Gangguan Ginjal

47
GANGGUAN GINJAL Uri S. Alon · Bradley A. Warady CAIRAN TUBUH DAN PENGATURAN ELEKTROLIT Fungsi ginjal yang efektif bisa mempertahankan volume normal dan komposisi cairan tubuh.Air dan keseimbangan elektrolit dipertahankan oleh ekskresi urin dengan volume dan komposisi disesuaikan kebutuhan fisiologis, meskipun ada berbagai variasi dalam asupan makanan, dan pengeluaran cairan serta zat terlarut secara non renal.Keseimbangan cairan dicapai dengan ultrafiltrasi glomerulus plasma bersamaan dengan modifikasi ultrafiltrasi oleh tubular secara reabsorpsi dan sekresi. Ekskresi urin dan modifikasi filtrasi glomerulus, adalah residu kecil dari volume besar ultrafiltrasi selektif dan dimodifikasikan oleh proses transportasi yang beroperasi di sepanjang nefron. Kapiler glomerulus membolehkan cairan bebas dan zat terlarut dengan berat molekul rendah yang bisa terlewati sementara elemen yang terbentuk dan makromolekul tidak bisa lewat.Fungsi dinding kapiler glomerular adalah sebagai penghalang untuk filtrasi makromolekul berdasarkan karakteristik ukuran, bentuk dan ciri cas ionnya. Filtrasi glomerular dimodifikasi selama perjalanan melalui tubulus oleh transport aktif dan pasif zat terlarut tertentu ke dalam dan keluar dari cairan luminal dan karakteristik permeabilitas oleh segment neuron tertentu. Sistem transportasi di sel epitel ginjal berfungsi untuk menjaga cairan secara global, garam, dan homeostasis asam-basa. BAB 4

description

gangguan ginjal

Transcript of Gangguan Ginjal

BAB 4GANGGUAN GINJAL Uri S. Alon Bradley A. WaradyCAIRAN TUBUH DAN PENGATURAN ELEKTROLIT

Fungsi ginjal yang efektif bisa mempertahankan volume normal dan komposisi cairan tubuh.Air dan keseimbangan elektrolit dipertahankan oleh ekskresi urin dengan volume dan komposisi disesuaikan kebutuhan fisiologis, meskipun ada berbagai variasi dalam asupan makanan, dan pengeluaran cairan serta zat terlarut secara non renal.Keseimbangan cairan dicapai dengan ultrafiltrasi glomerulus plasma bersamaan dengan modifikasi ultrafiltrasi oleh tubular secara reabsorpsi dan sekresi. Ekskresi urin dan modifikasi filtrasi glomerulus, adalah residu kecil dari volume besar ultrafiltrasi selektif dan dimodifikasikan oleh proses transportasi yang beroperasi di sepanjang nefron. Kapiler glomerulus membolehkan cairan bebas dan zat terlarut dengan berat molekul rendah yang bisa terlewati sementara elemen yang terbentuk dan makromolekul tidak bisa lewat.Fungsi dinding kapiler glomerular adalah sebagai penghalang untuk filtrasi makromolekul berdasarkan karakteristik ukuran, bentuk dan ciri cas ionnya. Filtrasi glomerular dimodifikasi selama perjalanan melalui tubulus oleh transport aktif dan pasif zat terlarut tertentu ke dalam dan keluar dari cairan luminal dan karakteristik permeabilitas oleh segment neuron tertentu. Sistem transportasi di sel epitel ginjal berfungsi untuk menjaga cairan secara global, garam, dan homeostasis asam-basa.

Volume filtrasi glomerulus yang memadai penting untuk ginjal sebagai pengatur keseimbangan air dan zat terlarut secara efektif. Aliran darah ginjal menyumbang 20-30% dari output jantung. Dari total aliran plasma ginjal, 92% lewat melalui jaringan ekskresi dan dikenal sebagai aliran plasma ginjal efektif (effective renal plasma flow). Kadar filtrasi glomerulus atau Glomeruler filtration rate (GFR) biasanya sekitar satu per lima dari plasma ginjal efektif , memberikan sebagian kecil filtrasi sekitar 0.2.

Kadar ultrafiltrasi di kapiler glomerulus di tentukan oleh kekuatan yang sama yang memungkinkan gerakan transmural cairan dalam jaringan kapiler lainnya. Kekuatan ini adalah transkapillari hidrolik, gradient osmotik pressure dan karakteristik permeabilitas dinding kapiler.Mekanisme autoregulatori ginjalmemungkinkan ginjal untuk mempertahankan konstanrelatifaliran darah apabila ada perubahan arteri sistemik dan tekanan perfusi ginjal.Mekanisme autoregulatori ginjal intrinsik dimediasi di individu nefron oleh umpan balik tuboglomerular yang melibatkan makula densa (sebuah daerah di distal awal tubulus yang berdampingan glomerulus) dan magnitude resistansi di aferen dan eferen arteriol.Dalam kondisi normal, reabsorpsi air dan sekresi zat terlarut sewaktu filtrasi glomerular melalui nefron penting untuk memelihara cairan tubuh, elektrolit dan homeostasis asam-basa. Pada orang sehat, individu yang tidak bertumbuh, asupan dan pengeluaran air dan zat terlarut adalah sama serta keseimbangan ion hydrogen adalah nol. Fungsi ginjal dapat terganggu oleh sistemik atau penyakit ginjal, dan dengan obat-obatan seperti obat vasoaktif, obat anti-inflamasi, diuretik, dan antibiotik. Terjadinya hipoksia dan hipoperfusi ginjal lebih sering dikaitkan dengan pasca operasi disfungsi ginjal.

EVALUASI FUNGSI RENALEvaluasi fungsi ginjal dimulai dengan adanya riwayat, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium.Oligouri yang persistan atau penurunan yang signifikan untuk kapasitas konsentrasi ginjal harus jelas dari riwayat sebelumnya.Pemeriksaan dari sedimen urin dapat memberikan bukti penyakit ginjal jika proteinuria dan / atau sel cast ditemukan. Konsentrasi serum normal seperti natrium, kalium, klorida, CO2, kalsium, dan fosforus menunjukkan regulasi ginjal sesuai konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh.Konsentrasi serum creatinin adalah parameter yang biasa digunakan untuk GFR.Keterbatasan dan peringatan harus diperhatikan ketika menggunakan kreatinin untuk memeperkirakan GFR. Ekskresi kreatinin urin mencerminkan kedua penyaring dan sekresi kreatinin karena kreatinin tidak hanya disaring oleh kapillari glomerulus, tetapi juga di sekresi oleh sel tubular renalis.Sebagai konsekuensi, creatinine clearance, yang dihitung dengan menggunakan konsentrasi serum kreatinin dan ekskresi kreatinin, penghitungan nilai GFR yang berlebihan dengan menggunakan inulin clearance sebanyak 10-40%.

