Gambar 2.1repository.unpas.ac.id/38060/5/BAB II.docx · Web viewAnalisis yang biasa dipergunakan...
Transcript of Gambar 2.1repository.unpas.ac.id/38060/5/BAB II.docx · Web viewAnalisis yang biasa dipergunakan...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Produk Unggulan
Produk unggulan merupakan suatu strategi pembangunan yang tidak
mudah didikte oleh daerah/negara lain. Produk unggulan daerah tidaklah harus
berupa hasil industri yang berteknologi canggih atau dengan investasi tinggi tetapi
produk unggulan bisa dengan produk lokal yang disebut dengan One Area Five
Product (satu daerah bisa dengan lima produk unggulan). Hal tersebut sesuai
dengan surat dari Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah.
Produk unggulan adalah produk yang potensial dikembangkan pada suatu
wilayah dengan memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber
Daya Manusia) lokal yang berorientasi pasar dan ramah lingkungan. Sehingga
memiliki keunggulan kompetitif dan siap menghadapi persaingan global
(Kementrian Koperasi & UKM). Sedangkan menurut Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS
dalam bahan kajian strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Agribisnis
memaparkan produk unggulan atau komoditi unggulan itu merupakan hasil usaha
masyarakat pedesaan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai daya saing yang tinggi di pasaran (keunikan/ciri spesifik,
kualitas bagus, harga murah);
10
2. Memanfaatkan potensi sumber daya lokal yang potensial dapat
dikembangkan;
3. Mempunyai nilai tambah yang tinggi bagi masyarakat perdesaan;
4. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan
pendapatan dan kemampuan sumber daya manusia;
Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi
wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan
pola pengembangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu
langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan
mengindentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada
tiap-tiap sub sektor. Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah
menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara
nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat
maupun pemerintah.
Produk Unggulan Daerah yang selanjutnya disingkat PUD menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014 merupakan produk, baik
berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan
menengah yang potensial untuk dikembangkan dengan memanfaatkan semua
sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya
manusia dan budaya lokal, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat
maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan
masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki daya saing, daya
jual dan daya dorong menuju dan mampu memasuki pasar global.
11
Dalam konteks pengembangan keunggulan ini, pemerintah daerah harus
mulai mengembangkan konsep produk unggulan. Proses ini dilakukan dengan
mengidentifikasi produk unggulannya terutama yang berasal dari sektor informal
dan usaha kecil menengah dengan asumsi sifatnya yang padat karya sebagai
proses pengembangan sumber daya lokal dan juga optimalisasi atas potensi
ekonomi daerah.
Sebagai suatu strategi pembangunan, terutama terkait otonomi daerah,
pengembangan produk unggulan dinilai mempunyai kelebihan karena dianggap
bahwa suatu daerah yang menerapkan ini relatif lebih mandiri dalam
pengembangan ekonomi. Pengembangan produk unggulan dan pengembangan
UKM (Usaha Kecil Menengah) dapat merupakan strategi yang efektif dalam
pengembangan ekonomi daerah.
1.1.2 Teori Daya Saing
Konsep daya saing adalah suatu konsep ekonomi yang menjelaskan
tentang upaya suatu Negara terhadap suatu produk atau komoditi agar mampu
diunggulkan di arena perdagangan Internasional agar dapat disejajarkan dengan
produk lain yang sejenis, bahkan dapat melebihi produk yang berasal dari Negara
lain. Porter (2012) menjelaskan bahwa persaingan, daya saing atau yang biasa
disebut dengan kompetitif yaitu perusahaan secara nyata tidak hanya bersaing
dengan perusahaan yang ada di dalam industri saat ini saja. Analisis yang biasa
dipergunakan dalam sebuah perusahaan adalah siapa pesaing perusahaan mereka,
dan pada akhirnya perusahaan tersebut terjebak dalam sebuah “competitior
12
oriented”, sehingga tidak mempunyai visi pasar yang jelas dan pada akhirnya
hanya mengikuti persaingan yang ada.
Dalam teori Porter (2012) disebutkan bahwa five forces model digunakan
untuk melihat persaingan. Hal ini digunakan bahwa manusia juga bersaing dengan
pesaing potensial diri. Dengan demikian kita harus mengetahui ada lima (5)
kekuatan yang menentukan karakteristik suatu industri, yaitu:
a. Intensitas persaingan antar pemain yang ada
b. Ancaman masuk pendatang baru
c. Kekuatan tawar menawar pemasok
d. Kekuatan tawar pembeli
e. Ancaman produk pengganti.
Daya saing dikaitkan dengan tingkat output yang dihasilkan untuk setiap
unit input yang digunakan atau disebut dengan produktivitas. Peningkatan
produktivitas dilihat dari peningkatan modal dan tenaga kerja, kualitas input dan
teknologi yang diterapkan. Menurut Frinces (2011), daya saing adalah hasil dari
keunggulan-keunggulan yang dimiliki dan nilai lebih oleh sebuah perusahaan
untuk menghasilkan sesuatu, baik berupa jasa atau barang. Keunggulan berasal
dari proses kerja yang dilakukan dengan kualitas yang baik dan konsep
manajemen professional diiringi dengan kontribusi sumber daya terbaik seperti
bahan baku, kepemimpinan, keuangan yang cukup, SDM (Sumber Daya Manusia)
dan dukungan dari teknologi yang canggih.
Dalam teori daya saing, dikenal teori keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif yang digunakan sebagai pengukur tingkat daya saing.
13
Teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo mengacu
pada keunggulan yang dimiliki setiap daerah atau negara. Dalam konteks
regional, keunggulan komparatif suatu komoditi merupakan komoditi yang relatif
lebih unggul daripada komoditi yang dimiliki oleh daerah lainnya. Apabila suatu
daerah mengetahui sektor yang memiliki keunggulan komparatif, maka
pemerintah sebagai penentu kebijakan dapat menentukan arah pembangunan
sektor tersebut untuk menjadikannya lebih menguntungkan bagi daerah dengan
cara mengatur strategi-strategi daya saing.
Kedua adalah keunggulan kompetitif, yang merupakan suatu keunggulan
yang diciptakan terlebih dahulu untuk memilikinya, dengan kata lain keunggulan
kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan. Keunggulan
kompetitif suatu komoditi merupakan hasil olahan yang terbentuk dari kinerja
yang dimilikinya sehingga dapat lebih mengungguli komoditi sektor lainnya.
2.1.3 Teori Produksi
Produksi adalah menciptakan, menghasilkan dan membuat. Kegiatan
produksi tidak akan dapat dilakukan jika tidak ada bahan yang memungkinkan
dilakukannya proses produksi itu sendiri. Untuk bisa melakukan produksi, orang
memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam segala
bentuknya, serta kecakapan. Semua unsur itu disebut faktor-faktor produksi
(factors of production). Jadi semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai
atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi.
Menurut Sofjan Assauri (2008;7), produksi adalah segala kegiatan dalam
menciptkan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk
14
kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa
tanah, tenaga kerja dan skill (organization, managerial, dan skills).
Secara umum, produksi dapat diartikan sebagai kegiatan optimalisasi dari
faktor–faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, dan lain–lainnya oleh
perusahaan untuk menghasilkan produk berupa barang–barang dan jasa–jasa.
