GAMBARAN KECEMASAN MENIKAH PADA PEREMPUAN...
Transcript of GAMBARAN KECEMASAN MENIKAH PADA PEREMPUAN...
GAMBARAN KECEMASAN MENIKAH PADA
PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG MEMPUNYAI
AYAH YANG BERPOLIGAMI
Oleh:
Nurniawati
NIM: 102070026058
Skripsi diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006
GAMBAR/1,N KECEMASAN MENIKAH PADA
PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG MEMPUNYAI
AY AH YANG BERPOUGAMI
Skripsi
Diajukar: k3pada Faku!!as Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
Nurniawati
NIM : 102070026058
Di Bawah Bimbingan
Pf)mbimbing I Pemb;mbing II
N,","~;1;,MS;,NIP. 150289321
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERS!TAS !SLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULU\H
JAKARTA
2006
PENGES.ll,HAN PANITIA UJIAN
Sf-rips; yang borjudul GAMBARAN KECEMASAN MENIKAH PADA
PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG MEIVlPUNYAI AYAH YANG
BERFOLlGAMI tolah ciiujikan dalam sidang munaqosyah [=akultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakalia pada tanggal 2'1
November 2006. Skripsi ini telah dit8rima sebagai salah Sc:tu syarat untuk
memporoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 21 November 2006
f'onguji i
DR. A ...iill.~ M. AgNIP. 150383344
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Anggota:
Penguji II
?embir:!bing II
!::Jeneng.Tati Su iati, M.Si, Psi\\lIP. 150289321
"'faa jI {fali..
CBen fisrmi rasa tak.,ut k.,epaaa-:Mu
yang men6uat fisrmijauli aan mai?§iat f?spaaa-:Mu,
'Kftak.,utan fi...epaaa-:Mu yang mengantarfisrn fisrmi f?s surga-:Mu,
'KfyaRjnan yang mem6uat musi6ali aunia terasa muaali 6agi fisrmi,
CBen fisrmi f?snifi...matan dengan teunga, mata ,fan f?sk.,uatan fisrmi sefama fisrmi liid'up,
Jacfifisrn peU'aris aari i(afangan figmi,
Jadifisrn 6afas aenaam fisrmi atas orang yang tefafi menazliolimi f(wni,
'Ioumg fisrmi aafam mengfiacfapi siapa saja yang memusulii fisrmi,
Jangan jadifisrn musi6ali fisrmi di agama fisrmi,
Jangan jadifisrn aunia se6agai puncak.,o6sesi fisrmi aan tujuan i{mu .fi.gmi.
Sertajangan 6uat orang yang tUfak.,menyayangi fisrmi itu 6erk.,uasa atas fisrmi. "
(JfIJ( jI t-Tirmicfzi)
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi(B) November 2006(C) Nurniawati(D) Gambaran Kecemasan Menikah pada Perempuan Dewasa Awal yang
Mempunyai Ayah yang Berpoligami(E) xii + 119(F) Di antara tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu memilih
pendamping hidup dan membina rumah tangga. Melalui prosesperkawinan Allah SWT hendak memberikan ketenangan danketentraman kepada pasangan yang membina rumah tanggga. Namundalam kehidupan berumah tangga, seseorang terkadang dihadapkanoleh banyaknya pilihan-pilihan untuk mengatasi problem yang ada dalamdirinya, tak jarang dari pihak suami mengatasinya dengan suatuperkawinan lebih dari satu (poligami). Sementara itu, fenomena yangada, poligami menyebabkan banyak dampak buruk terutama bagi anak.Dampak itu diantaranya kurang kasih sayang, terabaikan, konflikloyalitas, dsb. Dan dampak yang diterima anak-anak tergantung padapada tingkat usia dan cara orangtua menangani anaknya (Spring, dalamPatmonodewo, 2001). Sehingga menyebabkan anak rnenjadi traumaakan pernikahan. Penelitian ini diharapkan akan mengungkap gambarankecemasan tentang pernikahan yang dialami oleh seseorang yangberada pada fase dewasa awal yang memiliki ayah yang berpoligami.Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metodewawancara dan observasi sebagai penunjang. Jumlah subyek sebanyak3 (tiga) orang yang semuanya adalah perempuan yang berada pada fasedewasa awal (21-31 tahun) dengan karakteristik subyek belum menikahdan yang memHiki ayah yang berpoligami. Hasil penelitian in!menggambarkan kecemasan menikah yang berlebihan pada subyekyang ayahnya berpoligami pada saat ia remaja dan menelantarkannya,di mana masa tersebut ia te!ah dapat menghayati perkawinanorangtuanya.
(G) Daftar Pustaka 25 (1990 - 2006)
KATAPENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan izin dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada kekasih setiap insan, Rasulullah SAW.
Oalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kekurangan
dan kelemahan, serta mengalami kesulitan, oleh karena itu penulis ingin
sampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis.
Ucapan terima kasih tersebut penulis persembahkan kepada:
1. Oekan Fakultas Psikologi, Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si beserta
jajarannya serta seluruh staff kemahasiswaan dan akademik.
Pembimbing Akademik; Bapak Firdaus, MA. Oosen Pamong KKL
PSAA, Bapak Lutfi, M.Si. Serla para dosen yang telah mengamalkan
iimunya dengan pengorbanan tulus.
2. Ibu Ora. Zahrotun Nlhayah, [v1.Si seiaku Pudek I dan dosen
Pembimbing I, terima kasih atas waktu dan blmbingannya.
3. Ibu Neneng Tati Sumiarti, M.si, Psi selaku pembimbing II yang telah
memberikan masukan, saran serta motivasi.
4. Keiuarga tercinta (Bapak dan Mamah, kakak-kakak dan kelima adik
adikku). Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan l1idayah-Nya
kepada kalian semua. Serta Mas Iman yang telah banyak membantLi
selama pengerjaan skripsi ini.
5. Segenap teman KKL di PSAA periode 2006; Mimi, Ami, Nuri, Ita,
Oedeh, Jamali, Koko, Gunawan dan Bang Zai. Serta adik-adik di
PSAA. Terimakaslh telah merajut kebersamaan yang ir.dah selama
satu bulan di PSAA.
6. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi Angkatan 2002, khususnya
kelas 0 dan C. Serta teman-teman KomdaPsi Angkatan 1999-2005
yang telah memberikan warna dalam hidup penulis.
7. Kak Yuni, Kak Fina, Kak Budi dan kak Ki Agus terima kasih atas
konsultasi dan doanya.
8. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak disebutkan satu persatu.
Harapan penulis, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat.
Jakarta, November 2006
Penulis
DAFTAR 151
HALAMAN JUDUL. .
HALAMAN PERSETUJUAN................... II
HALAMAN PENGESAHAN........................................ III
MOTTO IV
ABSTRAK V
KATA PENGANTAR VI
DAFTAR lSi......... VIII
DAFTAR TABEL.. xi
DAFTAR BAGAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1-14
1. 1. Latar Belakang Masalah............................................... 1
1. 2 . Identifikasi rvlasalah..................................................... 10
1. 3. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................... '11
1. 3. 1. Pembatasan Masalah 11
1. 3. 2. Perumusan Masalah '12
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 12
1. 4. 1. Tujuan Penelitian 12
1.4.2. Manfaat penelitian 12
1. 5. Sistematika Penulisan..... 13
BAB 2 KAJIAN TEORITIS 15-46
2.1. Kecemasan Menikah pada Perempuan Dewasa Awal. 15
2. 1. 1. Kecemasan 15
2. 1. '1. 1. Pengertian Kecemasan 17
2. 1. 1. 2. Komponen-komponen Kecemasan.... '17
2.1.1.3. Proses Terjadinya Kecemasan 18
2. 1. 1. 4. Faktor Penyebab Kadar Kecemasan 20
2. 1. 2. Nikah 22
2. 1.2. 1. Pengertian Nikah 22
2.1.2.2. Hukum, Rukun Akad dan Syarat Sah Nikah
........................................................... 23
2. 1. 2. 3. Manfaat Menikah 26
2. 1. 3. Perempuan Dewasa Awal 28
2. 2. Poligami. 30
2. 2. 1. Pengertian Poligami dan Asal Usul Poligami. 30
2.2.2. Sebab diperbolehkan Poligami 31
2. 2. 3. Syarat Poligami 32
2. 2. 4. Pengaruh Psikologis Bagi Keluarga yang
dipoligami. 37
2. 3. Kerangka Berpikir 42
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 47-59
3. 1. Jenis Penelitian 47
3.1. 1. Pendekatan Peneiitian 47
3. 1. 2. Metode penelitian 48
3. 2. Subjek Penelitian 49
3. 2. 1. Karakteristik Subjek 49
3. 2. 2. Jumlah Subjek 49
3. 2. 3. Teknik Pemilihan Subjek 50
3. 3. Pengumpulan Data..................... 50
3. 3. 1. Metode Pengumpulan Data........................ 50
3. 3. 2. Instrumen Penelitian 53
3. 4. Prosedur Penelitian 57
3. 5. Teknik Analisa Data 58
3. 6. Kode Etik Penelitian 59
BAB 4 HASIL PENELITIAN '" 60-101
4. 1. Gambaran Umum Subyek Penelitian 60
4.2. Gambaran dan Analis Kasus 61
4. 2. 1. Analis Kasus LU 62
4. 2. 2. Analis Kasus AF 71
4. 2. 3. Analis Kasus CA 83
4. 3. Analis Antar Kasus 93
BAB 5 PENUTUP '" 102-1 07
5. 1. Kesimpulan 102
5. 2. Diskusi 103
5. 3. Saran 105
DAFTAR PUSTAKA 108-110
LAMPIRAN 111-119
Pedoman Observasi 111
Data Pribadi Subyek 112
Pernyataan Kesediaan 115
Pedoman Wawancara 116
3.3.2.a.
3.3.2.b.
4. 1.
4.3.1.
4.3.2.
4.3.3.
DAFTAR TABEl
Tabel Blue Print Kecemasan Menikah 55
Tabel Blue Print Gambaran Ayah yang Berpoligami 56
Tabel Gambaran Umum Subyek 61
Tabel Ayah yang Berpoligami 94
Tabel Kecemasan Menikah 97
Tabel FaktorTerjadinya Kecemasan Menikah 100
DAFTAR BAGAN
2. 3. Bagan Kerangka Berfikir 46
4.2.1. Bagan Family Tree Keluarga LU 63
4.2.2. Bagan Family Tree Keluarga AF 73
4.2.3. Bagan Family Tree Keluarga CA 84
4.2.1.1. Bagan Alur Gambaran Kecemasan Menikah pada LU 71
4.2.2.1 Bagan Alur Gambaran Kecemasan Menikah pada AF 83
4.2.2.1 Bagan Alur Garnbaran Kecemasan Menikah pada CA 93
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Di antara tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu memilih
pendamping hidup dan membina rumah tangga. Hal ini adalah sesuatu yang
fitrah, yang umumnya akan dijalani oleh setiap insan di muka bumi inL
Melalui proses perkawinan, Allah hendak memberikan ketenangan dan
ketentraman kepada pasangan yang membina rumah tangga.
Allah 8WT berfirman:
Artinya:" Dan di antara kekuasaan-Nya diciptakan-Nya untukmu pasangan .hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat ketenangan hati, dandijadikan-Nya kasih sayang di antara kamu. Sesungguhnya yangdemikian menjadi tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang yang berfikir. "Q.S.Ar-Ruum (30): 21.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa perkawinan menurut pengertian AI-
Qur'an bukanlah sesuatu (yang terlihat mata) proses berkumpulnya pria
kepada wanita semata, tetapi perkawinan adalah suatu proses pembuangan
predikat individual secara psikologis dan organis dengan mempertemukan
2
secara sempurna antara suami istri agar bercampur, saling menerima dan
memberi pengaruh, berhubungan dan mengikat seluruh perasaan jiwa dan
raganya untuk menyempurnakan keutuhan antara mereka berdua.
Dengan proses yang demikian itu, maka kembalilah kemanusiaan yang telah
terbelah dua menjadi kesatuan yang berkumpul dalam pribadi mereka. Di
samping itu, lewat proses tersebut dimaksudkan pula agar keduanya menjadi
dasar kelangsungan hidup dan pengembangbiakkan jenis manusia (Hurlock,
1999).
Dalarn perkawinan, suami dan istri harus sejalan dan seirama. Apabila
perkawinan tersebut sudah dikaruniai anak, maka kewajiban kedua insan
tersebut bertambah, yakni mengasuh, mendidik, dan memelihara anaknya,
baik yang berhubungan dengan lahirnya atau batinnya dan kecerdasannya
(Munir, 2005).
Dalam kehidupan berumah tangga, seseorang terkadang dihadapkan oleh
banyaknya pilihan-pilihan untuk mengatasi problem yang ada di dalam
dirinya, maka tak jarang pula dari pihak suami mengatasinya dengan suatu
perkawinan dengan istri lebih dari satu (poligami).
3
Dalam Majalah Sabili nO.8 (2000), dijelaskan bahwa, sejarah mencatat
dengan sahih, bahwa poligami yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sangat
melekat kepada prinsip-prinsip akhlak yang mulia. Beliau tidak menjadikan
poligami sebagai suatu kebajikan yang dituntut dari setiap muslim, dan tidak
pula memandangnya sebagai perbuatan mubah yang boleh dilakukan asal
asalan. Beliau memandangnya sebagai pemecahan terbaik yang perlu
ditempuh untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi oleh masyarakat dalam
situasi tertentu.
Namun, poligami masa kini sepertinya telah memiliki citra yang buruk karena
cenderung tidak mendahulukan kesadaran imaniah yang Islami, akibatnya
pelecehan anak dan istri serta ketidakadilan perimbangan hak dan kewajiban
menjadi warnanya yang mencolok, yang membuat citra poiigami menjadi
buruk. Faktor kedua, kesadaran akan hak asasi, kesadaran akan kesetaraan
makhluk Iliahi, tanpa membedakan jenis kelamin, mempertajam sorotan
masyarakat terhadap praktek poligami. Poligami selalu menyebabkan
perhatian seorang ayah terhadap anak-anaknya menjadi terbelah. Setelah
menikah lagi, seorang biasanya akan memfokuskan perhatian dan kasih
sayangnya pada istri baru, dan akan menyebalkan istri lama dan anak
anaknya (Yah Komariah, 2004).
4
Fakta di seputar poligami menunjukkan banyaknya penderitaan yang timbul
akibat poligami. Penderitaan tersebut dialami baik terhadap istri pertama juga
istri yang lainnya serta anak-anak mereka. Dari 58 kasus poligami yang
didampingi LBH-APIK selama kurun 2001 sampai Juli 2003 memperlihatkan
bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka, mulai
dari tekanan psikis, penganiayaan fisik, penelantaran istri dan anak-anak,
ancaman dan teror serta pengabaian hak seksual istri. Sementara banyak
poligami dilakukan tanpa alasan yang jelas (35 kasus). Sedangkan dari
pemberitaan yang ada, poligami mendorong tingginya tingkat perceraian
yang diajukan istri (LBH APIK, 2004).
Dari peneiitian yang pernah diiakukan, sebenarnya bisa dibuktikan bahwa
poligami lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya. Dua ulama
besar menyatakan hal serupa. Yang pertama adalah Muhammad Abduh,
pembaharu dari Mesir, sehingga ia menyatakan larangan terhadap praktik
poligami. Yang kedua adalah Buya Hamka, dari Indonesia. Ayah Buya
Hamka, H Karim Amarullah, adalah seorang ulama besar yang menjalani
poligami dengan alasan kultural. Pada zamannya, Karim Amarullah adalah
seorang guru yang harus mengajar dari satu surau ke surau lain. Dalam
tradisi masyarakat saat itu, laki- laki tidak berumah, kecuali ia beristri. Maka,
poligami yang dilakukan saat itu diterima secara kultural. Namun, Buya
5
Hamka menolak praktik poligami karena ia menyaksikan dan merasakan
penderitaan ibunya (Kompas, 2004).
Mari bertanya dalam hati apakah motivasi pernikahan kedua dan
berikutnya sama dengan motivasi Rosulullah SAW ketika menikahi istri
istrinya ? dan apakah proses menuju pernikahan kedua dan berikutnya
itu sama dengan Rosulullah SAW ketika melaksanakannya ?
Ummu Naila (1997) mengutarakan bahwa, Rosul menikah dengan istri
berikutnya, begitu terbuka sejak awal, istri sebelumnya mengetahui apa yang
dilaksanakan Rosulullah dan mengerti mengapa tindakan itu beliau lakukan.
Nah apakah hal seperti ini terjadi pada kebanyakan suami-suami yang
berpoligami ? Ternyata tidak. Mengapa? Proses awal pernikahan mereka
tidaklah seperti sunnah, berawal dari mata yang nakai, berlanjut pada
perternuan··pertemuan rahasia, lagu selingkuh "sepanjang jalan kenangan"
mengalun dalam hati mereka, berlanjut pada membuat keterangan palsu,
bertabur dusta dan ketika segalanya terbuka, ketika istri pertama terperangah
bertumbuk dengan kenyataan baru itu, apa yang dikatakan sang suami :
"Itulah takdir, mau apalagi kalau sudah begini maunya Tuhan ..
Sejalan dengan hal di atas, menurut L.Melani (2006), poligami menimbulkan
ketidakharmonisan. Contoh jelas yang baru-baru ini terjadi. Halimah vs
6
Mayangsari, istri dari keturunan mantan orang nomor satu itu, setelah
delapan tahun berpoligami, akhirnya pihak istri pertama tidak tahan juga.
Betul-betul pertunjukkan perusakan, penganiayaan, berdarah-darah,
pemukulan, antara anak terhadap bapak sendiri. Nilai-nHai kebaikan suatu
hidup berkeluarga tidak ada sama sekali. Poligami itu juga seperti
menyimpan bom waktu, yang suatu saat bisa meledak, membunuh, melukai
kejiwaan anak-anak. Menyebabkan juga anak-anak menjadi durhaka, berani,
menenlang oranglua. Seperti Panji yang memukul bapaknya. Menjadi anak
yang penuh rasa tertekan, stress. Kalau stress biasanya larinya ngedrug.
Sejalan dengan contch kasus di alas, Munir Saputra (2005) menjelasl(an
bahwa, dampak psikologis pada anak akibat poiigami membawa pengaruh
pada mental dan kejiwaan. Anak akan menjadi rendah diri, pendiam, dan
tidak dapat bergaul dengan teman-temannya.
Hal senada juga diungkap oleh Muhamad Abduh (dalam Ayang Utriza,
2004), beliau menguraikan bahwa, dampak psikologis anak-anak dari hasH
pernikahan poligami yaitu mereka tumbuh dalam kebencian dan
pertengkaran, sebab ibu mereka bertengkar, baik dengan suami atau dengan
istri yang lain.
