GAMBARAN ASPEK KOGNITIF DARI STATUS MENTAL LANSIA DI …

of 95 /95
GAMBARAN ASPEK KOGNITIF DARI STATUS MENTAL LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA MINAULA KOTA KENDARI TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kendari OLEH : HASRATIN LASAIMA P00320013009 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEPERAWATAN 2016

Embed Size (px)

Transcript of GAMBARAN ASPEK KOGNITIF DARI STATUS MENTAL LANSIA DI …

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA MINAULA
KOTA KENDARI
TAHUN 2016
Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
Karya tulis ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku,
saudara-saudaraku dan almamater yang kubanggakan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Penulis
Jenis kelamin : Perempuan
B. Riwayat Pendidikan
2. SD Negeri 1 Rate-Rate tamat tahun 2007
3. SMP Negeri 1 Tirawuta tamat tahun 2010
4. SMA Negeri 1 Tirawuta tamat tahun 2013
5. Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan tahun 2013 sampai
sekarang.
ABSTRAK
Hasratin Lasaima (NIM P00320013009). “Gambaran Aspek Kognitif Pada Status Mental Lansia Di Panti Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016”. Pembimbing I Dian Yuniar dan Pembimbing II Nurfantri (vii + 58 halaman + 3 tabel + 8 lampiran). Kognitif merupakan suatu proses pikir yang membuat seseorang menjadi waspada terhadap objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran aspek kognitif pada status mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Tahun 2016. Penelitian ini dilaksanakan di panti sosial tresna werdha minaula kendari mulai tanggal 19 Februari sampai 17 Juni 2016.Metode penelitian ini menggunakan survey deskriptif, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara total sampling dengan pendekatan observasi dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari sebanyak 94 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari yang ditentukan dengan tehnik Total Sampling artinya seluruh lansia menjadi sampel penelitian yaitu sebanyak 94 orang lansia akan tetapi ketika pelaksanaan penelitian hanya 70 orang yang didapatkan dikarenakan ada lansia sebanyak 5 orang yang sakit, 7 orang tidak mau dilakukan penelitian, dan 12 orang tidak berada ditempat atau pulang. Data yang di peroleh dengan wawancara pada lansia langsung, kemudian data tersebut di olah dalam bentuk tabel disertai penjelasan. Hasil penelitian ini normal adalah sebanyak 19 responden (27,14%), sedangkan jumlah lansia dengan kategori kemungkinan gangguan kognitif adalah sebanyak 37 responden (52,85%) dan jumlah lansia dengan kategori definitif gangguan kognitif adalah sebanyak 14 responden (20%). Diharapkan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukkan bagi pihak panti untuk lebih memperhatikan perawatan kesehatan lansia terutama kesehatan mental lansia yang berada di panti. Kata Kunci : Aspek Kognitif, Status Mental, Lansia Daftar pustaka : 15 literatur (2000-2015)
KATA PENGANTAR
hidayah dan inayah-Nya terutama kesabaran dan kelapangan yang selalu ditanamkan
dalam hati, dalam kepribadian penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
karya tulis ilmiah ini dengan judul “Gambaran Aspek Kognitif Dari Status Mental
Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016”, tepat
pada waktunya dan semoga segala aktifitas keseharian kita bernilai ibadah di sisi-
Nya.
Segala upaya untuk menjadikan karya tulis ilmiah ini mendekati sempurna
telah penulis lakukan, namun keterbatasan yang dimiliki penulis maka akan banyak
dijumpai kekurangan baik dalam segi penulisan maupun segi ilmiah. Oleh sebab itu,
dengan kerendahan serta ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dian Yuniar SR, SKM, M.Kep selaku
pembimbing I dan Nurfantri, S.Kep, Ns, M.Sc selaku pembimbing II, atas segala
waktu, kesediaan dan kesungguhan dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis sehingga karya tulis ilmiah ini terselesaikan. Melalui kesempatan ini pula
secara khusus dan dengan hati yang tulus penulis sampaikan terima kasih kepada
Ayahanda Almarhum Halimus Lasaima dan Ibunda Hastian atas segala doa,
dukungan dan kasih sayang yang tulus demi kesuksesan penulis. Melalui kesempatan
ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kendari
2. Muslimin L, A.Kep, S.Pd, M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kendari
3. Reni Devianti Usman, M.Kep.,SP.KMB selaku penguji I dan Abdul Syukur Bau,
S.Kep.,Ns.,MM selaku penguji II dan Fitri Wijayanti, S.Kep.,NS.,M.Kep selaku
penguji III yang telah memberikan saran dan masukkan dalam proses penulisan
karya tulis ini
4. Dra. Cristiana Junus, selaku kepala Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari
5. Seluruh Dosen Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan atas ilmu
pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan dan
seluruh staf Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan atas pelayanan
sehingga karya tulis ilmiah ini terselesaikan.
6. Untuk saudara-saudaraku kak Wati, kak Dudi, kak Rudi, kak Babo, kak Din dan
kak Dhora atas segala doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini
7. Untuk teman-temanku Ryan Hidayat, Iis, Mini, Vina, Rahmat, Hujri, Jayadi yang
terus menemani dan memberikan dukungan yang sangat berarti selama ini.
8. Sahabat-sahabatku Lina, Lita, Mitha, Putri dan Tessa atas segala doa dan
dukungan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
9. Serta teman-teman angkatan 2013 khususnya tingkat III A dan tingkat III B yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan,
kerjasama dan kekompakannya selama pendidikan.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengharapkan bantuan,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
karya tulis ilmiah ini.
D. Status Mental Lansia .......................................................................................25
H. Cara Pengukuran Fungsi Kognitif ….….….….….….….….….….….….…..34
BAB III KERANGKA KONSEP
BAB IV METODE PENELITIAN
D. Metode Pengumpulan Data .............................................................................41
A. Gambaran Lokasi Penelitian ...........................................................................45
Kelompok Umur Di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari Tahun 2016....................................................... 52
Jenis Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
Tahun 2016………………………………………………………53
di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari Tahun 2016……………………………………………..53
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Tabulasi Penelitian
Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data Awal Di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian Dari Badan Penelitian Dan Pengembangan
Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB I
dan lain-lain (Depkes RI. 2001).
Lanjut usia (lansia) merupakan proses alamiah yang pasti akan di
alami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Di dalam struktur
anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses
ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang
selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia
pada jaringan tubuh dan akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh
secara keseluruhan (Depkes RI. 2003)
Seseorang dikatakan lansia jika usianya telah lebih dari 60 tahun.
Lansia di mulai setelah pensiun, biasanya antara 65-67 tahun (Potter & Perry,
2005). Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu
pertengahan (middle age), usia 45-59 tahun; lansia (elderly), usia 60-74 tahun;
lansia tua (old), usia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old), usia di atas 90
tahun (Fatmah, 2010). Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki
karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2)
UU No. 13 tentang kesehatan ).
Masalah lanjut usia mulai mendapatkan perhatian pemerintah dan
masyarakat. Berbagai upaya Peningkatan jumlah populasi lansia secara tidak
langsung akan membawa tantangan diberbagai bidang. Dalam bidang
kesehatan tantangan yang muncul seringkali berhubungan bagaimana cara
untuk mempertahankan kualitas hidup serta status kesehatan dari para lansia.
Dengan kata lain para lansia harus mampu mencapai ‘optimal aging’ dalam
hidupnya. Untuk dapat mencapai ‘optimal aging’ tersebut, mereka harus
mampu melanjutkan fungsi kehidupannya sebaik yang mereka mampu, seperti
mampu beraktifitas secara fisik, sosial dan kognitif.
Penduduk usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup
sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka
mereka yang memiliki pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi
kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk
usia lanjut yang karena kondisi fisik dan atau mentalnya tidak memungkinkan
lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993) dalam
Maryam (2008).
penduduk lansia diseluruh dunia dibandingkan kelompok usia lainnya cukup
pesat yaitu sejak tahun 2013 sebesar 13,4%. Pada tahun 2050 diperkirakan
akan meningkat 25,3% dan akan meningkat hingga 35,1% pada tahun 2100
dari total penduduk dunia. Di Indonesia pada tahun 2013, jumlah lansia sudah
mencapai 22,250 juta jiwa. Pada tahun 2050, jumlah lansia diperkirakan 21,4
dan akan menjadi 41% dari total penduduk pada tahun 2100 ( Kementerian
Kesehatan RI, 2014 ).
Pada tahun 2013 jumlah lansia di Sulawesi Tenggara sebesar 130.182
jiwa dengan laki-laki sebanyak 60.265 jiwa dan perempuan sebanyak 69.917
jiwa, selanjutnya pada tahun 2014 jumlah lansia di Sulawesi Tenggara sebesar
155.238 jiwa dengan laki-laki sebanyak 69.843 jiwa dan perempuan sebanyak
85.395.pada tahun 2014 jumlah lansia di Kota Kendari sebesar 10.793 jiwa
dengan laki-laki sebanyak 4.842 jiwa dan perempuan sebanyak 5.951 jiwa
(Dinkes Sultra, 2014).
dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula
harapan hidup penduduknya. Dengan meningkatnya telah dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, para professional kesehatan, serta bekerja sama dengan
pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas)
dan kematian (mortalitas) lansia.
dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu di tingkat individu lansia, kelompok
lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW), Sarana Tresna Werdha
(STW), Sarana Pelayanan Tingkat Dasar (Primer), Sarana Pelayanan
Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder), dan Sarana Pelayanan
Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi pada lansia. Tujuan umum pembinaan kesehatan lanjut usia di panti
yaitu meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia di panti
agar mereka dapat hidup layak (Maryam, 2008).
