GangguanDisosiatifMelisa

62
BAB I PENDAHULUAN Gangguan disosiasi adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru. Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan disosiatif memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan dirinya sendiri dari trauma sambil juga menunda menyelesaikannya. 1 Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure) atau fungsi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus kaki). 2 Gangguan tersebut cukup lazim terjadi sebagai suatu pertahanan terhadap trauma, 1

description

ihib

Transcript of GangguanDisosiatifMelisa

Page 1: GangguanDisosiatifMelisa

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan disosiasi adalah perubahan kesadaran mendadak yang

mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan

disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama

beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.

Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan disosiatif

memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan dirinya sendiri dari

trauma sambil juga menunda menyelesaikannya.1

Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia

psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis

dan pseudoseizure) atau fungsi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus

kaki).2 Gangguan tersebut cukup lazim terjadi sebagai suatu pertahanan terhadap

trauma, khususnya timbul pada orang yang masa kanak-kanaknya mengalami

kekerasan fisik atau seksual dan sering timbul dalam bentuk komorbiditas dengan

depresi mayor, gangguan somatisasi, gangguan stress pasca trauma,

penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian ambang, gangguan konduksi dan

gangguan kepribadian antisosial.3

Hal yang paling umum terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya

kehilangan (sebagian/seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu,

kesadaran akan identitas dan penghayatan dan kendali terhadap gerakan tubuh.

Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif sering kali berlangsung mendadak akan

1

Page 2: GangguanDisosiatifMelisa

tetapi jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interaksi atau prosedur teknik-

teknik tertentu seperti hipnosis.

2

Page 3: GangguanDisosiatifMelisa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan

sebagai sekumpulan gejala kejiwaan yang ditandai adanya gangguan pada

kesadaran, identitas, memori, kebiasaan motorik atau kepekaan terhadap

lingkungan. Atau dapat juga diartikan adanya kehilangan (sebagian atau seluruh)

dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu,

kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate

sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.4,5

Dalam penegakan diagnosis gangguan disosiatif harus ada gangguan yang

menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun

kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,

pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.

2.2 Epidemiologi

Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam

masyarakat. Tetapi juga gangguan disosiatif ini tidak jarang ada dalam kasus-

kasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi.

Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam

kasus-kasus gangguan disosiatif yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para

ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan

3

Page 4: GangguanDisosiatifMelisa

menghindari kesalahan diagnosis antara gangguan disosiatif, schizophrenia atau

gangguan personal.

Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan disosiatif ini sangat

mudah dihipnotis dan sangat sensitif terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,

namun tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut.

Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini

mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan disosiasi bisa terkena oleh orang di

belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

2.3 Etiologi

Gangguan disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun

biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan

organik yang dialami. Pendekatan psikoanalitik menyatakan amnesia terutama

sebagai mekanisme pertahanan di mana orang mengubah kesadarannya sebagai

cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stresor eksternal. Gangguan

ini dapat terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa

teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa

terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-

ulang sehingga terjadinya gejala gangguan disosiatif.

Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa:

Kepribadian yang labil

Pelecehan seksual

Pelecehan fisik

4

Page 5: GangguanDisosiatifMelisa

Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )

Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil dan selama itupun, anak-

anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma

walaupun itu terjadi pada orang lain.

2.4 Patofisiologi

(a) Genetik

Hingga saat ini, tidak ada penelitian yang membuktikan adanya

keterkaitan genetik dengan gangguan disosiatif. Gangguan disosiatif lebih utama

disebabkan karena peristiwa traumatik.

(b) Neurobiologi

Proses neurobiologi mengenai gangguan disosiatif belum sepenuhnya

diketahui. Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara perubahan

fisiologis dengan gejala disosiatif. Menurut hipotesis yaitu semakin awal terkena

kekerasan atau trauma psikologis, maka perkembangan dari perubahan fisiologis

akan semakin cepat. Beberapa sistem neurotransmitter berkaitan dengan

perkembangan gangguan disosiatif, seperti : Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA)

Aksis, reseptor Glutamat/N-methyl-D-aspartat, Serotonin 5-HT2a, 5-HT2c,

Gama-aminobutyric acid (GABA), dan reseptor Opioid.

5

Page 6: GangguanDisosiatifMelisa

HPA aksis diketahui memiliki peran dalam mengatur respon stress.

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa individu dengan gejala disosiatif

memiliki hiperaktivitas HPA aksis basal dengan meningkatnya kortisol dan

berkurangnya inhibisi dari feedback-negatif pituitari.

Menurut penelitian menggunakan neuroimaging, baik pada hewan atau

manusia, stress saat usia muda memperlihatkan hubungan dengan perubahan

struktur dari hippocampus. Volume amygdala dan hippocampal yang kecil

dilaporkan terdapat pada pasien dengan gejala disosiatif. Menurunnya volume

hippocampal dapat dijelaskan dengan pemaparan stress; hippocampus adalah

organ target utama untuk glukokortikoid, yang akan dilepaskan selama peristiwa

”stressful”, dan memperpanjang pemaparan untuk glukokortikoid terhadap

hippocampus yang dapat mengakibatkan atrofi progresif dari hippocampus.

Mekanisme yang jelas mengenai berkurangnya volume amygdala belum

diketahui. Mungkin terdapat neurotransmiter lain yang berperan dalam perubahan

ini. Berdasarkan penelitian D’Souza et al., gejala disosiatif mirip dengan psikosis,

yang berhubungan dengan menurunnya inhibitor GABA sehingga mengakibatkan

stimulasi reseptor serotonin terus menerus. Lysergic acid diethylamide (LSD),

dimethyltryptamine (DMT) bekerja sebagai agonis dari reseptor serotonin 5-HT2a

dan 5-HT2c juga mungkin berperan pada perubahan serotoin pada gejala

disosiatif.