Konsentrasi serum kreatinin dan kadar ekskresi kreatinin urin dipengaruhi oleh diet. Konsumsi daging, ikan, atau unggans yang merupakan zat yang mengandung preformed kreatinin dan kreatinin perkusor, menyebabkan peningkatam konsentrasi serum kreatinin dan ekskresi kreatinin urin . Nilai GFR yang terlalu tinggi oleh peningkatan creatinin clearancemenunjukkan fungsi ginjal memburuk karena peningkatan relatif komponen tubular kreatinin urin.Peringatan harus diberikan untuk pasien dengan massa otot yang abnormal. Semakin kecil massa otot, semakin rendah kreatinin yang dihasilkan ke dalam sirkulasi mengakibatkan kadar darah dan kadar ekskresi urin lebih rendah. Gambaran sebaliknya akan terlihat pada pasien dengan massa otot yang sangat besar.Sejak 15 tahun lalu, konsentrasi serum pada cystatin C, merupakan nonglycosylated 13.3kDa protein telah menunjukkan hubungan korelasi dengan GFR dan juga lebah baik dari serum kreatinin. Usia 12 bulan hingga 50 tahun, kadar konsentrasi normal serum cystin C adalah sama pada kanak-kanak dan dewasa (0.70-1.38 mg/L). Sejak akhir-akhir ini, pengukuran cystin C tidak lagi digunakan dalam pemeriksaan rutin klinis. Namun, pada masa hadapan mungkin akan menjadi cara pengukuran yang baru untuk mengukur GFR. Sebaliknya, bedside equation telah digunakan untuk menganggarkan GFReGFR = 0.413Tinggi(cm)/serum kreatinin (mg/dL)

Akhir-akhir ini, penyakit ginjal kronik mulai terjadi pada kanak-kanak berdasarkan data yang didapat dari pengukuran GFR dengan menggunakan hilangnya plasma iohexol. Rumus bedsidedapat dihitung untuk anak-anak dengan kadar GFR 15-75mL/min/1.73m2.VOLUME URINVolume urine yang tepat tergantung pada status cairan tubuh, asupan cairan, kehilangan cairan extrarenal, beban zat terlarut ginjal, dan konsentrasi ginjal dan kapasitas pengenceran. Pasien dengan gangguan proses konsentrasi pada ginjal memerlukan volume urin yang lebih besar untuk ekskresi beban zat terlarut ginjal. Di sisi lain, pasien dengan peningkatan kadar hormon antideuretik (ADH) menahan air keluar dari proporsi terlarut dan rentan terhadap hiponatremia. Peningkatan kadar ADH bisa terjadi karena faktor fisiologi seperti cairan hipertonik atau penurunan volume sirkulasi secara efektif (ditemui dengan rendahnya tingkat albumin serum atau dengan vasodilatasi generalisata seperti sepsis).Beberapa peneliti telah menyatakan keprihatinan bahwa perawatan biasa cairan (Tabel 4-1) menyediakan 2-3 mEq / L natrium, kalium, dan klorida per 100 kalori yang dimetabolisme dapat berkontribusi untuk pengembangan hiponatremia pada anak yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi mungkin terkaitdengan ADH. Anak-anakyang berisiko adalah anak-anak yang distimulasi nonosmotik untuk penghasilan ADH seperti pusat gangguan sistem saraf, pasien pasca operasi, nyeri, stress, mual dan muntah, Telah diusulkan bahwa pada pasien yang lebih cenderung untuk terjadi sindrom yang tidak bisa menghasilkan sekresi ADH, cairan isotonik 0.9% normal salin mungkin pilihan yang lebih baik untuk cairan maintenance.Sekitar 30 mOsm zat terlarut ginjal/ 100mL air maintanaince bisa diambil sebagai zat terlarut ginjal padan anak usia 2 bulan atau lebih. Kapasitas pemekatan urin meningkat dengan cepat selama tahun pertama kehidupan dan mencapai apabila tingkat dewasa 1200-1400 mOsm/L pada sekitar tahun kedua.TABEL 4-1 : Kebutuhan cairan maintenance yang lazim

Berat (kg)Cairan

2.5-10100 mL/kg

10-201000 mL + 50 mL/kg > 10kg

>201500mL + 20 mL/kg > 20kg

Kapasitas maksimal konsentrasi urine pada bayi cukup bulan dari usia 1 minggu ke 2 bulan adalah 800 mOsm/L; dari 2 bulan ke 3 tahun adalah 1000 mOsm/L, dan setelah usia itu adalah 1200 mOsm/L. Yang perlu diperhatikan adalah re-karakteristik pada gagal ginjal akut sebagai Acute Kidney Injury (AKI) dan lebih digambarkan sebagai disfungsi ginjal. Non-Oligouri AKI sering terjadi sesering oligouri AKI.Hal ini didiagnosis ketika pasien dengan output urin yang normal tapimengalami peningkatan serum kreatinin dan konsentrasi urea nitrogen.

KADAR FILTRASI GLOMERULARGFR merupakan index yang paling berguna untuk menentukan fungsi renal karena ia mereflex volume plasma ultrafiltrasi yang ditujukan kepada tubulus renalis. Penurunan kadar GFR merupakan abnormalitas fungsional pada gagal ginjal akut dan kronik. Penaksiran nilai GFR adalah sangat penting, bukan hanya untuk mengevaluasi fungsi ginjal pasien, malah penting untuk menuntun pemberian antibiotik dan obat-obatan.Inulin clearance merupakan pengukuran GFR standar.Metode ini memakan waktu dan kurang nyaman untuk digunakan dalam evaluasi klinis kebanyakan pasien. Cara konsumsi makanan yang mengandung nitrogen sehari-hari merupakan hal yang tidak baik untuk index GFR. Konsentrasi kreatinin serum dan creatinine clearance telah menjadi pengukuran klinis untuk menentukan kadar GFR. Namun, tindakan pencegahan harus dilakukan ketika kreatinin dugunakan untuk estimasi GFR karena efek diet serta penggunaan obat-obat umum pada konsentrasi kreatinin serum dan kadar ekskresi. Pencernaan makanan yang mengandung kuantiti protein hewani yang tinggi akan menyebabkan peningkatan kadar kreatinin sekitar 0.25 mg/dL dalam masa dua jam dan peningkatan kadar ekskresi kreatinin sekitar 75% lebih dari periode tiga hingga empat jam.Konsentrasi kreatinin serum juga bisa meningkat apabila menggunakan obat-obatan seperti salicylate dan trimethroprim.Agen ini bersaing dengan kreatinin untuk sekresi tubulus melalui jalur sekresi basa. Agen ini tidak mengubah GFR tapi tidak meningkatkan kadar konsentrasi serum kreatinin.Karena kesulitan dalam pengumpulan urin waktunya, beberapa persamaan telah dikembangkan untuk memperkirakan GFR.Secara historis persamaan yang paling umum digunakan adalah persamaan yang telah dikembangkan oleh Schwartz dan didasarkan pada nilai serum kreatinin (sebagaimana ditentukan oleh Metode kinetik Jaffe) dan tinggi anak:GFR (mL /min/1.73m2) = k x Tinggi (cm)/ kreatinin serum (mg/dL)K untuk berat badan bayi lahir rendah adalah 0.33, bayi lahir cukup bulan adalah 0.45; laki-laki 2-12 tahun dan perempuan 2-21 tahun adalah 0.55 dan laki 13-25 tahun adalah 0.70.Kreatinin dibentuk oleh nonenzimatik dehidrasi oleh kreatinin otot pada kadar 50mg kreatinin/kg otot. Kadar konsentrasi serum kreatinin pada neonatus reflex kadar maternal untuk hari pertama sampai tiga dan empat hari kelahiran dan kadang lebih pada bayi prematur akibat maturasi fungsi ginjal yang terlambat. Pada waktu ini, konsentrasi serum kreatinin menurun.