Permasalahan yang sering dihadapi lansia seiring dengan berjalannya
waktu, akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh. Penurunan fungsi
ini disebabkan karena berkurangnya jumlah sel secara anatomis serta
berkurangnya aktivitas, asupan nutrisi yang kurang, polusi dan radikal bebas,
hal tersebut mengakibatkan semua organ pada proses menua akan mengalami
perubahan structural dan fisiologis, begitu juga otak (Bandiyah, 2009).
Perubahan tersebut menyebabkan lansia mengalami perubahan fungsi kerja
otak/ perubahan fungsi kognitif. Perubahan fungsi kognitif dapat berupa
mudah lupa (forgetfulness) yang merupakan bentuk gangguan kognitif yang
paling ringan. Gejala mudah lupa diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut
usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia
lebih dari 80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal
walaupun mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Jika
penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia berjumlah 7% dari seluruh
penduduk, maka keluhan mudah lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3%
populasi di Indonesia. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan
kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia
sebagai bentuk klinis yang paling berat (Wreksoatmodjo, 2012).
Salah satu masalah kesehatan yang sering kali muncul pada lansia
adalah penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif ini di dapatkan melalui
interaksi antara lingkungan formal yaitu pendidikan serta lingkungan non
formal yang di dapatkan dari kehidupan sehari-hari. Fungsi kognitif ini dapat
mempengaruhi tingkat kemandirian seseorang. Gangguan fungsi kognitif ini
seringkali berdampak pada kehidupan sosial, psikis serta aktifitas para lansia.
Kognitif adalah suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-
kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan
fungsi psikomotor (Nehlig, 2010). Penurunan fungsi kognitif pada lansia
dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi,
memori dan bahasa. Penurunan ini dapat mengakibatkan masalah antara lain
memori panjang dan proses informasi, dalam memori panjang lansia akan
kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yng tidak begitu
menarik perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang orang.
Perubahan fungsi kognitif ini tentunya membawa dampak tersendiri
bagi kehidupan lansia. Perubahan fungsi kognitif pada lansia berasosiasi
secara signifikan dengan peningkatan depresi dan memiliki dampak terhadap
kualitas hidup seorang lansia. Selain itu, lansia yang mengalami perubahan
fungsi kognitif lebih banyak kehilangan hubungan dengan orang lain, bahkan
dengan keluarganya sendiri (Aartsen, van Tilburg, Smits & Knipscheer, 2004
dalam Surprenant & Neath, 2007). Dampak dari menurunnya fungsi kognitif
pada lansia akan menyebabkan bergesernya peran lansia dalam interaksi sosial
di masyarakat maupun dalam keluarga. Hal ini didukung oleh sikap lansia
yang cenderung egois dan enggan mendengarkan pendapat orang lain,
sehingga mengakibatkan lansia merasa terasing secara sosial yang pada
akhirnya merasa terisolir dan merasa tidak berguna karena tidak ada
penyaluran emosional melalui bersosialisasi. Keadaan ini menyebabkan
interaksi sosial menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, karena peran
lansia digantikan oleh generasi muda, dimana keadaan ini terjadi sepanjang
hidup dan tidak dapat dihindari (Stanley & Beare, 2007). Di kalangan para
lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar terjadinya
ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari, dan juga
merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan
terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia.
Tanpa adanya upaya pencegahan yang efektif, peningkatan jumlah populasi
lansia akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dengan
demensia.
farmakologis maupun nonfarmakologis dapat menyembuhkan atau
memperlambat progresifitas penyakitnya, sehingga individu yang yang
bersangkutan tetap mempunyai kualitas hidup yang baik. Penilaian fungsi
kognitif dengan pemeriksaan neuropsikologi seperti Mini Mental State
Examination (MMSE) merupakan salah satu cara penapisan adanya gangguan
kognitif secara dini (Dikot & Ong, 2007) dalam (Rizkhy, 2013).
Skrining adalah suatu proses untuk mengidentifikasi ada tidaknya
penyakit atau kelainan yang sebelumnya tidak diketahui dengan menggunakan
berbagai tes pemeriksaan fisik dan prosedur lainnya, agar dapat menilai dari
sekelompok individu, mana yang tergolong mengalami kelainan. Skrining
tidak dapat di artikan sebagai diagnostik, tetapi bilamana hasilnya selanjutnya
dapat di pantau dengan pemeriksaan diagnostic, jika perlu dengan tindakan
pengobatan (Tamher, 2009).
mengadakan kegiatan yang bersifat kelompok, selain itu untuk
mempertahankan fungsi kognitif pada lansia, upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan cara menggunakan otak secara terus menerus dan di
istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita dan
cerita melalui media sebaiknya di jadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan
agar otak tidak beristirahat secara terus-menerus (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008) dalam (Rizkhy, 2013).
Selain pengkajian secara lengkap, Salah satu pengkajian khusus pada
lansia adalah pengkajian status fungsional yang terdiri dari pengkajian status
kognitif dan status afektif. Pengkajian status kognitif merupakan pengkajian
atau pemeriksaan pada kemampuan mental dalam fungsi intelektual untuk
mendeteksi gangguan fungsi kognitif. Alasan dilakukannya skrining fungsi
kognitif pada lansia adalah untuk mendeteksi lebih dini adanya gangguan
fungsi kognitif pada lansia sehingga dapat dilakukan tindak lanjut atas temuan
yang di didapat.
Salah satu upaya yang yang di lakukan perawat adalah upaya
preventif, upaya preventif merupakan upaya yang mencakup pencegahan
primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi pencegahan pada
lansia sehat, terdapat resiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan.
Melakukan skrining status mental dari aspek kognitif merupakan salah satu
dari pencegahan sekunder. Kemudian pencegahan tersier di lakukan sesudah
terdapat gejala penyakit dan cacat, dari hasil pemeriksaan atau setelah di
lakukannya skrining kesehatan.
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tehnik keperawatan gerontik
(Maryam, 2008).
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari sebagai salah satu
tempat lanjut usia di Sulawesi Tenggara, bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup lanjut usia yang disantuni, meliputi kebutuhan jasmani,
rohani dan sosial. Daya tampung Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari Berdasarkan hasil observasi jumlah penghuni 3 tahun terakhir di
antaranya adalah tahun 2014 sebanyak 100 orang, yang terdiri dari 46 orang
laki-laki (46%), dan 54 orang perempuan (54%). Sedangkan tahun 2015
sebanyak 95 0rang, yang terdiri dari 46 orang laki-laki (43,7%) dan 49 orang
perempuan (46,55 %). 2016 (Februari) satu orang lansia perempuan
meninggal dunia, hingga total jumlah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari hingga 2016 menjadi 94 orang, dengan jumlah berdasarkan
jenis kelamin, yaitu lansia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 49 orang
(46,6%), dan perempuan sebanyak 45 orang (42,3%). Dengan angka kematian
lansia 2014 sebanyak 15 orang (15%), tahun 2015 sebanyak 1 orang (0,95%)
dan tahun 2016 sebanyak 1 orang (0,94%) (Data bulanan Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, 2016).
Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan pada selasa 23 februari
2016 di wisma Sentosa, Makmur dan Aman dari 6 orang lansia, terdapat 4
dari 6 lansia mengalami penurunan fungsi kognitif, sisanya 2 lansia masih
memilki fungsi kognitif yang baik dengan menggunakan penilaian MMSE
yaitu saat di berikan pertanyaan seputar nama hari saat dilakukan wawancara,
bulan, tahun, nama tempat tinggal lansia, dan jalan tempat tinggal lansia.
Serta nama Kota, Provinsi, PSTW, dan wisma yang di tempati lansia ada yang
tidak bias menjawab dan ada yang salah dalam memberikan jawaban.
Berdasarkan uraian dan hasil wawancara pada beberapa lansia diatas,
peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana Gambaran Status Mental
Lansia Dari Aspek Kognitif yang dilaksanakan di Panti Tresna Werdha
Minaula Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2016.
B. Rumusan masalah
masalah dalam penelitian ini yaitu “Gambaran Status Mental Lansia dari
Aspek Kognitif Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun
2016”.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh “gambaran
aspek kognitif pada status mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari Kota kendari Tahun 2016”.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
dilakukan pada Panti Sosial Tresna Werdha Kota Kendari Tahun 2016
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan bagi usia
lanjut untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan meningkatkan
derajat kesehatan pada lansia.
b. Bagi Panti Sosial
Di harapkan dapat menjadi data dasar bagi pihak panti sosial untuk
menggali tentang permasalahan status mental khususnya dari aspek
kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari Tahun 2016.
bagi mahasiswa keperawatan dalam merawat lansia dengan masalah
mental.
selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan
variabel-variabel penelitian lebih lanjut.
dan lain-lain (Depkes RI. 2001).