Secara teknis, kegiatan produksi dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa
input untuk menghasilkan sejumlah output. Dalam pengertian ekonomi, produksi
didefinisikan sebagai usaha manusia untuk menciptakan atau menambah daya atau
nilai guna dari suatu barang atau benda untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Berdasarkan pada kepentingan produsen, tujuan produksi adalah untuk
menghasilkan barang yang dapat memberikan laba. Tujuan tersebut dapat
tercapai, jika barang atau jasa yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sasaran kegiatan produksi
adalah melayani kebutuhan masyarakat atau untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat umum. Dengan demikian produksi itu tidak terbatas pada
pembuatannya saja tetapi juga penyimpanannya, distribusi, pengangkutan,
pengeceran, pemasaran kembali, upaya – upaya mensiasati lembaga regulator atau
mencari celah hukum demi memperoleh keringanan pajak atau lainnya.
Menurut Sugiarto (2008) produksi adalah kegiatan yang mengubah input
menjadi output. Dalam kegiatan ekonomi biasanya dinyatakan dalam produksi.
Adapun penjelasan lainnya, produksi adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menambah nilai suatu objek atau membuat objek baru sehingga lebih bermanfaat
dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah kegunaan suatu objek tanpa
15
mengubah bentuknya disebut produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah
kegunaan suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuk yang disebut produksi
barang. Sadono Sukirno (2010) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan
sifat hubungan diantara faktor – faktor produksi dan tingkat produksi yang
dihasilkan. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi
selalu juga disebut sebagai output.
Faktor–faktor produksi yang digunakan bersamaan dengan cara tertentu
sehingga membuat produktivitas masing–masing faktor bergantung pada jumlah
faktor produksi lainnya yang tersedia untuk digunakan dalam proses produksi
lainnya (Mankiw, 2009:504).
Faktor–faktor produksi selain tenaga kerja yaitu tanah, modal dan
mesin/telnologi, pengertian istilah tenaga kerja dan tanah telah jelas, namun
definisi modal merupakan sesuatu yang rumit. Para ekonom menggunakan istilah
modal (capital) untuk mengacu pada stok berbagai peralatan dan struktur yang
digunakan dalam produk. Artinya modal ekonomi mencerminkan akumulasi
barang yang dihasilkan di masa lalu yang sedang digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa yang baru (Mankiw, 2009:501).
Kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang
melakukan transformasi dari masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan
berupa sumber daya yang diperlukan seperti: modal, bahan baku dan tenaga kerja,
sedangkan keluaran dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi dan
jasa.
16
2.1.3.1 Fungsi Produksi
Fungsi Produksi menurut Robert S Pindyck dan Daniel L Rubinfeld dalam
buku Mikroekonomi menyatakan dalam bentuk rumus, yaitu seperti berikut:
Q = f (K, L, R, T)
Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini
meliputi berbagai jenis tenaga kerjadan keahlian keusahawanan, R adalah
kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Q adalah jumlah
produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor – faktor produksi tersebut,
yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang
dianalisis sifat produksinya.
Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada
dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah
modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang
digunakan. Jumlah produksi yang berbeda–beda dengan sendirinya akan
memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda–beda
juga. Di samping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan
gabungan faktor produksi yang berbeda. Sebagai contoh, untuk memproduksi
sejumlah hasil pertanian tertentu perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila
bibit unggul dan pupuk tidak digunakan tetapi luas tanah dapat dikurangi apabila
pupuk dan bibit unggul dan teknik bercocok tanam modern digunakan. Dengan
membandingkan berbagai gabungan faktor–faktor produksi untuk menghasilkan
sejumlah barang tertentu dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang
paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang tersebut.
17
2.1.3.2 Produksi Jangka Pendek
Jangka pendek (short run) mengacu pada jangka waktu yang mana satu
atau lebih faktor produksi tidak bisa diubah. Dengan kata lain, dalam jangka
pendek paling tidak terdapat satu faktor yang tidak dapat divariasikan, seperti
sebuah faktor yang disebut input tetap (fixed input).
Dalam gambar di bawah ini terlihat hubungan total produksi, produksi
marginal dan produksi rata – rata terdapat pada 3 tahapan. Tahap I menunjukkan
tenaga kerja yang masih sedikit, apabila ditambah akan meningkatkan total
produksi, produksi rata – rata dan produksi marginal. Tahap II produksi total terus
meningkat sampai produksi optimum sedangkan produksi rata – rata menurun dan
produksi marginal menurun sampai titik nol. Tahap III penambahan tenaga kerja
menurunkan total produksi dan produksi rata – rata, sedangkan produksi marginal
negatif. Dibawah ini pada Gambar 2.1 merupakan kurva hubungan total produksi,
produksi marginal dan produksi rata – rata:
18
Gambar 2.1
Kurva Total Produksi, Produksi Marginal dan Produksi Rata-Rata
Sumber: Sukirno, 2009
2.1.3.3 Produksi Jangka Panjang
Jangka panjang (long run) adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
membuat semua input menjadi variabel. Keputusan–keputusan yang harus dibuat
19
perusahaan itu lebih sulit dalam jangka pendek daripada jangka panjang. Dalam
jangka pendek, perusahaan memvariasikan intensitas dengan menggunakan satu
pabrik dan mesin tertentu. Dalam jangka panjang, mereka memvariasikan ukuran
pabriknya. Semua input tetap dalam jangka pendek adalah hasil dari keputusan
jangka panjang yang dahulu dibuat berdasarkan perkiraan perusahaan tentang
yang menguntungkan dapat mereka produksi dan jual.
2.1.4 Fungsi Produksi Cobb Douglas
Cobb Douglass merupakan bentuk fungsional dari fungsi produksi secara
luas digunakan untuk mewakili hubungan output untuk input. Hal ini diuslkan
oleh Knut Wicksell dan diuji terhadap bukti statistik oleh Charles Cobb dan Paul
Douglass. Bentuk khusus fungsi produksi Cobb Douglass yang dipakai secara luas
dalam analisis ekonomi sebagai berikut:
Q = AKα L1−α
A adalah konstanta positif dan α adalah menunjukkan tingkat efisiensi
proses produksi secara keseluruhan. Semakin besar α maka semakin efisien
organisasi produksi. Yang mula – mula kita perhatikan disini adalah sebuah versi
umum fungsi tersebut, yaitu:
Q = A Kα Lβ
β adalah pecahan positif lainnya yang dapat sama dengan atau tidak sama
dengan 1-α. Beberapa ciri utama dari fungsi ini yaitu:
1. Homogen derajat (α + β)
2. Dalam kasus α + β = 1, fungsi tersebut dalah fungsi homogeny secara
linier.
20
3. Isokuannya mempunyai kemiringan yang negatif dan cembung
sempurna untuk setiap nilai positif dari K dan L.
4. Kuasi cekung sempurna untuk nilai K dan L yang positif.
5. Homogenitasnya dapat dilihat dengan mudah dari kenyataan bahwa
dengan mengubah K dan L menjadi ∂K dan ∂L, outputnya akan
berubah menjadi :
A (∂ K ) α (∂ L)β = ∂α +β
( AK α Lβ) = ∂α +β
Q
Yaitu, fungsi tersebut adalah homogeny berderajat (α + β). Dalam hal α +
β = 1, terjadi hasil konstan terhadap skala, karena fungsinya adalah homogen
secara linier. Tetapi harus diingat bahwa fungsi ini bukan fungsi linier, oleh
karena itu akan membingungkan jika menyebutnya sebagai fungsi “homogen
linier” atau “linier dan homogen”. Bahwa isokuannya mempunyai kemiringan
yang negatif dan kecembungan sempurna dapat dibuktikan dengan melihat tanda
dari derivatif dK/dL dan d2 K/dL2 atau tanda dari dL/dK dan d2 L/dK 2 .Untuk setiap
nilai output positif Q0,Q=A K α Lβdapat dinyatakan sebagai berikut:
A Kα Lβ= Q0 ¿0)
Dengan mengambil logaritma asli dari kedua sisi persamaan tersebut dan
mengubah urutannya diperoleh sebagai berikut:
In A + α ln K + β ln L – In Q0= 0
Yang secara implisit mendefinisikan K sebagai fungsi L. Oleh karena itu
dengan aturan fungsi implisit dan aturan log, kita peroleh hasil sebagai berikut:
21
dKdL
= ∂ F /∂ L∂ F /∂ K
=−( β
L )( α
K )=−βK
αL < 0
Jika demikian halnya, maka:
d2 KdL
= ddL (−βK
αL )=−βα
ddL ( K
L )=−βα
1L 2 (−dK
dL−K)>0
Tanda dari derivatif–derivatif ini menghasilkan isokuan dengan
kemiringan yang menurun dan cembung pada bidang LK untuk nilai–nilai K dan
L yang positif.