TABEL 4-2 : Lavel Kreatinin Plasma pada usia yang berbeda

Plasma kreatinin yang benar (mg/dL)

UsiaTinggi (cm)MEANRANGE ( 2 SD)

Darah tali pusat0.750.15-0.99

0-2 minggu500.500.34-0.66

2-26 minggu600.390.23-0.55

26 minggu- 1 tahun700.320.18-0.46

2 Tahun870.320.20-0.44

4 Tahun1010.370.25-0.49

6 Tahun1140.430.27-0.59

8 Tahun1260.480.31-0.65

10 Tahun1370.520.34-0.70

12 Tahun1470.590.41-9.78

Laki-laki dewasa1740.970.72-1.22

Perempuan dewasa1630.770.52-1.01

aConversion factor: mmol/L = mg/dL 88.4Diadaptasi dari Changler C, Barratt TM. Evaluasi Laoratorium. In: Holiday MA, penulis. Pediatrik Nefrologi.2nded. Baltimore : Williams & Wilkins; 1987.p. 282-99

Dari usia 2 minggu hingga 2 tahun, kadar keseluruhan sekitar 0.40.04mg/dL (35 3.5M). Kadar konsentrasi serum kreatinin secara relatif constant semasa periode pertumbuhan karena peningkatan endogenous kreatinin, dimana secara direk berhubungan dengan massa otot yang menandakan peningkatan GFR. Semasa tahun pertama hingga kedua kelahiran, GFR meningkat dari 35-45 mL/min/1.73m2 untuk orang dewasa sekitar 90-170mL/min/1.73m2.Nilai normal untuk konsentrasi serum kreatinin meningkat dari dua tahun pubertas, namun begitu GFR masih constant essensial apabila luas permukaan per unit. Hal ini terjadi karena pertumbuhan sewaktu anak-anak berhubungan dengan peningkatan massa otot dan oleh itu, peningkatan produksi kreatinin yang lebih dari peningkatan GFR per unit berat badan. Tabel 4.2 menunjukkan nilai mean dan nilai serum kreatinin plasma yang berbeda bedasarkan usia. Data normatif serum kreatinin berbeda dari satu laboratorium dengan laboratorium yang lain, tergantung dengan metodologi yang digunakan, walaupun usaha dilakukan untuk menstandardisasi.

FRAKSI SUBSTAN EKSKRESI

Fraksi ekskresi (FE) merupakan index untuk fungsi renal yang membantu untuk mengevaluasi kondisi klinis secara spesifik. Secara konsep, fraksi ekskresi merupakan substan filter fraksi yang diekskresi di urin.Secara praktis klinis, FE dihitung dengan mendapatkan darah dan urin sampel bersamaan untuk penghitungan kreatinin. Rumus digunakan untuk mengekspresi FE dalam persen adalah :

FE = Us/Ps Pcr/Ucr 100

Us adalah konsentrasi zat terlarut urin (Urine Solute Concentration), Ps adalah konsentrasi plasma kreatinin ( Plasma Creatinine Concentration) dan Ucr adalah konsentrasi kreatinin urin (Urine Creatinin Concentration).

FRAKSI EKSKRESI NATRIUM

Fraksi ekskresi natrium (FE Na) nilai normal adalah 2-3% pada bayi yang baru lahir dan mungkin lebih tinggi pada bayi yang prematur.Pada anak-anak yang lebih berusia FE sering kurang dari 1%, tapi nilainya bisa tinggi apabila asupan garam tinggi, gagal ginjal kronik, dan pemberian diuretik. FE Na, sering kali lebih dari 2% pada AKI iskemik (juga dikenal sebagai akut tubular nekrosis), hal ini menggambarkan adanya gangguan keupayaan mereabsorpsi natrium di tubulus.

FE Na digunakan untuk membantu membedakan prerenal azotermia dengan AKI, sekarang adalah sangat penting diuretik tidak digunakan karena FE Na akan meninggi secara artifisial. Juga, Fe Na akan meningkat pada pasien dengan penurunan perfusi renal akibat gangguan ginjal kronik akibat tubulus tidak mampu mempertahankan natrium untuk dehidrasi.Selain itu, dengan pemberian cairan dan elektrolit, dapat memperbaiki fungsi ginjal sampai tahap tertentu.FE Na, serta indeks diagnostik lainnya digunakan untuk membantu membedakan azotemia prerenal dari iskemik AKI, tidak ada pathognomik untuk kedua-duanya.Tambahan pula, FE Na sering kurang dari 1% pada kasus AKI disebabkan penyakit glomerulus sebagai fungsi tubulus tetap utuh.

ASIDOSIS TUBULUS GINJALRenal tubular acidosis (RTA) dikelompokkan dalam gangguan asidosis metabolic yang terjadi sebagai akibat penurunan reklamasi HCO3- yang disaring di tubulus proksimal atau kelainan dari ekskresi ion hydrogen di tubulus distalis, dianggap tidak ada penurunan yang signifikan pada GFR.RTA dianggap sebagai diagnosis banding pada pasien dengan asidosis metabolic; anion gap serum normal (hiperkloremik asidosis metabolic), dan beberapa pengecualian seperti pH urin diatas 6.0.Penting untuk diingat bahwa profil biokimia yang identik pada anak dengan diarea perlu dipertimbangkan untuk diagnosa RTA.Tambahan pula, ada beberapa kelainan genetik seperti cystinosis.Kerusakan pada tubulus proksimal sering dijumpai pada anak-anak yang menerima perawatan kimoterapi. Diagnosa untuk kelainan pada reabsopsi HCO3 di tubulus proximalis dapat dilakukan dengan ekskresi fraksi biokarbonat (FE HCO3) lebih besar dari 15% ketika konsentrasi plasma HCO3 normal dengan alkalisasi. Klasik distal RTA disebabkan oleh kelainan pada sekresi H+ oleh sel-sel distal nefron. Hal ini di tandai dengan asidosis metabolik hiperkloremik, pH urin lebih dari 6.0 pada normal maupun pada konsentrasi serum HCO3 rendah dan FE HCO3 kurang dari 5% apabila serum HCO3 normal. Tipe IV distal RTA berhubungan dengan pH di traktus urinarius bawah ( Kalium> natrium> kreatinin> phosphate> asam urat> Kalsium> magnesium. Cairan dialisis yang standar tidak mengandung kalium.Oleh itu, hiperkalemia dapat dikontrol beberapa jam dengan efektif PD.Hemodialisa punya kebaikan yaitu ultrafiltrasi lebih cepat dan pembuangan zat terlarut dibanding dengan PD atau CRRT.Penilaian vaskular yang adekuat merupakan keperluan yang penting.Terdapat bermacam kateter pediatri sementara yang dipakai.Umumnya, pemasangan kateter dialisis pada vena jugular interna dextra, kemudian di vena femoralis dan vena jugular interna sinstra. Pemasangan di vena subclavia harus dihindari karena punyai potensi pembentukan stenosis pada subclavia dan akan menyebabkan ketidakupayaan untuk membentuk dialisis fistula pada tangan yang ipsilateral pada pasien gagal ginjal kronik.