Lanjut usia (lansia) merupakan proses alamiah yang pasti akan di
alami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Di dalam struktur
anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses
ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang
selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia
pada jaringan tubuh dan akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh
secara keseluruhan (Depkes RI. 2003)
Seseorang dikatakan lansia jika usianya telah lebih dari 60 tahun.
Lansia di mulai setelah pensiun, biasanya antara 65-67 tahun (Potter & Perry,
2005). Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu
pertengahan (middle age), usia 45-59 tahun; lansia (elderly), usia 60-74 tahun;
lansia tua (old), usia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old), usia di atas 90
tahun (Fatmah, 2010). Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki
karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2)
UU No. 13 tentang kesehatan ).
Masalah lanjut usia mulai mendapatkan perhatian pemerintah dan
masyarakat. Berbagai upaya Peningkatan jumlah populasi lansia secara tidak
langsung akan membawa tantangan diberbagai bidang. Dalam bidang
kesehatan tantangan yang muncul seringkali berhubungan bagaimana cara
untuk mempertahankan kualitas hidup serta status kesehatan dari para lansia.
Dengan kata lain para lansia harus mampu mencapai ‘optimal aging’ dalam
hidupnya. Untuk dapat mencapai ‘optimal aging’ tersebut, mereka harus
mampu melanjutkan fungsi kehidupannya sebaik yang mereka mampu, seperti
mampu beraktifitas secara fisik, sosial dan kognitif.
Penduduk usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup
sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka
mereka yang memiliki pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi
kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk
usia lanjut yang karena kondisi fisik dan atau mentalnya tidak memungkinkan
lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993) dalam
Maryam (2008).
penduduk lansia diseluruh dunia dibandingkan kelompok usia lainnya cukup
pesat yaitu sejak tahun 2013 sebesar 13,4%. Pada tahun 2050 diperkirakan
akan meningkat 25,3% dan akan meningkat hingga 35,1% pada tahun 2100
dari total penduduk dunia. Di Indonesia pada tahun 2013, jumlah lansia sudah
mencapai 22,250 juta jiwa. Pada tahun 2050, jumlah lansia diperkirakan 21,4
dan akan menjadi 41% dari total penduduk pada tahun 2100 ( Kementerian
Kesehatan RI, 2014 ).
Pada tahun 2013 jumlah lansia di Sulawesi Tenggara sebesar 130.182
jiwa dengan laki-laki sebanyak 60.265 jiwa dan perempuan sebanyak 69.917
jiwa, selanjutnya pada tahun 2014 jumlah lansia di Sulawesi Tenggara sebesar
155.238 jiwa dengan laki-laki sebanyak 69.843 jiwa dan perempuan sebanyak
85.395.pada tahun 2014 jumlah lansia di Kota Kendari sebesar 10.793 jiwa
dengan laki-laki sebanyak 4.842 jiwa dan perempuan sebanyak 5.951 jiwa
(Dinkes Sultra, 2014).
dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula
harapan hidup penduduknya. Dengan meningkatnya telah dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, para professional kesehatan, serta bekerja sama dengan
pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas)
dan kematian (mortalitas) lansia.
dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu di tingkat individu lansia, kelompok
lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW), Sarana Tresna Werdha
(STW), Sarana Pelayanan Tingkat Dasar (Primer), Sarana Pelayanan
Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder), dan Sarana Pelayanan
Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi pada lansia. Tujuan umum pembinaan kesehatan lanjut usia di panti
yaitu meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia di panti
agar mereka dapat hidup layak (Maryam, 2008).
Permasalahan yang sering dihadapi lansia seiring dengan berjalannya
waktu, akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh. Penurunan fungsi
ini disebabkan karena berkurangnya jumlah sel secara anatomis serta
berkurangnya aktivitas, asupan nutrisi yang kurang, polusi dan radikal bebas,
hal tersebut mengakibatkan semua organ pada proses menua akan mengalami
perubahan structural dan fisiologis, begitu juga otak (Bandiyah, 2009).
Perubahan tersebut menyebabkan lansia mengalami perubahan fungsi kerja
otak/ perubahan fungsi kognitif. Perubahan fungsi kognitif dapat berupa
mudah lupa (forgetfulness) yang merupakan bentuk gangguan kognitif yang
paling ringan. Gejala mudah lupa diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut
usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia
lebih dari 80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal
walaupun mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Jika
penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia berjumlah 7% dari seluruh
penduduk, maka keluhan mudah lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3%
populasi di Indonesia. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan
kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke demensia
sebagai bentuk klinis yang paling berat (Wreksoatmodjo, 2012).
Salah satu masalah kesehatan yang sering kali muncul pada lansia
adalah penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif ini di dapatkan melalui
interaksi antara lingkungan formal yaitu pendidikan serta lingkungan non
formal yang di dapatkan dari kehidupan sehari-hari. Fungsi kognitif ini dapat
mempengaruhi tingkat kemandirian seseorang. Gangguan fungsi kognitif ini
seringkali berdampak pada kehidupan sosial, psikis serta aktifitas para lansia.
Kognitif adalah suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-
kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan
fungsi psikomotor (Nehlig, 2010). Penurunan fungsi kognitif pada lansia
dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi,
memori dan bahasa. Penurunan ini dapat mengakibatkan masalah antara lain
memori panjang dan proses informasi, dalam memori panjang lansia akan
kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yng tidak begitu
menarik perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang orang.
Perubahan fungsi kognitif ini tentunya membawa dampak tersendiri
bagi kehidupan lansia. Perubahan fungsi kognitif pada lansia berasosiasi
secara signifikan dengan peningkatan depresi dan memiliki dampak terhadap
kualitas hidup seorang lansia. Selain itu, lansia yang mengalami perubahan
fungsi kognitif lebih banyak kehilangan hubungan dengan orang lain, bahkan
dengan keluarganya sendiri (Aartsen, van Tilburg, Smits & Knipscheer, 2004
dalam Surprenant & Neath, 2007). Dampak dari menurunnya fungsi kognitif
pada lansia akan menyebabkan bergesernya peran lansia dalam interaksi sosial
di masyarakat maupun dalam keluarga. Hal ini didukung oleh sikap lansia
yang cenderung egois dan enggan mendengarkan pendapat orang lain,
sehingga mengakibatkan lansia merasa terasing secara sosial yang pada
akhirnya merasa terisolir dan merasa tidak berguna karena tidak ada
penyaluran emosional melalui bersosialisasi. Keadaan ini menyebabkan
interaksi sosial menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, karena peran
lansia digantikan oleh generasi muda, dimana keadaan ini terjadi sepanjang
hidup dan tidak dapat dihindari (Stanley & Beare, 2007). Di kalangan para
lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar terjadinya
ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari, dan juga
merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan
terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia.
Tanpa adanya upaya pencegahan yang efektif, peningkatan jumlah populasi
lansia akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dengan
demensia.
farmakologis maupun nonfarmakologis dapat menyembuhkan atau
memperlambat progresifitas penyakitnya, sehingga individu yang yang
bersangkutan tetap mempunyai kualitas hidup yang baik. Penilaian fungsi
kognitif dengan pemeriksaan neuropsikologi seperti Mini Mental State
Examination (MMSE) merupakan salah satu cara penapisan adanya gangguan
kognitif secara dini (Dikot & Ong, 2007) dalam (Rizkhy, 2013).
Skrining adalah suatu proses untuk mengidentifikasi ada tidaknya
penyakit atau kelainan yang sebelumnya tidak diketahui dengan menggunakan
berbagai tes pemeriksaan fisik dan prosedur lainnya, agar dapat menilai dari
sekelompok individu, mana yang tergolong mengalami kelainan. Skrining
tidak dapat di artikan sebagai diagnostik, tetapi bilamana hasilnya selanjutnya
dapat di pantau dengan pemeriksaan diagnostic, jika perlu dengan tindakan
pengobatan (Tamher, 2009).
mengadakan kegiatan yang bersifat kelompok, selain itu untuk
mempertahankan fungsi kognitif pada lansia, upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan cara menggunakan otak secara terus menerus dan di
istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita dan
cerita melalui media sebaiknya di jadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan
agar otak tidak beristirahat secara terus-menerus (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008) dalam (Rizkhy, 2013).
Selain pengkajian secara lengkap, Salah satu pengkajian khusus pada
lansia adalah pengkajian status fungsional yang terdiri dari pengkajian status
kognitif dan status afektif. Pengkajian status kognitif merupakan pengkajian
atau pemeriksaan pada kemampuan mental dalam fungsi intelektual untuk
mendeteksi gangguan fungsi kognitif. Alasan dilakukannya skrining fungsi
kognitif pada lansia adalah untuk mendeteksi lebih dini adanya gangguan
fungsi kognitif pada lansia sehingga dapat dilakukan tindak lanjut atas temuan
yang di didapat.