7
Poligami merupakan persoalan yang sangat pelik dan berat. Bahaya yang
timbul akibat poligami pada masa sekarang, dapat dipastikan bahwa yang di
dalamnya beberapa orang istri satu sama lain akan bermusuhan, demikian
pula antara anak dan ayah, atau suami dan istri. Bahaya yang ditimbulkan
oleh poligami itu akan meluas dari lingkungan individu ke lingkungan
keluarga, dan dari keluarga merebak ke masyarakat, dan pada gilirannya
nanti akan merembet kepada kehidupan bangsa atau negara (Munir Saputra,
2005).
Permasalahannya lebih banyak. Istri dari perkawinan pertama kehilangan
banyak hal seperti kehilangan identitas, kehilangan harga diri, kehilangan
posis! dan status istri tunggal. la seorang yang merasa kecewa, merasa
dibohongi, sakit hati, sensitif, mudah marah, ada kecenderungan curiga,
kepribadian bisa terganggu. Suami yang tidak setia perlu mengadakan
penyesuaian terhadap banyak hal, seperti keuangan, harta, benda, waktu,
kasih sayang, bila pesta siapa yang akan dibawa. Pertengkaran
pertengkaran, ketidaksepahaman akan meningkat (Patmonodewo, 2001).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, yang menjadi pertanyaan, apakah
fungsi keluarga dapat dijalankan dengan baik oleh istri yang kepribadiannya
kurang seimbang, dan suami yang mempunyai istri lebih dari satu. Bila fungsi
9
Sementara itu, Yasmidar Angreni (2006) menyatakan bahwa kecemasan dan
pola pikir negatif tentang pernikahan bisa menyebabkan kegagalan di masa
mendatang. Kekuatan pikiran dapat rnempengaruhi kehidupan.
Sebenarnya kecemasan untuk menikah bukan hanya ada pada calon istri tapi
juga calon suami. Cemas dan khawatir tidak dapat membahagiakan istrinya,
tidak dapat memberikan yang terbaik, tidak dapat mewujudkan keinginan dan
harapan istri dsb, banyak juga yang khawatir pada cerita-cerita 'menakutkan'
tentang kegagaian rumah tangga, mengenai ketidakharmonisan keluarga dan
banyak lagi kekhawatirannya (Devita, 2005).
Dalam wacana di atas, penulis menguraikan terlebih dahulu, apa sebenarnya
poligami, kemudian menjabarkannya pada suatu fenomena atau realitas yang
terjadi di lapangan, yang ternyata tidak sedikit dampak yang akan diterima
oleh keluarga terutama anak-anak mereka. Sehingga dengan perkawinan
yang seperti itu, diduga anak yang ayahnya berpoligami, akan
mengakibatkan terjadinya citra negatif terhadap kehidupan perkawinan serta
menyebabkan anak menjadi trauma atau mengalami kecemasan akan masa
depannya.
10
Maka menurut penulis, fenomena ini menjadi hal penting untuk diteliti apakah
benar poligami yang dilakukan ayah, berdampak pada kecemasan menikah
anak pada fase dewasa awal? Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya penulis
mengkajinya dalam sebuah penelitian yang berjudul "GAMBARAN
KECEMASAN MENIKAH PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL YANG
MEMPUNYAI AYAH YANG BERPOLIGAMI".
1. 2 . Identifikasi Masalah
Dalam mengidentifikasi masalah, penulis mengemukakan beberapa masalah
yang rnungkin timbul dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan poiigami?
2. Apa dan bagaimana dampak pernikahan poligami terhadap keluarga
terutama anak-anak?
3. Sejauh mana pengaruh pernikahan poligarni orangtua dengan tingkat
kecemasan anak pada dewasa awal menjelang pernikahannya nanti?
4. Apakah ada penundaan menikah pada anak dari pernikahan orangtua
yang berpoligami?
5. Bagaimanakah darnpak poligami terhadap daya tahan anak dalam
menghadapi konflik?
11
1. 3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. 3. 1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini akan diberi batasan
sebagai berikut:
1. Poligami adalah seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu.
2. Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
untuk ketakutan tersebut. Kecemasan yang di tekankan di sini adalah
tentang kehidupan berumah tangga.
3. Nikah adalah ikatan sud perkawinan antara laki-Iaki dan perempuan.
4. Dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang
perempuan yang telah berusia 21-31 tahun. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian ini lebih spesifik mengungkap gambaran kecemasan menikah
yang dialami oleh perempuan karena perempuan adalah yang
dipoligami.
5. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di sekitar wilayah Jakarta dan
sekitarnya yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Hal ini
dimaksudkan agar mudah dalam hal koordinasi dengan subyek
penelitian.
12
1.3.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah; "Bagaimanakah gambaran
kecemasan menikah pada seseorang yang berada pada fase dewasa awal,
yang mempunyai ayah berpoligami?"
1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian memiliki tujuan serta manfaat yang dapat diambil dari
hasil penelitian tersebut.
1" 4. 1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang ada di daiam
perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu untuk memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan gambaran dari hal-hal yang berkaitan
dengan dampak poligami terhadap keluarga terutama anak dan
pengaruhnya terhadap kecemasan menikah pada anak yang ayahnya
berpoligami.
1. 4. 2. Manfaat penelitian
Manfaat yang akan dihasilkan pada penelitian ini adalah :
1. Secara teoritik, penelitian ini mempunyai manfaat sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan dalam penelitian bidang psikologi,
terutama psikologi perkernbangan dan psikologi klinis.
14
BAB 3 Metodologi Penelitian meliputi;
Membahas jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian,
kriteria subyek, jumlah serta teknik pemilihan subyek. Pengumpulan
data meliputi; metode dan instrumen. Kemudian prosedur penelitian,
serta kode etik penelitian.
BAB 4 Hasil Penelitian, meliputi;
Gambaran umum subyek penelitian, analisis kasus; kasus LU, AF,
dan CA, serta analisis antar kasus.
BAB 5 Penutup, terdiri dari;
Kesimpulan yang telah dilakukan dalam penelitian ini. Daiam bab ini
juga terdapat hasil diskusi serta saran.
BAB2
KAJIAN TEORITIS
2.1. Kecemasan Menikah pada Perempuan Dewasa Awal
2. 1. 1. Kecemasan
2. 1. 1. 1. Pengertian Kecemasan
Dalam kamus Chaplin (1999) dijelaskan bahwa anxietyatau kecemasan
adalah perasaan campuran yang berisi ketakutan, kegelisahan, dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut, at3u rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat
ringan, ataupun kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-Iuap.
Atkinson (1996) berpendapat bahwa, kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran,
keprihatinan, dan rasa takut, yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, segala bentuk situasi yang mengancam
kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik, ancaman harga diri, dan
tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat menimbulkan
kecemasan.
16
Davidoff (1991) mengungkapkan kecemasan sebagai emosi yang ditandai
oleh perasaan bahaya yang diantisipasikan, termasuk ketegangan dan stress
yang menghadang dan oleh bangkitnya saraf simpatetik.
Kecemasan menurut Zakiah Daradjat (1990) adalah manifestasi dari
berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang
sedang mengalami tekanan perasaan (frustrasi) dan pertentangan batin
(konflik).
Kecemasan menurut Spielberger (dalam Rizki, 2005) dibedakan menjadi dua,
yaitu kecemasan sesaat (State-A) dan kecemasan sebagai sifat (Trait-A).
Kecemasan sesaat adalah suatu keadaan emosi mendadak yang ditandai
perasaan takut dan tegang, diikuti meningkatnya aktivitas fisiologik.
Sedangkan kecemasan bawaan adalah predisposisi seseorang untuk
menerima suatu keadaan Iingkungan sebagai ancaman dan memberi
tanggapan pada situasi itu dengan meningkatnya kecemasaan sesaat.
Rumusan-rumusan di atas mengandung pengertian bahwa kecemasan
merupakan suatu perasaan atau emosi yang menyebabkan seseorang takut
menghadapi masa depan tanpa alasan yang jelas yang diikuti oleh
perubahan fisiologis atau fisiko Kecemasan terjadi pada seseorang yang
17
sedang mengalami tekanan dan pertentangan batin atau tidak sesuainya
keinginan dengan realita. Kecemasan dapat dibedakan menjadi kecemasan
sebagai sifat dan kecemasan sebagai keadaan sesaat.
2. 1. 1. 2. Komponen-komponen Kecemasan
Kecemasan menurut David Sue (1986) dapat dimanifestasikan ke dalam
empat komponen, yaitu:
1. Secara kognitif (pikiran): dapat bervariasi, dari rasa khawatir yang ringan
sampai anik. Individu terus mengkhawatirkan segala macam masalah
yang mungkin terjadi dan sulit sekaii untllk berkonsentrasi atau
mengambil keputusan, akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut, dan
ia juga akal1 mel1galarni kesulitan tidur (insomnia).
2. Secara Afe"iif (perasaan); individu tidak dapat tenang dan mudah
tersinggllng, sehingga memungkinkannya untuk terkena depresi.
3. Secara Motorik (gerak tubuh); seperti gemetar sampai dengan
goncangan tubuh yang berat. Individu seringkali gugup dan mengalami
kesukaran dalam berbicara.
4. Secara Somatik (dalam reaksi fisik atau biologis); dapat berupa
gangguan pada anggota tubuh seperti; jantung berdebar, berkeringat,
tekanan darah meninggi, dan gangguan pencernaan, serta kelelahan
badan seperti pingsan.
18
2.1.1.3. Proses Terjadinya Kecemasan
Spielberger (1972) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen proses
terjadinya kecemasan, yaitu:
1. Evaluated Situation; adanya situasi yang mengancam secara kognitif
sehingga ancaman ini menimbulkan kecemasan.
2. Perception of Situation; situasi yang mengancam diberi penilaian oleh
individu. Penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan
pengalaman masa lalu individu.
3. Anxiety State Nachon; individu menanggap bahwa situasi berbahaya.
maka reaksi kecemasan akan muncul.
4. Cognitif Reappraisal Follows; individu menggunakan pertahanan diri
atau dengan meningkatkan kognisi atau motoriknya.
5. Coping; individu menemukan jalan keluar dengan menggunakan
pertahanan diri.
Sementara itu, Freud (dalam Nur Firdausi, 2005) menjelaskan terjadinya
kecemasan, merupakan hasil dari reaksi terhadap realita-realita. Faktor-faktor
yang menimbulkan kecemasan yaitu:
1. Ancaman, yaitu kesadaran akan adanya ancaman terhadap dirinya baik
secara fisik, rnaupun psikis.
19
2. Konflik kemauan, yaitu antara kemauan melakukan (approach) dengan
kemauan menghindar (avoidance). Approach, memberikan kepuasaan
yang diharapkan, sedangkan avoidance menghasilkan hal-hal yang tidak
menyenangkan.
Terdapat tiga macam konflik kemauan, yaitu:
a. Konflik akibat Approach -Approach, konflik ini timbul karena adanya
kemauan yang sama-sama menyenangkan, tetapi tidak mungkin
dilakukan sekaligus, sehingga menimbulkan kecemasan.
b. Konflik akibat Approach-Avoidance, kemauan dan ketidakmauan
yang sama kuatnya alasan masing-masing.
c. Konflik akibat Avoidance-Avoidance, konflik yang ditimbulkan oleh
karena dua alternatif yang hasil akhirnya sama-sama tidak diinginkan.
3. Ketakutan, yaitu ketakutan pada sesuatu yang menyebabkan timbulnya
kecemasan. Misalnya takut gagal menimbulkan kecemasan diwaktu
berjumpa dengan orang baru. Bahkan ketakutan tanpa alasanpun dapat
menimbulkan kecemasan yang makin lama makin serius.
4. Kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sekitar banyaknya kebutuhan hidup
yang paling mendasar disebut oleh berbagai ahli, seperti kebutuhan
akan kenikmatan (Freud), kebutuhan akan kekuasaan (Alfred Adler),
kebutuhan akan arti kehidupan (Victor Frankl), kebutuhan akan
20
mengasihi, dikasihi dan merasa diri berharga, maka jika hal tersebut
tidak tercukupi maka akan timbul kecemasan.
5. Keunikan kepribadian, setiap orang memiliki kepribadian buruk dalam
bersikap terhadap realita maupun bukan realita. Ada orang yang tidak
tahan menghadapi persoalan kecillalu timbul kecemasan, tetapi ada tipe
orang yang menghadapi tekanan dan konflik hidup yang berat tanpa
menimbulkan kecemasan apapun.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya kecemasan
merupakan akumulasi dari reaksi yang ditimbulkan oleh pikiran. kesadaran,
persepsi dan kepribadian tel1tang adanya anC'.aman, konflik kemauan dan
kebutuhan, ketakutan serta ketahanan terhadap konflik.
2. 1. 1. 4. Faktor Penyebab Kadar kecemasan:
Menurut Yakub Susabda (1999), ada beberapa unsur pembentukkan
kepribadian yang seringkali menyebabkan besar kecilnya daya tahan
terhadap konflik yaitu:
Unsur psikologis, setiap orang belajar bagaimana ia bereaksi terhadap
kesuksesan dan kegagalan. Pengalaman menentukan Kadar
kecemasan.
21
Unsur keturunan, beberapa sikap ditentukan oleh unsur genetika atau
keturunan. Ada kalanya seseorang lebih sensitif dikarenakan orang
hanya bertempramen Sanguin- Melankolis.
Unsur sosiologis, keadaan sosial potensial untuk membentuk kadar
kecemasan. Misalnya: kondisi sosial politik di Indonesia yang tidak
menentu seperti sekarang ini suatu hari kelak akan membentuk manusia
Indonesia yang mudah cemas.
Unsur fisiologis, kondisi kesehatan tubuh menentukan kadar
kecemasan. Seseorang yang kurang sehat atau sakit-sakitan akan
rentan terhadap perasaan cemas yang berkepanjangan. Demikian pula
sebaiiknya seseorang yang kerap kali cemas akan terganggu
kesehatannya.
Unsur teologis, kadar iman seseorang menentukan kadar
kecemasannya, semakin tinggi imannya, semakin rendah
kecemasannya.
Demikianlah dapat disimpulkan, bahwa kadar kecemasan seseorang
disebabkan oleh beberapa unsur, seperti unsur psikologis, keturunan,
sosiologis, fisiologis dan teologis.
22
2. 1. 2. Nikah
2. 1. 2. 1. Pengertian Nikah
Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan. Diartikan juga sebagai akad atau
hubungan badan. Selain itu, ada juga yang mengartikannya dengan
percampuran. AI-Fara' mengatakan: "An-Nukh" adalah sebutan untuk
kemaluan. Disebut sebagai akad, karena ia merupakan penyebab terjadinya
kesepakatan itu sendiri. Sedangkan AI-Azhari mengatakan: akar kata nikah
dalam ungkapan bahasa Arab berarti hubungan badan. Dikatakan pula,
bahwa berpasangan itu juga merupakan salah satu dari makna nikah, karena
ia menjadi penyebab hubungan badan (Muhammad 'Uwaidah, 1998).
Adapun pengertian nikah secara syari'at menurut Syaikh Kamil Muhammad
'Uwaidah (1998) yaitu nikah berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan
badan itu hanya merupakan metafora saja. Dengan pemahaman lain, bahwa
dengan akad tersebut, maka menjadi boleh pada apa yang telah dilarang
(berhubungan badan). Karena pada kenyataannya nikah itu tidak sekedar
akad, akan tetapi lebih dari itu, setelah pelaksanaan akad, pengantin harus
merasakan nikmatnya akad tersebut.
Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974, Pasal1
menyebutkan definisi pernikahan atau perkawinan, yaitu:
23
"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria denganseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentukkeluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkanKetuhanan Yang Maha Esa."
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, nikah adalah ikatan
tali suci antara sepasang insan serta sudah terpenuhi syarat sah dan
rukunnya. Dimana keduanya mengadakan akad atau kesepakatan untuk
hidup berumahtangga dengan saling menjalankan hak dan kewajibannya
sebagai sepasang suami istri.
2. 1. 2. 2. Hukum, Rukun akad d<m Syarat Sah Nikah
c Hukum Nikah
Nikah merupakan amalan yang disyari'atkan. Hal ini didasarkan pada firman
Allah SWT:
L:.,I ~~I~ I)~ ':II ;.~.j- (j1! t l!~3 ~3 .;t;.01'l:.u1l1 ;y,~ ytb L \3
Ij~ ':II ~':.ll ~.) ~t:.:JI t::n.Artinya:" Maka nikahilah wanita-wanita (Iainnya) yang kalian senangi, dua, tigaatau empat. Kemudian jikakalian takut tidak dapat berlaku adil, makacukup seorang wanita saja atau budak-budak yang kalian miliki." (AnNisa': 3)
Demikian juga dengan firman-Nya yang lain:
jl~Ll:,r-s'o?4~;:'- 0:-1- :;,.]rj~~'in~fj_. , r. ...... .u. . ,:I.. .. ..~)) "1 .1' ~-jUJlj ~~ l"',,~~ 4.....LJI ". 6Yl ~T.:, '01. I""';'~
24
Artinya:" Dan kawinkan/ah orang-orang yang sendirian di antara kalian sertaorang-orang yang /ayak (menikah) dari hamba-hamba sahaya /aki-Iakidan hamba-hamba sahaya perempuan yang kalian miliki... " (An-Nur:32).
Rasulullah SAW pernah bersabda:
" Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampuserta berkeinginan untuk menikah, maka hendak/ah ia menikah.Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandanganmata dan memelihara kema/uan." (Muttafaqun 'A/aih).
Demikian pula dengan sabda beliau yang lain:
"Menikah/ah dengan wanita yang penuh cinta dan yang bar/yakme/ahirlran keturunan. Karena sesungguhnya aku merasa banggadengan banyaknya jum/ah kalian di entera para nabi pada hari kiamatke!ak." (HR. Ahmad dan /bnu I-libban).
Dari landasan AI-Ouran dar. As-Sunnah di atas, maka hukum nikah menurut
Sayyid Sabiq (1990) dapat digolongkan menjadi 5 hal, yaitu:
a. Wajib, bagi yang sudah mampu menikah, dan nafsunya telah mendesak
dan takut terjerumus dalam perzinahan.
b. Sunnah, bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan telah mampu
nikah, tetapi ia masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina.
c. Haram, bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan
lahirnya kepada isterinya serta nafsunya tidak mendesak.
d. Makruh, bagi seesorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi
belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri.
25
e. Mubah, bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera nikah atau karena alasan-alasan yang
mengharamkan untuk nikah, maka hukumnya mubah.
• Rukun Akad Nikah
Dalam Fiqih Wanita, yang disusun oleh Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah
(1998), menjelaskan bahwa rukun akad nikah ada dua, yaitu:
a. Kedua belah pihak (calon mempelai) telah menacapai usia aki! baligh.
