GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan...

48
iv GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA (SNOT) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn) SKRIPSI OLEH NURSYAMSI ASHERI O 111 11 255 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Transcript of GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan...

Page 1: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

iv

GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG

TERSERANG CORYZA (SNOT) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK

BAWANG PUTIH (Allium sativum linn)

SKRIPSI

OLEH

NURSYAMSI ASHERI

O 111 11 255

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

v

GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG

TERSERANG CORYZA (SNOT) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK

BAWANG PUTIH (Allium sativum linn)

NURSYAMSI ASHERI

O111 11 255

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 3: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

vi

Tanggal lulus : 25 November 2015

Page 4: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

vii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nursyamsi Asheri

NIM : O111 11 255

Menyatakan dengan sebenanya bahwa :

1. Karya skripsi saya adalah asli.

2. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil

dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan

dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

3. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan

seperlunya.

Makassar, 25 November 2015

Nursyamsi Asheri

Page 5: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

viii

Gambaran Patologi Paru-Paru Ayam Petelur yang Terserang Coryza (Snot)

Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum linn).

ABSTRAK

Nursyamsi Asheri (O11111255). Gambaran Patologi Paru-Paru Ayam Petelur

yang Terserang Coryza (Snot) Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium

sativum linn). Dibawah bimbingan drh.A.Magfirah Satya Apada sebagai

pembimbing utama dan Abdul Wahid Jamaluddin, S. Farm, Apt sebagai

Pembimbing anggota

Telah dilakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Patologi Paru-Paru

Ayam Petelur yang Terserang Coryza (Snot) Setelah Pemberian Ekstrak Bawang

Putih (Allium sativum linn)”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya

perubahan pada gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza

setelah pemberian ekstrak bawang putih. Penelitian ini menggunakan penelitian

eksperimental dengan menggunakan 25 ekor ayam petelur sebagai sampel yang

dibagi menjadi lima kelompok perlakuan terdiri dari 2 kelompok kontol (P1 :

enrofloksasin dan P2 : NaCMC) dan 3 kelompok perlakuan (P3 : ekstrak bawang

putih 2,5%, P4 : ekstrak bawang putih 5% dan P5 : ekstrak bawang putih 7,5%).

Semua sampel ayam petelur yang digunakan sebagai hewan coba, positif terserang

coryza. Perlakuan diberikan melalui rute oral dengan cara dicekokkan

menggunakan spoit. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif

dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan patologi paru-

paru ayam petelur yang terserang coryza setelah diberikan ekstrak bawang putih

berupa adanya penurunan derajat haemoragi dengan dosis ekstrak bawang putih

yang paling efektif ialah ekstrak bawang putih 7,5%.

Kata Kunci : Coryza, ayam petelur, ekstrak bawang putih

Page 6: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

ix

Overview Of Laying Hens Lungs Pathology Attacked by Coryza (Snot) After

Giving The Extract of Garlic (Allium satifum linn)

ABSTRACT

Nursyamsi Asheri (O11111255). Overview Of Laying Hens Lungs Pathology

Attacked by Coryza (Snot) After Giving The Extract of Garlic (Allium satifum

linn). Under the guidance of drh.A.Maghfirah Satya Apada as main supervisor

and Abdul Wahid Jamaluddin, S. Farm, Apt as Advisor members.

Has conducted a study entitled "Overview of Lung Pathology Chicken

Laying the Esophageal Coryza (Snot) After granting Extract Garlic (Allium

sativum Linn)". This study aims to look at the changes in lung pathology, laying

hens are attacked coryza after administration of garlic extract. This study uses an

experimental study using 25 laying hens as samples were divided into five

treatment groups consisting of two groups of dick (P1: enrofloksasin and P2:

NaCMC) and 3 treatment groups (P3: garlic extract 2.5%, P4: garlic extract 5%

and P5: garlic extract 7.5%). All samples laying hens were used as experimental

animals, a positive attacked by coryza. The treatment is given through the oral

route by means had fed using spoit. This research was conducted using qualitative

and quantitative descriptive. Results showed that pathological changes in the

lungs were infected laying hens coryza after being given garlic extract in the form

of a decrease in the degree of haemoragi with a dose of garlic extract is the most

effective extract of garlic 7.5%.

Keywords: Coryza, laying hens, garlic extract

Page 7: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat dan karunianya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran Patologi Paru-Paru

Ayam Petelur yang Terserang Coryza (Snot) Setelah Pemberian Ekstrak Bawang

Putih (Alium sativum linn). Salawat dan salam tidak lupa penulis haturkan kepada

Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengangkat derajat dari lembah

kegelapan ke alam yang terang benderang penuh dengan ilmu pengetahuan yang

semakin meningkat. Proses penyusunan skripsi ini melalui berbagai proses yang

panjang dan tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada :

1. drh. A. Magfirah Satya Apada dan Abdul Wahid Jamaluddin, S.Farm, Apt

selaku dosen pembimbing yang tidak bosan terus memberikan bimbingan

berupa masukan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi, sehingga

penyusunan skripsi dapat selesai.

2. Dr.drh. Dwi Kesuma Sari ,drh. Muhammad Fadlullah Mursalim, M.Kes

dan drh Wahyu Suhadji sebagai dosen pembahas yang ikut memberikan

masukan dan saran dalam penyusunan dan perbaikan penulisan skripsi ini.

3. Prof.Dr.drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku ketua Prodi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Bapak dan Ibu dosen tim pengajar serta para staf administrasi (Pak

Hasyim, Pak Nawir dan Ibu Murni) Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

5. Drs Asheri Suddin, MM dan Hj Nurhaedah, S.Pd kedua orang tua saya

yang terus memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga saya dapat

menyusun dan menyelesaikan proses terakhir dalam menyelesaikan

pendidikan S1 Kedokteran Hewan.

6. Saudara saya Mutmainnah Asheri dan Siti Rahma Asheri serta Sepupu

saya Mardatillah Daeng Sabbe, Nurhikmah Mustakim, Khusnul Khatimah,

Nurfadillah Awaluddin yang begitu membantu dalam memberikan

dukungan moril yang begitu dasyat.

7. Masdyanto yang semasa hidupnya terus memberikan semangat.

8. Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta

tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram, Irwan

Ismail dan Muhammad Reza Basri yang telah menemani, membantu dan

diiringi dukungan untuk terus berjuang dengan semangat mengerjakan

skripsi.

9. Ibu Heriawati Usman Spt dan drh I Gede selaku kepala dan anggota seksi

keswan dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pinrang yang telah

menyediakan dan mendampingi selama proses penelitian berlangsung.

10. Clavata teman seangkatan 2011 yang telah bersama lebih dari 3 tahun

melewati proses perkuliahan, Bahenil (Elly, Umhy, Pute dan Hj Idha) yang

terus mendukung dan membantu dalam berbagai hal mulai dari awal

perkuliahan hingga saat ini, Karakter (Nusbun, Wana, Rika, Jijah, Lia,

Page 8: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

xi

Anti, Aswar, Joe, Ichal, Opi, Hefry, Gunawan, Soleh, Aco) sahabat UKM

Teater Kampus Unhas yang terus melukiskan senyum, Laleng Bata Cetar

(Tita, Wahda, Fuad dan Awal) yang terus memberikan dorongannya untuk

menyelesaikan skripsi dan teman-teman Roll-Vet yang setia hingga akhir

untuk terus memberikan dukungan dan menularkan semangatnya sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Kakak – kakak angkatan 2010 (V-Gen) terutama k’Andi Aswan Salam

yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan mulai dari

judul hingga selesai.

Penulis sadar tulisan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap

penelitian ini dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan.

Makassar, November 2015

Nursyamsi Asheri

Page 9: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN ...............................................................................iv

ABSTRAK .............................................................................................................iv

ABSTRACT ...........................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI .........................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xi

DAFTAR TABEL .................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

I.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

I.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 2

I.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 2

1.5 Hipotesis ........................................................................................... 3

1.6 Keaslian Penelitian ........................................................................... 3

BAB II TINJAUANPUSTAKA ............................................................................. 4

II.1 Coryza ............................................................................................. 4

II.1.1 Etiologi Coryza ................................................................................ 4

II.1.2 Gejala Klinis Coryza ....................................................................... 5

II.1.3 Perubahan Patologi Coryza ............................................................. 5

II.1.4 Diagnosa Coryza ............................................................................. 6

II.2 Ayam Petelur .................................................................................... 8

II.3 Paru-paru .......................................................................................... 8

II.4 Bawang Putih ................................................................................... 9

II.4.1 Klasisfikasi ....................................................................................... 9

II.4.2 Kandungan ..................................................................................... 10

II.4.3 Ekstrak Bawang Putih .................................................................... 10

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 12 III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 12

III.2 Materi Penelitian ............................................................................ 12

III.2.1 Populasi Penelitian ......................................................................... 12

III.2.2 Sampel Penelitian .......................................................................... 12

III.3 Desain penelitian ............................................................................ 12

III.4 Alat dan Bahan ............................................................................... 13

III.4.1 Persiapan Kandang dan Perawatan Selama Penelitian.................... 13

III.4.2 Perlakuan ......................................................................................... 13

III.4.3 Nekropsi .......................................................................................... 13

III.5 Metode Penelitian............................................................................ 13

III.5.1 Variabel Penelitian .......................................................................... 13

III.5.1.1 Variabel Dependen ....................................................................... 13

III.5.1.2 Variabel Independen .................................................................... 13

III.5.2 Jumlah Sampel .............................................................................. 13

Page 10: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

xiii

III.5.3 Ternak ............................................................................................ 14

III.5.4 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih ................................................. 14

III.5.5 Perlakuan ........................................................................................ 14

III.5.6 Nekropsi ......................................................................................... 14

III.5.7 Parameter Penelitian....................................................................... 14

III.5.7.1 Evaluasi Patologi .......................................................................... 15

III.5.8 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 15

III.6 Analisis Data .................................................................................. 15

III.7 Alur Penelitian ............................................................................... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 17 IV.1 Hasil ............................................................................................... 17

IV.1.1 Kondisi Ayam Sebelum Perlakuan ................................................ 17

IV.1.2 Kondisi Ayam Saat Diberi Perlakuan ............................................ 18

IV.1.3 Gambaran Patologi Paru-Paru Setelah Pemberian Ekstrak Bawang

Putih ............................................................................................. 19

IV. Pembahasan .................................................................................... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 31 V.1 Kesimpulan .................................................................................... 31

V.2 Saran ............................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

LAMPIRAN .......................................................................................................... 35

RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 37

Page 11: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1 Haemoragi Paru-Paru .............................................................................. 5

Gambar.2 ................................................................................................................ 22

Gambar.2.a. Gambaran Makroskopik Kelompok X0 ............................................ 22

Gambar.2.b. Gambaran Makroskopik Tanpa Perlakuan ........................................ 22

Gambar.3 ................................................................................................................ 23

Gambar.3.a. Gambaran Makroskopik Kelompok X1 ............................................ 23

Gambar.3.b. Gambaran Makroskopik Tanpa Perlakuan ........................................ 23

Gambar.4 ................................................................................................................ 24

