GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCA …repository.utu.ac.id/478/1/BAB I_V.pdf · 2017....

52
GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI OLEH SAFRI RAHMAWATI 08C10104056 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT 2013

Transcript of GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCA …repository.utu.ac.id/478/1/BAB I_V.pdf · 2017....

  • GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCASTROKE DALAM UPAYA REHABILITASI DI RUMAH SAKIT

    UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOHKABUPATEN ACEH BARAT

    SKRIPSI

    OLEH

    SAFRI RAHMAWATI08C10104056

    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH ACEH BARAT

    2013

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Seiring dengan berkembangnya pembangunan di Indonesia, terjadi pola

    perubahan struktur masyarakat, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat

    industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada pergeseran gaya hidup,

    termasuk pola makan dan kurangnya aktivitas. Dampak lain dari perubahan pola

    hidup itu terletak pada pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit

    degenerative, salah satunya adalah stroke. Sebenarnya dari dalam tubuh manusia

    telah memberikan sebuah peringatan kecil yang penting akan timbulnya gejala-

    gejala awal dari penyakit stroke tetapi terkadang diabaikan dan terlupakan. Seperti

    dalam sebuah lingkungan yang memiliki tingkat ketegangan (stress) yang

    berlebihan sebenarnya dapat memicu terjadinya sebuah serangan stroke baik skala

    kecil maupun dalam skala yang lebih besar.

    Banyak orang takut mendengar kata stroke karena penyakit ini cukup

    mengerikan. Serangannya mendadak dan tidak bisa diprediksi. Sekali terjadi

    serangan bisa berakibat fatal. Pasien bisa lumpuh atau bahkan langsung meninggal

    dunia. Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar

    kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun (Sutrisno, 2007).

    Menurut Yuda Turana (2002), banyak persepsi yang salah dalam

    mengenal stroke. Saat mengalami stroke ada beberapa orang melakukan

    penusukan pada ujung-ujung jari menggunakan jarum dengan harapan akan

  • 2

    mendapatkan kesembuhan ada juga yang memberikan ramuan-ramuan tradisional

    yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan menghilangkan gejala stroke,

    namun ada beberapa ramuan yang dapat menyebabkan gangguan pembekuan

    darah yang bila di berikan pada penderita stroke pendarahan akan memperburuk

    keadaannya.

    Menurut World Health Organization (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di

    dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah

    meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan

    17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi

    ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya

    dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun

    terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus

    serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang.

    Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan

    (Sutrisno, 2007).

    Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

    kanker, Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia, Sisanya

    menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat

    sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan hal ini di sebabkan kurangnya

    rasa sadar dari pihak keluarga akan penanganan dan perawatan yang di berikan

    kepada penderita stroke (Sutrisno, 2007).

    Menurut Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi jumlah

    penderita stroke mencapai 8,3 per 1.000 populasi di Indonesia. Dengan jumlah

  • 3

    populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1.7 juta penderita stroke.

    Jumlah itu dari tahun ke tahun di perkirakan terus bertambah. Seiring

    pertambahan usia angka kejadian stroke terus bertambah. Setiap kali penambahan

    usia 10 tahun di hitung dari masa usia 35 tahun. resiko stroke meningkat dua kali

    lipat sebanyak 5 persen, orang Indonesia di atas 65 tahun pernah mengalami

    setidaknya satu kali serangan stroke.

    Jika di lihat dari Jumlah penderita stroke di Provinsi Nanggroe Aceh

    Darussalam merupakan jumlah prevalensi tertinggi di seluruh Indonesia yaitu

    16,6% sedangkan jumlah penderita stroke di Kabupaten Aceh Barat tahun 2012

    adalah sebanyak 222 orang (Dinkes Aceh Barat, 2012).

    Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien merupakan salah satu Rumah sakit

    yang berada di Kabupaten Aceh Barat. Rumah Sakit Cut Nyak Dhien memberikan

    pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.

    Berdasarkan wawancara yang di lakukan kepada Kepala Ruang Fisioterapi yaitu

    Muhammad Hamzah, S.ST. MM yang menangani masalah rehabilitasi stroke,

    selama periode tahun 2012 mulai januari sampai dengan desember 2012, jumlah

    penderita pasca stroke yang melakukan fisioterapi ke Rumah Sakit Cut Nyak

    Dhien Meulaboh yang melakukan Rawat Jalan sebanyak 196 penderita sedangkan

    pada Rawat Inap sebanyak 168 penderita.

    Stroke menimbulkan permasalahan yang kompleks baik dari segi

    kesehatan, ekonomi maupun sosial serta membutuhkan penanganan komprehensif

    termasuk Upaya Rehabilitasi dalam jangka waktu yang lama bahkan sepanjang

    sisa hidup pasien. Dampak Stroke juga akan berimbas pada keluarga penyandang

  • 4

    stroke. Beban ekonomi yang di timbulkan oleh stroke juga sedemikian besarnya.

    stroke adalah kedaruratan dan pada umumnya Penderita stroke akan di rawat di

    Rumah Sakit. Setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit, ada tiga kemungkinan

    yang di alami oleh pasien stroke, yaitu: meninggal dunia, sembuh tanpa cacat,

    dan sembuh dengan kecacatan (Harsono, 2000).

    Rehabilitasi Medik pada penderita di mulai sedini mungkin, semakin dini

    di mulai semakin besar pengembangan fungsinya, komplikasi dapat di cegah serta

    kecacatan lebih lanjut dapat di hindari sehingga penderita dapat mandiri tanpa

    tergantung pada orang lain. Untuk mencapai hal ini, peranan keluarga sangat

    penting, karena anggota keluarga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap

    penyakit yang dideritanya dan keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan

    kegagalan upaya pemulihan penderita (Harsono 2000).

    Dalam penyembuhan stroke sering di jumpai masalah dari segi keluarga

    antara lain adalah kurangnya informasi yang di peroleh keluarga tentang stroke,

    baik bersifat Preventif, Promotif, Kuratif dan Rehabilitatif. Keluarga sering

    menghabiskan waktu, dana untuk tindakan pengobatan yang belum terbukti

    khasiatnya dan tidak adanya dana untuk biaya pengobatan penderita. Banyak

    pasien stroke mengalami depresi, rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung,

    cepat marah dan rendah diri.oleh karna itu,sangat di harapkan dukungan dan

    kesabaran dari anggota keluarga untuk merawat penderita pasca stroke. Keluarga

    sering memberi bantuan dan perlindungan yang tidak proporsional sehingga

    menghambat pengembalian menuju mandiri dan sebaliknya banyak penderita

  • 5

    stroke kurang mendapat perhatian dari keluarga sehingga kesembuhan tidak

    tercapai.

    Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

    tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

    menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

    menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit

    juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan

    untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk

    mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

    Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan Rumah Sakit

    tipe C namun menjadi Rumah Sakit Rujukan bagi tipe D Aceh Barat Selatan dan

    Puskesmas. selain sebagai tempat rujukan pelayanan medis juga berfungsi sebagai

    tempat lahan praktek untuk (pendidikan) bagi mahasiswa perawat dan bidan

    dalam memberikan pelayanan, Rumah Sakit memberikan pelayanan rawat jalan

    dan rawat inap termasuk dalam pelayanan rehabilitasi penderita stroke (Profil

    Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh 2008).

    Berdasarkan hasil wawancara yang telah di lakukan dengan 5 keluarga

    penderita stroke, di dapatkan 2 dari 5 keluarga menyatakan bahwa akan

    melakukan rehabilitasi di rumah di Rumah Sakit sampai penderita benar-benar

    sembuh dan keluarga mengerti dengan metode rehabilitasi di Rumah Sakit dan 2

    keluarga lainnya mengatakan bahwa akan melakukan rehabilitasi penderita stroke

    dengan metode tradisional, karna belum mengerti dengan rehabilitasi di Rumah

    Sakit dan lebih mengerti dengan rehabilitasi metode tradisional sedangkan 1 dari

  • 6

    5 keluarga lain nya mengatakan masih bingung, apa yang harus di lakukan

    selanjutnya setelah salah satu keluarga mengalami stroke.

    Dari uraian di atas, maka peneliti perlu untuk melakukan penelitian

    tentang gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya

    rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten

    Aceh Barat.

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi fokus perumusan

    masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Perilaku Keluarga

    Terhadap Pasien Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum

    Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat”?.

    1.3.Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca

    stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

    Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    a. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran pengetahuan

    keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.

    b. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran sikap keluarga

    terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.

  • 7

    c. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran tindakan keluarga

    terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1.4.1. Manfaat Teoritis

    a. Penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya ilmu

    kesehatan sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan.

    b. Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan perbaikan pendidikan

    untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dapat menjadi paduan atau bahan

    perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang.

    1.4.2. Manfaat Aplikatif

    a. Sebagai bahan masukan bagi pengelola Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien

    Meulaboh dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan pelayanan

    kesehatan khususnya pelayanan Rehabilitasi medik.

    b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya keluarga penderita pasca

    stroke dalam proses penyembuhan yang lebih optimal.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Perilaku

    2.1.1. Pengertian Perilaku

    Perilaku manusia (human behavior) merupakan suatu yang penting dan

    perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam

    setiap aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku

    manusia mencangkup dua komponen yaitu sikap atau mental dan perilaku

    (attitude) (Herijulianti, 2002).

    Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

    yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk

    hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu

    berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang

    dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau

    aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

    antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

    membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

    dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

    yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

    (Notoatmodjo, 2007).

    Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi,

    merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

  • 9

    stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

    adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

    merespons, maka teori Skiner ini disebut teori "S-O-R" atau Stimulus-Organisme-

    Respons.

    2.1.2. Jenis-Jenis Perilaku

    Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus

    dalam bentuk terserubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap

    stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan

    sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

    diamati secara jelas oleh orang lain. oleh sebab itu disebut covert behavior atau

    unobservoble behavior (Notoatmodjo, 2007).

    Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus

    dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut

    sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praklek (practice) yang dengan mudah

    dapat diamati atau dilihat oleh oranglain. oleh sebab itu disebut overt behavior,

    tindakan nyata atau praktek (practice) (Notoatmodjo, 2007).

    2.1.3. Domain Perilaku

    Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang

    merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor

    internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah

    kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (l908)

  • 10

    seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga)

    domain, ranah atau kawasan yakni: (1) kognitif (cognitive), (2) afektif (affective),

    (3) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini

    dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007),

    yaitu :

    a. Pengetahuan (Knowledge)

    Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari

    oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang

    ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan

    muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali

    benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya

    (Suparyanto, 2009)

    Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan

    terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

    Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,

    pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

    diperoleh melalui mata dan telinga. menjelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif

    merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

    (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

    6 tingkatan yaitu:

    1) Tahu (Know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya.

  • 11

    2) Memahami (Comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

    benar tentang objek yang diketahui.

    3) Aplikasi (Application)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari.

    4) Analisis (Analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek

    kedalam komponen-komponen.

    5) Sintesis (Synthesis)

    Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

    menghubungkan bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

    6) Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

    terhadap suatu materi atau objek.

    Pengetahuan tentang perawatan terhadap penyakit stroke ikut

    mempengaruhi pemulihan pasien pasca stroke.tinggi rendahnya pengetahuan akan

    mempengaruhi tindakan perawatan stroke, dengan tingginya pengetahuan yang

    dimiliki akan diharapkan keluarga mampu memberikan perawatan dalam hal

    perawatan stroke, sebaliknya dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki

    keluarga ada kemungkinan untuk tidak melakukan tindakan dalam perawatan

    stroke. Rendahnya pengetahuan keluarga terhadap perawatan pasien pasca stroke

    dikarenakan kurangnya paparan informasi mengenai perawatan pasien pasca

  • 12

    Stroke oleh keluarga baik oleh medis cetak maupun cetak elektronik serta tidak

    adanya penyuluhan dari petugas kesehatan setempat.

    Setelah mengalami masa pemulihan dan juga masa pengobatan di rumah

    sakit para penderita stroke setelah diperbolehkan pulang ke rumah maka tentunya

    akan membutuhkan perawatan stroke di rumah. Karena penyakit stroke ini adalah

    menyerang organ persyarafan, maka pada umumnya akan menimbulkan gejala

    lanjutan seperti halnya kelumpuhan serta kelemahan beberapa anggota gerak

    tubuh dan tentunya ini akan membutuhkan pengetahuan bagaimana cara merawat

    pasien stroke di rumah bagi anggota keluarga lainnya. Ada beberapa hal yang

    perlu mendapat perhatian ketika kita merawat dan melakukan perawatan penderita

    stroke yang telah pulang ke rumah diantaranya yaitu:

    1) Memberikan dukungan dan juga perhatian untuk pemulihan kesehatan pasien,

    seperti halnya dalam hal mengantar pasien untuk kontrol dan juga

    mengingatkan pada saat waktu minum obat. Selain itu pasien-pasien dengan

    stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan dan

    dukungan penuh dari keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat

    menolong pemulihan.

    2) Mendampingi pasien dalam melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari, dan

    memberikan bantuan jika memang diperlukan.