Jika salah seorang dari keduanya belum mencapai usia baligh, sehingga
akad nikah tidak dapat dilaksanakan.
b. Menyatukan tempat pelaksanaan ijab qabul. Dengan pengertian, tidak
boleh memisahkan antara ijab dan qabul dengan pembicaraan atau hal
hallainnya selain itu. Tidak boleh qabul dilakukan langsung setelah ijab.
Jika qabul terhadap ijab masih dilakukan dengan se!ang waktu, maka
yang demikian itu masih tetap sah, selama masih berada dalam satu
majlis serta kedua mempelai belum melakukan kesibukkan lainnya.
• Syarat Sah Nikah
Syarat sahnya pernikahan adalah syarat yang apabila dipenuhi, maka
ditetapkan padanya seluruh hukum akad (pernikahan). Syarat tersebut
menurut Sayyid Sabiq (1990) yaitu:
26
a) Perempuannya halal dinikahi oleh laki-Iaki yang ingin menjadikannya istri,
tidak diperbolehkan wanita yang hendak dinikahinya berstatus sebagai
muhrimnya.
b) Aqad nikah dihadiri oleh dua orang saksi.
2. 1. 2. 3. Manfaat Menikah
Ketika menikah merupakan salah satu sunnah dalam Islam, maka tentunya
ada hikmah atau manfaat yang tersirat di balik anjuran tersebut. Ahmad Faiz
(2001), menyebutkan beberapa manfaat pernikahan, yaitu:
1. Memperoleh anak demi melanjutkan keturunan. Keinginan untuk
memiliki anak ini mempunyai makna ibadah kepada Allah.
2. Membentengi diri dari godaan setan, mencegah godaan syahwat,
menundukkan pandangan, menjaga kemaluan. Diisyaratkan oleh Nabi
SAW dalam hadistnya:
"Barangsiapa menikah, ia te/ah membentengi separuh agamanya. Maka,bertakwalah kepada Allah untuk separuhnya lagi. "
3. Memberi kenyamanan dan kelembutan dalam jiwa melalui cengkeraman
dan cumbu rayu, serta memberi ketenangan dan kekuatan hati untuk
melakukan ibadah.
4. Mengistirahatkan diri dari segala kesibukan mengurus rumah, seperti
keharusan memasak, menyapu, membereskan dan membersihkan
peralatan dapur, dsb.
27
5. Melatih dan membiasakan diri untuk selalu sabar dalam memberi
perhatian, kasih sayang, dan hak-hak keluarga.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq (1990) ada beberapa hikmah dari
pernikahan itu sendiri, seperti:
1. Nikah merupakan jalan yang alamiah dan biologis yang paling baik dan
sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluriah seks.
2. Membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan,
melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab.
3. Naluri kebapakkan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam
suasana hidup dengan anak-8nak dan akan tumbuh pula perasaan
perasaan ramah, cinta dan sayang.
4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat
dan pembawan seseorang.
5. Pembagian tugas yang adil antara suami dan istri sesuai dengan batas
bats tanggung jawab antara suami dan istri dalam menangani tugasnya.
6. Memperkokoh tali persaudaraan serta jalinan cinta antar keluarga.
7. Dapat memperpanjang usia.
28
2. 1. 3. Perempuan Dewasa Awal
Orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya
dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang
dewasa (Hurlock,1999).
Masa dewasa awal merupakan masa reproduktif, yakni suatu masa yang
penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode komitmen dan
masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, penyesuaian diri pada pola hidup
yang baru, dan juga sebagai periode isolasi sosial. Di samping berbagai hal
tersebut di atas, pada masa illi juga sebagai masa dimana individu
mempunyai kesempatan untuk memilih sendiri jalan hidupnya. Sehingga
dalam pengambilan keputusan tidak hanya berpengaruh pada kehidupannya
sekarang, tapi juga pada tahap perkembangannya nanti.
Tugas-tugas perkembangan pada dewasa awal yang menurut Havigust
(dalam Hurlock, 1999) tugas-tugas ini dipusatkan pada harapan-harapan
masyarakat, yakni mencakup:
1. Mulai bekerja
2. Memilih seorang teman hidup
3. Belajar hidup bersama dengan suami atau istri
4. Membentuk suatu keluarga
29
5. Mengasuh dan membesarkan anak-anak
6. Mengelola rumah tangga
7. Menerima tanggung jawab sebagai warga Negara
8. Bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
Tingkat penguasaan tugas-tugas perkembangan ini pada tahun-tahun awal
masa dewasa akan mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika
mencapai puncak keberhasilan pada waktu setengah baya. Keberhasilan
dalam menguasai tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal ini
sangat dipengaruhi oleh dasar-dasar yang telah ditanamkan o!eh orangtua,
maupun lingkungan sebeiumnya. Namun demikian, faktor-faktor tertentu
dalam kehidupan orang dewasa akan mempermudah penguasaan tugas
tugas perkembangan ini (Hurlock, 1999).
Salah satu tugas perkembangan pada perempuan dewasa awal yaitu
membina rumah tangga. Pada wanita yang berumah tangga sering merasa
"terperangkap" dalam satu situasi yang mereka tidak harapkan sebelumnya
dan yang tidak ada jalan keluarnya. Apabila seorang istri dan ibu melihat
bahwa upayanya tidak dihargai oleh orang lain demi siapa ia mengorbankan
kepentingan pribadinya; jika ia merasa bahwa tugas-tugasnya
membosankan, mengikat dan tidak sesuai dengan kemampuan dan
30
pendidikannya; dan jika ia merasa bahwa romantika yang dulu ia asosiasikan
dengan perannya sebagai istri pudar, ia merasa kecewa dan benci (Hurlock,
1999).
2. 2. Poligami
2. 2. 1. Pengertian Poligami dan Asal Usul Poligami
M. Ali Sahbuni (1992) menyebutkan bahwa poligami menurut arti secara
bahasa dari Yunani, Poly atau polus berarti banyak, sedangkan gamem atau
gamos adalah kawin atau perl<awinan. Poligami adalah orang yang
melakukan banyak perkawinan. Poligami adalah salah satu dari beberapa
jenis pembagian dari pernikahan.
Dengan demikian, poligami bermakna perkawinan lebih dari seorang. Hal ini
berlaku untuk perempuan maupun laki-Iaki. Bag! perempuan yang menikahi
lebih dari seorang laki-Iaki, disebut poliandri, sedang untuk laki-Iaki yang
beristri lebih dari satu dinamai poligini, yang akrab disebut poligami.
Ahmad Jamal (1996) menyebutkan bahwa Islam tidak menciptakan peraturan
seperti itu, tetapi poligami sudah ada sebelum datangnya agama Islam (yang
dibawa nabi Muhammad SAW.), bahkan sudah berlaku pada masyarakat
terdahulu dengan bentuk yang tidak manusiawi. Islam membiarkan poligami
31
itu tetap berlaku, akan tetapi dibatasi maksimal empat orang istri, tidak boleh
lebih dari itu, seperti yang berlaku sebelumnya.
Menurut uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa poligami adalah
suatu bentuk perkawinan dimana seorang suami memiliki lebih dari satu istri.
Dalam agama Islam, poligami dibatasi hanya beristrikan maksimal empat
orang saja. Poligami ini sudah ada sejak zaman dahu!u sebelum Rasulullah
SAW membawa ajaran Islam.
2. 2. 2. Sebab diperboiehkan Poligami
Islam mernbolehkan poligami, hanya sebatas sebagai solusi bagi sebagian
persoalan yang mungkin terjadi di masyarakat, di antara sebab
diperbolehkannya poligami karena hal berikut ini:
1. Terkadang jumlah wanita melebihi jumlah laki-Iaki karena kondisi perang
atau lainnya. Poligami juga bisa menjadi formula untuk mengatasi
banyaknya kasus penculikan terhadap kaum wanita oieh kaum laki-Iaki
ketika jumlah laki-Iaki sangat minim. Karena kasus penculikan ini bisa
menimbulkan keresahan dan kegoncangan bagi keluarga.
2. Nafsu biologis laki-Iaki sangat besar, sehingga mungkin tidak bisa
dipenuhi oleh satu orang istri, atau istrinya sendiri memang tidak ingin
memenuhi kebutuhan biologisnya. Alih-alih terjadinya penyimpangan dan
33
Artinya:" Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atauempat. .. " (O.S. An-Nisa:3).
2. Seorang suami sanggup berlaku adil terhadap semua istri-istrinya.
IJJ.j;;1 ~jl ~~ ~~I en., t:., .) ~~I~ IJ~;;\ ;:,'9;' (j~Artinya:" ...Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah)seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian ituadalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". (O.S. An-Nisa:3).
3. Seorang laki-Iaki dibenarkan berpoligami dengan syarat dapat berlaku
adil kepada istri-istrinya dalam memberikan layanan materil dan semua
hal yang bersifat batin tidak mungkin dapat dilakukan. Hal ini ditegaskan
dalam firman Allah S'vVT:
0.' .. oJ' " <.,\ .••. IJ 0" o.'! I ' b'"'' ';y'""'"""'" ""- ,~\..UUl' UJ ~ U J" ",,' •" •• ~ .~ .." _ T u;>;; ..... .J
Artinya;" Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berbuat adil di antara istri-istrimuwa/aupun kamu sangat ingin berbuat demikian.. " (O.S. An-Nisa: 129).
4. Perempuan yang akan dikawini lagi adalah perempuan yang mempunyai
anak yatim:
Artinya:" Dan mereka minta fatvya kepadamu tentang mereka, dan apa yangdibacakan kepadamu da/am A/-Our'an (juga menfatwakan) tentang parawanita yatim yang kamu tidak memberikan mereka apa yang ditetapkan
34
untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anakanak yang masih dipandang /emah ... " (Q.S. An-Nisa: 127).
5. Perempuan-perempuan yang akan dikawini lagi tidak boleh ada
hubungan saudara.
Artinya:"... Dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu (menantu); danmenghimpunkan (da/am perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang te/ah terjadi di masa /ampau; Sesungguhnya Allah Mal7aPengampun Lagi Mal7a Penyayang" (Q.S. An-Nisa: 23).
" Menurut Hukum Perdata
Undang-undang tentang poligami telah tertera juga di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan, terutama pada pasal2 ayat 3, pasal4 ayat 1
dan 2, pasal 5 ayat 1 dan 2, sarta Bab VIII tantang Beristri Lebih Dari
Seorang yang tercantum pada pasa! 40 dan 41.
Seorang suami yang ingin poligami atau yang bermaksud memiliki istri lebih
dari satll, maka dalam hukum Negara harus memperhatikan:
Pasal3 ayat (1) : Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istrL Seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suamL
36
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka.
Ayat (2) : perjanjian yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini
tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istril istri-istrinya tidak
mungkin dimintai perjanjiannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya, selama
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya
yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Demikianlah secara begitu jelas dan banyaknya prosedur yang harus ditaati
oleh seorang suami yang ingin berpoiigami, karena ia tidak hanya harus
memperhatikan hukum agama yang dianutnya saja, melainkan sebagai
warga negara, ia harus memperhatikan undang-undang yang berlaku.
Idealnya, jika syarat-syarat di atas dipenuhi, maka suami dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Namun dalam
prakteknya, syarat-syarat yang diajukan tersebut tidak sepenuhnya ditaati
oleh suami. Sementara tidak ada bentuk kontrol dari pengadilan untuk
menjamin syarat itu dijalankan. Bahkan dalam beberapa kasus, meski belum
atau tidak ada persetujuan dari istri sebelumnya, poligami bisa dilaksanakan
(LBH-APIK, 2004).
37
2. 2. 4. Pengaruh Psikologis Bagi Keluarga yang Dipoligami
Banyak dampak yang menyebabkan terganggunya psikologis tidak hanya
bagi pelaku poligami (dalam hal ini suami), namun juga berdampak pada
seorang istri atau anak-anak mereka.
• Dampak Bagi Suami.
Muhammad Abduh (dalam Kompas, 2004) menyebutkan, efek psikologis
poligami bagi suami (pelaku poligami) yakni menjadi suka berbohong dan
menipu karena sifat manusia yang tidak mungkin berbuat adi!.
Suami yang tidak setia juga perlu mengadakan penyesuaian terhadap
banyak hal, seperti keuangan, harta, benda, waktu, kasih sayang, bila pesta
siapa yang akan dibawa. Pertengkaran-pertengkaran dan ketidaksepahaman
akan meningkat (Patmonodewo, 2001).
Selain itu, dampak yang terlihat pada perilaku yang tidak setia (menikah lagi)
yaitu bisa senang di satu pihak, tetapi ada rasa bersalah karena tidak setia
dan konflik-konflik ini bisa menyebabkan menderita sakit kepala, tidak bisa
tidur dan menjadi impoten (Patmonodewo, 2001).
38
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa, dampak psikologi bagi
suami yang berpoligami yaitu; menjadi suka berbohong dan menipu,
mengadakan penyesuaian mengenai masalah keadilan dalam berpoligami,
pertengkaran meningkat, rasa bersalah, dan psikosomatik.
• Dampak Bagi Istri
Menurut Spring (dalam Patmonodewo, 2001), dampak istri yang dikhianati
(poligami) yaitu:
1. la kehilangan hubungan baik dengan suaminya dan akan bertanya
siapakah ia sekarang? Sebelumnya ia adalah orang yang dicintai,
menarik dan berbagai hal yang positif. Gambaran ini berubah setelah
suami menikah lagI. Gambaran diri berubah menjadi negatif sehingga
korban kehilangan identitas diri.
2. la bukan lagi seorang yang berarti bagi suaminya. la akan sadar bahwa
ia bukan satu-satunya orang yang berada di sisi suami yang dapat
membahagiakan pasangan. Harga dirinya terluka, ia merasa kehilangan
penghargaan terhadap dirinya.
3. Menjadi seseorang yang sensitif, mudah marah. Perilakunya sering tidak
dapat ia kontrol karena emosinya sering lebih berperan. la mudah sedih,
sering curiga, tidak seimbang.
39
4. Kehilangan hubungan dengan orang lain. la sekarang lebih menyendiri
karena merasa malu dan rendah diri.
Selain itu, ditambahkan oleh Dewi Novrianti, konsultan Justice For The Poor
(dalam Eko Bambang, 2005), kasus dimana seorang suami menikah lagi,
membuat perempuan kehilangan penompang kebutuhan ekonomi keluarga
dan biaya pendidikan anak-anak. Kehidupan perempuan dan anak-anak
menjadi semakin miskin apalagi suami yang sebagian besar mencari nafkah
akhirnya menikah lagi.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, dampak
psikologis bagi istri yang suaminya berpoligami yaitu; istri kehilangan
identitas diri, emosi yang tidak stabil, merasa ditipu, menjadi pemurung, serta
berkurangnya nafkah yang diberikan oleh suami, sehingga hal tersebut
menjadi beban moral bagi istri atas penghidupan dan pendidikan yang layak
bagi anak-anak mereka.
• Dampak Bagi Anak
Dampak bagi anak yang merasa dikhianati, oleh Spring (dalam
Patmonodewo, 2001) sebagai berikut:
40
Dampak pada anak-anak tergantung pada tingkat usia anak apakah masih
anak-anak remaja atau sudah dewasa dan cara orang tua menangani
anaknya. Penting juga pengetahuan yang dimiliki anak tentang peristiwa
tersebut di atas. Anak-anak perlu informasi jujur sesuai umur dari
orangtuanya.
Sementara itu, anak-anak selalu menjadi korban bila salah satu kehidupan
keluarga menjadi tidak seimbang, penuh konflik dan pertikaian orangtua,
perkembangan akan terhambat, ia bisa menjadi "anak bermasalah". Seorang
anak rnemer!ukan kasih sayang bapak maupun ibunya. Bisa terjadi bahwa
orang tua yang merasa dibohongi bersekutu dengan anaknya melawan
bapaknya, ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga menjadi nyata.
Cara menghadapi situasi yang tidak menyenangkan ini bisa dengan
membolos sekolah atau berkelahi dengan teman-teman, anak-anak sering
terornbang-ambing dalam rnenentukan kepada siapa (ayahlibu) mereka
harus loyal. Bila konflik loyalitas terjadi, anak-anak sering bereaksi dengan
mencoba melindungi secara berlebihan salah satu orangtua dengan
mengabaikan kebutuhan sendiri untuk menyenangkan mereka, tetapi lama
kelamaan bisa menjadi depresif dan melakukan tindakan yang tidak sesuai.
41
Naning Widyastuti (2004) mengatakan bahwa, bila anak melihat ayah
mencaci ibunya dengan kata-kata keji, perlahan-Iahan ia terbiasa dengan
kebencian dan rasa kasih sayangnya akan hilang. Krisis dalam keluarga akan
menimbulkan sikap ketidakpedulian terhadap Iingkungan dan kurang belas
kasih pada sesama.
Komunikasi yang negatif tadi juga mempengaruhi perkembangan otaknya.
Anak yang selalu dalam keadaan terancam sulit bisa berpikir panjang. la
tidak bisa memecahkan masaiah yang dihadapinya. Ini berkaitan dengan
bagian otak yang bernama korteks, pusat logika. Bagian ini hanya bisa
dijalankan kalau emosi anak dalam keadaan tenang. Bila anak tertekan
karena terus-menerus terperangkap dalam situasi yang kacau, penganiayaan
dan pengabaian, maka input hanya sampai ke batang otak. Sehingga sikap
yang timbul hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu.
Anak bisa berperilaku agresif, melukai diri atau bunuh diri. Perilaku ini dapat
muncul tiba-tiba tanpa berpikir. Bisa juga karena anak putus asa terhadap
situasi krisis yang memuncak (Naning Widyastuti, 2004).
Dampak negatif dari kehidupan keluarga di atas tidak akan hilang walaupun
anak sudah hidup berumah tangga. Karena pengalaman psikis dan persepsi
tentang keluarga menjadi buruk, maka dapat berpengaruh kepada
kecemasannya ketika menikah di kemudian hari.
42
Berdasarkan uraian di atas, peneliti membuat rangkuman dampak poligami
ayah terhadap anak sebagai berikut:
1. Perkembangan psikis anak dapat terhambat, dia akan menjadi "anak
yang bermasalah".
2. Memungkinkan terjadinya konflik loyalitas, anak-anak sering bereaksi
dengan mencoba melindungi secara berlebihan salah satu orangtua
dengan mengabaikan kebutuhan sendiri untuk menyenangkan mereka.
3. Anak yang selalu dalam keadaan terancam sulit bisa berpikir panjang. la
tidak bisa memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga sikap
yang timbui hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu.
Seperti tindakan bermusuhan.
4. Perhatian seorang ayah terhadap anak-anaknya menjadi terbeiah.
Sehingga anak merasa diabaikan dan tidak dihargai lagi sebagai anak.
5. Anak akan menjadi rendah diri, pendiam, dan tidak dapat bergaul
dengan teman-temannya.
2. 3. Kerangka Berpikir
Pada umumnya, perempuan yang berada pada fase dewasa awal akan
mengalami penyesuaian terhadap tugas-tugas perkembangan, salah satunya
yaitu memilih pasangan, menikah dan membina rumah tangga yang tak
sedikit di antara mereka mengalami kecemasan menjelang pernikahannya.
43
Ini adalah hal yang lumrah. Namun, akan menjadi suatu masalah baru,
apabila faktor kecemasan menikah berasal dari trauma terhadap pernikahan
orangtuanya.
Sementara itu, kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang ingin
dicapai oleh setiap pasangan, tidak muncul dengan sendirinya, ia harus
diusahakan dan diciptakan oleh kedua individu tersebut. Dan dalam
perjalanan perkawinan banyak dihadapi tantangan dan cobaan. Di antaranya
yaitu kehadiran orang ketiga (poligarni) yang dirasakan mengganggu
kestabilan rumah tangga. (Patrnonodewo, 2001). Ayah yang ternyata
memutuskan untuk memiliki istri lebih dari satu (poligami) mempunyai
tanggung jawab moral untuk tetap memberikan kelayakkan penghidupan bagi
istri-istri dan anak-anaknya. Dengan perkawinan seperti itu, tentu terdapat
permasalahan yang akan dijumpai. Kasih sayang, perhatian, dan kebutuhan
lahir batin lainnya yang menjadi tanggung jawab ayah menjadi tidak terfokus
kepada satu unit keluarga saja, tapi juga terhadap istri dan anak-anaknya
yang lain.
Bila orangtua kedua pasangan adalah pasangan perkawinan yang
berbahagia, anak-anaknya pun akan menghayati perkawinannya sebagai hal
yang membuat mereka berbahagia walaupun tidak berarti bila orangtua
44
bercerai (berpisah), maka anak-anaknya pun akan bercerai juga kelak.
Namun, secara sadar atau tidak disadari, penghayatan akan perkawinan
sangat dipengaruhi oleh model peran dari perkawinan orangtua, terutama
persepsi tentang peran mereka dalam perkawinannya kelak (Kompas, 2004).
Kondisi-kondisi sulit seperti itu jelas membingungkan seorang anak pada
masa kecilnya, bahkan pada masa remaja, yakni masa-masa dimana
seseorang mengalami peralihan dari fase anak-anak kepada fase dewasa.
Fase remaja merupakan fase kegoncangan, dimana pengalaman yang ada
dapat rnemperkuat karakter kepribadian dan persepsi seorang anak.
Ketika dewasa, individu tersebut melewati kehidupannya sesuai dengan
tugas-tugas perkembangannya
Seseorang yang sukses menghadapi tugas-tugas perkembangan dengan
baik, maka ia telah sukses dalam menjalani kehidupannya pada fase dewasa
awal dan tidak terhambat pada fase berikutnya. Begitu juga sebaliknya. Jika
individu tadi dihadapkan oleh kondisi ayah yang berpoligami, dan ternyata
ada ketidakadilan dan ketidakbahagiaan di dalam perkawinan orangtuanya
itu, maka akan mempengaruhi persepsi dan penghayatan makna terhadap
sebuah perkawinan. Ini jelas akan mempengaruhi beberapa faktor dari tugas
perkembangan di atas, terutama tentang membentuk suatu keluarga atau
45
menikah. Sehingga dapat diprediksi ia akan mengalami keeemasan tentang
pernikahan dan ada yang lebih memilih menunda menikah, atau menikah
tapi dengan diliputi oleh keeemasan masa lalu, bahkan ada yang memilih
tidak menikah sama sekali. Sebaliknya, seseorang yang sukses dalam
melewati tugas-tugas perkembangan yang ia lalui dan atau memiliki daya
tahan yang baik terhadap konflik, maka pada umumnya ia tidak akan
mengalami kecemasan terhadap pernikahan yang akan ia jalani.
Mengenai keeemasan menikah, seseorang akan dihadapkan oleh segelintir
pertanyaan dalam dirinya, apakah ia akan mampu menjalani pernikahan atau
tidak. Serta sesegera mungkin untuk mengamb!l keputusan besar tersebut.
Sehingga pada saat keputusan menikah harus diambil, tindakan itu selalu
ditunda-tunda. Orang dewasa yang selalu eemas akan meneari tanda-tanda
yang memberinya isyarat bahwa suatu keputusan itu benar. Kegagalan
dalam membuat suatu keputusan dapat memperpanjang rasa cemas.
Dari penjabaran teori di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana gambaran
keeemasan menikah pada dewasa awal yang memiliki ayah yang
berpoligami.
46
Bagan 2. 3.
Kerangka Berfikir
IPerempuan pada rase II dewasa awal
I
I
t
y
Perkawinan Orangtua
I
I
y
ITidak Poligami Poiigami
~ L I
..Cemas menikah
t• Menikah• Menunda Menikah•Takut Menikah
IPersepsi tentang I _I
perkawinan r-L-. ---.JI
Menikah
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Guna memperoleh informasi sesuai dengan yang terumuskan dalam
permasalahan atau tujuan penelitian, yakni gambaran kecemasan menikah
pada dewasa awal yang mempunyai ayah yang berpoligami, maka perlu
suatu desain atau rencana menyeluruh tentang urutan kerja penelitian dalam
bentuk suatu rumusan operasional suatu metode ilmiah. Maka pada bab ini
akan diuraikan tentang jenis penelitian, metode penelitian, subyek penelitian,
pengumpuian data, tehnik analisa data, prosedur penelitian serta kode etik
penelitian
3. 1. Janis Penelitian
3. 1. 1. Pendekatan Peneiitian
Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang perasaan
cemas menikah pada seorang anak dalam fase dewasa awal yang ayahnya
telah berpoligami. Dari ungkapan konsep tersebut jelas bahwa yang
dikehendaki adalah suatu informasi dalam bentuk deskripsi. Karena bersifat
deskripsi, maka penulis berusaha untuk menemukan makna yang berada di
48
dalam ungkapan konsep tersebut, sehingga penelitian ini lebih sesuai jika
menggunakan pendekatan kualitatif.
Bogdan dan Taylor (dalam Maleong 2004), mendefinisikan pendekatan
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati, yang diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik
(utuh).
Jadi, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana
individu atau subjek penelitian dipandang sebagai suatu kesatuan yang
terdiri dari berbagai komponen seperti mempunyai latar, tingkal1 laku tertentu,
dsb. Olel1 sebab itu, tidak bo!eh mengisolasikan individu. ke dalam variabel
atau hipotesis.
3. 1. 2. Metode penelitian
Oalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yang merupakan
salah satu bagian dari penelitian kualitatif. Oi dalam studi kasus, data atau
hasilnya tidak disajikan mengunakan angka-angka atau data statistik, .
melainkan menghasilkan dan mengola data yang sifatnya deskriptif.
49
Studi kasus sangat bermanfaat ketika peneliti merasa perlu memahami suatu
kasus spesifik, orang-orang tertentu, kelompok dengan karakteristik tertentu,
ataupun situasi unik secara mendalam, dan dapat menggambarkan secara
lengkap berbagai gejala dan proses perilaku manusia serta peristiwa
peristiwa khusus yang tidak mudah dijelaskan melalui pendekatan kualitatif.
3. 2. Subjek Penelitian
3. 2. 1. Karakteristik Subjek
Penelitian ini menggunakan subyek penelitian yang memiiiki karakteristik
sebagai barikut:
1. Subyek adalah individu sebagai anggota keluarga yang tinggal minimal
bersama salah satu dari orangtua (ayah atau ibu).
2. Belum menikah dan berjenis kelamin perempuan yang merupakan anak
dari ayah yang berpoligami. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana kecemasannya terhadap pernikahan.
3. Berusia antara 21-31 tahun, yaitu fase dewasa awal.
4. Subyek merupakan anak dari ibu yang dimadu.
3. 2. 2. Jumlah Subjek
Menurut Strauss (dalam Poerwandari, 2001), tidak ada ketentuan baku
50
mengenai jumlah minimal subyek yang harus dipenuhi di dalam suatu
penelitian kualitatif. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam penelitian
ini penulis mengambil 3 (tiga) orang subyek untuk dijadikan sampel. Hal ini
untuk efisiensi waktu penelitian.
3. 2. 3. Teknik Pemilihan Subjek
Adapun teknik khusus yang digunakan dalam penarikan sampel penelitian
adalah teknik accidental sampling. Yang dimaksud dengan teknik
pengambilan sampel secara accidental adalah siapa saja dapat menjadi
sampel asa!kan individu tersebut memenuhi karakteristik sampel yang teiah
ditentukan.
3. 3. Pengumpu!an Data
3. 3. 1. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data utama dilakukan melalui metode
wawancara sedangkan metode penunjangnya adalah observasi.
• Wawancara
Menurut Frend N. Kerlinger (2000), wawancara adalah situasi peran antar
pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban
51
yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang
diwawancara, atau responden.
Menurut Maleong (2000), wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian dengan metode studi
kasus ini, wawancara menjadi pengumpulan data yang penting, karena
surnber informasi sebagian besar didapat dari wawancara.
• Observasi sebagai penunjang
Oi dalam penelitian ini, observasi atau pengamatan dapat mengoptimalkan
kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak
sadar, kebiasaan, dsb. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat
dunia sebagaimana yang dilihat oleh subyek penelitian, hidup pada saat itu,
menangkap arti fenomena dari segi pengertian subyek, menangkap
kehidupan budaya, dsb.
52
Sehubungan dengan hal ini Patton (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan
data hasil observasi menjadi penting karena:
1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
dalam hal yang diteliti ada atau yang terjadi.
2. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi
pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan
untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi
yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi
tentang topik yang diamati akan berkurang.
3. Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat da!am konteks
kehidupannya sering mengaiami kesulitan merefleksikan pemikiran
mereka tentang pengalamannya, maka observasi memungkinkan penulis
melihat hal-hal yang partisipan atau subyek penelitian sendiri kurang
disadari.
4. ObServasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang
karena berbagai sebab tiada diungkapkan oleh subyek peneiitian secara
terbuka dalam penelitian.
5. Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif
individu yang diwawancarai. Perbedaan dengan wawancara, observasi
memungkinkan peneliti bergerak lebih lanjut dari persepsi selektif yang
ditampilkan subyek penelitian.
53
6. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap
introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan
pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
Nur Firdausi (2005) menjelaskan bahwa, individu yang mengalami
kecemasan seringkali tidak mau mengakui dirinya cemas, tetapi dari
observasi yang dapat disimpulkan bahwa individu tersebut mengalami
kecemasan.
Dari uraian di atas, maka hal terpenting dari observasi dalam penelitian ini
yaitu, bagaimana menggambarkan tingkat kecemasan menikah yang terlihat
dari sikap atau perilaku subyek selama wawancara berlansung. Hal yang di
observasi adalah penampilan fisik subyek, sikap terhadap pewawancara.
ekspresi verbal, ekspresi nonverbal serta hambatan selama proses
wawancara.
3. 3. 2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data yaitu
Pedoman wawancara, lembar observasi dan catatan subyek, serta alat
perekam.
54
• Pedoman wawancara
Pedoman wawancara berlaku sebagai pegangan dalam wawancara agar
tidak menyimpang dari tujuan penelitian, mengingatkan kembali akan aspek
aspek yang perlu digali dari subyek serta memudahkan kategorisasi dalam
melakukan analisis data. Pedoman ini disusun berdasarkan konsep-konsep
teoritis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Untuk
mempermudah membuat pedoman wawancara, maka peneliti akan membuat
blue print wawancara terlebih dahulu. Berikut adalah blue print tentang
kecemasan menikah (Tabel .3. 3. 2. a.) dan gambaran ayah yang
berpoligami (Tabel 3.3.2. b.).
Tabel . 3. 3. 2. a.
Blue Print Wawancara Kecemasan Menikah
Aspek Indikator Sub Indikator No. ItemKognitif Mengambil 1,2,3
Komponen (pikiran) keputusankecemasan Sulit konsentrasi 4,5Menikah Persepsi tentang 6,7,8
pernikahanAfektif Mudah 9(perasaan) tersinqqunq
Memendam 10, 11masalahTidak 12
Imenyenangkan
I Motorik Mudah gugup 13, 14
I(reaksi fisik Penvakit 15, 16, 17atau biologis) Gemetar 18, 19
I Letih 20--
Faktor --ri\ncaman ! Fisik 21,22Kecemasan I Psikis 23,24
I Konflik Keinoinan 25,26Kemauan Menghindar 27,28Ketakutan Takut gagal 29,30,31
Perasaan tidak1
32mampu
Kebutuhan Kasih sayang 33, 34tidak terabaikanterpenuhi Tidak dihargai 35
Tidak merasa 36,37,38aman/ betahTidak adil 39,40
Daya tahan Reaksi terhadap 41,42terhadap kegagalankonflik Tipe kepribadian 43
Pertengkaran/ 44,45,46,konflik 47,48,49,
50,51Membina relasi 52,53,54
55
56
Tabel . 3. 3. 2. b.
Blue Print Wawancara Gambaran Ayah yang Berpoligami
Aspek Indikator Sub Indikator No. ItemSyarat Menurut Jumlah Istri 1Ideal Hukum Islam Hubungan saudara 2Poligami Memiliki anak yatim 3
Adil 4,5,6Menurut Persetuiuan 7Hukum Diketahui 8,9,10,11,Negara 12
Kehidupan Kondisi Menerima 13,14,15Poligami Poligami Motivasi poliqami 16
Ayah Hubungan 17, 18, 19, 20InterpersonalIstri Muda 21,22,23,24Menghadiri 25
~engikLlti jejak 126 t
llinceritakan 1 27 28 I,
lDampak 29Kasihanpoligami I Berbohong 30
Sisi Negatif 31Menderita 32Kurang menqharqai 33Peran 34
• Lembar observasi dan catatan subyek.
Digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting, dapat membantu
menerangkan lebih lanjut data yang telah diperoleh atau berpengaruh
terhadap jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat di dalam lembar
observasi dan catatan subyek adalah tempat wawancara berlangsung, lama
wawancara, hal-hal yang terjadi selama wawancara yang mungkin
57
berpengaruh terhadap hasil wawancara, penampilan subyek secara
keseluruhan, respon subyek terhadap pertanyaan dan cara menyampaikan
informasi serta sikap subyek terhadap pewawancara.
• Alat perekam.
Digunakan untuk memudahkan penulis mengulang kembali hasil wawancara
agar memungkinkan memperoleh data yang utuh sesuai dengan yang
disampaikan subyek dalam wawancara. Hal ini berguna untuk meminimalkan
bias yang mungkin terjadi karena keterbatasan dan subyektifitas peneliti,
sehingga data yang diperoleh adalah data yang utuh, yang dicatat sesuai
dengan apa yang disampaikan oleh subyek kata demi kata atau verbatim.
3. 4. Prosedur Penelitian
• Tahap Persiapan
Mempersiapkan informasi yang relevan dengan masalah yang ingin diteliti
dari berbagai media seperti buku, internet, artikel-artikel,dsb. Kemudian
mempersiapkan alat penelitian seperti membuat rancangan pedoman
wawancara. Penulis menghubungi beberapa teman untuk meminta informasi
apakah ada saudara atau temannya, atau tetangganya yang bisa
diwawancara dengan kriteria yang telah ditentukan.
58
• Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan melakukan wawancara terhadap
subyek yang telah lulus memenuhi karakteristik subyek penelitian. Prosedur
dalam tahap ini yaitu;
1. Pertama, menghubungi responden untuk meminta kesediaannya
diwawancara. Dan menetapkan tanggal atau waktu kesepakatan.
2. Setelah mendapatkan persetujuan dari responden, peneliti datang ke
rumahnya atau tempat yang telah disepakati, dengan menjelaskan ulang
maksud dan tujuan peneliti mengadakan pengenalan dengan masing
masing subyek.
3. Wawancara dilakukan dengan alat perekam dengan persetujuan subyek.
Setelah selesai melakukan wawancara, penulis langsung menganalisa
data dengan merujuk pada pedoman wawancara.
4. Tahap selanjutnya yaitu membuat kesimpulan dan diskusi serta
rnengajukan saran-saran dar! hasil penelitian yang telah dilakukan.
3. 5. Teknik Analisa Data
Analisa data, menurut Patton adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
dasar. la rnernbedakannya dengan penafsiran, yaitu mernberikan arti yang
59
signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan
di antara dimensi-dimensi uraian (Maleong, 2000).
Tujuan dari analisa data adalah untuk menemukan makna dalam informasi
yang dikumpulkan.
3. 6. Kode Etik Penelitian
Karena dalam permasalahan penelitian ini menyangkut pribadi seseorang,
maka tidak menutup kemungkinan menimbulkan banyal< masalah-masalah
etika penelitian. Oleh sebab itu dalam pene!itian ini, peneliti melakukan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan dari subyek untuk menjadi
sumber informasi tanpa paksaan.
2. Peneliti juga akan melapOikan informasi apa adanya tanpa
menyembunyikan informasi yang tidak diinginkan.
Maka dalam pengambilan kesimpulan yang berkaitan dengan masalah etlka,
peneliti akan jujur melaporkan hasil analisis yang jujur tanpa rekayasa dan
pengambllan kesimpulan juga harus berdasarkan pada hasil analisis data
yang ada.
BAB4
HASIL PENELITIAN
8ab ini akan dijelaskan tentang hasil pengolahan data yang didapat dari
lapangan penelitian. Adapun hasil penelitian dapat dipaparkan dalam bentuk
gambaran umum subyek, riwayat kasus subyek, analisa kasus dan
perbandingan antar kasus.
4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang diambil dalam penelitian ini berjumlah tiga orang.
Yang semua subyek berjenis kelamin perempuan. Untuk mengecek kembali
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari data wawancara
terhadap subyek, maka peneliti pun melakukan wawancara dengan seorang
ternan subyek, yang rurnahnya berdekatan, yang kemudian
merekomendasikan subyek kepada penulis untuk diteliti lebih lanjut. Setiap
subyek akan dicantumkan inisial subyek untuk menjaga kerahasiaan subyek.
Secara umurn subyek penelitian terdapat pada tabel 4. 1. di bawah ini.
61
Tabel4.1
Gambaran Umum Subyek
No. Keterangan
1 Nama
2 Jenis Kelamin
3 Usia
Subyek 1 Subyek 2
LU AF
Perempuan Perempuan
23 tahun 31 tahun
Subyek 3
CA
Perempuan
23 tahun
4 Anak ke (dari ibu 3 dari 4
kandung)
1 dari 3 1 dari 2
5 8uku Betawi Padang Betawi
6 Agama Islam Islam Islam
7 Pendidikan terakhir 81 81 (tidak 81 (masih
I dilanjutkan) I kuliah) _
8-- pekei]aan---fJ-:;t-_g-a-r--e-nt-aC-1 --fI-opC-e-ngurus yayasan FhaSiswa
- Ikomputer sosial keagamaan
9 Usia saat ort--u---1-4:-t7h-n----f-::5-t'h:-n--=-&-:1c=5:-:t7h-n--+1',-,5::-;:-th-n---1
poligami
10 Jumlah istri ayah 2 3 3
4. 2. Gambaran dan Analisis Kasus
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan pada perumusan masalah,
yaitu gambaran kecemasan menikah pada dewasa awal yang ayahnya
berpoligamL Disamping itu juga akan diungkap tentang daya tahan terhadap
konflik yang terjadi di dalam rumah tangga orangtua serta kondisi poligami
ayah, yang nantinya akan berdampak pada kecemasan dan penghayatan
subyek terhadap perkawinan_
62
4. 2. 1. Analisa Kasus LU
Gambaran Subyek
LU adalah seorang perempuan dewasa yang baru saja memperoleh gelar
sarjana 81 di sebuah perguruan tinggi negeri di kota Jakarta. Kini ia sedang
mencari pekerjaan tetap sesuai dengan studi yang ia ambil. Untuk mengisi
waktu luang, LU menjaga rental milik adik sepupunya yang tidak jauh dari
rumahnya di kota Tanggerang. Menurut LU, dirinya adalah seorang gadis
yang pendiam dan bersikap pasrah menerima ketentuan apapun atas dirinya.
la dilahirkan dalam sebuah keluarga yang memiliki garis tradisi poligami.
8auda;a perempuan dar! ibu kandung LU mayoritas dipoligami. Namun
bukan berarti mereka rela dipoligami.
LU terlahir dari buah perkawinan ayah LU dan istri pertama, LU adalah Anak
k6-3 dari 4 bersaudara kedua kakaknya adalah laki-Iaki. Kakak pertama
berusia 30 tahun, telah menikah dan dikaruniai anak. Kakak kedua berusia
27 tahun, telah beke~a namun belum menikah. LU memiliki adik perempuan
yang telah lulus 8MU. 8edangkan dari perkawinan ayah dan istri kedua ayah
LU (iou tiri LU) melahirkan 2 orang anak, anak pertama masih 8MU dan
tinggal bersama keluarga istri pertama sedangkan adiknya laki-Iaki tinggal
bersama istri kedua Ayah LU.
63
Berikut adalah Family Tree dari keluarga LU
®i
Keterangan :
I@
Observasi
Ayah
Ibu
Anak lald~laki
Anak perempuan
Responden
Saat akan diwawancara LU memakai ji!bab benNarna hitam bercorak, dan
menggunakan blus dengan wama ge!ap serra memakai calana jeans. ,Jari-jari
kaki tampak memakai pacar kuku berwarna merah. Saat pertamakali
bertemu, LU terlillat tampak tersenyum dan bersikap ramah. Kesan pertama
yang penulis tangkap yaitu, LU berusaha untuk menetralisir perasaan tegang
atau grogi pada saat akan diwawancara. Penulis mengenal LU atas
rekomendasi seorang teman yang kebetulan kenai baik dengan LU. Sebelum
bertemu LU, penulis telah beberapa kali menelepon LU untuk sekedar
menanyakan kabar dan aktivitas serta janjian untuk melakukan wawancara.
Hal ini penting menurut penulis agar terbina good rapport. Setelah penulis
mengajukan beberapa pertanyaan, barulah suasana mulai cair dan LU mulai
banyak bercerita atau memberikan jawaban dengan kalimat yang panjang.
64
Wawancara berlangsung pada Hari Minggu, tanggal17 September 2006
pada pukul 10.00-11.00 di sebuah mobil di parkiran di samping sebuah pusat
perbelanjaan (ITC) di kota Jakarta. Tempat wawancara yang tadinya
direncanakan di rumah LU (hal ini dimaksudkan agar penulis juga bisa
mengamati keseharian LU lebih dekat), tapi ternyata pada hari H, LU
menelepon penulis dan mengabarkan bahwa, mendadak ia diajak Ayahnya
untuk berbelanja di sebuah ITC. Akhirnya kami sepakat untuk melakukan
wawancara di ITC dan untuk menghindari lalu lalang dan bising karena suara
musik di salah satu toko kaset, maka kami memutuskan untuk berada di
dalam mobil di sebuah parkiran di samping ITC tesebut, sedangkan ayah LU
masih di dalam gedung perbelanjaan tersebut tanpa ditemani LU, karena
ayahnya telah mengizinkan LU untuk bertemu dengan penulis.
Tidak ada hambatan berarti selama proses wawancara berlangsung, namun
alat perekam yang di gunakan saat wawancara sempat error beberapa saat
(menit), namun bisa diatasi dengan sesegera mungkin.
Riwayat kehidupan poiigami ayah LU
Saat ayahnya menikah lagi, LU berusia 4 tahun dan belum mengerti apa-apa.
"Awalnya baru ngerti kalau punya ibu dua" .
la pernah menanyakan kepada ibunya, alasan ayahnya menikah lagI. Dan
ibunya mengatakan bahwa ayah LU, yang memiliki paras ganteng, mudah
65
sekali tertarik dengan seorang perempuan (playboy). Ayah LU menikah lagi
dengan seorang gadis yang merupakan ternan dekat ibunya. Perempuan ini
masih punya hubungan saudara jauh dengan ibu LU. la sering datang untuk
sekedar main dan ngobrol dengan ibunya LU. Namun, kedekatannya dengan
kelurga LU, membuat ayah LU dan perempuan ini saling menjalin asmara.
Merekapun memutuskan untuk menikah. Namun niat tersebut ditentang oleh
ibunya LU sampai ia sakit-sakitan. Setelah menyadari hal tersebut, ayah LU
mulai mengurungkan niatnya untuk menikah lagi. Namun, perempuan ini
nekat mau bunuh diri. Akhirnya, dengan berat hati ibunya LU menyetujui
pernikahan kedua suaminya tersebut. Pada saat, acara perkawinan
berlangsung, ibu LU membawa semua anak-anaknya pergi agar tidak dapat
menyaksikan pernikahan tersebut. Setelah rnereka menikah, selama
beberapa lama, istri kedua ayahnya tinggal salu atap dengan keluarga LU.
Dengan berjalannya waktu, ibunya LU mulai menerima istri madunya berserta
anak-anaknya serta menjalinkeharmonisan hidup berkeluarga. Ayah LU
selalu mengajak kedua istrinya jika ada acara keluarga seperti piknik, wisuda
dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari, Ayah LU kadang suka berbohong untuk
menyenangkan hati istrinya itu.
"Iya, masalah dikasih nafkah, bilangnya dibelanjain, tapi temyata untuk ibukedua".
66
Dalam menafkahi anak-anaknya, ayah LU bekerja wiraswasta, dibantu oleh
ibu LU. Terkadang pemah juga LU merasa kasihan dengan ayahnya itu
karena harus menafkahi dua istri beserta anak-anaknya.
" Pemah kasian, tapi itu khan udah resiko ayah".
Tapi untungnya istri kedua ayahya itu telah bekerja sebagai karyawan pabrik
di Tanggerang, sehingga dari keluarga istri pertama tidak merasa terbebani
dengan hadirnya istri kedua.
Menurut LU sisi negatif dari poligami ayahnya yaitu orangtua LU jadi sering
bertengkar. Dan LU pun merasa ayah belum sepenuhnya adil terhadap istri
dan anak-anaknya. Dalam hal giliran, ayahnya setiap hari tinggal di rumah
LU. Sedangkan untuk menginap di rumah Istri kedua, dilakukan hanya setiap
malam minggu.
"Ayah tingga/ di rumah LU, ka/au rna/am minggu, ayah LU nginep di rumahibu kedua".
Namun begitu, LLJ tidak pernah rnerasa hidup menderita mempunyai ayah
yang berpoligami, walau terkadang LU merasa peran ayah dalam keluarga
kurang maksimal, namun ia tetap menghargai ayahnya itu, kecuali kalau
ayahnya becanda yang berlebihan. Menurut LU kalau ayahnya seperti itu, ia
terlihat kurang berwibawa di mata anak-anaknya.
67
Gambaran kecemasan menikah pada diri LU
Hidup dengan keluarga yang mempunyai ayah yang berpoligami tidak
membuat hidup LU menderita. Bahkan ketika ayahnya menikah lagi LU tidak
merasa sedih sama sekali. Karena LU waktu itu masih kedl, dalam usia 4
tahun. 8elama aliyah pun LU tinggal di pondok pesantren, jadi mengenai
kondisi keluarganya, ia tidak banyak tahu. LU juga tidak mempunyai trauma
masa lalu atau hidup diliputi oleh bayang-bayang masa lalu yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kehidupan perkawinan orang tuanya.
"Ka/au perkawinan orangtua sich ga sarna sekali".
LU tidak menyadari kalau ia memendam perasaan cemas untuk menikah.
Namun ia mengakui kalau kecemasannya terhadap pernikahan adalah
sebatas ketidaksiapannya beradaptasi dengan sifat-sifat suami dan
bagaimana ia dapat mendidik anak-anaknya nanti dengan sebaik-baiknya.
"Khan waktu pacaran itu khan baik-baik aja. Nah, kelihatannya pas nikah, jaditakut ga sesuai dengan sitat-sitat pasangan".
"Hmm, takut ga bisa ngurus anak, be/urn ada ilmunya, takut ga bisa jadi istrisolehah".
Persepsi tentang penikahan yang sukses bagi LU, bisa diiihat dari kehidupan
rumah tangganya, seperti kekompakkan antar anggota keluarga itu sendiri.
Dan ia tetap optimis kalau setiap permasalahan di dalam rumah tangga ada
68
jalan keluarnya. Sehingga ia tidak pernah terlintas dipikirannya mengambil
keputusan untuk tidak menikah.
Kalau sedang cemas, biasanya LU mengatasinya dengan diam atau istirahat
sejenak untuk menenangkan pikiran. Karena kalau sedang cemas, biasanya
tubuh LU bergetar. Pernah juga penyakitnya kambuh pada saat cemasnya
datang. Misalnya tiba-tiba saja jadi tegang pada saat ia akan sidang atau
berbicara di depan kelas. LU mengakui bahwa ia punya penyakit asma yang
dituruni dari neneknya.
Sewaktu ia masih kuliah di semester 7 (tujuh), orangtua LU ingin
menjodohkannya dengan seorang laki-Iaki yang sudah kenai baik dengan
ayah LU, namun LU menolaknya. la akan rnenunda menikah sampai LLJ
benar-benar siap mental.
"Iya, belum siap karena perasaannya masih kaya anak kecil".
Persepsinya tentang poligami adalah suatu hal yang wajar.
"Poligami khan ada dalam Islam dan sudah dicontohkan oleh Rasulullah, lagipula perempuan itu khan lebih banyak dibanding cowok, jadi suatu hal yangwajar".
Begitu juga kepasrahannya, jika suaminya nanti menikah lagi.
"Hmm, iya InsyaAllah ikhlas, karena LV khan sekara,,·g·gat1w!(a$fJi17:}bagaimana rasa sayang sama suami itu, jadi nanti m ngkfiiJJifj(j~L'i!.~li~
,~n~i :"'I\il!Viilh: ';,""
69
tahu. Apapun yang tetjadi LV berusaha untuk menerimanya, cuman yang LVcemasin itu misalnya ga bisa ngurus anak".
LU adalah pribadi yang tertutup, dan tidak mudah beradaptasi pada
lingkungan yang baru. Setiap ada masalah LU hanya memendamnya,
kalaupun ia curhat, itu hanya kepada teman dekatnya saja. LU pernah
mengalami hukuman fisik dari ayah ketika ia kelas 4 SO. Ketika dewasa, LU
pernah juga terlibat pertengkaran kecil dengan ayahnya.
"Iya, ka/au berantem sama ayah paling masalah chanel TV, ka/au ayahsukanya berita atau binatang-binatang, sedangkan LV sukanya sinetron, jadiayah suka bilang ya udah sana aja di rumah Gea ( anak ayah dari istri ke-2,pen)".
Ketika orangtua LU bertengkar, mereka pernah menggunakan kekerasan
fisiko
"Tapi nggak sampai penganiayaan kaya giiu".
LU pernah meminta kepada ayahnya untuk menghentikan pertengkaran
tersebut. Dan ia lebih membela ibu, karena ibunya adalah tipe orang yang
suka mengalah, sedangkan ayahnya sedikit lebih egois. Namun baginya,
pertengkaran orangtua adalah suatu hal yang wajar. Dan jika terdapat
banyak konflik di dalam rumah tangganya nanti, maka LU tidak akan
mempermasalahkannya.
"LV orangnya cuek banget, ga mau terlalu dibikin susah".
70
LU merasa nyaman kalau ayahnya berada di rumah dan ia betah jika di
dalam rumah. Kalau lagi BT (badmood) , ia lebih suka menyendiri di kamar,
kadang sesekali ia main ke rumah temannya.
Dalam menjalani kehidupannya, LU selalu memikirkan besar atau tidaknya
suatu resiko yang nantinya akan ia terima. Jika mendapat kegagalan, maka
ia akan menghadapinya dan tidak mudah stress karenanya. la mengakui
bahwa keinginannya sering tercapai. Ayahnya sangat menghargai hasil kerja
keras atau prestasi yang LU raih.
"yang penting yakin aja, tahu-tahu tercapai".
Namun terkadang jika keinginannya tidak dipenuhi. LU jadi merasa diabaikan
oleh ayahnya.
"Kadang ka/au keinginan ga dipenuhi, LU mikirnya kaya' gitu... ".
71
Bagan 4. 2. 1. 1
Alur Gambaran Kecemasan Menikah pada LU
Pengalaman buruk
- Terkadang ayahtidak adil
- Orangtua jadi seringI bertengk.~a;-,__---1
r
______1 ~er~epsi cukup baik e----1 ~Ilg pernikahan Ir;daK C6n,as mer.;k:l I Cernas :,en~:~-l
Me::~ W': ~:~~e-nl-ka-h ;1
- Takut Menikah,
4. 2. 2. Analisis Kasus AF
Gambaran Subyek
AF adalah seorang perempuan dewasa yang telah berusia 31 tahun.
Seorang aktivis dalam sebuah organisasi dan pernah bekerja sebagai guru
agama Is!am di sebuah SMA swasta di kota Jakarta. AF pernah kuliah di
sebuah perguruan tinggi Isiam dan belum sempat menamatkannya. Sehari-
hari ia sibuk menjadi pengurus yayasan sosial. Sampai sekarang AF belum
72
menikah, sedangkan kedua adiknya telah berkeluarga dan telah memiliki
anak.
AF dibesarkan dalam keluarga yang menjalankan poligami. Ayahnya
mempunyai 3 (tiga) orang istri. Ibu kandung AF adalah istri pertama. Ibunya
melahirkan tiga orang anak. AF merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara yang semuanya adalah perempuan. Sedangkan istri ayah AF
yang kedua memiliki 2 (dua) orang anak yang keduanya juga berjenis
kelamin perempuan. Usia perkawinan dengan istri yang kedua hanya sekitar
5 tahun. Mereka menikah pada saat usia AF masih keell, yakni 5 tahun.
Sementara, dengan istri ayah AF yang ketiga, mereka dikaruniai 3 (tlga)
orang anak yang semuanya adalah laki-Iaki. Ayahnya menikah dengan istri
yang ketiga pada saatAF rnenginjak bangku SMP kelas 3 (tiga). Usia
perkawinan sampai saat ini, dengan istri ketiga sekitar 15 tahun.
Sudah setahun ini AF dan ibunya tidak punya tempat tinggal yang tetap. la
dan ibunya akhirnya menumpang berganti-gantian di rumah kedua adiknya
AF yang telah mempunyai rumah sendiri. Sedangkan ayahnya tinggal di
rumah istri ketiga.
73
Berikut adalah Family Three keluarga AF
T JI
® J: J> I<?>
Keterangan :
Observasi
Ayah
Ibu
Anak perempuan
Responden
Saat akan diwawaneara AF memakai jilbab berwarna putih lebar, dan
menggunakan baju terusan (gamis) dengan motif bunga-bunga besar dengan
warna dasar hitam. AF juga memakai kaus kaki, sepatu sandal dan memakai
tas selempang kecil dengan motif sederhana. Tinggi badan AF kira-kira 155
em dengan berat badan yang proporsiona!. Kulit berwarna kuning langsat.
Dan tidak ada kesan memakai sapuan bedak di pipinya.
Saat pertamakali bertemu, AF tampak tersenyum dan bersikap ramah serta
terlihat bersahaja. Penulis mengenal AF atas rekomendasi seorang ternan
yang kebetulan kenai baik dengan AF. Kami bertemu di sebuah masjid yang
telah disepakati oleh ternan penulis tersebut. Namun wawaneara dilakukan di
sebuah yayasan sosial, yang kebetulan jaraknya hanya sekitar seratus meter
74
dari masjid tersebut. Saat wawancara, AF minta ditemani oleh teman kami
tersebut, jadilah kami bertiga. Namun, pada saat wawancara berlangsung,
seorang teman ini mengerjakan hal lainnya yang agak berjauhan dari tempat
wawancara. Wawancara berlangsung pada Hari Minggu, tanggal 17
September 2006 pada pukuI14.00-15.00 di ruang sekretariat yayasan sosial
di tempat AF beraktivitas. Wawancara berjalan dengan lancar dan hangat
serta sesekali dihiasi dengan sedikit candaan agar suasana tidak tegang.
Wawancara yang rencananya dimulai jam 13.00, baru terlaksana puku114.00
karena harus menunggu responden datang dan menunggu ruang sekret yang
masih dipakai oleh pengurus lain.
Riwayat kchidupan poligami ayah AF
Status istri pertama dan istri kedua Ayah AF adalah masih memiliki ikatan
perkawinan. Namun ayahnya tidak memberikan nafkah secara layak kepada
kedua istrinya ini. Dengan istri pertama, perkawinan orangtua AF terdaftar di
KUA atau berbadan hukum, sedangkan untuk istri kedua dan ketiga hanya
dinikahi secara agama saja. Dan karena tidak berbadan hukum, maka akte
kelahiran anak-anak dari hasil perkawinan tersebut dipalsukan.
Riwayat perkawinan dengan istri pertama (Ibu kandung AF) yaitu ibu dan
bapak AF berasal dari suku yang sama di kota Padang dan masih memiliki
hubungan saudara, yakni saudara sepupuan. Ayah AF merantau ke kota
76
SMP kelas 1 dan 2 masih di rumah. Jadi terasa bangetlah. Sampai nilaihaneur semua."
Sebagai anak AF juga tidak berdaya dan tidak mengambil tindakan apapun.