2.1.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pertanian
Suatu output produksi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi.
Dalam sektor pertanian, terdapat beberapa faktor produksi yang dapat
mempengaruhi produksi sebagai berikut.
2.1.5.1 Pengaruh Lahan Terhadap Produksi Pertanian
Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam
usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang
efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin
tidak efisien usaha tani yang dilakukan. Luas pemilikan atau penguasaan
berhubungan dengan efisiensi usaha tani. Bahkan lahan yang sangat luas dapat
terjadi inefisiensi disebabkan oleh:
1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor-faktor
produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.
22
2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.
3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian
dalam skala luas.
Di bidang pertanian, persediaan lahan subur tidaklah tetap. Alasan para
petani berpindah-pindah tempat karena kesuburan tanah lenyap dalam waktu yang
pendek dan mereka tidak mengetahui cara melestarikan produktifitas lahan. Bila
hasil produksi yang diperoleh dari lahan rendah, kesuburan lahan dapat rusak
dalam waktu singkat.
2.1.5.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Pertanian
Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah ada atau sedang bekerja,
yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah
dan mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih
menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Dalam usahatani sebagian besar
tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah sebagai
kepala keluarga, isteri dan anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari dalam
keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian.
Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK) (Mubyanto,
2009).
2.1.5.3 Pengaruh Bibit Terhadap Produksi Pertanian
Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul
cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Sehingga semakin
23
unggul benih komoditas pertanian, maka semakin tinggi produksi pertanian yang
akan dicapai.
Jumlah bibit ubi jalar yang dibutuhkan untuk areal penanaman 1 hektar
tergantung pada jarak tanam. Untuk jarak 75x30 cm maka kebutuhan bibitnya
±35.555 stek per hektarnya dan untuk jarak 100x25 cm ±32.000 stek per
hektarnya.
2.1.5.4 Pengaruh Penggunaan Pupuk Terhadap Produksi Pertanian
Pemberian pupuk dengan komposisi yang tepat dapat menghasilkan
produk yang berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan
pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian
bagian–bagian atau sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk
hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang. Pengaruh pupuk organik bagi
tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki
unsur hara yang ada didalam tanah. Sementara itu, pupuk anorganik atau yang
biasa disebut sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah mengalami proses di
pabrik misalnya pupuk urea, TSP, dan KCI. Pengaruh pupuk anorganik bagi
tanaman adalah untuk mempercepat pertumbuhan serta meningkatkan mutu dan
hasil yang maksimal. Dalam usahatani ubi jalar pemupukan organik atau kandang
dilakukan bersamaan dengan pengolahan lahan sedangkan pemupukan anorganik
dalam hal ini pupuk yang digunakan adalah pupuk urea dilakukan 2 kali, pertama
saat tanam dengan dosis 1/3 dan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam
dengan dosis 2/3. Standar kebutuhan pupuk untuk areal penanaman 1 hektar
24
adalah 18 ton per hektar atau 3 rit per hektar untuk pupuk kandang dan 100 Kg
per hektar untuk pupuk urea.
2.1.6 One Village One Product
One Village One Product atau yang sering dikenal dengan OVOP adalah
suatu program berbasis pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah
untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan
memanfaatkan sumber daya lokal. Gerakan OVOP pertama kali dilahirkan di
Oita, Jepang, diprakasai oleh Dr. Morohiko Hiramatsu. Dr. Morohiko adalah
gubernur Oita saat itu dan menjabat dari 1979 hingga 2003 atau 6 kali periode,
selama masa kepemimpinannya digunakan untuk mengentaskan kemiskinan
warganya dengan menerapkan konsepsi pembangunan wilayah yang disebut
dengan OVOP. Inisiatif OVOP dimaksudkan untuk membantu pengembangan
kemampuan masyarakat desa pada produk tertentu dan meningkatkan ekonomi
pedesaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat pada level bawah.
Kekhasan pendekatan ini adalah pencapaian pembangunan ekonomi regional
melalui nilai tambah produk dengan menggunakan sumber daya lokal yang
tersedia melalui pengolahan, kontrol mutu, dan pemasaran. (sumber: http://ppid-
kemenkop.com/).
One Village One Product (OVOP) merupakan upaya strategis untuk
mengidentifikasi produk lokal dan perluasan pasar. Untuk mengembangkan
potensi asli daerah supaya mampu bersaing di tingkat global, OVOP disesuaikan
dengan kondisi lingkungan di daerah tersebut, dimana akan dipilih produk
25
unggulan yang unik dan khas produk di daerah tersebut untuk di kembangkan dan
untuk menjadi produk unggulan berkelas global.
Penerapan One Village One Product (OVOP) di Indonesia dilaksanakan
sejak tahun 2008, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi industri kecil dan
menengah di berbagai sektor, serta memajukan usaha masyarakat dan
memasarkan produk-produk lokal yang mampu bersaing serta meraih reputasi
internasional. Pelaksanaan program OVOP diutamakan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dari kegiatan usahanya.
Pada akhirnya, kegiatan ini memberikan kesejahteraan bagi para pelaku usaha
(Blue Print OVOP 2010:2).
One Village One Product (OVOP) juga dapat dikatakan dalam bentuk
konsep SAKA SAKTI (Satu Kabupaten/Kota Satu Kompetensi Inti) yaitu suatu
konsep yang dikembangkan dalam rangka membangun daya saing suatu daerah
dengan menciptakan kompetensi inti bagi daerah tersebut agar dapat bersaing di
tingkat global. Model SAKA SAKTI difokuskan pada usaha menggali dan
mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki (atau seyogyanya dimiliki) suatu
daerah dengan mempertimbangkan kekayaan sumber daya yang ada pada suatu
daerah. Pengertian sumber daya hanya pada sumber daya alam semata tapi
mencakup sumber-sumber daya lain, termasuk kreativitass dan daya inovasi
manusia.
Konsep ini sangat diperlukan agar sumber daya dan kemampuan yang
dimiliki oleh daerah diarahkan untuk menciptakan kompetensi inti. Ada dua
konsep dalam membangun kompetensi inti melalui pendekatan Gerakan OVOP.
26
Pertama, konsep membangun produk unggulan yaitu mengembangkan produk
lokal yang memiliki keunggulan dari sisi keunikan, kekhasan, kemanfaatan yang
lebih besar bagi pengguna produk serta memberikan keuntungan yang besar
penghasil produk tersebut. Kedua, konsep membangun kompetensi inti daerah,
dalam hal ini daerah harus memilih kompetensi inti daerah yang bersangkutan
dilihat dari keunikan, kekhasan daerah, kekayaan sumberdaya alam, peluang
untuk menembus pasar internasional dan dampaknya.
Dengan demikian, konsep One Village One Product (OVOP)
mengutamakan produk unik yang terdapat pada daerah, bahkan produk tersebut
menjadi ikon atau lambang daerah tersebut. Keunikan tersebut menyangkut
kultur budaya, lingkungan, bahan baku, pengerjaan, dan proses produksinya.
Sementara produk OVOP adalah produk suatu daerah dengan keunikan yang tidak
dimiliki daerah lain. Karena keunikannya dan proses produksinya yang langka,
sehingga akan memberikan nilai tambah produk tersebut. Selanjutnya daerah
dimana OVOP diproduksi menjadi menarik, dan bisa dijadikan tujuan wisata bagi
turis asing. Tentu ini menjadi peluang bisnis baru, yang juga akan memberikan
kontribusi bagi daerah tersebut.
Gerakan One Village One Product (OVOP) mempunyai tiga prinsip yang
harus dimiliki oleh daerah-daerah yang akan menerapkan gerakan OVOP untuk
mengembangkan produk-produk unggulan lokal yang dimiliki oleh daerah.
Prinsip tersebut adalah berpikir secara global berkegiatan secara lokal, usaha
mandiri dengan inisiatif dan kreativitas, serta perkembangan sumberdaya
manusia.
27
Lokal Tapi Global
Mandiri, Kreatif dan InovatifPengembangan SDM
Gambar 2.2
Tiga Prinsip Gerakan One Village One Product (OVOP)
Gerakan One Village One Product (OVOP) memiliki 3 prinsip antara lain
yaitu :
1. Lokal Tapi Global (Local yet global)
Lokal tapi global (Local yet global) yakni komoditas yang bersifat lokal dapat
menjadi komoditas global. Biasanya orang menilai bahwa komoditas lokal tidak
mempunyai sifat universal dan komoditas global mempunyai sifat kosmopolitan.
Pada kenyataannya bukan demikian, semakin tinggi keaslian dan kekhasan lokal
suatu daerah, semakin tinggi nilai dan perhatiaan secara global terhadap produk
daerah tersebut. Namun, komoditas lokal itu sendiri harus dipatenkan dan kualitas
mutunya harus ditingkatkan. Dengan usaha ini, komoditas lokal dapat
memperoleh penilaian dunia dan dapat dipasarkan secara global.
28
Pada mulanya masyarakat mengembangkan produk khas/unik yang baik
dengan kualitas unggul, kemasan baik, manfaat luar biasa yang tidak dapat
digantikan dengan produk lain/product differential. Lambat laun produk tersebut
dapat memiliki konsumen yang fanatik di dalam negeri yang selanjutnya
berkembang ke pasar ekspor/luar negeri. Dengan demikian, pengembangan
gerakan OVOP ditujukan membuat kekhususan produk lokal yang dapat
dipasarkan bukan saja di Indonesia, tetapi juga di pasaran global dan dapat
menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat.
2. Mandiri, Kreatif dan Inovatif
Merupakan suatu prinsip yang dicanangkan untuk mengantisipiasi adanya
pemodalan dan sumberdaya dari pemerintah yang kemungkinan akan berhenti
pada kalkulasi risiko dan untung-rugi sehingga sulit berkelanjutan. Pemodalan dan
sumberdaya mandiri akan mendorong masyarakat untuk sungguh-sungguh karena
inisiatif masyarakat akan membuat masyarakat merasa nyaman dan bergairah.
Pemerintah cukup memberikan dukungan infrastruktur jalan dan kemudahan
dalam manajemen supply chain. Dalam jangka panjang, gerakan ini akan
membentuk budaya yang sangat luar biasa.
Disini diperlukan peran Pemerintah untuk memberikan berbagai fasilitas guna
pengembangan produk dengan program program yang kompetitif yang terseleksi
secara ketat. One Village One Product (OVOP) dimaksudkan bukan satu desa satu
produk melainkan setiap desa terpilih satu produk yang difasilitasi oleh
pemerintah untuk dikembangkan. Program yang mencerminkan kemandirian,
kreativitas dan inovatif dari masyarakat yang diprioritaskan untuk difasilitasi.
29
3. Pengembangan SDM
Pengembangan SDM harus senantiasa dilakukan untuk mengikuti
perkembangan jaman, perubahan teknologi, dan perubahan permintaan yang
selalu dinamis. Berkaitan dengan penentuan kebijakan publik, badan-badan usaha
yang mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan sumber daya
manusia lokal semisal melalui program CSR (Corporate Social Responsibility)
terarah layak diberi insentif. Demikian juga dengan perguruan tinggi yang
konsisten melakukan kegiatan penelitian ilmiah dan pengabdian kepada
masyarakat berkait dengan pengembangan sumber daya manusia lokal.
Pengembangan SDM merupakan komponen terpenting dari kampanye
gerakan ini. Agar warga masyarakat dapat menghasilkan produk khas dan
berkualitas. Dan mendorong terwujudnya sumberdaya manusia yang kreatif dan
inovatif yang mampu menghadapi tantangan baru dan memanfaatkan peluang
bisnis di sektor pertanian, pemasaran, pariwisata dan bidang lainnya.
2.1.7 Ubi Jalar (Ipomoea batatas. L)
Ubi Jalar (Iphomea batatas. L) atau ketela rambat atau “sweet potato”
diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian
memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan
Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani soviet,
memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika
Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara
beriklim tropika pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke
kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan
30
penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90 persen (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang
dihasilkan dunia (FAO, 2014).
Varietas ubi jalar yang termasuk varietas unggul harus memiliki kriteria-
kriteria: Produktivitas tinggi (20-40 ton/hektar); Daya adaptasi luas dan stabil;
Daya tahan terhadap berbagai hama dan penyakit tinggi; Masa panen pendek,
yakni antara 3-4 bulan; Tekstur ubi masih segar dan memiliki rasa manis;
Memiliki kandungan serat kasar rendah; Memiliki kandungan gizi tinggi;
Karakter tanaman sesuai dengan kebutuhan industri.
Ubi jalar juga dapat digunakan sebagai pengganti nasi sebagai makanan
pokok, ubi jalar aman dikonsumsi hamper oleh semua usia, bahkan untuk bayi
yang sudah di atas 6 bulan. Hampir semua bagian ubi jalar dapat dimanfaatkan.
Dari daun yang dapat dijadikan sebagai sayuran untuk dikonsumsi setiap harinya
dan juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Batang dapat digunakan sebagai
bahan tanam dan pakan ternak. Serta ubi segarnya bisa langsung untuk
dikonsumsi ataupun dapat diolah menjadi tepung umbi.
Pada umumnya jenis ubi jalar yang banyak dibudidayakan dapat dibagi
menurut bentuk daunnya, batang, kulit ubi, daging ubi, umur ubi dan potensi hasil
panennya. Oleh karena itu muncul jenis ubi jalar berdasarkan varietas dan hal
tersebut sudah banyak dibudidayakan oleh para petani palawija khususnya di
Kabupaten Kuningan. Jenis-jenis ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
31
Tabel 2.1
Jenis-jenis Ubi Jalar
No Jenis Ubi Jalar Ciri-ciri
1
Ubi Beniazuma. Varietas ubi jalar yang berasal dari Jepang.
a. Daun berbentuk hatib. Batang berwarna hijau
coklatc. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 5-6 bulanf. Potensi hasil panen 15-20
ton/hektar
2.