    3) Melakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, paling tidak dalam

    seminggu sekali. Karena faktor resiko stroke adalah peningkatan tekanan

    darah tinggi (hipertensi). Kontrol tekanan darah dan kolesterol adalah kunci

    untuk pencegahan dari kejadian stroke atau stroke berulang dimasa depan.

  • 13

    b. Sikap (Attitude)

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

    terhadap suatu stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau

    objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek

    kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

    Menurut Sarwono dalam Maulana (2009), sikap merupakan kecenderung-

    an merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap

    mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih),

    kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan

    bertindak). Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan.

    Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk

    berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan

    perasaan terhadap objek tersebut.

    Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan

    atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu

    perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk

    bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

    terhadap objek.

    Dengan sikap secara minimal, masyarakat memiliki pola berpikir tertentu

    dau pola berpikir diharapkan dapat berubah dengan diperolehnya pengalaman,

    pendidikan, dan pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Seperti

    halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

    (Notoatmodjo, 2007) yaitu:

  • 14

    1) Menerima (receiving)

    Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

    yang diberikan (objek).

    2) Merespon (responding)

    Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

    yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

    untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

    dari pekerjaan itu benar atau salah.

    3) Menghargai (valuing)

    Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

    adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

    4) Bertanggung jawab (responsible)

    Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

    resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

    Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

    Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden

    terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan

    hipotesis, kemudian tanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2007).

    Selain pengetahuan, sikap yang penting dalam perawatan pasien pasca

    stroke adalah dukungan keluarga. Menurut Sebastian (2009) menyatakan bahwa

    pertolongan keluarga sangat penting untuk pemulihan stroke, jika semakin besar

    keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien pasca stroke maka semakin besar

    pula peluang pasien pasca stroke untuk sembuh. penderita stroke dapat melakukan

  • 15

    aktivitasnya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, jika hal tersebut di

    dukung motivasi dari keluarga penderita. Keluarga yang dapat melatih dan

    memotivasi penderita stroke untuk melakukan aktivitas sendiri akan membuat

    pasien kembali melakukan aktifitas tanpa tergantung orang lain

    c. Tindakan (Practice)

    Menurut Notoatmodjo (2007), Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam

    suatu tindakan (overt behavior) Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu

    perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

    memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Tindakan (Practice) ini mempunyai

    beberapa tingkatan yaitu.

    1) Persepsi (perception)

    Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

    akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

    2) Respons terpimpin (guided response)

    Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

    dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

    3) Mekanisme (mekanisme)

    Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

    otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

    4) Adopsi (adoption)

    Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

    dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi

    kebenaran tindakan tersebut.

  • 16

    Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

    wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

    atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,

    yakni dengan mengobservasi tindakan responden (Notoatmodjo, 2007).

    Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam

    setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah

    pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat

    stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti

    sebelum serangan stroke.

    Adapun tahap-tahap pemulihan yang harus di lakukan keluarga terhadap

    pasien pasca stroke antara lain yaitu:

    1) Kunjungi penderita saat dirumah sakit atau pada pusat rehabilitasi stroke.

    2) Jika penderita mempunyai masalah dan gangguan dalam bicara, tanyakan

    kepada ahli terapi bicara bagaimana anda bisa membantu penyembuhannya.

    3) Dorong dan bantulah anggota keluarga penderita praktek dan belajar

    keterampilan dan rehabilitasi.

    4) Tanyakan kepada staf rehabilitasi yang menangani, apakah kegiatan atau

    aktivitas yang dilakukan dapat dikerjakan sendiri, apa saja yang dapat dia

    kerjakan dengan bantuan orang lain dan apa saja yang tidak dapat dilakukan

    atau dikerjakan penderita.

    5) Hindarilah melakukan hal-hal yang bisa dilakukan sendiri oleh penderita. Rasa

    percaya diri akan menumbuhkan kepercayaan untuk melakukan aktivitasnya

    sendiri tanpa bantuan.

  • 17

    6) Berikan perawatan dengan baik pada penderita dengan makan dan diet yang

    sehat, cukup istirahat dan berikan cukup waktu hal-hal yang membuatnya

    senang.

    Selain itu ada beberapa hal tindakan yang berkaitan dengan Lingkungan

    yang baik bagi para penderita stroke ketika mendapatkan pengobatan dan

    perawatan di rumah adalah sebagai berikut:

    1) Kamar tidur dekat dengan kamar mandi atau WC agar mudah untuk

    dijangkau.

    2) Adanya pegangan di kamar mandi yang digunakan.

    3) Menyediakan alat bantu komunikasi jika diperlukan, misalnya adalah dengan

    menyediakan kertas serta pena di dekat pasien.

    4) Menyediakan alat bantu berjalan atau berpindah tempat bagi pasien stroke

    seperti halnya kursi roda ataupun tongkat (walker).

    5) Menyediakan dan mendekatkan barang-barang yang sering digunakan seperti

    buku-buku atau telepon.

    6) Menyediakan alas kaki yang nyaman yang memudahkan untuk leluasa dalam

    berjalan.

    7) Posisi tempat tidur dan terapi fisik untuk stroke. Tempat tidur ideal untuk

    pasien stroke adalah tempat tidur yang padat dengan bagian kepala cukup

    keras untuk menopang berat ketika disandarkan. Membalikkan pasien dari

    satu sisi ke sisi lainnya dan mengubah posisi lengan dan tungkai setiap 2 jam.

    Pijatlah tungkai yang lumpuh 1-2 kali sehari. Menopang tungkai yang lemah

    dengan bantal.

  • 18

    8) Membalik pasien. Untuk membalik pasien di tempat tidur, orang yang

    merawat harus menyelipkan lengan mereka di bawah tubuh penderita stroke

    dan menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah berputar, bukalah dan

    kencangkan sprei di bawahnya. Punggung pasien diperiksa untuk melihat

    tanda-tanda dekubitus. Karena dengan pasien yang terbaring lemah di tempat

    tidur dalam jangka waktu lama akan bisa menimbulkan tanda-tanda dekubitus

    termasuk tanda dekubitus pasien stroke.

    9) Perawatan kulit pada pasien stroke. Sama halnya dengan di atas, bahwa tujuan

    perawatan kulit penderita stroke ini juga mencegah adanya dekubitus.

    Membersihkan kulit dengan air hangat, spons dan sedikit antiseptik atau sabun

    paling tidak sehari sekali. Kulit penderita harus dijaga tetap kering dan bila

    perlu diberi bedak.

