G. SUMBING, JAWA TENGAH

12
G. SUMBING, JAWA TENGAH Gunungapi Sumbing KETERANGAN UMUM NAMA GUNUNGAPI : G. Sumbing NAMA LAIN : - NAMA KAWAH : - LOKASI : a. Geografi Puncak : 7 o 23' LS dan 110 o 03'30" BT b. Administrasi : Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo KETINGGIAN : 3371m dpl TIPE GUNUNGAPI : Gunungapi Strato type A Kota Terdekat : Temanggung, Jawa Tengah POS PENGAMATAN : Desa Gentingsari, Kec. Parakan,Kab.Temanggung, Jawa Tengah. Koordinat Geografi : 07 o 17,08' LS dan 110 o 03,8' BT, ketinggian 950m dpl.

Transcript of G. SUMBING, JAWA TENGAH

Page 1: G. SUMBING, JAWA TENGAH

G. SUMBING, JAWA TENGAH

Gunungapi Sumbing

KETERANGAN UMUM

NAMA GUNUNGAPI : G. Sumbing

NAMA LAIN : -

NAMA KAWAH : -

LOKASI : a. Geografi Puncak : 7o23' LS dan 110

o03'30" BT

b. Administrasi : Kabupaten Magelang, Kabupaten

Temanggung, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten

Purworejo

KETINGGIAN : 3371m dpl

TIPE GUNUNGAPI : Gunungapi Strato type A

Kota Terdekat : Temanggung, Jawa Tengah

POS PENGAMATAN : Desa Gentingsari, Kec. Parakan,Kab.Temanggung,

Jawa Tengah.

Koordinat Geografi : 07o17,08' LS dan 110

o03,8' BT,

ketinggian 950m dpl.

Page 2: G. SUMBING, JAWA TENGAH

PENDAHULUAN

Gunung Sumbing di Jawa Tengah termasuk ke dalam wilayah Kabupaten

Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo dan

Kabupaten Purworejo. Puncaknya berketinggian 3371 m dpl. Secara

geografis teretak pada 07o17,08' LS dan 110o03,8' BT. Karena bibir kawah

sebelah timur laut telah hancur sehingga nampak seolah-olah sobek,

maka disebut Gunung Sumbing, karena nampaknya seolah-olah seperti

bibir sumbing.

Kota terdekat masing-masing Magelang di sebelah tenggara, Temanggung

di sebelah timurlaut, Parakan di sebelahutara dan Wonosobo di sebelah

barat. Kaki gunung Sumbing sebelah barat-laut berbatasan dengan

Gunung Sundoro, sedangkan di sebelah selatan dan tenggara berbatasan

dengan Pegunungan Menoreh, Beser dan Kekep.

Untuk mencapai puncak Gunung Sumbing biasanya pendakian dilakukan

dari arah barat laut yaitu dari Kampung garung (1543 m), Desa Butuh,

Kecamatan Kalijajar, Kabupaten Wonosobo. Pendakian bisa juga

dilakukan dari arah utara yaitu dari Kecapit, Parakan; arah timur laut yaitu

dari Kampung Butuh atau Selogowok, Temanggung; arah tenggara yaitu

dari Kalegen, Magelang; arah baratdaya yaitu dari Sapuran, Wonosobo.

Bagian lereng yang landai dengan Magelang; arah baratdaya yaitu dari

Sapuran, Wonosobo. Bagian lereng yang landai dengan kemiringan

sekitar 15o antara ketinggian lebih kurang 1500 sampai 2000 m,

sedangkan lereng atas yang terjal kemiringan sekitar 25o bahkan ada yang

sampai 30o antara ketinggian di atas 2000 sampai 3000 m dpl. Karena

tanahnya sangat subur hampir seluruh daerah lereng yang landai sampai

ketinggian lebih kurang 2000 m telah dijadikan daerah perkebunan rakyat,

seperti sayur-sayuran (kol, wortel, kentang, kacan-kacangan dan lain-lain)

di samping penanaman tembakau. Karena itu penduduk yang bermukim di

sekitar Gunung Sumbing cukup padat, sampai radius lebih kurang 8 km

dari puncak, penduduknya berjumlah hampir mencapai 100.000 jiwa

(1989).

Page 3: G. SUMBING, JAWA TENGAH

Karena tersusun oleh batuan beku (lava) yang sangat keras, maka hampir

seluruh daerah lereng atas yang terjal itu keadaanya yang sangat gersang,

pada umumnya hanya ditumbuhi semak-belukar, bahkan mulai ketinggian

lebih kurang 3000 m hanya ditumbuhi rerumputan yang daun-daunnya

berbulu.