Salah satu upaya yang yang di lakukan perawat adalah upaya
preventif, upaya preventif merupakan upaya yang mencakup pencegahan
primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi pencegahan pada
lansia sehat, terdapat resiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan.
Melakukan skrining status mental dari aspek kognitif merupakan salah satu
dari pencegahan sekunder. Kemudian pencegahan tersier di lakukan sesudah
terdapat gejala penyakit dan cacat, dari hasil pemeriksaan atau setelah di
lakukannya skrining kesehatan.
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tehnik keperawatan gerontik
(Maryam, 2008).
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari sebagai salah satu
tempat lanjut usia di Sulawesi Tenggara, bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup lanjut usia yang disantuni, meliputi kebutuhan jasmani,
rohani dan sosial. Daya tampung Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari Berdasarkan hasil observasi jumlah penghuni 3 tahun terakhir di
antaranya adalah tahun 2014 sebanyak 100 orang, yang terdiri dari 46 orang
laki-laki (46%), dan 54 orang perempuan (54%). Sedangkan tahun 2015
sebanyak 95 0rang, yang terdiri dari 46 orang laki-laki (43,7%) dan 49 orang
perempuan (46,55 %). 2016 (Februari) satu orang lansia perempuan
meninggal dunia, hingga total jumlah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari hingga 2016 menjadi 94 orang, dengan jumlah berdasarkan
jenis kelamin, yaitu lansia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 49 orang
(46,6%), dan perempuan sebanyak 45 orang (42,3%). Dengan angka kematian
lansia 2014 sebanyak 15 orang (15%), tahun 2015 sebanyak 1 orang (0,95%)
dan tahun 2016 sebanyak 1 orang (0,94%) (Data bulanan Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, 2016).
Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan pada selasa 23 februari
2016 di wisma Sentosa, Makmur dan Aman dari 6 orang lansia, terdapat 4
dari 6 lansia mengalami penurunan fungsi kognitif, sisanya 2 lansia masih
memilki fungsi kognitif yang baik dengan menggunakan penilaian MMSE
yaitu saat di berikan pertanyaan seputar nama hari saat dilakukan wawancara,
bulan, tahun, nama tempat tinggal lansia, dan jalan tempat tinggal lansia.
Serta nama Kota, Provinsi, PSTW, dan wisma yang di tempati lansia ada yang
tidak bias menjawab dan ada yang salah dalam memberikan jawaban.
Berdasarkan uraian dan hasil wawancara pada beberapa lansia diatas,
peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana Gambaran Status Mental
Lansia Dari Aspek Kognitif yang dilaksanakan di Panti Tresna Werdha
Minaula Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2016.
F. Rumusan masalah
masalah dalam penelitian ini yaitu “Gambaran Status Mental Lansia dari
Aspek Kognitif Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun
2016”.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh “gambaran
aspek kognitif pada status mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari Kota kendari Tahun 2016”.
H. Manfaat Penelitian
3. Manfaat teoritis
dilakukan pada Panti Sosial Tresna Werdha Kota Kendari Tahun 2016
4. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan bagi usia
lanjut untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan meningkatkan
derajat kesehatan pada lansia.
f. Bagi Panti Sosial
Di harapkan dapat menjadi data dasar bagi pihak panti sosial untuk
menggali tentang permasalahan status mental khususnya dari aspek
kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari Tahun 2016.
bagi mahasiswa keperawatan dalam merawat lansia dengan masalah
mental.
selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan
variabel-variabel penelitian lebih lanjut.
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual (Makhfudli, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut di bagi
menjadi empat criteria berikut : usia pertengahan (middle age) adalah 75- 90
tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-
90 tahun, usia sangat tua (very old) adalah di atas 90 tahun (Makhfudli, 2009).
Manusia lanjut usia seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termaksud
kesehatannya.
Secara umum seseorang dikatakan lanjut usia jika sudah berusia diatas
60 tahun , tetapi definisi ini sangat bervariasi tergantung dari aspek sosial
budaya, fisiologis dan kronologis (Fatimah, 2010).
Lansia merupakan kelompok penduduk yang secara ekonomi sangat
tidak aman bila dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih mudah
(Tamher, 2008).
a. Pralansia (prasenilis) : Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia potensial : Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
e. Lansia tidak potensial : Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)
dalam (Maryam, 2008).
3. Karakteristik lansia
a. Berusia lebih dari 60 tahun
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptive
4. Batasan-batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
adalah sebagai berikut :
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
b. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, Guru besar universitas
gajah mada fakultas kedokteran, periodisasi biologi, perkembangan manusia
di bagi menjadi :
5. Masa setengah umur, prasenium (40-65 tahun)
6. Masa lanjut usia, senium (usia > 65 tahun)
c. Menurut Dra. Ny. Jos masdani, psikologi dari Universitas Indonesia,
kedewasaan di bagi menjadi empat bagian :
1. Fase juventus (usia 25-40 tahun)
2. Fase vertilas (usia 40-50 tahun)
3. Fase prasenium (usia 55-65 tahun)
4. Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia )
d. Menurut Prof. DR. Koesoemanto setyonegoro, Sp.Kj. batasan usia dewasa
sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi :
1. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
2. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturasi usia 25-60/65 tahun
3. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun terbagi atas :
4. Young old (usia 70-75 tahun)
5. Old (usia 75-80 tahun)
6. Very old (usia > 80 tahun)
e. Menurut Boe (1996), bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut :
1. Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
2. Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun)
3. Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun )
4. Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun)
5. Masa dewasa sangat lanjut ((usia > 75 tahun)
f. Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia ada dua tahap :
1. Early old age (usia 60-70 tahun)
2. Advanced old age (usia >70 tahun)
g. Menurut Burnsie (1979), ada empat tahap lanjut usia yaitu :
1. Young old (usia 60-69 tahun)
2. Middle age old (usia 70-79 tahun)
3. Old-old (usia 80-89 tahun)
4. Very old-old (usia >90 tahun)
h. Menurut sumber lain, mengemukakan :
1. Elderly (usia 60-65 tahun)
2. Junior old age (usia > 65-75 tahun)
3. Formal old age (usia >75-90 tahun)
4. Longervity old age (usia >90-120 tahun). (Kushariyadi, 2010)
B. Konsep Menua
Tahap dewasa merupakan tahap tubh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan Proses Penuaan.
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
Seiring dengan proses tersebut tubuh mengalami kesehatan yang biasa disebut
penyakit degeneratif (Maryam, 2008).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan
waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2010).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multidimensional yang dapat berobservasi di dalam satu sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada
tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit,proses
tersebut tidak tertandingi (Stanley, 2007)
Penuaan merupakan proses yang secara berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif dan mengakibatkan perubahan-perubahan permanen yang
terjadi sampai pada kematian. Penuaan juga menyangkut perubahan struktur sel,
akaibat interaksi sel dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan
perubahan degenaratif (Nugroho,2000) dalam Arnilawati (2015). Menurut H.P.
Von Han (1975) dalam Arnilawati (2015), karakteristik proses penuaan
merupakan suatu proses biologis yang kompleks, yang terdiri dari :
1. Adanya perubahan dalam tubuh yang terprogram oleh jam biologis
(biological clock).
2. Terjadi aksi dari zat metabolic akibat mutasi spontan, radikal bebas dan
adanya kesalahan di molekul DNA.
3. Perubahan terjadi di dalam sel dapat secara primer akibat gangguan sistem
penyatuhan pertumbuhan atau secara sekunder akibat pengaruh dari luar sel.
Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan
proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal
kehidupan dan terus menerus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari
apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan sekunder
merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan factor-faktor yang
sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam control seseorang (papalia, olds &
Feldman,2008) dalam (Rizkhy, 2013).
pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu
tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem
endokrin, sistem muskulokeletal, disertai juga dengan perubahan–perubahan
mental menyangkut perubahan ingatan (memori) ataupun perasaan maupun
psikologis (Waston,2003) dalam (Rizhky,2013). Berdasarkan perbandingan yang
diamati secara potong lintang antara kelompok usia yang berbeda, sebagian besar
organ tampaknya mengalami kehilangan fungsi sekitar satu persen per tahun,
dimulai pada usia sekitar 30 tahun (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006) dalam
(Rizkhy, 2013).
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Santoso, 2009) :
1. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputi dari tingkat sel
sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen.
Masalah fisik sehari - hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya
lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacuan mental akut, nyeri pada dada,
berdebar - debar, sesak nafas, pada saat melakukan aktifitas/kerja fisik,
pembengkakan pada kaki bawa, nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi
pinggul, sulit tidur, sering pusing, berat badan menurun, gangguan pada fungsi
penglihatan, pendengaran, dan sulit menahan kencing. Dalam (Nugroho,2000)
diantaranya :
intraseluler.
e) Jumlah sel otak menurun.
f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g) Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10 %.
2. Persyarafan
a) Berat otak menurun 5-10 % ( setiap orang berkurang sel syaraf otaknya
dalam setiap harinya ).