Gambar.4.a. Gambaran Makroskopik Kelompok X2 ............................................ 24

Gambar.4.b. Gambaran Makroskopik Tanpa Perlakuan ....................................... 24

Gambar.5 ................................................................................................................ 25

Gambar.5.a Gambaran Makroskopik Kelompok X3 ............................................ 25

Gambar.5.b. Gambaran Makroskopik Tanpa Perlakuan ....................................... 25

Gambar.6 .............................................................................................................. 25

Gambar.6. a. Gambaran Makroskopik Kelompok X4 .......................................... 25

Gambar.6. b. Gambaran Makroskopik Tanpa Perlakuan ...................................... 25

DAFTAR TABEL

Tabel.1 Gejala Klinis Dari Beberapa Penyakit Pernafasan Pada Unggas .............. 6

Tabel.2 Kondisi Ayam Petelur yang Terserang Coryza (Snot) Sebelum Diberi

Perlakuan ................................................................................................................ 17

Tabel.3 Kontol Positif Antibiotik (Enrofloksasin) ................................................ 18

Tabel.4 Kontol Negatif NaCMC 0,5% .................................................................. 19

Tabel.5 Kelompok Perlakuan Ekstrak Bawang Putih 2,5% .................................. 19

Tabel.6 Kelompok Perlakuan Ekstrak Bawang Putih 5% ..................................... 20

Tabel.7 Kelompok Perlakuan Ekstrak Bawang Putih 7,5% .................................. 21

Tabel.8 Kriteria Skoring Lesio Patologi Organ Paru-Paru ................................... 22

Tabel.9 Rata-Rata Hasil Skoring Haemoragi Paru-Paru ....................................... 26

Page 12: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Beternak ayam petelur merupakan salah satu komoditas andalan yang

diunggulkan oleh masyarakat Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan dan

merupakan usaha yang dapat menghasilkan perputaran modal yang cepat, karena

hasil produksi (telur) digemari masyarakat sulawesi selatan. Ayam petelur

menghasilkan telur hampir setiap hari dan dapat menghasilkan antara 250 sampai

280 butir pertahun. Telur yang dihasilkan dari ayam petelur merupakan bahan

makanan sempurna untuk balita hingga dewasa, karena mengandung zat gizi

seperti protein, vitamin, lemak dan mineral dalam jumlah yang cukup (I Gede,

2012).

Periode pemeliharaan ayam petelur umumnya berlangsung selama 2 tahun

dengan masa produksi dimulai pada umur 20 minggu atau sekitar 5 bulan

(Zulfikar, 2009). Masa pemeliharaan yang lama memungkinkan unggas akan

terserang banyak penyakit, salah satunya adalah coryza. Coryza merupakan

penyakit yang disebabkan oleh Avibacterium paragallinarum, yang dapat

menginfeksi saluran pernafasan pada ayam petelur, ayam pedaging atau unggas

lain baik pada peternakan rakyat maupun komersial. Infeksi pada stadium

pertumbuhan menyebabkan penurunan bobot badan, dan pada petelur dewasa

produksi telur menurun 10-50%, sehingga menyebabkan kerugian ekonomi pada

industri perunggasan akibat penurunan hasil produksi dan biaya pengobatan

(Tabbu, 2000).

Penanggulangan penyakit ini dapat menggunakan vaksinasi dan antibiotik

untuk mengendalikan dan mencegah penularan coryza, tetapi pada penggunaan

vaksin sering terjadi kegagalan akibat adanya strain varian baru. Pemberian

antibiotik merupakan salah satu cara selain vaksinasi yang dapat dilakukan tanpa

harus menimbulkan strain varian baru. Penggunaan antibiotika dalam

pengendalian coryza akan menimbulkan dampak timbulnya residu dalam telur

maupun daging serta dapat membahayakan konsumen (Indrawati, 1987).

Penggunaan obat tradisional jarang dijadikan alternatif dalam pengobatan,

padahal tanaman obat sudah dipakai sejak nenek moyang kita untuk mengatasi

masalah kesehatan mereka, baik untuk pencegahan maupun penyembuhan suatu

penyakit. Selain lebih murah, diyakini bahwa obat-obat alamiah tidak memiliki

efek samping, seperti obat-obat kimiawi (Hariana, 2006). Salah satu tanaman

yang digunakan dalam pengobatan tradisional pengganti antibiotik ialah bawang

putih. Bawang putih merupakan salah satu bahan alam yang dapat digunakan

sebagai pengganti antibiotik dan pemanfaatannya sudah sangat luas di berbagai

negara. Bawang putih mempunyai salah satu bahan aktif yaitu allicin. Allicin

adalah suatu senyawa yang terdiri atas 40% sulfur, tanpa nitrogen maupun

halogen dan mempunyai sifat antibiotik.

Pendekatan patologi diagnostik merupakan suatu tindakan yang umum

dilakukan dalam manajemen kesehatan hewan. Dengan pemeriksaan bedah

bangkai (nekropsi), maka diagnosa penyakit (tentatif) dapat ditetapkan. Lesi yang

menciri (patognomonis) pada organ/jaringan tubuh akibat penyakit tertentu

Page 13: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

2

memiliki tingkat ketepatan diagnosa yang tinggi. Dengan melihat gambaran

patologi, maka dapat membuktikan adanya perubahan kondisi jaringan pada

hewan yang terserang coryza setelah diberikan ekstrak bawang putih.

Berdasarkan latar belakang di atas tentang pengaruh coryza dalam

penurunan produksi telur dan menimbulkan kerugian ekonomi sehingga

dibutuhkan pencegahan berupa antibiotik peneliti mengangkat permasalahan

tersebut dengan judul “Gambaran Patologi Paru-Paru Ayam Petelur yang

Terserang Coryza (Snot) Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih”.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini, antara lain:

I.2.1. Bagaimana gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang

coryza.

I.2.2. Bagaimana gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang

coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang

coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

I.3.2. Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang penyakit coryza.

- Untuk mengetahui berapa persentase pemberian ekstrak yang efektif

terhadap gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang penyakit

coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

I.4. Manfaat penelitian

I.4.1. Manfaat Teoritis

- Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam memperkaya

ilmu pengetahuan dalam bidang patologi dan farmasi yang berhubungan

dengan obat-obatan herbal dalam ruang lingkup kedokteran hewan.

- Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dalam penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan gambaran patologi paru-paru ayam

petelur yang terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

- Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mengetahui dosis ekstrak

bawang putih yang efisien terhadap perubahan gambaran patologi paru-paru

ayam petelur yang terserang coryza.

1.4.2 Manfaat aplikasi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau referensi bagi

para mahasiswa kedokteran hewan, tenaga veteriner dan masyarakat tentang

pemanfaatan ekstrak bawang putih sebagai antibiotik herbal pengganti

antibotik alami pada ayam petelur yang terserang coryza.

Page 14: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

3

I.5. Hipotesis Penelitian

“Terdapat perubahan gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang

coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih”.

I.6. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Gambaran Patologi Paru-Paru Ayam Petelur yang

Terserang Coryza Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih” belum pernah

dilakukan sebelumnya. Penelitian yang serupa pernah dilakukan dengan judul

“Pathogenesis Of infectiuos Coryza In chicken (Gallus gallus) by Avibacterium

Paragallinarum Isolate of Bangladesh” pada tahun 2013 penelitian ini melihat

perubahan patologi organ pernafasan pada ayam yang terserang Coryza setelah

pemberian kaldu.

Page 15: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Infectious Coryza

II.1.1 Etiologi Coryza

Penyakit yang diberi nama Bacillus Haemoglobinophilus coryza

gallinarum ini pertama kali ditemukan oleh De Blieck, seorang peneliti Belanda

pada tahun 1931-1932. Nama bakteri yang semula Haemoglobinophilus coryza

gallinarum diganti menjadi Haemophilus gallinarum atas usulan peneliti dari

Amerika (Eliot dan Lewis). Bakteri Haemophillus gallinarum diduga memerlukan

hemin (faktor x) dan nocotinamide adenine denucleotide/NAD (faktor v) untuk

pertumbuhannya dan hanya memerlukan faktor v (NAD) untuk menginfeksikan

penyakit coryza pada unggas. Pertumbuhan invitro pada bakteri ini hanya

memerlukan nocotinamide adenine denucleotide/NAD (faktor v) untuk

penginfeksiannya. Bakteri Haemophilus penyebab Infeksius coryza pada unggas

selain ayam yang memerlukan NAD dan hemin untuk pertumbuhan invitro

dinamakan Haemophillus Paragallinarum (Reid dan Blackall, 1984). Bakteri

penyebab infeksius coryza (Haemophillus Paragallinarum) pada ayam terbagi

dalam 3 serotipe, yaitu A, B dan C, hal ini dibuktikan menggunakan metode Plate

Aglutination Test (PAT). Penelitian Kato dan Tsubahara pada tahun 1962

mengklasifikasikannya ke dalam3 serotipe, yaitu I, II, dan III, tetapi selanjutnya

dikatakan bahwa serotipe II dan III merupakan varian dari serotipe I. Penelitian

lebih lanjut dikembangkan oleh Sawata et all pada tahun 1979, menggunakan

metode Rapid PAT dan Cross Absorption Test (CAT), dan mengidentifikasi 2

serotipe, yaitu 1 dan 2, dimana serotipe 1 dan 2 dari Sawata identik dengan

serotipe A dan C. (Kume et al, 1980). Penyakit coryza yang dikenal dengan nama

Haemophillus paragallinarum diketahui masih satu genus dengan Pasteurella

gallinarum, Pasteurella avium dan Pasteurella volantium yang juga menyerang

hewan lain, sehingga diklasifikasikan kembali dengan nama Avibacterium

paragallinarum.

Bakteri Avibacterium paragallinarum merupakan bakteri gram negatif,

berbentuk batang pendek atau coccobacilli, tercat polar, non-motil, tidak

membentuk spora, fakultatif anaerob dan membutuhkan faktor-v untuk bisa

menyebabkan penyakit pada unggas. Avibacterium Paragallinarum merupakan

organisme yang mudah mati atau mengalami inaktivasi secara cepat diluar tubuh

hospes. Penyakit ini dapat menyerang ayam kampung, ayam petelur dan ayam

pedaging dan sangat mudah menular dari satu ayam ke ayam yang lain dalam satu

kandang (Tabbu, 2000).

Masa inkubasi penyakit terjadi antara 1-3 hari, dengan perjalanan penyakit

dapat mencapai 1-3 minggu. Berdasarkan kejadian di lapangan angka kematian

sangat rendah antara 0-5%, tetapi angka kesakitan dapat mencapai 30-40% dan

sangat berpeluang menyebabkan penurunan produksi telur hingga 10-50%.

Eksudat infeksius yang bercampur dengan air minum dalam kandang akan

mengalami inaktivasi dalam waktu 4 jam pada temperatur yang fluktuatif. Eksudat

atau jaringan yang mengandung bakteri ini akan tetap infeksius selama 24 jam

pada temperatur 37, bahkan kadang-kadang dapat sampai 48 jam sehingga

Page 16: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

5

penyebaran tergolong cepat terutama pada peternakan dengan sistem sanitasi dan

biosecurity yang kurang baik (Tabbu, 2000).