"Sebenamya sieh kalau mau marah ya marah. Ya euma merasa kehilanganaja. Ya merasa pineang aja karena udah ga ada arangtua. Ya euma maugimana lagi. Mau dimarahi juga ga bisa. Saya ga bisa marah-marah kaya'gitu jadi saya euekin aja. Padahal pengalaman itu khan dari keeil, sudahditinggal, keUka balik, pergi lagi, jadi ya udah ga ada rasa. Ga ngapa-ngapainya biasa aja. Ya mungkin 'broken home' nya ya ga terasa betah di rumah aja.
Hubungan antara AF dengan ibu kedua dan ketiga, dilalui dengan biasa saja.
Bahkan kepada ayahnya sekalipun tetap kalTIunikasi, walaupun hanya
sebatas minta hak nafkah saja. Mereka juga tetap saling menghargai,
terutama ketika AF berusaha keras meraih prestasi. Sedangkan hubungan
antara ibu kandung AF dengan ayahnya renggang.
"Ya renggang, karena datang ke rumah hanya karena anak-anak. Jadi benerbener kaku, dingin".
Sedangkan hubungan antara anak dengan istri pertama, kedua dan ketiga
baik. Namun bisa terjadi pertengkaran hebat jika sesama istri-istri ayah AF
bertemu. AF juga menganggap anak-anak dari istri ayah yang iainnya
sebagai saudara sendiri.
"Mmm, baik-baik aja, ama yang ketiga, abis dia masih keeil. Yajadi ga tahuapa-apa. Kalau sama yang kedua justru mereka yang datang ke kita. Bahkansama ibu saya juga baik. Malah justru sama ibunya ga!!"
77
Namun AF tidak menganggap istri ketiga ayahnya sebagai ibunya, karena
usia mereka hanya terpaut sekitar 4 tahun.
"Kalau dengan istri yang kedua enggak. Saya aja manggilnya embak.. !".
Dalam hal menafkahi, ayahnya masih belum berlaku adil. Nafkah yang
diterima oleh ibu dan adik-adik AF hanya berupa biaya sekolah dan makan
sehari-hari. Untuk menutupi kebutuhan keluarga AF, ibunya bekerja.
"Hmm, status nafkah itu sebenamya apa ya? (sambil bertanya). 00. Biayahidup?! Seingat saya, hanya biaya sekolah dan makan. Saya khan statusnyakhan masih ngontrak dari dulu, ya otamatis ibu saya yang nafkahi. Ibu sayakhan anaknya tiga, ya sampai ketiga anak itu aja. Ibu bekerja, kebetulan bisajahit. Istri kedua dan ketiga tida/( bekerja. Kalau bapak jadi sapir taksi.
Menurut AF sisi negatif dari poligami yang dilakukan ayah adaiah
ketidakadilan terhadap anak.
"Mmm, sisi negatifpaligami, yang jelas tidak adit tadi ya. Ya ngorbanin anak.Ya walaupun poligami itu baik, ya tapi khan seeara batin yang namanya anakakan menjadi karban dan di saya dan adik-adik itu terasa bangetdampaknya'~
Selain itu, sikap ayah yang menelantarkan keluarga dan telah membuatnya
menderita, menjadikan peran ayah di mata anak-anaknya menjadi tidak
berarti.
"Malah saya tidak merasa adanya ayah tueh, memang ga ada perannya".
Saat ini AF sudah dapat menerima keadaan ayahnya yang berpoligami,
karena ia sudah mulai mengerti kalau poligami diperbolehkan dalam ajaran
agamanya.
78
"Mmm, gimana ya?. kalau dulu belum kenai Islam, maksudnya tahu Is/amnyamasih ini.. .iya.. Saya tidak bisa menerima. Saya merasakan poligami itu,masalah yang ga adit aja.. Sekarang.. di AI-Qur'an ada mau diapain. Oibilangga, juga ada dalilnya. Kalau saat ini ayah berpoligami, mau ga maumenerima".
Namun ia sangat menyayangkan sikap ayahnya yang mengambil keputusan
untuk menikah lagi dan tidak ada sedikitpun rasa kasihan kepada ayahnya itu
karena harus menafkahi ketiga istri beserta anak-anaknya.
"Ga tuch, udah kesalahan dia biarin aja. Ga, ga, biarin aja. Ga ada rasa-rasaitu. Itu khan udah tindakan dia ya, ya tanggung aja resikonya sendiri".
AF juga menginginkan agar ayah menceraikan saja ibunya.
"Mmm, sebenamya gitu, ya saya sich berharap ibu saya yang dicerai. Apalagisaat ini ya lebih banyak ga ngasifJ. Oaripada banyak dosa. Saya pemahminta ke ibu, tapi ke bapak enggak".
Gambaran Kecemasan menikah pada diri AF
Hidup dengan ayah yang menjalankan poligami teiah membuat AF beserta
ibu dan adik-adiknya menderita. Dampak yang benar-benar terasa adalah
ketika pernikahan ketiga ayahnya. Kala itu AF sudah remaja, ia sudah bisa
menilai dan menghayati kehidupan keluarganya. la selalu diliputi oleh
bayang-bayang masa lalu yang kelam tentang perkawinan orangtuanya itu.
Sehingga ia merasa cernas menikah dan berkeinginan untuk tidak menikah
saja. Selain itu dampak dari kecemasannya menikah itu adalah ketakutannya
79
ierhadap laki-Iaki dan menyebabkan sikap yang kurang bersahabat dengan
laki-Iaki yang menurutnya bersikap egois.
"Iya, jujur saja itu.. , yang pertama ya trauma dengan pernikahan bapak saya,dengan rumah tangga yang retak, trus yang kedua, selain bapak nikah lagiada kasus lain di rumah yang nyebabin saya itu takut dengan laki-Iaki,sempat juga benci sama yang namanya laki-Iaki. Iya, alergi nikahnya sayatakut sarna laki-Iaki (tertawa), ya egoisnya lebih terasa ya nia, walau kitasama ikhwan juga. Mm, berbicara ga ya. Biasa aja. Paling berantem sama;khwan (tertawa) apalagi kalau ikhwannya egois".
Selain itu, AF beserta ibu dan adik-adiknya kerap mendapat perlakuan kasar
dari paman yang menumpang tinggal di rumahnya, yang memiliki tabiat yang
kasar.
"Ga, kalau ama bapak ga ada ya, justru hukuman fisik itu sarna orang lain.Saya khan ada paman yang supe;csuper setengah gila (hahe), jadikecemasan saya menikah juga mendapat hukuman fisik darilaki-Iaki walaudari paman sendiri, ya memang tabiatnya seperti itu, suka mukuJin orang. Diakhan tingga/ di rumah. Ya semuanya jadi korban penganiayaan (hahaha)".
18 juga tidak pemah merasakan bagaimana kasih sayang ayah, karena
hidupnya selama ini diabaikan oleh ayahnya.
"Saya ga perna/l merasakan kasih sayang tuch, jadi tidak pernah tahumerasa tertekan atau tidak. Khan memang dari kecil, jadi tidak tahu kasihsayang itu seperti apa".
AF menyadari memendam perasaan cemas sejak SMA. Dan ketika
mendengar tentang pernikahan, ia takut kalau ia dipoligami.
80
"Mmm, cemas..Saya takut aja dengan nikah, saya takut kejadian di orangtuasaya, menimpa saya. Saya juga takut kalau saya punya anak, khan nantianak jadi korban lagi".
Bentuk rumah tangga yang ditakuti AF adalah yang dipenuhi dengan
kekerasan dalam rumah tangga.
"Rumah tangga yang di da/amnya penuh dengan kekerasan, suami yangkasar, ya atau keluarga besar dari kedua belah pihak yang kasar, itu yangpaling saya takuti".
AF juga mempunyai persepsi yang buruk terhadap poligami, Karena
menurutnya hanya sedikit sekali seseorang yang berpoligami dengan niat
untuk membantu.
"(Sambi! tertawa) Mmm, menentang aja! Jelas kaJau saya sich jujur aja belumbisa terima dengan adanya poiigami. Ya wa/aupun di AI-Quran jelas daJilnyaada, cuma selama ini yang saya perhatikan kayanya orang poJigami palingcuma 1% aja orang yang poJigami kerena ingin menolong, tapi selebihnyacuma nafsu sendiri aja".
AF memiliki tipe kepribadian yang tertutup dan tidak mudah beradaptasi, ia
membutuhkan waktu yang lama bahkan cenderung tidak bisa beradaptasi
dengan lingkungan yang baru. Sementara itu ia juga terkadang merasa tidak
nyaman jika ayahnya berada di rumah, bahkan ia menginginkan agar
ayahnya tersebut tidak ada di rumah. Namun jika AF berhasil mendapatkan
prestasi, maka ayahnya tetap memberikan penghargaan atas usaha keras
yang telah dilakukan AF .
"Ka/au masa/ah itu sich ga ya. Bapak saya tetap menghargai".
81
AF juga mengaku lebih menyukai menjalani resiko apapun atas tindakan
yang telah ia terima. kecuali tentang pernikahan.
"Kalau saya mah lebih suka dengan resiko, baik kecil maupun besar, ya sayajalanin aja. Kecuali nikah ya.. (tertawa) saya takut".
AF juga termasuk orang yang mudah tertekan ketika sedang cemas. Dalam
kehidupannya seringkali keinginannya tidak tercapai. Termasuk keinginannya
untuk menikah. seringkali berbenturan dengan kecemasan dalam hidup
berumahtangga. Ketika sedang cemas. AF merasa sulit untuk berkonsentrasi
serta jantungnya berdebar dan aliran darahnya mengalir dengan cepat.
Sementara itu, AF memiliki penyakit vertigo dan maag. Dan penyakitnya itu
sering kambuh kalau ia sedang banyak pikiran.
"Ga tau ya, saya kadang kalau kebanyakan mikir ya memang suka pusing.Tapi apakah itu karena cemas ya saya tidak tahu, orang datangnya tiba-tibaaja".
Sikap AF ketika mendapat suatu kegagalan adalah cenderung untuk lari dari
kenyataan. ia juga tipe orang yang mudah stress jika berada dalam
kegagalan.
"Mmm, apa ya.. cenderung berusaha untuk melarikan diri atau menghindar.Kalau bisa kabur, ya kabur".
AF merasa tidak betah tinggal di rumah. biasanya ia pergi untuk mencari
aktivitas di luar rumah. seperti ke rumah teman. toko buku, rapat, dsb.
"(Tertawa) Secara jujur iya, makanya pindah-pindah. Saya tuch senangnyajalan, jadi kalau ada masalah saya jalan aja, kemana aja, ke rumah temen,
82
apa saya ke toko buku. Ya, rapat ya pulang malam, pulang ke rumah teman(tertawa)".
Dalam kehidupan rumah tangga orangtuanya, AF tidak pemah menyaksikan
adanya pertengkaran terbuka di antara keduanya.
"Ayah saya dan ibu saya memang tidak pemah berantem. Setahu saya darikecil ga pemah Iihat orangtua berantem. Makanya ya memang tidak pernah.Makanya saya bingung. Makanya saya pernah bi/ang tuch sama ibu pengenIihat bagaimana berantemnya.. (tawa)".
Kalaupun terjadi konflik antara orangtuanya itu, AF berusaha untuk
menghindar serta tidak mengatasinya dan ia lebih cenderung membela ibu.
"Kita 8elama ini tidak pernah mengatasinya, ya membiarkan saja. karenakhan tidak ada perang apapun, jadi bapak pergi .va begitu aja. Jedi gaberusaha unluk mengklarifikasi atau apa"."Ga, ga ada seperti itu. Kalau pilihan ya saya lebih cenderung miJih ifJu",
Walaupun tidak pemah menyaksikan pertengkaran terbuka di antara kedua
orangtuanya, namun menurutnya, pertengkaran orangtua adalah yang biasa
dalam sebuah perkawinan.
"Kalau dilihat sich ya iya. Karena yang saya Iihat hampir semua orang dalamrumah tangganya selalu berantem. Walaupun saya tidak pernah me/ihatbapak dan ibu saya bertengkar'.
83
Bagan 4. 2. 2. 1.
Alur Gambaran Kecemasan Menikah pada AF
Menikah - Menlkah l- Menunda Menikah- Takut Menikah
1 AF pada fase dewasalawai
J,.--
Perkawinan Orangtuayang tidak bahagia
J,.Poligami dengan 3 I
istri I~
Pengalaman buruk
- Ditelantarkan ayah- Korban kekerasan- Ay3h lid.kadil~~~ dinafka.!:i ayah
I_ -'y'-----,
I Persepsi buruk':-------1 tentang pemikahanIIY
Tidak Poligami
4. 2. 3. Analisis Kasus CA
Gambaran Subyek
CA adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di kota Jakarta. la
adalah gadis berusia 23 tahun. CA memiliki sifat yang terbuka dan supel.
85
yang kedua tidaklah terlalu jauh (hanya berbeda RW). CA sering main ke
rumah istri pertama ayahnya untuk sekedar curhat dengan saudara
saudaranya yang berbeda ibu tersebut. Hubungan CA dengan anak-anak
dari istri pertama dan ketiga sangat baik. la menganggap mereka sebagai
saudara sendiri dan menganggap ibu mereka sebagai ibunya sendiri.
Observasi
Saat diwawancara, CA menggunakan jilbab putih dengan ujungnya diikat ke
belakang. la mengenakan bius hitam bermotif dengan kancing yang
berwama putih, ia juga memakai jeans. Wajahnya tampak a!ami tanpa
sapuan bedak. Wawancara berlangsung pada Hari Se!asa, tanggal 19
September 2006 pada Pukul 15.10 sampai Pukul 16.15 di sebuah rumah
kost. Rencananya, wawancara diadakan di sebuah kampus tempat CA
menimba ilmu. Namun, Karena suatu sebab, wawancara di adakan di kost
temannya yang tak jauh dari kampus. Wawancara berlangsung di teras kost
yang terdapat beberapa bangku. Rumah kost tersebut bersampingan dengan
jalan umum yang tidak terlalu lebar. Sesekali terdapat orang berlalu lalang,
begitu juga suara tukang jualan menawarkan dagangannya. Wawancara
berjalan cukup lancar dan tidak ada hambatan yang berarti. Wawancara
sempat terhenti beberapa menit karena CA izin sebentar untuk nelepon
penting di wartel. Wawancara kedua dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober
2006 via telepon, karena ada beberapa data yang kurang lengkap.
86
Riwayat kehidupan poligami ayah CA
Ayah CA menikah sebanyak tiga kali. Ayahnya menikah untuk kedua kalinya
yaitu pada saat istri pertamanya telah memiliki 5 (lima) orang anak. la
menikahi seorang gadis yang usianya lebih muda 9 tahun dari istri pertama.
Dari istri kedua ini, lahirlah CA dan adik laki-Iakinya. Namun pada usia CA
yang masih kecil, yaitu 1,5 tahun, ayah CA menikah lagi untuk yang
ketigakalinya dengan seorang gadis yang usianya sama dengan istri kedua.
Rencana pernikahan yang dirahasiakan ini, akhirnya diketahui juga oleh istri
pertama dan kedua. Mereka tidak menyetujui pernikahan ini, namun karena
sudah terjadi, maka istri pertama dan kedua akhirnya menyetujui juga.
"Ka/au tidak menyetujui berarti tidak ada istri kedua ketiga. Untuk awa/nye yamungkin memang dirahasiakan. Tapi karena orangtua saya mempunyaipikiran ka/au sudah terjadi ya mau diapekan?! Toh setiap istri itu tidak mauda/am perkawinan itu ada istilah poligami. Cuma karena sudah terjadi ya maudiapakan. Ya karena orangtua saya yang suka dan yang menja/ani yasi/ahkan. Kafau untuk orangtua saya, istri pertama tahu. Bahkan ka/au de/amceritanya ibu sempat tingga/ di istri pertama. Ka/au untuk istri ketigadirahasiakfjn awa/nye, jadi karena memang sudah ketahuan dan sudahterjadi ya, mau diapakan".
CA tetap merasa bersyukur mempunyai ayah yang berpoligami. Namun ia
tidak mengetahui motivasi ayahnya berpoligami. Dalam tradisi keluarganya,
berpoiigami adalah hal yang bisa dimaklumi dan wajar. Ayahnya mengikuti
jejak poligami dari kakeknya CA. Namun kalau keluarga besar ibunya, tidak
bisa menerima anaknya dipoligami.
"Jadi isti/ahnya kalau menurut orang betawi itu isti/ahnya keturunan, entahmungkin mengikuti jejak bapaknya dari ayah saya, saya ga tahu. Ya dari
87
kakek. Ya karena kakek saya pun istrinya empat. Mungkin karena kakek sayaterkenalnya bukan tukang cerai. Kalau sekarang isti/ahnya kalau memangbapak saya cocok dan bisa menafkahi, isti/ahnya bukan menafkahi jandaatau masih gadis ya ga papa".
CA pun menerima tindakan ayahnya yang berpoligami itu, karena
menurutnya hal tersebut adalah urusan ayahnya.
"Ya, itu jalan bokap saya, dia yang menjalani, duit-duit bokap saya, saya gapernah bi/ang ayah saya ga boleh menikah lagi, bukan karena sayamendukung, tapi itu kesenangan juga baginya. Isti/ahnya kalau papah masihbisa adi/, ya si/ahkan. Tapi karena tiga ini aja sudah cukup sulit membinanya.Isti/ahnya beda kepala beda pikiran. Jadi saya terserah menurut papah".
Hubungan antara istri-istri ayahnya beserta anak-anaknya cukup baik.
Karena ayahnya berusaha untuk membuat rukun di antara mereka.
"Aihamdulfllah baik, walaupun kite tempat tinggalnya jauh. Kalau ada acarasatu sama lain dihubungi, ka/au istilahnya rukun, a!hamdulillah. Karena kalauada acara keluarga pun dari istri per/ama sampai istri ketiga dilibatkan'~
Hubungan antara ibu dan ayahnya baik. Komunikasi juga berjalan lancar. CA
mengaku di antara istri-istri ayah, ibunyalah yang lebih memberi perhatian
kepada ayahnya itu, sehingga ayahnya lebih senang menceritakan masalah
apapun kepada ibunya CA.
Namun CA merasa kasihan dengan ayahnya, karena di usia yang sudah tua,
ayahnya harus mengurus ketiga istrinya beserta anak-anaknya.
"Oh iya, kalau kasihan ya pasti, karena umur papah saya ga muda lagi, ya 60tahun, jadi saya mesti ekstra, mesti ngerawat anak-anaknya, apalagi
88
sekarang ada cucu, ya cucu sekarang udah empat, mau lima dari istripertama. Istri kedua belum.
Ayahnya tidak pernah berbohong untuk menyenangkan hati CA dan ibunya.