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
3. Sistem Pendengaran
b) Membaran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya penggumpalan serumen dapat mengeras karena adanya
peningkatan keratin.
a) Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang.
5. Sistem Kardiovaskuler
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksinya dan volumenya.
darah, ke perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur terduduk
(duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
e) Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer, sistolis normal 170 mmHg. Diastolis
normal 90 mmHg.
a)Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik lebih
kurang35° C ini akibat metabolisme yang menurun.
b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi
b) Menurunnya aktifitas silia.
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun,
dan kedalaman bernafas menurun.
e) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f) CO2 pada arteri tidak berganti.
g) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8. Sistem Gastrointestinal
a) Kehilangan gigi.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Fungsi absorpsi melemah.
berkurangnya aliran darah.
9. Sistem Reproduksi
b) Atrofi payudara.
c) Pada laki - laki testis maiz dapat memproduksi spermatozoa, meskipun
adanya penurunan secara berangsur - angsur.
d) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 90 tahun (asal
kondisikesehatan baik).
menjadi berkurang, reaksi sifatnya alkali dan menjadi perubahan -
perubahan warna.
elastisitas menurun, permukaan menjadi lebih halus, reaksi sifatnya
alkali, terjadi perubahan warna.
10. Sistem Urinaria
a) Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, penyaringan ke glomerulus menurun sampai 50
%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kemampuan untuk
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, proteinuria
(biasanya +1 ), BUN meningkat sampai 21 %, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat.
b) Vesika urinaria (kandung kemih) otot - otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun, sampai 20 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia
sehingga mengakibatkan meningkatkan retensi urine.
c) Pembesaran prostat 75 % dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
11. Sistem Endokrin
c) Pituitari mengalami perubahan yaitu pertumbuhan hormon ada tetapi
lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah, berkurangnya
produksi TSH, ACTH, FSH, dan LH.
d) Menurunnya aktifitas tyroid, menurunnya BMR ( Basal Metabolic Rate)
dan menurunnya daya pertukaran zat.
e) Menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya progesteron, estrogen,
dan testeron.
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik.
c) Menurunnya respon terhadap trauma.
d) Mekanisme proteksi kulit menurun.
e) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
f) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
g) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisai.
h) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
i) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
j) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
k) Kelenjar keringat fungsi dan jumlahnya berkurang.
13) Sistem Muskuloskeletal
b) Kifosis.
d) Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang).
f) Atrofi serabut sehingga seseorang bergerak lamban, otot - otot keram
dan menjadi tremor.
fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan - perubahan ini erat sekali
kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau
pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional sering
muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas. Adanya
kekacuan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau
takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini bisa menyebabkan lansia
mengalami depresi.
proses menua. Banyak kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan anggapan
negatif ini, dimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai
sumbangan apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya
ekonomi (Fatimah, 2010).
4. Perubahan Kognitif
tugas - tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan
memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran,
dan kemampian verbal akan menetap bila tidak ada penyakit yang menyertai
(Santoso, 2009).
dalam kehidupannya.
Aktivitas mental juga sama pentingnya dengan aktivitas fisik dalam
mencapai penuaan yang sukses. Banyak aktifitas yang di lakukan yang dapat
dilakukan oleh lansia akan menolong pikiran mereka tetap untuk tetap aktif dan
membantu mereka mengembangkan intelektualnya lebih jauh lagi. Bahkan, bukti
menunjukan bahwa lansia yang mendapatkan lebih banyak edukasi dan stimulasi
mental memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menderita demensia tipe
Alzheimer, atau setidaknya perkembangan demensia dapat tertunda (Stanley,
2007).
penuaan yang normal. Sama halnya dengan masalah-masalah fisik, jika masalah
mental, emosional, atau perilaku terjadi pada lansia, mereka harus di evaluasi,
didiognasa dan di obati. Perilaku abnormal atau yang tidak biasa jangan selalu
dikaitkan dengan penuaan.
mental dalam fungsi intelektual. Pemeriksaan status mental lengkap mengarahkan
pengkajian yang dilakukan pada tingkat kesadaran, perhatian, keterampilan
berbahasa, ingatan interprestasi peribahasa, mengidentifikasi kemiripan,
keterampilan menghitung dan menulis, serta kemampuan kontruksional.
Kognitif merupakan suatu proses pikir yang membuat seseorang menjadi
waspada terhadap objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek
pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorlan, 2002 dalam Rizhky,2013). Kognitif
adalah fakultas mental yang berhubungan dengan pengetahuan, mencakup
persepsi, menalar, mengenali, memehami, menilai, dan membayangkan.
Afektif merupakan aspek kepribadian yang berupa perasaan atau emosi
pada diri individu. Chaplin (1995) menjelaskan afeksi sebagai “satu kelas yang
luas dari proses-proses mental, termasuk perasaan, emosi suasana hati, dan
temperamen. afektif adalah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
E. Aspek kognitif
1. Definisi kognitif
menjadi waspada terhadap objek pikiran atau persepsi, mencakup semua
aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002). Kognitif adalah
suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-kurangnya aspek
memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan fungsi psikomotor
(Nehlig, 2010). Kognitif adalah fakultas mental yang berhubungan dengan
pengetahuan, mencakup persepsi, menalar, mengenali, memahami, menilai,
dan membayangkan (Kamus Kedokteran Stedman, 2002) dalam (Rizkhy,
2013).
korelasi yang kuat antara tingkat kinerja intelektual dengan tingkat survival
lansia, fungsi kognitif menunjukkan sedikit atau tidak ada penurunan sampai
usia sangat lanjut, penyakit dan proses penuaan patologis mengurangi fungsi
kognitif, dan dengan bertambahnya usia didapatkan penurunan berlanjut
dalam kecepatan belajar, memproses informasi baru dan bereaksi terhadap
stimulus sederhana atau kompleks (Stanley Mickey, 2007).
Batas normal dari tes MMSE adalah 24-30 sedangkan kemungkinan
gangguan kognitif yaitu defisit yang nyata pada saat dilakukan wawancara
meliputi penurunan pengetahuan tentang masalah umum dan baru,
menunjukkan defisit memori tentang riwayat seseorang, menunjukkan
penurunan konsentrasi pada tes pengurangan dengan skoring 17-23 dan
definitf gangguan kognitif yaitu pasien tidak bisa hidup tanpa bantuan pada
saat wawancara pasien tidak mampu mengingat sebuah aspek relevan dalam
kehidupannya secara umum, misalnya alamat, nama keluarga terdekat bahkan
sering terjadi disorientasi waktu dengan skoring 0-16.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
perkembangan kognitif tidak sama pada setiap individu. Perbedaan
perkembangan ini tidak lepas daribeberapa faktor. Terdapat empat faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif.
Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan
organ tubuh. Seseorang yang memiliki kelainan fisik belum tentu
mengalami perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga sebaliknya,
seseorang yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan merupakan
jaminan pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem syaraf turut
mempengaruhi proses perkembangan kognitif.
b. Latihan dan pengalaman
latihan dan pengalaman. Perkembangan kognitif seseorang sangat di
pengaruhi oleh latihan-latihan dan pengalaman.
c. Interaksi sosial
lingkungan sekitar, terutama situasi sosial, baik itu interaksi antara teman
sebaya maupun orang-orang terdekat.
pada keempat tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget.
Keseimbangan tahapan yang dilalui tentu menjadi faktor penentu bagi
perkembangan kognitif (Djaali, 2011) dalam (Rizkhy, 2013).
3. Apek-aspek kognitif
a. Orientasi
waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya
sendiri ketika di tanya) menunjukkan informasi yang “overlearned”.
Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan
negatifism, distraksi, gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan
bahasa.
Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota,
gedung dan lokasi dalam gedung.sedangkan orientasi waktu dinilai
dengan menanyakan tahun, musim, bulan dan tanggal.karena perubahan
waktu lebih sering dari pada tempat maka waktu dijadikan indeks yang
lebih sensitifuntuk disorientasi.
yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming
1. Kelancaran
dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang
dapat membantu menilai kelancaran adalah dengan meminta pasien
menulis atau berbicara secara spontan.
2. Pemahaman
untuk melakukan perintah tersebut.
kalimat yang di ucapkan seseorang.
4. Naming
objek beserta bagian-bagiannya
lingkungannya.
sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk
mengeluarkannya kembali.
2. Konsentrasi
dengan meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara
berturut-turut dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya
mengeja kata secara terbalik.
kembali informasi yang diperolehnya.
di perolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.
2. Memori lama
beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
3. Memori visual
gambar.
atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah di rusak
sebelumnya.
buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak (Goldman, 2000) dalam
(Rizkhy, 2013).
(Activity Daily Living). Makan, minum, mandi, berpakaian, dan menaruh
barang pada lansia, karena pada lansia terjadi berbagai penurunan dan
perubahan yang menghambat keaktifan dan keefektifan lansia dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebenarnya tidak ada batas
yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada
setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda-beda, baik dalam
hal pencapaian puncak maupun penurunannya (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008).
mengadakan kegiatan yang bersifat kelompok, selain itu untuk
mempertahankan fungsi kognitif pada lansia upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan cara menggunakan otak secara terus menerus dan di
istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita dan
cerita melalui sebaiknya dijadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar
otak tidak beristirahat secara terus-menerus (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
Pada umunya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif . Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya
kemampuan meningkatkan fungsi intelektual berkurangnya efisiensi transmisi
saraf di otak (menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi
hilang selama transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi
baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat
kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang
baru saja terjadi (Setiati, 2006).
Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat di percaya sebagai
contributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam
pemrosesan informasi (Papalia, Olds & Feldman, 2008). Penurunan terkait
penuaan ditunjukan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan
memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan pada perubahan
struktur dan fungsi otak (Rizkhy, 2013).
G. Faktor Penyebab Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lansia
1. Hipertensi
meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi redupsi substansia
putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan
hiperintensitas substansia putih di lobus prefrontal. Angina fektoris, infark
miokardium, penyakit jantung koroner dan penyakit vascular lainnya juga di
kiatkan dengan memburuknya fungsi kognitif (Briton & Marmot, 2003 dalam
Myers, 2008).
Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukan skor di
bawah cut of skrining adalah sebesar 16% pada kelompok umur 65-69, 21%
pada 70-74, 30% pada 75-79, dan 44% pada 80+. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi
kognitif (Scanlan, 2007).
3. Status pendidikan
bandingkan dengan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi (Scanlan,
2007).
adanya peranan level hormone seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif.
Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam
fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol
dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan
memori verbal. Estradiol di perkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat
membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat sebagai protekstor
sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Myers, 2008).
5. Perilaku merokok
berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut,
sedangkan status masih merokok dihubungkan dengan peningkatan insiden
demensia. Penelitian lainnya juga menunjukkan adanya pengaruh merokok
terhadap penurunan fungsi kognitif pada perokok lama (>20 tahun).
6. Aktivitas Olahraga
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa ada hubungan antara aktivitas
olahraga dengan kemampuan kognitif pada subjek pria dan wanita berusia 55-
91 tahun. Orang-orang yang giat berolahraga memiliki kemampuan penalaran,
ingatan dan waktu reaksi lebih baik dari pada mereka yang kurang atau tifak
pernah olahraga (Clarkson & Hartley, 1989).
Penelitian lain menyetujui bahwa olahraga merupakan faktor penting dalam
meningkatkan fungsi-fungsi kognitif pada lansia. Hal yang harus di perhatikan
dalam aktivitas olahraga pada lansia adalah pemilihan jenis olahraga yang
akan di jalani, harus sesuai dengan usia dan kondisi fisik lansia (Stones &
Kozman 1989) dalam (Rizkhy, 2013).
H. Cara Pengukuran Fungsi Kognitif
MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental
singkat serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan antara
gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan
penggunaan tes ini selama bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah
menjadi suatu media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan
kognitif yang berkaitan dengan kelainan neurodegenerative, misalnya penyakit
Alzheimer (Lezak, 2004) dalam (Rizkhy, 2013).
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental: orientasi, registrasi, perhatian,
dan kalkulasi mengingat kembali dan bahasa (Folstein et al, 1975). Nilai paling
tinggi adalah 30, di mana nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Dalam
pengerjaan asli MMSE, lanjut usia biasanya mendapat angka tengah 27,6 klien
dengan demensia depresi dan gangguan kognitif membentuk angka 9, 7, 19 dan
25 (Gallo, 1998). Pemeriksaan bertujuan untuk melengkapi dan menilai, tetapi
tidak dapat digunakan untuk tujuan diagnostik. Karena pemeriksaan MMSE
mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dengan tindakan sehingga dapat berguna untuk mengkaji
kemajuan klien berhubungan dengan intervensi.
MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini
dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan
atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk
penggunaannya.
diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya
serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif
yang berkaitan dengan penyakit neurodegenerative. Hasilnya, MMSE menjadi
suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak didunia.
Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah di gunakan sebagai
instrument skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar
demensia.
di perlihatkan dengan adanya gangguan fungsi memori dan penurunan akibat
demensia (mengarah pada gangguan intelektual) yang di tandai oleh MMSE
(Folstein M.F. et al, 1975) dalam (Kusharyadi, 2010).
BAB III
KERANGKA KONSEP
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999).
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Kognitif merupakan suatu proses fikir yang membuat seseorang
menjadi waspada terhadap objek fikiran atau persepsi, mencakup semua aspek
pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002). Kognitif adalah suatu
konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-kurangnya aspek memori,
perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan fungsi psikomotor (Nehlig,
2010) dalam (Rizkhy, 2013).
Terbagi dalam beberapa bagian yang meliputi aspek penerimaan terhadp
lingkungannya, tanggapan atau respon terhadap lingkungan, penghargaan
dalam bentuk ekspresi nilai terhadap sesuatu.
Proses skrining yang dilakukan untuk aspek kognitif dalam penelitian
dengan cara Mini Mental State Exam (MMSE).
B. Kerangka Pikir
C. Definisi operasional dan kriteria objektif
1. Lansia dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe
Selatan Tahun 2016, yang berusia 60 tahun.
2. Fungsi kognitif pada lansia adalah untuk menunjukkan keadaan adanya
korelasi yang kuat antara tingkat kinerja intelektual dengan tingkat
survival lansia, fungsi kognitif menunjukkan sedikit atau tidak ada
penurunan sampai usia sangat lanjut, penyakit dan proses penuaan
patologis mengurangi fungsi kognitif, dan dengan bertambahnya usia
didapatkan penurunan berlanjut dalam kecepatan belajar, memproses
informasi baru dan bereaksi terhadap stimulus sederhana atau kompleks
(Stanley Mickey, 2007). Hasil diperoleh dengan menggunakan kuesioner
yang fokus pada Mini Mental State Exam (MMSE) (Kusharyadi, 2010).
Kriteria Objektif :
Lansia Status mental : Aspek kognitif
BAB IV
METODE PENELITIAN
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara total sampling,
Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui Gambaran Aspek Kognitif Pada Status Mental
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016
dengan cara mengkaji fungsi kognitif klien usia lanjut.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di lakukan di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 19 Februari
sampai 17 Juni 2016.
C. Populasi dan Sampel
dalam suatu penelitian (Suryono, 2010). Populasi dalam penelitian ini
adalah keseluruhan lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kota Kendari sebanyak 94 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan di teliti atau
sebagian dari karakteristik yang di miliki oleh populasi (Hidayat, 2008).
Sampel adalah populasi yang akan akan diteliti terkadang jumlahnya dapat
melimpah, tempatnya sangat luas berasal dari tingkatan yang berbeda, jadi
sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili suatu populasi tersebut
(Suryono, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari yang ditentukan dengan tehnik
Total Sampling artinya seluruh lansia menjadi sampel penelitian yaitu
sebanyak 94 orang lansia akan tetapi ketika pelaksanaan penelitian hanya
70 orang yang didapatkan dikarenakan ada lansia sebanyak 5 orang yang
sakit, 7 orang tidak mau dilakukan penelitian, dan 12 orang tidak berada
ditempat atau pulang.
a. Kriteria inklusi :
1) Lansia yang tinggal di panti sosial tresna werdha minaula
2) Lansia lebih dari 60 tahun
3) Lansia yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria ekslusi :
2) Lansia yang tidak bersedia menjadi responden
3) Lansia yang berada di luar panti
4) Lansia yang mengalami gangguan pendengaran
D. Metode Pengumpulan Data
di antaranya yaitu :
kampus
2. Mendapatkan izin penelitian dari Kepala Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari.
4. Memberikan pertanyaan sesuai dengan lembar kuesioner
5. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada
peneliti apabila ada yang kurang jelas dengan pertanyaan peneliti.
E. Instrumen Penelitian
serta kuesioner yang mengacu pada kuesioner MMSE (Folstein M.F.et al,
1975) (Kusharyadi, 2010).
F. Jenis Data
1. Data Primer
wawancara dengan responden menggunakan instrumen baku yaitu Mini
Mental State Exam (MMSE) sesuai dengan kuesioner yang telah disusun.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, yaitu data jumlah pasien, jenis kelamin, nama
wisma dan profil Panti Tresna Werdha Minaula Kendari.
G. Pengolahan Data
menggunakan sistem komputerisasi menggunakan microsoft excel. Tehnik
pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan
komputerisasi.
yang terditi dari :
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat
dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau
identitas pada suatu informasi atau data yang dianalisis.
3. Entri data
membuat distribusi frekuensi sederhana.
Tabulasi data merupakan pengorganisasian data sedemikian
rupa agar dengan mudah dapat di jumlah, disusun untuk di sajikan dan
dianalisis.
yang disesuaikan dengan jenis penelitian dan menggunakan rumus distribusi
frekuensi. Dengan rumus sebagai berikut :
X= x K
a = jumlah jawaban responden berdasarkan variabel yang diteliti
n = jumlah total pertanyaan
K = konstan (100%) (Hasan, 2002 dalam La ode Bay, 2013).