Gambar Peta Kawah G. Sumbing, Jawa Tengah

MORFOLOGI DAN TOPOGRAFI

Morfologi atau topografi Gunung Sumbing dapat dibagi menjadi dua

satuan morologi, yaitu morfologi daerah lereng dan morfologi daerah

puncak.

Page 4: G. SUMBING, JAWA TENGAH

Morfologi Daerah Lereng

Morfologi daerah lereng adalah daerah tubuh gunungapi antara ketinggian

lebih kurang 1400 sampai 3300m dpl. Bagian lereng yang landai

mempunyai kemiringan sekitar 15o antara ketinggian lebih kurang 1400

sampai 2000m dpl. Satuan morfologi ini disusun oleh batuan hasil letusan

yang relatif lunak dan tersayat sangat dalam oleh aliran sungai.

Baatuannya terdiri dari lapili, tuf, tuf pasiran sampai tuf halus berbatu

apung. Lereng bagian bawah menunjukkan daerah bergelombang rendah,

batuannya dominan terdiri dari piroklastika. Bagian lereng yang terjal

mempunyai kemiringan sekitar 25o-30o mulai ketinggian di atas 2000

sampai lebih kurang 3300m dpl. Di lereng bagian atas banyak terdapat

gawir-gawir dan alur-alur hulu sungai yang sempit dan dalam. Bagian

lereng yang terjal ini batuannya dominan terdiri dari lava (lava flow) yang

membentuk punggungan bukit di antara alur-alur hulu sungai.

Kerucut parasit Petarangan setinggi lebih kurang 200m dpl muncul di kaki

sebelah utara, puncaknya berketinggian 1292m dpl, sedangkan kerucut

parasit Namu muncul di kaki sebelah tengara, puncaknya berketinggian

1033m dpl.

Morfologi Daerah Puncak

Daerah puncak Gunung Sumbing berketinggian antara 3260-3571m dpl.

Kawahnya bergaris tengah lebih kurang 800m, berbentuk lonjong

menyerupai bentuk tapal kuda yang terbuka ke arah timur laut. Kedalaman

kawah lebih kurang 100-150m. Pematang atau bibir kawah yang

menyerupai bentuk tapal kuda ini mengapit kubah lava selebar 450m yang

membujur dan menurun ke arah timur laut. leleran lava dari kubah lava ini

sampai ketinggian lebih kurang 2400m dpl membentuk lidah lava. Tinggi

kubah lava lebih kurang 50m dari dasar kawah atau lebih kurang 3250m

dpl, batuannya terdiri dari andesit hornblende. Pematang kawah

batuannya terdiri dari andesit hipersten augit hornblende, yang pada

beberapa dinding/tebing kawah terlihat struktur kekar meniang.

Di dasar kawah terdapat 4 dataran sempit yaitu sisa bekas lubang letusan

yang terisi oleh material lepas berukuran pasir, lapili sampai bongkah-

bongkah asal kubah lava:

Page 5: G. SUMBING, JAWA TENGAH

1. Dataran sempit sebelah utara (Kawah A) berketinggian 3159m,

terletak antara lava berbongkah (kubah lava 1730) dan pematang

sebelah utara.

2. Dataran sempit sebelah barat (Kawah B), terletak antara kubah lava

1730 clan pematang sebelah barat.

3. Dataran sempit sebelah selatan (Kawah C) berketinggian 3183m

terletak antara kubah lava 1730 dan pematang sebelah selatan.

4. Dataran sempit sebelah timur dataran sempit No.2 (Kawah D),

berketinggian 3196m dpl terletak antara kubah lava 1730 dan

pematang berarah utara-selatan

5.

KEGIATAN VULKANIK DAN LETUSAN YANG TERCATAT DALAM

SEJARAH

Letusan dalam sejarah hanya tercatat satu kali yaitu tahun 1730 yang

terjadi di kawah puncak, dimana terbentuk kubah lava dengan aliran lava

ke arah bibir kawah terendah diperkirakan terjadi pada tahun tersebut

(Junghuhn, 1853 dan Traverne, 1926).

Pada tahun 1937 kepulan asap solfatara yang bersuhu lebih kurang 90oC

nampak pada kubah lava dan kubangan lumpur di belakang kubah lava.