    2.1.4. Hubungan Perilaku Dengan Penyakit Stroke

    Setelah terkena stroke, beberapa penderitanya kadang mengalami

    perubahan kepribadian menjadi perilaku negatif yang dapat membuat hidup orang

    di sekitarnya tidak menyenangkan. Seorang penderita stroke mungkin akan

    merasa depresi, cemas, tidak sabar dan mudah marah. Penderita stroke mungkin

    tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang positif. Dia

    mungkin dapat menyerang orang disekitarnya secara verbal atau bahkan fisik

    (Ratnadita, 2011).

    Perilaku sulit pada penderita stroke juga dapat timbul dari perubahan

    kepribadian. Hampir setengah dari orang yang mengamati perilaku penderita

  • 19

    stroke menggambarkan perubahan mereka menjadi negatif, tidak sabar dan mudah

    marah. Seorang penderita stroke dapat menunjukkan perilaku seperti anak-anak,

    seperti melakukan penyerangan secara verbal atau bahkan fisik pada beberapa

    orang disekitarnya (Ratnadita, 2011).

    2.2. Keluarga

    2.2.1.Pengertian

    Keluarga adalah ”dua individu” atau lebih yang bergabung bersama karena

    ada ikatan untuk saling berbagi dan kedekatan ikatan emosi dan yang

    mengidentifikasikan dari mereka sebagai bagian keluarga atau suatu kelompok

    dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama yang mempunyai komitmen satu

    sama lain. Orang-orang ini mungkin dihubungkan oleh genetic atau perkawinan

    bisa juga tidak, tetapi mereka saying satu sama lain. (Bobak, 2004).

    Menurut Slameto (2006) keluarga adalah lembaga pendidikan yang

    pertama dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara

    sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap

    belajar. Sedangkan menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga merupakan

    perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,

    perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu

    dengan yang lain. Adapun alasan keluarga sebagai fokus layanan kesehatan adalah

    sebagai berikut:

    a. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang

    menyangkut kehidupan masyarakat.

  • 20

    b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,

    memperbaiki/mengabaikan masalah kesehatan di dalam kelompoknya.

    c. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan. Penyakit pada salah satu

    anggota keluarga akan berpengaruh terhadap seluruh keluarga.

    d. Keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam perawatannya.

    e. Keluarga merupakan perantara yang efektif untuk berbagai usaha kesehatan

    masyarakat.

    2.2.2.Fungsi Keluarga

    Menurut Bobak (2004), bahwa fungsi keluarga mencangkup lima bidang

    dasar : biologi, ekonomi, pendidikan, psikologi, dan sosial budaya yaitu :

    a. Fungsi biologis meliputi reproduksi, upaya merawat dan membesarkan anak,

    nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan rekreasi. Keluarga menghasil-kan anak-

    anak yang dapat mewarisi sifat genetik atau mempunyai predisposisi terhadap

    masalah-masalah kesehatan tertentu, seperti depresi, diabetes, atau penyakit

    jantung.

    b. Fungsi ekonomi meliputi mencari nafkah yang cukup untuk menjalankan

    fungsi-fungsi lain, mengembangkan anggaran keluarga, dan memastikan

    keamanan keuangan anggota keluarga. Kemiskinan dan kesulitan financial

    dihadapi oleh kelompok sosio-ekonomik rendah, keluarga orang tua tunggal

    dan keluarga yang hidup dari penghasilan terbatas. Dengan sumber-sumber

    financial yang terbatas, keluarga-keluarga ini mungkin mengfokuskan semua

  • 21

    energy mereka pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sebagai

    upaya bertahan hidup.

    c. Fungsi pendidikan meliputi mengajarkan keterampilan, sikap, dan

    pengetahuan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi lain.

    d. Fungsi psikologi keluarga diharapkan memberi lingkungan yang

    meningkatkan perkembangan kepribadian secara alami. Interaksi dan

    hubungan dari angota-angota keluarga inti dan lebih sering angota-angota

    keluarga besar, seperti kakek-nenek, orang tua tiri, bibi, paman, dan sepupu

    menjadi pertimbangan. Hubungan dan interaksi keluarga dapat sangat

    mempengaruhi nilai-nilai, keyakinan dan perilaku masing-masing anggota

    keluarga

    e. Fungsi sosio-budaya berhubungan dengan sosialisasi anak-anak. Fungsi ini

    meliputi penyampaian nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku, tradisi,

    bahasa, agama, dan sikap moral masyarakat. Keluarga termasuk banyak peran

    dan aktivitas atau tugas-tugas yang dijalankan anggota keluarga maupun di

    komunitas. Nilai, tradisi, dan praktik etnik dan kultural sering diwariskan dan

    memandu pola perilaku anggota keluarga yang lebih muda. Peran dan

    aktivitas mungkin dipandang dalam korteks pekerjaan, belajar, sosialisasi,

    membersarkan anak, pemeliharaan rumah, olah raga, fungsi komunitas, dan

    agama

    f. Fungsi Kultural mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga.

    Dengan pertumbuhan berbagai populasi etnik dan merasakan keragaman

    budaya. Masing-masing kelompok etnik mempunyai tradisi, nilai dan

  • 22

    keyakinan keluarga yang unik dan kuat yang memengaruhi kesehatan dan

    fungsi keluarga.

    g. Fungsi Lingkungan, seperti kehidupan pedesaan atau perkotaan, polusi,

    sanitasi, ketersediaan dan tipe perumahan, akses ke layanan perawatan

    kesehatan, juga memengaruhi kesehatan keluarga.

    2.3. Stroke

    2.3.1. Pengertian

    Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak

    yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Seiring ini adalah

    kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer, 2002).

    Menurut Mansjoer (2000), stroke merupakan salah satu penyebab

    kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini

    merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan

    cermat. Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi

    cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam

    atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan

    oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran

    darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam

    (kebanyakan 10 – 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan

    iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA).

    Menurut Price (2006) stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak

    yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai

  • 23

    arteri otak. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan

    penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan

    tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang

    disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada

    siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

    Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah

    gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan

    pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga

    terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

    2.3.2. Etiologi

    Stroke biasanya diakibatkan dari empat kejadian yaitu thrombosis (bekuan

    darah didalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme serebral (bekuan

    darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), iskemia

    (penurunan aliran darah ke area otak), dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh

    darahserebral denganpendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

    Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke dalam otak, yang menyebabkan

    kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau

    sensasi (Smeltzer, 2002).

    Menurut Mansjoer (2000), etiologi stroke dibagi atas 4 yaitu infark otak

    (80%), perdarahan intraserebral (15%), perdarahan subaraknoid (5%) dan

    penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan). Faktor resiko

    terjadinya stroke adalah:

  • 24

    a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat

    stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

    b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan

    alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

    2.3.3. Manifestasi Klinis

    Stroke menyebabkan deficit neurologic, bergantung pada lokasi lesi

    (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

    adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak

    yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya (Smeltzer, 2002).

    Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya

    defisit neurologis secra mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi

    pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun,

    kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia >50 tahun

    (Mansjoer, 2000).

    Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases

    and Related Healthproblem 10th Revision, stroke hemaragik dibagi atas:

    a. Perdarahan intraserbral (PIS)

    Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali

    nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atua

    emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat

    pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegic biasa terjadi sejak permulaan

    serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi

  • 25

    kurang dari setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% terjadi

    setengah 2 jam, sampai 19 hari) (Mansjoer, 2000).

    b. Perdarahan subaraknoid (PSA)

    Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala

    hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada

    gejala/tanda rangsangan maningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan

    sudhialoid dan karena pecahnya aneurisma pada a. komunikans anterior atau a.

    karotis interna. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya

    gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat

    berupa :

    1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

    mendadak.

    2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

    hemisensorik).

    3) Perubahan mendadak status mental(konfusi, delirium, letargi, stupor, atau

    koma).

    4) Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami

    ucapan).

    5) Disartria (bicara pelo atau cadel).

    6) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.

    7) Ataksia (trunkal atau anggota badan).

    8) Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala (Mansjoer, 2000).

  • 26

    2.3.4. Penatalaksanaan

    Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk

    menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari

    setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya

    atau memberatnya trombrosit atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem

    kardiovaskular. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit

    memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi

    (Smeltzer, 2002).

    Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer (2002) meliputi:

    a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum

    3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

    b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari

    tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

    c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam

    pembentukan thrombus dan embolisasi.

    2.4. Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke

    2.4.1. Pengertian

    Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.

    Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh

    kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi

    tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart Foundation, 2010).

  • 27

    Rehabilitasi menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan untuk

    mengurangi dampak disabilitas/handicap agar memungkinkan penyandang cacat

    dapat berintegrasi dengan masyarakat. Sedangkan rehabilitasi medik adalah proses

    pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

    fungsional fisik dan psikologis dan kalau perlu mengembangkan mekanisme

    kompesasinya agar individu dapat mandiri (Widagda, 2002).

    Tujuan rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani,

    rohani, keadaan ekonomi dan kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai

    usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya:

    a. terapi fisik/fisioterapi

    b. Latihan bicara

    c. Latihan mental

    d. Terapi okupasi

    e. Psikoterapi

    f. Memberi alat bantu

    g. Ortotik prostetik dan olah raga

    Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat,

    bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Penanganan rehabilitasi

    merupakan pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja

    sama, misalnya dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan

    anggota keluarga (Stroke and Heart Foundation, 2010).

  • 28

    2.4.2. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi

    a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa

    rehabilitasi sejak dokter melihat penderita untuk pertama kali.

    b. Tidak ada seorang penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama

    dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.

    c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita dan

    rehabilitasi merupakanterapi terhadap seseorang penderita seutuhnya.

    d. Waktu yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontuitas perawatan.

    e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi

    neuromuskuler yang masih ada atau dengan sisa kemampuan yang masih

    dapat diperbaiki dengan latihan.

    f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan secara

    berulang.

    g. Penderita GPDO lebih merupakan subjek rehabilitasi dan bukannya sekedar

    objek. Pilihan medis, paramedic, dan pilihan lainnya termasuk keluarga

    berperan untuk memberikan dorongan agar penderita selalu mempunyai

    motivasi yang kuat (Mansjoer, 2000).

    Menurut Wirawan (2009), Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke adalah

    a. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang

    terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk

    bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin

    juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali

    beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan

  • 29

    sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya

    sirkuit hanya akan terbentuk bila ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila

    ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di

    otak akan mengecil dan terlupakan.

    b. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional dari

    pada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan

    meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikut-

    sertakan dan mengaktifkan bagian-bagian dari otak, baik area lesi maupun

    area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih

    gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan yang

    lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak,

    tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap

    memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.

    c. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional

    yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal

    artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu

    lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih

    menggunakan ototnya secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat

    pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif).

    Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara

    berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan

    ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya

  • 30

    dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang diberikan harus disesuaikan

    dengan kemajuan pemulihan pasien.

    d. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,

    yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam

    stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila

    pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa

    berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi.

    Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi

    duduk sementara batang tubuh dorong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri

    atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi

    sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas.

    Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan

    dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas

    dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien

    juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.

    e. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak

    fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila pasien siap

    secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot,

    lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri

    pada pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman

    akan tujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut.

    Kondisi medis juga menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan

    denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan

  • 31

    tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan

    yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-

    60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin.

    f. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh

    kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang utuh.

    Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisah-pisahkan.

    Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan

    kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu

    belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas fungsional dengan

    segala keterbatasan yang ada.

    2.4.3. Pelayanan Rehabilitasi Pasca Stoke

    Keluarga menjadi bagian yang sangat penting untuk proses pemulihan

    pasien stroke. Keluarga juga harus diberikan pengertian oleh dokter atau psikiatri

    mengenai apa yang sedang dihadapi oleh anggota keluarganya sehingga mereka

    menjadi pihak yang ikut dalam program pengobatan (Wirawan, 2009).

    Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari

    setelah stroke merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase subakut. Terapi

    latihan dan remediasi yang diberikan merupakan paduan latihan sederhana dan

    latihan spesifik menggunakan berbagai metode terapi dan melibatkan berbagai

    disiplin ilmu. Menentukan jenis, metode pendekatan, waktu pemberian, frekuensi

    dan intensitas terapi yang tepat harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien.

  • 32

    Selain itu terapi latihan fungsional baru efektif apabila terpenuhi beberapa kondisi

    yaitu:

    a. Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau pemendekan otot. Apabila ada,

    maka kondisi tersebut perlu diatasi terlebih dahulu.

    b. Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan yang

    diberikan. Kesulitan pemahaman terjadi pada pasien afasia sensorik dan

    gangguan kognitif. Pemberian stimulasi untuk kemampuan pemahamanan

    bahasa dan persepsi pasien diintegrasikan ke dalam terapi latihan (Wirawan,

    2009).

    Program mobilisasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai

    sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan.

    Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah

    serangan. Lamanya pasien harus diam di tempat tidur tergantung keadaan tipe

    CVA dan prakiraan dokter tentang mobilisasi dini. Klien dengan stroke harus

    dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi klinis

    neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada klien yang belum

    boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah

    dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk

    mencegah kontraktur (Mansjoer, 2000).