Ubi Narutokintoki. Varietas ubi jalar yang berasal dari Jepang.
a. Daun berbentuk berjari tigab. Batang berwarna merah
coklatc. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 5-6 bulanf. Potensi hasil panen 15-20
ton/hektar
3.
Ubi Ase Bandung/Lesti. Varietas ubi jalar lokal. a. Daun berbentuk hatib. Batang berwarna merah
hijauc. Kulit ubi berwarna putihd. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 3,5-4 bulanf. Potensi hasil panen 18-25
ton/hektar
4.
Ubi Ase Putih. Varietas ubi jalar lokal dan biasa disebut Kuningan Putih.
a. Daun berbentuk hatib. Batang berwarna hijau
coklatc. Kulit ubi berwarna putihd. Daging kuninge. Umur panen 5 bulanf. Potensi hasil panen 20-30
ton/hektar5. Ubi Rancing. Biasa disebut Ubi Cilembu. a. Daun berbentuk 5 jari
b. Batang berwarna hijau merah
c. Kulit ubi berwarna putih/krem
d. Daging ubi berwarna orange muda
e. Umur panen 5 bulanf. Potensi hasil panen 15-
32
25ton/hektar
6.
Ubi Ayamurasaki. Biasa disebut juga ubi ungu asal ubi dari Jepang.
a. Daun berbentuk oval dan pucuk berwarna ungu
b. Batang berwarna hijau unguc. Kulit ubi berwarna ungud. Daging ubi berwarna ungue. Umur panen 4,5-5 bulanf. Potensi hasil panen 15-
20ton/hektar
7.
Ubi Manohara. Varietas ubi jalar lokal.
a. Daun berbentuk oval dan pucuk berwarna ungu
b. Batang berwarna hijauc. Kulit ubi berwarna putihd. Daging ubi berwarna kuning
piase. Umur panen 4-5 bulanf. Potensi hasil panen 20-30
ton/hektar
8.
Ubi Super. Varietas ubi jalar lokal.
a. Daun berbentuk hati dan pucuk berwarna ungu
b. Batang berwarna hijauc. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna orangee. Umur panen 4-5 bulanf. Potensi hasil panen 20-30
ton/hektar
9.
Ubi Pinky. Varietas ubi jalar lokal.
a. Daun berbentuk berjari 3 berwarna hijau dan pucuk berwarna ungu
b. Batang berwarna hijauc. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 4 bulanf. Potensi hasil panen 15-20
ton/hektar
10.
Ubi Benimasari. Varietas ubi jalar dari Jepang.
a. Daun berbentuk hatib. Batang ubi berwarna hijauc. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 5-6 bulanf. Potensi hasil panen 15-20
ton/hektar11. Ubi Bogor Maja. Varietas ubi jalar lokal. a. Daun berbentuk hati mirip
dengan Ase Putihb. Batang ubi berwarna hijauc. Kulit ubi berwarna merah
33
mudad. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 4-5 bulanf. Potensi hasil panen 20-25
ton/hektar
12.
Ubi Kriting Maja. Varietas ubi jalar lokal.
a. Daun berbentuk berjari 5 dengan telapak kecil, mirip dengan ubi rancing
b. Batang ubi berwarna hijauc. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna putihe. Umur panen 4-5 bulanf. Potensi hasil panen 20-25
ton/hektar
13.
Ubi Kidal (Beniindo). Ubi hasil persilangan bebas dari klon Inaswang yang dihasilkan dari Balitkabi Malang
a. Daun berbentuk hati dan sulur batang agak panjang
b. Batang ubi berwarna hijau merah
c. Kulit ubi berwarna merahd. Daging ubi berwarna kuninge. Umur panen 4-4,5 bulanf. Potensi hasil panen 20-25
ton/hektar
14.
Ubi Nirkum. Ubi jalar asli dari Desa Cilembu, Sumedang
a. Daun berbentuk berjari 5 dan
b. Batang ubi berwarna hjau dengan sulur batang sangat panjang
c. Kulit ubi berwarna putihd. Daging ubi berwarna kuning
orange seperti ubi rancinge. Umur panen 5 bulanf. Potensi hasil panen 15-25
Sumber: BP3K Kec. Cilimus, Kab. Kuningan
2.1.8 Alur Produksi Ubi Jalar
Ubi jalar sebagai primadona hasil pertanian Kabupaten Kuningan, karena
memiliki prospek ke depan yang sangat menjanjikan baik bagi petani itu sendiri
maupun bagi Kabupaten Kuningan. Betapa tidak, ubi jalar atau yang lebih populer
di Kabupaten Kuningan dengan sebutan “Boled” dapat diolah menjadi berbagai
34
jenis panganan yang bernilai ekonomi tinggi, seperti aneka jenis makanan ringan,
tepung, saos, dll. Alur produksi ubi jalar dari mulai penanaman sampai dengan
pengolahan ubi jalar menjadi berbagai jenis panganan terdapat pada gambar 2.3
berikut:
Gambar 2.3Alur Produksi Ubi Jalar
35
Proses Penanaman Budidaya Ubi jalar
Pengolahan Lahan
Menanam Bibit Ubi Jalar
Perawatan Budidaya Ubi Jalar:a. Pengairanb. Penyiangan c. Pembongkaran d. Pembalikan batang
Pemanenan Budidaya Ubi Jalar
Dipasok Ke Tempat
Pengolahan Ubi Jalar
Pengolahan Ubi Jalar
Kremes Ketempling Sistik
Pemasaran
Pembibitan
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pasca Panen
Dalam proses penanaman budidaya ubi jalar terlebih dahulu dilakukan
pengolahan lahan. Pengolahan lahan sebagai tempat tumbuh ubi jalar harus
disiapkan kurang lebih satu minggu sebelum penanaman dilakukan. Tanah mula-
mula dicangkul atau dibajak sedalam 10-25 cm, kemudian dibuat bedengan
dengan ukuran lebar 60 cm dengan tinggi 40 cm. Diantara bedengan satu dengan
bedengan lainnya dibuat saluran air selebar 30 cm.
Penyiapan lahan bagi ubi jalar sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak
terlalu basah atau tidak terlalu kering agar strukturnya tidak rusak, lengket atau
keras. Hal yang penting diperhatikan dalam pembuatan guludan adalah ukuran
tinggi tidak melebihi 40 cm. Guludan yang terlalu tinggi cenderung menyebabkan
terbentuknya ubi berukuran panjang dan dalam sehingga menyulitkan pada saat
panen. Sebaliknya, guludan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi dan memudahkan serangan
hama. Setelah dilakukan pembuatan guludan, dibiarkan selama satu minggu agar
terkena sinar matahari dan kemudian dilakukan penggemburan kembali dengan
dicangkul tipis. Setelah itu dilakukan pemupukan sebagai pemupukan dasar.
Pembibitan pada tanaman ubi jalar berasal dari tunas-tunas umbi yang
telah terlebih dahulu disemai melalui proses penunasan. Perbanyakan tanaman
dengan cara setek batang atau setek pucuk dilakukan dari turunan atau
pertumbuhan ke dua. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas umbi yang
dihasilkan karena apabila terlalu banyak turunan akan menyebabkan hasil umbi
atau panen menurun. Jumlah bibit yang dibutuhkan untuk luas lahan 1 hektar
yaitu kurang lebih 42.000 setek. Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang
36
sering digunakan adalah dengan setek batang atau setek pucuk. Bahan tanaman
(bibit) berupa setek batang atau setek pucuk harus harus memenuhi syarat:
a. Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.
b. Bahan tanaman berumur 2 bulan atau lebih.
c. Pertumbuhan tanaman yang akan diambil seteknya dalam keadaan
sehat dan normal.
d. Ukuran panjang setek batang atau setek pucuk antara 20-25 cm, ruas-
ruas rapat dan buku-bukunya tidak berakar.
e. Mengalami masa penyimpanan di tempat teduh selama 1-7 hari.
Penanaman bibit ubi jalar dilakukan dengan cara bibit yang telah
disediakan dibenamkan kira-kira dua per tiga bagian kemudian ditimbun dengan
tanah dan disirami air. Adapun tahapan-tahapan penanamannya sebagai berikut:
a. Membuat larikan atau lubang tunggal memanjang di sepanjang puncak
guludan dengan jarak antar lubang 30 cm.
b. Menanam setek ubi jalar (pangkal batang) dengan kedalaman kurang
lebih 5-10 cm.
c. Setek ubi jalar yang telah ditanam disiram dengan air secukupnya di
sekitar tanaman.
d. Melalukan pemupukan dengan meggunakan pupuk phonska.
Pemberian pupuk phonska dilakukan pada saat umur tanaman satu
minggu dan dilakukan kembali pemupukan pada saat umur tanaman 30
hari atau 1 bulan.
37
Perawatan budidaya ubi jalar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pengairan pada masa fase awal pertumbuhan ubi jalar memerlukan
ketersediaan air yang memadai. Seusai tanam, tanah dan guludan harus
diairi. Cara pengairan dilakukan 15-30 menit hingga guludan cukup
basah, kemudian airnya dialirkan ke saluran pembuangan. Pengairan
berikutnya masih diperlukan secara kontinu hingga tanaman ubi jalar
berumur 1-2 bulan. Pada periode pembentukan dan perkembangan ubi
yaitu umur 2-3 minggu sebelum panen, pengairan dikurangi atau
dihentikan. Waktu pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau
sore hari.
b. Penyiangan biasa dilakukan pada umur tanaman 1 bulan setelah tanam,
kemudian diulang lagi pada tanaman berumur 2 bulan. Lahan
penanaman ubi jalar biasanya mudah ditumbuhi rumput liar (gulma).
Gulma merupakan pesaing tanaman ubi jalar, terutama dalam
pemenuhan kebutuhan akan air, unsur hara dan sinar matahari. Oleh
karena itu dilakukan kegiatan penyiangan tanaman ubi jalar dari
gangguan rumput liar (gulma).
c. Pembongkaran dilakukan pada umur tanaman 4 minggu setelah tanam,
hal ini dimaksudkan supaya akar tanaman tidak menjalar kemana-
mana sehingga umbi terkonsentrasi pada jalur penanaman. Aktivitas
ini sekaligus dilakukan dengan menyiangi gulma.
d. Pembalikan batang dilakukan untuk mencegah tumbuhnya umbi ubi
jalar pada setiap ruas batang yang menempel pada tanah. Umbi pada
38
ruas batang tersebut berukuran kecil dan tidak dikonsumsi, serta
mempengaruhi ukuran umbi utamanya.
Pengendalian hama dan penyakit pada umur tanaman 3-5 bulan, dilakukan
secara fisik dan kimiawi. Secara fisik dilakukan dengan memotong atau
memangkas atau mencabut tanaman yang sakit atau terserang hama dan penyakit
cukup berat dan secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan pestisida secara
selektif dan bijaksana termasuk penangkapan serangga. Hama yang sering
menyerang ubi jalar adalah hama wereng. Petani mengatasi hama tersebut dengan
menggunakan insektisida.
Pemanenan ubi jalar dilakukan pada saat umur 5 bulan. Ubi jalar yang
banyak ditanam adalah ubi jalar kuningan putih. Waktu pemanenan ubi jalar
biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari. Panen dilakukan dengan cara
memangkas batang ubi jalar, kemudian menggali guludan dengan cangkul lalu
diambil umbinya dan dikumpulkan di tempat pengumpulan. Lakukan seleksi dan
sortasi berdasarkan ukuran dan warna kulit ubi serta pisahkan ubi sehat dengan
ubi terserang hama atau penyakit.
Pasca panen ubi jalar, biasanya dikonsumsi langsung dalam bentuk segar.
Sebisa mungkin hindarkan ubi dari luka atau memar saat panen. Ubi jalar dapat
disimpan di ruangan khusus atau gudang yang kering, sejuk dan peredaran
udaranya baik dengan cara menumpahkan ubi di lantai gudang atau langsung
dipasok ke tempat pengolahan ubi jalar untuk dijadikan berbagai macam olahan
makanan dengan berbahan baku ubi jalar.
39
Pengolahan ubi jalar dapat menghasilkan berbagai jenis olahan seperti
kremes, ketempling dan sistik. Produk-produk olahan ubi jalar tersebut dihasilkan
oleh IKM Warga Mulya. Kremes menjadi produk unggulan dari olahan ubi jalar
dan produk olahan ubi jalar lainnya seperti ketempling dan sistik hanya pelengkap
saja. Produk olahan ubi jalar dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Produk Olahan Ubi Jalar
(a)
(b) (c)
Produk olahan ubi jalar (a) kremes; (b) ketempling; (c) sistik
40
Produk olahan ubi jalar yang dibuat menjadi kremes, merupakan makanan
tradisional masyarakat Jawa Barat. Biasanya kremes dibuat dari ubi jalar putih
dan kuning, IKM Warga Mulya mengembangkannya dengan menggunakan bahan
baku ubi jalar ungu dan ubi jalar merah. Tahap pembuatan kremes dapat dapat
dilihat pada Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5Tahap Pembuatan Kremes Ubi Jalar
Ubi Jalar
Dikupas + Potong kecil
Goreng
Campur adonan (gula pasir + gula merah)
Bentuk menjadi bulatan kecil
Diamkan hingga mengeras
Berdasarkan Gambar 2.5 bahwa proses pengolahan kremes ubi jalar
diawali dengan dikupas kulitnya dan dipotong kecil lalu rendam dengan air
kemudian tiriskan. Ubi jalar yang telah dipotong kecil tersebut kemudian digoreng
dengan menggunakan minyak goreng yang telah dipanaskan sebelumnya. Ubi
jalar digoreng kemudian kecilkan api dan campurkan adonan berupa gula pasir
dan gula merah, aduk hingga merata sampai gula mencair dan tercampur dengan
41
ubi sehingga menjadi gumpalan. Selanjutnya angkat dan dibentuk menjadi bulatan
kecil, diamkan hingga mengeras.
Adapun produk olahan lainnya yaitu ketempling. Tahap pembuatan
ketempling dapat dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.6Tahap Pembuatan Ketempling Ubi Jalar
Ubi Jalar
Dikupas + dipotong
Perebusan
Jemur diterik matahari
Campur adonan (gula pasir + air)
Goreng
Berdasarkan Gambar 2.6 bahwa proses pengolahan ketempling ubi jalar
diawali dengan dikupas kulitnya dan dipotong lalu dibersihkan dengan air biasa
agar lendirnya hilang. Selanjutnya dilakukan perebusan sampai 4 menit. Setelah
direbus, dilakukan penjemuran sampai kering. Campurkan adonan berupa gula
pasir dan air kemudian masukan ubi jalar yang sudah dijemur sampai kering
tersebut ke dalam larutan gula pasir. Goreng potongan ubi jalar dengan api kecil
sampai matang.
42
Selain kremes dan ketempling produk olahan selanjutnya adalah sistik.
