gagal jantung kongestif

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal jantung kongestif 2.1.1 Definisi Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi jantung yang bertanggungjawab atas kegagalan jantung memompa darah pada kecepatan yang sepadan dengan kebutuhan jaringan yang melakukan metabolisme dan/atau kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan ini memerlukan peningkatan abnormal tekanan pengisian. 1 2.1.2 Etiologi Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan gagal jantung adalah: 1,2 1. Emboli paru 2. Infeksi 3. Anemia 4. Tirotoksikosis dan kehamilan 5. Aritmia 6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya 7. Endokarditis infektif 8. Beban fisik, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan 9. Hipertensi sistemik 10. Infark miokard 2

description

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi jantung yang bertanggungjawab atas kegagalan jantung memompa darah pada kecepatan yang sepadan dengan kebutuhan jaringan yang melakukan metabolisme dan/atau kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan ini memerlukan peningkatan abnormal tekanan pengisian.

Transcript of gagal jantung kongestif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1Gagal jantung kongestif2.1.1Definisi

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis yaitu adanya kelainan fungsi jantung yang bertanggungjawab atas kegagalan jantung memompa darah pada kecepatan yang sepadan dengan kebutuhan jaringan yang melakukan metabolisme dan/atau kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan ini memerlukan peningkatan abnormal tekanan pengisian.1

2.1.2Etiologi

Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan gagal jantung adalah:1,21. Emboli paru

2. Infeksi

3. Anemia

4. Tirotoksikosis dan kehamilan

5. Aritmia

6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya

7. Endokarditis infektif

8. Beban fisik, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan

9. Hipertensi sistemik

10. Infark miokard

11. Stenosis katup aorta

12. Stenosis katup mitral

13. Kardiomiopati genetik2.1.3Klasifikasi

Gagal jantung diklasifikasikan menurut The New York Heart Association (NYHA) dan American College of Cardiology/ American Heart Association (ACC/AHA).2The New York Heart Association (NYHA)

KelasKriteria

Ipara penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa.

IIpenderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri

IIIpenderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

IVpenderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

American College of Cardiology/ American Heart Association (ACC/AHA)

StadiumKriteria

AMempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung

BAdanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala

CAdanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung

DPasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan standar

2.1.4Patofisiologi

2.1.4.1Mekanisme dasar

Kelainan intrinsik pada kelainan kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan tekanan atrium kiri diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam intersisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edem intersisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadinlah edema paru.5

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat tekanan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.5

Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup trikuspid dan mitral secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atrioventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.52.1.4.2Respon kompensatorik

Sebagai respon terhadap gagal jantung. Ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat:

1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi RAAS

3. Hipertrofi ventrikel

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung,dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengna berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.52.1.4.3Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga akan terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal, kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai hukum starling.5

Seperti yang diharapkan kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menutun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.5

Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif pada ventrikel sehingga menggeser kurva ke atas dan ke kiri. Berkurangnya respon ventrikel yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepineprin dan miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.52.1.4.4Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron

Aktivasi sitem renin angiotensi aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sitem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adrenergik pada reseptor beta di dalam aparatus jukstaglomerulus, respon reseptor makula densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal, dan respon baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.5Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:

1. Penurunan aliran darah ginjal2. Pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus

3. Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I

4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

5. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjat adrenal

6. Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus koligens.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.5Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antideuretik akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi ait pada duktus koligens.52.1.4.5Hipertrofi ventrikel

Respon kompensatorik terkahir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.52.1.4.6Efek negatif respon kompensatorik

Awalnya efek kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memeperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (misal, berkurangnya jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh). Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhit dengan memperbesat resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnay, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebtuhan oksigen miokardium ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningaktanya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.52.1.5Diagnosis2.1.5.1Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditemukan:11. Sesak napas (dispnea, ortopnea, dispnea paroksismal nokturnal, pernapasan cheyne-stokes)

2. Kelelahan, kelemahan, dan berkurangnya kapasitas exercise

3. Gejala serebral (konfusio, gangguan mengingat, sakit kepala, insomnia)

2.1.5.2Pemeriksaan fisik1. Keadaan umum1Pada gagal jantung sedang, pasien tampaknya tidak menderita saat istirahat kecuali merasa tidak nyaman jika berbaring terlentang selama lebih dari beberapa menit. Pada gagal jantung yang lebih berat, tekanan nadi mungkin berkurang, menunjukkan penurunan volume sekuncup dan kadang-kadang, tekanan arteri diastolik meningkat akibat vasokonstriksi menyeluruh. Pada gagal jantung akut, hipotensi mungkin menonjol.2. Pemeriksaan vena jugularis6a) Upayakan agar pasien merasa nyaman. Tinggikan sedikit kepala pasien dengan menaruh bantal dibawahnya sehingga otot-otot sternokleidomastoideusnya kendur/rileks.

