tanpa ada pertim-bangan persetujuan dengan dasar infor-masi tanpa paksaan atau free, prior and informed consent (FPIC). Konflik pertambangan memiliki kecenderungan jadi bentrok fisik. Korban luka banyak berjatuhan, beberapa men-

inggal dunia. “Perusahaan hampir selalu tampil sebagai pemenang. Aparat polisi, jaksa, hingga hakim cenderung lebih mengutamakan pihak yang memegang konsesi sebagai alas hukum ketimbang adat yang dianggap tak resmi atau for-mal,” ucap Rakhma. Perusahaan tambang dengan mudah membelokkan tudingan penyero-botan tanah, kawasan hutan atau pence-maran lingkungan, menjadi persoalan administrasi konsesi atau kontrak karya. Tak jarang, perusahaan dibantu aparat penegak hukum mengkriminalisasi warga yang protes dengan dalih anarkis. “Warga ditangkapi, ditahan, banyak dipenjara. Seperti PT. Sorikmas Mining di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.” Di Kalimantan Barat, tepatnya di Pelaik Keruap, Kabupaten Melawi, tiga tokoh komunitas setempat dihu-kum penjara dengan dakwaan menahan tanpa hak rombongan surveyor perusa-haan tambang PT. Mekanika Utama yang masuk kampung tengah malam. Kriminal-isasi juga menimpa empat warga Sirise, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Mereka dihukum lima bulan pen-jara karena mempertahankan lingko atau hutan adat yang diserobot perusahaan tambang. Sumatera Utara. Propinsi yang memiliki 33 kabupaten/ kota ini memang dikenal kaya akan lahan sawit maupun karet. Mengakibatkan pelanggaran HAM akibat kasus sengketa lahan antara warga dan perusahaan kerap terjadi. Polda Sumatera Utara meri-lis, ada 2.345 kasus agraria di Sumatera Utara sejak tahun 2005-2011 yang be-lum terselesaikan. Sebanyak 143 kasus di antaranya merupakan konflik antara warga dan lembaga berbadan hukum yakni PTPN II 73 kasus, PTPN III 22 kasus dan PTPN IV, 12 kasus, sisanya bermasalah dengan instansi.

BPn LeMAH, dengAn eMPAt KeteRBAtAsAn

Organisasi pembaruan hu-kum pada sumber daya alam, Huma, menilai sedikitnya terdapat em-pat keterbatasan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penyelesaian konf-lik agraria di Tanah Air sehingga masalah tersebut tak kunjung terselesaikan. Hal itu disampaikan Siti Rakhma Mary, dari Badan Pelaksana Pro-

gram Resolusi. Dia memaparkan akar konflik agraria pada masa Reformasi ada-lah pemberian izin terhadap perusahaan ekstraktif skala luas secara berkelanju-tan. “Keterbatasan BPN adalah tidak dapat menyelesaikan sengketa dan konflik di kawasan hutan,” kata Mary dalam keterangannya. “Konflik kepentingan, yakni BPN menjadi bagian dari pihak yang bersengketa.” Sedangkan keterbatasan lainnya adalah melemahnya peranan dan kewenangan deputi-deputi di lem-baga BPN dalam menyelesaikan konflik agraria. Kemudian proses penyelesaian-nya yang birokratis dan berbelit-belit. Pemberian ijin perusahaan skala besar, khususnya diberikan untuk perusahaan kelapa sawit. Mary menga-takan ekspansi lahan secara global di sektor perkebunan itu sepanjang 1975-2005 telah mencapai sekitar 13, 1 juta hektar. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sebelumnya menilai BPN memiliki beban politik yang be-sar sehingga reformasi sektor agraria memasuki masa kritis dan mengkha-watirkan. Hal itu ditambah dengan se-makin besarnya tuntutan publik atas penyelesaian konflik lahan. Peneliti Konsorsium Pembaru-an Agraria (KPA) Sidik Suhada mengata-kan konflik agraria terus saja memanas di sektor perkebunan, kehutanan, serta pertambangan. Padahal BPN memiliki pem-impin yang baru diganti pada tahun lalu. Tampuk kepemimpinan dari Kepala BPN Joyo Winoto diserahkan kepada mantan Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Hendarman bisa saja perlu be-radaptasi, namun beban politik pemer-intah atas BPN juga tak bisa dianggap kecil. Masyarakat Adat menunggu kebijakannya untuk menyelesaiakan ber-bagai persoalan agraria berkait dengan pengakuan dan eksekusi di lapangan. Jeffar LG & Erasmus Cahyadi

Narasumber. (*)Noer Fauzi Rachman, PhD (*)HuMa (*)Walhi (*)JKPP.

kritik

Page 25: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

25mei 2013

berita komunitas

Amankan Wilayah Adat Talang Mamak Galang Swadaya Untuk Melakukan Pemetaan Partisipatif

T ak terasa, sudah dua bulan lebih Gawai Gedang yang meru-pakan merupakan

tonggak bersejarah bagi bangkitnya masyarakat adat Talang Mamak, terle-wati waktu begitu cepat. Program kerja selama tiga tahun yang harus segera dikerjakan serta maklumat yang harus dipatuhi, membuat seluruh kepala batin dan masyarakat di Talang Mamak terus melakukan konsolidasi untuk segera mencapai jati diri masyarakat adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Abu Sanar sebagai ketua BPH Pengurus Daerah AMAN Indragiri Hulu mengatakan bahwa keseriusan Talang Mamak ini terbukti dengan diadakan-nya acara musyawarah adat para ketua batin pada tanggal 20-21 Maret 2013 membahas strategi dan rencana aksi untuk menjalankan maklumat point ke-dua dan ke-tiga yaitu : (2) Bertekad bersama-sama memetakan wilayah adat Talang Mamak di Batang Tanahku dan Dubalang Anak Talang, maupun

Suku Nan Anam Balai Nan Tiga (Tigabalai) yang merupakan warisan leluhur kami; (3) Melakukan penggalian dan pelurusan sejarah adat kami secara baik dan benar sebagai dasar dan landasan histori dan hukum adat. Musyawarah adat ini dihadiri oleh 20 komunitas adat/ batin dari 29 ba-tin yang menjadi bagian dari masyarakat adat Talang Mamak, PD AMAN Inhu, PW AMAN Riau, PB AMAN, JKPP, Samdhana, pihak pemerintahan desa dan kecamatan serta beberapa NGO lokal seperti Scale Up, Hakiki, SLPP Riau dan lainnya. Dalam musyawarah selama dua hari itu mereka mendiskusikan alasan kenapa harus mel-akukan pemetaan partisipatif dan peng-galian sejarah serta rencana kerja untuk memastikan kegiatan yang akan dilaku-kan bisa berjalan sesuai dengan hasil kesepakatan musyawarah adat. Deputi III PB AMAN, Mahir Takaka menjelaskan kalau sekarang ini kehidu-pan Suku Talang Mamak sudah diporak-porandakan oleh kehadiran HPH, penem-patan transmigrasi, pembabatan hutan

oleh perusahaan serta pertambangan. Sebagian besar hutan alam mereka ting-gal hamparan kelapa sawit yang merupa-kan milik pihak lain. “Dari permasalahan inilah pentingnya dilakukan pemetaan partisipatif sebagai upaya untuk menga-mankan dan menegaskan hak-hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam Talang mamak” lanjut Mahir. “Selain itu jumlah penduduk masyarakat adat Talang Mamak setiap ta-hunnya pasti akan bertambah, sedangkan yang namanya tanah itu pasti tidak akan bertambah. Jadi masyarakat adat Talang Mamak mempunyai tantangan kedepan untuk merencanakan dan mengatur tata ruang wilayahnya supaya apa yang dimi-liki Talang Mamak sekarang bisa dinikma-ti juga oleh anak cucunya” tambah koor-dinator nasional JKPP, Kasmita Widodo yang sering dipanggil Dodo. Dodo juga menegaskan kalau pemetaan partisipatif dibangun untuk menyatukan dan menguatkan kem-bali hubungan masyarakat adat Talang Mamak. Baik itu sesama batin, dengan tanah, maupun dengan alamnya. Maka dari itu mulai sejak perencanaan sam-pai akhir proses pemetaan partisipatif harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat adat. Musyawarah adat menyepa-kati kalau logistik pemetaan berdasar-kan swadaya setiap batin. Kemudian selama sebulan pertama ini setiap batin akan melakukan sosialisasi kepada masyarakatnya mengenai rencana aksi pemetaan partisipatif serta memben-tuk tim pemetaan. “Kami hanya butuh difasilitasi dalam proses pemetaannya, untuk urusan logistik dan tim pemetaan itu serahkan saja kepada setiap batin un-tuk menyiapkannya” ujar salah seorang batin Talang Mamak bersemangat.

//***** Yoga Plee.

Upacara Adat Gawai Gedang

Page 26: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

26mei 2013

berita komunitas

ebelum memulai, aksi dibuka dengan ritual adat Nyimpado Ka’ Jubata. Maksudnya

adalah membertahu kepada Leluhur ata Tuhan bahwa kita akan melaksanakan sebuah acara untuk meminta kelancaran dan ucapan terimakasih atas segala yang tela dicapai dan mohon petunjuk untuk kehidupan yang selanjutnya. Selain Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), AGRA, Perkumpu-lan Sampan, Link-Ar, Forum Mahasiswa Landak (Formalak), Perhimpunan Ma-hasiswa Katolik Republik Indonesia (PK-MRI) Cab. Pontianak, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Forn Mahasiswa Nasional (FMN) juga turut mendukung dalam aksi damai tersebut. Tuntutan AMAN adalah segera sahkan RUU Masyarakat Adat, mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mengeluar-kan putusan terhadap permohonan Uji

Materi atas UU No. 41 tahun 1999 ten-tang Kehutanan yang telah diajukan oleh AMAN, mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan kekerasan dan membuat langkah-langkah yang kongkrit untuk menyelesaikan konflik-konfilk terkait tana, wilayah dan sumber daya alam di wilayah Masyarakat Adat, mendesak Presiden membentuk keemba-gaan yang kuat dibawah presiden yang mampu mengatasi sektoralisme dalam implementasi STRANAS REDD+, mende-sak Presiden segera mengeluarkan in-struksi Presiden tentang inventarisasi dan administrasi wilayah-wilayah adat. Aksi di Kalbar sendiri menuntut Pemeritah pusat maupun daerah segera menghentikan perijinan investasi skala besar di Kalimantan Barat, baik itu perke-bunan, tambang dan Hutan Tanaman In-dustri (HTI-IUPHHK). Koordinator Lapangan, Glorio Sanen yang juga Biro Organisasi, Kade-

S risasi dan Keanggotaan (OKK) mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat karena dengan disah-kannya menjadi UU maka permasalaha-permasalahan yang dihadapi masyarakat adat dapat diatasi karena UU ini akan membuat sekitar 70 juta jiwa Masyarakat Adat bisa berdaulat atas wilayah dan sumber daya alamnya. “Kalau pemerintah tidak segera menghentikan perluasan dan pengem-bangan perkebunan sawit di Kalbar, maka sepuluh tahun ke depan masyarakat adat tidak lagi punya tanah untuk bercocok tanam”, tegas Sanen. Setelah orasi dari Sanen dan beberapa elemen lainnya, aksi dilanjut-kan dengan pembagian stiker HKMAN ke-pada para pengguna jalan yang melintas disekitan area aksi. Aksi ditutup dengan pembacaan orasi politik Sekjen AMAN, Abdon Nababan.//***** (Cony)

Hentikan Ijin Investasi Skala Besar di Kalimantan Barat

17 Maret 2013 Minggu pagi itu kurang lebih 50-an orang masyarakat adat dan mahasiswa berkumpul di kawasan Tugu Degulis, Pontianak Kalimantan Barat, mereka melakukan aksi damai memperin-gati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 14 tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Aksi ini juga dilakukan beberapa daerah termasuk di Bundaran HI, Jakarta dengan fokus acara di Barabai, Hulu Sungai, Kalimantan Selatan.