Mekanisme serupa juga terdapat pada penggunaan obat antagonis reseptor

NMDA, ketamin, yang menyebabkan timbulnya fase disosiatif pada individu yang

sehat. Reseptor NMDA tersebar luas di korteks, juga di hippocampus dan 6

Page 7: GangguanDisosiatifMelisa

amygdala; berkurangnya neurotransmisi yang berkaitan dengan NMDA mungkin

berhubungan dengan fase disosiatif. Efek dari cannabinoids menjelaskan hipotesis

ini dimana cannabinoids memblok reseptor NMDA diluar antagonis non-

kompetitif NMDA dan tetap menyebabkan timbulnya gejala disosiatif.

7

Page 8: GangguanDisosiatifMelisa

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan PPDGJ III, gangguan disosiatif dibedakan atau

diklasifikasikan atas beberapa pengolongan yaitu6 :

F44.0 Amnesia Disosiatif

F44.1 Fugue Disosiatif

F44.2 Stupor Disosiatif

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan Penginderaan

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif

F44.5 Konvulsi Disosiatif

F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif8

Page 9: GangguanDisosiatifMelisa

F44.7 Gangguan Disosiatif campuran

F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya

F44.80 Sindrom Ganser

F44.9 Gangguan disosiatif YTT

Sedangkan berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders edisi keempat (DSM IV) ada 4 diagnostik spesifik gangguan

dissosiatif:

1. Amnesia Disosiatif

2. Fugue Disosiatif

3. Gangguan Identitas Disosiatif

4. Gangguan Depersonalisasi

Berikut ini akan dijelaskan mengenai :

1. Amnesia Disosiatif

2. Fugue Disosiatif

3. Stupor Disosiatif

4. Gangguan Trans dan Kesurupan

5. Gangguan Motorik Disosiatif

6. Gangguan Konvulsi Disosiatif

7. Gangguan Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif, dan

8. Sindrom Ganser

9

Page 10: GangguanDisosiatifMelisa

F 44.0 Amnesia Disosiatif

Definisi

Berdasarkan DSM IV, ciri penting amnesia disosiatif adalah

ketidakmampuan mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya terkait

traumatik atau tekanan, yang terlalu luas untuk dijelaskan sebagai kelupaan biasa.

Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalanan gangguan identitas

disosiatif, fugue disosiatif, posttraumatic stress disorder (PTSD), gangguan stress

akut, atau gangguan somatik, dan bukan hasil dari efek psikologi langsung dari zat

atau saraf atau kondisi medis umum. Gangguan mungkin disebabkan oleh

perubahan neurobiologik di otak karena stress traumatik.

Pada amnesia disosiatif, kehilangan ingatan biasanya mempengaruhi

informasi yang secara normal sebagai bagian dari keadaan sadar yang rutin, yang

salah satunya adalah apa yang dilakukan, kemana perginya, dengan siapa bicara,

apa yang dikatakan, berpikir dan merasa, dan sebagainya. Kadang kala informasi

tersebut lupa diingat yang selanjutnya mempengaruhi tingkah laku orang tersebut.

Orang dengan amnesia disosiatif biasanya memiliki satu atau lebih celah

ingatan yang hilang beberapa menit sampai beberapa jam atau hari. Meskipun

begitu, celah ingatan yang hilang setahun atau bahkan sepanjang hidup seseorang

bisa terjadi. Kebanyakan orang dengan amnesia disosiatif menyadari benar bahwa

mereka telah kehilangan beberapa waktu, tetapi beberapa orang menyadari

kehilangan waktu hanya ketika mereka sadar atau dihadapkan pada fakta bahwa

mereka telah melakukan hal-hal yang mereka tidak ingat. Beberapa orang dengan

amnesia disosiatif lupa pada beberapa hal tetapi tidak semua peristiwa yang

10

Page 11: GangguanDisosiatifMelisa

melebihi jangka waktu tertentu, yang lainnya tidak dapat mengingat seluruh

kehidupan yang telah berlalu atau lupa hal-hal yang mereka alami.

Epidemiologi

Amnesia disosiatif dilaporkan terjadi pada sekitar 6% dari populasi. Tidak

ada perbedaan insiden yang berarti antara pria dan wanita. Kasus umumnya mulai

dilaporkan pada akhir masa remaja atau dewasa. Amnesia disosiatif dapat sangat

sulit dinilai pada anak pra remaja karena keterbatasan kemampuan mereka dalam

menggambarkan pengalaman subyektif.

Etiologi

1. Amnesia dan konflik intrapsikis yang ekstrim

Pada beberapa kasus amnesia disosiatif akut, lingkungan

psikososial dari perkembangan amnesia adalah konfliktual masal, pasien

dengan pengalaman rasa malu tak tertahankan, salah, putus asa, marah,

depresi. Hal ini biasanya merupakan hasil dari konflik atau impuls

mendesak yang tidak dapat diterima, seperti kegiatan seksual yang intens,

dorongan bunuh diri atau kekerasan.

2. Pengingkaran trauma

Pengingkaran trauma merupakan upaya untuk menjelaskan amnesia

karena trauma yang hebat dan karena kejadian yang negatif. Pengingkaran

diperkirakan untuk mempengaruhi jalan dimana suatu kejadian diproses

dan diingat. Informasi tentang perlakuan yang tidak pantas tidak

11

Page 12: GangguanDisosiatifMelisa

berhubungan dengan mekanisme mental yang mengendalikan keterikatan

dan perilaku.