II.1.2 Gejala Klinis

Gejala klinis yang muncul dari infectious coryza dapat ditemukan pada

ayam semua umur, sejak umur 3 minggu sampai masa produksi. Ayam dewasa

cenderung bereaksi lebih parah dibandingkan ayam muda karena pada ayam muda

masih memiliki antibodi maternal yang kuat. Penyakit ini memiliki masa inkubasi

yang pendek, antara 24-46 jam, kadang-kadang sampai 72 jam. Gejala yang

muncul paling awal adalah bersin yang diikuti dengan keluarnya eksudatseru

sampai mukoid dari rongga hidung ataupun mata (Tabbu, 2000).

Eksudat yang dihasilkan mula-mula berwarna kuning dan encer (sereous),

tetapi lama-lama berubah menjadi kental dan bernanah dengan bau yang khas

(mucopurulent). Eksudat ini sering keluar dan dapat mencemari pakan. Bagian

paruh disekitar hidung tampak kotor atau berkerak, hal ini disebabkan karena

sisa pakan yang dimakan menempel pada paruh yang di leleri eksudat yang keluar

dari sinus. Ciri lain yang muncul ialah adanya pembengkakan yang terjadi di

sekitar Sinus infraorbitalis meliputi daerah sekitar mata dan muka. Suara ngorok

kadang terdengar dan terlihat ayam penderita agak sulit bernafas. Penurunan nafsu

makan dan diare sering terjadi, sehingga pertumbuhan ayam menjadi terhambat

dan kerdil (Hardjoutomo, 1985). Penyakit yang disertai dengan infeksi sekunder,

misalnya infeksius bronchitis, infeksius laringotraheitis, mycoplasma atau cronic

respiratory diseases, dapat berlangsung beberapa bulan (Gordon dan Jordan,

1982).

II.1.3 Perubahan Patologi

Perubahan patologi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu perubahan

makroskopik dan perubahan mikroskopik. Perubahan makroskopik biasanya

terbatas pada pernafasan bagian atas. Penyakit ini akan menyebabkan keradangan

kataralis akut pada membran mukosa cavum nasi dan sinus. Kerap kali akan

ditemukan adanya konjungtivitis kataralis dan edema subkutan pada daerah

fasialis dan pial. Peradangan (haemoragi) pada paru-paru dapat terlihat pada

gambaran makroskopik paru-paru dari hasil nekropsi ayam yang terserang coryza

(Anonim, 2007).

Gambar.1 Hemoragi paru-paru

Gambaran mikroskopik terjadi perubahan histopatologi pada cavum nasi,

sinus infraorbitalis dan trakea meliputi deskuamasi dan hiperplasia lapisan

Page 17: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

6

mukosa dan glandularis, edema hipimia, infiltrasi heterofil, mast cell dan

makrofag di daerah tunika propria. Terjadinya infeksi meluas sampai ke saluran

pernafasan bagian bawah, dapat menyebabkan terjadinya brankopneumonia akut,

yang ditandai oleh adanya infiltrasi heterofil di antara dinding parabronchi

(Tabbu, 2000).

II.1.4 Diagnosa

Diagnosa coryza dapat dilakukan dengan beberapa cara. Lesi yang timbul

dapat digunakan untuk menjadi acuan diagnosa awal. Identifikasi bakteri dengan

cara mengambil swab dari sinus merupakan langkah selanjutnya yang dapat

dilakukan untuk menegaskan bakteri yang menginfeksikan ayam yang diduga

terserang coryza. Langkah lain yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan serologi

dengan metode : HI, DID, aglutinasi dan IF. Isolasi laboratorium dilakukan

dengan menggunakan plat agar darah dalam suasana anaerob. Diagnosa dugaan

dapat diajukan berdasarkan atas gejala klinik dan perubahan patologik yang

ditimbulkan oleh ayam / unggas yang diduga terinfeksi bakteri Avibacterium

Paragallinarum yang dapat menyebabkan penyakit coryza. Diagnosis pasti dapat

dilakukan dengan isolasi dan identifikasi bakteri dari kasus coryza pada stadium

akut (1-7 hari pasca infeksi), diagnosis juga dapat dilakukan secara invivo dan

inokulasi pada ayam yang sensitif menggunakan eksudat dari ayam sakit atau

suspensi kultur bakteri Avibacterium paragallinarum (Islam, 2007).

Metode lain untuk mendiagnosis penyakit ini adalah secara serologik

dengan menggunakan uji agar gel presifitation (AGT), uji hemaglutination (HI),

uji hemaglunination (HA) tidak langsung dan uji flouresent antibodi (FA)

langsung. Penyakit pernafasan yang memiliki ciri hampir sama dengan gejala

yang muncul pada ayam yang terserang coryza, adalah penyakit SHS, CRD, IB,

ILT, dan Fowl fox. Perbedaan yang menciri dari penyakit coryza yang

membedakan dengan penyakit pernafasan lain dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1. Gejala Klinis dari Beberapa Penyakit Pernafasan Pada Unggas

Nama Penyakit Penyebab

Penyakit

Gejala Klinis

Infectious

Coryza

Avibacterium

Paragallianarum

- Keluar eksudat dari hidung yang

lama kelamaan berubah menjadi

kuning kental

- Muka dan pial bengkak

- Kesulitan bernafas

Infectious

Bronchitis (IB)

Corona virus - Anak ayam : gangguan pernafasan

dan keluarnya transudat dari

hidung

- Ayam dewasa : gangguan

pernafasan, produksi turun, mutu

telur buruk

Infectious

Laryngotracheiti

(ILT)

Herpes virus - Gangguan pernafasan lebih jelas

daripada IB

- Conjuctivitis

Page 18: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

7

- Eksudat mukopurulen dari hidung

Kolera Unggas Pasteurella

multocida

- Lesu, sayap menggantung, tidak

mau makan, diare kehijauan cairan

berlendir dari hidung dan mata

(akut)

- Pembengkakan pial, persendian

(kronis)

Chronic

Respiratory

Disease (CRD)

Mycoplasma

gallisepticum

- Gangguan pernafasan

- Hidung berair, berlendir

- Pembengkakan sinus kepala

Newcastle

Disease (ND)

Paramixovirus - Penularan Cepat

- Gangguan Pernafasan dan Syaraf

- Tinja hijau keputihan

- Kematian tinggi dalam waktu

singkat

Swollen Head

Syndrome

(SHS)

Avian

pneumovirus

- Lakrimasi

- Conjuctivitis

- Mata tertutup

- Pembengkakan kepala

Avian Influenza

(AI)

Orthomyxo virus - Sianosis pada pial dan jengger

- Leleran hidung

- Hiper salivasi

- Ptekhiae subkutan pada kaki dan

paha

- Kematian tinggi dan mendadak

Koliseptisemia E.coly - Lesu

- Bulu berdiri

- Frekuensi nafas tinggi

- Kadangkala bernafas melalui mulut

Aspergillosis Aspergillus

fumigatus

- Pertumbuhan terhambat

- Sesak nafas

- Sianosis

Infeksi campuran yang ditemukan bersamaan dengan bakteri Avibacterium

Paragallinarum penyebab infeksi coryza dengan bakteri lain serta terjadinya

tingkat mortalitas yang tinggi dan proses penyakit yang lama, maka kemungkinan

tersebut dapat dipertimbangkan (Tabbu, 2000)

Page 19: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

8

II.2 Ayam Petelur

Ayam petelur adalah ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan yang

ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun

ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi

ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur

dan dagingnya. Arah dari produksi yang banyak dalam seleksi yang terjadi tadi

mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal

dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam

petelur. Seleksi pada ayam petelur juga diarahkan pada warna kulit telur hingga

kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan

seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang

ada sekarang ini (Abidin, 2004).

Ayam petelur memiliki sifat nervous (mudah terkejut), bentuk tubuh

ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi (200 butir / ekor /

tahun ), efisien dalam pengunaan ransum untuk membentuk telur sehingga hemat

dalam pengeluaran dana untuk pakan dan tidak memiliki sifat mengeram sehingga

diminati dalam bidang ternak penghasil telur yang unggul (Sudarmono, 2003).

Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe ayam petelur ringan

dan tipe ayam petelur medium. Tipe ayam petelur ringan biasa di sebut dengan

ayam petelur putih. Tipe ayam petelur ringan mempunyai badan yang

ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih

dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam ini

mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Ayam petelur

ringan ini sangat sensitif dan mudah kaget. Gangguan-gangguan berupa cuaca

panas dan keributan yang dialami ayam petelur ini menyebabkan turunnya

produksi telur. Tipe ayam petelur medium memiliki bobot tubuh ayam yang

cukup berat dibandingkan dengan tipe ayam petelur ringan. Tubuh ayam ini tidak

kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telur yang dihasilkan cukup banyak dan

juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam tipe ini biasa disebut ayam

petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang berwarna coklat.

Ayam petelur tipe medium ini yang sering dibudidayakan dan diternakkan karena

dapat memperoleh keuntungan berupa penjualan daging apabila masa bertelur

sudah berakhir/ afkir (Anonim, 2000).

II.3 Paru-Paru

Paru-paru merupakan organ penting pada unggas, karena organ inilah yang

berfungsi sebagai alat respirasi dengan cara menyuplai O2 yang akan diedarkan

oleh darah ke seluruh tubuh ayam. Anatomi paru-paru ayam terdiri atas jaringan

yang kenyal dan banyak pembuluh darah, sehingga memudahkan proses

pertukaran udara (Anonim, 2012). Paru-paru ayam merupakan organ yang elastis,

berbentuk kerucut, dan terletak di dalam rongga dada dan toraks. Kedua paru-paru

saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa

pembuluh darah besar. Tiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru),

basis (bagian bawah paru–paru), pembuluh darah paru-paru, bronkhial, saraf dan

pembuluh limfe yang memasuki tiap paru-paru, terutama pada bagian hilus dan

akan membentuk akar paru-paru (Johnson, 2008).

Page 20: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

9

Paru-paru ayam normal terdiri dari bronchus intrapulmonum,

parabronchus, dan alveoli. Bronkhus intrapulmonum memiliki mukosa dan

adventisia. Epitel mukosa berbentuk silinder banyak baris bersilia, dengan propria

submukosa banyak mengandung pembuluh darah (Brown, 1997). Kapiler

pembuluh darah berfungsi untuk tempat pertukaran gas yang dihirup dari udara

yang kaya akan kandungan O2 dan kurang akan kandungan O2, sistem tersebut

dikenal dengan blood air barrier.