Pada pemeriksaan puncak/kawah yang dilakukan bulan juni 1989, salah

satu bekas lubang letusan yang terletak di sebelah utara sebagian terisi air

berwarna keabu-abuan. Tidak nampak adanya kegiatan vulkanik, kepulan

asap solfatara dan fumarola di daerah puncak/kawah, baik letak maupun

hembusannya pada Juni 1989 tidak jauh berbeda bila dibandingkan

dengan keadaan tahun 1977. Kepulan asap solfatara di berbagai tempat

menghasilkan endapan kristal belerang.

Di sebelah barat terdapat dua dataran yang berdekatan, dibataasi oleh

bongkah-bongkah lava. Disini nampak kegiatan vulkanik berupa kepulan

solfatara, fumarola dan mata air panas. Dataran sempit di sebeleah

selatan yang diapit oleh kubah lava dan pematang kawah sebelah

tenggara-barat daya terisi oleh bahan lepas yang telah ditumbuhi

rerumputan. Di beberapa tempat nampak bekas kegiatan solfatara dan

fumarola berwarna keputih-putihan.

Page 6: G. SUMBING, JAWA TENGAH

pada tahun 1922 kubah lava belum ditutupi tumbuh-tumbuhan. Baru sejak

1925 mulai ditumbuhi lumut-lumutan dan rerumputan. Pada saat ini kubah

lava tertutup agak lebat oleh tetumbuhan perdu dan rerumputan.

Bekas lubang letusan no.4 (Kawah D) kegiatan vulkanik berupa kepulan

asap solfatara dan fumarola. Di beberapa tempat ada yang mengandung

gas-gas S02, H2S, C02 dan C1. Kepulan asap solfatara dan fomarola itu

pada umumnya keluar berderet mengikuti dua rekahan. Rekahan pertama

terdapat di sebelah barat dasar kawah sepanjang lebih kurang 150m,

rekahan kedua terdapat di sebelah timur dan sejajar dengan rekahan yang

pertama. berdekatan dengan tembusan-tembusan gas tersebut ada

tempat yang oleh penduduk setempat disebut "kuburan keramat Sunan

Geseng".

Seperti halnya pada tahun 1921/1922 kepulan gas-gas hanya muncul

pada dasar kawah saja. Tahun 1921 suhunya berkisar antara 85o-98o C.

Tahun 1927 suhunya sedikit menurun yaitu 78oC-95oC. Tahun 1927 suhu

solfatara dan fumarola pada rekahan sebelah barat dari utara ke selatan

adalah 89oC-85,5oC. Pada umumnya suhu pada lubang-lubang gas di

rekahan sebelah barat maupun rekahan sebelah timur turun 5oC-7oC

dibandingkan dengan sebelumnya.

Suhu pada kolam lumpur yang terdapat di tengah-tengah dasar kawah

adalah 36oC, suhu pada kolam itu adalah suhu yang terendah. Tahun

1934 suhu solfatara pada rekahan sebelah barat berkisar antara 88,5oC-

91oC. Ada 3 kepulan gas dengan suara tiupan (blazer), suhunya 91oC.

Bekas lubang letusan no.2 (Kawah B), kegiatan vulkanik berupa kepulan

asap fumarola dan solfatara putih tipis yang keluar dari rekahan bagian

barat suhunya 89oC-125oC. Disini juga terdapat mata air panas. Tahun

1977 suhu maksimum mencapai 125oC, yaitu pada solfatara yang

bertekanan kuat dengan suara tiupan yang keras (blazer), suhu pada

lubang blazer lainnya sekitar 100oC, sedangkan suhu matab air panas

86oC. Mata air panas ini airnya sangat bening berbau belerang dan

rasanya kesat. Di sebelah timur air panas terdapat 2 buah kolam lumpur,

suhunya 77oC. Suhu pada lubang-lubang solfatara pada rekahan di dasar

kawah sebelah timur 34oC-76oC.

Pada umumnya tahun 1977 suhu pada lubang-lubang solfatara cenderung

menunjukkan kenaikan 7oC sampai 34oC dibandingkan dengan tahun

Page 7: G. SUMBING, JAWA TENGAH

1934. Perubahan/perpindahan kegiatan vulkanik hanya terjadi di sekitar

Kawah B. Sepintas lalu seperti ada keseimbangan antara suhu dan luas

penyebaran lapangan solfatara dan fumarola, dimana jika tembusan panas

tersebat lebih luas maka suhu akan turun dan sebaliknya

USAHA PENANGGULANGAN BAHAYA LETUSAN

Untuk menekan jumlah korban jiwa maupun kerusakan akibat letusan

gunungapi, dilakukan berbagai cara, yaitu melakukan Pengamatan dan

Penelitian serta pembuatan Peta Daerah Bahaya.