Gejala Klinik

1. Gejala klasik

Gangguan klasik jelas, gangguan klinis dramatis yang sering

mengakibatkan pasien dibawa cepat untuk perhatian medis khusus untuk

gejala yang terkait gangguan disosiatif. Biasanya ditemukan pada mereka

yang mempunyai pengalaman trauma ekstrem akut. Pasien mungkin

menunjukkan gejala kekambuhan atau konversi somatoform, perubahan

kesadaran, depersonalisasi, derealisasi, trance states, dan bahkan amnesia

disosiatif anterograde lanjutan. Tidak ada profil kepribadian tunggal atau

latar belakang yang dilaporkan secara konsisten pada pasien, walaupun

latar belakang pribadi sebelumnya atau keluarga dari somatoform atau

gejala disosiatif menunjukkan predisposisi individu dalam perkembangan

amnesia akut selama suasana traumatik. Beberapa pasien pernah mandapat

pelecehan atau trauma di masa anak-anak atau remaja. Dalam kasus

perang, seperti bentuk lain dari perseteruan yang berhubungan dengan

gangguan pasca trauma, variable paling penting dalam perkembangan

gejala disosiatif, namun, tampaknya intensitas meningkat.

2. Gejala non klasik

Pasien sering datang untuk terapi dengan gejala bervariasi, seperti

depresi atau perubahan mood, penyalahgunaan zat, gangguan tidur, gejala

12

Page 13: GangguanDisosiatifMelisa

somatoform, cemas dan panik, impuls bunuh diri atau mutilasi diri dan

tindakannya, kekerasan, gangguan makan, dan masalah interpersonal.

Lima pola yang berbeda dari kehilangan daya ingat telah

dilaporkan pada pasien dengan amnesia disosiatif :

1. Lokal

Pasien tidak dapat mengingat peristiwa yang terjadi dalam jangka waktu

terbatas (biasanya beberapa jam atau 1-2 hari) setelah peristiwa traumatis.

Sebagai contoh, beberapa korban serangan World Trade Center tidak ingat

bagaimana mereka keluar dari bangunan yang rusak atau apa jalan yang

mereka ambil untuk pergi dari daerah tersebut.

2. Selektif

Pasien dapat mengingat beberapa, tetapi tidak semua peristiwa yang terjadi

selama periode waktu yang terbatas. Sebagai contoh, seorang pejuang

mungkin ingat beberapa detail, seperti mengambil tahanan, tetapi tidak

yang lain (melihat teman terbunuh, kehilangan komandan).

3. Umum

Orang tidak ingat sesuatu dalam hidupnya atau sepanjang hidupnya. Orang

dengan amnesia umum biasanya ditemukan oleh polisi atau diambil orang

lain dan dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit.

4. Terus menerus

Amnesia ini mencakup seluruh periode tanpa gangguan dari peristiwa

traumatis di masa lalu untuk saat ini.

13

Page 14: GangguanDisosiatifMelisa

5. Sistematis

Amnesia hanya mencakup kategori informasi tertentu, seperti semua

kenangan yang berhubungan dengan lokasi tertentu atau orang tertentu.

Faktor Resiko

Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun

emosional semasa kecil sangat beresiko besar mengalami gangguan amnesia

disosiatif. Anak-anak dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang

traumatik, misalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang invasif

juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan amnesia disosiatif.

Diagnosis

Kriteria diagnosis amnesia disosiatif berdasarkan DSM IV antara lain1 :

1. Gangguan dominan adalah satu atau lebih episode ketidakmampuan

mengingat kembali informasi pribadi penting, biasanya pada trauma atau

stress alami yang terlalu luas untuk dijelaskan oleh lupa biasa.

2. Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalanan gangguan

identitas disosiatif, fugue disosiatif, gangguan stress post trauma,

gangguan stress akut, atau gangguan somatic dan tidak disebabkan oleh

efek psikologi secara langsung dari zat (seperti penyalahgunaan obat,

pengobatan), atau kondisi neurologic atau kondisi medis secara umum

(seperti gangguan amnesia karena trauma kepala).

14

Page 15: GangguanDisosiatifMelisa

3. Gejala menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam bidang

sosial, pekerjaan atau fungsi area yang penting.

Kriteria diagnosis amnesia disosiatif berdasarkan PPDGJ-III antara lain6 :

1. Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian yang ‘stressful’ atau

traumatik yang baru terjadi (hal ini mungkin hanya dapat dinyatakan bila

ada saksi yang memberi informasi)

2. Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi, atau kelelahan berlebihan

(sindroma amnesik organik, F 04, F 1x.6).

F 44.1 Fugue Disosiatif

Defenisi

Fugue disosiatif merupakan kondisi ketika seseorang yang mengalami

amnesia disosiatif tiba-tiba melakukan perjalanan yang jauh dari rumah atau

tempat kerjanya tanpa direncanakan. Pada pasien fugue terdapat ketidakmampuan

untuk mengingat aspek penting identitas sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan)

dan terkadang pasien fugue mengadopsi sebagian atau lengkap identitas baru.

Selain itu, ingatan terhadap peristiwa traumatik terakhir atau keadaan yang penuh

tekanan juga hilang.1

Epidemiologi

Data epidemiologi untuk semua gangguan disosiatif terbatas dan fugue

disosiatif sendiri jarang ditemukan9. Fugue disosiatif biasanya disebabkan oleh

15

Page 16: GangguanDisosiatifMelisa

peristiwa traumatik atau penuh tekanan sehingga insidennya mungkin meningkat

atau paling sering terjadi selama perang, setelah bencana alam, dan krisis pribadi

dengan konflik internal yang berat1. Angka prevalensi fugue dissosiatif menurut

DSM-IV-TR pada populasi umum sekitar 0,2 persen.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien rawat inap psikiatri

di Dayton, Ohio Wright Patterson Air Force Medical Center pada tahun 1973,

fugue disosiatif ditemukan di hanya 0,3% dari prajurit dan keluarga perempuan

yang ditinggalkan. Pada sebuah penelitian lebih baru yang dilakukan di Winnipeg,

Kanada, tidak ditemukan kasus fugue disosiatif pada 502 anggota dari populasi

umum.2 Fugue disosiatif banyak dialami oleh dewasa terutama pada tahun kedua

dekade ke empat dan distribusinya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.1

Etiologi

Berbagai stressor dan faktor pribadi menjadi predisposisi seseorang untuk

mengalami fugue disosiatif. Fugue disosiatif memiliki faktor motivasi yang

penting berupa keinginan menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara

emosi. Pasien dengan gangguan mood dan kepribadian tertentu (misalnya skizoid)

juga memiliki predisposisi mengalami fugue disosiatif.9

Faktor-faktor lain yang juga merupakan predisposisi seseorang menderita

fugue disosiatif antara lain faktor psikososial meliputi stresor perkawinan,

keuangan, pekerjaan dan stresor akibat perang. Adapun ciri predisposisi terkait

fugue disosiatif lainnya, seperti depresi, upaya bunuh diri, riwayat trauma kepala,

dan riwayat penyalahgunaan zat.9

16

Page 17: GangguanDisosiatifMelisa

Gejala Klinik

Sama halnya dengan amnesia disosiatif, pada pasien fugue disosiatif

ditemukan amnesia yaitu ketidakmampuan mengingat kembali informasi identitas

personal namun individu masih dapat belajar sesuatu yang baru. Pasien fugue

disosiatif berkelana bertujuan, biasanya jauh dari rumah, selama beberapa hari

tiap kalinya, sangat jarang terjadi hingga berbulan-bulan1.

Selama berkelana pasien akan mengalami amnesia secara menyeluruh

terhadap kehidupan masa lalunya. Lupa akan idetitas, seperti nama, keluarga dan

tempat dia tinggal sebelumnya. Pada saat onset fugue terjadi, pasien tidak akan

menyadari dirinya terkena amnesia. Jika pasien kembali ke dirinya sebelumnya,

pasien dapat mengingat hal-hal sebelum onset fugue terjadi, namun pasien tetap

lupa pada apa yang terjadi selama periode fuguenya.1

Pada awalnya, pasien dengan fugue disosiatif mungkin terlihat normal

sepenuhnya. Seiring berjalannya waktu, kebingungan mulai tampak terlihat.

Kebingungan ini mungkin hasil dari realisasi bahwa pasien tidak mampu

mengingat masa lalunya. Pasien kemudian menyadari ada sesuatu yang salah tidak

lama setelah mereka melarikan diri dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

Pada beberapa kasus, pasien mungkin menelepon ke rumah atau meminta bantuan

polisi setelah mengalami kesukaran saat menemukan diri mereka berada di tempat

yang tak dikenal dan dalam keadaan yang tidak dapat mereka jelaskan.9

Pasien dengan fugue disosiatif tidak menunjukkan kelakuan patologis atau

memperlihatkan adanya ingatan tertentu dari kejadian yang traumatik, mereka

17

Page 18: GangguanDisosiatifMelisa

biasanya tenang, biasa, bekerja dengan pekerjaan sederhana, hidup sederhana, dan

umumnya tidak melakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ke arahnya.2,5

Diagnosis

Kriteria diagnostic untuk fugue disosiatif berdasarkan PPDGJ III antara

lain6 :

Untuk diagnosis pasti harus ada:

(a) Ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0);

(b) Melakukan perjalanan tertentu melalui hal yang umum dilakukannya

sehari-hari;

(c) Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi, dsb)

dan melakukan interaksi social sederhana dengan orang-orang yang

belum dikenalnya (misalnya membeli karcis atau bensin, menanyakan

arah, memesan makanan).

Harus dibedakan dari “postictal fugue” yang terjadi setelah serangan

epilepsy lobus temporalis, biasanya dapat dibedakan dengan cukup jelas

atas dasar riwayat penyakitnya, tidak adanya problem atau kejadian yang

“stressful”, dan kurang jelasnya tujuan (fragmented) berkepergian serta

kegiatan dari penderita epilepsy tersebut.

Kriteria diagnostik untuk fugue disosiatif bedasarkan DSM IV antara

lain1 :

18

Page 19: GangguanDisosiatifMelisa

1) Gangguan yang predominan adalah terjadinya perjalanan mendadak yang

tidak diharapkan berupa meninggalkan rumah, tempat, pekerjaan dan ia tidak

mampu mengingat masa lalunya.

2) Kebingungan tentrang indetitas persoanal atau perkiraan dari indetitas baru

(sebagian atau utuh).

3) Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalanan gangguan indetitas

dan tidak disebabkan efek fisiologis langsung dari penggunaan zat (misalnya

penyalahgunaan zat, pengobatan) atau kondisi medik umum (misalnya

epilepsi lobus temporalis).

4) Gejala menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam bidang

sosial, pekerjaan atau fungsi area yang penting.

F.44.2 Stupor Disosiatif

Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari

pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada

gangguan-gangguan disosiatif lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik

dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau

interpersonal yang menonjol.

Stupor disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau

hilangnya gerakan-gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar

seperti cahaya, suara dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis

tidak hilang ).

Untuk diagnosis pasti harus ada :

19

Page 20: GangguanDisosiatifMelisa

1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.

2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang

dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.

3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.

Kriteria diagnostik stupor disosiatif berdasarkan PPDGJ III antara lain6 :

Untuk diagnosis pasti harus ada:

(a) Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunter

dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya,

suara, dan perabaan (sedangkan kesadaran tidak hilang);

(b) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain

yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut;

(c) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yg ”stressful”

(psychogenic causation).

Harus dibedakan dari stupor katatonik (pada skizofrenia), dan stupor

depresif atau manik (pada gangguan afektif, berkembang sangat lambat,

sudah jarang ditemukan.

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

Definisi

20

Page 21: GangguanDisosiatifMelisa

“Trans” yang disebut juga “twilight state” adalah suatu keadaan yang

ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri

dengan atau tanpa suatu identitas alternatif.

“Trans” adalah suatu perubahan status kesadaran dan menunjukkan

penurunan responsivitas terhadap stimulus lingkungan1.

Epidemiologi

Kesurupan atau possesion dan trance, kasusnya banyak dijumpai di negara

dunia ketiga. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan atau

possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang

paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 – 4% dari populasi

umum.

. Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali

dihubungkan dengan stress atau trauma. Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang

terjadi sebagian besar adalah perempuan. Hal ini mungkin karena perempuan

lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan lakilaki. Mereka

yang mempunyai kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih

berisiko untuk disosiasi atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan

usia, sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah

perempuan usia remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi.

Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat

individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau

21

Page 22: GangguanDisosiatifMelisa

mengalami tekanan mental. Banyak jenis penelitian menyatakan suatu hubungan

antara peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa

anak-anak dengan gangguan disosiatif1.

Etiologi

Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis. Faktor

predisposisinya antara lain:

Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara

emosional,

Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial, perkawinan,

pekerjaan, dan peperangan,

Depresi,

Usaha bunuh diri,

Riwayat penyalahgunaan zat.

Gejala Klinis

Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat,

yaitu:

a. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di

samping “aku”-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat

dua kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti

menjadi yang satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan

ini berlangsung kontinu.

22

Page 23: GangguanDisosiatifMelisa

b. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang

yang lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua

atau lebih kekuatan di dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tapi

terjadi suatu metamorphosis yang lengkap. Ia telah menjadi orang yang

lain, binatang atau barang, dan ia juga bertingkah laku seperti orang,

binatang atau barang itu. Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian.

Keadaan yang kedua ini adalah disosiasi. Bila disosiasi itu terjadi karena

konflik dan stress psikologik, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi. Bila

disosiasi ini terjadi karena pengaruh kepercayaan dan kebudayaan, maka

dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan ini secara ilmiah sukar

dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik

dan stress.

Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa

berat, badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan

ngantuk. Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia

tiba-tiba tidak mampu mengendalikan dirinya. Melakukan sesuatu di luar

kemampuan dan beberapa di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar

yang mengendalikan dirinya.

Mereka yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah

dirinya lagi, tetapi ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan

saat kesurupan ada yang menyadari sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian,

dan ada pula yang tidak menyadari sama sekali. Dalam keadaan kesurupan korban

23

Page 24: GangguanDisosiatifMelisa

melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis, tidak ada beban mental,

dan tercetus dengan bebas. Saat itu merupakan kesempatan untuk

mengekspresikan hal-hal yang terpendam melalui jeritan, teriakan, gerakan

menari seperti keadaan hipnotis diri. Setelah itu, fisik mereka dirasa lelah tetapi,

mental mereka mendapat kepuasan hebat.

Ada tiga stadium yang dialami orang kesurupan, antara lain sebagai

berikut:

Pertama, irradiation (subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan

yang dirasakan pada tubuhnya)

Kedua being diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda,

namun ada sebagian yang dialaminya disadarinya.

Stadium ketiga disebut stadium incorporation, subjek sepenuhnya dikuasai

oleh yang memasukinya dan semua keadaan yang dialami tidak

diingatnya.

Diagnosis

Kriteria diagnostic gangguan trans berdasarkan PPDGJ III antara lain6 :

Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek

penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya;

dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan

dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau “kekuatan

lain”

24

Page 25: GangguanDisosiatifMelisa

Hanya gangguan trans yang “involunter” (diluar kemauan individu)

dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan

kegiatan keagamaan ataupun budaya, yang boleh dimasukkan dalam

pengertian ini.

Tidak ada penyebab organic (misalnya epilepsy lobus temporalis,

cedera kepala, intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari

gangguan jiwa tertentu (misalnya skizofrenia, gangguan kepribadian

multiple).

F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan Penginderaan

Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan

ataupun kehilangan pengideraan. Oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh

tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat

ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian status

mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa

ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya

untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk

menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung. Diagnosis

harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf

atau pada individu yang tadinya menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik

dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal.

Untuk diagnosis pasti :

1. Tidak didapatkannya tanda kelainan fisik.

25

Page 26: GangguanDisosiatifMelisa

2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta

hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu

formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.

F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif

Gangguan Motorik Disosiatif adalah adanya gangguan untuk menggerakan

seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Paralisis dapat bersifat parsial, dengan

gerakan yang lemah atau lambat atau total berbagai bentuk dan taraf inkoordinasi

(ataksia) dapat terjadi, khususnya pada kaki, ketidakmampuan berdiri tanpa

dibantu. Dapat juga terjadi gemetar yang berlebih pada satu ekstremitas, atau

lebih, atau seluruh badan.

Kriteria diagnostik gangguan motorik disosiatif berdasarkan PPDGJ III

antara lain6 :

Bentuk yang paling umum dari gangguan ini adalah ketidak mampuan

untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak (tangan

atau kaki).

Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita

mengenai gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun

anatomik.

F.44.5 Konvulsi Disosiatif

26

Page 27: GangguanDisosiatifMelisa

Kriteria diagnostik konvulsi disosiatif berdasarkan PPDGJ III antara lain6 :

Konvulsi disosiatif (pseudoseizures) dapat sangat mirip dengan kejang

epileptik dalam hal gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai

lidah tergigit, luka sering karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga

tidak dijumpai kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan

keadaan seperti stupor atau trans.

F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

Kriteria diagnostik anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif

berdasarkan PPDGJ III antara lain6 :

Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas yang

tegas (menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya

dan bukan menggambarkan kondisi klinis sebenarnya).

Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai

jenis modalitas penginderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh

kerusakan neurologis, misalnya hilangnya perasaan dapat disertai

dengan keluhan parestesia.

Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa

gangguan ketajaman penglihatan, kekaburan atau ”tunnel vision” (area

lapangan pandangan sama, tidak tergantung pada perubahan jarak mata

27

Page 28: GangguanDisosiatifMelisa

dari titik fokus). Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas

penderita dan kemampuan motoriknya seringkali masih baik.

Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan

dengan hilang rasa dan penglihatan.

F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya

Sindrom Ganser

Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya

disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sering kali dalam keadaan yang

menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik

dan harus dimasukkan di sini.

Kriteria diagnostik sindrom Ganser berdasarkan DSM IV antara lain1 :

Pemberian jawaban ”kira-kira” jika diberikan pertanyaan (misalnya 2

ditambah 2 sama dengan 5) dan tidak berhubungan dengan amnesia

disosiatif atau fugue disosiatif.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila

tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan

pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.

Masuk rumah sakit diindikasikan bagi pasien yang memiliki

kecenderungan untuk membahayakan dirinya atau orang lain, ketika efek dari

28

Page 29: GangguanDisosiatifMelisa

penggunaan terapi obatnya harus dipantau atau ketika diagnosis sementara belum

dapat ditentukan. Perawatan di rumah sakit memungkinkan pasien untuk

memisahkan diri dari pengaruh lingkungan, penganiayaan fisik dan seksual, dan

stress yang mungkin telah memicu reaksi atau episode amnesia, kelakuan

kompulsif. Hal ini juga melindungi mereka disaat masa membingungkan dalam

hidup mereka. Indikasi lain adalah ketika mereka pernah mencoba atau memiliki

tanda atau ide untuk bunuh diri.5

Psikoterapi

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini.

Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi

berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan

membantu terapis mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk

gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang

membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.

Terapi kesenian kreatif.

Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan

proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan

perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri.

Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi.

Terapi obat

Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penanganan awal, walaupun tidak

ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien

diberikan resep berupa anti-depresan karena sebagian besar pasien juga

29

Page 30: GangguanDisosiatifMelisa

mengalami depresi, antipsikotik digunakan jika timbul tingkah laku pasien yang

membahayakan (psikotik), dan obat anti-konvulsan sebagai mood stabilizer.

Obat-obat antipsikotik atipikal golongan Benzioxazole seperti

Aripiprazole (Abilify), golongan Dibenzodiazepine seperti Olanzapine (Zyprexa),

Quetiapine (Seroquel) dan golongan Fenotiazine seperti Ziprasidone (Geodon)

dapat menjadi obat pilihan dalam mengobati gangguan disosiasi. Obat

antidepressan golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti

Escitalopram dapat mengurangi gejala cemas pada gangguan disosiasi. Selain itu,

dapat pula digunakan obat antikonvulsan golongan Benzodiapine seperti Keppra

(Levetiracetam) dan golongan Feniltriazin seperti Lamotrigine (Lamictal)5.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai obat-obatan yang digunakan dalam

menangani gangguan disosiasi :

1. Aripiprazole (Abilify)5

Mekanisme : Memblok beberapa reseptor neurotransmitter di saraf otak,

seperti reseptor dopamin dan serotonin

Sediaan : Tablet 10mg, 15mg, 20mg, dan 30mg

Dosis : Digunakan 1x sehari. Dosis awal 10-15mg sekali sehari, kemudian

ditingkatkan hingga mencapai efek yang diinginkan. Dapat diminum sebelum

atau sesudah makan.

Interaksi Obat :

(a) Karbamazepin, Fenitoin, Rifampin, Fenobarbital : menurunkan kadar

aripiprazole akibat meningkatnya enzime CYP3A4 di hati

30

Page 31: GangguanDisosiatifMelisa

(b) Ketokonazol, Quinidine : menurunkan kadar aipiprazole akibat

menghambat enzim CYP3A4 di hati.

Efek Samping : cemas, pandangan kabur, konstipasi, batuk, sakit kepala,

insomnia, mual muntah, tremor, peningkatan BB.

Ibu Hamil dan Menyusui : belum ada penelitian mengenai efek aripiprazole

pada ibu hamil dan menyusui.

2. Olanzapine (Zyprexa)5

Mekanisme : memblok beberapa reseptor neurotransmitter dengan

berikatan pada reseptor alpha-1, reseptor dopamin, reseptor histamin H-1,

reseptor muskarinik, dan reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).

Farmakokinetik : Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberial oral,

dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jam pemberian, metabolisme di

hepar oleh enzim CYP2D6, dan diekskresi lewat urin10.

Sediaan : Tablet 2.5mg, 5mg, 7.5mg, 10mg, 15mg, 20mg

Dosis : Dosis awal 10mg sekali sehari, dosis pemeliharaan 7.5-17.5mg

sehari11.

Interaksi Obat : (a) Karbamazepin, Omeprazol, Rifampin, kebiasaan

merokok : menurunkan kadar olanzapine dalam darah

(b) Siprofloksasin, Diltiazem, Eritromisin : meningkatkan kadar

olanzapine dalam darah

(c) kombinasi dengan Diazepam : mengurangi gejala hipotensi ortostatik

31

Page 32: GangguanDisosiatifMelisa

Efek Samping : akathisia, konstipasi, pusing, insomnia, mulut kering,

hipotensi ortostatik, tremor, peningkatan BB. Olanzapine dapat

meningkatkan kadar hormon prolaktin (mentruasi abnormal, disfungsi

seksual, pembesaran payudara).

Ibu Hamil dan Menyusui : belum ada penelitian mengenai efek olanzapine

pada ibu hamil. Olanzapine dapat dieksresi melalui ASI, jadi jangan

diberikan pada ibu menyusui.

3. Quetiapine (Seroquel)5

Mekanisme : Memblok reseptor dopamin tipe 2 (D2) dan reseptor

serotonin tipe 2 (5-HT2).

Farmakokinetik : absorbsi cepat setelah pemberian oral, kadar plasma

tercapai setelah 1-2 jam pemberian. Ikatan protein sekitar 83%.

Metabolismenya lewat hati oleh enzim CYP3A4. Ekskresi sebagian besar

lewat urin dan sebagian kecil lewat feses10.

Sediaan : Tablet 25mg, 50mg, 100mg, 200mg, 300mg, 400mg

Dosis : digunakan 2-3x sehari. Dosis ditingkatkan setiap minggu secara

bertahap hingga mencapai efek yang diinginkan. Dapat diminum sebelum

atau sesudah makan.

Interaksi Obat :

(a) Fenitoin, Thioridazine : menurunkan kadar quetiapine dan dapat

menurunkan efektivitas quetiapine.

(b) Barbiturat : quetiapine dapat meningkatkan efek sedasi pada barbiturat.

32

Page 33: GangguanDisosiatifMelisa

(c) Ketokonazol, Eritromisin, Diltiazem : meningkatkan efek toksik

olanzapine.

Efek Samping : sakit kepala, agitasi, pusing, peningkatan BB, hipotensi

ortostatik, kejang (1 dari 25 pasien) dan hipotiroid (1 dari 250 pasien).

Ibu Hamil dan Menyusui : dapat digunakan pada ibu hamil. Jangan

diberikan pada ibu menyusui karena quetiapine dieksresi pada ASI.

4. Ziprasidone (Geodon)5

Mekanisme : memblok reseptor dopamin dan reseptor serotonin,

menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin seperti pada

antidepressan.

Farmakokinetik : absorbsi cepat setelah pemberian oral. Metabolismenya

di hati dan diekskresi sebagian kecil lewat urin dan sebagian besar lewat

feses. Ikatan protein plasmanya kuat berkisar lebih dari 99%10.

Sediaan : Kapsul 20mg, 40mg, 60mg, 80mg

Dosis : Digunakan 2x sehari. Dosis awal 20mg dua kali sehari. Dosis

ditingkatkan hingga mencapai efek yang diinginkan. Harus diminum

setelah makan.

Interaksi Obat :

(a) Thioridazine, Quinidine, Sotalol : prolongasi interval QT pada EKG

(b) Karbamazepin, Eritromisin, Diltiazem : meningkatkan kadar

ziprasidone dengan menghambat enzim P450 3A4 yang mengeliminasi

ziprasidone.

33

Page 34: GangguanDisosiatifMelisa

Efek Samping : selalu merasa lelah, mual, konstipasi, pusing, diare,

tremor, hipotensi ortostatik.

Ibu Hamil dan Menyusui : jangan digunakan pada ibu hamil dan

menyusui.

5. Escitalopram (Lexapro)5

Mekanisme : termasuk SSRI, menghambat ambilan kembali serotonin.

Selektivitasnya terhadap transporter serotonin paling tinggi10.

Farmakokinetik : metabolisme oleh CYP 3A410

Sediaan : Tablet 5mg, 10mg, 20mg

Dosis : Dosis awal 10mg sekali sehari pada pagi atau malam hari. Dosis

dapat ditingkatkan hingga 20mg sekali sehari setelah 1 minggu pemberian

dosis awal. Dapat diminum sebelum atau setelah makan.

Interaksi Obat :

(a) Kombinasi dengan MAOI : menimbulkan gejala pusing, peningkatan

tekanan darah, demam tinggi, tremor.

(b) Kombinasi dengan Triptophan : menimbulkan gejala sakit kepala,

mual, berkeringat, pusing.

(c) Aspirin, NSAID : meningkatkan resiko perdarahan pada sistem

gastrointestinal.

Efek Samping : agitasi, pandangan kabur, diare, sulit tidur, mulut kering,

demam, sering BAK, sakit kepala, mual, tremor.