Parabronchus pada paru–paru ayam merupakan saluran yang berfungsi

menyalurkan udara dari dan atau ke paru–paru. Epitel parabronchus berbentuk

kubus, di bawahnya terdapat jaringan ikat dan otot polos. Alveoli merupakan

bagian terpenting dari paru–paru karena merupakan lokasi terjadinya pertukaran

gas yang kaya O2 dan kurang O2 bersama dengan kapiler sekitarnya. Dinding

paru-paru di sekitar alveolus terdapat sel pneumosit, yang terdiri dari pneumosit

type I (memranous pneumocytes) dan pneumosit type II (Granular Pneumocytes),

(Slomianka, 2009). Gambaran normal pada sel pneumosit type I ini melapisi 95%

dinding alveoli dan menjalankan fungsi utama paru-paru sebagai tempat

pertukaran udara, karena sel ini yang akan mengembang bila terisi udara, karena

sel ini berfungsi sebagai tempat pertukaran udara, sel ini akan selalu siap

menampung udara yang membawa O2. Sel ini sangat rentan terhadap kekurangan

oksigen (Codd, 2005).

II.4 Bawang Putih

II.4.1 Klasifikasi dan Morfologi

Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan berumbi lapis, tumbuhan

ini dikatakan berumbi lapis karena memiliki siung yang bersusun. Bawang putih

tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm, mempunyai

batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip

pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-

serabut kecil yang bejumlah banyak. Kedudukan bawang putih secara botani

berdasarkan klasifikasinya ialah :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Liliales

Suku : Liliaceae

Marga : Allium

Jenis : Allium sativum Linn.

(Hutapea, 2000).

Umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap

siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Bawang putih yang semula

merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, kemudian mulai dibudidayakan di

dataran rendah seperti di Indonesia. Bawang putih berkembang baik pada

ketinggian tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut (Anonim, 2005).

Page 21: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

10

II.4.2 Kandungan Bawang Putih

Bawang putih mengandung lebih dari 200 senyawa kimia yang terkandung

dalam umbinya. Senyawa kimia yang terkandung terdapat beberapa diantaranya

yang sangat penting untuk senyawa penghambat pertumbuhan bakteri. Kandungan

yang terdapat didalam bawang putih salah satunya termasuk : volatile oil (0,1-0,36

%) yang mengandung sulfur, termasuk didalamnya adalah allicin; ajoene dan

vinyldithiines (produk sampingan alliin yang dihasilkan secara non enzimatik dari

allicin); Sallylmercaptocysteine (ASSC) dan S-methylmercaptocysteine (MSSC);

terpenes (citral, geraniol, linalool, α-phellandrene, dan β-phellandrene). Allicin

(diallyl thiosulphinate) yang diproduksi secara enzimatik dari alliin, berperan

sebagai antibiotik. Bawang putih juga mengadung enzim dan myrosinase, serta

bahan lain seperti protein, mineral, vitamin, lemak, asam amino dan

prostaglandin (Newall et al, 1996).

Pembentukan zat aktif yang terkandung dalam bawang putih. Komponen

utama bawang putih yang tidak berbau, disebut komplek sativumin, yang

diabsorbsi oleh glukosa dalam bentuk aslinya untuk mencegah proses

dekomposisi. Dekomposisi komplek sativumin akan menghasilkan bau khas yang

tidak sedap dari allyl sulfide, allyl disulfide, allyl mercaptane, alun allicin, dan

alliin (Sunarto dan Susetyo, 1995). Hal ini disebabkan oleh senyawa yang

mengandung belerang dalam bawang putih. Hasil identifikasi menunjukkan

bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan senyawa belerang. Bau khas

pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman tersebut terluka, karena prekursor

bau dan cita rasa terletak pada bagian sitoplasma.

Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah besar.

Komponen ini dapat mengalami proses hidrolisis dan oksidasi menjadi alliin

yang terakumulasi secara alami selama penyimpanan pada suhu kamar. Bila

bawang putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu aliinase, akan

mengubah alliin menjadi allisin. Allisin secara cepat pula berubah menjadi

bentuk lain seperti dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida

(DATS), ditiin dan ajoene. Pada saat yang bersamaan γ-glutamil sistein berubah

menjadi S-alil sistein (SAC) melalui jalur yang berbeda. SAC berdasarkan hasil

penelitian dilaporkan mempunyai efek yang baik terhadap kesehatan (Amagase et

al, 2001).

II.4.3 Ekstrak Bawang Putih

Sediaan ekstrak bawang putih merupakan sediaan pekat yang diperoleh

dengan menarik zat aktif dari simpilisia bawang putih menggunakan pelarut yang

sesuai. Metode penarikan zat aktif ini berupa pemisahan senyawa dimana

komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisah dari komponen yang

tidak larut dengan pelarut sesuai, sedangkan proses pemindahan massa zat aktif

yang semula berada dalam sel yang ditarik oleh cairan penyari disebut dengan

penyarian. Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya terbagi 4, yaitu :

1. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsentrasi yang tidak solid dan

cair, konsistensi ekstrak ini semacam madu dan dapat dituang.

2. Ekstrak kental adalah sediaan yang liat didalam keadaan diinginkan tidak dapat

dituang. Kandungan air berjumlah sampai 30%.

3. Ekstrak kering sediaan yang memiliki konsentrasi kering dan mudah dituang,

sebaiknya memiliki kandungan lembab, tidak lebih dari 5%

Page 22: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

11

4. Ekstrak cair adalah ekstrak yang di buat sedemikian rupa sehingga satu bagian

simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair (Voight, 1995).

Metode ekstraksi ada beberapa macam, diantaranya yaitu maserasi dengan

cara perendaman simplisia kedalam pelarut yang mudah menguap, perkolasi

dengan cara penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui bubuk

simplisia yang telah dibasahi, digesti dengan cara mengubah simplisia menjadi

bentuk yang lebih mudah diabsorbsi, infusi dengan cara merendam butir simplisia

kedalam air, dan dekoksifikasi. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut

organik dengan kepolaran yang semakin meningkat secara berurutan. Pelarut yang

digunakan harus memenuhi syarat tertentu guna kelancaran pembuatan ekstrak

yaitu tidak toksik, tidak meninggalkan residu, harga murah, tidak korosif, aman,

dan tidak mudah meledak. Syarat dalam pemilihan bahan pencampur/ pelarut

sangat penting untuk kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan (Wientarsih

dan Prasetyo, 2006).

Page 23: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

12

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Kabupaten

Pinrang Kecamatan Watang Sawitto. Nekropsi dilakukan di laboratorium dinas

peternakan Kabupaten Pinrang.

III.2 Materi Penelitian

III.2.1 Populasi: Populasi dalam penelitian ini adalah semua ayam petelur yang

terserang coryza di Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Pinrang Sulawesi

Selatan.

III.2.2 Sampel: Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang

di ambil secara acak yaitu semua ayam petelur yang terserang coryza pada

peternakan ayam yang ada di Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Pinrang.

Jumlah sampel yang digunakan yaitu 25 ekor ayam petelur yang terserang

coryza.

III.3 Desain Penelitian

III.3.1 Desain Penelitian

Keterangan :

X = Subjek penelitian

X0 = Kelompok kontrol positif pemberian antibiotik Enrofloksasin

X1 = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian NaCMC 0,5%

X2 = Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak bawang putih dosis 2,5%

X3 = Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak bawang putih dosis 5%

X4 = Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak bawang putih dosis 7,5%

Y0 = Pengamatan derajat perubahan paru-paru pada kelompok kontrol positif

Y1 = Pengamatan derajat perubahan paru-paru pada kelompok kontrol negatif

Y2 = Pengamatan derajat perubahan paru-paru pada kelompok perlakuan 2,5%

Y3 = Pengamatan derajat perubahan paru-paru pada kelompok perlakuan 5%

Y4 = Pengamatan derajat perubahan paru-paru pada kelompok perlakuan 7,5%

X

X3

X0

X2

X1

X4

Y1

Y0

Y2

Y3

Y4

Mengamati

adanya

perubahan

Page 24: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

13

Desain penelitian yang dilakukan adalah experimental, yaitu satu

kelompok kontrol positif dengan pemberian anibiotik Enrofloksasin, satu

kelompok sebagai kelompok kontrol negatif tanpa pemberian ekstrak bawang

putih dan tiga kelompok ayam yang terserang coryza dengan pemberian ekstrak

bawang putih 2,5%, 5%, dan 7,5%, kemudian akan dilihat perubahan

patologinya.

III.4 Alat dan Bahan

III.4.1 Persiapan Kandang dan Perawatan Selama Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan kandang dan perawatan

selama penelitian adalah 5 buah kandang, tempat pakan, tempat minum, air, dan

pakan.

III.4.2 Perlakuan

Alat dan bahan yang digunakan selama perlakuan adalah antibiotik

enrofloksasin, NaCMC, ekstrak bawang putih dengan dosis 2,5%, 5%, dan 7,5% ,

botol coklat, dan spoit.

III.4.3 Nekropsi

Alat dan bahan yang digunakan selama nekropsi adalah satu spoit

berukuran 1 ml untuk proses euthanasia; Ketamin 800cc; satu set alat bedah

nekropsi yaitu, gunting, scalpel, pinset anatomis, dan pinset chirurgis.

III.5 Metode Penelitian

III.5.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Dependen: Gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza.

b. Variabel Independen: Pemberian ekstrak bawang putih.

III.5.2 Jumlah Sampel

Penelitian ini menggunakan uji coba dengan metode pemberian ekstrak

bawang putih kepada ayam petelur yang terserang coryza (snot), maka jumlah

sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor ayam petelur yang terserang

coryza. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus federer yaitu: (n-

1)(t-1) > 15, dimana n = jumlah sampel dan t = jumlah kelompok. Dalam

penelitian ini lima kelompok perlakuan yang terdiri dari dua kelompok kontrol

dan tiga kelompok perlakuan. Bila dimasukkan dalam rumus Federer, maka dapat

ditentukan jumlah sampel per kelompok yaitu :

(n-1)(t-1) > 15

(n-1)(5-1) > 15

(n-1)(4) > 15

(n-1)> 15: 4

(n-1)>4

n>4+1

n>5 4,..........∞ 5

Maka jumlah sampel per kelompok minimal 5 ekor ayam petelur yang

terserang coryza (snot). Sehingga dalam penelitian ini dipakai 25 ekor ayam

petelur yang terserang coryza (snot).

Page 25: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

14

III.5.3 Ternak

Ayam petelur yang terserang coryza diisolasi selama 3 hari. Ayam yang

diisolasi atau dikarantina diberikan perlakuan yang sama. Pengelompokan

berdasarkan kandang dilakukan setelah masa pengisolasian selesai dan dalam

setiap kandang perlakuan berisi 5 ekor ayam petelur yang terserang coryza.

III.5.4 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih

Bawang putih sebanyak 1,5kg dirajang kemudian dikeringkan dengan

menggunakan hair dryer atau sinar matahari dan ditutupi dengan kain hitam.

Bawang putih yang telah kering dimasukkan dalam maserator dengan sepuluh

bagian ethanol 70%. Campuran dikocok selama 6 jam dan direndam selama 18

jam, maserat dipisahkan menggunakan penyaring kemudian diulangi dengan

proses dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan

dimasukkan kedalam rotari evopator dengan suhu 500c dan kecepatan 30 rpm

untuk menguapkan ethanol. Filtrat yang tersisa diuapkan menggunakan cawan

penguap didalam waterbath pada suhu 500c hingga diperoleh ekstrak kental.