Aksi Damai di Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ke 14 di Tugu Degulis Pontianak

Page 27: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

27mei 2013

berita komunitas

eminar; “Registrasi dan Legalisasi Wilayah Adat Rakyat Penunggu”. Deli Serdang, S

17 April, 2013. Di tanah adat rakyat pe-nunggu, Kampong Menteng, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, telah dilaksanakan seminar dengan topik registrasi dan legalisasi wilayah adat rakyat penunggu. Dalam seminar ini ada lima nasumber hadir. Dari akademisi dan peneliti rakyat penunggu, DR. Edi Ihsan Jailani, utusan dari pemerintah Sumat-era Utara. DR. Dianto Bachriadi, Komisi Nasional Hak Azazi Manusia, dari Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumatera Utara, Bapak Damar Galih, dan Abdon Nababan, Sekretaris Jendral (AMAN), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Edi Ikhsan menyampaikan, bahwa nasionalisasi atas aset-aset pe-rusahaan Hindia Belanda yang telah merampas dan menghilangkan hak-hak rakyat penunggu. Beliaupun mengucap-kan pepatah yaitu,”antan patah lesung-pun hilang”.Jadi rakyat penunggu sep-erti ayam yang mati di lumbung padi, kata Edi Ikhsan. Dari BPN lebih menekankan penyelesaian konflik rakyat penunggu, dapat dilakukan dengan cara mediasi dengan para pihak terutama PTPN II. Sementara utusan dari pemerintah Sumatera Utara berkomitmen akan fokus untuk menerbitkan Perda tentang tanah ulayat / tanah adat. Komnas HAM sangat tegas menyatakan bahwa perjuangan rakyat penunggu yang bernaung di-bawah panji-panji BPRPI adalah demi meneg-akkan konstitusi. Selain itu negara telah abai dan melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyat penunggu. Sekretaris Jendral AMAN Ab-don Nababan menyampaikan bahwa cahaya-cahaya kecil telah muncul dalam gerakan masyarakat adat, mu-lai dari lahirnya deklarasi PBB tentang hak hak masyarakat adat. Saat ini DPR RI telah resmi mengusulkan Draft RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Hak Masyarakat Adat Sebagai inisiatif DPR RI yang ditetapkan dalam Sidang Paripurna.

Peta-peta wilayah adat telah menda-patkan tempat dan masuk dalam (BIG) Badan Informasi Geospasial . Cahaya kecil ini harus diperbesar, masih ban-yak pekerjaan yang harus kita ker-jakan. Mari rapatkan barisan, segera melakukan pemetaan atas wilayah-wilayah adat , khususnya wilayah adat rakyat penunggu, Tegas Abdon Nababan.*****

Monang Arifin Saleh

Pada usianya yang ke-60, BPRPI men-gukuhkan Pengurus Baru yang juga sekaligus menjadi Pengurus AMAN Sumatera Utara. Pengukuhan berlang-sung di Kampong Menteng, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, tepat pukul 11.00.

Para Pengurus yang terpilih adalah :

Ketua Umum BPRPI, sekaligus Ketua BPH AMAN, Wilayah Sumatera Utara yaitu:Harun Nuh

19 April, 2013 Deli Serdang. Organisasi Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia, kini telah berusia 60 tahun. Organisasi yang pernah dipimpin oleh Almarhum Abah Afnawi Noeh ini turut serta melahirkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara pada tahun 1999.

Perayaan Hut BPRPI ke 60 Tahun

Sekjen BPRPI : Alfi Syahrin

Ketua Dewan Petua Adat dan sekaligus Ketua Dewan AMAN Wilayah Sumut yaitu: H. ZainuddinWakil Ketua : H. T. AminullahAnggota : Sahrum Lubis, Hasanuddin dan Nasib Mungkur

Page 28: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

28mei 2013

berita komunitas

ksploitasi dengan menggaruk tanah ini juga pernah dilaku-kan oleh PT. Aneka

PERTARUHAN HIDUP DI OPEN PIT

-----------------------Oleh : Munadi KilkodaAktivis AMAN Malut

ETambang (PT. ANTAM) di Pulau Gebe, Halmahera Tengah sampai tanah terse-but sudah membentuk satu pulau di Jepang. Bahkan lebih memprihatinkan kejahatan PT. ANTAM bersekutu dengan beberapa IUP mengeksploitasi hutan di Buli dan Pulau Gee, Halmahera Timur. Hidup semakin sulit, lapangan pekerja yang tidak seimbang dengan an-gkatan kerja, hilangnya sumber-sumber kehidupan lain, sementara di sisi lain harga kebutuhan pokok terus menanjak naik setiap hari. Itu yang dirasakan oleh masyarakat adat Soa Pagu. Kondisi ini memaksa sebagian warga menjadikan malam sebagai siang untuk mengais rejeki di lokasi open pit PT. NHM. Mereka adalah penambang tanpa izin (illegal) yang berasal dari desa-desa di Soa Pagu maupun suku pendatang. Malam sekitar pukul 12.00, ber-modalkan senter, para penambang ini menyusuri gelapnya malam dan berja-lan sekitar 4 jam untuk sampai ke open pit. Para penambang, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ini bahkan bah-kan juga melintasi sungai dan gunung

yang menjulang tinggi. Dalam semalam tidak kurang dari 100 orang melakukan penambangan di lokasi open pit. Mereka bekerja berkelompok. Satu kelompok ter-diri dari 4 – 6 orang. Mereka harus ber-tempur dengan dingin di tengah malam bahkan hujan pun tak menyurutkan semangat mereka. Dengan peralatanan seadanya, para penambang ini berharap bisa memperoleh hasil yang memuaskan. Sepanjang jalan, mereka dituntut untuk selalu awas. Sinar cahaya mobil merupa-kan penanda ada patroli security peru-sahan. Jika patroli perusahaan datang, serentak ada komando untuk menghindar dan bersembunyi di semak-semak pohon. Karena kalau kedapatan, mereka ditang-kap dan dihukum oleh pihak keamanan perusahan. Bagi mereka, saat ini menam-bang adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka lakukan. Tidak ada pekerjaan yang lain. Hasil menambang juga sangat memuaskan untuk mencukupi kehidupan keluarga. Proses pengolahan dari batu menjadi emas, biasanya dilakukan di tro-mol milik warga lokal atau penguasa lain. Setelah diolah, lalu transaksi dilakukan. Dalam semalam mereka bisa memperoleh hasil 5 – 15 gram emas. Jika di rupiahkan, uang yang di dapat bisa sampai 5 jutaan.

Namun jumlah itu harus pula dibagi den-gan anggota kelompok dan pihak aparat. Aktifitas menambang di lokasi open pit itu tidak selamanya berjalan mulus. Banyak tantangan yang harus di hadapi, baik resiko kecelakaan karena rawan long-sor, maupun tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Brimob dan Security peru-sahan yang menjaga lokasi tersebut. Lokasi menambang dilakukan di open pit (lubang) yang terletak di gu-nung Dunga. Lebar open pit sekitar 1 kilo, sedangkan kedalaman sekitar 50 meter. Tebingnya menjulang tinggi, batu-batuan yang tidak terlalu kuat melekat di tanah berpotensi menimbulkan longsor setiap

Berikut lirik lagu Indonesia Raya “Indonesia Tanah Air ku” diganti oleh masyarakat Soa Pagu menjadi “Indonesia Air-Air ku”. Mereka menggambarkan eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan secara massif di wilayah adat Soa Pagu, Halmahera Utara. Eksploitasi ini dilakukan sejak tahun 1997 oleh PT. Nusa Halmahera Mineral (PT. NNT), sebuah perusahaan dari Australia. Wilayah konsesi perusahaan ini mencapai 29.622 Ha. Luasan yang tidak kecil untuk ukuran Pulau Sekecil Halmahera.

Lokasi Tambang

Indonesia Tanah Air ku diganti

oleh masyarakat Soa Pagu menjadi Indonesia

Air-Air ku

" "

Page 29: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

29mei 2013

berita komunitas

saat. Sedangkan aktifitas penambang di-lakukan di dasar tanah yang jika terjadi longsor, pasti menimbun mereka. Bahkan juga ada aktifitas eksavator dan truk mi-lik perusahan yang bekerja mengangkut tanah diatas open pit. Beberapa waktu lalu salah satu penambang meninggalkan dunia karena tertindis batu yang jatuh ka-rena longsor. Tidak saja rawan kecelakaan, bahkan juga rawan terjadi kekerasan yang dilakukan oleh Brimob dan security perusahan. Tiga orang warga Soa Pagu pernah dipukul sampai babak belur oleh Brimob saat menambang. Malam beri-kutnya hampir 100 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang rata-rata adalah masyarakat sekitar tambang ditangkap dan hasil tambangnya diambil oleh Bri-mob. Karena itu penambang harus mem-bangun kongsi dengan Brimob jika tak mau dipukul atau diambil hasilnya. Kong-si itu berarti hasil tambang yang telah dijual dibagi dua dengan si Brimob. Itulah hukum rimba di lokasi tambang Penambangan rakyat di dalam open pit ini sudah dilakukan sejak dua bulan lalu, dan dilakukan hampir setiap malam. Mereka berjalan ke lokasi pada malam hari dan pulang pada siang hari. Sebagian memilih membuat tenda dan bermalam di hutan karena jarak dari loka-

si tambang dan perkampungan sangat jauh. Tidak setiap malam mereka bisa memperoleh hasil yang memuaskan. Bahkan sering harus pulang dengan tangan kosong, karena hasil tambangn-ya diambil oleh Brimob dan security. Penambang ini tak pernah khawatir dengan kemungkinan dipukuli Brimob atau Security perusahaan atau bahkan ancaman kematian yang ada di depan mata. Yang penting mereka bisa memperoleh hasil untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Susahnya mencari pekerjaan lain membuat mereka nekat menempuh jalan pintas untuk memban-gun hidup. Kilauan emas di atas tanah adat Soa Pagu ini telah banyak mendatangkan masalah. Sejak tahun 1997, ikan teri mulai hilang di Teluk Kao. Ikan teri adalah primadona dan menjadi lumbung ekonomi masyarakat adat Pagu. Lalu dugaan terjadi pencemaran di beberapa sungai, salah satunya sungai kobok sebagai sumber kehidupan masyarakat Tomabaru. Muncul juga penyakit benjol- benjol yang terindikasi karena konsumsi air yang tercemar oleh limbah perusahan. Berkurangnya hasil buruan, bahkan juga pembukaan lahan baru oleh perusahan dalam wilayah adat Pagu yang tidak pernah dikomunikasikan kepada masyarakat adat. Penguasaan wilayah adat secara sepihak oleh perusahan ini membuat akses masyarakat adat Soa Pagu terhadap asset sumberdaya alam menjadi hilang. Kemiskinan menjadi tontonan diatas kilauan emas, karena kekayaan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang di negeri ini. Kedaulatan masyarakat adat Soa Pagu tercerabut oleh karena UU Minerba No. 4 Tahun 2009 dan UU Kehutana No. 41 Tahun 1999 sebagai landasan pemberian izin eksploitasi PT Nusa Halmahera Mineral (PT NHM) oleh Negara tanpa mengindahkan hak–hak masyarakat adat Soa Pagu yang juga dilindungi dalam UUD 1945. Identitas budaya dan hak tradisional masyrakat adat merupa-kan hak konstitusional, termasuk di dalamnya adalah hak Soa Pagu atas

tanah, wilayah dan sumberdaya alam yang saat ini dikuasai oleh PT. NHM. Penegasan dalam UUD 1945 ini semestinya mengharuskan pemerintah Indonesia, pemerintah provinsi Maluku Utara dan pemerintah Kabupaten Halmahera Utara untuk memaksakan PT. NHM kembali bernegosiasi dengan masyarakat adat Soa Pagu sebagai pemilik wilayah adat dan menerapkan prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) sebagai prinsip baku dalam negosiasi tersebut, agar masyarakat adat Soa Pagu bisa berdaulat, mandiri dan bermartabat dalam membangun hidupnya. Sekian

Lokasi Tambang

Page 30: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

30mei 2013

berita komunitas

uta-Napa, 15 Feb-ruari 2013. Jum’at pagi itu, cuaca dingin, mendung

Pertemuan Pemuda Adat Tano Batak Bangkit Bersatu

Hdisertai gerimis tidak membuat surut semangat pemuda untuk menggelar Pertemuan Wilayah Pemuda Adat Tano Batak di sebuah area tanah adat yang menurut perusahaan TPL masuk dalam konsesi perusahaan itu. Tidak ada yang berpangku tangan, masing-mas-ing mengambil kesibukannya sendiri. Tangan yang lincah mengupas ubi untuk segera dimasak sebagai suguhan ngopi saat pertemuan. Nenas khas Sipahutar sebagai penghasilan utama masyarakat juga telah tersedia, dibawa dari kam-pung untuk disajikan saat makan siang nanti. Sedangkan pemuda berkaki kuat dan berbahu kekar terlihat mem-bawa jerigen mencari sumber air bersih, untuk air minum para tamu. Persiapan untuk pertemuan ini sudah dilakukan secara bersama sejak seminggu sebel-umnya. Wajar karena tempat pelaksan-an kegiatan sangat jauh dari kampung pemukiman, sekitar dua setengah jam kalau ditempuh berjalan kaki, meski jika ditempuh dengan naik kreta (istilah orang Tapanuli untuk menyebut sepeda motor) cukup setengah jam. Pemuda adat komunitas ketu-runan Oppu Ronggur Simanjuntak telah mendirikan rumah bagi pemuda di atas tanah adatnya meski menurut TPL area tersebut bmasuk dalam konsesi mere-ka. Hal ini juga dilakukan dalam rangka menyambut dan mensukseskan perte-muan Pemuda Adat Tano Batak. Beratap seng, berlantai papan, tanpa dinding sebelah kiri kanan. Pemuda memban-gunnya secara swadaya. Sementara di sudut lain dari lahan yang sangat luas itu, terlihat beberapa pemuda menancapkan bend-era AMAN. Bendera kemudian berkibar gagah menjadi penunjuk arah jalan ke tempat pertemuan berlangsung. Keg-iatan dilaksanakan pada tempat yang jauh dari pemukiman penduduk, seh-ingga semua urusan mulai dari persia-

pan, komsumsi serta memasaknyapun harus dikerjakan para pemuda peserta pertemuan tersebut. Prinsip senasib sepenanggun-gan sedang diuji, kerja sama mereka se-jak persiapan melahirkan kebersamaan sebagai sebuah tim, sebelum akhirnya peserta lain datang dan dibuka secara resmi oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak, bung Roganda Simanjuntak. Sekitar pukul 8:30-an peserta pertemuan dari berbagai Kabupaten, Kota lainnya mulai tiba di tempat. Tak lama kemudian rombongan undangan, perem-puan dan pemuda adat setempat juga berdatangan ke lokasi kegiatan. Para peserta tiba dengan semangat tinggi, sekalipun harus berjalan kaki dan diiringi gerimis. Mereka langsung disambut oleh para pemuda adat yang sudah sejak tiga hari sebelumnya berada di Huta Napa. Diawali dengan diskusi ten-tang peran penting pemuda adat dalam perjuangan masyarakat adat, kemudian dilanjutkan pembacaan sumpah,” Janji Barisan Pemuda Adat Nusantara,” yang dipimpin oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak. Setelah itu pertemuan segera dimulai. Pimpinan sidang sementara adalah pengurus wilayah AMAN Tano Ba-tak. Sedangkan untuk melanjutkan persi-dangan selanjutnya, peserta memilih dan menetapkan tiga orang pimpinan sidang yang akan mengarahkan persidangan sampai akhir pertemuan. Penetapan pimpinan sidang juga memperhatikan keterwakilan perempuan dan laki-laki yakni : Rosalia Silitonga, Pancur Siman-

juntak dan Jhontoni Tarihoran. Pada situasi hujan dan dingin-nya suhu udara persidangan berjalan lancar dan hangat. Meski terkadang ada teriakan yel-yel lantang terdengar sahut-sahutan,”Pemuda Adat..., Bangkit Ber-satu, TPL...Tutup,”. Berbagai keputusan dapat ditetapkan, mulai dari pembukaan persidangan, jadwal kegiatan, tata tertib, sidang komisi, proses pencalonan ketua dan penetapan ketua sampai penutupan pertemuan, semuanya berjalan dengan lancar. Sesekali keputusan harus ditinjau ulang karena adanya usulan, saran dari semua peserta yang hadir. Sidang komisi juga berhasil merumuskan tentang : Kri-teria, Tata Cara Pencalonan dan Proses Pemilihan Ketua Barisan Pemuda Adat, Wilayah AMAN Tano Batak 2013-2016. Pada proses pemilihan Ketua, para peserta pertemuan memilih dan menetapkan saudara Pancur Simanjun-tak menjadi ketua Barisan Pemuda Adat Wilayah Tano Batak tahun 2013-2015. Di-mana Pemilihannya berlangsung secara aklamasi. Dengan terpilihnya ketua BPA Wilayah AMAN Tano Batak, para peserta dan undangan mengucapkan selamat dan menyampaikan harapan-harapan kepada organisasi yang baru berdiri tersebut. Di-antaranya turut hadir Ketua Aliansi Peduli Tano Batak; Hotasi Simamora, Kordinator Studi dan Advokasi KSPPM; Delima Silala-hi, Dewan Adat AMAN Wilayah Tano Batak, Maradona Simanjuntak serta komunitas adat keturunan Ompu Ronggur Simanjun-tak. Sebelum pertemuan ditutup se-cara resmi, penyerahan bendera AMAN kepada ketua terpilih dilakukan oleh Ketuan BPH AMAN Wilayah Tano Batak. Hal ini sebagai simbol bahwa gerakan masyarakat adat di Tano Batak, khususn-ya komunitas anggota AMAN menjadi bagian perjuangan Pemuda Adat Tano Ba-tak. Untuk mewujudkan Masyarakat Adat dan Bangsa Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat sesuai dengan janji Barisan Pemuda Adat Nusantara. Pemuda adat, Bangkit bersatu!.// ***** (Jhontoni Tarihoran)

Jhontoni Tarihoran

Kondisi Hutan Kutai Barat

Page 31: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

31mei 2013

berita komunitas

onflik berawal dari aktifitas PT. BSMJ di atas wilayah adat Muara Tae. Sejak

TegaskanLaranganAktifitas PT. Borneo Surya Mining Jaya

di Wilayah Adat Muara Tae

Jakarta, 19 April 2013,- Berita datang dari komunitas adat Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur terkait konflik dengan Perusahaan Sawit PT. Borneo Surya Mining Jaya (PT. BSMJ). Pada tanggal 17 April 2013 Panel Pengaduan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dengan resmi telah menyurati First Resources, Ltd. (FR) agar PT. BSMJ menghentikan segala aktifitas di atas wilayah adat Muara Tae selama konflik lahan belum terselesaikan.

Kawal, masyarakat Muara Tae dengan tegas telah menolak keberadaan perusahaan. Namun legitimasi kepada perusahaan diberikan oleh Bupati Kutai Barat melalui SK Tapal Batas yang menjadikan sebagian wilayah adat Muara Tae sebagai wilayah kampung Muara Ponaq. Berdasarkan SK Bupati, perusahaan kemudian menggusur dan melakukan penanaman kelapa sawit di atas wilayah Muara Tae dengan izin dari kampung Muara Ponaq. Pengaduan masyarakat Muara Tae kepada RSPO pada 17 Oktober 2012 kemudian di fasilitasi oleh Environmental Investigation Agency (EIA), sebuah organ-isasi non-pemerintah yang berbasis di London, Inggris. Selanjutnya, pada perte-muan Meja Bundar RSPO ke 10 di Singapu-

ra akhir Oktober 2012, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama-sama dengan Masrani, pemimpin komunitas Muara Tae bertemu dengan Bambang Dwilaksono yang mewakili pihak FR un-tuk melakukan negosiasi terkait konflik lahan yang terjadi.Dalam negosiasi yang dilakukan, pihak perusahaan berkomit-men melakukan dialog dalam rangka penyelesaian konflik setelah di desak un-tuk mematuhi kriteria dan Prinsip RSPO. Namun demikian, dialog tidak pernah di inisiasi oleh perusahaan. AMAN bersama dengan Netherland Centre for Indigenous Peoples (NCIV) kemudian menyurati pe-rusahaan untuk menanyakan komitmen perusahaan terhadap dialog yang telah direncanakan. Tanggapan tidak kunjung diterima. Desakan kepada RSPO yang tetap dilakukan oleh komunitas Muara Tae bersama dengan organisasi-organ-

isasi pendukung akhirnya membuah-kan hasil. Pada tanggal 5-7 Maret 2013 lembaga independen yang ditunjuk oleh RSPO mendatangi langsung ko-munitas Muara Tae untuk mencari tahu legitimasi pengaduan oleh masyarakat serta kondisi lapangan. Pada tanggal 17 April 2013, berdasarkan kesimpulan Moody (lembaga independen yang di-tunjuk RSPO) akhirnya RSPO menyu-rati PT. BSMJ dan memutuskan bahwa perusahaan tidak dapat melakukan aktifitas apapun di atas wilayah adat Muara Tae sampai konflik terselesai-kan. Aktifitas apapun yang dikakukan oleh perusahaan di wilayah tersebut harus dengan persetujuan RSPO dan setelah berkonsultasi dengan pihak yang bersengketa. Keberatan-keber-atan yang diajukan oleh perusahaan terkait hasil assessment pun di tolak dan pengaduan masyarakat Muara Tae diakui oleh RSPO. Selain itu berdasarkan lapo-ran oleh Moody International, 622 hektar lahan telah di gusur tanpa persetujuan New Planting Procedure (NPP) oleh RSPO dan 579 Hektar telah di gusur tanpa melakukan High Con-servation Value (HCV) assessment. Beberapa kesimpulan dan keputusan Panel Pengaduan RSPO ber-dasarkan laporan Moody International antara lain: tidak terpenuhinya hak masyarakat Muara Tae terhadap Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) menjadi salah satu akar penyebab konflik lahan yang terjadi. Di samping itu pihak perusahaan harus mengakui penolakan komunitas terhadap aktifi-tas usaha Kelapa Sawit di atas tanah adat mereka. Perusahaan harus men-gakui bahwa terjadi konflik dengan masyarakat adat dalam wilayah kons-esi mereka dan hal ini wajib tertuang dalam Social Environmental Impact Assessment (SEIA) PT. BSMJ.-- Patricia Miranda WattimenaOfficer on Human Rights and Interna-tional AffairsAliansi Masyarakat Adat NusantaraJln. Tebet Timur Dalam Raya No.11A, Ja-karta SelatanJakarta 12820, IndonesiaTel./Fax: +62218297954Web: http://www.aman.or.id

R S P O

Kondisi Hutan Kutai Barat

Page 32: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

32mei 2013

berita komunitas

alangka Raya 19 Feb-ruari 2013. Rapat per-tama pembentukkan Koperasi AMAN Mandiri

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat

Pdiselenggarakan dalam rangkaian pelaksanaan Rapat Kerja Nasional, AMAN ke-III di Palangka Raya. Bertempat di Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Rapat ini dihadiri oleh lebih dari 100-an orang pengurus AMAN seluruh Nusantara. Rapat dipandu oleh Deputi III Pengurus Besar AMAN Bapak Mahir Takaka dan dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal AMAN Bapak Abdon Nababan serta Sekertaris rapat saudara Taryudi. Sekretaris Jenderal AMAN dalam Sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pejabat utusan Kementerian Koperasi dan UKM RI yaitu Bapak Jauhari dan Bapak Simamora. Beliau berdua nantinya akan mendaft-arkan serta memproses pembentukan lebih lanjut Koperasi AMAN Mandiri. “Saya ingin menyampaikan sedikit ke Pak Jauhari dan Pak Simam-ora, bahwa rencana atau keputusan kami untuk mendirikan koperasi ini sebenarnya sudah ada sejak Raker-nas I AMAN tahun 2009. Saat itu kami memutuskan bahwa AMAN harus pu-nya koperasi yang bersifat nasional dan menjadi wadah pergerakan ekonomi Masyarakat Adat Nusantara. Memang agak lama kami memprosesnya karena waktu itu kami merasa bagaimana kira-kira bentuk koperasinya dengan jumlah orang sedemikian banyak dan tersebar diseluruh Nusantara, seperti apa kira-kira model koperasi yang tepat. Sambil menemukan kira-kira bentuknya yang pas, saya kemudian waktu itu mengam-bil keputusan untuk mendirikan saja dulu, semacama uji coba, bagaimana kira-kira koperasi AMAN Mandiri ini akan bekerja,” papar Sekjen AMAN sambil menyapa utusan Kementerian tersebut. “Jadi kami sudah bekerja selama 2 tahun, sambil secara inter-nal untuk belajar berkoperasi dan terakhir kemarin kami bilang bahwa dengan undang-undang yang baru,

dimana sebenarnya kami sudah mau membentuknya tapi karena RUU sudah mau disahkan, jadi kami pikir bahwa kita tunggu saja sampai Undang-undang Koperasi yang baru disahkan, sehingga kita tidak kerja dua kali. Karena itu pada hari ini, kami mohon kesediaan pak Jau-hari dan pak Simamora memberikan kami sedikit bekal bagaimana seharusn-ya kami nanti mengelolah koperasi ini dan mungkin kami diberi rambu-rambu sesuai dengan undang-undang koperasi yang baru. Apa yang akan kami lakukan ke-depan sehingga koperasi AMAN Man-diri ini, bisa menjadi satu cikal bakal ger-akan ekonomi masyarakat adat?,” tanya Sekjen AMAN sambil mempersilahkan utusan Kementerian Koperasi dan UKM RI memberi masukan. Dalam Rapat pertama pemben-tukan Koperasi ini diberikan pendidikan singkat serta sosialisasi Undang-undang No. 17/2012 tentang Koperasi oleh dua orang pejabat dari kementerian Koperasi dan UKM RI yaitu Kepala Bidang Koperasi dan UKM serta staff ahli Deputi Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM RI, sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dalam Rapat Pertama terse-

but. Dalam pemaparannya Bapak Jauharai. SH menanyakan “apakah ada paksaan untuk menjadi anggota Kope-rasi?” lalu para peserta rapat tentu saja mengatakan, “tidak,”. Mengapa hal itu ditanyakan? karena tidak boleh ada paksaan dalam pembentukan koperasi dan kalau ada paksaan maka akan batal secara hukum.,“Alhamdulillah kalau tidak ada paksaan dalam hal mendirikan koper-asi, namun secara sadar. Mudah-mudahan koperasi kita ke-depan akan lebih maju dimana keanggotaannya dari berbagai propinsi, dengan demikian sasaran ke-depan pengembangannya akan lebih luas. Terima kasih kepada bapak dan ibu yang hadir di-sini dan memang berniat untuk mendirikan koperasi secara sadar tanpa adanya paksaan. Mudah-mudahan koperasi kita ke-depan bisa lebih maju, bapak Nababan tadi sudah menjelaskan bahwa sudah 2 tahun koperasi kita ini berdiri namun belum diberikan suatu badan hukum, karena kendala menyang-kut masalah perubahan regulasi dari UU no. 25/1992 yang menjadi UU no. 17/2012 dan disahkan pada bulan Oktober tahun 2012.

Apakah ada paksaan untuk menjadi anggota Koperasi?"

Page 33: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

33mei 2013

berita komunitas

Untuk itu kepada bapak ibu seka-lian, saya mencoba untuk mengarahkan-nya berkait dengan UU No. 17/2012, yang pertama berkaitan dari sisi intern-nya. Dari organisasi koperasi dan sisi intern-nya ialah organisasi yang berhubungan langsung dengan tingkat-tingkat kope-rasinya. Jadi jika koperasi ini ke-depan didirikan, itu bisa berhubungan langsung dengan koperasi-koperasi di sekitarnya. Bisa saling bekerja sama dengan koperasi lain, artinya juga bisa berhubungan lang-sung dengan koperasi di tingkat atasnya itu arah ke-depannya nanti. Mungkin den-gan adanya suatu perkumpulan AMAN ini, nantinya akan dibentuklah suatu kope-rasi-koperasi primer yang ada di daerah masing-masing. Untuk itu ke-depan mu-dah-mudahan cita-cita dari AMAN ini akan membentuk koperasi sekunder. Koperasi Sekunder ini adalah tingkatan tertinggi yaitu koperasi yang anggotanya adalah badan-badan hukum. Perangkat organisasi koperasi di-dalam perangkat UU no.17/2012, dalam pasal 31, 32 dan 33 perangkat organisasi koperasi yang namanya rapat anggota ta-hunan adalah kekuasaan tertinggi dalam koperasi untuk menetapkan kebijakan

umum. Ke-dua yaitu badan pengawas. Yang namanya badan pengawas koperasi, dipilih dari anggota itu sendiri. Dalam pasal 48 ayat 1 bahwa yang akan menjadi pengawas dengan melalui persyaratan pengawas dalam pasal 48 ayat 2 huruf a dan b, yang pertama orang itu harus berkelakuan baik tidak pernah cacat, artinya tidak pernah menjadi penga-was dan pengurus suatu koperasi atau komisaris direksi suatu perusahaan diny-atakan pernah bersalah, artinya orang ini tidak pernah cacat hukum. Karena peran pengawas sangat penting menurut UU no. 17/2012, tugas pengawas adalah mengusulkan calon pengurus dan memberikan nasehat serta pengawasan kepada pengurus. Melaku-kan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus. Pengawas ber-wenang menerima dan menolak anggota baru serta memberhentikan anggota sesuai aturan yang ada di-dalam AD kope-rasi. Pengawas juga dapat memberhenti-kan pengurus untuk sementara, dalam BAB IV bagian pertama saat pembentu-

kan koperasi pasal 7 ayat 1, koperasi dibentuk sekurang-kurangnya oleh 20 orang, dan koperasi sekunder dibentuk sekurang-kurangya 3 badan hukum. Mu-dah-mudahan koperasi yang akan kita bentuk sekarang ini adalah koperasi primer nasional. Dalam kata penutupnya Pejabat dari Kementerian Koperasi mengatakan,“Oleh karena itu kepada bapak-bapak pengurus daripada AMAN yang juga ini adalah teman-teman saya semua, saya sudah bilang sama pak Yudi, bahwa kalau memang anggotanya banyak pasti kita akan cepat proses badan hukum ini. Mudah-mudahan dalam jangka waktu 30 hari setelah per-syaratan lengkap sudah bisa disahkan sebagai badan hukum, jadi Intinya UU Koperasi yang baru dapat mengadopsi gerakan-gerakan ekonomi di komunitas adat” janji utusan Kementerian Kope-rasi tersebut.//*****

Apakah ada paksaan untuk menjadi anggota Koperasi?

"Peserta Sarasehan Koperasi AMAN Mandiri

Adat Melalui Koperasi AMAN Mandiri

Page 34: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

34mei 2013

berita komunitas

alangka Raya, 19 April 2013. Penandatanga-nan kesepahaman antara Pengurus Be-

sar AMAN dan Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK), sudah diinisiasi sejak beberapa bulan lalu dengan terus berkomunikasi antara pengurus AMAN dan Pengurus GPPK. Pembentukan dan pengem-bangan Credit Union (CU) sudah diputus-kan akan menjadi bagian dari gerakan dan pelayanan pengurus AMAN dalam mengupayakan pengelolaan sumber-sumber pendapatan masyarakat adat, agar terorganisir dan memiliki wadah yang pasti sesuai dengan kekhususan di wilayahnya masing-masing. Pembentu-kan dan Pengembangan CU merupakan mandat dari Kongres Masyarakat Adat Nusantara III 2007 di Kalimantan Barat dan Kongres Masyarakat Adat Nusanta-ra IV di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara tahun 2012. Sehingga keputusan ini memang harus dilaksanakan sebagai komitmen bersama antara pengurus AMAN diseluruh Nusantara dan Anggota AMAN. Dalam kesepahaman ini dituangkan sebuah kerangka acuan bagaimana membangun gerakan CU ala Masyarakat Adat, bagaimana mengam-bil pelajaran dan menimba ilmu dari gerakan-gerakan CU yang telah diben-tuk dan dipelopori oleh Gerakan Pem-berdayaan Pancur Kasih. Sehingga gerakannya ke-depan akan mampu

Penandatanganan Kesepahaman Bersama Pembentukan dan PengembanganCredit Union A L AMasyarakat Adat

Pmewujudkan kemandirian Ekonomi terutama bidang keuangan terhadap Masyarakat Adat Nusantara. Penandatanganan Kesepaha-man dilakukan antara Sekjen AMAN Ab-don Nababan dan Mathius Pillin Direk-tur Eksekutif dari GPPK. Kesepahaman bersama ini berlaku selama 5 tahun dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan. Kes-epahaman bersama akan ditindak lanjuti dengan merumuskan kegiatan-kegiatan,

jadwal dan mekanisme pendanaan un-tuk membentuk dan mengembangkan CU di komunitas-komunitas anggota AMAN yang telah siap membangun CU. Untuk sementara akan difasilitasi 3 model CU pada komunitas yang akan dipilih sebagai percontohan pertama. Ada 7 region yang telah bersedia menjadi penggagas CU ala Masyarakat Adat. Sumut, Jambi, Ka-limantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah.//*****

Penandatanganan Nota Kesepahaman Credit Union

Penandatanganan Nota Kesepahaman Credit Union

Page 35: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

35mei 2013

berita komunitas

alangka Raya 20 Febru-ari 2013 Rangkaian agenda Rak-enas AMAN mengelar 6

Penguatan Sistem Penggalangan Dana Organisasi yang Mandiri

Psarasehan sejak pagi hingga malam hari, semuanya berlangsung di Palangka Raya. Salah satu dari rangkaian sarasehan tersebut mengusung topik,” Penguatan Sistem Penggalangan Dana Yang Man-diri,’ diselenggarakan di Aula Pelampung Tarung Jalan Cilik Riwut Km 6 (samping kantor walikota). Ada empat pembicara yang didaulat untuk sarasehan ini yaitu ibu Neny dari Samdhana Institut, Burani Tadjie Muara Enim Sum-sel, Ansyarudin dari BPRPI Sumatera Utara serta Ilyas Asad Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup Masing-masing pembicara memaparkan pengalaman empiris dan pandangannya bagaimana seharusnya menggalang dana bagi organisasi se-cara mandiri. Ansyarudin menerangkan bahwa sebelum mereka menguasai lahan warisan rakyat penunggu dan kemudian

membangun koperasi dalam mengelola hasil pertanian mereka hidup begitu sulit. “Untuk sekolah anak-anak saja, jangan-kan ke tingkat tinggi untuk tingkat SMA saja sudah begitu sulit. Tapi sekarang setelah ada koperasi, syukur Alhamdulih hidup kami setingkat lebih baik,” papar Ansyarudin. Pada sisi lain Burani Tadjie men-gungkapkan kesulitannya dalam mem-bangun koperasi. Orang seringkali ber-janji, tapi sulit memenuhi kewajibannya dan saat ditagih selalu mengatakan nanti dan nanti saja. Jauh api dari panggang artinya jauh sekali dari harapannya. Sementara itu ibu Neny me-nerangkan hal-hal yang menyangkut akutabilitas sebuah organisasi. Bagaima-na cita-cita mengembangkan sumber daya alam itu dapat dikembangkan se-cara berkelanjutan, dapat memberi kita hidup yang nyaman dan untuk mencapai kategori gold itu tak dapat melakukannya sendiri, tapi melibatkan teman-teman yang ada di lapangan NGO atau LSM.

Lewat pengalaman-pengalaman pen-gelolaan dana seperti itu Samdhana punya banyak pengalaman. Jika dalam perencanaan dilakukan bersama-sama, biasanya pelaksanaannya lebih berhasil dari pada hanya pikiran satu orang atau bukan dari komunitas. Lalu ada proses verifikasi dan persyaratan administrasi. Apakah data-data lembaga pemohon itu benar adan-ya sebelum penandatanganan kontrak kerja sama. Apakah dana itu diperguna-kan sebagaimana mestinya. Menyang-kut bukti-bukti pengeluaran keuangan sebagaimana prosedur sebuah lembaga founding untuk mendapakan bantuan yang dapat dipercaya dan berkelanju-tan. Dalam kesempatan yang sama Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan informasi adan-ya pola baru pencurian sumber daya genetik atau SDG & PT-SDG Biopiracy, pengambilan (misap propriation) dan penggunaan (misuse) secara tidak sah. Sarasehan ini menggali lebih dalam informasi dan masukan, bagaimana mekanisme mengakses dan mengelola dana yang bersumber dari internal dan eksternal sebuah organisasi.//***** Jffr

Untuk sekolah anak-anak saja, jangankan

ke tingkat tinggi untuk tingkat SMA saja

sudah begitu sulit. Tapi sekarang setelah ada koperasi, syukur

Alhamdulih hidup kami setingkat lebih baik.

"

"

Penyerahan Bendera AMAN Deputi I kepada Narasumber Sarasehan Penguatan Sistem Penggalangan Dana Organisasi yang Mandiri

Page 36: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

36mei 2013

berita komunitas

Pengukuhan Koordinator Perempuan AMAN

Kalimantan TengahPalangkaraya, 18 Februari 2013Kongres Masyarakat Adat Nusantara III di Pontianak, Kalimantan Barat, telah memberikan mandat pada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara untuk membentuk organisasi sayap perempuan adat. Mandat ini akhirnya bisa terlaksana pada Kongres AMAN IV, April 2012 di Tobelo, Maluku Utara.

K eberadaan sayap perempuan adat dilandasi oleh fakta terjadinya pem-

inggiran hak-hak pada perempuan adat. Ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan yang dirasakan masyarakat adat, secara langsung berdampak pada kaum perempuan adat. Oleh karena itu, penyadaran akan hak-hak perempuan adat, baik di ranah domestik maupun publik sangat penting bagi keberlangsun-gan masyarakat adat itu sendiri. Di samping itu, peningkatan kapasitas pada perempuan adat san-gat krusial untuk dilakukan secara berkelanjutan. Untuk mempercepat proses penguatan perempuan adat ini, maka sayap organisasi ini juga dibentuk di setiap wilayah. M a s y a r a k a t adat di Kalimantan Tengah juga menyadari peran penting perempuan adat, sehingga pada Rapat Kerja Nasional AMAN

ke-III ini dikukuhkan keberadaan Koordinator Perempuan AMAN Kalimantan Tengah. Tujuan utamanya adalah memperkuat peran perem-puan adat dalam setiap pengambi-lan keputusan di segala bidang yang diterapkan oleh pemangku kebijakan setempat. Acara pengukuhan yang diselenggarakan pada 18 Februari 2013 di Asrama Haji Palangkaraya ini dibuka dengan tarian “Memanggil Roh Leluhur” yang dibawakan oleh Ibu Mardiyana, perempuan adat dari Kalimantan Tengah. Kemudian Romba Sombolinggi selaku Dewan Perempuan AMAN memberikan sambutan, yang dilanjutkan oleh Surti Handayani selaku Sekretaris Pelaksana perempuan AMAN. Dihara-pkan dengan diangkatnya Koordinator

Wilayah, “Nindita Nareswari,” perem-puan adat di Kalimantan bisa mengor-ganisir diri sehingga lebih berperan di bidang seni, ekonomi, dan pengam-bilan keputusan. Acara pengukuhan ini diakhiri dengan pembacaan deklar-asi yang juga menetapkan Nindita se-bagai Koordinator Perempuan AMAn Kalteng. Lalu acara ini ditutup den-gan sambutan dari Simpun Sampurna selaku Ketua PW AMAN Kalimantan Tengah. *** (AT)

Nindita Nareswari

Page 37: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

37mei 2013

berita komunitas

Sarasehan Memperkuat Organisasi, Tantangan Setelah Kemenangan

Diraih

Pada tanggal 25 Februari 2013 lalu, terjadi peris-tiwa mengenaskan. Polisi menyisir Kampung Pan-

dumaan dan Sipituhuta. 31 warga ditang-kap akibat konflik dengan PT Toba Pulp Lestari, 16 orang diantaranya kemudian sempat dimutasikan dan dijebloskan ke-sel tahanan Polda, Sumatera Utara. Para pemuda yang sedang belajar di rantau gelisah. Mendengar peristiwa kriminal-isasi itu, seorang pemuda bernama Aman Lumban Gaol berasal dari Pandumaan-Si-pituhuta yang tinggal di Jakarta, segera melakukan koordinasi dengan Ketua Umum BPAN, Simon Pabaras. Aman Lum-ban Gaol mengontak dan mengorganisir para pemuda serta para perantau warga Pandumaan-Sipitu dari Bandung-Jakar-ta. Pemuda ini kemudian didaulat jadi koordinator lapangan dalam aksi demo di Kemenhut. Itu adalah ekpresi dalam bentuk protes seorang pemuda atas per-lakuan aparat polisi dan PT Toba Pulp Le-

stari atas masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta kampung halamannya. Kisah di atas menggambarkan bagaimana peran pemuda adat ikut serta memperjuangkan tanah adatnya, meski-pun berada di perantauan. Peristiwa ini menjadi ilustrasi awal sarasehan bertajuk “Memperkuat Organisasi untuk Memb-ela, Melindungi, dan Melayani Masyarakat Adat” pada Rakernas AMAN ke-III di Palangka Raya-Kalimantan Tengah akhir Februari lalu. Hadir sebagai pembicara, Simon Pabaras selaku Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara, Surti Handayani sebagai Sekretaris Pelaksana Perempuan AMAN, Nur Fauzi Rahman dari SAIN, sera Simpun Sampurna selaku ketua BPH AMAN Wilayah Kalteng. Dalam presentasinya Simon Pa-baras memaparkan ragam persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat, antara lain diskriminasi, perampasan tanah adat, proses pemiskinan akibat susutnya sumber alam untuk kehidupan bersama.

Kehilangan identitas, degradasi budaya. Hal ini tentunya berdampak pula pada pemuda dan pemudi adat sebagai gen-erasi penerus masyarakat adat. Dalam bingkai persoalan inilah ada keinginan untuk bangkit bersatu, serta teroganisir dalam satu gerakan. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) lalu lahir seba-gai wadah bagi pemuda adat nusantara untuk melakukan perjuangan bersama merebut hak-hak masyarakat adat dis-egala lini kehidupannya. Jika sebelumn-ya gerak pemuda adat sporadis, maka BPAN hadir untuk menyatukannya. Den-gan struktur organisasi yang menaungi hingga ke-tingkat kampung, maka BPAN diharapkan mampu melakukan koordi-nasi yang lebih efektif dalam melakukan gerakannya.Kini dalam satu tahun telah terbentuk 7 pengurus wilayah BPAN antara lain BPAN Kalbar, BPAN Maluku Tengah, BPAN Kalsel, BPAN Sumut, Bara-losa NTB, BPA Tano Batak, BPAN Kalteng. Kemudian ada 4 pengurus daerah BPAN yaitu BPA Daerah Medan, BPA Daerah Deli, BPA Daerah Serdang, BPA Talang Mamak, serta 1 komisariat Kampung (Korkam) di Komunitas Pagu, Halmahera Utara, Maluku Utara. Untuk memperkuat pemuda adat, telah dilaksanakan pro-gram bentuk-bentuk peningkatan ka-pasitas serta program magang di PB AMAN. Selain itu BPAN melakukan mo-bilisasi aksi melalui berbagai medium, baik online (sosial media, petisi online, talkshow) hingga offline seperti aksi demo. Tak hanya kaum muda, perem-puan AMAN pun berperan besar dalam memperjuangkan wilayah adatnya. Di beberapa wilayah, kaum ibu men-jadi garda terdepan dalam mengha-dapi moncong senjata aparat polisi. Ke-beradaan perempuan AMAN, tentunya hendak memperkuat posisi perempuan baik dalam konteks internal masyarakat adat, maupun eksternal. Surti Handay-ani selaku sekretaris pelaksana per-

Peaerta Sarasehan Memperkokoh Organisasi, Tantangan Setelah Kemenangan Diraih

Page 38: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

38mei 2013

berita komunitas

empuan AMAN memaparkan landasan pemikiran dan berbagai peningkatan kapasitas perempuan adat. Menanggapi presentasi dari ketua umum BPAN dan Sekpel Perem-puan AMAN, Nur Fauzi Rahman menggu-gah dengan serentetan pernyataan dan pertanyaan tajam. “Bahwa pemuda AMAN bukan sekadar krisis identitas, tapi yang terjadi mereka pergi dari wilayah adatnya, dan lupa pulang. Tragisnya, mereka disuruh pergi merantau untuk sekolah. Orangtu-anya susah payah menjual hasil karet, kelapa, padi, untuk membiayai anaknya sekolah. Tapi hasilnya, sekolah menga-jarkan ilmu pergi dan lupa pulang,” un-gkap Nur Fauzi Rahman. Artinya tantangan bagi gen-erasi penerus masyarakat adat ialah me-mikirkan “jalan” bagi pemudanya untuk pulang kampung serta mengurus tanah airnya. Ia melanjutkan bahwa kelak ada dua momentum besar dalam perjuangan masyarakat adat, yaitu disahkannya RUU Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat, dan keputu-san Mahkamah Konstitusi yang men-

yatakan apakah hutan adat akan tetap menjadi bagian hutan negara atau dikem-balikan kepangkuan masyarakat adat. Jika seluruh proses perjuangan berpihak pada masyarakat maka akan ada jutaan hektar hutan/ tanah adat akan dikemba-likan. Persoalannya apakah pemuda adat siap kembali ke kampung untuk meng-garap lahan adat sebagai sumber alam demi kehidupan bersama. “Sebagai contoh Anggota AMAN Kalimantan Tengah ada 400 komunitasdi 14 Kabupaten/kota. Ada 220 komunitas adat yang sedang konflik dengan taman nasional, perusahaan HTI. Lalu apa yang akan dilakukan masyarakat adat ?,” tan-tang Nur Fauzi. Dengan tegas Nur Fauzi meng-garis bawahi bahwa “jika siap menang, urus pemuda adat.” Sebenarnya gerakan pulang kampung sudah pernah diuta-rakan oleh Simon Pabaras, dalam wawan-cara di Tobelo, saat Kongres AMAN ke-IV lalu. Namun menggerakkan pemuda-pe-mudi adat untuk pulang ke kampung bu-kan hal yang mudah. Menyoal gerakan pulang kam-pung sejalan dengan gerakan revitalisasi

wilayah adat, kebudayaan, ekonomi lokal, dan lain-lain. Semuanya berkelindan se-hingga dibutuhkan suatu metode kreatif dengan cara pandang holistik. Tantangan yang diajukan Nur Fauzi sangat menarik, setidaknya untuk kembali merefleksikan segala aktivitas peningkatan kapasitas melalui metode yang sudah digunakan seperti pelatihan, magang, dan lain-lain. Apakah semua jenis peningkatan kapasi-tas ini sudah signifikan untuk memper-siapkan pemuda dan pemudi adat berkar-ya di kampungnya ? Kembali pada pemuda Pan-dumaandan-Sipituhuta bernama Aman dalam ilustrasi di atas, maka kita melihat relasi antara pemuda dengan kampung halamannya tak terputus begitu saja. Mereka mencari bentuk perjuangan di rantau demi membantu perjuangan kera-batnya di kampung. Ini adalah modal so-sial, barulah kemudian beranjak pada soal mengolah wilayah adat serta revitalisasi kebudayaan. Kita seharusnya meyakini bahwa pemuda dan perempuan adat siap menjawab tantangan saat kemenangan telah diraih.// ***** A.T.Pandjaitan.

Para Pimpinan Sidang Sementara [RAKERNAS AMAN III]

Page 39: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

39mei 2013

ekjen AMAN, Abdon Nababan, menyampaikan hal-hal mendasar men-genai urgensi lahirnya

AMAN Sampaikan Materi Pokok dalam Dengar Pendapat Umum

Badan Legislasi (BALEG) DPR RIterkait RUU Masyarakat Adat

Jakarta/ Baleg DPR, 7 Maret 2013. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memenuhi undangan Badan Leg-islasi (baleg) DPR untuk memberikan pandangan dan masukan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait pembahasan RUU PPHMA yang ten-gah berlangsung di BALEG. Pandangan dan masukan AMAN dalam RDPU ini berpusat pada gagasan-gagasan umum tentang masyarakat adat serta mas-ukan-masukan yang sifatnya substantive dan teknis ke dalam draf RUU yang dihasilkan BALEG pada Februari lalu. Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses awal penggodokan undang-undang ini, AMAN telah berinisiatif meny-erahkan draf Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat pada BALEG, agar masyarakat adat mendapat pengakuan dan perlindungan dari pemerintah lewat undang-undang.

SUndang Undang tentang Masyarakat Adat ini. Ia menyampaikan bahwa salah satu alasan mengapa UU ini penting disebab-kan karena masyarakat adat telah men-galami ketidakadilan berkepanjangan, sejak Indonesia lahir sebagai negara merdeka dan bertambah hebat setelah Indonesia dikuasai pemerintahan yang otoriter. “Sejak tahun 1945 dudukan untuk masyarakat adat sebenarnya su-dah ada, namun akibat ada kelalaian dan salah urus selama 67 tahun, maka terjadilah konflik-konflik antara pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan BPN versus masyarakat adat. Ketidakadilan tersebut akibat dari pengingkaran dan pengambilalihan hak masyarakat adat (hak-hak sipil, politik, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat adat), kata Abdon Nababan. Tindakan-tindakan tersebut bahkan nyaris selalu diikuti dengan kekerasan. Kekerasan yang kerap menim-pa masyarakat adat ini sebenarnya bisa diselesaikan lewat perlindungan hak-hak masyarakat adat. Dalam perjalanan-nya nanti bangsa Indonesia bisa bangkit berdaulat dan bermartabat,” papar Ab-don Nababan lebih jauh. Kemudian Sekjen AMAN itu pun memaparkan "usulan peru-bahan atau masukan" dengan berbagai argumen pokok pikiran yang seharusnya bisa masuk dalam RUU PPHMA. Dalam paparan Abdon, pokok-pokok pikiran yang harus harus diako-modir BALEG dalam penyusunan RUU Masyarakat Adat paling tidak mencakup:

Judul dan terminologi yang lebih mencer-minkan realitas sosial masyarakat adat, istilah “Masyarakat Adat” dan bukan isti-lah masyarakat hukum adat, perlu meng-hilangkan pengakuan bersyarat terhadap masyarakat adat, perlunya memasukkan asas Bhineka Tunggal Ika dan asas ke-setaraan dan non-diskriminasi sebagai satu kesatuan asas, proses identifikasi

oleh masyarakat adt itu sendiri, proses verifikasi oleh Komisi Masyarakat Adat, penetapan masyarakat adat, Pentingn-ya ada lembaga yang bersifat khusus dan independen, perlu kejelasan men-genai hak-hak masyarakat adat yang akan diatur, tanggungjawab pemerin-tah, penyelesaian sengketa dan perlu-nya sebuah ketentuan peralihan yang

rubrik khusus

AMAN menghadiri undangan BALEG

Page 40: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

40mei 2013

menentukan bahwa peraturan-peraturan daerah tentang masyarakat adat yang telah ada tetap berlaku. Setelah Abdon Nababan, pem-bicaraan dilanjutkan dengan pemaparan yang komprehensif dari Noer Fauzy Rachman yang membuat para anggota Baleg terkejut. “Bahwa ada pengalaman pahit rakyat pedesaan yang menyebut diri sebagai masyarakat adat, dalam per-ampasan tanah sumber dan daya alam itu membuat masyarakat adat mem-perjuangkan tanah air mereka. Praktek lalim itu dimulai dari penghancuran leburan hubungan kepemilikan rakyat pedesaan atas tanah, sumber daya alam dan wilayahnya dan segala hal ihwal ke-budayaan yang hidup dan melekat secara sosial di atas-nya. Kemudian pengakuan negara atas eksistensi masyarakat adat serta lainya adalah jalan tempuh yang akan memulihkan jalur transformasi, komunitas-komunitas masyarakat adat dari sekedar penduduk korban menjadi warga negara dengan seperangkat hak asasi yang melekat padanya,” papar Noer Fauzy. Jika biasanya interupsi dilaku-kan untuk menyangkal atau member sanggahan, kali ini interupsi dilakukan Prof Hendrawan dari FPDIP hanya untuk memastikan dapat coppy salinan materi yang disampaikan oleh Noer fauzy Rach-man. Anggota Baleg DPR Prof Ismed (Fraksi PAN) mempertanyakan mengapa bupati yang diusulkan AMAN untuk me-netapkan ketentuan masyarakat adat? Bukankah penetapan oleh Gubernur atau oleh Presiden memiliki kekuatan hukum lebih kuat ketimbang seorang bupati? Abdon Nababan menjawab hal itu dengan sederhana bahwa tak perlu masyarakat adat harus ngurus persoalannnya jauh-jauh ke pusat. Biarlah bupati yang mengurusnya, karena representasi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adat adalah tingkat kabu-paten dan jika nanti itu menyangkut dua wilayah kabupaten barulah ke-tingkat propinsi,” jawab Abdon Nababan yang juga mengingatkan bahwa sebenarnya sudah cukup banyak Perda di level dae-rah yang sudah mengatur dengan baik hak-hak masyarakat adatnya. Pernyataan