  • 33

    2.5. Kerangka Teori

    Gambar 2.1. Kerangka Teori

    2.6. Kerangka Konsep

    Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

    Tindakan

    Sikap

    Pengetahuan

    Upaya Rehabilitasi PascaStroke Di Rumah Sakit

    Perilaku Keluarga TerhadapPasien Pasca Stroke Dalam

    Upaya Rehabilitasi

    Menurut Benyamin Bloom (l908)Perilaku dibagi menjadi :1. Kognitif (cognitive)2. Afektif (affective)3. Psikomotor (psychomotor)

    Menurut Notoatmodjo (2007)1. Pengetahuan (Knowledge)2. Sikap (Attitude)3. Tindakan (Practice)

    Upaya Rehabilitasi PascaStroke

  • 34

    BAB III

    METODELOGI PENELITIAN

    3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yaitu metode

    penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

    deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. (Notoadmojo, 2005). Metode

    deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap

    pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut

    Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

    Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai

    dengan 26 April 2013.

    3.3. Populasi dan Sampel

    3.3.1.Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

    Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai pasien pasca

    stroke yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

    Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

  • 35

    3.3.2.Sampel

    Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

    dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan

    sampel dalam penelitian ini adalah secara accidental sampling yaitu dilakukan

    dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia saat penelitian

    berlangsung yaitu keluarga yang mempunyai pasien pasca stroke yang berkunjung

    ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

    Tahun 2013 berjumlah 20 responden.

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    3.4.1.Data Primer

    Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui

    penyebaran kuisioner kepada responden untuk memperoleh tanggapan, penjelasan

    dari responden tentang perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam

    upaya rehabilitasi. Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan

    metode angket. Angket ini dilakukan dengan mengedarkan fomulir-fomulir,

    diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban

    (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti mengacu kepada

    konsep rehabilitasi pasca stroke.

    3.4.2.Data Sekunder

    Data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data

    sekunder diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan

    dengan topik penelitian yang dilakukan (Sarwono, 2006).

  • 36

    3.5. Definisi Operasional Variabel

    Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

    No Variabel Keterangan1 Perilaku Definisi

    Cara UkurAlat UkurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Suatu Kegiatan atau aktivitas keluargadalam upaya rehabilitasi pasien pascastrokeAngketKuesioner1. Kurang2. BaikOrdinal

    a Pengetahuan Definisi

    Cara UkurAlat UkurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Hasil tahu keluarga dalam upayarehabilitasi pasien pasca strokeAngketKuesioner3. Kurang4. BaikOrdinal

    b Sikap Definisi

    Cara UkurAlat UkurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Reaksi atau respon keluarga dalamupaya rehabilitasi pasien pasca strokeAngketKuesioner1. Negatif2. PositifOrdinal

    c Tindakan Definisi

    Cara UkurAlat UkurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Pelaksanaan yang dilakukan keluargadalam upaya rehabilitasi pasien pascastrokeAngketKuesioner1. Tidak baik2. BaikOrdinal

    3.6. Aspek Pengukuran

    3.6.1. Pengetahuan

    Pada variabel pengetahuan yang berisi 10 pertanyaan dengan bentuk

    pertanyaan tertutup. Jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan salah diberi skor

    0 (nol). Kategori pengukuran pengetahuan dibagi dalam dua kategori yaitu:

  • 37

    a. Pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤5

    b. Pengetahuan baik bila skor atau nilai >5

    Dalam mencari nilai tersebut, peneliti menggunakan rumus interval

    (Notoatodjo, 2007):

    I =

    I =2

    010

    I =2

    10

    I = 5

    3.6.2. Sikap

    Pengukuran dalam penelitian ini mengunakan pernyataan tertutup (close

    anded question) yang berjumlah 10 pernyataan. Hasil ukur mengunakan cara skala

    Likert dengan graduasi tingkat penilaian positif yaitu : Sangat setuju diberi bobot

    5, Setuju diberi bobot 4, Netral diberi bobot 3, Tidak Setuju diberi bobot 2, dan

    Sangat Tidak Setuju diberi bobot 1. Sedangkan tingkat penilaian negatif yaitu

    Sangat setuju diberi bobot 1, Setuju diberi bobot 2, Netral diberi bobot 3, Tidak

    Setuju diberi bobot 4, dan Sangat Tidak Setuju diberi bobot 5 (Sarwono, 2006).

    Menurut Hidayat (2007), Kategori pengukuran sikap dibagi dalam dua

    bagian, yaitu:

    a. Sikap negatif bila skor atau nilai ≤20

    b. Sikap positif bila skor atau nilai >20

    Keterangan :

    I : Interval

    H : High (nilai tertinggi)

    L : Low (nilai terendah)

    K : Kelas interval

  • 38

    3.6.3. Tindakan

    Metode pengukuran dalam penelitian ini mengunakan skala guttman

    merupakan skala yang bersifat tegas dan konsistensi dengan memberikan jawaban

    yang tegas seperti jawaban “Ya” dan “Tidak”. Skala guttman ini dibuat dibuat

    dalam bentuk chacklist dengan 10 pernyataan dalam tiap-tiap variabel, interpretasi

    penilaian dalam penelitian ini, apabila skor dilakukan nilainya 1 (satu) dan apabila

    tidak dilakukan nilainya 0 (nol). Kategori pengukuran pengetahuan dibagi dalam

    dua kategori yaitu:

    a. Pengetahuan tidak baik bila skor atau nilai ≤5

    b. Pengetahuan baik bila skor atau nilai >5

    3.7. Metode Pengolahan Data

    Dalam penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui

    beberapa tahap (Hidayat, 2007) yaitu :

    1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuesioner yang

    meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh responden.

    2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil

    jawaban pada kuesioner.

    3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabel-variabel penelitian yang

    diberikan.

    4. Tabulating yaitu pengelompokan nilai responden berdasarkan katagori yang

    telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukan ke dalam tabel

    distribusi frekuensi.

  • 39

    3.8. Analisa Data Penelitian

    Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa univariate. Analisis

    ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap variabel-variabel independen

    yang diteliti, mendiagnosis asumsi statistik lanjut dan mendeteksi nilai ekstrim

    dengan melihat gambaran distribusi frekuensi variabel dependen dan independen

    yang akan diteliti yang digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik (Sarwono,

    2006).

    Data hasil pengkatagorian untuk tiap-tiap variabel yang diteliti selanjutnya

    ditentukan persentase perolehannya masing-masing dengan menggunakan rumus

    (Hidayat, 2007):

    P = fn x 100%.