III.5.5 Perlakuan

Setelah dilakukan isolasi dan karantina pada sampel ayam petelur yang

terserang Coryza, diberikan 5 perlakuan berbeda pada masing-masing kelompok.

Ekstrak bawang putih dengan dosis berbeda diberikan melalui rute peroral pada 3

kelompok yaitu 2,5% pada kelompok pertama, 5% pada kelompok kedua, dan

7,5% pada kelompok ketiga. Penggunaan ekstrak bawang putih dengan dosis

2,5%, 5%, 7,5% memiliki tingkat kerusakan yang berbeda-beda sesuai dengan

taraf pemberian ekstrak bawang putih, semakin tinggi taraf yang diberikan maka

semakin rendah tingkat kerusakan (Hastuti, 2008). Pemberian NaCMC 0,5%

sebanyak 10 ml dengan rute peroral pada kelompok keempat dan pemberian

antibiotik kimia pada kelompok kelima, perlakuan tersebut yaitu:

P1 = NaCMC 0,5 %

P2 = Antibiotik Enrofloksasin

P3= 2,5% Ekstrak Bawang Putih

P4= 5% Ekstrak Bawang Putih

P5= 7,5% Ekstrak Bawang Putih

III.5.6 Nekropsi Ayam yang telah di eutanasia kemudian dinekropsi menggunakan alat

bedah (scapel), penyayatan dilakukan untuk membuka bagian pectoralis untuk

menggambil sampel paru-paru yang melekat di tulang rusuk ayam.

III.5.7 Parameter Penelitian

Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap ayam petelur yang

terserang coryza dan mengamati pengaruh pemberian ekstrak bawang putih dari 3

perlakuan pemberian dosis yang berbeda dan 2 perlakuan kontrol. Parameter yang

diamati adalah perubahan patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza.

Pada kasus coryza menginfeksi meluas ke saluran pernafasan bagian bawah akan

ditemukan adanya bronkoneumonia akut yang ditandai dengan adanya infiltrasi

heterofil antara dinding parabronki (Tabbu, 2000). Pada lesi histopatologi terjadi

kongesti, haemoragi, nekrosis, (peningkatan sel-sel inflamasi) di berbagai organ

Page 26: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

15

yang dinilai sebagai ± = hampir tidak adanya lesi, + = lesi ringan, ++ = lesi

sedang dan +++ = lesi parah (Islam, 2010).

III.5.8 Evaluasi Patologi

Pada perubahan patologi anatomi pada penyakit Coryza dapat dilihat dari

muka asimetris serta sinus infraorbital dan trakea terdapat eksudat serous

(Prasetyo, 2014). Pada pernafasan bawah dapat dilihat terjadinya hemoragi pada

paru-paru (Ali. M et all, 2012).

III.4.9 jenis dan sumber data Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan.

Berupa hasil gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza

setelah pemberian ekstrak bawang putih.

III.6 Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif kualitatif dan kuantitatif

yang merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung perubahan

patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza setelah pemberian ekstrak

bawang putih.

Page 27: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

16

III.7 Alur Penelitian

Sampel

Isolasi

Kelompok Perlakuan Kelompok Pemberian

Ekstrak Bawang Putih

P3

Pengamatan

Populasi

P4 P5 P1

P2

Analisis Data

Nekropsi

Page 28: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Hasil evaluasi patologi dari organ paru–paru ayam petelur yang

terserang coryza, tampak adanya perbedaan tingkat keparahan haemoragi yang

terjadi pada seluruh kelompok, baik kelompok kontrol maupun kelompok

perlakuan. Pemberian ekstrak bawang putih 2,5%, 5% dan 7,5% pada ayam

petelur yang terserang coryza dapat memberikan pengaruh pada tingkat

haemoragi organ paru-paru ayam.

IV.1.1 Kondisi Ayam Petelur yang Terserang Coryza Sebelum Diberi

Perlakuan

Tabel 2. Kondisi Ayam Petelur yang Terserang Coryza Sebelum Diberi Perlakuan

Kelompok Ayam Bau

Eksudat

Air Mata Pembengkakan Leleran dari

hidung

Kontrol Positif

(Enrofloksasin)

+++ ++

Kontrol Negatif

(NaCMC)

+++ ++

Perlakuan (2,5%) +++ ++

Perlakuan

(5%)

+++ ++

Perlakuan (7,5%) +++ ++

(Sumber : Data Primer, 2015)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan 25

ekor ayam petelur dengan bobot rata-rata 1,8 kg dan usia rata-rata 1,5 tahun, yang

dibagi atas 5 kelompok sebelum dilakukan penelitian yaitu: kelompok kontrol

menggunakan antibiotik (enrofloksasin), kelompok kontrol negatif menggunakan

NaCMC 0,5%, kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak bawang putih

dosis 2,5%, 5%, dan 7,5%. Hasil yang ditemukan setelah dilakukan evaluasi

terhadap eksudat hampir sama pada masing-masing kelompok yaitu +++ (sangat

bau), air mata selalu keluar sehingga daerah sekitar mata menjadi lembab,

pembengkakan dibagian mata jelas terlihat dan hidung terlihat lembab akibat

leleran yang keluar. Pemeriksaan kondisi ayam yang dilakukan sebelum penelitian

memberikan hasil yang hampir sama untuk setiap ekor ayam petelur.

Page 29: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

18

IV.1.2 Kondisi Ayam Petelur yang Terserang Coryza Saat Diberikan

Perlakuan

Tabel 3. Kontrol Positif antibiotik (Enrofloksasin)

Kelompok Hari-ke Eksudat Produksi Telur Pembengkakan

X0 1 +++ 2 ++

2 +++ 2 ++

3 +++ 3 ++

4 +++ 3 ++

5 +++ 2 ++

6 +++ 3 ++

7 +++ 3 ++

8 ++ 4 ++

9 ++ 4 ++

10 ++ 3 ++

11 ++ 3 ++

12 + 3 +

13 + 4 +

14 + 4 +

(Sumber : Data Primer, 2015)

Tabel diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan terhadap penurunan

bau eksudat berdasarkan pemeriksaan kondisi ayam kelompok kontrol positif

antibiotik (enrofloksasin) atau kelompok X0 saat diberikan perlakuan. Perubahan

yang terjadi dimulai dari hari ke-8 dan kembali mengalami penurunan bau pada

hari ke- 12 dan penurunan tingkat kebengkakan pada hari ke-12. Produksi telur

setiap harinya tidak stabil, air mata yang berbusa dan leleran hidung masih terlihat

sampai hari ke-14

Page 30: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

19

Tabel 4. Kontrol Positif (NaCMC 0,5%)

Kelompok Hari-ke Eksudat Produksi Telur Pembengkakan

X1 1 +++ 2 ++

2 +++ 2 ++

3 +++ 2 ++

4 +++ 2 ++

5 +++ 2 ++

6 +++ 2 ++

7 +++ 2 ++

8 +++ 3 ++

9 +++ 2 ++

10 +++ 3 ++

11 +++ 2 ++

12 +++ 2 ++

13 +++ 3 ++

14 +++ 3 +

(Sumber : Data Primer, 2015)

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa kondisi ayam pada kelompok

kontrol negatif (NaCMC 0,5%) atau kelompok X1 saat diberikan perlakuan dari

hari pertama sampai hari ke-14 tidak terjadi perubahan yang signifikan, hal itu

ditandai dengan hasil pemeriksaan. Bau eksudat tidak berkurang dan

pembengkakan menurun pada hari ke- 14. Air mata yang berbusa dan leleran

hidung masih terlihat sampai hari ke-14.

Tabel 5. Kelompok Perlakuan Ekstrak Bawang Putih 2,5%

Kelompok Hari-ke Eksudat Produksi Telur Pembengkakan

X2 1 +++ 2 ++

2 +++ 2 ++

3 +++ 2 ++

4 +++ 2 ++

5 +++ 2 ++

6 +++ 3 ++

7 +++ 3 ++

8 +++ 3 ++

9 +++ 2 ++

10 ++ 3 ++

11 ++ 3 ++

12 ++ 2 ++

13 ++ 3 +

14 ++ 3 +

(Sumber : Data Primer, 2015)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pemeriksaan kondisi ayam

kelompok perlakuan (2,5%) atau kelompok X2 saat diberikan perlakuan pada hari

pertama sampai hari ke-14 terjadi perubahan penurunan eksudat yang signifikan

pada hari ke-10. Penurunan derajat kebengkakan terjadi pada hari ke-13. Produksi

telur tidak stabil tiap harinya dan tidak mengalami penurunan produksi telur yang

drastis sampai hari ke-14.

Page 31: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

20

Tabel 6. Kelompok Perlakuan Ekstrak Bawang Putih 5%

Kelompok Hari-ke Eksudat Produksi Telur Pembengkakan

X3 1 +++ 2 ++

2 +++ 2 ++

3 +++ 3 ++

4 +++ 2 ++

5 +++ 2 ++

6 +++ 3 ++

7 +++ 3 ++

8 +++ 3 ++

9 ++ 3 ++

10 ++ 3 ++

11 ++ 3 ++

12 ++ 3 ++

13 + 3 +

14 + 3 +

(Sumber : Data Primer, 2015)

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa kondisi ayam kelompok

perlakuan (5%) atau kelompok X3 saat dilakukan penelitian terjadi penurunan

derajat eksudat pada hari ke-9 dan terjadi penurunan kembali pada hari ke-14,

tetapi tidak disertai dengan penurunan pada tingkat kebengkakan dan peningkatan

produksi telur yang bersamaan. Derajat kebengkakan baru mengalami penurunan

pada hari ke-13. Produksi telur mulai mengalami peningkatan pada hari ke-6. Air

mata yang berbusa dan leleran hidung masih terlihat sampai hari ke-14.

Page 32: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

21

Tabel. 7 Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 7,5%

Kelompok Hari-ke Eksudat Produksi Telur Pembengkakan

X4 1 +++ 2 ++

2 +++ 2 ++

3 +++ 3 ++

4 +++ 2 ++

5 +++ 2 ++

6 +++ 3 ++

7 +++ 3 ++

8 +++ 3 ++

9 ++ 3 ++

10 ++ 3 ++

11 + 4 ++

12 + 4 +

13 + 4 +

14 + 4 +

(Sumber : Data Primer, 2015)

Berdasarkan pemeriksaan kondisi ayam kelompok perlakuan (7,5%) atau

kelompok X4 saat dilakukan penelitian pada hari pertama sampai hari ke-14

menunjukkan adanya penurunan eksudat pada hari ke-9 dan terjadi penurunan

kembali pada hari ke-11. Derajat kebengkakan mulai menurun pada hari ke-12.

Produksi telur tidak stabil pada hari pertama hingga hari ke-5. Produksi telur

mulai meningkat pada hari ke-6, air mata yang berbusa dan leleran hidung masih

terlihat sampai hari ke-14.

IV.1.3 Gambaran Patologi Paru-Paru Ayam Petelur yang Terserang Coryza

Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih (allium sativum linn).