ini terutama dimaksudkan untuk menjaga agar perda-perda tersebut tetap berlaku setelah undang-undang ini disahkan. Nestariani (Fraksi Gerindra) menerangkan bahwa sekarang juga di Komisi II sedang membahas undang-undang pertanahan. Lalu apakah RUU Petanahan tidak kontraproduktif dengan RUU Masyarakat Adat menyangkut soal pengadaan tanah? Endang (Golkar) lain lagi, dia menerangkan bahwa saat ini sudah ada otonomi daerah, juga ada undang-un-dang desa yang sekarang dibahas, lantas bagaimana peran kepala desa sebaiknya nanti? sehubungan dengan keberadaan masyarakat adat? karena kita juga se-dang membuat RUU Desa. Sebelum lebih jauh lagi Ketua Baleg, Sunardi Ayub (Ha-nura) menganulir pernyataan Endang itu karena RUU Desa adalah berbeda dengan RUU PPHMA, demikian Ketua Baleg RUU PPHMA membantah sendiri pernyataan anggota baleg tersebut. Selesai acara formal dengar pendapat, Ketua Baleg bersama para ang-gota baleg lanjut berdialog secara lang-sung dengan dengan Sekjen AMAN dan Noer Fauzy Rachman. Bolehlah kita berharap semoga saja ada titik terang antara Baleg DPR dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantra dalam menyusun undang-undang ten-tang masyarakat adat ini. Kemudian pada tgl 11/ 4/ 2013 DPR RI menggelar Rapat Paripurna ke-20 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nu-santara II Paripurna, Lantai 3, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat Paripurna dihadiri 336 orang anggota dari berbagai fraksi. Tak memakan waktu lama dan perde-batan sengit. Pendapat fraksi-fraksi dan pengambilan keputusan terhadap RUU Usul Inisiatif Baleg DPR RI, tentang Pen-gakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat menjadi RUU DPR langsung disetujui. Usulan serta pendapat masing-masing Fraksi akan diserahkan secara tertulis. Ketua Sidang Paripurna DPR, Pramono Anung, Fraksi PDI P mengatakan RUU PPHMA disetujui sebagai usul inisi-atif, nanti pada persidangan berikut baru akan dibentuk hal-hal yang berkaitan

dengan RUU PPHMA tersebut. Dalam kesempatan yang sama anggota DPR, Nudirman Munir,

(Golkar), mengatakan berbagai masalah yang berkait dengan masyarakat adat harus diserahkan kepada peradilan adat, jangan ada opsional boleh memilih. Kalau boleh memilih investor yang banyak uang akan memilih peradi-lan hukum. Begitu juga yang punya kekua-saan pasti memilih pengadilan umum. Kalau yang ini nggak ada pilihan lain, tetap harus ke pengadilan adat. Nah me-mang yang tertinggi nantinya Mahkamah Tinggi Adat di tingkat Propinsi. Tetapi kita harus menjaga NKRI, karena itu tetap beriduk pada Mahkamah Agung. Mengenai materi dan isi diserah-kan pada masing-masing propinsi. Sebab belum tentu hukum adat yang berlaku diMinang, berlaku juga di Tapanuli atau di suku Dayak atau suku-suku lain di Indo-nesia. Karena itu diputuskan, bahwa tiap propinsi untuk membuat ketentuann-ya masing-masing, melalui Perda Propin-si, melalui Perda Kabupaten/ Kota dalam hal melindungi kepentingan masyarakat hukum adatnya masing-masing, maupun waktu verifikasi. Sebab verifikasi jadi hal yang menentukan juga, misalnya ada orang yang mengaku di daerah saya ber-laku hukum adat, padahal daerah yang dimaksud tidak berlaku lagi hukum adat, maka hal yang juga menentukan adalah verifikasi, papar Nudirman Munir. Menyikapi hasil ini, Direktur Hu-kum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi men-gatakan, ini baru satu tahap dari tahapan lainnya yang menentukan. Jika tahap sebelumnya masyarakat adat telah beru-saha mempengaruhi draf Baleg (Badan Legislasi) melalui kerja lobby, maka tahap selanjutnya tidak hanya Baleg atau Komi-si, tetapi juga kementerian yang ditunjuk oleh presiden. “Tahapan selanjutnya yaitu agenda pembahasan di Badan Musaya-warah untuk memutuskan apakah RUU ini akan dibahas di Komisi, Pansus atau Baleg. DPR akan mengirimkan RUU inisi-atif DPR kepada Pemerintah, kemudian Presiden akan menunjuk Kementrian tertentu untuk membahas RUU bersama

rubrik khusus

Page 41: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

41mei 2013

umbang Malahoi, di tempat inilah kita heningkan cipta untuk para leluhur yang telah

INDONESIA BARU

Sambutan Abdon Nababan di Pembukaan RAKERNAS III AMAN

di TanganMasyarakat Adat

Tmewariskan alam beserta isinya, adat istiadat, bahasa, kebudayaan. Dengan cara inilah masyarakat adat nusantara membuka Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke III di Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, pada 22 Februari 2013. Rakernas AMAN III dibuka dengan tetabuhan musik menggetar-kan yang mengiringi tarian “Hetawang Hakangkalu,” sebuah tarian yang men-gandung makna pentingnya masyarakat bergotong royong dan bekerjasama. Tarian “Kandurang Tinggang Rangga” membawa pesan moral bahwa manusia wajib mengandung dan melahirkan gen-erasi penerus. Tarian ini juga mereflek-sikan bahwa masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah berkomitmen untuk mengendalikan diri dan bersabar demi memperjuangan dan membela pen-gakuan, perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Kesenian yang begitu mengg-etarkan ruang-ruang Rakernas AMAN III ini dilanjutkan dengan pidato yang sangat menyentuh dari Abdon Nababan selaku Sekjen AMAN. Beliau mengungkapkan bahwa Indonesia dibangun dari dua hal yaitu senasib dan sepenanggungan saat berhadapan dengan penjajah, dan sebuah cita-cita besar untuk menjadi bangsa

yang berdaulat dalam politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam ranah budaya. Adalah sebuah fakta bahwa tanah-tanah adat kini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan, baik as-ing, nasional, maupun daerah. Abdon Nababan menegaskan bahwa akibat pen-guasaan ini maka sumber alam untuk ke-hidupan bersama masyarakat adat telah rusak, kebudayaan tergerus. Dalam beli-tan rezim kapitalis inilah masyarakat adat bergerak untuk tetap meletakkan mimpi kedaulatannya.Persoalan besar bangsa ini terletak pada sistem yang tidak berpihak pada mimpi besar yang mendasari keberadaan Indo-nesia. Sistem keropos ini menyebabkan masyarakat adat bisa berkelahi satu sama lain untuk sesuatu yang sebenarnya mer-ugikan seluruh elemen masyarakatnya. Padahal masyarakat adat bisa hidup layak dan sejahtera dari tanah adatnya sendiri. Tanah adat yang menghasilkan karet, kemenyan, padi, sagu, hasil hutan, dan lain-lain. Sebuah pertanyaan besar perlu ditanamkan terus menerus di setiap generasi, apakah masyarakat adat akan merusak tanah adatnya sendiri ? Artinya mimpi kedaulatan di segala ranah kehidu-pan harus dialirkan ke setiap kampung, jajaran pemangku kepentingan, struktur pemerintahan di setiap level.

Tingkat kabupaten juga memegang peranan penting agar masyarakat adat menjadi yang terdepan dalam mewujudkan mimpi besar ini. Ab-don Nababan menyatakan bahwa mimpi itu kini telah mengalir di Kabupaten Gunung Mas. “Bayangkan jika setiap kabupaten di Indonesia mempertahan tanah adat, bukan justru memperjual belikan tanah adat. Bayangkan jika masyarakat adat memiliki tambang emasnya sendiri, perkebunan sawit, yang dikelola dengan kearifan lokalnya. Artinya bangsa ini tidak perlu men-gundang investor karena masyarakat adatnya bisa mandiri,”tegas Abdon Nababan. Kini AMAN tengah menuju pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat”, menunggu keputusan MK untuk mengembalikan hutan adat dari negara. Jika keputusan MK mengabulkan tun-tutan masyarakat adat maka akan ada sekitar 40 juta hektar hutan adat akan dikembalikan ke pangkuan pemiliknya. Rapat kerja nasional ke-III ini meru-pakan cambuk bagi masyarakat adat untuk bekerja menciptakan Indonesia baru. Percayalah, leluhur akan merestui kerja keras ini. *** (AT)

rubrik khusus

Abdon Nababan [Sekjen AMAN]

Page 42: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

42mei 2013

akarta, 16 April 2013-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut gembira J

atas penghargaan Goldman Enviro-mental Prize 2013 kepada Aleta Ba’un yang biasa dikenal dengan Mama Aleta, yang juga anggota Dewan AMAN Nasional(DAMANAS) mewakili Region Bali Nusa Tenggara (Bali Nusra). Mama Aleta terpilih mela-lui penjurian internasional berdasarkan nominasi rahasiaoleh suatu jaringan kerja berbagai organisasi dan para penggiat di bidang lingkungan hidup. Mama Aleta menerima langsung Gold-man Environmental Prize 2013 dalam satu upacara khusus pada hari Senin 15 April 2013, di San Francisco Opera House, Amerika Serikat sekitar pukul 17.00 waktu San Fransisco atau pukul 07.00 WIB (16/4). Goldman Environmental Prize 2013 merupakan Hadiah Lingkungan Hidup yang diberikan setiap tahun kepada pahlawan lingkungan hidup, masing-masingmewakili enam kawasan besar di dunia. “Saya gembira, ini penghar-gaan yang pantas buat Mama Aleta. Beliau merupakan Perempuan Adat yang menjadi pemimpin dan memilih menggerakkan perempuan ditengah struktur sosial yang lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Mama Aleta berhasil meng-gerakkan Masyarakat Adat Mollountuk kem-bali percaya pada kekuatan ritual seba-gai media yang mem-persatukan perjuangan bersama antara masyarakat adat dengan para leluhurnya, salah satunya melawan agresi pem-bangunan yang masuk dalam bentuk

tambang marmer. Saya juga mengucap-kan terimakasih kepadakeluarga Gold-man karena ini kali ketiga pemimpin pergerakan Masyarakat AdatNusantara menerima Goldman Environmental

Prize. Sebelumnya dimenangkan oleh

Bapak (alm) Loir Botor Dingit,Kepala Adat Besar Masyarakat Adat Dayak Bentian dari Kalimantan Timur pada tahun 1997 dan Mama Yosepha Alomang dari Orang Amungme di Papua pada tahun 2001” papar Abdon Nababan, Sekjen AMAN. Seorang Mama Aleta, perannya begitu penting dalam mempertahankan identitas dan keluhuran Masyarakat Adat Mollo, di kaki Gunung Mutis, Nusa Teng-gara Timur. Wilayah yang pada masanya subur dengan tumbuhan pinang, jeruk, mangga, nangka, kentang, juga tanaman untuk obat tradisional, sayur-mayur, dan tanaman sejenis eucalyptus. Keinginann-ya sederhana, agar masyarakat setempat tidak kehilangan sumber pangan, identi-tas dan budaya daerah Hidup Masyarakat Adat Mollo terkait erat dengan sumber daya alam yang dianggap sakral. Mereka men-gumpulkan makanan dan obat-obatan dari hutan, bercocok tanam di tanah subur dan panen dari tanaman pewarna alami yang mereka butuhkan untuk me-nenun. Kegigihan perempuan kelahiran Lelobatan, Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, 16 Maret 1963 itu mempertahankan tanah leluhurnya dan membangun solidaritas dan menjadi in-spirasi bagi kaum tani dan masyarakat adat, khususnya kaum perempuan adat, telah membawanya meraih penghargaan

lingkungan hidup "Goldman Envi-ronmental Prize 2013".

"Kita sangat berteri-makasih mendapatkan se-orang Ibu di Pegunungan Timor sebagai kebanggaan Indonesia. Penghargaan ini

merupakan bentuk penghar-gaan atas semua perjuangan

ibu-ibu petani dan Masyarakat Adat Nusantara yang Mama Aleta wakili

sebagai pahlawan dalam pertahanan bu-daya, pangan, penghidupan berkelanju-

Sebenarnya penghargaan ini untuk kita semua

sebagai aktivis lingkungan hidup yang telah bekerja keras dan tak kenal lelah untuk memberi semangat kepada masyarakat adat mollo, untuk

berjuang memperatahankan lingkungan hidup. Dan bukan hanya mollo saja tapi untuk seluruh

masyarakat adat nusantara

PERJUANGKAN TANAH LELUHURAleta Ba’un Raih Goldman Enviromental Prize 2013

rubrik khusus

Aleta Ba’unPhoto @ Nanang Sujana

Page 43: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

43mei 2013

PERJUANGKAN TANAH LELUHURAleta Ba’un Raih Goldman Enviromental Prize 2013

rubrik khusus

Masyarakat Adat Mollo

tan, pemeliharaan dan pengelolaan alam. Ternyata perjuangan beliau dihargai oleh dunia luas lingkungan hidup,” Jelas Antoinette G. Royo, Direktur Eksekutif Samdhana Institute. Lembaga pendukung dan pengusul Mama Aleta ke Goldman Environment Prize. Mengomentari atas penghar-gaan yang diraihnya, mama Aleta berujar bahwa penghargaan ini bukan untuknya atau Masyarakat adat Mollo saja, namun untuk seluruh Masyarakat adat nusanta-ra. “Sebenarnya penghargaan ini untuk kita semua sebagai aktivis lingkun-gan hidup yang telah bekerja keras dan tak kenal lelah untuk memberi semangat kepada masyarakat adat mollo, untuk berjuang memperatahankan lingkungan

hidup. Dan bukan hanya mollo saja tapi untuk seluruh masyarakat adat nusanta-ra,” katanya. Perjuangan Mama Aleta telah dimulai pada 1990-an, ketika Gunung Batu Anjaf dan Nausus mulai dirambah industri tambang dan industri kehutanan. Gunung Batu anjaf untuk dikeruk (dibelah) dan di-olah menjadi batu marmer. Batu, bagi orang Timor adalah batu nama. Nama marga ada pada batu-batu itu. Kalau batu nama itu dihilangkan, maknanya sama dengan menghilangkan identitas orang Timor. Perjuangan Mama Aleta dan Masyarakat Adat Mollo selama 11 tahun mulai membuahkan hasilpada 2007, dengan dihentikannya operasi tambang di daerah tersebut. Mama Aleta secara

damai menduduki tempat-tempat penambangan marmer dengan aksi yang disebut "protes sambil menenun." Perusakan tanah hutan yang sakral di Gunung Mutis, Pulau Timor akhirnya bisa dicegah. Didirikan sejak 1989 oleh beberapa tokoh masyarakat seperti Richard dan Rhoda Goldmandari San Francisco, Goldman Enviromental Prize saat ini memasuki tahun ke-24. Selain Mama Aleta, Goldman Enviromental Prize 2013 diberikan kepada Jonathan Deal (Afrika Selatan), Azzam Alwash (Irak), Rossano Ercolini (Italia), Kimberly Wasserman (AS) dan Nohra Padilla (Ko-lombia).

Page 44: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

44mei 2013

aki-laki dan perempuan adalah setara. Namun dalam perjalannya men-uju tingkat kesetaraan

Perempuan AdatPerkembangannya

dan

Ltersebut, perempuan adat masih terus menjadi sub ordinat atau bagian ke-dua dari aspek berbangsa dan bernegara. Dalam rumah tangga hingga ranah publik perempuan seringkali hanya menjadi pelengkap, perempuan masih dianggap sebagai nomor dua, hingga akhirnya membuat kebijakan pemerintah juga kurang menghargai perempuan dan dengan demikian mem-buatnya tidak setara dengan laki–laki. Sementara dalam sejarahnya baik itu dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan juga dalam memper-tahankan hak-hak wilayah adat, per-empuan memiliki peranan yang sangat penting. Pada saat acara; “Temu Nasional Perempuan Adat Nusantara,” di bukit Doa, Tobelo, Halmahera Utara, April, tahun 2012, KOMNAS Perem-

puan memaparkan data sebagai berikut kekerasan terhadap perempuan tahun 2011 ada 119.000 kasus, 96% kekerasan terjadi di ranah domestik atau ranah rumah tangga, dalam 10 tahun terakhir ada 93.000 kekersan seksual dan pelaku-nya adalah orang-orang dekat, seperti ayah, kakak, paman, saudara, dan seba-gainya, yang mematahkan asumsi bahwa rumah adalah tempat yang aman. Melihat catatan Komnas Perempuan tersebut, jelas menunjukkan betapa rentannya perlindungan terhadap perempuan juga Perempuan Adat atau PA. Dalam setiap pengambilan kepu-tusan perempuan bisa dipastikan hanya sebagian kecil saja yang berani menyam-paikan usulan. Bahkan ide–idenya dalam perjuangan maupun dalam perkem-bangan laju pembangunan, sedikit saja yang terekspose ke media massa. Pada kenyataannya perempuan–perempuan adat terus menerus berjuang untuk mendapatkan hak–haknya dalam memposisikan dirinya sejajar dengan laki–laki. Dalam pengambilan keputusan

atau bahkan saat mempertahankan tanah serta warisan leluhurnya dari kerusakan yang disebabkan oleh perusahaan, mere-ka mengalami tindak diskriminasi dan kriminalisasi. Perjuangan itu mulai dilakukan tahun 1990-an, dimana pada masa itu masyarakat adat utamanya perempuan adat mendapatkan perlakuan–perlakuan yang jauh dari rasa kemanusiaan, juga adanya indikasi pelanggaran HAM. Maka pada tanggal 17 Maret 1999 semua perwakilan masyarakat adat berkumpul di Hotel Indonesia, melahir-kan organisasi AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) juga disebut Kongres Masyarakat Adat Nusantara I juga disebut KMAN I. Saat itu hadir perwakilan be-berapa perempuan adat, yang kemudian hari melahirkan organisasi APAN (Aliansi Perempuan Adat Nusantara) pada tahun 2001 di Bali. Namun selama perjalanan-nya organisasi APAN tidak terdengar gaungnya, baru kemudian pada tahun 2007, tepatnya KMAN III dalam organisasi

rubrik khusus

Perempuan AMAN se-Nusantara

Page 45: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

45mei 2013

AMAN ada Direktorat yang mengurusi Perempuan adat DPPA ( Direktorat Pem-berdayaan Perempuan Adat ). Pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara III di Pontianak dimandatkan juga untuk membentuk organisasi sayap Perempuan Adat serta Pemuda Adat, di-harapkan sayap organisasi ini bisa menja-di organisasi yang membantu organisasi induknya yaitu AMAN (Aliansi Masyaraka-ta Adat Nusantara) untuk mengkader dan membangun kapasitas perempuan adat serta pemuda–pemudi adat di seluruh Nusantara. Berawal pada pertemuan perta-ma, Delegasi Perempuan Adat berkumpul di Hotel Medina, Bogor pada 22 Mei 2012. (Perempuan Adat adalah bagian (kelom-pok) dari komunitas adat (yang posisinya setara) yang memiliki peran dan fungsi menjaga ketahanan hidup komunitasnya yang hidup berdasarkan asal usul le-luhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidu-pan sosial budaya yang diatur oleh hu-kum adat dan lembaga yang mengelola keberlangsungan kehidupan ) . Dua tahun terakhir Perempuan Adat mulai melakukan pertemuan yang cukup intensif untuk mengkaji ulang seluruh proses keterlibatan PA di AMAN. Pertemuan ini membangun kesadaran PA bahwa mereka membutuhkan wadah lain sebagai tempat belajar dan mengkonsoli-dasikan diri mereka untuk mengejar ban-yak ketertinggalan selama ini. Kesadaran membangun cita-cita bersama sebagai PA yang memegang fungsi dan peran menjaga ketahanan hidup komunitasnya tidaklah cukup bagi PA hanya melalui proses-proses berorganisasi di AMAN terutama untuk

membangun kesetaraan posisi di dalam organisasi AMAN. Temu Perempuan Adat di Hotel Medina, 2011 yang dihadiri oleh PA dari 7 wilayah regional AMAN telah me-nyepakati dibentuknya Organisasi sayap PA yang otonom di bawah AMAN. (Term Of Referrance Temu Nasional Perempuan Adat) Tanggal 15–16 April 2012 diadakan Temu Nasional Perempuan Adat di Bukit Doa, Tobelo Halmahera Utara, yang di hadiri oleh delegasi perempuan Adat dari 7 Region Anggota AMAN, dan disanalah terbentuk organisasi sayap perempuan Adat dengan nama PEREMPUAN ADAT (Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). Hing-ga kini perempuan adat terus menerus berjuang untuk mempertahankan hak atas wilayah adatnya, perjuangan yang mereka lakukan sejak lama menguras banyak tenaga di sela – sela para pejuang, perempuan adat harus tetap memperha-tikan dan mengabdi sebagai seorang istri namun dalam perjuangan tersebut mere-ka tetap mendapat dukungan dari suami mereka, diantara para pejuang perem-puan adat di seluruh Nusantara ada yang berasal dari Molo, Timur Tengah Selatan ( Mama Aleta Ba’un ), dari Tano Batak, Sumatra Utara (Lungguk br Sibarani (Nai Sinta), Dari Toraja ,Sulawesi Selatan ( Ibu Den Upa Rombelayuk ) dari Tana Luwu, Sulawesi Selatan ( Mama Werima ), Dari Kalimantan Tengah ( Ibu Mardiana ) dari Halmahera Utara ( Ibu Afrida Erna Ngato ) dan Dari Papua ( Mama Yosefa ). Beberapa pejuang perempuan adat ini sudah lan-jut usai namun semangat mereka tetap menjadi motivasi bagi perempuan adat di seluruh Nusantara, dan hingga saat ini perempuan adat masih terus berjuang mempertahankan wilayah adatnya den-gan berbagai strategi.

Seringkali mereka mendapat-kan perlakuan tidak menyenangkan dari pihak aparat dan bahkan oleh Pe-megang kebijakan negara. Ada banyak contoh yang dialami oleh pejuang per-empuan adat, diantaranya Intimadasi dari aparat seperti yang dialami oleh Sangaji Pagu (Ibu Afrida Erna Ngato) Ibu Afrida ditangkap saat memimpin masyarakat adat yang saat itu melaku-kan aksi menutup pintu masuk ke area Tambang emas PT NHM tepatnya 24 November 2012. Dia bersama 31 orang Masyarakat Adat Pagu mendapat per-lakuan kasar dari aparat dalam artian mereka dibentak serta alat komunikasi mereka dirampas, sebelum akhirnya mereka dibawa ke Polres Halmahera Utara dengan menggunakan truk, jus-tru oleh para aparat yang menjaga aksi damai yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Pagu, Halmahera Utara itu, meski-pun kemudian mereka dilepaskan. Sam-pai sekarang Masyarakat Adat Pagu tetap melawan dan teguh pada pendi-riannya. Perempuan adat masih terus menerus berjuang untuk memper-tahankan wilayah adatnya, berjuang untuk menyetarakan posisinya dalam pengambilan keputusan dan berjuang dalam kemandirian perekonomiannya, dimana semua itu tidak pernah lepas dari restu leluhur dan juga semangat yang tetap terjaga di setiap jiwa dan raga perempuan adat di seluruh Nu-santara.

TETAP SEMANGAT PEREMPUAN ADATSurti Handayani

(Sekretaris Pelaksana PEREMPUAN AMAN )

rubrik khusus

Perempuan AMAN se-Nusantara

Page 46: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

46mei 2013

laporan keuanGan

laPoran Keuangan PB aman Per 31 FeBruary 2013

Kontak Person Laporan Keuangan @ Rainny Situmorang Email: [email protected]

HP: 0812 1100 303Rumah AMAN:

Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A JKTS. Telpon: 021-8297954

Penerimaan Dana terikat periode Februari 2013

Jumlah

AIPP - National Training on HRs 94,488,055.00

AIPP - Study Trip In indonesia 114,211,725.00

AIPP- Miserior 188,100,800.00

AIPP - IPHRD 48,395,241.36

RFN - REDD 1,943,415,124.55

IWGIA/AIPP - REDD 2,643,101,286.24

TamalPais 971,154,305.00

GreenPeace 35,000,000.00

NCIV 333,814,751.95

Tebtebba - REDD 378,430,274.00

Kemitraan 576,599,000.00

JSDF 3,775,000,000.00

AIPP - Support Indigenous Voices in ASIA

368,382,549.00

Saldo 11,470,093,112.10

Penerimaan Dana tidak terikat Jumlah

IURAN Komunitas 5,080,000.00

IURAN Kader 822,000.00

IURAN Kader Pemimpin 762,000.00

IURAN Bebas dari Kader & Anggota 52,000.00

Donasi, sumbangan Staf dan lain-lain 685,912,647.57

Titipan Dana (Samdhana, PEREMPUAN AMAN)