Gambar 4-1 : Seorang anak, berumur 4 tahun dengan sindroma hemolitik uremik yang berhubungan dengan Escherichia coli colitis.Kateter peritoneal dialisis dipasang secara laparaskopik. Kateter dipasang kearah kaudal sebagai laluan yang optimal untuk dialisis peritoneal. Telah dilakukan insisi 5mm pada perut kanan atas (penanda) ditempat pemasangan kateter peritoneal dialisis yang dipasang kedalam kavum abdominal. 5mm kanula dan teleskop dimasukkan pada umbilikus untuk visualisasi

Pengeluaran cairan dapat menjadi masalah pada pasien yang hipotensi dan pasien yang menerima HD karena kurang toleransi dari pasien dan lebih baik dilakukan PD atau CRRT untuk pengaturan klinis.Tipe CRRT terdiri daripada continuous venovenous hemodialysis (CVVHD), continuous venovenous hemodiafiltration (CVVHDF). CRRT kini secara luas dipraktekkan di banyak pusat pediatrik tersier karena keamanan dan kesembuhan bahkan pada pasien yang paling sakit. Pemilihan salah satu dari metode CRRT tergantung apakah seseorang memilih untuk memanfaatkan difusi (CVVHD) atau konvektif (CVVH) atau kombinasi dari dua sifat teknik (CVVHDF).Seperti di HD, akses vascular kateter sangat penting untuk CRRT.Data menunjukkan bahwa akses yang optimal adalah satu dengan diameter terbesar yang terletak di vena jugular internal.Demikian juga, extracorporeal volume darah besar diperlukan untuk CRRT (and HD) sirkuit, dan membutuhkan produk darah dari pasien yang mempunyai volume sirkuit melebihi 10% volume darah.Perhatian khusus harus dibayar untuk kemungkinana pengembangan oleh reaksi hemofilter yang mungkin terjadi pada terapi dini.Prediktabilitas dan efisiensi ultrafiltrasi dan zat terlarut yang dipindahkan membuat CRRT sebagai teknik dialytik yang ideal untuk pasien yang tidap stabil hemodinamik.Pada anak-anak yangberisiko perdarahan, sebuah protokol menggunakan sitrat bukan heparin sebagai antikoagulan.Akhirnya, informasi baru telah diciptakan untuk menentukan arah berkenaan waktu yang disukai untuk inisiasi dialisis.Kelebihan cairan bisa menjadi faktor risiko yang signifikan untuk mortalitas.Manajemen awal yang agresif dengan dialisis dapat dibuktikan kelebihannya.Sebuah analisis baru-baru ini telah menyatakan angka kematian 29,6% dengan 20% cairan berlebihan.

GAGAL GINJAL AKUT PADA NEONATUS.AKI terjadi pada 24% pasien yang dirawat nineonatal intensive care unit (NICU). Definisi AKI berdasarkan istillah historis neonatus telah dianggap sebagai kadar serum kreatinin diatas 1.5mg/dL selama lebih dari 24 jam pada keadaan fungsi renal maternal normal. Kadang kala, untuk mendiagnosa term infant adalah dengan kadar serum kreatinin kurang drai 1.5mg/dL apabila gagal untuk mengurangi secara normal selama hari-hari awal / minggu kehidupan. Akhir-akhir ini, AKI telah didefinisiskan berdasarkan usia secara independent meningkat pada serum kreatinin lebih dari 1.5 masa baseline. Hal ini lebih diketahui terjadi pada 7 hari sebelumnya atau volume urin 1,0mL/kg/jam).Nonoligourik terjadi pada neonatus dengan AKI sekunder perinatal asfiksia dan berhubungan dengan prognosis oligourik. Diagnosa nonoligourik AKI bisa disalah diagnosa pada pasien yang berisiko berkembang menjadi insufisiensi ginjal dan dipantau oleh evaluasi urin output tanpa penilaian konsentrasi serum kreatinin yang berulang. Penyebab AKI pada bayi baru lahir secara tradisional dibagi menjadi tiga kategori: prerenal, intrinsic, dan posrenal (Box 4-2). Pembagian ini, berdasarkan lokasi masalah, yang punyai implikasi penting karena evaluasi, penatalaksanaan, dan prognosis dari ketiga kelompok ini agak berbeda.

GAGAL GINJAL AKUT PRERENALPenurunan perfusi ginjal adalah disebabkan oleh 70% dari AKI.Neonatal.Prerenal AKI mungkin terjadi pada pasien dengan hipoperfusi normal ginjal.Meskipun koreksi untuk hipoperfusi bisa mengembalikan kelainan ini, keterlambatan resusitasi cairan dapat menyebabkan perenkim ginjal rusak.BOX 4-2 : FAKTOR MAYOR PADA GAGAL GINJAL AKUT PADA NEONATUS

GAGAL GINJAL PRERENAL Hipovolemik sistemik : fetal hemorrhage. Neonatal hemorrhage, septic shock, necrotizing enterokolitis, ddehidrasi Hipopefusion Ginjal : perinatal asphyxia, congestif heart failure, operasi jantung, bypass kardiopulmonari/ oxygenasi ectracoeporeal membrane, sindrom respiratori distress, farmakologi ( tolazoline, captopril, enalapril, indomethacin)

GAGAL GINJAL INTRINSIK Acute tubular nekrosis Malformasi kongenital : agenesis bilateral, renal dysplasia, polycystic kidney disease Infeksi : Kongenital ( Syphilis, Toxoplasmosis), pyelonephritis Renal vaskuler : renal artery thrombosis, renal venous thrombosis, disseminated intravaskuler coagulation Nephrotoxin : aminoglycosides, indomethacin, amphotericin B, media kontras, captopril, enalapril, vancomycin Obstruksi Intrarenal : nephropathy asam urat, myoglobinuria, hemoglobinuria.

GAGAL GINJAL POSTRENAL (OBSTRUKSI) Malformasi kongenital : imperforate prepuce, urethral stricture, posterior urethral valve, urethral diverticulum, primary vesicourethral reflux, ureterocele, megacystitis megaureter, Eagle-Barett syndrome, obstruksi uretero pelvic junction, ureterovesical obstruction, Kompresi extrinsik : sacrococcygeal teratoma, hematocolpos Obstruksi intrinsik :renal calculi, Fungus ball Neurogenic bladder

Adapted from Karlowicz MG, Adelman RD. Acute renal failure in theneonate. Clin Perinatol 1992;19:13958.