Tahap pembuatan sistik dapat dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut:
Gambar 2.7Tahap Pembuatan Sistik Ubi Jalar
Ubi Jalar
Dikupas
Dikukus
Campur adonan (tepung terigu + tapioka)
Pemotongan
Goreng
Berdasarkan Gambar 2.7 bahwa proses pengolahan sistik ubi jalar diawali
dengan dikupas kulitnya lalu dicuci terlebih dahulu kemudian dikukus. Setelah
dikukus, campurkan adonan berupa tepung terigu dan tapioka. Uleni sampai
halus antara campuran adonan dengan ubi yang sudah dikukus. Ubi jalar yang
sudah diuleni kemudian dipotong memanjang. Goreng potongan ubi jalar dengan
api kecil sampai matang.
Hasil olahan ubi jalar seperti kremes, ketempling dan sistik dipasarkan ke
toko oleh-oleh yang berada di Kabupaten Kuningan seperti toko oleh-oleh Teh
Diah, toko oleh-oleh Ibu Sepuh dan tempat wisata.
43
2.2 Kerangka Pemikiran
Dari beberapa referensi teori yang dijabarkan sebelumnya, tulisan ini
mencoba mengkaji bagaimana produk ubi jalar sebagai produk unggulan di Desa
Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.
Kabupaten Kuningan merupakan salah satu penghasil ubi jalar di Jawa
Barat karena kondisi tanah di Kabupaten Kuningan merupakan tanah vulkanik
sehingga cocok ditanamai ubi jalar. Sentra produksi ubi jalar terpusat di
Kecamatan Cilimus terdapat pada Masterplan Agropolitan (Peraturan Daerah
Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2005) khususnya di Desa Bandorasa
Kulon. Desa Bandorasa Kulon merupakan desa yang masyarakatnya sudah secara
turun-temurun menanam ubi jalar.
Dengan terdapat potensi ubi jalar tersebut, diharapkan ubi jalar dapat
memenuhi kebutuhan pangan di Kabupaten Kuningan. Adapun dalam Strategi
Pengembangan Produk Unggulan Kabupaten Kuningan (Peraturan Bupati
Kuningan Nomor 7 Tahun 2012) ubi jalar dijadikan sebagai produk unggulan
daerah dan Desa Bandorasa Kulon sudah banyak menghasilkan produk ubi jalar
yang dijadikan sebagai produk unggulan di Kabupaten Kuningan. Penerapan
produk unggulan tersebut tentunya didasarkan pada penggunaan sumber daya
lokal dan menghasilkan produk yang unik sehingga memiliki daya saing yang
tinggi di pasaran.
Potensi pasar untuk ubi jalar masih terbuka lebar. Dengan perannya yang
semakin penting dan strategis tersebut maka peluang untuk mengembangkan
produk ubi jalar masih sangat terbuka. Seperti tepung dan pasta ubi jalar yang
44
didesain khusus untuk pasar Jepang dan Korea serta semakin berkembangnya
IKM (Industri Kecil Menengah) pangan di Desa Bandorasa Kulon yang
menghasilkan produk olahan ubi jalar.
Melihat potensi yang dimiliki, maka Pemerintah Kabupaten Kuningan
menerapkan program One Village One Product (Satu Desa Satu Produk). Dengan
tujuan agar desa-desa yang ada di Kabupaten Kuningan khususnya di Desa
Bandorasa Kulon mampu menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan
dilakukan pembinaan pada desa tersebut, sehingga produk yang dihasilkan bisa
terus berkembang dan diminati masyarakat luas.
Dengan adanya program One Village One Product (Satu Desa Satu
Produk) dapat meningkatkan agribisnis ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon dan
diharapkan dapat meningkatkan perkembangan produksi ubi jalar. Selain itu,
dalam perkembangan produksi ubi jalar tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ubi jalar tersebut diantaranya, penggunaan luas lahan,
tenaga kerja, bibit dan pupuk sehingga dapat mendorong hasil produksi ubi jalar
yang unggul.
Produksi merupakan proses dimana input diubah menjadi output. Produksi
juga merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau input. Hubungan antara luas lahan dan
produksi menunjukan bahwa penggunaan lahan berbanding lurus dengan produksi
yang diperoleh, artinya semakin besar luas lahan yang digunakan, maka produksi
yang dihasilkan akan semakin besar pula. Hal ini sejalan dengan Sahara dan Idris
45
(2008) dan Widyananto (2010), yang menyatakan bahwa luas lahan mempunyai
pengaruh positif terhadap peningkatan produksi.
Produksi juga dapat dipengaruhi oleh tenaga kerja. Dalam usaha tani
sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari
ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan anak-anak petani. Hal ini sejalan dengan
Tri Santoso (2012), menunjukkan bahwa hasil produksi tenaga kerja merupakan
faktor produksi yang berpengaruh secara positif dalam menentukan tingkat
produksi ubi jalar.
Bibit juga dapat mempengaruhi produksi. Bibit yang unggul cenderung
menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Sehingga semakin unggul benih
komoditas pertanian, maka semakin tinggi produksi pertanian yang akan dicapai.
Hal ini sejalan dengan Karmizon Defri (2011) bahwa bibit berpengaruh positif
terhadap jumlah produksi ubi jalar.
Pupuk juga dapat mempengaruhi produksi. Penggunaan pupuk dibedakan
menjadi dua jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik
adalah pupuk hayati hasil uraian tumbuhan yang bermanfaat untuk pertumbuhan
tanaman. Sedangkan pupuk anorganik berupa N, P dan K dengan pelengkap
seperti urea dan lain-lain. Pemberian pupuk secara seimbang berdasarkan
kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah,
jenis, cara waktu, aplikasi sesuai dengan jenis tanaman mencapai hasil yang
maksimal, jika diberikan secara berlebihan maka pupuk berdampak buruk
terhadap tanaman (Thamrin et al., 2013).
46
Gambar 2.8
Kerangka Pemikiran
47
Kabupaten Kuningan sebagai salah satu penghasil ubi jalar di Jawa Barat karena kondisi tanahnya yang cocok. Sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan terpusat di Kecamatan Cilimus khususnya di Desa Bandorasa Kulon.
Menghasilkan produk ubi jalar sebagai produk unggulan.
Produk unggulan didasarkan pada penggunaan sumber daya lokal dan menghasilkan produk yang unik sehingga memiliki daya saing yang tinggi di pasaran.
Melihat potensi yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Kuningan menerapkan program One Village One Product (Satu Desa Satu Produk) di Desa Bandorasa Kulon.
Meningkatkan agribisnis ubi jalar sebagai produk unggulan
Meningkatkan perkembangan produksi ubi jalar sebagai
produk unggulan
Penggunaan faktor-faktor produksi yang mendorong perkembangan produksi ubi jalar sebagai produk unggulan. Variabel :1. Luas Lahan (X1)2. Tenaga Kerja (X 2)3. Bibit (X3)4. Pupuk (X 4)
2.3 Penelitian Terdahulu
1. Reni Dian Sari dan Sulaeman (2012), jurnal ini meneliti mengenai
“ANALISIS PRODUKSI UBI JALAR DI DESA PULU KECAMATAN
DOLO SELATAN KABUPATEN SIGI”. Diperoleh bahwa hasil analisis
input produksi yang digunakan dalam produksi ubi jalar terdiri atas:
luas lahan (X1), benih (X 2), pupuk (X3), tenaga kerja (X 4), lama
pendidikan (X5), pengalaman berusaha tani (X 6) dan tanggungan
keluarga (X7) berpengaruh nyata terhadap produksi variabel Y pada
taraf a 90%. Koefisien determinasi (R2) sebesar 089,2 bahwa variasi
variabel faktor produksi ubi jalar dapat diterangkan oleh semua variasi
variabel (X i) sebesar 89,2%.
