Fraktur Basis Kranii

4

Click here to load reader

Transcript of Fraktur Basis Kranii

Page 1: Fraktur Basis Kranii

PATOFISIOLOGITrauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak yang diklasifikasikan menjadi :• fraktur sederhana (simple) suatu fraktur linear pada tulang tengkorak• fraktur depresi (depressed) apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih dalam dari tulang tengkorak• fraktur campuran (compound) bila terdapat hubungan langsung dengan lingkungan luar. Ini dapat disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu fraktur basis cranii yang biasanya melalui sinus-sinus. 14Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis cranii. Biasanya disertai dengan robekan pada duramater dan terjadi pada pada daerah-daerah tertentu dari basis cranii.Fraktur Temporal terjadi pada 75% dari seluruh kasus fraktur basis cranii. Tiga subtipe dari fraktur temporal yaitu : tipe longitudinal, transversal, dan tipe campuran (mixed). Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan pars skuamosa os temporal, atap dari canalis auditorius eksterna, dan tegmen timpani. Fraktur-fraktur ini dapat berjalan ke anterior dan ke posterior hingga cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir di fossa media dekat foramen spinosum atau pada tulang mastoid secara berurut.

DIAGNOSISDiagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pemeriksaan fisis dan pemeriksaan diagnostik. Selama pemeriksaan, bisa didapatkan riwayat medis yang lengkap dan mekanisme trauma. Trauma pada kepala dapat menyebabkan gangguan neurologis dan mungkin memerlukan tindak lanjut medis yang lebih jauh. Alasan kecurigaan adanya suatu fraktur cranium atau cedera penetrasi antara lain :• Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung• