Freytag
-
Upload
fakhrul-adzha -
Category
Documents
-
view
261 -
download
18
description
Transcript of Freytag
Will/ambisi si tokoh
Hambatan/permasalahan
Timeline/batas waktuRule of three:Bahwa tiap adegan benturkan dengan 3 hambatan yang bertingkat kesukarannya
konflik
SCRIPT WRITING: MATERI BATRE 9
Sama seperti menulis naskah sastra lainnya, yaitu cerpen dan novel. Penulisan
naskah film memerlukan langkah-langkah yang sama. Yaitu alur, plot, tokoh, dialog
dan sebagainya. Yang membedakan antara keduanya adalah format penulisan dan
sudut pandang.
Di dalam novel maupun cerpen,penggarapan naskah tergantung atau bisa ditulis
berdasarkan beberapa sudut pandang. Semisal tabrakan antara motor dan mobil.
Peristiwa itu bila diceritakan ulang bisa saja berlainan versi, bisa dari si pengendara
motor, sopir mobil atau pejalan kaki yang menyaksikan peristiwa tersebut.
Mudahnya, novel dan cerpen bisa ditulis berdasarkan sudut pandang orang
pertama, kedua dan ketiga. Bedanya dengan naskah drama/tv. Yang berlaku hanya
sudut kamera (camera view). Hal ini yang justru menjadi daya tarik sekaligus
kekurangan dari naskah drama tersebut.
Pemilihan angle yang baik, selayaknya fotografi, menempati prioritas utama dalam
camera view, sebab, hal tersebut mewakili dari apa yang hendak disampaikan oleh
sang penulis naskah atau sutradara sekalipun. Pemilihan angle yang sempurna
akan menambah nilai artistik bahkan nilai dramatis dari sebuah adegan.
Sebagaimana di sebutkan diatas, bahwa cerita menjadi hidup manakala karakter
yang diciptakan kuat dan konflik yang dibangun logis dan kuat pula. Pendekatan itu
disebut dengan segitiga pembangun konflik.
SEGITIGA PEMBANGUN KONFLIK
1. will atau ambisi
Setiap tokoh, pasti memiliki ambisi atau tujuan yang ingin di capai. Secara umum,
tokoh ada dua jenis. Protagonist dan antagonis. Kedua ini saling bertentangan dan
saling menghambat. Seperti film batman dengan salah satu lawannya, Joker atau
Penguin. Batman berorientasi melindungi kota Gotham sementara Joker ingin
mengalahkan Batman dan menguasai kota Gotham.
2. Hambatan
Setiap niat atau tujuan pastinya ada hambatan. Kalo umat islam menyebutnya
cobaan. Dan di factor inilah emosi, daya tahan, orientasi dari sang tokoh diuji.
Disinilah tempat bagi penulis baik scenario maupun novelis untuk menuangkan
segenap kreativitasnya dalam mengaduk-aduk emosi penonton atau pembaca.
Ingat. Tulisan yang baik dan dianggap berhasil adalah karya yang menyentuh dan
mampu menimbulkan emosi pirsawan atau pembaca.
3. Timeline
Atau yang sering dikenal dengan tenggat waktu. Dan ini harus ada agar cerita dan
suspense dramatic terbangun dengan apik. Sebab bila tidak ada batas waktu, tentu
cerita akan mengalir membosankan. Timeline inilah yang membuat tokoh berusaha
semaksimal mungkin agar tujuan tercapai. Bisa dibayangkan seperti waktu SMU
dulu. Saat menjelang ujian pastilah ribut untuk entah belajar, membuat contekan
atau apalah. Yang tentunya hal itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Beda bila
tak ada tenggat waktunya, kalo tidak ada tenggat waktu, buat apa berusaha
sungguh-sungguh? Toh lambat pun akan selesai juga. Begitu logikanya. Dan hal itu
tidak menarik
Struktur dramatic
merupakan bagian dari plot karena di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa
yang terdiri dari bagianbagian yang memuat unsru-unsur plot. Rangkaian ini
memiliki atau membentuk struktur dan saling bersinambung dari awal cerita sampai
akhir. Fungsi dari struktur dramatik ini adalah sebagai perangkat untuk lebih dapat
mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan
penonton ke dalam laku cerita. Teori dramatik Aristotelian memiliki elemen-elemen
pembentuk struktur yang terdiri dari eksposisi (Introduction), komplikasi, klimaks,
resolusi (falling action), dan kesimpulan (denoument).
1 Piramida Freytag
Gustav Freytag (1863), menggambarkan struktur dramatiknya mengikuti elemen-
elemen tersebut dan menempatkannya dalam adeganadegan lakon sesuai laku
dramatik yang dikandungnya. Struktur Freytag ini dikenal dengan sebutan piramida
Freytag atauFreytag’s pyramid (Setfanie Lethbridge dan Jarmila Mildorf, tanpa
tahun) . Dalam gambar di atas dijelaskan bahwa alur lakon dari awal sampai akhir
melalui bagianbagian tertentu yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
• Exposition
Eksposisi adalah Penggambaran awal dari sebuah lakon. Berisi tentang perkenalan
karakter, masalah yang akan digulirkan. Penonton diberi informasi atas masalah
yang dialami atau konflik yang terjadi dalam karakter yang ada dalam naskah
lakon. Misalnya: lakon Raja Lear Karya William Shakespeare, dimulai dari kebijakan
raja Lear terhadap pembagian kerajaan, memperkenalkan siapa Edmund. Dari dua
tokoh inilah lakon Raja Lear terpusat, yaitu Raja Lear mendapatkan konflik dari
anak-anaknya dan Edmund mendapatkan konflik dari keinginan menguasai wilayah
Gloucester.
• Complication ( rising Action)
Mulai terjadi kerumitan atau komplikasi yang diwujudkan menjadi jalinan peristiwa.
Di sini sudah mulai dijelaskan laku karakter untuk mengatasi konflik dan tidak
mudah untuk mengatasinya sehinga timbul frustasi, amukan, ketakutan,
kemarahan. Konflik ini semakin rumit dan membuat karakterkarakter yang memiliki
konflik semakin tertekan serta berusaha untuk keluar dari konflik tersebut.
Misalnya, Raja Lear mulai mendapatkan konflik karena diusir oleh Gonerill dan
Regan dan keluar dari istananya untuk hidup mengembara. Dalam pengembaraan
ini Raja Lear mengalami amukan, frustasi, kemarahan, keinginan untuk balas
dendam dan lain-lain.
• Climax
Klimak adalah puncak dari laku lakon dan titik kulminasi mencapai titik. Pada titik
ini semua permasalahan akan terurai dan mendapatkan penjelasan melalui laku
karakter maupun lewat dialog yang disampaikan oleh peran. Misalnya, Raja Lear
mengucapkan dialog, “O, raung, raung, raung, raung! – O, Kamu manusia batu,
kalau kupunya lidah dan matamu, aku melolong sampai retak kubah langit, –
Selama-lamanya dia mati bagai bumi…………..” pada titik inilah semua terbongkar
permasalahan-permasalahan yang menjadi konflik dari keseluruhan lakon. Semua
putri Raja Lear mati, Edmund menemui kematiannya, karena untuk menguasai
kerajaan dia berkomplot dengan Gonerill dan Regan yang dijanjikan akan dinikahi.
Dengan terbongkarnya semua masalah yang melingkupi keseleruhan lakon
diharapkan penonton akan mengalami katarsis atau proses membersihkan emosi
dan memberikan cahaya murni pada jiwa penonton.
• Reversal (falling action )
Reversal adalah penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak saja berlaku bagi
emosi lakon tapi juga untuk menurunkan emosi penonton. Dari awal emosi
penonton sudah diajak naik dan dipermainkan. Falling Action ini juga berfungsi
untuk memberi persiapan waktu pada penonton untuk merenungkan apa yang telah
ditonton. Titik ini biasanya ditandai oleh semakin lambatnya emosi permainan, dan
volume suara pemeran lebih bersifat menenangkan. Misalnya pada lakon Raja Lear
diwakili oleh dialog antara Raja Lear dengan Kent, bagaimana Kent menenangkan
gejolah emosi Raja Lear karena kematian Cordelia anak yang sangat disayangi
tetapi diusir dari kerajaan tetapi masing sangat sayang pada orang tuanya.
• Denouement
Denoument adalah penyelesaian dari lakon tersebut, baik berakhir dengan bahagia
maupun menderita. Pada lakon Raja Lear hal ini diselesaikan dengan kematian Raja
Lear. Kemudian lakon tersebut disimpulkan oleh Edgar lewat dialognya “Orang
tunduk pada beban zaman serba berat; lidah tunduk pada rasa, bukan pada adat.
Yang tertua paling berat bebannya; kita yang muda tak akan berpengalaman
sebanyak mereka”.
2 Skema Hudson
Menurut Hudson (Wiliiam Henry Hudson) seperti yang dikutip oleh Yapi Tambayong
dalam buku Dasar-dasar Dramaturgi (1982), plot dramatik tersusun menurut apa
yang dinamakan dengan garis laku. Garis laku tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut.
Garis laku lakon dalam skema ini juga melalaui bagian-bagian tertentu yang dapat
dijabarkan sebagai berikut.
• Eksposisi
Saat memperkenalkan dan membeberkan materi-materi yang relevan dalam lakon
tersebut. Materi-materi ini termasuk karakter-karakter yang ada, dimana terjadinya
peristiwa tersebut, peristiwa apa yang sedang dihadapi oleh karakterkarakter yang
ada dan lain-lain.
• Insiden Permulaan
Mulai teridentifikasi insiden-insiden yang memicu konflik, baik yang dimunculkan
oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. Misalnya dalam lakon Raja
Lear, insiden ini dimulai dari kejujuran dan ketulusan Cordelia dalam memuji Raja
Lear, kemudian insiden fitnah yang dilakukan oleh Edmund kepada Edgar. Insiden-
insiden ini akan menggerakkan plot dalam lakon.
• Pertumbuhan Laku
Pada bagian ini merupakan tindak lanjut dari insiden-insiden yang teridentifikasi
tersebut. Konflik-konflik yang terjadi antara karakter-karakter semakin menanjak,
dan semakin mengalami komplikasi yang ruwet. Jalan keluar dari konflik tersebut
terasa samar-samar dan tak menentu.
• Krisis atau Titik Balik
Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik yang sangat
menegangkan atau menggelikan sehingga emosi penonton tidak bisa apa-apa. Bagi
Hudson, klimaks adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ke titik
balik, dan bukan titik balik itu sendiri. Sedangkan titik balik sudah menunjukan
suatu peleraian dimana emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai
menurun.
• Penyelesaian atau Penurunan Laku
Penyelesaian atau denoument yaitu bagian lakon yang merupakan tingkat
penurunan emosi dan jalan keluar dari konflik tersebut sudah menemukan jalan
keluarnya.
• Catastroph
Semua konflik yang terjadi dalam sebuah lakon bisa diakhiri, baik itu akhir sesuatu
yang membahagiakan maupun akhir sesuatu yang menyedihkan. Dalam lakon Raja
Lear, cerita diakhir dengan sesuatu yang menyedihkan yaitu suasana kematian
ketiga putri dan Raja Lear sendiri. Dengan kematian tokoh-tokoh ini suasana lakon
dapat dikembalikan pada keadaan yang semula.
3. Tensi Dramatik
Brander Mathews, seperti dikutip oleh Adhy Asmara dalam buku Apresiasi
Drama (1983), menekankan pentingnya tensi dramatik. Perjalanan cerita satu lakon
memiliki penekanan atau tegangan (tensi) sendiri dalam masing-masing bagiannya.
Tegangan ini mengacu pada persoalan yang sedang dibicarakan atau dihadapi.
Dengan mengatur nilai tegangan pada bagian-bagian lakon secara tepat maka efek
dramatika yang dihasilkan akan semakin baik. Pengaturan tensi dramatik yang baik
akan menghindarkan lakon dari situasi yang monoton dan menjemukan. lTitik berat
penekanan tegangan pada masing-masing bagian akan memberikan petunjuk laku
yang jelas bagi aktor sehingga mereka tidak kehilangan intensitas dalam bermain
dan dapat mengatur irama aksi.
• Eksposisi
Bagian awal atau pembukaan dari sebuah cerita yang memberikan gambaran,
penjelasan dan keterangan-keterangan mengenai tokoh, masalah, waktu, dan
tempat. Hal ini harus dijelaskan atau digambarkan kepada penonton agar penonton
mengerti. Nilai tegangan dramatik pada bagian ini masih berjalan wajar-wajar saja.
Tegangan menandakan kenaikan tetapi dalam batas wajar karena tujuannya adalah
pengenalan seluruh tokoh dalam cerita dan kunci pembuka awalan persoalan.
• Penanjakan
Sebuah peristiwa atau aksi tokoh yang membangun penanjakan menuju konflik.
Pada bagian ini, penekanan tegangan dramatik mulai dilakukan. Cerita sudah mau
mengarah pada konflik sehingga emosi para tokoh pun harus mulai menyesuaikan.
Penekanan tegangan ini terus berlanjut sampai menjelang komplikasi.
• Komplikasi
Penggawatan yang merupakan kelanjutan dari penanjakan. Pada bagian ini salah
seorang tokoh mulai mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu atau
melawan satu keadaan yang menimpanya. Pada tahap komplikasi ini kesadaran
akan adanya persoalan dan kehendak untuk bangkit melawan mulai dibangun.
Penekanan tegangan dramatik mulai terasa karena seluruh tokoh berada dalam
situasi yang tegang.
• Klimaks
Nilai tertinggi dalam perhitungan tensi dramatik dimana penanjakan yang dibangun
sejak awal mengalami puncaknya. Semua tokoh yang berlawanan bertemu di sini.
• Resolusi
Mempertemukan masalah-masalah yang diusung oleh para tokoh dengan tujuan
untuk mendapatkan solusi atau pemecahan. Tensi dramatik mulai diturunkan.
Semua pemain mulai mendapatkan titik terang dari segenap persoalan yang
dihadapi.
• Konklusi
Tahap akhir dari peristiwa lakon biasanya para tokoh mendapatkan jawaban atas
masalahnya. Pada tahap ini peristiwa lakon diakhiri. Meskipun begitu nilai tensi
tidak kemudian nol tetapi paling tidak berada lebih tinggi dari bagian eksposisi
karena pengaruh emosi atau tensi yang diperagakan pada bagian komplikasi dan
klimaks.
4.4 Turning Point
Model struktur dramatik dari Marsh Cassady (1995) menekankan
pentingnya turning atauchanging point (titik balik perubahan) yang mengarahkan
konflik menuju klimaks. Titik balik ini menjadi bidang kajian yang sangat penting
bagi sutradara berkaitan dengan laku karakter tokohnya sehingga puncak konflik
menjadi jelas, tajam, dan memikat. Gambar di bawah ini memperlihatkan posisi titik
balik perubahan yang menuntun kepada klimaks. Titik ini menjadi bagian yang
paling krusial dari keseluruhan laku karena padanya letak kejelasan konflik dari
lakon berada. Inti pesan atau premis yang terkandung dalam permasalahan akan
menampakkan dramatikanya dengan menggarap bagian ini sebaik mungkin. Tiga
titik penting yang merupakan nafas dari lakon menurut struktur ini adalah konflik
awal saat persoalan dimulai, titik balik perubahan saat perlawanan terhadap konflik
dimulai, dan klimaks saat konflik antarpihak yang berseteru memuncak hingga
menghasilkan sebuah penyelesaian atau resolusi.