::'Ga, ya tapi jujur yach, kalau ayah saya ga punya uang, ga nuntut nafkah ituada segini. Paling enggak alhamdulillah mama saya punya usahasampingan, jadi harusnya ya ga 'pure' papa saya, malah ya kadang-kadangya meminjamkan uang ke papa, 'take and give' aja dech. Karena punyakontrakan masing-masing ya nafkah ga terlalu dipikirin banget".
CA mengaku bahwa peran ayah di keluarga kadang kurang maksimal,
mungkin karena faktor kesibukan dan faktor usia yang sudah tua.
"Kaiau peran ayah mungkin iya yach, karena faktor umur, tapi yang jelassaya mengusahakan banget komunikasi dengan ayah harus lancar dan harussaling mengingetkan kalau ayah saya udah ga datang ya ditegur sama anakanaknya 'Papa gimana sicIJ, ga pemah ada di rumeh'. Ya A/hamdulilJah diamau denger omongan anak-anaknya. Yang jelas untuk ,oeran sich ga usahterlalu dipusingin".
Sementara itu CA mengungkapkan bahwa sisi negatif dari poligami yang
dilakukan ayahnya yaitu sulitnya komunikasi dan intensitas pertemuan".
"Sisi negatifnya apa ya? Ya kadeng-kadang sebagai anak pengen yaistilahnya ketemu, jarang ketemu, komunikasi sumjuga, ya mungkin karenakesibukan papa juga. Negatifnya apa ya? Kalau dibilang negatif, mungkinkalau lagi ga punya uang kali ya. Apalagi anak segitu banyak ya kaya'-kaya'gitu. Kalau pembagian wansan papa saya ga terlalu memikirkan karena yatanah segala macam ya sudah ada bagiannya".
Gambaran Kecemasan menikah pada diri CA
Hidup dengan ayah yang menjalankan poligami, tidak membuat CA
menderita. Karena menurutnya setiap anak atau istri tidak ingin ayah atau
89
suaminya menikah lagi, namun kalau sudah terjadi, maka ia menerima saja.
la tetap mensyukuri yang telah terjadi pada kelurganya. Karena selama
ayahnya memberikan kelayakkan hidup kepada dirinya dan ibunnya, maka
semua ini tidak menjadi masalah.
CA mengaku tidak pernah menyirnpan perasaan cernas menikah yang
berkaitan dengan trauma kehidupan keluarganya, tidak juga pernah terlintas
dalam pikirannya untuk menunda menikah ataupun memutuskan untuk tidak
menikah.
"Saya tidak pernah menargetkan seperti itu, wa/eupun ke/uarga sayapoligami, saya tidak mau menutupi ka/au kejadian itll menimpa saya. Ka/auitu memang sudah ja/annya. Saya tidak pernah memungkiri kerena sayaber'r<aca pada arangtua saya. Setiap orangtua menginginkan hal yang terbaik.Se/a/u senang pasti ada cerita-cerita susah orangtua, ya isti/ahnya untukpenga/aman saya nanti. Saya tidak pernah menargetkan. Pikir saya, sayawanita, begitu istilahnya. Kapal1pun /aki-/aki yang mau datang me/amar. yasilahkan saja. Asa/kan saya sudah kenai dengan ke/uarganya. Ga pernahmba, saya untuk menunda, mungkin ka/au dillihat dad kita udah mapan ataube/um, udall kelja dan sebagainya.
Kecemasannya menikah hanya seputar kehidupan rumah tangganya yang
layak dan ia bisa menafkahi anak-anaknya.
"Cemasnya itu saya takut misa/nya ka/au di rumah tangga kita bisa hidupenak apa enggak. Tapi yang je/as saya usahakan saya punya tabungan yangcukup. Saya punya du/u biar anak-anak saya tidak ter/entar. Saya tidakpernah cemas yang ini dan itu. Yang penting bisa atau engga untukmenafkahi anak-anak saya nanti dan untuk suami. Karena yang palingberharga itu khan anak-anak. Ya wa/aupun surga itu di bawah te/apak kakisuami. Yang ter/a/u di cemaskan ga ada. Ketakutan-ketakutan itu tidak ada".
90
Bagi CA poligami adalah suatu hal yang tidak perlu terlalu ditakutkan. Karena
ia berkaca pada pernikahan orangtuanya. la rnenilai sukses atau tidaknya
suatu perkawinan adalah bagaimana seseorang bisa menjalankan
manajemen keluarga yang baik, mempunyai kemarnpuan untuk memperbaiki
kualitas hubungan suami istri serta bisa mengetahui kekurangan dan
kelebihan serta kemampuan mengutarakan yang diinginkan.
"Ya manajemen ke/uarganya kali ya yang harus diinikan. Ya kaya'keharmonisan. Khan kita tidak bisa melihat ke/uarga itu bahagia. Be/um tentuke/uarga itu akan /anggeng. Bisajuga akan hancur. Ya bagaimana suami istriitu bisa memperbaiki kualitas hubungan itu sendiri. Saya tidak bisa melihatbagaimana-bagaimana. Harus mengetahui kekurangan dan ke/ebihan,mengutarakan yang diinginkan".
Is juga tidak takut jika suaminya nanti menikah lagi. la juga yakin akan
mampu mengatasi masalah yang ada di rumah tangganya nanti.
"Ka/au isti/ahnya ia dari wanita baik-baik, sho/ehah, bisa cari uang sendiri, yaga masa/ah. Tapi kalau diam-diam, saya marah dan menuntut cerai".
Tipe kepribadian CA adalah terbuka, ia bukan tipe orang yang suka
memendam masalah, tidak gugup berbicara dengan orang lain, mudah
beradaptasi pada iingkungan yang baru, ia juga betah tinggal di rumah,
apalagi ketika ayahnya ada di rurnah, ia merasa nyaman sekali. Karena
ayahnya tidak pernah mengabaikannya, walaupun ia tidak pernah diberi
penghargaan atas usaha kerasnya dalam meraih kesuksesan. Namun
baginya, doa seorang ayah saja sudah cukup.
92
bertengkar, karena ia lebih memilih netral, walaupun ia lebih dekat dengan
ayah.
"Kalau cuma masalah biasa aja, ya cuman ngambek-ngambek manja, tapitetap sms, paling cuma ngendumel-ngendumel biasa aja, ga sampe gategoran. Kalau ada pertengkaran yang kecil-kecil gitu sich ketawa aja,Karena bakal reda sendiri. Alhamdulillah ga pernah kedengaran sama anakanaknya. Cuma saya lebih dekat dengan ayah, cuma kalau loyalitas sayalebih milih netral aja".
Menurut CA, pertengkaran dalam suatu rumah tangga adalah hal yang biasa
dan wajar. Dan jika dalam rumahtangganya nanti ia dihadapkan pada
banyaknya konflik, maka ia akan mengatasinya secara baik-baik.
"Biasa, mau besar atau kecilnya suatu masalah tergantung dari ayah atau ibutersebut, jadi harus ada "self control', tidak ketaflUan tetangga memangsudah hebat dan ga bisa sampai dis/tu, ya menurut saya itu wajar". "Ya ituudah jadi resiko mba, ya paling tidak mengetahui masaiah itu, danmengatasinya secara baik-baik".
93
Bagan 4. 2. 3. 1.
Alur Gambaran Kecemasan Menikah pada CA
I
Pengalaman buruk I- Peran ayah kadang I
kurang maksimal
ILCemas menikah
+,--._-"----,
1- Menlkah- Mcnunda Menikah- Takut Menii<:ah
I
*! Tidek cernasJmecnikah
L __~__
I-:'~~-':-J
4. 3. Anaiisis Antar Kasus
Setelah melakukan analisis pada tiap-tiap kasus di atas, maka selanjutnya
pada bagian ini, penulis akan menggambarkan analisa antar kasus yakni
dengan membandingkan kehidupan poiigami ayah responden, aspek-aspek
kecemasan menikah dan faktor penyebab kecemasan menikah pada subyek
daJam penelitian ini.
TabeJ 4. 3. 1. menunjukkan perbandingan kehidupan poJigami ayah dari
masing-masing sUbyek yakni LU, AF, dan CA.
Tabel4. 3. 1.
Ayah yang Berpoligami
94
Aspek Sub Asoek LU AF CA
Menurut Jumlah istri 2 3 3Hukum Hubungan saudara dengan ;J - -Islam sesama istri ayah
Ibu tiri memiliki anak yatim - - -Keadilan dalam memberi nafkah - - --J
Menurut Mendapat persetujuan dari istri - - -Hukum pertamaNegara Diketahui oleh istri oertama ;J - -Kehidupan Menerima ayah yang .~ - --J
Poligami berpoligamiMengetahui motivasi ayah ;J - -berooliaami IHubungan baik antar sesama T - - ~ j
II istri ayah
~, Mengakui istr: muda ayah ;J ;J
I sebaaai ibuMenghadiri pernikahan kedua - - ;JayahMemiliki tradisil keluarga ,I ;J ;J
I
poliqami IMenceritakan poligami ayah
I;J - "kepada teman
Dampak Kasihan keoada ayah ;J - ;Jpoligami Ayah suka berbohong untuk ;J - -
menvenanqkan hati keluarqaKurana menaharaai ayah - ;J -Ayah tidak adi! - ;J - ,Komunikasi terhambat - - ;JAnak banvak (nafkah) - - ;JMenderita - ;J -Anak iadi korban - ;J -Ortu bertenqkar ...; - -
Peran ayah Maksimal - - -Kadanq kurang maksimal ;J - ;JTidakada ;J -
96
Bagi semua subyek, poligami merupakan suatu hal yang wajar, dan telah di
jalani oleh keluarga besar dari masing-masing subyek. Seperti pada sebagian
besar saudara ibu LU yang nasibnya dipoligami oleh suami mereka. Paman
AF yang telah dulu berpoligami. Serta kakek CA yang memiiiki 4 (empat)
orang istri.
Masalah keadilan nafkah dalam rumah tangga, LU dan CA merasa ayahnya
sudah berusaha untuk berbuat adil. Sedangkan AF merasakan ayahnya tidak
berbuat adil, ia juga merasa diabaikan. Begitu juga dalam hal waktu bergilir,
ayah LU dan CA mempunyai jadwal menginap di rumah istri-istrinya.
Sedangkan ayah AF tinggal di lempat istri ketiga tanpa bergilir.
Dampak poligami yang dirasakan oleh masing-masing subyek berbeda-beda.
LU merasa, dengan poligami, orangtuanya jadi sering bertengkar, ayah jadi
suka berbohong, terkadang peran ayah dirasa kurang maksimal. Sedangkan
AF merasa poligami yang dilakukan ayahnya menyebabkan keluarganya
menderita, ayah tidak adil dan ia juga tidak dapat merasakan peran ayah
serta kurang menghargainya sebagai ayah. Hal ini berbeda dengan CA,
menurutnya peran ayah menjadi kurang maksimal, lebih didominasi karena
faktor usia yang sudah tua dan kesibukannya dalam bekerja sehingga
komunikasi jadi terhambat.
Seianjutnya akan dijabarkan perbedaan dan persamaan tentang gambaran
kecemasan menikah pada masing-masing subyek.
Berikut adalah perbandingan komponen kecemasan menikah pada LU, AF
dan CA.
Tabel 4. 3. 2.
Kecemasan Menikah
97
Komponen ISub komponen LU AF CA
Kecemasan II Menikah
~gnitif Mengambi! keputusan tidak menikah--
-~(pikiran) Menunda rnenikah sampai slap mental "1-- --Sulit konsentrasi saat cemas ,,1-+-"I I
Memiliki persepsi buruk terhadap - "I -poligami
Trauma masa lalu tentang perkawinan - "I -orangtua
Bersedia dipoligami " - "IAfektif Mudah tersinggung - - -(perasaan) Memendam cemas menikah - "I -Motorik Mudah gugup " - -(reaksi fisik Penyakit kambuh " "I "atau bioiogis) Gemetar "I - "Isaat cemas Letih "I "I "IJ
98
Dari segi kognitif, di antara ketiga subyek, hanya AF yang memendam
perasaan cemas menikah. Bahkan ia memutuskan untuk tidak menikah.
Karena AF trauma terhadap perkawinan orangtuanya serta akibat dari
kekerasan rumah tangga yang dilakukan oleh pamannya yang menumpang
tinggal dengannya. la merasa keluarganya telah retak (broken home).
Dampaknya ialah ia menjadi takut terhadap laki-Iaki terutama yang bersikap
egois dan ia juga sering berselisih dengan laki-Iaki dalam rapat organisasi.
Sedangkan pada kasus LU dan CA, tidak ditemukan adanya kecemasan
menikah akibat trauma perkawinan orangtuanya. Kecemasan LU dan CA
terhadap pernikahan hanya sebatas pada kurangnya persiapan mental, ilmu,
dan materi yang akan dijadikan bekal dalam berumahtangga, sebab ia
khawatir nanti anaknya terlantar karena ketidakmampuannya dalam
mengurus anak.
Persepsi tentang poligami, bagi LU dan CA adalah sesuatu yang wajar dan
biasa. Dan keduanya bersedia jika nanti dipoligami. Sedangkan AF memiliki
persepsi yang buruk terhadap perkawinan poligami. la tidak bersedia untuk
dipoligami, karena baginya, fenomena yang ia temukan hanya sedikit sekali
orang berpoligami yang memiliki niat untuk menolong, selebihnya hanya
sekedar nafsu syahwat saja. .
99
Secara afektif, sampai sekarang AF masih merasa sedih jika mengingat
trauma masa lalunya. la pun telah lama memendam perasaan cemas
menikah sejak ia sekolah SMA sampai sekarang di usianya yang sudah
kepala tiga. Sedangkan LU dan CA tidak memiliki perasaan sedih karena ia
sudah menerima sikap ayahnya yang memutuskan untuk berpoligami. Ketiga
subyek ini mengaku tidak sedikit pun merasa tersingggung jika disinggung
tentang perkawinan orangtuanya.
Secara motorik, LU lebih menampakkan reaksi tlsiologis ketika sedang
cemas, seperti mudah gugup, penyakit menjadi kambuh, tubuh gemetar dan
fisik menjadi letih. Sedangkan pada CA, ieaksi yang sering timbu! ada!ah
tubuh menjadi gemetar, penyakit kambuh dan keletihan fisiko Sementara
pada AF, hanya sedikit reaksi yang timbul ketika sedang cemas yaitu,
pusingnya kadang kambuh ketika banyak pikiran dan ia biasanya menjadi
letih. Untuk mengatasi hal tersebut, LU mengatasinya dengan berdiam diri
atau istirahat sejenak. Sedangkan AF mengatasinya dengan tidur dan
menghindari minum obat. Sementara CA mengatasinya dengan tidur, minum
air putih dan istirahat.
Mengenai faktor terjadinya kecemasan menikah akan diuraikan selanjutnya
dan perbandingannya dapat dilihat pada tabel 4. 3. 3. berikut ini.
101
kemauan serta ketakutan terhadap kegagalan, namun ia merasa mampu
mengatasi konflik yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangganya kelak. la
juga tetap menghargai ayahnya. Sementara pada diri LU semua
kebutuhannya terpenuhi dan tidak mengalami ancaman psikis dan fisik serta
tidak adanya konflik kemauan dalam dirinya, ia juga tidak mengalami
ketakutan akan kegagalan, hanya saja ia lebih berhati-hati terhadap resiko.
Sedangkan pada diri CA, ia mudah tertekan psikisnya, namun di dalam
dirinya tidak mengalami tekanan fisik, tidak adanya konflik kemauan, tidak
takut gagal, serta tidak terdapat kebutuhan yang tldak dipenuhi.
Mengenai daya tahan terhadap konflik, AF juga terlihat lemah dalam hal ini.
Walaupun tieak pernah menyaksikan pertengkaran terbuka orangtuanya,
namun ia mudah stress, tertutup, tidak mudah beradaptasi dan keinginan
melarikan diri dari kenyataan hidup. Sementara pada LU yang memiliki
kepribadian tertutup ini, sering melihat pertengkaran orangtua, namun itu
tidak berdampak pada komponen daya tahan terhadap konflik. Begitu juga
dengan CA yang memiliki daya tahan terhadap konflik yang cukup baik.
BAB5
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, lalu
menguraikannya dalam bentuk diskusi. Kemudian pada bagian akhir akan
ada saran mengenai penelitian ini, agar pada penelitian berikutnya dapat
lebih baik lagi.
5. 1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian in! diperoleh berdasarkan data dar. hasil
penelitiar. yang teiah di analisis. Kesimpulan tersebut yaitu mereka yang
ayahnya berpoligami tidak seialu berdampak pada kecemasannya untuk
menikah kelak. Hal tersebut tergantung pada tahap perkembangan yang
dijalani oleh anaknya saat ayahnya menikah lagi. masih anak-anak atau
remaja dan bagaimana cara orangtua menangani keluarganya. Dari sinilah
dapat diungkap tentang gambaran kecemasan menikah pada perempuan
dewasa awal yang ayahnya berpoligami, yaitu subyek yang memiliki
kecemasan menikah. Gejalanya seperti takut atau membenci laki-Iaki serta
mempersepsikan buruk terhadap pernikahan dan terauma terhadap
pernikahan orangtua. Tindakan yang ia ambil adalah bertengkar dengan laki-
103
laki, tidak ingin menikah dan menolak keras jika dipoligami. Sedangkan bagi
subyek yang tidak cemas terhadap pernikahan, memiliki presepsi yan baik
terhadap pernikahan.
5. 2. Diskusi
Dalam penelitian ini, subyek yang diteliti hanya berjumlah 3 subyek. Semua
subyek berjenis kelamin perempuan. Hal ini dimaksudkan karena orang yang
dipoligami adalah perempuan, sehingga diharapkan dengan adanya
kesamaan kriteria, maka hasil yang diperoleh dapat mewakili subyek yang
berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Dan dari ~asH kesimpulan menunjukkan bahwa, ayah yang
berpoligami sedikit banyak memberikan pengaruh kepada anak mereka. Hal
ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Spring (dalam
Patmonodewo, 2001) bahwa dampak poligami yang diterima oleh setiap anak
akan berbeda-beda, tergantung pada tingkat usia anak, apakah masih anak
anak, remaja atau sudah dewasa serta cara orangtua menangani anaknya.
Seperti ditemukan pada kasus AF, yang ayahnya menikah untuk ketiga
kalinya pada saat ia sudah remaja dan ketidakmampuan ayahnya
membimbing dalam keluarga yang membuat ia dan keluarganya menderita,
sehingga ia trauma serta memberikan penilaian atau persepsi yang negatif
terhadap perkawinan dan terhadap poligami. Sementara pada kasus LU dan
104
CA, dimana ayah mereka menikah lagi pada usia mereka yang masih anak
anak, membuat dirinya tidak terlalu menghayati dampak pernikahan poligami
yang dilakukan ayahnya, kemudian ayahnya LU dan CA juga berusaha untuk
berbuat seadil-adilnya kepada istri-istri dan anak-anaknya.