I. Penyajian Data
Penyajian data pada penelitian ini di sajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan presentase dan dinarasikan kemudian di lakukan
pembahasan yang selanjutnya di dapatkan kesimpulan penelitian.
J. Etika Penulisan
responden, melindungi dan menghormati hak respon untuk menolak penelitian
yang di ajukan pernyataan persetujuan (informed consent) mengikuti penelitian
seperti terlampir. Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti meminta izin
kepada petugas panti. Kemudian mendatangi calon responden dan
memperkenalkan diri lalu memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat
penelitian, menjelaskan partisipasi responden, serta kerahasiaan data yang di
peroleh. Setelah diberikan penjelasan, peneliti kemudian memastikan bahwa
responden benar-benar mengerti tentang penelitian yang akan dilakukan
termaksud dengan keuntungan menjadi subjek penelitian. Responden akan
diberi lembar persetujuan dan di mina untuk menandatanganinya. Jika
responden tidak bersedia menjadi subjek penelitian maka responden berhak
untuk mengundurkan diri dari penelitian. Kerahasiaan data diri responden akan
di jaga peneliti. Lembar kuesioner yang telah di isi akan di simpan di tempat
yang hanya diketahui oleh peneliti dan pihak yang berkepentingan membaca
kuesioner tersebut. Peneliti juga akan segera menghapus data-data responden
yang telah di analisis.
administrasi desa Ranooha kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan
dengan luas wilayah ± 3Ha yang di huni oleh 95 orang lanjut usia.
Sebagian besar wilayah Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
terdiri atas dataran tinggi dan rawa yang secara administrasi berbatasan
dengan :
2. Visi dan Misi
lembaga penyelenggara pelayanan bagi lanjut usia.
b. Misi
standar pelayanan
meningkatkan pelayanan sosial lanjut usia yang efisien dan efektif.
3) Meningkatkan dukungan manajemen pelayanan sosial dalam panti
yang ankuntabel transparan dan efisien.
3. Tahapan Pelayanan
4) Perlengkapan administasi
5) Surat keterangan/ surat pengantar dari kepala desa/ lurah setempat
6) Surat keterangan berbadan sehat dari dokter puskesmas setempatsurat
pernyataa bahwa ia sanggup tinggal dan dibina dalam panti
7) Surat keterangan tidak keberatan dari keluarga terdekat
4. Sarana dan Prasarana
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari memiliki area tanah ± 3
Ha. Area tersebut digunakan untuk sarana bangunan, sarana jalan dalam
kompleks, taman dan selebihnya merupakan lahan tidur yang dimanfaatkan
untuk pertanian, kandang ayam, empang ikan air tawar dan lain-lain. Adapun
sarana bangunanyang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
ada sebanyak 24 unit bangunan yang terdiri dari :
a. Wisma PM : 12 buah
b. Ruang perawatan khusus : 1 buah
c. Ruang pemulasan jenazah : 1 buah
d. Ruang keterampilan : 1 buah
e. Poliklinik : 1 buah
f. Kantor : 1 buah
g. Aula : 1 buah
h. Masjid : 1 buah
k. Dapur : 1 buah
Tresna Werdha Minaula Kendari juga di lengkapi dengan sarana transportasi
antara lain :
1) Kendaraan dines kepala panti : 1 unit
2) BUS : 2 unit
3) Ambulance : 1 unit
b. Kendaraan roda dua : 5 unit
5. Program pelayanan
Jumlah lanjut usia (penerima manfaat) yang diberikan pelayanan sosial
pada Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari pada tahun anggran 2015
sebanyak 95 orang dengan klasifikasi sebagai berikut :
a. Program regular : yaitu para lanjut usia terlantar yang berusia 60 tahun
keatas mereka tinggal menetap dalam panti selama waktu yang tidak
ditentukan.
b. Program day care service (pelayanan harian usia lanjut) yaitu para lanjut
usia potensial yang berusia 60 tahun keatas, mereka mendapatkan
pelayanan dalam panti, tetapi hanya mengikuti kegiatan-kegiatan yang
telah di programkan atau di minati. Program ini di maksudkan untuk dapat
membantu meningkatkan beban atau tugas-tugas keluarga atau masyarakat
dalam rangka memberikan perawatan dan perawatan sosial kepada para
lanjut usia yang karena sesuatu hal mereka tidak dapat memberikan
pelayanan yang dimaksud secara maksimal.
c. Program home care service, yaitu para lanjut usia yang tidak potensial
berusia 60 tahun ke atas, mereka di beri pelayanan berupa pelayanan
tambahan gizi (sembako) setiap bulan melalui keluarga-keluarga asuh
tempat mereka tinggal menetap selama 12 bulan dari bulan januari sampai
bulan desember tahun berjalan.
Dalam melakukan kegiatan pelayanan bagi lanjut usia penerima
manfaat, baik dalam panti maupun luar panti semua pembiayaan di bebankan
melalui APBN bentuk DIPA Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
pada setiap tahun.
program kegiatan pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari terhadap para klien (penerima manfaat) dalam tahun anggaran 2015
sebagai berikut :
dalam panti (klien regular) adalah :
1) Kegiatan pelayanan sosial yang meliputi
a) Pengasramaan
e) Pelayanan pemakaman (pengurusan jenazah)
2) Kegiatan pelayanan bimbingan yang meliputi
a) Bimbingan fisik :
1. Senam lansia
2. Jalan santai
5. Motivasi kebaktian gereja
d) Bimbingan keterampilan/pengisian waktu luang
b. Program Day Care Service
Jenis pelayanan yang diberikan terhadap penerima manfaat dalam
program antara lain :
b) Pelayanan sandang, yakni pakaian olahraga, baju koko dan
mukenah/kerudung
c) Pelayanan kesehatan (cek up kesehatan dan pengobatan)
d) Pada akhir kegiatan akan di berikan bantuan paket UEP (usaha
ekonomi produksi)
3. Khutbah jumat/ ceramah agama islam
4. Bimbingan keterampilan (pengisian waktu luang)
5. Bimbingan fisik dan kebugaran
c. Program Home Care Service
Jenis pelayanan yang diberikan terhadap penerima manfaat dalam
program ini antara lain :
1) Pemberian bantuan tambahan gizi (sembako) setiap bulan, dari bulan
januari sampai desember setiap tahunnya.
2) Pelayanan kesehatan yakni cek up kesehatan dan pelayanan
pengobatan
2015).
Tabel 5.1. Distribusi Responden Lansia Berdasarkan Kelompok Umur Di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Tahun 2016
No Kelompok umur Frekuensi Presentase (%)
1 60-74 45 64,29
2 75-90 22 31,43
3 >90 3 4,28
Kelompok Umur Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
menunjukkan dari 70 responden terbanyak adalah responden dengan usia
rentang 60-74 tahun yaitu sebesar 45 responden (64,29%), lalu pada rentang
usia 75-90 tahun sebesarv22 responden (31,43%), dan yang berusia >90 tahun
sebesar 3 responden (4,28%).
Tabel 5.2 Distribusi Responden Lansia Berdasarkan Kelompok Jenis
Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
Tahun 2016
1 Laki-laki 40 57,14
2 Perempuan 30 42,86
Kelompok Jenis Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
menunjukkan bahwa dari 70 responden, terbanyak adalah responden laki-laki
sebesar 40 responden (57,14 %), dan perempuan sebanyak 30 responden
(42,86%).
Tabel 5.3 Distribusi Responden Lansia Berdasarkan Aspek Kognitif di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Tahun 2016
No Kategori Frekuensi Presentase (%) 1. Normal 18 25,73 2. Kemungkinan Gangguan
Kognitif 37 52,85
Jumlah 70 100% Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan Tabel 5.3 Distribusi Responden Lansia Berdasarkan
Aspek Kognitif di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari jumlah lansia
terbanyak adalah lansia dengan kategori kemungkinan gangguan kognitif yaitu
jumlah responden 37 (52,85%) dan kategori definitif gangguan kognitif yaitu
jumlah responden 15 (21,42%).
penuaan yang normal. Sama halnya dengan masalah-masalah fisik, jika masalah
mental, emosional atau perilaku terjadi pada lansia, mereka harus di evaluasi,
didiagnosa dan diobati. Kadang-kadang lansia sendiri mulai merasakan penurunan
rasa berharga dan ketertarikan dan takut menjadi beban bagi masyarakat serta
perasaan tidak berharga (Stanley, 2007).