2. Sartika, Henry Rani Sitepu, Pengarapen Bangun (2013), jurnal ini
meneliti “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
HASIL PRODUKSI KENTANG”. Diperoleh bahwa 3 faktor dominan
yang dapat mempengaruhi hasil produksi kentang yaitu faktor Cara
Pemeliharaan Kentang (31,22%), faktor Modal dan Luas Lahan
(14,770%), faktor Pemupukan (11,142%). Ketiga faktor tersebut
memberikan proporsi keragaman kumulatif sebesar 57,132% artinya
ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi kentang dan
sisanya dapat dipengaruhi faktor-faktor lainnya yang tidak
teridentifikasi.
3. Yeni Marlina, Putri Suci Asriani, Bambang Sumantri (2013), jurnal ini
meneliti “ANALISIS AGRIBISNIS UBI JALAR UNGU DI DESA
48
TELADAN KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG
LEBONG”. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi ubi jalar ungu. 2) Untuk mengetahui
berapa biaya dan pendapatan pertanian ubi jalar ungu. 3) Untuk
mengetahui efisiensi pertanian ubi jalar ungu. 4) Untuk menghitung
berapa nilai tambah ubi jalar ungu diproses menjadi macaroni goreng.
Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan dengan secara sengaja yaitu
di Desa Teladan. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder,
responden petani ubi jalar ungu diambil dengan metode sensus.
responden pengolah ubi jalar ungu adalah industri rumah tangga
ZAHRA. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan
adalah benih, pupuk phonska, pupuk kandang dan tenaga kerja.
Sedangkan faktor lahan tidak signifikan. Total biaya untuk pertanian
ubi jalar ungu adalah Rp 2.900.054,13 / Ut / Mt atau Rp 8.209.106,83 /
Ha / Mt, dan pendapatan Rp 3.241.570,87 / Ut / Mt, atau Rp
9.190 .226,51 / Ut / Ha. Nilai rasio R / C adalah 2,12, dan nilainya lebih
besar dari satu. Artinya, usahatani itu efisien. Nilai tambah industri
rumah ZAHRA adalah Rp 41,072, - / kg, dengan keuntungan penjualan
sebesar Rp 37,472, - / kg, atau 91,23%. Nilai tambah ini merupakan
nilai tambah bersih, karena telah dikurangi dengan imbangan tenaga
kerja.
4. Iga Anjar Prihandayani (2014), jurnal ini meneliti “ANALISIS
EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR–FAKTOR PRODUKSI PADA
49
USAHATANI UBI JALAR” (STUDI KASUS : KECAMATAN
SRUMBUNG, KABUPATEN MAGELANG). Diperoleh bahwa Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang dan pestisida
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan dan variabel bibit, pupuk
urea, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Magelang. Nilai efisiensi
teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi tidak sama dengan satu,
artinya tidak efisien sehingga perlu menambah faktor - faktor produksi
agar mencapai optimal. Hasil Return to Scale dari penelitian ini adalah
sebesar 1,062. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di
Kabupaten Magelang berada pada kondisi Increasing Return to Scale,
maka dapat dikatakan bahwa kondisi ini layak untuk dikembangkan
atau diteruskan.
5. Indah Nuurun Najwah (2014), jurnal ini meneliti “ANALISIS
EFISIENSI USAHATANI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI
KABUPATEN KARANGANYAR”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap
jumlah produksi pada usahatani ubi jalar di Kabupaten Karanganyar
dan mengetahui tingkat efisiensi (efisiensi teknis, efisiensi harga
dan efisiensi ekonomi) usahatani ubi jalar di Kabupaten
Karanganyar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil
produksi usahatani ubi jalar di lokasi penelitian adalah 11.213 kg
dengan produktivitas sebesar 29.361 kg per hektar, faktor produksi
50
yang berupa luas lahan, bibit, pupuk phonska, pestisida dan tenaga
kerja berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar di Kabupaten
Karanganyar pada taraf kepercayaan 95%, sedangkan faktor
produksi pupuk kandang, pupuk urea, pupuk SP36 dan dummy jenis
varietas bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar di
Kabupaten Karanganyar. Nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar
0,135 < 1 maka usahatani ubi jalar tidak efisien secara teknis, nilai
rata-rata efisiensi harga sebesar 1,2493 > 1 maka usahatani ubi jalar
belum efisien secara harga, dan nilai rata-rata efisiensi ekonomi
sebesar 0,4034 < 1 maka usahatani ubi jalar tidak efisien secara
ekonomi. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini,
diperlukan penyuluhan rutin bagi petani ubi jalar terhadap kemajuan
budidaya ubi jalar sehingga petani tidak ketinggalan informasi,
dapat menggunakan faktor produksi yang tepat dan optimal
sehingga produksi ubi jalar meningkat dan mencapai efisien (teknis,
harga, ekonomi) dan petani tidak hanya berpedoman pada
pengalaman petani pendahulunya.
Tabel 2.2
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan1 Reni
Dian Sari dan Sulaeman (2012)
ANALISIS PRODUKSI UBI JALAR DI DESA PULU KECAMATAN DOLO SELATAN KABUPATEN
Variabel bebas: Luas lahan Benih Pupuk Tenaga kerja
Variabel terikat: Produksi
Variabel bebas: Lama pendidikan Pengalaman
berusaha tani Tanggungan
keluarga
51
SIGI Obyek penelitian:Produksi ubi jalar di Desa Pulu Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi.
2 Sartika, Henry Rani Sitepu, Pengarapen Bangun (2013)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI KENTANG
Variabel bebas: Luas lahan Pemupukan
Variabel terikat: Produksi
Variabel bebas: Modal
Obyek penelitian:Produksi kentang di Kabupaten Karo.
3 Yeni Marlina, Putri Suci Asriani, Bambang Sumantri (2013)
ANALISIS AGRIBISNIS UBI JALAR UNGU DI DESA TELADAN KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG
Variabel bebas: Benih Pupuk Tenaga kerja Lahan
Variabel terikat: Produksi
Obyek penelitian:Ubi jalar ungu di Desa Teladan Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong.
4 Iga Anjar Prihandayani (2014)
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR–FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI UBI JALAR” (STUDI KASUS : KECAMATAN SRUMBUNG, KABUPATEN MAGELANG)
Variabel bebas: Pupuk Bibit Tenaga kerja
Variabel terikat: Produksi
Variabel bebas: Pestisida
Obyek penelitian:Usahatani ubi jalar di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang.
5 Indah Nuurun Najwah (2014)
ANALISIS EFISIENSI USAHATANI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI KABUPATEN KARANGANYAR
Variabel bebas: Luas lahan Bibit Pupuk Tenaga kerja
Variabel terikat: Produksi
Variabel bebas: Pestisida
Obyek penelitian: Usahatani ubi jalar di Kabupaten Karanganyar.
2.4 Hipotesis
52
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Luas lahan diduga mempunyai pengaruh positif terhadap hasil
produksi ubi jalar.
2. Jumlah tenaga kerja diduga mempunyai pengaruh positif terhadap hasil
produksi ubi jalar.
3. Bibit diduga mempunyai pengaruh positif terhadap hasil produksi ubi
jalar.
4. Pupuk diduga mempunyai pengaruh positif terhadap hasil produksi ubi
jalar.
5. Diduga ada pengaruh luas lahan, jumlah petani, bibit dan pupuk
terhadap produksi ubi jalar.
53