    Keterangan :

    P = Persentase

    f = Jumlah Jawaban yang Benar

    n = Jumlah Skor Maksimal

  • 40

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh mempunyai luas

    areal 2,8 hektar yang terletak di jalan Gajah Mada Gampong Drien Rampak

    Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat merupakan rumah sakit

    rujukan bagi rumah sakit tipe C namun menjadi Rumah Sakit Rujukan bagi tipe D

    Aceh Barat Selatan dan Puskesmas. selain sebagai tempat rujukan pelayanan

    medis juga berfungsi sebagai tempat lahan praktek untuk (pendidikan) bagi

    mahasiswa perawat dan bidan dalam memberikan pelayanan. Badan Pengelola

    Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh memberikan pelayanan kepada

    masyarakat melalui :

    1. Fasilitas Rawat Jalan yang terdiri dari : Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik

    Zaitun, Poliklinik THT, Poliklinik Saraf, Poliklinik Umum, Poliklinik

    KIA/KB, Poliklinik Anak, Poliklinik Gigi, Poliklinik bedah dan Pelayanan

    Instalasi Gawat Darurat (IGD), Ruang Staf

    2. Fasilitas Rawat Inap yang terdiri dari : Rawat Penyakit Dalam, Rawat Anak,

    Rawat Bedah, Rawat Kebidanan dan Kandungan, Rawat Kelas Utama, Rawat

    VIP, Rawat ICU, ruang NICU, dan ruang saraf

    3. Unit Tranfusi Darah

    4. Kamar Bedah/ Ruang Operasi

    5. Radiologi, Fisioterapi, Laboratorium, Apotik

  • 41

    6. Fasilitas penunjang lain yang terdiri : Pelayanan Ambulance, Mushalla, Kamar

    Jenazah, Kereta Sorong, Air Bersih, Gizi/Dapur, Kantin, Area Parkir dan

    Perumahan dokter.

    4.2. Analisis Univariat

    4.2.1.Pengetahuan Kelurga

    Pengetahuan keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dan baik,

    secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga Terhadap PasienPasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit UmumDaerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh BaratTahun 2013

    No Pengetahuan Jumlah Persen12

    KurangBaik

    182

    90.010.0

    Jumlah 20 100.0

    Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pengetahuan

    responden mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 18 responden (90.0%).

    4.2.2.Sikap Keluarga

    Sikap keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu negatif dan positif, secara

    rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga Terhadap Pasien PascaStroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum DaerahCut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

    No Sikap Jumlah Persen12

    PositifNegatif

    200

    100.00.0

    Jumlah 20 100.0

  • 42

    Dari Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas sikap responden

    mempunyai kategori sikap positif sebanyak 20 responden (100.0%).

    4.2.3.Tindakan Keluarga

    Tindakan keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak baik dan baik,

    secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tindakan Keluarga Terhadap Pasien PascaStroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum DaerahCut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

    No Tindakan Jumlah Persen12

    Tidak baikBaik

    146

    70.030.0

    Jumlah 20 100.0

    Dari Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas tindakan

    responden mempunyai kategori tindakan baik sebanyak 14 responden (70.0%).

    4.2.4.Perilaku Keluarga

    Perilaku keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak baik dan baik,

    secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Perilaku Keluarga Terhadap Pasien PascaStroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum DaerahCut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

    No Perilaku Jumlah Persen12

    KurangBaik

    614

    30.070.0

    Jumlah 20 100.0

    Dari Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas perilaku responden

    mempunyai kategori perilaku baik sebanyak 14 responden (70.0%).

  • 43

    4.3. Pembahasan Penelitian

    4.3.1. Pengetahuan Keluarga

    Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai

    pengetahuan kurang terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    Hal ini disebabkankan responden belum mampu menguraikan dan menyebutkan

    alasan kenapa penderita menjalani beberapa upaya rehabilitasi dan tidak mampu

    menjelaskan secara benar alasan kegiatan itu diperlukan oleh penderita.

    Dalam penyembuhan stroke sering dijumpai masalah dari segi keluarga

    antara lain adalah kurangnya informasi yang diperoleh keluarga tentang stroke,

    baik bersifat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Keluarga sering

    menghabiskan waktu, dana untuk tindakan pengobatan yang belum terbukti

    khasiatnya dan tidak adanya dana untuk biaya pengobatan penderita. Hal ini

    sesuai yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007), Pengetahuan adalah hasil dari

    tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

    Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,

    pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

    diperoleh melalui mata dan telinga. menjelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif

    merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

    Sedangkan menurut Stroke and Heart Foundation (2010), Rehabilitasi

    merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan rehabilitasi ini

    adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa yang

  • 44

    mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita

    stroke.

    Peneliti berasumsi bahwa responden masih belum menjawab dengan tepat

    karena upaya rehabilitasi bukan bertujuan menyembuhkan penderita bahkan

    sebagian besar penderita pasca stroke tidak bisa kembali normal seperti sebelum

    terkena serangan stroke. Kurang pengetahuan juga disebabkan karena kesibukan

    atau kurangnya motivasi keluarga untuk mendapatkan informasi. Seharusnya

    sebagai keluarga sudah selayaknya anggota keluarga yang sehat berperan

    membantu penderita untuk mendapatkan kesehatan, mulai dari merawat, mencari

    palayanan kesehatan dan berusaha mencapai tingkat kesehatan yang tertinggi

    untuk penderita pasca stroke.

    4.3.2. Sikap Keluarga

    Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai

    sikap positif terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit

    Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung penderita dalam

    menjalankan upaya rehabilitasi. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Wirawan

    (2009), Keluarga menjadi bagian yang sangat penting untuk proses pemulihan

    pasien stroke. Keluarga juga harus diberikan pengertian oleh dokter atau psikiatri

    mengenai apa yang sedang dihadapi oleh anggota keluarganya sehingga mereka

    menjadi pihak yang ikut dalam program pengobatan.

  • 45

    Sedangkan menurut Sarwono dalam Maulana (2009), sikap merupakan

    kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek

    tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci,

    dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderung-

    an bertindak). Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan.

    Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk

    berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan

    perasaan terhadap objek tersebut.

    Dari hasil penelitian diperoleh bahwa seluruh responden mempunyai sikap

    yang baik terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi. Dalam hal ini

    peneliti berasumsi bahwa sikap responden yang baik ini akan berpengaruh

    terhadap tindakan responden terhadap penderita pasca stroke dalam upaya

    rehabilitasi.