b) Tinggikan kepala ranjang atau meja periksa hingga sudut 30o. Miringkan kepala pasien sedikit menjauhi sisi leher yang akan anda periksa.

c) Gunakan penerangan dari samping (tangensial) dan periksa kedua sisi leher. Kenali vena jugularis eksterna pada setiap sisi., kemudian temukan pulsasi vena jugularis interna

d) Jika perlu tinggikan atau turunkan kepala ranjang sampai anda dapat melihat titik osilasi atau meniskus pulsasi vena jugularis interna pada leher bagian bawah

e) Fokuskan perhatian anda pada vena jugularis interna kanan. Cari pulsasinya pada insisura sterni di antara insersio muskulus sternokleidomastoideus pada os sternum dan klavikula, atau tepat disebelah posterior muskulus sternokleidomastoideus.f) Kenali titik pulsasi tertinggi pada vena jugularis interna kanan. Bentangkan benda atau kartu yang berbentuk persegi secara horizontal dari titik ini dan kemudian letakkan sebuah penggaris (dalam ukuran sentimeter) secara vertikal pada angulus sterni sehingga terbentuk sudut sembilan puluh derajat yang tepat. Ukur jarak vertikal dalam satuan sentimeter di atas angulus sterni tempat benda yang dipegang horizontal itu menyilang penggaris.

3. Pemeriksaan paru1Pada pasien gagal jantung dengan peningkatan tekanan kapiler serta vena pulmonalis umum didaptkan ronki basah, krepitasi pada saat inspirasi pada auskultasi dan bunyi pekak pada perkusi di basis paru. Pada pasien dengan edema paru, ronki terdengar luas di seluruh lapangan paru, seringkali kasar dan berdesis dan mungkin disertai oleh wheezing saat ekspirasi. Beberapa pasien dengan gagal jantung lama tidak mempunyai ronki karena meningkatnya drainase limfatik cairan alveolus.

4. Pemeriksaan jantung6Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat mengungkapkan lokasi iktus kordis atau atipical impulse (PMI; point of maximal impulse). Palpasi berguna untuk memastikan karakteristik iktus kordis. Perkusi, pekak jantung sering menempati daerah yang luas. Dengan memulainya dari sisi sebelah kiri dada, lakukan perkusi mulaidari bunyi sonor paru ke arah pekak jantung pada ruang sela iga ke-3, ke-4, ke-5, dan mungkin ke-6. Auskultasi untuk mendengarkan bunyi dan bising jantung.5. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas

Hepatomegali kongestif, hati yang membesar, lunak, berdenyut juga menyertai hipertensi vena sistemik. Hepatomegali berat dan berkepanjangan, seperti pada pasien dengan penyakit katup trikuspid atau perikarditis konstriktif, juga dapat terjadi pembesarann limpa.

Asites merupakan konsekuensi dari transudasi dan timbul akibat meningkatnya tekanan dalam vena hepatika dan vena yang mendrainase peritoneum. Asites yang nyata terjadi paling sering pada pasien dengan penyakit katup trikuspid dan perikarditis konstriktif.

Ikterus merupakan temuan lanjut pada gagal jantung kongestif dan berkaitan dengan peningkatan bilirubin langsung dan tak langsung, timbul akibat gangguan fungsi hati sekunder terhadap kongesti paru dan hipoksia hepatoseluler berkaitan dengan atrofi lobulus sentral.

Edema perifer biasanya simetris, beratya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.2.1.5.3Pemeriksaan penunjang1. Laboratorium1,2Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien gagal jantung diantaranya, darah rutin, elektrolit (kalsium dan magnesium), fungsi hati dan ginjal (ureum & kreatinine, SGOT/SGPT), glukosa, profil lipid, dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik)2. Foto thoraks2Memberikan informasi tentang ukuran dan konfigurasi jantung dan pembuluh darah besar serta tekanan dan aliran vena dan arteri pulmonalis. Rontgen dan posteroanterior (PA) dan lateral dilakukan secara rutin. Terdapat dua prinsip penilaian foto thoraks pada gagal jantung yaitu untuk melihat ukuran jantung dan melihat edema pada daerah basal paru. Kardiomegali dapat dinilai dari rontgen thoraks, cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika ukuran jantung lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah menjadi parameter penting pada follow-up pasien dengan gagal jantung. 3. Elektrokardiografi1Gagal jantung dengan perubahan EKG umum ditemukan. Temuan seperti gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left bundle branch block (LBBB), AV blok, atau perubahan pada gelombang T dapat ditemukan. Gangguan irama jantung seperti takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan fibrilasi atrial (AF) juga umum.

4. Ekokardiografi1,2Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, miokardium dan perikadium, dan mengevaluasi gerakan regional dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik. Diagnosis pada gagal jantung menurut kriteria Framingham terdapat dua kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor, diantaranya:2Kriteria mayor Kriteria minor

Paroksismal nokturnal dispnea

Distensi vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peningkatan tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea deffort Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (lebih dari 120 kali per menit)

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

2.1.6Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada gagal jantung dibagi menjadi dua yaitu secara non-farmakologis dan farmakologis.1. Penatalaksanaan non-farmakologis1a) Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya timbul keluhan.b) Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkoholc) Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan tiba-tibad) Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas.e) Hentikan kebiasaan merokok2. Penatalaksanaan farmakologisTatalaksana farmakologis sesuai dengan prinsip tatalaksana gagal jantung, yaitu meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas, memperbaiki kontraktilitas otot jantung dengan pemberian digitalis yang bersifat inotropik positif. Pencegahan terjadinya komplikasi jangka panjang juga penting dilakukan yaitu dengan menghambat kerja sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban jantung dan manipulasi selektif terhadap preload, kontraktilitas, dan afterload, baik secara tunggal atau kombinasi. Untuk reduksi preload dapat diberikan obat golongan diuretik, reduksi afterload dengan menggunakan obat golongan ACE inhibitor, dan untuk perbaikan kontraktilitas jantung dapat diberikan -blocker atau digitalis.7,8Diuretik digunakan untuk mengobati kelebihan cairan yang biasanya terjadi pada gagal jantung kongestif. Diuretik dapat menjadi obat wajib atau obat optional pada CHF. Diuretik sebagai obat wajib digunakan untuk mengurangi gejala klinis berupa retensi cairan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Diuretik dapat menurunkan tekanan vena jugularis, kongesti pulmonal, dan edema perifer. Diuretik dimulai dengan dosis awal yang rendah, kemudian dosis perlahan-lahan ditingkatkan sampai output urin meningkat dan berat badan menurun. Sebagai obat optional, diuretik dapat digunakan untuk mempertahankan diuresis dan penurunan berat badan. Penggunaan diuretik ini perlu dikombinasikan dengan pembatasan konsumsi natrium.7,8Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang berlebihan. ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin II. ACE inhibitor mengurangi volume dan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Dasar pemakaian ACE inhibitor sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal jantung adalah karena kemampuannya dalam menurunkan resistensi vaskular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)serta menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular filling pressure).7,8ACE inhibitor merupakan obat wajib pada CHF. Digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF menurun. ACE inhibitor menstabilkan remodeling ventrikel kiri, meringankan gejala, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretik sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretik selama pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik.7,8Angiotensin Reseptor Blocker biasanya digunakan pada penderita gagal jantung kongestif yang tidak dapat menggunakan ACE inhibitor karena efek sampingnya berupa batuk, rash kulit, dan angioedema.Beta blocker digunakan untuk menghambat efek samping sistem saraf simpatis pada penderita gagal jantung kongestif. Pemberian beta blocker tidak dianjurkan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat, denyut jantung yang rendah (di bawah 65 kali/menit), atau tekanan darah sistolik yang rendah (di bawah 85 mmHg). Inotropik digunakan untuk memperbaiki kemampuan jantung dalam memompakan darah. Salah satu contohnya adalah digoksin. Digoksin dapat digunakan untuk mengontrol irama jantung (pada atrial fibrilasi). Kelebihan digoksin dapat membahayakan irama jantung sehingga terjadi aritmia. Risiko aritmia ini meningkat jika digoksin diberikan berlebihan, ginjal tidak berfungsi optimal sehingga tidak dapat mengekskresikan digoksin dari tubuh secara optimal, atau potassium dalam tubuh yang terlalu rendah (dapat terjadi pada pemberian diuretik).Calcium channel blocker digunakan untuk menurunkan tekanan darah jika penyebab terjadinya gagal jantung kongestif adalah tekanan darah yang tinggi dan pasien yang tidak berespon terhadap ACE inhibitor atau ARB.Terapi antikoagulan dan antiplatelet. Pada pasien gagal jantung memiliki peningkatan risiko terjadinya kejadian thromboembolik. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung, fibrilasi atrial proksismal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke. Aspirin direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan penyakit jantung iskemik untuk menghindari terjadinya MI atau kematian. Namun, dosis rendah aspirin dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya gagal jantung pada dosis lebih tinggi.9

Heart foundation quick reference guide Chronic heart failure. Updated October 201115