Seiring dengan penambahan usia, manusia akan mengalami
kemunduran intelektual secara fisiologis, kemunduran dapat berupa mudah lupa
sampai pada kemunduran berupa kepikunan (demensia). Kenyataan menunjukkan
bahwa otak menua mengalami kemunduran dalam kemampuan daya ingat dan
kemunduran dalam fungsi belahan otak kanan yang terutama memantau
kewaspadaan, konsentrasi dan perhatian. Proses menua sehat (normal aging)
secara fisiologi juga terjadi kemunduran beberapa aspek kognitif seperti
kemunduran daya ingat (memori) terutama memori kerja (working memory) yang
amat berperan dalam aktifitas hidup sehari-hari, hal ini menjelaskan mengapa
pada sebagian lanjut usia menjadi pelupa. Selain itu fungsi belahan otak sisi
kanan (right brain) sebagai pusat intelegensi dasar akan mengalami kemunduran
lebih cepat dari pada belahan otak sisi kiri (left brain) sebagai pusat inteligensi
kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari kemunduran belahan otak sisi
kanan pada lanjut usia antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan
perhatian. Ellis, (2007) dalam (Wayan Suardana, 2014).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia yang berada di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari jumlah lansia dengan kategori aspek
kognitif normal adalah sebanyak 19 responden (27,14%), sedangkan jumlah
lansia dengan kategori kemungkinan gangguan kogitif adalah sebanyak 37
responden (52,85%), dan definitif gangguan kognitif adalah sebanyak 14
responden (20%).
adalah pada aspek orientasi dan kalkulasi diantaranya lansia tidak bisa
menyebutkan poin dari orientasi yaitu hari, tanggal, bulan dll, lansia tidak bisa
berhitung dan kesulitan saat di beri pertanyaan seputar berhitung.
Berdasarkan hasil pemeriksaan MMSE gambaran fungsi kognitif
menunjukkan hasil bahwa kelompok old age memiliki rata-rata persentasi yang
tidak normal. Hal ini sangat sesuai dengan kepustakaan, bahwa umur yang
semakin meningkat mengakibatkan perubahan anatomi, seperti semakin
menyusutnya otak, dan perubahan biokimiawi di SSP sehingga dengan sendirinya
bisa menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kognitif. Penelitian Kalaria. et al.
(2007) dalam (Rachel, 2012) juga mengemukakan bahwa umur merupakan faktor
risiko yang paling konsisten dari penelitian yang ada di seluruh dunia.
Pemeliharaan aktivitas mental khususnya aspek kognitif sama
pentingnya dengan pemeliharaan aktivitas fisik pada lansia, sehingga lansia
dapat mencapai penuaan yang khusus, karena pada usia lanjut sering mengalami
berbagai perubahan mental dan emosional seiring dengan bertambahnnya usia.
Sehingga penting untuk memberikan bantuan, perhatian dan dukungan dari
keluarga, teman dan pemberi pelayanan keperawatan pada lansia, maka sebagian
besar masalah mental khususnya aspek kognitif dapat dicegah.
Aspek yang dinilai pada MMSE adalah status orientasi, registrasi,
kalkulasi, mengingat dan bahasa dan kemampuan menulis dan menggambar
spontan. Berdasarkan tes yang telah di lakukan, responden sering mengalami
masalah pada orientasi dan kalkulasi. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi mengapa pada lansia di panti tresna werdha minaula kendari
mengalami kemungkinan gangguan kognitif seperti umur tua, latar belakang
pendidikan yang tidak ada, perbedaan bahasa dan kondisi saat dilakukan tes.
Pada saat dilakukan penelitian kebanyakan lansia mengalami
kemungkinan gangguan kognitif adalah sebanyak 37 responden (52,85%), ada
beberapa faktor penyebab penurunan fungsi kognitif yaitu hipertensi yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah kronis yang dapat meningkatkan efek
penuaan pada struktur otak, faktor usia, status pendidikan yang rendah tidak
pernah lebih baik dibandingkan pendidikan yang lebih tinggi, jenis kelamin yang
lebih berpengaruh adalah wanta hal ini disebabkan adanya peranan level hormone
seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif, perilaku merokok, juga aktivitas
olahraga Orang-orang yang giat berolahraga memiliki kemampuan penalaran,
ingatan dan waktu reaksi lebih baik dari pada mereka yang kurang atau tifak
pernah olahraga .Kemungkinan gangguan kognitif yaitu defisit yang nyata pada
saat dilakukan wawancara meliputi penurunan pengetahuan tentang masalah
umum dan baru, menunjukkan defisit memori tentang riwayat seseorang,
menunjukkan penurunan konsentrasi pada tes pengurangan, namun untuk
kemungkinan gangguan kognitif ini dapat dilakukan terapi modalitas contohnya
terapi kognitif dengan melakukan strategi memodifikasi keyakinan dan sikap
yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien yang bertujuan untuk
mengembangkan pola pikir yang rasional. Kemudian untuk definitif gangguan
kognitif adalah sebanyak 14 responden (20%), yaitu tidak mampu mengingat
sebuah aspek relevan dalam kehidupannya secara umum, misalnya alamat, nama
keluarga terdekat bahkan sering terjadi disorientasi waktu.
BAB VI
Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Aspek Kognitif Dari Status
Mental Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari, maka dapat
di simpulkan bahwa dari 70 lansia yang menjadi responden frekuensi tertinggi
adalah dengan kategori kemungkinan gangguan kognitif (52,85%), dan terendah
dengan frekuensi definitif gangguan kognitif (20%) .
B. Saran
atau acauan bagi lansia untuk tetap mempertahan aktivitas fisik maupun
mental (kognitif) pada lansia
2. Bagi Pihak Panti
kesehatan mental lansia yang berada di panti.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
mental.
Diharapkan perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai
aspek kognitif dari status mental pada lansia karena masih banyak hal yang
perlu di teliti pada lansia khususnya aspek kognitif dengan cara
mengembangkan kriteria dalam penelitian.
Arnilawati. 2015 Identifikasi perawatan diri pada usia lanjut dipanti sosial tresna werdha minaula kendari. Kendari : Poltekkes
Dayamaes, Rizhky. 2013 Gambaran fungsi kognitif klien usia lanjut di posbindu rosella legoso wilayah kerja puskesmas ciputat timur tanggerang selatan. Jakarta. Universitas islam negeri syarif hidayatullah
Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.
Fatimah, 2010. Merawat Manusia Lanjut Usia : suatu pendekatan proses keperawatan gerontik. Jakarta
Hidayat, 2008 Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika
Wayan Suardana, Dkk. 2014 Status Kognitif Dan Kualitas Hidup Lansia. Denpasar. Politeknik Kesehatan Denpasar
Kusharyadi. 2010 Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba Medika
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Jakarta
Makhfudli, & Effendi, Ferry. 2009 Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Maryam, siti, Dkk. 2008 Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Mongisi, Rachel, Dkk. 2012 Profil Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Yayasan-Yayasan Manula Di Kecamatan Kawangkoan. Minahasa. Kedokteran Umum FK Unsrat
Nugroho, Wahyudi, 2000. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: EGC
Stanley, Mickey. 2007 Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Jakarta : EGD
Suryono . 2010 Metodelogi Penelitian Kesehatan Penuntun Bagi Peneliti Pemula. Yogyakarta : Mitra Cendi Kapres
Tamher,S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Jakarta : Salemba Medika
Lampiran 1.
Nama : Hasratin Lasaima
Akan melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Aspek Kognitif Dari Status
Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016”. Untuk
kepentingan tersebut, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi responden
dalam penelitian dan bersedia untuk di observasi serta mengisi kuesioner yang telah saya
sediakan.
Demikian lembar permohonan ini, atas partisipasi dan kerjasamanya saya ucapkan
terima kasih.
Kendari, 2016
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi
responden dalam penelitian yang dilakukan oleh :
Nama : Hasratin Lasaima
Status : Mahasiswi DIII Jurusan Keperawatan Poltekkes Kendari
Dengan judul, “Gambaran Aspek Kognitif Dari Status Mental Lansia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016”. Tanda tangan saya menunjukkan bukti
bahwa saya bersedia dan telah diberi informasi serta memutuskan untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini.
KUESIONER
GAMBARAN ASPEK KOGNITIF DARI STATUS MENTAL LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA MINAULA KOTA KENDARI
TAHUN 2016
a. Tahun (2016) b. Musim (Hujan) c. Tanggal (15/16/17)
NO ASPEK
2. 5 Dimana kita sekarang berada ?
a. Negara (Indonesia) b. Profinsi ( Sulawesi tenggara) c. Kota (Kendari) d. PSTW (Panti sosial tresna werdha
minaula kota kendari) e. Wisma (Sentosa, damai, adil, dll)
3. Registrasi 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh pemeriksa) 1 detik untuk mengatakan masing- masing objek. Kemudian tanyakan kepada klien 3 objek tadi (untuk disebutkan)
a. Objek 1 (Balpoint) b. Objek 2 (Buku) c. Objek 3 (HP)
4. Perhatian dan kalkulasi
5 Minta klien untuk memulai dari angka 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat
a. 93 b. 86 c. 79 d. 72 e. 65
5. Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga objek pada No. 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1point untuk masing-masing objek.
a. Objek 1 (Balpoint) b. Objek 2 (Buku) c. Objek 3 (HP)
NO ASPEK
KOGNITIF
NILAI
MAKS
NILAI
KLIEN
KRITERIA
6. Bahasa 9 a. Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien Jam tangan Cincin (2 angka)
b. Minta klien untuk mengulang kata berikut “ jika tidak ada polpen dan atau tapi ada pensil”(Bila benar 1 point)
c. Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah
” Ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh di meja/kursi’. Ambil kertas di tangan anda Lipat dua Taruh dilantai (3 angka)
d. Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah point 1)” Pejamkan mata anda”.