Pengamatan dan Penelitian

Untuk peramalan letusan maka perlu melakukan pengamatan dan

penelitian dengan berbagai metoda seperti seismik, suhu, geokimia,

deformasi, visual dan lain-lain. Sejak tahun 1984 kegiatan Gunung

Sumbing telah dipantau dari Pos Pengamatan di Desa Gentingsari, Kec.

Parakan, Kab. Temanggung, Jawa Tengah.

Pos Pengamatan Gentingsari juga untuk memantau kegiatan vulkanik

Gunung Sundoro atau sebelah utara Gunung Sumbing pada ketinggian

lebih kurang 980m dpl.

Kawasan Rawan Bencana

Bila berdasarkan pengamatan dan penelitian diramalkan bahwa Gunung

Sumbing akan meletus, maka perlu memberitahukan penduduk agar

menyingkir atau perlu pengungsian penduduk dari tempat-tempat yang

dianggap berbahaya ke tempat yang aman sebelum atau pada waktu

letusan itu terjadi. Sehubungan dengan itu maka diperlukan pula Kawasan

Rawan Bencana, di samping tentunya diteliti dan diamati secara terus-

menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi.

Kawasan Rawan Bencana Gunung Sumbing yang disusun ini hanya

berlaku apabila terjadinya leusan di daerah puncak atau dari kawah utama

dan arah letusan tegak lurus; tidak terjadi pembentukan kaldera; morfologi

dan topografinya tidak berubah.

Page 8: G. SUMBING, JAWA TENGAH

Sekitar tahun 1730 terjadi letusan di kawah puncak. Pada letusan ini

menurut Junghuhn (1853), Traverne (1926) terjadi aliran lava ke arah

timurlaut sampai garis ketinggian lebih kurang 2400m. Baik Junghuhn

maupun Traverne tidak menjelaskan apakah bibir kawah sebelah timur

laut yang hancur (terputus) itu karena didobrak oleh aliran lava tersebut.

Menurut Neumann van Padang (1937), leleran lava berbongkah dari

letusan 1730 mendobrak dinding pematang kawah sebelah timurlaut.

Meskipun sepanjang sejarah Gunung Sumbing tidak pernah meletus yang

menimbulkan bencana, namun demikian untuk menjaga kemungkinan

terjadinya letusan yang membahayakan penduduk yang bermukim di

sekitarnya, perlu dipersiapkkan Kawasan Rawan Bencana sebagai

pegangan atau pedoman darurat dalam mengambil tindakan untuk

pengamanan penduduk dari ancaman bahaya. Kawasan Rawan Bencana

ini mencantumkan daerah yang dianggap berbahaya jika terjadi letusan,

baik bahaya langsung maupun tidak langsung.

berdasarkan pengalaman, suatu gunungapi yang sudah lama tidak

meletus biasanya akan dahsyat letusannya jika ini terjadi. Kemungkinan

terjadinya awan panas tidak dapat diremehkan (Kusumadinata, 1980).

Kawasan Rawan Bencana hanya berlaku untuk letusan di daerah puncak

terutama letusan yang terjadi di kawah yang berbentuk tapal kuda yang

bersumbat lava. Peta ini disiapkan untuk menghadapi kemungkinan

terjadinya letusan besar seperti misalnya G. Agung di Bali (1963), G.

Galunggung di Jawa Barat (1983), G. Colo di Pulau Una-Una (1983), G.

Kelud di Jawa Tmur (1990).

Keadaan bentuk alam (morfologi dan topografi) akan mempengaruhi arah

penyebaran bahan letusan terutama bahaya luncuran awan panas, aliran

lava dan lahar. Bentuk awan dan ke arah mana terbukanya akan

menentukan daerah mana yang paling mungkin terlanda jika terjadi

letusan. Jurusan luncuran awan panas dan aliran lahar terutama akan

mengikuti jurang-jurang dan lembah-lembah sungai yang berhulu di

daerah puncak/tepi kawah.

Page 9: G. SUMBING, JAWA TENGAH

Kawah Gunung Sumbing terbuka ke arah timurlaut. Maka bila terjadi

letusan agak hebat, kemungkinan besar luncuran awan panas, aliran lava

dan lahar akan melanda sektor lembah-lembah sungai yang mengalir ke

arah timurlaut seperti K. Kedu, K. Bulu, K. Gondang, K. Parang dan K.

Gintung.