Pada kasus AF, ia mengalami kecemasan menikah dan terlintas dipikirannya
untuk tidak menikah, padahal usianya kini sudah kepala tiga. la trauma dan
tidak ingin memiliki nasib yang serupa dengan ibunya. Senada dengan hal
tersebut, Hurlock (1999) menyebutkan bahwa salah satu alasan orang
dewasa tidak mau menikah adalah kekecewaan yang pernah dialami karena
kehidupan keluarga yang tidak bahagia pada masa lalu. Selain itu,
kekecewaan AF terhadap ayahnya, ia lampiaskan dengan membenci semua
laki-Iaki, terutama bagi mereka yang menurut AF bersikap egois. la sering
bertengkar, terutama pada saat rapat organisasi. Sehingga sikap yang timbul
hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu, seperti tindakan
bemusuhan (Naning Widyastuti, 2004).
Dalam pertengkaran orangtua, terdapat konflik loyalitas, hal ini terjadi pada
LU dan AF. Subyek mencoba melindungi atau membela salah satu dari
orangtua mereka. Dalam kasus LU dan AF, mereka lebih memilih membela
ibu, karena mereka menilai ayah mereka egois.
105
Hubungan yang terjalin dengan baik antara keluarga dari istri pertama, istri
kedua dan selanjutnya, tergantung dari sejauh mana peran ayah dalam
membuat rukun istri-istrinya beserta anak-anaknya.
Daya tahan anak terhadap konflik, lebih didominasi pada faktor
penyebabnya, apakah ada kebutuhan anak yang tidak terpenuhi, ancaman
fisik dan psikis, adanya konflik keinginan dan penyelesaian terhadap
masalah yang dihadapainya
5.3. Saran
Berdasarkan pada hasH penelitian dan diskusi di atas, maka ada beberapa
saran yang akan dikemukakan, yakni yang meliputi saran yang bersifat
metodologis dan saran praktis. Saran metodologis bertujuan agar penelitian
selanjutnya lebih baik lagi. Adapun saran metodologis yang berkaitan dengan
tema yang diangkat oleh penulis, yaitu:
1, HasH penelitian ini hanya berlaku untuk subyek yang menjadi obyek
pada penelitian ini, dan subyek yang diambil hanya yang berjenis
kelamin perempuan serta jumlahnya tidak dapat mewakili jumlah
populasi pada kasus yang ayahnya berpoligami, maka hasH dari
gambaran kecemasan menikah pada penelitian ini tidak dapat
digeneralisir pada setiap orang yang memHiki kriteria-kriteria seperti' ',~- .,-~,~ ,-~.-'
\ IJ\~ l;>'(l\.t\W ,,,nil~jl:\\ u~",n"\
106
subyek pada penelitian ini. Untuk itu, alangkah lebih baik lagi jika pada
penelitian ini menggunakan pendekatan lain seperti pendekatan
kuantitatif agar lebih terlihat perbedaannya, serta subyeknya ditambah
tidak hanya perempuan saja.
2. Penelitian ini hanya mengungkap gambaran kecemasan menikah yang
ayahnya berpoligami. Penulis menyarankan agar pada penelitian
selanjutnya dilakukan penelitian juga terhadap subyek yang ayahnya
tidak berpoligami, sehingga terlihat perbedaan atau persamaannya.
3. Melakukan penelitian dengan membuat batasan kriteria subyek yakni
dengan memperhitungkan pada tahap perkembangan anak-anak,
remaja atau dewasa, saat ayahnya menikah lagi atau berpoligami.
Sedangkan saran praktis ditujukan terutama bagi mereka yang ayahnya
berpoligami, atau bagi lllereka yang berkeinginan untuk berpoligami agar
memperhatikan hal berikut:
1. Anak yang ayahnya berpoligami agar tetap menjaga kondisi
psikologisnya dengan memiliki penilaian positif tentang pernikahan
atau perkawinan poligami, karena seseorang tidak mutlak akan
mengalami nasib yang serupa dengan orangtuanya. Sebab
kecemasan dan pola pikir negatif yang berlebihan bisa menyebabkan
107
kegagalan di masa mendatang. Maka dari itu kekuatan pikiran dapat
mempengaruhi kehidupan.
2. Bagi mereka yang telah berpoligami, hendaknya berlaku adil serta
mempertimbangkan dampaknya dikemudian hari, agar anak tidak lagi
menjadi korban. Sebab jika terjadi kezholiman terhadap anak dan istri,
maka hal ini akan mengganggu kestabilan psikologis bagi anggota
keluarga itu sendiri serta dapat menjadi contoh buruk bagi
implementasi ajaran Islam (poligami) dan pro kontra terhadap poligami
tetap akan terus bergulir.
108
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islam, PT Serambi IImu Semesta, Jakarta, 2001.
Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir Upaya Orientalis DalamMemalsukan Islam, Diponegoro, Bandung, 1991.
Chaplin.J.P, kamus Besar Psikologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.
Davidoff.I.Unda. Introduction to Psychology. Psikologi Suatu Pengantar,terjemah; Mari Juniati. Erlangga, Jakarta, 1991.
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembua(an Proposaldan Laporan Penelitian, Cetakan Pertama, UUM Press, Malang,2004.
Hurlock, E!izabeth. B., Psikologi Perkembangan Suatu PendekatanSepanjang Reman Kehidupan. Edisi keiima, Penerbit Erlangga, Jakarta,1999.
Kerliger, Fred N, Asas-asas Penelitian Behavioral, cetakan ketujuh, GajahMada University Press, Yogyakarta, 2000.
Kristi.E.Poerwandari, Pendekatan Kualitatif da/am Penelitian Psikologi.Lembaga pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan psikologi(LPSP3). Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Depok. 2001.
Lexy.J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Relllaja Rosdakarya,Bandung, 2000.
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, cetakan pertallla,Perserikatan Solidaritas Perelllpuan, Jakarta, 1999.
109
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, terjemah Moh. Thalib, Alma'arif, 1990
Soemiarti Patmonodewo... (et,al.), Bunga Rampai Psiko/ogi PerkembanganPribadi dari Sampai Usia Lanjut, editor: S.C. Utami Munandar, UI-Press,Jakarta, 2001.
Subekti, Raden dan Tjitrosudibio, Kitab Undang Undang Hukum PerdataEdisi revisi, cetakan keduapuluh delapan, Pradnya Paramita, Jakarta 1996.
Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah, Fiqih Wanita, Pustaka AI-Kautsar,Jakarta, 1998.
Tim Keilmuan Lembaga Imam dan Khatibl WAMY, Fiqih Praktis, WAMY,Jakarta, 1998.
SKRIPSI
Mumi Ambarsari, Gambaran Kecemasan dan Strategi Coping AnggotaBrimob Polri yang Ditugaskan ke Daerah Konlik Aceh", Fakultas PsikologiUIN Syarif Hidayatullah, 2004.
Nur Firdausi, PerbedaanTingkat Kecemasan untuk Mendapatkan Pekerjaanantara Pria dan Wanita Fresh Graduate, Fakultas Psikologi UIN SyarifHidayatullah, tidak diterbitkan, 2005.
MAJALAH
Sabili, NO.8 TH.VIII Oktober 2000/6 Rajab 1421 H (Telaah Khusus:Poligami; Repot Tapi Indah).
110
INTERNET
Ayang Utriza NWAY, 21 September 2004, Islam, Poligami, dan Perempuan,online diakses Juli 2006 (http://www.kompas.com/kompascetak/0409/swara/1275820.htm).
DH Devita, , online diakses Juli 2006(http://ayyasykecil.blogspot.com/2005_03_01_ayyasykecil_archive.html).
Eko Bambang S, 19 Desember 2005, Pemberdayaan Hukum Dapat MenekanPerempuan Dari Pemiskinan, diakses Juli 2006 (/JulnaIPerempuan.com).
Kompas, 11 April 2004, Faktor Praperkawinan yang Berpengaruh padaSukses Perkawinan, online diakses Juli 2006 (http://www.kompas.com).
L.Meilany, 2006, Buntut Tuduhan Musdah Soal Poligami, online diakses Juli2006 ([email protected]/msg02311.html).
Suara Merdeka, 2004, Poligamj Sebabkan Hak Anak Terabaikan, onlinediakses Juli 2006 (http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/07/dar26.htm).
Yasmidar, 06 April 2006, Membebaskan Diri dari Obsesi Menikah, onlinediakses Juli 2006( http://www.mail-archive.com/[email protected])
Nama
Waktu Wawancara
Lembar Observasi
Hari/ Tanggal
Tempat Wawancara :
111
Penampilan fisik subyek :
Sikap terhadap pewawancara :
Ekspresi verbal:
Ekspresi nonverbal:
Hambatan selama proses wawancara :
Catatan khusus :
Data Pribadi Subyek
Data Subyek
1. Nama Subyek
2. Jenis Kelamin
3. Usia
4. Agama
5. Suku
6. Pekerjaan
7. Pendidikan terakhir:
8. Alamat
9. Anak ke__. dari__ bersaudara ( Dalam satu Ibu)
10. Anak dari isteri Ayah yang ke__
11. Jumlah saudara (dari semua anak Ayah) :
Data Ayah
1. Nama Ayah
2. Usia
3. Agama
4. Suku
5. Pendidikan terakhir :
112
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Jumlah Isteri
9. Jumlah Anak dari
- Isteri pertama
- Isteri Kedua
- Isteri Ketiga
10. Lama pernikahan dari
- Isteri pertama
- Isteri Kedua
- Isteri Ketiga
Data Ibu Kandu'lfL.(isteri ayah yang ke_ )
1. Nama Ibu
2. Usia
3. Agama
4. Pekerjaan
5. Suku
6. Pendidikan terakhir :
7. Alamat
113
115
PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya:
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul
"Gambaran Kecemasan Meilikah pada Dewasa Awal yang Mempunyai
Ayah yang Berpoligami". Saya bersedia diwawancara tanpa ada paksaan
dari siapapun. Dan jika ada data yang kurang lengkap maka saya bersedia
untuk diwawancara kembali. Adapun identitas dan hasH wawancara dijamin
kerahasiaannya dan semata-mata untuk kepentingan skripsi.
Jakarta, 2006
Responden
NamaUsia
Pedoman WawancaraPertanyaan Kecemasan Menikah
Jenis KelaminTgi Wawancara
116
No Pertanvaan
1 Apakah pernah terlintas dipikiran Anda, mengambil keputusan untuk tidakmenikah?
2 Berkaca pada pernikahan orangtua Anda, apakah Anda memutuskan untukmenunda pernikahan sampai Anda benar-benar siap?
3 Apa yang akan Anda lakukan jika suami Anda (atau jika Anda laki-Iaki) nantimemutuskan untuk berpoliQami?
4 Apakah Anda sulit konsentrasi, saat kecemasan rnenikah datang?
5 Jika dalam suatu peke~aan, Anda sulit untuk berkonsentrasi, apa yang akanAnda lakukan untuk mengatasi hal tersebut?
6 Apa yang dapat membuat Anda cemas jika mendengar tentang pernikahan?
7 Apa yang ada dibenak Anda ketika mendengar kata poligami?
8 Bagaimana Anda menilai sukses atau tidaknya suatu perkawinan? --k Apakah perasaan Anda mudah tersinggung ketika diianya tentang kehidupan:,\ perkawinan orangtua Anda?
~'kahA'd' m,""d"" ka'" A'd' m,m,"d,m p,rn,,,, rem" om"menikah?
11 Apakah Anda tipe orang yang suka memendam perasaan?12 Apakah saat inl, Anda diliputi oleh bayang-bayang masa lalu yang tidak
rnenyenanQkan?13 Apakah selama ini Anda mengalami kesukaran dalam berbicara (mudah
QUQUP)?14 Ketika Anda sudah slap untuk menikah, apakah Anda gugup
menautarakannva kepada ayah Anda?15 Penyakit apakah yang Anda derita saat ini?
16 Apakah penyakit Anda kambuh pada saat Anda sedang cemas?
17 Apa yang Anda lakukan pada saat penyakit Anda kambuh?
18 Ketika sedang cemas, apakah tubuh Anda gemetar?
19 Apakah tubuh Anda gemetar ketika mengingat pertengkaran orangtua?
20 Apakah fisik Anda merasa letih ketika sedang cemas?21 Apakah Anda pernah mengalami hukuman fisik dari ayah Anda?22 Apakah ketika bertengkar, orangtua Anda menggunakan kekerasan fisik?23 Apakah kegagalan masa laiu seringkali mengganggu psikis Anda?24 Apakah psikis Anda mudah tertekan ketika sedang mengalami kecemasan?25 Apakah keinginan Anda untuk menikah seringkali berbenturan dengan
kecemasan terhadap kegagalan hidup berumahtangga?
117
26 Apakah keinginan dalam hidup Anda sering tidak tercapai?
27 Apakah ketika cemas, Anda pemah ingin lari dari kenyataan hidup ini?
28 Apakah Anda lebih menyukai menghindari resiko dalam bertindak?
29 Apakah Anda merasa takut jika rumah tangga yang akan Anda jalanimenqalami keqaqalan?
30 Apa yang Anda takuti dalam sebuah rumah tangga?
31 Apakah Anda takut kalau nanti suami Anda menikah lagi?
32 Apakah Anda yakin akan mampu mengatasi masalah yang ada dalam rumahtanqqa?
33 Apakah kasih sayang ayah Anda menjadi terpecah karena harus membaginyadenqan anak-anak dari isteri ayah yanq lainya?
34 Apakah anda merasa diabaikan oleh ayah Anda?35 Apakah Anda merasa bahwa usaha keras / prestasi yang Anda raih tidak
mendapat penqharqaan dari ayah Anda? .'
36 Apakah Anda merasa nyaman jika Ayah sedang di rumah?37 Apakah Anda tidak betah tinggal di rumah?38 Apa yang Anda lakukan di luar rumah, jika merasa lidak betah di dalam
rumah?39 Apakah Ayah membanding-bandingkan anak-anak dari isteri pertama dan
kedua?40 Apakah Anda merasa ayah Anda sudah dapat berbuat adil terhadap ibu dan
t:I1anak-anaknya?Apakah Anda termasuk orang yang mudah stress jika mengalami kegagalan?
42 Bagaimana sikap Anda bila mendepat suatu kegagalan?43 Bagaimana tipe kepribadian Anda? Tertutup/terbuka? Atau seperti apa?44 Bagaimana Anda rnengatasi konflik yang te~adi pada kedua orangtua Anda?45 Apakah Anda pemah meminta ayah unluk menghentikan semua
pertengkaran?46 Menurut Anda, Apakah pertengkaran di dalam perkawinan merupakan suatu
hal biasa?47 Apakah dalam diri Anda ada konflik loyalitas ketika orangtua Anda bertengkar?48 Apakah yang ibu Anda lakukan setelah bertengkar dengan ayah Anda?49 Apakeh yang Anda lakukan setelah menyaksikan pertengkaran kedua
oranqtua Anda?50 IApa yang Anda lakukan jika temyata pemikahan Anda nanli, banyak sekali
konflik di dalamnya? .51 Apakah ayah Anda berusaha untuk membuat rukun isteri-isterinya berserta
anak-anaknya?52 Bagaimana sikap Anda bila berada pada Iingkungan yang baru?53 Apakah Anda mudah beradap\asi pada Iingkungan yang baru?54 Apakah teman Anda sering curhat (terbuka) kepada Anda?
NamaUsia
Pedoman WawancaraPertanyaan tentang Ayah yang Berpoligami
Jenis KelaminTgi Wawancara
118
No Pertanyaan1 Berapa jumlah isteri ayah Anda ?
2 Apakah isteri ayah Anda yang lain, masih ada hubungan saudara dengan ibuAnda?
3 Apakah ayah menikah dengan seorang perempuan yang memiliki anak yatim?
4 Menurutmu, apakah ayah sudah berlaku adil terhadap semua isteri dan anak-anaknva?
5 Apakah selama ini ayah menafkahi ibu Anda dan anak-anaknya?
6 Dimana ayah Anda tinggal?
7 Sepengetahuan Anda, apakah ibu Anda menyetujui ayah Anda untukberpoliQami?
8 Apakah ayah menikah lagi diketahui oleh isteri pertama?
9 Bagaimana perasaan Anda saat mengetahui bahwa ayah berpoligami? I
10 Apa yang ingin Anda lakukan setelah mengelahui bahwa ayah Anda poligami?JHi Apakah Anda malu diketahui bahwa ayah Anda berpoligami?
12 Apakah perkawinan ayah_Anda cJiketahui oleh semua tetangga Anda? Ir3 Apakah Anda menerima tindakan Ayah yang memutuskan untuk hidup I
berpoliQami?14 I Sampai saat ini, apakah Anda sudah menerima kenyataan bahwa ayah Anda
berpoligami? --15 Apakah ke!uarga besar orangtua Anda menerima konsep perkawinan
poliQami?16 Apakah Anda tahu, apa motivasi Ayah untuk berpoligami?17 Bagaimana hubungan Anda dengan ayah Anda?18 Bagaimana hubungan antara ayah dan ibu Anda?19 Bagaimana hubungan antara keluarga isteri pertama dengan isteri kedua?20 Bagaimana hubungan antara Anda dengan anak-anak dari isteri ayah yang
lain?21 Apakah Anda bersikeras untuk meminta ayah agar memilih salah satu di
antara isterinva untuk dicerai?22 Apakah Anda akan menganggap anak-anak dari isteri ayah yang lain sebagai
saudara Anda?23 Apakah Anda mau mengakui isteri kedua ayah Anda sebagai ibu (orangtua)
Anda?24 Bagaimana sikap Anda jika bertemu dengan isteri muda ayah?25 Apakah pada saat ayah Anda menikah lagi, ibu dan Anda menghadiri
pernikahan tersebut?
119
26 Sepengetahuan Anda, apakah ada keluargal saudara Anda yang mengikutiieiak ayah yang berpoligami
27 Apakah Anda akan menceritakan kepada calon pasangan Anda dan calonmertua, kalau ayah Anda berpolioami?
28 Apakah Anda menceritakan kepada sahabat Anda, bahwa ayah Andaberoolioami?
29 Apakah Anda merasa kasihan kepada ayah Anda karena harus mengurusiisteri-isteri beserta anak-anaknva?
30 Apakah ayah Anda sering berbohong untuk menyenangkan Anda dan ibuAnda?
31 Menurutmu, apa sisi negatif dari poligami yang dilakukan ayah?32 Apakah Anda merasa menderita hidup dengan keluarga yang melakukan
poligami?33 Apakah Anda kurang menghargai ayah Anda? -34 Apakah Anda merasa peran ayah kurang maksimal di dalam keluarga Anda?