Titik A adalah permulaan konflik atau awal cerita saat persoalan mulai
diungkapkan. Selanjutnya konflik mulai memanas dan cerita berada dalam
ketegangan atau penanjakan yang digambarkan sebagai garis B. Garis ini
menuntun pada satu keadaan yang dapat dijadikan patokan sebagai titik balik
perubahan yang digambarkan debagai titik C. Pada titik ini terjadi perubahan arah
laku lakon saat pihak yang sebelumnya dikalahkan atau pihak yang lemah mulai
mengambil sikap atau sadar untuk melawan. Dengan demikian, tegangan menjadi
berubah sama sekali. Ketika pada titik A dan garis B pihak yang dimenangkan tidak
mendapatkan saingan maka pada titik C kondisi ini berubah. Hal ini terus berlanjut
hingga sampai pada titik D yang menggambarkan klimakas dari persoalan.
Tegangan semakin menurun karena persoalan mulai mendapatkan titik terang dan
pihak yang akhirnya menang telah ditentukan. Keadaan ini digambarkan sebagai
garis E yang disebut dengan bagian resolusi.
Penulisan Naskah untuk film, televisi, termasuk video, lazim dengan istilah scenario
(scenario). Skenario merupakan bentuk tertulis dari gagasan atau ide yang
menyangkut penggabungan antara gambar dan suara, dimaksudkan sebagai
pedoman dalam pembuatan film, sinetron atau program televisi. Beberapa pakar
sinematografi mengemukakan bahwa scenario itu menjadi jiwa dan darah dalam
produksi film atau cerita televisi.
Urutan langkah atau pentahapan dalam penyusunan naskah scenario video
a. Persiapan Menulis naskah/ Teks / Narasi
Yang harus dipersiapkan dalam menulis naskah, teks maupun narasi pada program
TV adalah menemukan ide atau gagasan. Setelah ide ditemukan, seorang penulis
naskah sangat perlu mempelajari substansi atau isi dari sumber-sumber yang
terkait dengan substansinya, sehingga benar-benar memahami apa yang akan
ditulis. Selanjutnya akan ditulis dalam bentuk apa, menjadi format program TV yang
mana. Setelah ditetapkan format program yang dipilih maka baru berpikir
bagaimana menulisnya. Untuk penulisan teks dapat diawali dengan penulisan
kerangka tulisan (outline). Sedangkan untuk penulisan narasi dapat dilakukan
menulis rencana gambaran visual yang akan diberi narasinya. Dalam hal ini narasi
akan lebih memberikan penjelasan gambaran visual yang ditayangkan pada TV.
Narasi bisa berbentuk life dari pemeran ataupun dubing oleh pengisi suara. Dapat
juga disuarakan oleh narator maupun presenter.
Sebelum menulis naskah untuk panduan produksi ditulis, biasanya didahului
dengan membuat synopsis, dan Treatment
1) Sinopsis
Gambaran secara ringkas dan tepat tentang tema atau pokok materi yang akan
dikerjakan. Tujuan utama ialah memudahkan pemesan (produsen) menangkap
konsep, kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Setelah synopsis ditulis maka sudah harus nampak adanya: alur, isi cerita,
Perwatakan pemain (bila ada), tempat, waktu, serta keterangan lain yang
memperjelas synopsis.
2) Treatment
Uraian ringkas secara deskriptif, bukan tematis, yang dikembangkan dari synopsis
dengan bahasa visual tentang suatu episode cerita, atau ringkasan dari rangkaian
suatu peristiwa. Artinya dalam membuat treatment bahasa yang digunakan adalah
bahasa visual. Sehingga apa yang dibaca dapat memberikan gambaran mengenai
apa yang akan dilihat. Dengan membaca treatment bentuk program yang akan
dibuat sudah dapat dibayangkan.
Sehingga perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a) urutan dalam video sudah makin jelas,
b) Sudah kelihatan formatnya apakah dialog (bagaiamana pokok dialognya), narasi
(bagaimana pokok narasinya),
c) Sudah dimulai adanya petunjuk-petunjuk tehnis yang diperlukan.
3) Skenario
Dari treatment kemudian dibuat naskah produksi atau scenario. Penulisan naskah
produksi atau scenario harus operasional karena digunakan sebagai panduan tidak
saja kerabat kerja (crew) tetapi juga pemain dan pendukung lain yang terlibat.
Penulisan naskah atau scenario pada dasarnya menggambarkan sekaligus
menyuarakan apa yang ingin disampaikan. Urutan synopsis-tritmen-skenario
merupakan rangkaian yang baik untuk membuat naskah video (televisi), Baker
(1981) mengemukakan juga pentahapan dalam membuat naskah, yaitu : concept,
story board, dan script.
Setidaknya ada dua format naskah untuk penulisan naskah TV/video, yaitu double
colum, dan wide margin
a) Format kolom ganda (double colum).
Format ini lazim digunakan untuk menulis naskah informasi,
dokumentasi, pendidikan. Format kolom ganda, lembar kertas dibagi menjadi dua
kolom utama, yaitu kolom visual (kiri) dan kolom audio (kanan).
Pada kolom kiri berisi uraian yang menyangkut visual. Misal gambar harus dimabil
dengan CU, kemudian zoom out, atau keterangan lain bagi kru kamera, termasuk
siapa subyeknya, diambil dari mana, beberapa waktu lamanya pengambilan, dll.
Kolom kanan berisi segala sesuatu yang menyangkut audio yang berupa narasi,
dialog para pelaku atau efek-efek suara lain yang diperlukan. Untuk memudahkan
narator atau juru suara (sound man) maka dalam menulis kolom kanan, semua
informasi yang tidak akan dibaca (disuarakan) ditulis dengan huruf capital. Sedang
narasi atau dialog yang akan dibaca atau disuarakan ditulis dengan huruf kecil.
b) Format Wide Margin
Format ini lebih lazim dipakai dalam cerita film atau sinetron. Sinetron Aku cinta
Indonesia (ACI) naskahnya distulis dalam format Wide Margin.
Dengan format wide margin tiap adegan (kumpulan dari beberapa shot-scene)
diuraikan atau dijelaskan dengan bahasa visual. Petunjuk dialog diketik dua spasi
ditengah, sedang apa yang akan nampak (visual) dijelaskan dalam bentuk
paragraf .
Dialog biasanya diketik biasa, semua penjelasan untuk camerawan pengambilan
gambar, ditulis dalam huruf capital. Penjelasan untuk tingkah laku pemain ditulis
dalam tanda kurung dengan huruf capital pula.
Urutan penulisannya sebagai berikut
(1) Pertama kali ditulis : adegan (scene) ke….
(2) Gambar diambil dengan tehnik apa, misalnya :
F.1, DISSOLVE, IN FRAME.
(3) Gambaran visual yang akan nampak
(4) Dialog
Dengan format seperti ini maka pengarah acara (sutradara) dan camerawan diberi
kebebasan untuk berimprovisasi dalam pengambilan gambarnya, sesuai dengan
keadaan yang diinginkan.
b. Menilai Naskah/Teks/Narasi
Setelah naskah/teks/narasi ditulis, maka perlu ada evaluasi atau penilaian dari
produser, sebelum naskah tersebut diproduksi menjadi program TV. Penilaian teks
akan menggunakan kriteria apakah telah menggunakan kaidah penulisan dan
penggunaan bahasa yang benar serta keterbacaannya..
Sedangkan untuk penilaian narasi akan lebih menggunakan bahasa sehari-hari
(tutur)sesuai karakter tokoh. Apakah sudah komunikatip, shg mampu menjelaskan
atau dipahami penonton.
Demikian pula untuk menilai naskah/script yang akan diproduksi disamping dengan
kriteria penulisan naskah harus ditaati juga akan dinilai kelayakan produksinya,
apakah setelah diproduksi akan memiliki tingkat manfaat yang tinggi, memiliki daya
tarik, apakah dapat diproduksi secara teknik, biaya produksi mahal atau tidak dan
sebagainya.
c. Mengedit Naskah/Teks/Narasi
Setelah naskah/teks/narasi dinilai penulis naskah akan melakukan editing, mengedit
sesuai saran, masukan dari produser. Untuk editing naskah program TV akan
dilakukan sekaligus dalam bentuk naskah produksi yang di dalamnya telah terdapat
petunjuk/perintah bagi kamerawan tentang teknik shoting dan obyek shoting.
Petunjuk/perintah bagi narator/presenter dalam membacakan narasi, durasi setiap
scene dan sebagainya. Naskah ini selanjutnya digunakan sebagai panduan
produksi.
Format Naskah Film
Secara umum, naskah untuk film berdurasi sekitar 2 jam di seluruh dunia adalah
sekitar 100 sampai 120 halaman skenario. Format ini mengacu pada
penulis Hollywood yang berpatokan selembar skenario sama dengan 1 menit film.
Contoh naskah film adalah seperti di bawah ini :
EXT.TAMAN POHON RANDU.SORE
KITA melihat ANNIE – anak perempuan berusia 7 tahun yang memakai sarung
tangan putih, sedang berlari riang di padang pohon randu. Dia memakai kaos putih
kebesaran dan kelihatan sangat tomboy. Tiba-tiba, dia melihat HIGEN – seorang
anak laki-laki seusianya yang duduk di bawah pohon favoritnya, sambil memainkan
sebuah snowglobe. Annie marah karena pohon kesukaannya ditempati orang lain.
Annie mendatangi Higen dan memukulnya sampai snowglobe itu terjatuh. KITA
mendengar suara hantaman yang cukup keras.
FADE TO BLACK
ANNIE KECIL
Minggir! Ini tempatku!
HIGEN KECIL
(mendesis kesakitan sambil memegangi pipinya)
Kenapa?
ANNIE KECIL
Pokoknya nggak boleh! Ini pohonku!
........dan seterusnya
Istilah skenario
Dalam menulis skenario, ada beberapa istilah khusus yang harus dipahami
oleh penulis skenario. Istilah ini berlaku universal, artinya di negara apa pun
skenario itu ditulis dan kemudian diproduksi, istilah ini mempunyai arti yang sama.
Pemahaman akan istilah-istilah ini akan membuat sebuah skenario lebih gampang
divisualisasikan.
Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam penulisan skenario:
Fade in : Ketika adegan baru dimulai pertama kali.
Fade out: Ketika sebuah babak berakhir dan kemudian diselingi oleh iklan
sebelum memulai babak baru. Atau ketika sebuah episode berakhir dan akan
bersambung ke episode selanjutnya.
Cut to: Perpindahan dari satu adegan ke adegan lain secara
berkesinambungan.
Dissolve to: mirip dengan cut to tapi dipergunakan untuk adegan masa
lalu (flashback) yang memiliki durasi cukup panjang.
V.O (voice over) : hanya terdengar suara. Biasanya digunakan
untuk narasi atau untuk suara dalam hati si tokoh.
O.S (Off scene) : suara pemain terdengar lebih dahulu sebelum sosoknya
sendiri muncul.
Flashback: adegan masa lalu. Flashback ini bisa berlangsung sebentar, bisa
juga agak lama.
POV: point of view, yaitu melihat sesuatu dari sudut pandang seorang tokoh.
VFX: visual effect dan SFX: sound effect. VFX dan SFX ini biasa dipakai jika
ada adehgan yang sulit divisualisasikan.
ACTION = Selain diartikan sebagai perintah sutradara saat pengambilan
gambar, ACTION juga bisa diartikan sebagai gerak laku pemeran, yang terjadi
dalam suatu adegan. Selain itu, kata ACTION juga bisa dipakai untuk
menentukan jenis sebuah film, yang diartikan sebagai film laga.
BIG CLOSE UP (BCU) = pengambilan gambar pada jarak sangat dekat.
Misalnya, dalam gambar orang hanya terlihat bibirnya saja. Contoh
pemakaian dalam skenario, untuk menunjukkan sebuah cincin di jari manis
tokoh, kita bisa pakai BCU untuk cincin. Namun jika ini sudah diperjelas
dalam deskripsi, tidak perlu ditulis BCU lagi, sebab ini adalah tugas
sutradara.
CLOSE UP (CU) = Pengambilan gambar pada jarak dekat. Dalam gambar
orang terlihat wajahnya saja. Untuk pemakaian dalam skenario, CU bisa
untuk menegaskan ekspresi tokoh. Namun, penggunaan CU sebisa mungkin
untuk hal-hal yang sangat penting saja, misalnya menegaskan sebuah lirikan
mata dan senyum sinis A pada B. Jika tidak terlalu penting, jangan gunakan
tanda CU ini karena masalah shot adalah wilayah sutradara.
COMMERCIAL BREAK = Jeda dalam tayangan sinetron yang diisi iklan.
Biasanya penulis skenario juga harus memperhitungkan saat jeda ini, dengan
memberikan suspense pada cerita–sebelum commercial break–agar
penonton tetap menunggu kelanjutan cerita kita, tanpa berpindah ke channel
lain.
CREDIT TITLE = Penayangan nama tim kreatif dan para ahli, serta semua
orang yang terlibat dalam pembuatan sinetron/ film tersebut.
CUT BACK TO = Transisi dengan tempo cepat, tapi kembali ke adegan/
lokasi yang telah dilihat sebelumnya. Contoh penggunaannya dalam
skenario, misalnya seorang anak menangis karena terpisah dari ibunya di
mal, CUT TO: Ibu sedang mencari anaknya dengan gelisah di sudut yang lain,
maka ketika akan kembali ke gambar anak yang menangis tadi, yang saat ini
mungkin sudah dibantu satpam, transisinya kita pakai CUT BACK TO.
CUT TO = Transisi/ peralihan dengan tempo yang cepat, misalnya untuk
menggambarkan kejadian yang terjadi bersamaan tapi pada tempat yang
berbeda. Atau juga kelanjutan adegan, tapi masih pada hari yang sama.
DISSOLVE TO = Transisi yang menunjukkan gambar menjadi kabur,
kemudian masuk ke gambar adegan berikutnya. Dalam skenario, ini biasanya
dipakai untuk menggambarkan sebuah mimpi, mengenang masa lalu, atau
flash back, membayangkan sesutau yang akan terjadi.
DIALOG = Kalimat yang diciptakan oleh penulis skenario, yang nantinya
diucapkan oleh seorang aktor. DIALOG harus mewakili peran, karakter, dan
perasaan si tokoh dalam cerita.
DURASI = waktu tayang di televise sudah termasuk commercial break.
Durasi yang umum: 30 menit, biasanya untuk sinetron serial komedi. Durasi
60 menit, biasanya untuk sinetron serial drama, durasi ni paling umum kita
lihat di televise. Durasi 90 menit, biasanya untuk sinetron cerita lepas,
semacam telesinema dan FTV.