GAGAL GINJAL AKUT INTRINSIKIntrinsik AKI terjadi pada 6-8% pasien yang dirawat di NICU dan menunjukkan adanya kerusakan sel ginjal yang berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal. Intrinsik AKI sering dikelaskan dalam beberapa katogori : iskemik (akut tubular nekrosis), nephrotoksik (aminoglycoside antibiotic, indomethacin), anomia kongenital ginjal (autosomal resesif penyakit ginjal polikistik), dan lesi vascular (arteri renalis atau thrombosis vena), terutama dengan satu ginjal. GAGAL GINJAL AKUT POSRENALPosrenal AKI disebabkan oleh obstruksi aliran urin dari kedua ginjal atau dari satu ginjal. Penyebab AKI yang paling sering pada neonatus adalah posterior urethral valve (PUV), obstruksi ureteropelvic junction bilateral, dan obstruksi ureterovesical junction bilateral. Walaupun karakteristik tipe-tipe obstruksi ini reversible, obstruksi neonatus intrauterine yang lama punyai derajat gangguan fungsi ginjal permanent yang berbeda-beda.Gangguan ini bukan hanya disebabkan dysplasia renalis tapi juga disebabkan kerosakan sel sekunder dari AKI.PRESENTASI KLINISPresentasi klinis neonatus dengan AKI sering mencerminkan kondisi perkembangan insufisiensi ginjal. Hal-hal yang bisa terjadi secara berturut adalah sepsis, syok, dehidrasi, respiratory distress syndrome, dan kondisi lain yang berhubungan juga bisa terjadi. Gejala nonspesifik yang berhubungan dengan gejala anemis adalah seperti malas makan, letargi, emesis, kejang, hipertensi dan gejala anemia juga bisa ditemukan.EVALUASI DIGNOSTIKEvaluasi neonatus dengan AKI harus di sertai riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik.Suspek prerenal yang disebabakan oleh akut oligouria sering didiagnosa dan diterapi berdasarkan oleh expansi volume, dengan atau tanpa furosemide.Jika pendekatan ini tidak mengakibatkan peningkatan urin output, harus dilakukan sebuah evaluasi yang lebih luas untuk fungsi ginjal.Komponen penting untuk mengevaluasi dan mengukur pada penelitian laboratorium adalah seperti berikut : jumlah sel darah lengkap, dan penentuan konsentrasi serum untuk nitrogen urea, kreatinin, elektrolit, asam urat, kalsium, glukosa, dan phosphorus. Nilai serum kreatinin sewaktu hari-hari pertama kehidupan mencerminkan nilai maternal. Pada infant yang lahir cukup bulan, nilainya adalah 0.4-0.5mg/dL setelah minggupertama kehidupan. Sebaliknya, nilai yang diharapkan untuk infant yang lahir tidak cukup bulan berhubungan dengan usia gastasi menunjukkan peningkatan pada awalnya diikuti dengan penurunan secara gradual. Pada semua kasus, pemeriksaan urinalisa dilakukan untuk mengukur nilai sel darah merah, protein dan sel cast untuk mengetahui penyakit ginjal intrinsik. Indeks urin dapat membantu membedakan gagal ginjal intrinsik dari azotemia prerenal pada bayi baru lahir dengan oligouri. Seperti disebutkan sebelumnya, indeks yang paling penting dan sering digunakan adalah FE Na. Faktor ini didasarkan pada asumsi perfusi ginjal yang rendah dari tubulus ginjal untuk menyerap kembali natrium. Sedangkan ginjal dengan penyakit ginjal intrinsik dan kerusakan tubular tidak bisa menyerap kembali natrium.Oleh karena itu, dalam banyak kasus neonatal gagal ginjal oliguri sekunder untuk penyakit intrinsik, FE Na adalah> 2,5-3,0%, nilai yang berbeda dari anak yang lebih tua. FE Na harus dihitung sebelum pemberian furosemide.Tambahan pula, hasilnya harus diinterpretasi dengan berhati-hati pada pada infant prematur yang punyai nilai FE Na yang tinggi (i.e,>5%).Biasanya ultrasonografi merupakan studi pencitraan awal. Traktus urinarius harus dievaluasi untuk mengetahui terdapat satu atau dua ginjal, ukuran, bentuk, dan lokasinya. Voiding cystourethrogram (VCUG) sudah cukup untuk mendiagnosa PUV atau vesicoureteral refluxkarena lebih spesifik. Pada kebanyakkan kasus, VCUG lebih dianjurkan untuk dilakukan radionuclide systography sebagai pengaturannya karena kemampuannya untuk memberi informasi tentang anatomi sehingga bisa menentukan derajat vesicoureteral reflux dan bisa melihat urethra. Antegrade pyelography atau diuretic renography dengan 99mTc-dimercaptosuccinic acid (DMSA) atau 99mTcdimercaptoacetyltriglycine (MAG3) diperlukan untuk mengevaluasi obstruksi ureter.Penilaian untuk menentukan fungsi ginjal juga bisa dilakukan radioisotope.

MANAGEMENTPengobatan neonatal AKI harus dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan diagnostik.Pemasangan kateter pada kandung kemih adalah terapi yang baik untuk PUV, sedangkan tindakan drainase bedah diperlukan untuk lesi obstruksi lainnya pada neonatus.Pemberian cairan pada neonatus harus disertai 20mL/kg cairan isotonik yang mengandung 25 mEq/L NaHCO3 secara infus selama satu hingga dua jam. Pemberian furosemide 1-3mg/kg secara intravena dapat membantu jika tidak ada diuresis urin 2mL atau lebih per kilogram selama lebih dari dua jam, Seperti yang disebutkan sebelumnya, pemberian dopamin dosisi rendah (0,5-3,0 g/kg/menit) yang diberikan secara terus-menerus diperdebatkan, berdasarkan pedoman belakangan ini tidak merekomendasikan penggunaan dopamine untuk mencegah atau mengobati AKI. Kegagalan untuk meningkatkan urin output setelah ekspansi volume pada neonatus dengan cardiac output yang memadai dan tidak ada obstruksi saluran kemih menunjukkan adanya penyakit ginjal intrinsik dan memerlukan penanganan oliguri atau gagal ginjal anuric secara tepat.Pemeliharaan keseimbangan cairan normal merupakan perhatian utama untuk pengelolaan pasien AKI.Asupan cairan harian harus seimbang dengan kehilangan cairan insensible, urin, dan kehilangan cairan dari sumber nonrenal.Pada bayi yang cukup bulan, kehilangan cairan insensible 30-40mL/kg/hari, sedangkan bayi prematur memerlukan sebanyak 50-10mL/kg/hari.Penilaian berat badan pada neonatus penting untuk penanganan cairan.Isi elektrolit dari cairan yang diberikan harus sering dipandu oleh penelitian laboratorium.Kehilangan cairan insensible adalah elektrolit yang bebas dan harus diganti dengan menggunakan dextrose 5% dekstrosa dalam air.Gangguan sistemik mungkin terjadi pada AKI termasuk hyperkalemia, hiponatremi, hipertensi, hypokalemi, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.Semua sumber exogenous pemberian kalium harus dihentikan pada pasien AKI. Meskipun pembatasan ini, peningkatan kadar serum kalium terjadi pada neonatus dan harus diobati dengan cepat karena potensi untuk terjadi toksisitas jantung. Pengobatan harus dimulai dengan memperbaiki asidosis metabolic dengan NaHCO3.Dosis 1-2 mEq/kg harus diberikan secara intravena lebih dari 10-20 menit dan diberikan garam dan air secara seimbang. Kuantiti NaHCO3 yang diberikan dihitung dengan cara: (0.3 berat badan [kg]deficit basa[mM]).Hipokalemia harus diobati dengan pemberian intravena 10% kalsium glukonat dengan dosis 0.5-1.0mL/kg secara injeksi perlahan-lahan lebih dari 5-15 menit dengan dilanjutkan pemantauan kadar nadi. Jika terjadi peningkatan konsentrasis serum kalium, penanganan tambahan adalah dengan menggunakan pertukaran natrium-kalium resin (natrium polystyrene sulfonate dalam 20-30 % sorbitol, 1g/kg oleh enema), dengan identifikasi ketidakefektifan dan / atau komplikasi yang terkait saat digunakan pada bayi berat badan lahir rendah. Penggunaan glukosa (0.5-1.0g/kg) diikuti dengan pemberian insulin (0.1-0.2 unit insulin regular per gram glukosa lebih dari 1 jam) merupakan pendekatan yang sering digunakan. Pemberian salbutamolsecara intravena ataupemberian albuterolsecara dihirup adalah pilihan terapi tambahan. Dialisis harus dipertimbangkan jika langkah-langkah ini terbukti tidak berhasil.Hiponatremi dan hipertensi sistemik merupakan hal yang sering dihubungkan dengan over-hydration pada infant dengan oligouri.Masalah ini harus diobati dengan pembatasan cairan atau pembuangan cairan melalui dialisis jika perlu.Penambahan furosemide dosis tinggi secara intravena (5mg/kg) dapat digunakan. Kadar natrium dibawah 125 mEq/L bisa berhubungan dengan kejang dan kadar dibawah 120 mEq/L harus diperbaiki dengan cepat sekurang kurangnya 125mEq/L dengan menghitung kadar sodium yang diperlukan dengan cara berikut :Na+ (mEq) = ([Na+] Desired [Na+] Actual) x Berat badan (kg) x 0.8Apabila kadar serum natrium kurang dari 120mEq/L dan berhubungan dengan gejala (e.g.,Kejang), mendapat pengobatan dengan hipertonik (3%) saline. Pemberian 10-12 mL / kg dari 3% saline umumnya terapi. Pengobatan hipertensi yang perisitant termasuk pemberian hydralazine secara parenteral (0.15-0.6mg/kg/dosis), labelatolol(0.2-1.0mg/kg/dosis atau 0.25-3.0mg/kg/hari secara infus), atau ebalapril (5.0-10/kg/dosis). Pemberian amlodipine secara oral (0.05-0.3 mg/kg/dosis) bisa diberikan untuk pasien tanpa gejala.Pengobatan pada pasien hipertensi yang sulit untuk diatasi bisa diberikan natrium nitroprusside secara intravena (0.5-10g/kg/menit), nicardipine (1-4g/kg/menit secara infus) atau labetalol.Perhatian harus dilakukan ketika memulai terapi dengan kaptopril (dosis oral awal, 0,01-0,05 mg / kg / dosis), karena dengan hipotensi dapat terjadi pada neonatus apabila diberikan dosis tinggi.