Ibu Hamil dan Menyusui : jangan diberikan pada ibu hamil dan menyusui.

34

Page 35: GangguanDisosiatifMelisa

6. Levetiracetam (Keppra)5

Mekanisme : merupakan obat antikejang (antiepilepsi) dengan

menghambat penyebaran aktivitas kejang pada otak. Berperan pada

reseptor GABA, kanal Ca2+ dan K+.10

Sediaan : Tablet (immediate release) 250mg, 500mg, 750mg, 1000mg.

Tablet (extended release) 500mg, 750mg.

Dosis : Dosis rekomendasi 3000mg/hari. Dosis awal 1000mg sehari

(500mg dua kali sehari) dan ditingkatkan 1000mg/hari setiap 2 minggu

hingga mencapai dosis maksimum 3000mg/hari.

Interaksi Obat : Probenecid : menurunkan eliminasi levetiracetam

sehingga dapat meningkatkan kadar levetiracetam pada tubuh.

Efek Samping : sakit kepala, lemah, pusing, infeksi, sulit berjalan,

iritabilitas, mood swing, cemas, halusinasi.

Ibu Hamil dan Menyusui : jangan digunakan pada ibu hamil dan

menyusui.

7. Lamotrigine (Lamictal)5

Mekanisme : inaktivasi kanal Na+, Ca2+, dan mencegah pelepasan

neurotransmitter glutamat dan aspartat10.

Farmakokinetik : diabsorbsi sempurna 2.5 jam setelah pemberian oral.

Volume distribusinya 1-1.4L/kg. Hanya 55% yang terikat pada protein

35

Page 36: GangguanDisosiatifMelisa

plasma. Dimetabolisme dengan glukoronidase menjadi 2-N-glukoronida

dan diekskresikan melalui urin. Waktu paruhnya 24 jam10.

Sediaan : Tablet 25mg, 100mg, 150mg, 200mg. Tablet kunyah 2mg, 5mg,

25mg.

Dosis : Dosis awal 100mg dua kali sehari dan dapat ditingkatkan hingga

40mg sehari11.

Interaksi Obat :

(a) Kombinasi dengan Asam Valproat : menurunkan kadar asam valproat

dalam darah, tetapi kadar lamotrigine meningkat. Dapat menimbulkan

gejala kulit kemerahan yang berat.

(b) Kombinasi dengan Karbamazepin : menimbulkan gejala pusing,

penglihatan ganda, penglihatan kabur.

(c) Estrogen, Fenobarbital, Fenitoin, Rifampin : menurunkan kadar

lamotrigine dalam darah.

Efek Samping : pusing, sakit kepala, penglihatan ganda, penglihatan

kabur, mual muntah.

2.7 Prognosis

Prognosis untuk gangguan disosiatif berbeda-beda untuk setiap jenisnya.

Prognosis bergantung pada waktu timbulnya gejala. Semakin lama gejala yang

timbul, maka prognosis akan semakin buruk. Amnesia disosiatif dan fugue

disosiatif memiliki prognosis yang baik apabila waktu timbulnya gejala tidak

terlalu lama dan memberikan respon yang baik terhadap pengobatan.

36

Page 37: GangguanDisosiatifMelisa

2.8 Pencegahan

Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami

gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam

hal ini adalah gangguan disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka

segeralah diberikan penanganan, karena diketahui bahwa jika menanamkan

sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil

yang maksimal, dengan penanganan yang minimal.

37

Page 38: GangguanDisosiatifMelisa

BAB III

KESIMPULAN

Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan

sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah

kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-

an segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap

gerak tubuh.

Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam

masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini

mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan disosiatif bisa terkena oleh orang di

belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

Ada beberapa penggolongan dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah

Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan

Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia

dan Kehilangan Sensorik Disosiatif.

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila

tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan

pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.

38

Page 39: GangguanDisosiatifMelisa

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI,Sadock BJ. 2010. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Bina Rupa Aksara:

Tangerang.

2. Maramis WF, Maramis AA. 2009. Edisi 2. Airlangga University Press:

Surabaya.

3. Santrock, J. W. 2007. Child Development. New York: McGraw-Hill.

Available on: www.wikipedia.org.

4. Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid

Media Aesculapius: Jakarta.

5. Sharon I. 2010. Dissociative Disorders Etiology and Introduction.

Available on:  http://emedicine.medscape.com

6. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III

(PPDGJ III), Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik, 1993. Cetakan Pertama.

7. Lahey, B. B. 2007. Psychology: An introduction. 9th edition. New York:

Mc Graw-Hill . Available on: www.wikipedia.org

8. Lindzey, G. Hall, C.S. 1957. Introduction to Theory of Personality.1 st

edition. Available on: www.wikipedia.org

9. Dissociative Fugue. Encyclopedia Of Mental Dissorder. Diunduh tanggal

20 Februari 2013 dari

(http://www.minddisorders.com/Del-Fi/Dissociative-fugue.html)

39

Page 40: GangguanDisosiatifMelisa

10. Gunawan, S. dkk. 2007. Edisi 5. Farmakologi dan Terapi. Universitas

Indonesia : Jakarta

11. Tjay. T. H. dkk. 2001. Edisi 5. Obat-obat Penting. Elex Media

Komputindo : Jakarta

12. Dissociative Disorders: Introduction (LANGE: current diagnosis and

treatment in psychiatry, Michael H.ebert, Peter T.Loosen, Barry

Nurcombe, 2000)

40