ESTABLISHING SHOT = Biasa disingkat ESTABLISH saja, artinya
pengambilan gambar secara penuh, terlihat secara keseluruhan. Biasanya
pengambilan dari jarak jauh sehingga gambar terlihat kecil. Contoh, jika kita
ingin memasuki setting sebuah kamar dalam rumah sakit, biasanya kita beri
dulu ESTABLISH gedung rumah sakit secara keseluruhan. Namun, jika tempat
itu sudah diperlihatkan secara keseluruhan, tidak perlu ada ESTABLISH
berulang kali.
EXT. Singkatan dari EXTERIOR, biasanya dalam scenario ditulis pada deretan
judul scene, untuk menunjukkan keterangan tempat di luar ruangan. Tulisan
EXT. dan INT. bisa digabung menjadi misalnya: EXT./INT. yang menunjukkan
adegan di jalanan/ dalam mobil. Bisa juga gabungan itu dipakai jika
menunjukkan adegan pada teras sebuah rumah.
FADE OUT = Transisi gambar dari terang ke gelap dengan cara lambat.
FADE IN: Transisi gambar dari gelap ke terang dengan cara lambat. Dalam
scenario, penulisan FADE OUT dan FADE IN biasanya bersamaan untuk
transisi yang menujukkan perubahan waktu, bisa dari malam ke pagi, atau
dalam hitungan hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Selain menujukkan
perubahan waktu, bisa juga menggambarkan perubahan keadaan dan
perubahan lokasi.
FLASH BACK = Bisa diartikan sebagai kilas balik. Cerita yang kembali pada
waktu sebelum kejadian berlangsung. FLASH BACK bisa menunjukkan
kemunduran waktu beberapa tahun ke belakang, bisa juga hanya dalam
waktu beberapa saat sebelumnya.
FREEZE = Menghentikan aksi atau bertahan pada posisi akhir adegan.
Dalam penulisan scenario biasanya digunakan untuk akhir sebuah episode, di
mana gambar berhenti mengakhiri sebuah cerita.Akhir cerita ini pada
sinetron serial biasanya diambil gambar yang paling menegangkan sehingga
akan terjadi suspense bagi penonton. FREEZE umumnya untuk gambar tokoh
sentralnya.
INSERT: Sisispan adegan pendek dan singkat tapi penting, di dalam sebuah
scene. Misalnya, pada adegan beberapa orang ngobrol di dalam ruang tamu,
tiba-tiba di luar ada orang yang mengintip dan menguping pembicaraan
mereka. Meskipun setting berubah, kita tak perlu membuat scene baru untuk
adegan mengintip itu, cukup dengan INSERT saja.
INTERCUT = Perpindahan dengan cepat, dari satu adegan ke adegan lain
yang berada dalam satu kesatuan cerita. Misalnya adegan telepon, dua
setting yang bergantian ditampilkan, maka kita bisa menggunakan INTERCUT
untuk pergantian cepat setiap dialog si penelepon dan orang yang ditelepon.
INT. = Singkatan dari INTERIOR, penulisannya dalam scenario sama dengan
EXT., t5api ini untuk menujukkan keterangan tempat di dalam ruangan.
LONG SHOT (LS) = Pengambilan gambar pada jarak jauh. Biasanya untuk
gambar yang harus terlihat keseluruhan. Misalnya gambar orang akan
terlihat seluruh badan berikut latar belakangnya. Namun, jika tak terlalu
penting jangan cantumkan LS dalam scenario karena sama seperti CU dan
BCU, ini juga wewenang sutradara.
MAIN TITLE = Judul cerita pada sebuah tayangan sinetron/ film. Dalam
penulisan scenario biasanya ditampilkan atau ditulis setelah adegan teaser.
Dan dilanjutkan dengan penayangan credit titles.
MONTAGE = Beberapa gambar yang menujukkan adegan
berkesinambungan dan mengalir, bisa beberapa lokasi yang berbeda, tapi
menyatu dalam rangkaian. Dalam penulisan scenario, misalna seorang
sedang putus cinta, maka ia mulai mengenang masa indahnya dulu bersama
mantan kekasihnya. Dalam hal ini kita pakai MONTAGE dengan menampilkan
beberapa adegan indah anatara si tokoh dan mantan kekasihnya ketika
masih bersama, kita tampilkan mereka sedang berkejaran di pantai, lalu kita
tampilkan juga saat mereka berduaan di taman bunga, lalu saat mereka
saling menukar barang kenangan, dsb.
RATING = Ini kita istilahkan sebagai survey jumlah penonton yang
menyaksikan tayangan di televise, dalam hal ini termasuk tayangan sinetron
yang cerita dan skenarionya kita tulis. Survei ini dilakukan oleh sebuah
lembaga bernama AC NIELSON, yang sudah diakui kredibilitasnya oleh
masyarakat pertelevisian di Indonesia. Setiap minggunya pihak ini akan
memebrikan lembaran hasil surveinya ke semua stasiun televise dan PH, di
lembaran itu akan terlihat urutan tayangan mulai dari yang terbanyak
penontonnya, hingga yang paling sedikit. RATING sampai saat ini masih
menjadi tolok ukur tayangan di Indonesia. RATING tinggi berarti tayangan
dianggap laku dan secara bisnis menguntungkan PH/ Broadcast, sehingga
diproduksi terus, sebaliknya bila RATING rendah maka tayangan akan cepat
dihentikan agar tidak merugikan produksi.