Pengamatan Makroskopik

Pengamatan makroskopik yang dilakukan bertujuan untuk melihat

perubahan yang terjadi pada paru-paru setelah pemberian antibiotik

(enrofloksasin), NaCMC 0,5% dan ekstrak bawang putih dosis 2,5%, 5% dan

7,5% . Pengamatan makroskopik berupa adanya haemoragi pada paru-paru.

Page 33: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

22

Tabel 8. Kriteria Skoring Lesio Patologi Organ Paru-Paru

Skor Keterangan

0 Normal

1 Sebagian Haemoragi

2 Sebagian besar Haemoragi

3 Seluruh Bagian Haemoragi

a. Gambaran makroskopik paru-paru ayam petelur yang terserang coryza setelah

pemberian enrofloksasin, kelompok X0 (Gambar.2).

(Gambar a) (Gambar b)

Hasil pengamatan patologi paru-paru ayam yang terserang coryza setelah

pemberian enrofloksasin (kelompok X0) memperlihatkan adanya haemoragi pada

bagian tepi (dexter dan sinister) yang tergolong haemoragi ringan atau haemoragi

kecil dengan skor : 1, (Gambar b). Haemoragi yang terlihat pada (Gambar a) jika

dibandingkan dengan haemoragi yang terlihat pada (Gambar b) sangat jauh

berbeda tingkat keparahannya. Paru-paru (Gambar a) menunjukkan hasil yang

lebih buruk dibandingkan pada paru-paru (Gambar b), pada paru-paru (Gambar a)

terlihat adanya haemoragi di ujung bagian dexter dan sinister.

Page 34: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

23

b. Gambaran makroskopik paru-paru ayam petelur yang terserang coryza setelah

pemberian NaCM 0,5%, kelompok X1, (Gambar 3).

(Gambar a) (Gambar b)

Hasil pengamatan pada gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian NaCMC 0,5% pada kelompok X1,

memperlihatkan adanya haemoragi menyeluruh pada organ paru-paru (Gambar

b). Gambaran yang terlihat memiliki tingkat keparahan yang hampir sama dengan

pada (Gambar a). NaCMC merupakan pelarut dalam pembuatan ekstrak bawang

putih dosis 2,5%, 5% dan 7%. Berdasarkan kegunaannya ada empat fungsional

yang penting dari NaCMC yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel

dan sebagai pengemulsi/pelarut, NaCMC banyak digunakan sebagai pelarut

karena ekonomis, mudah di aplikasikan dan tidak toksik (Fardias,dkk. 1987).

Tidak adanya perubahan yang drastis disebabkan karena NaCMC merupakan

cairan penambah atau pelarut pada proses pengenceran ekstrak bawang putih dan

tidak memiliki efek antibiotik untuk mengobati penyakit coryza.

Page 35: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

24

c. Gambaran makroskopik paru-paru ayam petelur yang terserang coryza setelah

pemberian ekstrak bawang putih 2,5%, kelompok X2 (Gambar 4).

(Gambar a) (Gambar b)

Hasil pengamatan pada gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 2,5% pada

kelompok X2, memperlihatkan adanya haemoragi yang parah pada permukaan

paru-paru bagian dexter (Gambar b). Hampir seluruh bagian dari paru-paru bagian

dexter mengalami haemoragi dan pada paru-paru bagian sinister dapat dilihat

adanya haemoragi pada bagian ujung (tidak keseluruhan), jika dibandingkan

dengan gambar a tingkat keparan haemoragi hampir sama dengan gambar b.

Perbedaan tingkat keparahan terlihat pada lokasi haemoragi. Haemoragi (Gambar

a) terlihat menyebar mulai dari ujung sampai melebihi garis tengah paru-paru

bagian dexter dan sinister, sedangkan pada paru-paru (Gambar b) terlihat adanya

haemoragi dengan tingkat keparahan lebih ringan satu tingkat dibandingkan pada

gambaran paru-paru (Gambar a) tanpa pemberian perlakuan.

Page 36: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

25

d. Gambaran makroskopik paru-paru ayam petelur yang terserang coryza setelah

pemberian ekstrak bawang putih 5%, kelompok X3 (Gambar 5).

(Gambar a) (Gambar b)

Hasil pengamatan pada gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih dosis 5% pada

kelompok X3, memperlihatkan adanya haemoragi disetiap bagian dari paru-paru,

baik itu paru-paru bagian dexter, maupun paru-paru bagian sinister. Haemoragi

pada paru-paru bagian dexter terjadi di bagian tepi dan tidak menyeluruh.

Haemoragi pada paru-paru bagian sinister juga terjadi pada bagian tepi, tidak

menyeluruh dan merupakan bagian yang terjadi haemoragi lebih kecil

dibandingkan dengan paru-paru dexter. Perbandingan haemoragi pada gambar a

dan gambar b terletak pada standar haemoragi yang terjadi. Gambar a

memperlihatkan haemoragi yang hampir menyeluruh mulai pada masing- masing

ujung sampai batas petengahan paru-paru, serta terlihat adanya haemoragi pada

tepian paru-paru dexter dan sinister.

e. Gambaran makroskopik paru-paru ayam petelur yang terserang coryza setelah

pemberian ekstrak bawang putih 7,5%, kelompok X4 (Gambar 6).

(Gambar a) (Gambar b)

Page 37: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

26

Hasil pengamatan pada gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih dosis 7,5% pada

kelompok X4, memperlihatkan adanya haemoragi yang tidak meluas. Gambaran

yang ditunjukkan sangat berbeda dengan gambaran paru-paru tanpa pemberian

perlakuan (Gambar a). Hasil dari sampel paru-paru ayam petelur yang terserang

coryza pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 7,5% (Gambar b)

memberikan gambaran yang lebih baik dibandingkan dengan gambaran paru-paru

(Gambar a) tanpa perlakuan. Gambar a jika dibandingkan dengan gambar b,

memiliki tingkat keparahan yang berbeda tiga tingkat. Tingkat haemoragi yang

hampir menyeluruh terlihat pada gambaran paru-paru tanpa perlakuan, sedangkan

pada gambaran paru-paru dengan pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis

7,5% (Gambar b) terlihat adanya haemoragi yang sedikit dan hampir tidak

terlihat.

Tabel 9. Rata-Rata Hasil Skoring Haemoragi Paru-Paru

Kelompok Keterangan Skoring

Xo Pemberian Enrofloksasin 1

X1 Pemberian NaCMC 0,5% 3

X2 Pemberian Ekstrak Bawang Putih 2,5% 2

X3 Pemberian Ekstrak Bawang putih 5% 2

X4 Pemberian Ekstrak Bawang Putih 7,5% 1

Berdasarkan hasil pengamatan dari gambaran patologi paru-paru ayam

petelur dengan pemberian antibiotik enrofloksasin (Gambar 2.b) tidak berbeda

jauh dari hasil yang ditunjukkan pada gambaran patologi dengan pemberian

ekstrak bawang putih 7,5% (Gambar 6.b). Hasil gambaran yang ditemukan dari

perlakuan pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 2,5 % (Gambar 4.b) dan

5% ( Gambar 5.b) tidak jauh berbeda, tampak adanya haemoragi yang lebih

ringan pada perlakuan dengan dosis yang lebih tinggi (5%).

Pathogenesis Of infectiuos Coryza In chicken (Gallus gallus) by

Avibacterium Paragallinarum Isolate of Bangladesh, merupakan penelitian yang

hampir serupa dengan penelitian terhadap gambaran patologi paru-paru ayam

petelur yang terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih. Penelitian

ini menunjukkan adanya perubahan patologi makros dan mikros pada organ

pernafasan ayam broiler setelah pemberian kaldu, dan terlihat adanya penurunan

sel radang.

IV.2 Pembahasan

Ayam petelur dijadikan pilihan menjanjikan masyarakat dalam pilihan

beternak karena mampu untuk menghasilkan telur dalam jumlah yang cukup

dengan waktu yang cepat. Pemeliharaan ayam petelur yang baik membutuhkan

penanganan khusus dan perhatian khusus, berupa penyesuaian lokasi kandang,

kebersihan kandang dan pemberian pakan yang baik (Zulfikar, 2009).

Pemeliharaan yang baik sangat diperlukan untuk mengindari berbagai jenis

penyakit yang bisa menyerang ayam petelur seperti coryza. Coryza adalah

penyakit menular pada unggas yang menyerang sistem pernafasan dan disebabkan

oleh bakteri. Penyakit ini bersifat akut sampai subakut dan dalam progresnya bisa

Page 38: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

27

menjadi kronis (Anonim, 2012). Perubahan patologi postmorthem pada kasus

coryza diantaranya adalah trakea mengalami peradangan akut yang berisi lendir

encer sampai purulent dari hidung dan sinus infraorbitalis, paru-paru haemoragi,

pneumonia, air sacculitis, oedema subkutan dan radang selaput lendir mata

(Anonim, 2008). Haemoragi pada paru-paru terjadi karena adanya infeksi

mikroorganisme yang terdapat dalam mulut, hidung dan saluran napas (Suyono,

2001). Perubahan gambaran patologis yang terjadi pada paru-paru kelompok X0

dikarenakan paru-paru merupakan salah satu organ target penyakit coryza yang

sudah kronis (Tabbu, 2000).

Penelitian ini menggunakan 25 ekor ayam petelur yang terserang coryza

dengan usia 1,5 tahun dan bobot 1,8 kg, jumlah sampel ditentukan dengan rumus

federer. Sebelum memberikan perlakuan sampel diisolasi atau dikarantina selama

3 hari, hal ini bertujuan agar ayam petelur yang akan diberi perlakuan berbeda tiap

kelompok memiliki kondisi yang sama. Penegakan diagnosa dilakukan dengan

mengambil sampel eksudat dari nasal ayam petelur yang terserang coryza

menggunakan swab steril, yang kemudian ditumbuhkan ke medium agar darah.

Hasil dari kultur bakteri memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri yang

kemudian dibuat preparat ulas untuk pengamatan mikroskop dan dari hasil

pengamatan terlihat adanya bakteri Avibacterium paragallinarum yang

merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek, non motil, tidak

berspora fakultatif anaerob dan memerlukan faktor v (Anonim, 2008).

Tahap yang dilakukan setelah proses karantina berakhir ialah

mengelompokkan ayam secara acak kemudian dibagi menjadi lima kelompok.

Masing-masing kelompok perlakuan berisi lima ekor ayam. Pemberian perlakuan

diberikan setelah pembagian kelompok perlakuan. Kelompok terbagi atas

kelompok P1 (antibiotik enrofloksasin), P2 (NaCMC), P3 (Ekstrak bawang putih

2,5%), P4 (Ekstrak bawang putih 5%), dan P5 (Ekstrak bawang putih 7,5%).

Kelompok kontrol P2 menggunakan NaCMC sebagai perlakuan untuk melihat

adanya pengaruh NaCMC terhadap ayam petelur yang terserang coryza. Kondisi

ayam petelur yang terserang coryza sebelum diberi perlakuan menunjukkan

kondisi ayam yang lemah, terlihat adanya pembengkakan pada wajah bagian sinus

infraorbital, terdapat eksudat yang keluar dari nasal berwarna kekuningan dengan

bau seperti telur busuk, serta adanya air mata yang terlihat berbusa.

