Gadis Kecil dari Desa Tulibisu

3
Gadis Kecil dari Desa Tulibisu Penulis: Made Hery Santosa Mata bulat Ayu tampak berbinar. Baru saja, ia seperti melihat seseorang yang rasanya ia pernah kenal sebelumnya. Tapi ia lupa dimana dan bagaimana. Orang tersebut masih sibuk dengan bapak Kepala Sekolah, Bapak guru yang mengajar bahasa tulibisu, dan beberapa orang-orang bule. Ketika bel sekolahnya berdentang, ia kemudian dengan malu-malu mengintip orang tersebut. Ia hanya melihat dengan mata bulatnya. Orang itu tampak masih sibuk berbicara dengan bule-bule itu dan bapak kepala sekolah. Samar-samar ia dengar dari ruang kepala sekolah. “Ini kelas inklusi, dimana kelas anak-anak tulibisu mulai bisa mendapatkan pendidikan seperti anak normal lainnya, satu-satunya di Asia.” Ayu lahir 7 tahun lalu di desa Bengkala, salah satu desa di kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, Indonesia. Desa ini terkenal dengan adanya komunitas tulibisu yang berbaur dengan penduduk yang normal. Jumlah penutur tulibisunya saat ini adalah 45 orang, namun termasuk terbesar di dunia. Orang-orang bilang bahwa banyak orang tulibisu di desanya yang lahir dari orang tua normal, namun ada yang orangtuanya tulibisu namun anaknya lahir normal (mendengar). Ayu adalah salah satunya. Kedua orang tuanya tulibisu, kakek neneknya tulibisu, pamannya tulibisu. Dari enam anggota keluarga tersebut, ia satu-satunya yang bisa normal (mendengar). Kelas Inklusi Desa Bengkala @menginspirasiID Penulis: Made Hery Santosa ©Menginspirasi (2014)

description

Sinopsis: Seperti Deja Vu. Mata bulat Ayu menatap orang yang datang bersama bule-bule ke sekolahnya. Ia seperti pernah melihat orang tersebut. Tapi dimana? Sama ia ingat sering bermain dengannya. Siapa dia?

Transcript of Gadis Kecil dari Desa Tulibisu

Page 1: Gadis Kecil dari Desa Tulibisu

1

Gadis Kecil dari Desa Tulibisu Penulis: Made Hery Santosa

Mata bulat Ayu tampak berbinar. Baru saja, ia seperti melihat seseorang yang rasanya ia pernah kenal sebelumnya. Tapi ia lupa dimana dan bagaimana. Orang tersebut masih sibuk dengan bapak Kepala Sekolah, Bapak guru yang mengajar bahasa tulibisu, dan beberapa orang-orang bule. Ketika bel sekolahnya berdentang, ia kemudian dengan malu-malu mengintip orang tersebut. Ia hanya melihat dengan mata bulatnya. Orang itu tampak masih sibuk berbicara dengan bule-bule itu dan bapak kepala sekolah. Samar-samar ia dengar dari ruang kepala sekolah. “Ini kelas inklusi, dimana kelas anak-anak tulibisu mulai bisa mendapatkan pendidikan seperti anak normal lainnya, satu-satunya di Asia.”

Ayu lahir 7 tahun lalu di desa Bengkala, salah satu desa di kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, Indonesia. Desa ini terkenal dengan adanya komunitas tulibisu yang berbaur dengan penduduk yang normal. Jumlah penutur tulibisunya saat ini adalah 45 orang, namun termasuk terbesar di dunia. Orang-orang bilang bahwa banyak orang tulibisu di desanya yang lahir dari orang tua normal, namun ada yang orangtuanya tulibisu namun anaknya lahir normal (mendengar). Ayu adalah salah satunya. Kedua orang tuanya tulibisu, kakek neneknya tulibisu, pamannya tulibisu. Dari enam anggota keluarga tersebut, ia satu-satunya yang bisa normal (mendengar).

Kelas Inklusi Desa Bengkala

@menginspirasiID Penulis: Made Hery Santosa ©Menginspirasi (2014)

Page 2: Gadis Kecil dari Desa Tulibisu

2

Mata bulatnya kembali bertanya-tanya, mengingat-ingat wajah seseorang yang rasanya ia pernah lihat. Di masa kecilnya, orang ini sering menggendong dan memberinya makanan kecil setiap sore. Ia masih mencari-cari jawaban dengan mata bulatnya. Rombongan tersebut mulai keluar dari ruang kepala sekolah, menuju salah satu kelas. Tampaknya ke ruang kelas 4. Ayu tahu, di kelas itu ada 2 anak tulibisu yang belajar bersama anak-anak normal lainnya. Satu orang sudah berumur 17 tahun, satunya lagi, 15 tahun. Namun mereka sangat bersemangat. Salah satunya baru saja menjadi juara I lomba tolak peluru di tingkat provinsi. Di kelas itu, Ayu mendengar guru pengajar kelas tuli bisu mengajarkan kata-kata sederhana dalam kata kolok*. Menariknya, teman-temannya juga membantu karena bisa berkomunikasi dalam bahasa isyarat tersebut. Ayu hanya bisa mendengar sebentar karena bel tanda masuk kelas sudah berdentang kembali. “Ayu sepertinya tahu orang itu. Dia sering datang setiap sore, membawa jajan, sambil menggendong dan memeluk Ayu”, batinnya. “Ia juga membelikan Ayu baju princess berwarna merah muda dulu”, lanjutnya.

Anak-anak Tulibisu Belajar

Tak sabar, ia menunggu bel istirahat berbunyi kembali. Ketika bel sudah berbunyi, ia segera keluar kelas dan mencari orang tersebut. Ayu lihat rombongan tersebut masih ada. Sekarang mereka sedang melihat kelas khusus untuk anak-anak tulibisu itu. Ayu lihat ada 6 orang anak tulibisu saat ini yang sedang usia sekolah dan mau bersekolah di sekolah ini. Entah apa teman-teman tulibisunya lakukan di kelas itu, tapi banyak ia lihat foto-foto mereka sedang belajar alphabet dan bahasa isyarat. Tampaknya, teman-teman tulibisunya ingin juga belajar.

@menginspirasiID Penulis: Made Hery Santosa ©Menginspirasi (2014)

Page 3: Gadis Kecil dari Desa Tulibisu

3

Ia senang sekali. Guru yang mengajar teman-teman tulibisunya sangat bersemangat, penuh dedikasi dan pengabdian. Rombongan tersebut kemudian bercakap-cakap di lapangan sekolah depan kelasnya. Kadang ia tidak mengerti apa yang diucapkan, bahasanya juga tak ia pahami. Diantara kerumunan teman-temannya, dengan malu-malu ia terus memandang orang itu. Sampai akhirnya… “Ahhh, ini Ayu kan?” Orang itu bertanya, tampak kaget. Ayu hanya tersenyum. Senang sekali, orang itu ternyata mengenalinya. “Iya”, sahutnya. Orang itu langsung memeluknya, mengusap-usap rambutnya dengan penuh sayang. Ayu sangat bahagia. Dulu, orang ini selalu melakukan hal yang sama.

Saat orang ini sering datang beberapa tahun lalu, Ayu sudah yatim, ayahnya yang tulibisu meninggal karena kecelakaan. Pamannya yang tulibisu juga sudah meninggal. Saat ini, Ibunya yang juga tulibisu kembali ke desa asalnya. Ia sekarang hanya tinggal dengan kakek neneknya yang tulibisu.

“Ayu, sini dulu.” Dengan malu-malu, Ayu mendekat. Orang itu tampak mencari-cari sesuatu dalam tasnya. “Ini ada jajan, buat Ayu. Rajin belajar ya” kata orang itu sambil mengusap rambut tebalnya lagi. Ayu mengulurkan tangan mungilnya. Ia ingat, ia memanggilnya Bli**.

.:Selesai:. * Bahasa isyarat desa Bengkala, berbeda dengan ISYANDO ** Panggilan kakak laki-laki bagi orang Bali

@menginspirasiID Penulis: Made Hery Santosa ©Menginspirasi (2014)