SCENE = Kata lain dari adegan, yaitu bagian terkecil dari sebuah cerita.
SCENARIO = Artinya sama dengan scenario, hanya masalah perbedaan
bahasa saja, penulisan menggunakan “K” karena sudah diindonesiakan.
SCREENPLAY = Artinya juga sama dengan Scenario/ Skenario.
SCRIPTWRITER = Orang yang kerjanya membuat/ menulis scenario atau
disebut juga Penulis Skenario.
SEQUENCE = Kata lain dari Babak, yaitu kumpulan dari beberapa adegan.
SLOW MOTION = Gerakan yang terlihat lebih lambat dari biasanya. Hal ini
biasanya digunakan untuk menampilkan adegan yang sangat dramatis.
Misalnya, adegan seorang tokoh ditembak dari belakang. Saat si tokoh jatuh,
gerakan bisa saja dibuat SLOW MOTION agar lebih terkesan dan menyentuh
perasaan penontonnya.
SOUND EFFECT = Biasanya dalam penulisan digunakan istilah FX,
maksudnya suara yang dihasilkan di luar suara mausia dan ilustrasi musik.
Misalnya, suara telepon berdering, bel tanda masuk sekolah, suara alat dapur
berjatuhan, dsb.
SPLIT SCREEN = Dua adegan berbeda yang muncul pada satu layer. Bisa
kita pisahkan dengan garis vertical atau horizontal. Pada penulisan dalam
scenario bisa kita pakai saat ingin menggambarkan adegan telepon yang
menampilkan ekspresi kedua tokoh secara bersama-sama.
TEASER = Adegan gebrakan, ditampilkan pada pembukaan/ awal cerita,
yang tujuannya memancing penonton untuk menyaksikan kelanjutan cerita di
belakangnya. Teaser bisa berupa sebuah scene/ adegan baru yang diciptakan
oleh penulis scenario, bisa juga cuplikan adegan paling menarik/ konflik
utama yang sudah ada dalam scenario.
VOICE OVER (VO) = Dialog yang terdengar tapi tidak tampak di gambar,
misalnya terdengar orang berbicara dari ruang sebelah. Atau, bisa juga
orangnya tampak, suaranya terdengar, tapi bibirnya tidak bergerak, jadi dia
terlihat berbicara dalam hati.
BERAPA SIH HONOR PENULIS SKENARIO?
Penulis skenario kawakan, Arswendo Atmowiloto, melukiskan betapa dunia sinetron
bisa mendatangkan uang dengan mudah. Ia memberikan gambaran nominal yang
diterima untuk sebuah skenario yang digarapnya. "Saya dibayar Rp 300 untuk
sekali ketukan tuts komputer," katanya. "Kalau ada spasi juga dihitung," pria yang
telah menulis skenario sejak 1973 itu menjelaskan. Padahal, ketika skenario
pertamanya difilmkan dengan judul Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku pada 1978,
ia hanya mendapat bayaran Rp 50 ribu. Sebagai pembanding, honor cerpen waktu
itu masih Rp 1.000.
Penghasilan yang menggiurkan itu masuk akal di tengah kian membanjirnya
kebutuhan penulis skenario sinetron. Maklum, setiap hari sekitar 37 jam sinetron
ditayangkan di delapan stasiun televisi. Kalau bulan Ramadan jumlah itu bisa
membengkak lebih dari 50 jam sehari. Artinya, setiap hari stasiun televisi
membutuhkan sekitar 20-30 jam untuk program cerita. Sedangkan penulis skenario
jumlahnya sangat minim. Alhasil, hukum pasar pun berlaku: semakin banyak
permintaan, semakin tinggilah harganya.
Bos rumah produksi Sinemart, Leo Sutanto, menyebut angka honor penulis skenario
yang bekerja di tempatnya: dari Rp 1,5 juta hingga Rp 15 juta per episodenya. Tarif
itu sangat bergantung pada jam terbang para penulis skenario. Juga tergantung
pada masuk-tidaknya sinetronnya di papan atas—masukrating yang tinggi. "Jadi,
semakin tinggi jam terbang dan semakin tinggi rating-nya, bayarannya kian tinggi,"
pria kelahiran 19 Desember 1947 itu menjelaskan.
Sedangkan Arswendo Atmowiloto, yang memiliki rumah produksi Atmochademas
Persada, Jakarta, mematok harga berbeda. "Untuk naskah berdurasi satu jam,
minimal honor yang diterima penulis itu sekitar Rp 4 juta," katanya. Tapi Arswendo
berharap agar ada standar tertentu untuk menentukan honor seorang penulis.
Sumber:
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/03/21/FL/
mbm.20050321.FL107458.id.html
http://www.anneahira.com/contoh-naskah-film.htm
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/07/16/penulisan-naskah-skennario-
program-tv/
http://www.anneahira.com/pengertian-skenario.htm
http://manuskripkesunyian.wordpress.com/2009/10/16/daftar-istilah-dalam-
pembuatan-skrip-skenario-film/
http://id.wikipedia.org/wiki/Skenario
http://gurumuda.com/bse/struktur-dramatik