Hasil pengamatan langsung pada kelompok P1 dengan pemberian

antibiotik enrofloksasin sebelum sampel di nekropsi terlihat adanya penurunan

eksudat pada hari ke-8 dan terjadi penurunan kebengkakan pada hari ke-11.

Pemberian antibiotik enrofloksasin bertujuan untuk menjadi standar keberhasilan

efektifitas ekstrak bawang putih dalam pengobatan penyakit coryza. Gambaran

patologi setelah di nekropsi pada hari ke-14 menunjukkan adanya perbedaan

derajat keparahan jika dibandingkan dengan gambaran paru-paru ayam petelur

yang terserang coryza tanpa perlakuan.

Kelompok P2 dengan pemberian NaCMC 0,5% menunjukkan adanya

penurunan kebengkakan pada hari ke-14, tidak terdapat penurunan eksudat,

dengan air mata berbusa. Hasil yang ditemukan sesuai data tidak menunjukkan

adanya perubahan penyembuhan dalam penampakan luar. Gambaran patologi

paru-paru setelah pemberian NaCMC terlihat adanya haemoragi yang menyeluruh

pada paru-paru dan tidak menunjukkan adanya perbedaan drastis dengan

gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza tanpa perlakuan.

Page 39: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

28

Tanda–tanda pokok peradangan akut mencakup pembengkakan atau edema,

haemoragi, panas dan gangguan fungsi pada organ yang sudah parah (Prince dan

wilson, 1995). Kumpulan data yang ditemukan menunjukkan bahwa NaCMC yang

digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan ekstrak bawang putih tidak

menunjukkan efek, karena sifat alami dari bahan berupa NaCMC hanya

meningkatkan kekentalan dan digunakan pada emulsi dengan kadar 0,25% sampai

1%, zat ini juga tidak memiliki sifat antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik

maupun bakteriosidal sehingga tidak dapat menyebabkan terjadinya penyembuhan

pada paru-paru ayam petelur yang terserang coryza atau yang terinfeksi bakteri

Avibacterium paragallinarum (Rowe, 2009).

Penurunan tingkat kebengkakan dengan pemberian ekstrak bawang putih

kelompok perlakuan 3 lebih baik dibandingkan dengan penurunan tingkat

kebengkakan pada kelompok perlakuan 2 dengan pemberian NaCMC yang

mengalami penurunan kebengkakan 1 hari lebih cepat dibandingkan pada P3

(ekstrak bawang putih 2,5%). Hasil pengamatan sebelum diberikan perlakuan

pada kelompok P3 (ekstrak bawang putih 2,5%) menunjukkan adanya penurunan

eksudat mulai hari ke-10 dan penurunan kebengkakan pada hari ke-13.

Haemoragi pada gambaran paru-paru dengan pemberian ekstrak bawang putih

2,5% memiliki tingkat keparahan yang hampir sama pada kelompok 2 dengan

perlakuan pemberian NaCMC dan pada gambaran patologi paru-paru ayam

petelur yang terserang coryza tanpa pemberian perlakuan, tetapi gambaran

patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza memiliki hasil yang lebih

baik dibandingkan dengan gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian NaCMC dan tanpa perlakuan.

Kebengkakan yang terjadi pada kelompok P4 (ekstrak bawang putih 5%)

mengalami penurunan mulai hari ke-1. Efek penurunan kebengkakan memberikan

hasil yang sama dengan pemberian ekstrak bawang putih 2,5% , tapi memiliki

efek penurunan kebengkakan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian

NaCMC. Gambaran paru-paru pada kelompok ini memiliki hasil yang berbeda

setengah tingkat lebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak bawang putih

dosis 2,5% (P3) jika dilihat dari tingkat keparahan haemoragi yang terjadi pada

tiap ujung paru-paru dexter dan sinister. Haemoragi yang terjadi hanya di tiap sisi

tapi tidak tampak adanya haemoragi total pada salah satu sisi dari paru-paru.

Hasil pengamatan sebelum diberikan perlakuan pada kelompok P5

(ekstrak bawang putih 7,5%) pada hari ke-9 terjadi penurunan eksudat sama

dengan hari penurunan eksudat pada perlakuan pemberian ekstrak bawang putih

dengan dosis 5%, penurunan kebengkakan yang terjadi pada dosis 7,5% sama

dengan 5% akan tetapi penurunan kebengkakan terjadi lebih cepat 1 hari

dibandingkan dengan dosis 5%. Gambaran paru-paru yang terlihat menunjukkan

adanya derajat haemoragi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P2

(NaCMC), P3 (ekstrak bawang putih 2,5%) dan P4 (ekstrak bawang putih 5%).

Tingkat haemoragi yang terlihat hampir sama dengan tingkat haemoragi pada

gambaran paru-paru dengan pemberian antibiotik enrofloksasin yang memiliki

gambaran patologi dengan batas haemoragi lebih kecil.

Gambaran pada setiap kelompok P1 (enrofloksasin), P2 (NaCMC), P3

(ekstrak bawang putih 2,5%), P4 (ekstrak bawang putih 5%) dan kelompok P5

(ekstrak bawang putih 7,5%), terlihat adanya hasil yang hampir sama pada

kelompok X0 (enrofloksasin) dan X2 (ekstrak bawang putih 7,5%) yang memiliki

Page 40: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

29

hasil skor 1 (haemoragi kecil). Perlakuan pada kelompok X2 (ekstrak bawang

putih 5%) dan X3 (ekstrak bawang putih 7,5%) menunjukkan hasil yang hampir

sama dengan tingkat keparahan tertinggi pada pemberian ekstrak bawang putih

dengan dosis yang lebih rendah. Hasil yang ditemukan membuktikan bahwa

bawang putih dapat digunakan sebagai antibiotik dalam mengurangi gejala dari

penyakit coryza. Allicin adalah zat aktif dalam bawang putih yang efektif dapat

membunuh mikroba. Penelitian yang berjudul “Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak

Bawang Putih (Alium sativum linn) Terhadap Bakteri Esccherichia coli In Vitro”,

menegaskan hasil temuan dari penelitian yang diujikan bahwa kandungan bawang

putih (allicin) mempunyai aktivitas antimikroba yang bervariasi tergantung dari

jenis/ golongan bakteri. Allicin dalam bentuk yang murni mempunyai daya

antibakteri dengan spectrum luas, termasuk pada strain bakteri E coli yang

enterotoksigenik multi-drug resistant (Ari, 2008). Bakteri E coli merupakan

bakteri gram negatif dan bakteri ini memiliki golongan gram yang sama dengan

bakteri Avibacterium Paragallinarum yang merupakan bakteri penyebab coryza,

sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dan persamaan bahwa

kandungan antibiotik dari ekstrak bawang putih mampu membunuh bakteri gram

negatif, termasuk bakteri Avibacterium Paragallinarum.

Kelompok perlakuan X1 menunjukkan hasil dengan tingkat haemoragi

tertinggi dibandingkan dengan keempat kelompok perlakuan lainnya. Hasil yang

ditemukan dapat menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih (Allium

sativum linn) dapat memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap

gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang terserang coryza, perubahan yang

terjadi tergantung dari dosis ekstrak bawang putih yang diberikan.

Paru-paru ayam petelur yang terserang coryza pada semua kelompok, baik

kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, menunjukkan adanya haemoragi

yang terlihat dengan perbedaan tingkat keparahan pada masing-masing kelompok

perlakuan dan tingkat keparahan ini tergantung dari dosis ekstrak bawang putih

yang diberikan. Semakin tinggi dosis ekstrak bawang putih yang diberikan,

semakin rendah pula keparahan haemoragi yang terjadi. Ekstrak bawang putih

memiliki kandungan Allicin (Thiopropen sulfinic acid allyl ester). Allicin

merupakan senyawa yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta bersifat

anti bakteri, sehingga dapat digunakan sebagai antibiotik herbal (Reynold, 1982).

Pengaruh zat aktif yang dikandung oleh bawang putih yaitu allicin dan

scordinin, dimana allicin mempunyai kemampuan membunuh bakteri dalam hal

ini adalah bakteri Avibacterium Paragallinarum. Allicin yang terkandung

dalam bawang putih juga dapat membunuh bakteri baik itu bakteri gram

positif maupun bakteri gram negatif serta berfungsi meningkatkan daya tahan

tubuh dengan cara menghambat masuknya dan tumbuhnya bakteri didalam tubuh

(Syamsiah dan Tajudin, 2003). Efek bakteriostatik dan bakteriosidal yang dapat

ditemukan pada bawang putih mampu menghambat pertumbuhan bakteri, selain

itu dapat membunuh bakteri dengan barbagai jenis misalnya Staphiloccocus,

Bacillus difteri, Bacillus tuberculosis dan Vibrio cholerae (Yuhua dan

Soetrisno, 2003).

Kajian histopatologi paru-paru ayam broiler yang diuji tantangan virus

avian influensa (H5N1) setelah pemberian ektrak tanaman sirih merah (piper

crocatum), merupakan penelitian yang sama-sama membahas tentang efektifitas

ekstrak tumbuhan terhadap penyembuhan berdasarkan perubahan gejala klinis

Page 41: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

30

maupun perubahan terhadap gambaran patologi paru-paru ayam yang terserang

penyakit. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak tanaman sirih

merah (Piper crocatum) dengan dosis 10% dapat memberikan efektifitas yang

baik terhadap kondisi sel secara normal dan dapat menimbulkan efek

imunomodulator dalam tubuh (Corry, 2011). Hasil dari penelitian yang sama-

sama menggunakan ekstrak tanaman, menunjukkan bahwa ekstrak dengan dosis

diatas 5% menunjukkan adanya efektifitas yang baik dalam perbaikan organ

sesuai dengan kandungan dari ekstrak tanaman yang di ekstraksi.

Penelitian dengan judul “Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium

Sativum Linn) dalam Penanggulangan Aflatoksikosis pada Ayam Petelur”

menyatakan bahwa pemberian bawang putih dengan dosis 4% pada kelompok

perlakuan AFB1 0,4 mg/kg BH terlihat menaikkan tingkat produksi telur

dibandingkan dengan perlakuan tanpa bawang putih (Maryam Romsyah, dkk,

2003). Pernyataan ini membuktikan bahwa ekstrak bawang putih memiliki khasiat

terhadap penanggulangan penyakit.

Berdasarkan dari data gambaran patologi paru-paru dari seluruh kelompok,

maka dapat diketahui bahwa ekstrak bawang putih (allium sativum linn) 7,5%

memiliki efektifitas yang hampir sama dengan antibiotik enrofloksasin (antibiotik

enrofloksasin lebih unggul) terhadap gambaran patologi paru-paru, yaitu dapat

menurunkan derajat kebengkakan dan keparahan haemoragi. Dilihat dari segi

ketahanan terhadap bakteri, maka bahan aktif dari ekstrak bawang putih (allium

sativum linn) 7,5% yang digunakan pada penelitian ini mampu menghambat

infeksi dari bakteri Avibacterium Paragallinarum sehingga memberikan

perubahan yang baik terhadap gambaran patologi paru-paru ayam petelur yang

terserang coryza meskipun tidak memberikan kesembuhan yang membuat organ

kembali normal, sehingga bawang putih dapat digunakan sebagai alternatif

pengganti antibiotik enrofloksasin untuk menghindari terjadinya paparan

antibiotik yang berlebih dan terjadinya resistensi bakteri.