Untuk bahaya lontaran batuan, bom vulkanik, lapili, terutama pasir dan

abu, penyebarannya dipengaruhi oleh arah angin yang berubah-ubah

sesuai dengan musim. Pada Kawasan Rawan Bencana hanyalah

diperkirakan batas radial yang mungkin masih membahayakan

PEMBATASAN DAERAH BAHAYA

Berdasarkan bentuk morfologi dan topografi, sifat kegiatan suatu

gunungapi dan penyebaran bahan letusan masa lampau, maka daerah

bahaya Gunung Sumbing dibagi menjadi Daerah Bahaya dan Daerah

Waspada.

Daerah Bahaya

Daerah bahaya adalah daerah yang sangat rawan terhadap bahaya

letusan yaitu berupa luncuran awan panas, lahar, leleran lava, lontaran

batuan seperti bom vulkanik, lapili, hujan pasir dan abu. Karena itu

penduduk di daerah ini harus diungsikan bila ada tanda-tanda akan terjadi

letusan.

Tanpa memperhitungkan arah tiupan angin pada saat terjadi letusan,

bahaya lontaran batuan di daerah bahaya meliputi daerah berbentuk

lingkaran dengan jari-jari 5 km berpusatkan kawah aktif.

Terhadap bahaya luncuran awan panas, leleran lava dan aliran lahar

terutama akan mengancam sektor timur laut mengikuti lembah-lembah

sungai yang berhulu dari puncak atau dari tepi kawah.

Jumlah penduduk di daerah bahaya ini sekitar 23.500 jiwa (Juli 1989).

Page 10: G. SUMBING, JAWA TENGAH

Daerah Waspada

Daerah Waspada adalah daerah perluasan dari Daerah Bahaya. Tanpa

memperhitungkan arah tiupan angin pada saat terjadinya letusan,

terhadap bahaya lontaran lapili, hujan pasir dan abu, mungkin juga bom

vulkanik; meliputi daerah berbentuk lingkaran di luar Daerah Bahaya

dengan jari-jari lebih kurang 8 km, berpusatkan kawah aktif. Jumlah

penduduk di daerah ini lebih kurang 71.500 jiwa (juli 1989).

Untuk kemungkinan bahaya lahar bervariasi sepanjang lembah-lembah

sungai. Beberapa sungai yang berhulu dari daerah puncak mungkin akan

dilalui banjir lahar hujan, bila setelah terjadi letusan di daerah puncak turun

hujan lebat yang cukup lama. Oleh karena itu penduduk di daerah ini

harus waspada (siap siaga) bila turun hujan setelah terjadi letusan.

Daerah yang tidak termasuk kedua daerah ini dianggap aman, namun

demikian tidaklah berarti bahwa tidak terjangkau bahan letusan sama

sekali. Mungkin saja ada bahan letusan yang bisa mencapai daerah

tersebut tetapi masih dalam keadaan yang tidak mengancam keselamatan

penduduk sehingga tidak dibatasi sebagai Daerah Bahaya atau pun

Daerah Waspada.

Page 11: G. SUMBING, JAWA TENGAH

KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Sumbing

Page 12: G. SUMBING, JAWA TENGAH

DAFTAR PUSTAKA

Hamidi. S.. 1989, Laporan Pemetaan Daerah Bahaya Gunung Sumbing.

Jawa Tengah, Juli 1989,

Direktorat Vulkanologi. 16 h..tidak dipublikasikan.

---------1991, Pemeetaan Daerah Bahaya Gunungapi Salah Satu Cara

Untuk Penanggulangan

Bencana Letusan Gunungapi, Direktorat Vulkanologi. 26 h., tidak

dipublikasikan.

Kusumadinata. R.. 1975, Volcanic Hazard Maps, BDG. VIII. n. 2

-------, dkk.. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat

Vulkanologi, Bandung.

-------, 1980. Pengaruh Letusan Gunungapi Terhadap Massyarakat,

Direktorat Vulkanologi, Bandung.

Matahelumual. J., 1982. gunungapi dan bahayanya di Indonesia, Bull.

volcanol. Survey Indon., n. 105

Neumann van Padang, M., 1951. Catalogue of the active volcanoes of the

world

including solfatara fields, part I. Indonesia; Napoli, Italia, pp. 113-115

Sjarifudin, M.Z., dan Hadian. R.. 1977, Laporan Lapangan Pemeriksaan

Gunung Sumbing,

Jawa Tengah, Direktorat Vulkanologi, 21 h., tidak dipublikasikan.

Sudrajat, A., 1982, Gunungapi dan Penanggulangannya. BDG, v. 14, n. 9

Traverne. N.J.Ni., 1926, Vulkaanstudien op Java. Vull:. en Seism. Meded.,

VII, hh.52-56