Pada infant dengan AKI yang tidak sembuh sepenuhnya dan menjadi gagal ginjal kronik (CKD), pengembangan hiperphosphatemia (kadar serum phosphorus > 7mg.dL) memerlukan pemberian formula rendah fosfor pada bayi dan kalsium karbonat (50-100mg/kg/hari) sebagai pengikat fosfat. Penggunaan aluminum hidroksida sebagai pengikat merupakan hal yang bertentangan karena berhubungan dengan toksisitas aluminium pada bayi dan anak-anak akibat insufisiensi ginjal. Hipokalemia adalah kadar total serum kalsium yang rendah, sering terjadi pada AKI dan berhubungan dengan hipoalbuminemia. Pasien tanpa gejala adalah disebabkan kadar kalsium yang terionisasi rendah. Pada kasus ini, diberikan 10% kalsium glukonat secara intravena, 0.5-1.0mL/kgselama lebih dari 5menit dengan pemantauan jantung dan harus diberikan hingga kadar kalsium yang terionisasi dapat disimpan hingga kadar normal. Asidosis metabolic akan meningkat akibat dari retensi ion hydrogen dan memerlukan NaHCO3 untuk dikoreksi. Dosis NaHCO3 bisa dihitung dengan cara berikut :NaHCO3(mEq) = (Desired bicarbonate- Observed bicarbonate ) x Berat(kg) x 0.5Dosis ini bisa diberikan secara oral atau ditambah di cairan parenteral atau infus selama beberapa jam.Nutrisi yang adekuat harus diberikan dengan sasaran 100-120 kalori dan 1-2 g protein/kg/hari diberi secara intravena atau oral.Protein tambahan mungkin diperlukan untuk memperhitungkan kerugian dialisis terkait pada pasien yang menerima PD dan CRRT. Untruk neonatus yang bisa ditolerasi dengan cairan oral, formula yang mengandung kadar fosforus dan aluminium yang rendah seperti Similac PM 60/40 (Abbott Labs, Abbott Park,IL) di rekomendasikan. Pendekatan agresif untuk pemberian nutrisi menyumbang kepada penyembuhan ginjal dengan memberi energi yang mencukupi di tahap selular.Walaupun kebanyakkan neonatus dengan AKI bisa di tangani secara konservatif, sebagai pengobatan komplikasi metabolik dan penimbunan cairan, pasien yang memerlukan PD atau CRRT.Kadar mortalitas pada kelompok pasien ini bisa meningkat pada kasus AKI pos operasi jantung.Prosedur ini bertolerasi baik dengan penggunaan CRRT pada 85 pasien dengan berat badan kurang dari 10kg. Angka tingkat kelangsungan hidup 25% untuk berat bdan kurang dari 3 kg dan 41% pasien dengan berat badan dari 3-10kg. Penelitian retrospektif tentang pengobatan PD pada pasien AKI pos operasi jantung adalah 146 neonatus dan bayi menunjukkan angka mortalitas berkurang lebih dari 40% pada pasien yang menerima terapi awal PD (hari operasi atau posoperasi hari pertama) melawan pasien yang ditunda PD (pos operasi hari kedua atau lebih). Apabila terjadi AKIpada neonatus yang menerima oxigenasi membrane extracorporeal, kadar mortalitas adalah 3.2 kali lebih tinggi dari pasien yang tanpa AKI. Selain itu, pasien yang memerlukan terapi pengganti ginjal punyai 1.9 lebih tinggi kemungkinan kematian dibanding pasien yang tidak menerima terapi pengganti ginjal.OBSTRUKSI UROTERAPIObstruksi uroterapi pada neonatus adalah kelainan ginjal yang sering didiagnosa secara prenatal dan sering mengakibatkan obstruksi ureteropelvic junction, PUV atau obstruksi ureterovesical junction.Obstruksi juga merupakan penyebab gagal ginjal pada anak-anak terhitung 13% dari semeua kasus.Identifikasi awal dan pengobatan dari lesi itu sangat penting karena efek obstruksi sangat besar bagi fungsi ginjal.Setelah intervensi operasi, membebaskan obstruksi, gangguan aliran darah GFR, dan dungsi renal tubular masih terjadi. Secara spesifik, gangguan di tubulus renalis bisa mengakibatkan gangguan kapasitas untuk mereabsorpsi natrium sebagai konsenstrasi urin. Reabsorpsi zat terlarut seperti magnesium, kalsium, dan fosforus.Keupayaan tubulus renalis untuk merabsorpsi garan dan air setelah membebaskan obstruksi secara tipikal bergantung kepada obstruksi unilateral atau bilateral.Pada pasien obstruksi unilateral, proximal tubul pada juxtamedullary nefron tidak bisa mereabsorpsi garam dan cairan secara maksimal.Fungsi reabsorpsi garam dan air meningkat pada nefron superfisial. Walaubagaimanapun, kadar natrium yang diekskresi sebelumnya oleh obstruksi ginjal tidak ada perbedaan dengan ginjal kontralateral karena keseimbangan tubuloglomerular. Membebaskan obstruksi bilateral, obstruksi unilateral pada neonatus mengakibatkan karakteristik posoperatif diuresis yang ditandai oleh peningkatan kadar natrium dan air.Perubahan ini menghasilkan osmotic diuresis sekunder intuk menahan zat terlarut seperti urea. Salah satu penyumbang yang terjadi adalah dari faktor atrial natriuretic, kadar plasma yang meningkat semasa obstruksi, dan juga semasa sistesis prostaglandin. Prnurunan tonik ginjal medullar dan penurunan permeabilitas air hidraulik collecting duct semasa berespon dengan ADH, akan menyebabkan penurunan aquaporin channel yang menganggu keupayaan ginjal untuk berkonsentrasi.