Page 42: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

pemberian ekstrak bawang putih memberikan perbaikan pada gambaran patologi

berupa penurunan tingkat haemoragi, dimana ekstrak yang paling kuat efeknya

adalah ekstrak dengan dosis 7,5%.

V.2 Saran

Saran dari hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut :

a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan mengamati histopatologi paru-

paru ayam petelur yang terserang coryza dengan pemberian ekstrak bawang

putih.

b. Dapat dilakukan penelitian serupa dengan rute pemberian ekstrak yang

berbeda.

c. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan telur dan daging

ayam petelur setelah pemberian ekstrak bawang putih.

Page 43: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

32

DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Z.2004. Meningkatkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka.

Jakarta.

Ali.M, M.S. Hossain, S. Akter, M.A.H.N.A, Khan and M. 2012. Pathogenesis of

Infectious Coryza in Chiken (Gallus gallus) by Avibacterium

paragallinarum Isolate of Bangladesh. Bangladesh.

Amagase H.,B.L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga and Y. Itakura. 2001. Intake of

garlic and its bioactive components. J. Nutr. 131:955S-962S.

Ari, W. N. 2008. Streptococcus Mutans, Si Plak Dimana-mana. Available from :

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05 Streptococcus-mutans 31.pdf.

Blackall,P.J.and G.G.Reid. 1982. Furher characterization of Haemophilus

paragallinarumand Haemophilus avium. Vet. Microbiol. 7: 359-367.

Blackall,P.J., Cristensen, H., Beckenham, T., Blackall, L.L. and Bisgaard, M.

2005. Reclassification Of pasteurella Gallinarum, (Haemophillus)

Paragallinarum, Pasteurella Avium and Pasteurella Volantium as

Avibacterium Gallinarum Gen. Nov, comb. Nov, Avibacterium

paragallinarumcomb. Nov, Avibacterium Avium comb. Nov.

Avibacterium Volantium comb. Nov. Int J Syst Evol Microbiol. 55: 353-

362.

Biberstein, E.L. and D.C. White. 1969. A Proposal For The Establishment Of Two

New Haemophilusspecies. J. Med. Microbiol. 2: 75-78.

Brown RE, JD. Brain, and N. Wang. 1997. The Avian Respiratory Sistem: A

Unique Model for Studies of Respiratory Toxicosis and for Monitoring

Air Quality. Environ Health Perspectives 105:188-200.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1980. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan

Menular. Jilid II. Direktorat Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. Budidaya Ayam Petelur, Gallus.Sp.

Budidaya Peternakan. Jakarta

Direktur Kesehatan Hewan. 2002. Manual Penyakit Unggas. Jilid I. Direktorat

Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Codd JR, DF Boggs, SF Perry, and DR Carrier. 2005. Activity of three muscles

associated with the uncinate processes of the giant Canada Goose

(Branta canadensis maximus).J.Experimental Biology 208:849-857

Corry D.B Porter P.C. Roberts L (ed.). 2011. Necessary and Sufficient Role For T

Helper Cells to Prevent Fungal Dissemination In Allergic Lung Disease.

Infect. Immun. 79, 4459-4471

Gordon, R.F.and F.T.W. Jordan (ed.). 1982. Infectious coryza(Haemophilus

gallinarum; H. paragallinarum). In: Poultry Disease. 2th. ed. Bailliere

Tindal. London. 48-50.

Hardjoutomo, S. 1985, Snot Menular Pada Ayam Petelur. Wabah snot menular

pada peternakan ayam sambilan di Kabupaten Bogor. Penyakit Hewan.

30: 13-18.

Hariana, A., 2006. 812 Resep untuk Mengobati 236 Penyakit. Cetakan ke-1.

Jakarta: Penebar Swadaya. Hal: 7

Page 44: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

33

Hutapea, J.R.,2000. Allium sativum Linn. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I).

Jilid I Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Hal: 15-16

IndrawanI Gede, I Made Sakada, dan I Ketut Suada.2012. Kualitas Telur dan

Pengetahuan Masyarakat Tentang Penanganan Telur di Tingkat Rumah

Tangga. Denpasar.

Indrawati, Y.M.1987. Kajian Terhadap Beberapa Antibiotika Sebagai Feed

Additive Dalam Ransum Ayam Broiler. (Thesis S2). Fakultas Pasca

Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Islam M.S, Rahman M.M dan Rahman A.Z, 2007. Bacterial Disease Of Poultry

Prevailing In Bangladesh. Journal of Poultry Science, Vol; 1; No; 1-6.

Islam M.S. 2010. Pathogenesis of experimental infectious of chiken with field

isolate of Clostridium perfingens. MS Thesis Submitted to Departemen

of Patology, Faculty of Veterinary sience, Bangladesh Agricultural

University, Mymensingh-2202

Kume, K., A.Sawata, and Y. Nakase. 1980. Immunogenic relatoinship between

Page’sand Sawata’s serotype strains of Haemophilus paragallinarum.

Am. J. Vet. Res.41: 759-760

Kusumaningsih, Anni dan Sri Poernomo. 2004. Infeksius Coryza Pada Ayam

Broiler Di Indonesia. Bogor.

Marchelinda, Corry. 2011. Kajian Histopatologi Paru-Paru Ayam Broiler yang

Diuji Tantangan Virus Avian Influenza (H5N1) Setelah Pemberian

Ekstrak Tanaman Sirih Merah (Piper Crocatum).Fakultas Kedokteran

Hewan IPB. Bogor.

Maryam Romsyah, Yulvian Sani, Siti Juariah, Rachmat Firmansyah dan

Miharja. 2003. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum Linn)

dalam Penanggulangan Aflatoksikosis pada Ayam Petelur. Balai

Penelitian Veteriner Bogor. Bogor

Medion. 2007. Cara Jitu Atasi Coryza. Info Medion Online

(http://info.medion.co.id).

Newall, C.A., Anderson, L.A., Phillipson, J.D., 1996. Herbal Medicines, A Guide

for Health-care Professionals. London: The Pharmaceutical Press. Hal:

129-132

Pricen S and Wilson L. 1995. Respon Tubuh Terhadap Cedera Peradangan dan

Perbaikan. Patofisiologis Konsep Klinis Proses Penyakit.

Rasyat, M. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Penebar Swadaya.

Jakarta.

Reid,G.G.and P.J. Blackall. 1984. Phatogenicity of Australian isolates of

Haemophilus paragallinarum and H. aviumin chicken. Vet. Biol. 9: 77-

82.

Rowe, .C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Press and American Pharmacists

Association. USA.

Sawata, A., K. Kume, and Y. Nakase. 1979. Antigenic structure and relationship

between serotype 1 and 2 of Haemophilus paragallinarum. Am. J. Vet.

Res.41: 1450-1453.

Santoso, H.B. 2000. Bawang Putih. Edisi ke-12. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Slomianka L. 2009. Blue Histology -Respiratory Sistem. School of Anatomy and

Human Biology- The University of Western Australia

Page 45: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

34

Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius.

Yogyakarta.

Sunarto, P. dan Susetyo, B., 1995. Pengaruh garlic terhadap penyakit

jantung koroner. Cermin Dunia Kedokteran. No: 102. hal: 28-31

Slamet Suyono,dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI Suhemi, HK,

Anemia dalam Kehamilan. Jakarta

Syamsiah, I.S., Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja

Antibiotik. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Alami. Agromedia Pustaka. Jakarta

Tabbu. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penerbit Kanisius

Yogjakarta.

Tarmudji. 2005. Penyakit Pernafasan Pada Ayam Ditinjau Dari Aspek Klinik dan

Patologik Serta Kejadiannya di Indonesia. Balai Penelitian Veteriner.

Bogor

UK. 2008. Infectious Coryza. Poultry Information and Guide.

Voight, R. 199. Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani

Noerono Soewandhi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta; 577-578.

Wientarsih, I dan .B. F. Prasetyo. 2006. Diktat Farmasi dan Ilmu Reseptir. Bagian

Farmasi PPDH FKH IPB. Bogor.

Yuhua, W.FD., E. Soetrisno. 2003. Terapi Jahe dan Bawang Putih.

Taramedia dan Restu Agung. Jakarta

Zulfikar. 2009. Penggunaandan Pelaksanaan Vaksin Yang Benar,

Makalahdisampaikan pada “Pelatihan Kader Vaksinator Gampong

Berdampak Positif Terhadap Penyakit Unggas” Dinas Pertanian dan

Peternakan. Kabupaten Pidie Jaya. Aceh.

Zulfikar. 2012. Manajemen Ternak Unggas. Modul. Sekolah Pengamat

Kehewanan (SPK) Saree, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan

Provinsi Aceh.

Zulfikar. 2013. Manajemen Agribisnis dan Pengolahan Hasil Peternakan.

Makalah yang di sampaikan Pada Kegiatan Pelatihan Petani Bidang

Peternakan. Badan Penyuluh Pertanian (BPP)Kabupaten Bireuen.

Page 46: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

35

LAMPIRAN 1

Kultur Bakteri

Pengelompokkan Berdasarkan Perlakuan

Page 47: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

36

LAMPIRAN 2

Penyuntikan ketamin 1cc untuk eutanasia

Nekropsi

Page 48: GAMBARAN PATOLOGI PARU-PARU AYAM PETELUR YANG … · Tim penelitian Coryza Andi Futri Febriani dan Nurwahidah Adnin serta tim pembuatan ekstrak Wahyu Andry Lesmana, Andi Moh Iekram,

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Nursyamsi Asheri

dilahirkan pada tanggal 20 September 1993 di kabupaten

Pinrang, Sulawesi Selatan dari ayahanda Drs Asheri, MM

dan ibunda Hj. Nurhaedah,S.Pd. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan

Sekolah Dasar di SDN Unggulan No.8 Pinrang pada tahun

2005, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1

Pinrang dan lulus pada tahun 2008. Pada 2011 penulis

menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Pinrang .

Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan,

Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin melalui

ujian tertulis SNMPTN. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi

internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA)

FKUH, menjabat sebagai anggota divisi Minat dan Bakat pada periode 2012-

2013. Selain itu penulis juga aktif di UKM Teater Kampus Unhas mulai tahun

2011 hingga saat ini. Tahun 2013 penulis mulai aktif di UKM Shorinji Kempo.

Tahun 2014 penulis bergabung di UKM Seni dan Pantun Unhas. Penulis juga aktif

di organisasi daerah KMP UNHAS mulai dari 2011 hingga saat ini. Penulis

menyelesaikan Program Sarjana Kedokteran Hewan dengan skripsi yang berjudul

“Gambaran Patologi Paru-Paru Ayam Petelur yang Terserang Coryza (Snot)

Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum linn)” dibawah

bimbingan drh A Magfirah Satya Apada dan Abdul Wahid Jamaluddin, S.Farm,

Apt.