    4.3.3. Tindakan Keluarga

    Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai

    tindakan tidak baik terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    Tindakan responden terhadap upaya rehabilitasi adalah melakukan hal-hal

    yang mendukung proses terlaksananya upaya rehabilitasi dengan baik dengan

    memberikan bantuan-bantuan dan bentuk dukungan berupa materi dan non materi

    untuk meningkatkan kesehatan penderita. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh

    Notoatmodjo (2007), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah

  • 46

    mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun dari luar

    tubuh atau lingkungan. Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk

    tindakan namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki

    hubungan yang sistematis. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu

    tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor

    pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor

    dukungan dari berbagai pihak.

    Hal ini diasumsikan karena sebagian responden memiliki peran pasif

    terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi stroke. Responden

    memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap yang positif terhadap penderita

    pasca stroke dalam upaya rehabilitasi pasca stroke namun dalam beberapa hal

    responden tidak bertindak aktif terhadap penderita dalam upaya rehabilitasi,

    karena ketidakahlian dalam merawat penderita dan keterbatasan waktu dan

    tenaga, sehingga mengandalakan orang lain untuk membantu penderita pasca

    stroke dalam upaya rehabilitasi.

    4.3.4. Perilaku Keluarga

    Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai

    perilaku baik terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah

    Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Herijulianti (2002), Perilaku

    manusia (human behavior) merupakan suatu yang penting dan perlu dipahami

    secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek

  • 47

    kehidupan manusia. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia

    mencangkup dua komponen yaitu sikap atau mental dan perilaku (attitude).

    Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

    diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

    2007).

    Sedangkan menurut Harsono (2000), Rehablitasi Medik pada penderita di

    mulai sedini mungkin, semakin dini di mulai semakin besar pengembangan

    fungsinya, komplikasi dapat di cegah serta kecacatan lebih lanjut dapat di hindari

    sehingga penderita dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Untuk

    mencapai hal ini, peranan keluarga sangat penting, karena anggota keluarga

    sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan

    keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan

    penderita.

    Hal ini diasumsikan bahwa sebagian responden memiliki perilaku baik

    terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi stroke. Responden

    memiliki sikap yang positif terhadap penderita pasca stroke dalam upaya

    rehabilitasi pasca stroke namun dalam beberapa hal responden belum mampu

    menguraikan dan menyebutkan alasan kenapa penderita menjalani beberapa upaya

    rehabilitasi dan belum mampu menjelaskan secara benar alasan kegiatan

    diperlukan oleh penderita karena responden tidak bertindak aktif terhadap

    penderita dalam upaya rehabilitasi, karena ketidakahlian dalam merawat penderita

    dan keterbatasan waktu dan tenaga, sehingga mengandalakan orang lain untuk

    membantu penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.

  • 48

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat simpulkan sebagai berikut :

    1. Mayoritas responden mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 18 responden

    (90.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit

    Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    2. Mayoritas responden mempunyai sikap positif sebanyak 20 responden

    (100.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah

    Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    3. Mayoritas responden mempunyai tindakan tidak baik sebanyak 14 responden

    (70.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit

    Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    4. Mayoritas responden mempunyai perilaku baik sebanyak 14 responden

    (70.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit

    Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

    5.2. Saran

    1. Bagi peneliti selanjutnya agar lebih meneliti lagi dalam tentang keluarga

    juga untuk pasien pasca stroke juga sebagai acuan untuk referensi peneliti

    selanjutnya.

  • 49

    2. Diharapkan untuk menambah referensi perpustakaan untuk meningkatkan

    mutu pendidikan dan dapat menjadi paduan atau bahan perbandingan

    untuk melakukan penelitian yang akan datang.

    3. Diharapkan kepada instalasi terkait yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Cut

    Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat untuk tetap mempertahan-

    kan pelayanan yang sudah baik kepada pengguna pelayanan kesehatan

    khususnya pelayanan rehabilitasi medik dan tetap memberikan informasi

    kepada keluarga pasien tentang upaya rehabilitasi supaya meningkatkan

    pengetahuan keluarga dan tetap berperan aktif terhadap penyembuhan

    penderita

    4. Diharapkan kepada keluarga agar tetap memberikan dukungan kepada

    penderita pasca stroke untuk menggunakan fasilitas kesehatan dalam

    meningkatkan kesehatan penderita pasca stroke.

  • DAFTAR PUSTAKA

    AMI. 2009. Penyakit Tidak Menular. Pembawa Pesan Kesehatan.

    Bobak. 2004. Konsep Keluarga. Jakarta : EGC.

    Farizal. 2011. Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Stroke. UniversitasPadang dikutip dari http://pasca.unand.ac.id/id pada tanggal 07 Juli 2012.

    Harsono. 2000. Upaya Rehabilitasi Medik Pada Penderita Stroke dikutip darihttp://repository.usu.ac.id pada tanggal 07 Juli 2012.

    Herijulianti, Eliza dkk. 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.

    Hidayat, A.Alimul. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: BinekaCipta.

    Lusiakusanna. 2011. Stroke Bayangi Belasan Juta Jiwa Kaum Muda dikutip darihttp://health.kompas.com/read pada tanggal 07 Juli 2012.

    Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed III. Cet 2. Jakarta : MediaAesculapius.

    Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.

    Muttaqin, Arif. 2008. Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta. EGC.

    Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RinekaCipta.

    . 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RinekaCipta.

    Ratnadita. 2011. Cara Berikan Dukungan Bagi Penderita Stroke Yang Pemarahdikutip dari http://health.detik.com/read 2011/ pada tanggal 8 juli 2012.

    Sarwono, Jonathan. 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung :Graha Ilmu.

    Slameto, 2006. Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PTAsdi Mahasatya.

    Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Medikal BedahBrunner and Suddarth. Ed 8. Jakarta: EGC.

    Stroke and Heart Foundation. 2010. Rehabilitasi Stroke dikutip darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/ pada tanggal 30 September 2012.

  • Suparyanto. 2009. Konsep Pengetahuan. dikutip dari http://dr-suparyanto.compada tanggal 06 Maret 2012.

    Sutrisno, Alfred Dr. 2007. Stroke You Must Know Before You Get It. SebaiknyaAnda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke. Jakarta : EGC.

    Sebastian, H. Stain. 2009. Sikap dan Dukungan Keluarga.http://www.medicatte.com/search/label/Stroke. pada tangal 19 Maret2013

    Turana, Yuda Dr. 2002. Tangani Stroke Dengan Cepat. http://tentang penyakitstroke dan pengobatannya.com pada tanggal 18 Maret 2013.

    Widagda. 2002. Penilaian Tingkat Ambulasi. Fakultas Kedokteran. Program StudiRehabilitasi Medik.

    Wirawan. 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Majkedokteran Indonesia.

    KOVERBAB IBAB IIBAB IIIBAB IVBAB VDAFTAR PUSTAKA AMA