175,489,000.00

Saldo 692,628,647.57

12,162,721,759.67

Sisa Dana per 31 January 2013 Jumlah

Kas 2,197,471.00

Dana Proyek per 31 February2013 5,147,035,860.33

Dana Organisasi per 31 January 2013 58,758,488.21

Saldo per 31 January 2013 5,207,991,819.54

Piutang Organisasi kepada Proyek 247,789,149.57

Saldo 5,455,780,969.11

Pengeluaran Dana terikat Periode Juni 12-Feb 13

Jumlah

AIPP - National Training on HRs 94,573,880.00

AIPP - Study Trip In indonesia 146,891,029.00

AIPP- Miserior 104,063,000.00

AIPP - IPHRD 48,622,608.00

RFN - REDD 1,328,399,616.00

IWGIA/AIPP - REDD 1,599,510,900.00

TamalPais 638,916,399.25

NCIV 248,399,600.00

Tebtebba - REDD 309,500,000.00

Kemitraan 639,900,000.00

JSDF 745,712,207.00

Saldo 5,904,489,239.25

Pengeluaran Organisasi Jumlah

Rapat Kerja Nasional 1,583,336,511.00

Rapat Kerja Wilayah 4,000,000.00

Sumbangan/Donasi (acara adat, dll) 96,568,665.00

Gaji Staf PB AMAN 860,146,000.00

Subsidi Operasional PEREMPUAN AMAN dan BPAN

120,000,000.00

Damannas 173,200,000.00

Biaya Konsumsi Anak Magang 33,050,000.00

Biaya operasional dan kegiatan organisasi

271,000,000.00

Saldo 3,574,700,626.00

Page 47: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

47mei 2013

laporan keuanGan

iuran anggoTa KomuniTaS aman

Tanggal Nama Keterangan Jumlah

IURAN ANGGOTA KOMUNITAS

4/2/2013 Bank Saldo Sebelumnya 3,170,000

15/2/13 Cek Bocek Iuran anggota Komunitas 480,000

20/2/13 Ketemenggungan Oheng Kreho (Punan) Iuran anggota Komunitas 120,000

20/2/13 Taman Sibau Iuran Anggota Komunitas 120,000

23/2/13 Sipituhuta Iuran Anggota Komunitas 120,000

24/2/13 Lamdesar Barat Iuran Anggota Komunitas 120,000

24/2/13 Hono Iuran anggota Komunitas 120,000

24/2/13 Orong Iuran anggota Komunitas 120,000

24/2/13 Patongloan Iuran anggota Komunitas 120,000

24/2/13 Pattallasang Iuran anggota Komunitas 120,000

24/2/13 Pagu/Isam Iuran anggota Komunitas 250,000

24/2/13 Mollo Iuran anggota Komunitas 50,000

24/2/13 Bonleu Iuran anggota Komunitas 50,000

24/2/13 Pandumaan Iuran anggota Komunitas 120,000

IURAN KADER PEMIMPIN

25/2/13 Bank Saldo Sebelumnya 497,000

20/2/13 Burani Tadje Iuran Kader Pemimpin 50,000

20/2/13 Sabirin Iuran kader Pemimpin 50,000

22/2/13 Satra Iuran Kader Pemimpin 25,000

23/2/13 Yusuf Biringkanae Iuran kader Pemimpin 50,000

24/2/13 Gabriel Ongirwalu Iuran Kader Pemimpin 50,000

24/2/13 Drs. Najamuddin iuran Kader Pemimpin 50,000

24/2/13 Safaruddin Iuran Kader Pemimpin 50,000

IURAN KADER PENGGERAK

4/2/13 Bank Saldo sebelumnya 288,000

19/2/13 Margaretha Setting B. iuran Kader Penggerak 50,000

19/2/13 Agapitus Iuran Kader Penggerak 50,000

20/2/13 Sardi Razak Iuran Kader Penggerak 50,000

20/2/13 Bata Manurun Iuran Kader Penggerak 50,000

22/2/13 Okplorensius Lubis Iuran Kader Penggerak 24,000

22/2/13 Hadi Irawan Iuran Kader Penggerak 50,000

23/2/13 Roganda Simanjuntak Iuran Kader Penggerak 25,000

23/2/13 Def Tri Iuran Kader Penggerak 25,000

24/2/13 Mangga Iuran Kader Penggerak 25,000

24/2/13 Paundanan Embong Bulan Iuran Kader Penggerak 25,000

24/2/13 Dore Armansyah Iuran Kader Penggerak 50,000

24/2/13 Muhlis Paraja Iuran Kader Penggerak 50,000

4/2/13 Bank SUMBANGAN ORGANISASI 52,000

Total Penerimaan per 1 April 6,716,000

Iuran dan Sumbangan bisa dikirim ke: BANK MANDIRI CABANG PEJATEN, JAKARTA.Atas Nama: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara - Nomor Rekening: 127-00-0644161-0

Kontak Person Laporan Keuangan @ Rainny Situmorang I Email: [email protected] I HP: 0812 1100 303Rumah AMAN: Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A JKTS. Telpon: 021-8297954

Page 48: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

48mei 2013

Penarikan Iuran AnggotaNo. Surat : 25/Edaran-SEKJEN/PB AMAN/IX/2012Perihal : Penarikan Iuran Anggota AMANSifat : Perhatian

Kepada Yth ;Komunitas Adat Anggota AMAN di seluruh Nusantara

Dengan hormat,

AMAN telah berdiri sejak Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I) tahun 1999 dan sudah melewati KMAN IV 2012 di Tobelo Kaputen Halmahera Utara propinsi Maluku Utara. Dari periode ke periode terus terjadi pertambahan jumlah anggota AMAN, Di KMAN I tahun 1999 anggota AMAN hanya berjumlah 360 komunitas ditambah dengan organisasi masyarakat adat yang telah terbentuk. Di tahun 2003 KMAN II jumlah anggota AMAN berjumlah 777, pada tahun 2007 KMAN III jumlah anggota AMAN berjumlah 1696 dan kemudian pada KMAN IV tahun 2012 jumlah anggota AMAN bertambah menjadi 1992 komunitas adat. Dalam rentang waktu hampir 14 tahun perjalanan organisasi ini, dengan penambahan jumlah anggota yang begitu cepat dan besar maka sudah seharusnya penggalangan dana organisasi secara bertahap dilakukan dengan cara mandiri. Ketergantungan dengan lembaga donor seperti saat ini, dalam jangka panjang akan membahayakan keberadaan dan kredibilitas AMAN sebagai ORMAS yang independen berbasis anggota. AMAN secara bertahap harus melakukan penganeka-ragaman sumber pendanaan, salah satunya dana dari iuran anggota dan sumbangan komunitas masyarakat adat yang sudah menjadi anggota AMAN. Iuran anggota adalah kewajiban yang sudah diatur di dalam Anggaran Dasar AMAN yang jumlahnya Rp.120.000; (seratus dua puluh ribu rupiah) per-tahun/komunitas Adat. AMAN harus memulai gerakan kemandirian ekonomi dengan memastikan pembayaran iuran tahunan sebagai bakti material keterikatan Masyarakat Adat (Anggota) dengan AMAN sebagai organisasi perjuangan bersama mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kemartabatan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui surat edaran ini, saya sebagai Sekjen AMAN yang bertanggung-jawab atas PENARIKAN IURAN ANGGOTA AMAN menyampaikan hal penting tentang tata cara pembayaran iuran anggota AMAN sebagai berikut:

Penarikan iuran dilakukan oleh Pengurus Besar, Pengurus Wilayah atau Pengurus Daerah atau dikirimkan sendiri oleh Komunitas Adat melalui rekening khusus Iuran PB AMAN, terhitung sejak tahun diterima dan disahkan sebagai anggota.

Besaran iuran komunitas masyarakat adat anggota AMAN jumlahnya sebesar Rp. 120.000 (Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) per tahun yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar AMAN.

Iuran disetorkan atau dikirimkan melalui Rekening Khusus Iuran atas Nama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bank Mandiri cabang Pejaten, Jakarta No.Rekening: 127.00.0644161.0

Iuran juga dapat disetorkan melalui Wesel pos ke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A Jakarta Selatan 12820.

Semua pengiriman atau setoran harus mencantumkan nama komunitas dan Konfirmasi atau Pemberitahuan bahwa PW atau PD atau Komunitas telah mengirimkan iuran dapat di kirimkan SMS pemberitahuan ke Nomor 081218334211 atau email: [email protected]

Persentase pembagian (alokasi) iuran yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan RPB X yaitu : 40 % untuk Pengurus Daerah, 30% untuk Pengurus Wilayah dan 30% untuk Pengurus Besar

Setiap Komunitas adat anggota AMAN yang membayar iuran akan di publikasikan atau di umumkan melalui media AMAN antara lain website AMAN, Gaung AMAN dan SMS Adat.

Setiap komunitas adat yang telah melakukan pelunasan iuran anggota akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan upaya-upaya perlindungan, pembelaan, dan pelayanan AMAN sebagai Organisasi kepada anggota.

Bergerak dan majunya organisasi ini kedepan, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan komunitas adat sebagai anggota AMAN. Demikian pemberitahuan penarikan iuran ini di sampaikan , atas perhatian dan kerjasama yang baik di ucapkan terimakasih.

Hormat Kami,Abdon NababanSekretaris Jenderal AMAN

Tembusan:1. Seluruh Ketua BPH AMAN Wilayah2. Seluruh Ketua BPH AMAN Daerah3. DAMANNAS (sebagai laporan)4. ARSIP

Surat Edaran

Page 49: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

49mei 2013

KalenDer aman

2 Februari 2013 Muswil AMAN Jawa2-3 Februari 2013 Musda AMAN Tanah Lembak, Bengkulu07 February, 2013 Lokakarya Sehari Kemitraan Australian Volunteers International, Fave Hotel Kemang, Jakarta12 Pebruari 2013 Musda di Seram Bagian, di Desa Morekao12 Februari 2013 Konsultasi Publik pemangku-kepentingan tingkat nasional sebelum melakukan Penilaian HCV bagi konsesi-konsesi Asia Pulp dan Paper Group/Sinarmas Forestry di empat (4) provinsi, di Hotel Harris Jakarta13 Februari 2013 Undangan Konsultasi AICHR 2013, di Redtop Hotel Jakarta12-13 Februari 2013 MUSWIL AMAN Sulawesi Utara16 Februari 2013 MUSDA AMAN Sanggau9 Februari 2013 Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Ambon18 Februari 2013 Rapat Panja Baleg tentang RUU PPHMA, terkait penyusunan Draft Hasil Masukan dari Pakar di DPR RI19-23 Februari 2013 Rapat Kerja Nasional AMAN ke III di Palangkaraya dan Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas 19 – 23 Februari 201319 Maret 2013 Tanah untuk kesejahteraan, kemakmuran rakyat dan ketahanan pangan”. Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat21-22 Maret 2013 Konsultasi Fase Pertama untuk meninjau and memperbaiki kebijakan Perlindungan (safeguards Policies) Bank Dunia pada maret 21-22, 2013. Hotel Twin Plaza, Jakarta27 Februari - 3 Maret 2013 Training of Trainers Pemetaan dan Perencanaan Partisipatif di Komunitas Adat Tallu Bamba, Kabu paten Enrekang7 Maret - 11 Maret 2013 Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif dan Perencanaan Tata Ruang Wilayah di Kelurahan Peta, Kota Palopo2-10 Maret 2013 Study trip to nepal, climate change and redd partnership program, nepal11-15 Maret 2013 The World Biofuel Market di Nedherland12 Maret - 18 Maret 2013 Training Fasilitator Pemetaan Partisipatif di Komunitas adat Ondae Pamona Kabupaten Poso16-17 Maret 2013 Rapat Kerja ke II AMAN DAERAH SUMBAWA, Komunitas ADAT PEKASA17 Maret 2013 Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara di Bundaran HI, Jakarta17 Maret 2013 Perayaan HKMAN di Meratus17 Maret 2013 Untuk Perayaan HKMAN di Komunitas Adat Tanganam, Kecamatan Lunyuk.20 Maret 2013 Seminar Nasional terkait kearifan lokal dan hukum adat di Hotel Grand mahkota Pontianak (Kepoli sian Negara RI - Kalimantan Barat)22 Maret - 26 Maret 2013 Pendidikan Kader bagi Komunitas Adat di Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat "Bergerak Bersama Merebut Hak"25 Maret - 31 Maret 2013 Pelatihan Pemetaan Partisipatif & Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kelola Masyarakat Adat di Balai Adat Karya Sepakat, Kabupaten Tanah Bumbu25 Maret - 31 Maret 2013 Pelatihan Pemetaan Partisipatif & Rencana Tata Ruang Wilayah Masyarakat Adat, Pantai Serambi Deli, Komunitas/Kampong Paluh Sibji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang23-25 Maret 2013 Bali meeting Post201525 – 29 march 2013 Financial and Organisational Management Workshop, di Chiang Mai, Thailand

Februari-Maret 2013

Agenda Kegiatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

Page 50: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

50mei 2013

Galeri

Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ke-Tiga [RAKERNAS AMAN III]

Tumbang Malahoi, 19-23 Februari 2013

Page 51: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013

51mei 2013

Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ke-Tiga [RAKERNAS AMAN III]

Tumbang Malahoi, 19-23 Februari 2013

Galeri

Aksi Damai, Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan HUT AMAN Ke-14 [17 Maert 2013]

Bundaran Hotel Indonesia

Page 52: Gaung AMAN Edisi 48 Mei 2013