Kondisi klinikal yang berhubungan dengan garam buangan yang lama adalah konsentrasi volume kronik dan gangguan sirkulasi. Kondisi yang berhubungan dengan kelainan konsentrasi adalah diabetes insipidus nefrogenik dan dehidrasi hipotonik.Penanganananya adalah pemberian cairan dan garam yang adekuat.Asupan natrium harus dipantau dengan elektrolit urin dan serum. Asupan cairan haruslah seimbang dengan kehilangan cairan insensible, output urin, dan kehilangan cairan nonrenal, haruslah dipantau dengan menggunakan pengukuran berat badan. Obstruksi ureteral juga disebabkan oleh gangguan inisial dan sekresi kalium dan sindrom hipekalemia, hiperkloremik asidosis metabolic, atau tipe RTA IV. Situasi klinikal yang muncul adalah gangguan pertukaran pompa natrium-kalium atau penurunan respon tubulus renalis distal dengan berkerjanya aldosterone. Pada keadaan ini, FE Na adalah normal dan FE K berkurang berdasarkan peningkatan kadar serum. Pengobatan yang berhubungan langsung untuk memperbaiki obstruksi yang abnormal dan pemberian NaHCO3 adalah dengan menghindari asidosis metabolic dan hyperkalemia.Akhir sekali, hasil dari obstruksi uropati pada bayi yang cukup bulan tergantung GFR, berhubungan dengan bagaimana untuk mengobati obstruksi yang terjadi. Pada pasien ini, serum kreatinin pada usia 12 bulan bisa diprediksi berdasarkan fungsi ginjal dalam jangka waktu yang lama. Usaha untuk mempertahakan fungsi renal dengan operasi fetal pada pasien obstruksi uropati masih belum dibuktikan berjaya.RUJUKAN 1. Brenner B, Dworkin L, Kchikawa L. Glomerular ultrafiltration. In: Brenner B, Rector F, editors. The Kidney, Vol.1. Philadelphia: WB Saunders; 1986. p. 12444.2. Hogg R, Stapleton F. Renal tubular function. In: Holliday M, Barratt T, Vernier R, editors. Pediatric Nephrology. Baltimore: Williams & Wilkins; 1987. p. 5977.3. Yared A, Ichikawa I. Renal blood flow and glomerular filtration rate. In: Holliday M, Barratt T, Vernier R, editors. Pediatric Nephrology. Baltimore: Williams & Wilkins; 1987. p. 4558.4. Perrone R, Madias N, Levey A. Serum creatinine as an index of renal function: New insights into old concepts. Clin Chem 1992;38:193353.5. Hellerstein S, Hunter J. Warady B. Creatinine excretion rates for evaluation of kidney function in children. Pediatr Nephrol 1988;2:41924.6. Newman D, Thakkar H, Edwards R, et al. Serum cystatin C measured by automated immunoassay: A more sensitive marker of changes in GFR than serum creatinine. Kidney Int 1995;47:31218.7. Bokenkamp A, Domanetzki M, Zinck R, et al. Cystatin C serum concentrations underestimate glomerular filtration rate in renal transplant recipients. Clin Chem 1999;45:18668.8. Finney H, Newman D, Price C. Adult reference ranges for serum cystatin C, creatinine and predicted creatinine clearance. Ann Clin Biochem 2000;31:4959.9. Fisehbach M, Graff V, Terzie J, et al. Impact of age on reference values for serum concentration of cystatin C in children. Pediatric Nephrol 2002;17:1046.10. Schwartz GJ, Munoz A. Schneider M, et al. New equations to estimate GFR in children with CKD. J Am Soc Nephrol 2009;20:62937.11. Moritz M, Ayus J. Prevention of hospital-acquired hyponatremia: A case for using isotonic saline. Pediatrics 2003;111:22730.12. Moritz M, Ayus J. Hospital-acquired hyponatremiawhy are hypotonic parenteral fluids still being used? Nat Clin Pract Nephrol 2007;3:37482.13. Holliday M, Segar W. The maintenance need for water in parenteral fluid therapy. Pediatrics 1957;19:82332.14. Polacek B, Vocel J, Neugebauerova L, et al. The osmotic concentrating ability in healthy infants and children. Arch Dis Child 1965;40:2915.15. Zappitelli M, Parikh C, Akcan-Arikan A, et al. Ascertainment and epidemiology of acute kidney injury varies with definition interpretation. Clin J Am Soc Nephrol 2008;3:94854.16. Hui-Stickle S, Brewer E, Goldstein S. Pediatric ARF epidemiology at a tertiary care center from 1999 to 2001. Am J Kidney Dis 2005;45:96101.17. Burry H, Dieppe P. Apparent reduction of endogenous creatinine clearance by salicylate treatment. Br Med 1976;2:1617.18. Berglund F, Killander J, Pompeius R. Effect of trimethoprimsulfamethoxazole on the renal excretion of creatinine in man. J Urol 1975;114:8028.19. Work D, Schwartz G. Estimating and measuring glomerular filtration rate in children. Curr Opin Nephrol Hypertens2008;17:3205.20. Fadrowski J, Neu A, Schwartz GJ, et al. Pediatric GFR estimating equations applied to adolescents in the general population. Clin J Am Soc Nephrol 2011;6:142735.21. Schwartz GJ, Schneider M, Maier P, et al. Improved equations estimating GFR in children with chronic kidney disease using an immunonephelometric determination of cystatin C. Kidney Inf 2012;82(4):44553.22. Hellerstein S, Holliday M, Grupe W, et al. Nutritional management of children with chronic renal failure. Summary of the task force on nutritional management of children with chronic renal failure. Pediatr Nephrol, 1987;l:195211.23. Chantler C, Barratt T. Laboratory evaluation. In: Holliday M, Barratt T, Vernier R, editors. Pediatric Nephrology. Baltimore: Williams & Wilkins; 1987. p. 28299.24. Srivastava T, Garg U, Alon U. Impact of standardization of creatinine methodology on the assessment of glomerular filtration rate. Pediatr Res 2008;65:11316.25. Steiner R. Interpreting the fractional excretion of sodium. Am J Med 1984;77:699702.Halperin M, Goldstein M, Stinebaugh B, et al. Renal tubular acidosis. In: Maxwell M, Kleeman C, Narins R, editors. Clinical Disorders of Fluid and Electrolyte Metabolism. New York: McGraw-Hill; 1987. p. 67589.27. Rodriguez-Soriano J, Vallo A. Renal tubular acidosis. Pediatr Nephrol 1990;4:26875.28. Alon U, Chan J. Inherited form of renal tubular acidosis. In: Fernandes J, Saudubray J, Tada K, editors. Inherited Metabolic Diagnosis and Treatment. New York: Springer-Verlag; 1990. p. 58595.29. Wedekin M, Ehrich J, Offner G, et al. Aetiology and outcome of acute and chronic renal failure in infants. Nephrol Dial Transplant 2008;23:157580.30. Goldstein S. Pediatric acute renal failure: Demographics and treatment. In: Ronco C, Bellomo R, Brendolan A, editors. Sepsis, Kidney and Multiple Organ Dysfunction. Basel: Karger; 2004.p. 28490.31. Fadel F, Abdel Rahman A, Mohamed M, et al. Plasma neutrophil gelatinase-associated lipocalin as an early biomarker for prediction of acute kidney injury after cardiopulmonary bypass in pediatric cardiac surgery. Arch Med Sci 2012;8:2505.32. Devarajan P. Biomarkers for the early detection of acute kidney injury. Curr Opin Pediatr 2011;23:194200.33. Cohen M, Ritkind D. The pediatric abacus. Boca Raton: The Parthenon Publishing Group; 2002.34. Gaudio K, Siegel N, Pathogenesis and treatment of acute renal failure. Pediatr Clin North Am 1987;34:77187.35. Bailey J, Shapiro M. Abdominal compartment syndrome. Crit Care Med 2000;4:239.36. Singh N, Kissoon N, Al-Mofada S, et al. Furosemide infusion versus furosemide bolus in the postoperative pediatric cardiac patient. Pediatr Res 1990;27:35A.37. Kellum J, Decker JM. Use of dopamine in acute renal failure: A meta-analysis. Crit Care Med 2001;29:15263138. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Acute Kidney Injury Work Group, KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney Int Suppl 2012;2:1138.39. Trachtman H. Sodium and water homeostasis. Pediatr Clin N Am 1995;2:134363.40. Feld L, Cachero S, Springate J. Fluid needs in acute renal failure. Pediatr Clin N Am 1990;37:33750.41. Walters S, Porter C, Brophy P. Dialysis and pediatric acute kidney injury: Choice of renal support modality. Pediatr Nephrol 2008;24:3748.42. Sutherland S, Zappitelli M, Alexander S, et al. Fluid overload and mortality in children receiving continuous renal replacement therapy: The prospective pediatric continuous renal replacement therapy registry. Am J Kidney Dis 2010;55:31625.43. Sebestyen JF, Warady BA.Advances in pediatric renal replacement therapy. Adv Chronic Kidney Dis 2011;18:37683.44. Warady B, Bunchman T. Dialysis therapy for children with acute renal failure: Survey results. Pediatr Nephrol 2000;15: 1113.45. Alon U, Bar-Maor JA, Bar-Joseph G. Effective peritoneal dialysis in an infant with extensive resection of the small intestine. Am J Nephrol 1988;8:657.46. Bonifati C, Pansini F, Torres D, et al. Antimicrobial agents and catheter-related interventions to prevent peritonitis in peritoneal dialysis using evidence in the context of clinical practice. Int J Artif Organs 2006;29:419.47. Pedersen K, Hjortdal V, Christensen C, et al. Clinical outcome in children with acute renal failure treated with peritoneal dialysis after surgery for congenital heart disease. Kidney Int 2008;108: S816.48. Zaritsky J, Warady B. Peritoneal Dialysis in the Newborn.In: Kiessling S, Chisthti A, Alam S, editors. Kidney and Urinary Tract Diseases in the Newborn.Springer Medical Publishing; 2012.49. Warady BA, Bakkaloglu S, Newland J, et al. Consensus guidelines for the prevention and treatment of catheter-related infections and peritonitis in pediatric patients receiving peritoneal dialysis: 2012 update. Perit Dial Int 2012;32:S2986.50. Bonifati C, Pansini F, Torres D, et al. Antimicrobial agents and catheter-related interventions to prevent peritonitis in peritoneal dialysis: Using evidence in the context of clinical practice. Int J Artif Organs 2006;29:419.51. Sojo E, Grosman M, Monteverde M, et al. Fibrin glue is useful in preventing early dialysate leakage in children on chronic peritoneal dialysis. Perit Dial Int 2004;24:18690.52. Chadha V, Warady B, Blowey D, et al. Tenckhoff catheters prove superior to Cook catheters in pediatric acute peritoneal dialysis. Am J Kidney Dis 2000;35:111116.53. Auron A, Warady B, Simon S, et al. Use of the multipurpose drainage catheter for the provision of acute peritoneal dialysis in infants and children. Am J Kidney Dis 2007;49:6505.54. Bunchman T, Donckerwolcke R. Continuous arterial-venous diahemofiltration and continuous veno-venous diahemofiltration in infants and children. Pediatr Nephrol 1994;8:96102.55. Hackbarth R, Bunchman T, Chua A, et al. The effect of vascular access location and size on circuit survival in pediatric continuous renal replacement therapy: A report from the PPCRRT registry. Int J Artif Organs 2007;30:111621.56. Strazdins V, Watson A, Harvey B, European Pediatric Peritoneal Dialysis Working Group. Renal replacement therapy for acute renal failure in children: European guidelines. Pediatr Nephrol 2004;19:199207.57. Brophy P, Mottes T, Kudelka T, et al. AN-69 membrane reactions are pH-dependent and preventable. Am J Kidney Dis 2001; 38:1738.58. Brophy P, Somers M, Baum M, et al. Multi-centre evaluation of anticoagulation in patients receiving continuous renal replacement therapy (CRRT). Nephrol Dial Transplant 2005;20: 141621.59. Chadha V, Garg U, Warady B, et al. Citrate clearance in children receiving continuous venovenous renal replacement therapy. Pediatr Nephrol 2002;17:81924.60. Symons J, Chua A, Somers M, et al. Demographic characteristics of pediatric continuous renal replacement therapy: A report of the Prospective Pediatric Continuous Renal Replacement Therapy Registry. Clin J Am Soc Nephrol 2007;2:7328.61. Goldstein S, Somers M, Baum M, et al. Pediatric patients with multi-organ system dysfunction syndrome receiving continuous renal replacement therapy. Kidney Int 2005;67:6538.62. Chan J, Williams D, Roth K. Kidney failure in infants and children. Pediatr Rev 2002;23:4760.63. Jetton J, Askenazi D. Update on acute kidney injury in the neonate. Curr Opin Pediatr 2012;24:1916.64. Whyte D, Fine R. Acute renal failure in children. Pediatr Rev 2008;29:299306.65. Stapleton F, Jones D, Green R. Acute renal failure in neonates: Incidence, etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1:31420.66. Drukker A, Guignard J. Renal aspects of the term and preterm infant: A selective update. Curr Opin Pediatr 2002;14: 17582.67. Akcan-Arikan A, Zappitelli M, Loftis L, et al. Modified RIFLE criteria in critically ill children with acute kidney injury. Kidney Int 2007;71:102835.68. Finney H, Newman D, Thakkar H, et al. Reference ranges for plasma cystatin C and creatinine measurements in prematureinfants, neonates, and older children. Arch Dis Child.2000;82:715.69. Harmoinen A, Ylinen E, Ala-Houhala M, et al. Reference intervals for cystatin C in pre- and full-term infants and children. Pediatr Nephrol 2000;15:1058.70. Andreoli S. Acute renal failure in the newborn. Semin Perinatol 2004;28:11223.71. Karlowicz M, Adelman R. Nonoliguric and oliguric acute renal failure in asphyxiated term neonates. Pediatr Nephrol 1995;9: 71822.72. Blowey D, Ben D, Koren G. Interactions of drugs with the developing kidney. Pediatr Clin N Am 1995;42:141531.73. Elder J, Duckett J. Management of the fetus and neonate with hydronephrosis detected by prenatal ultrasonography. Pediatr Ann 1988;17:1928.74. Saphier C, Gaddipati S, Applewhite L, et al. Prenatal diagnosis and management of abnormalities in the urologic system. Clin Perinatol 2000;27:92145.75. Chevalier R. Obstructive uropathy: State of the art. Pediatr Med Chir 2002;24:957.76. Kemper M, Muller-Wiefel D. Renal function in congenital anomalies of the kidney and urinary tract. Curr Opin Urol 2001;11:5715.77. Gallini F, Maggio L, Romagnoli C, et al. Progression of renal function in preterm neonates with gestational age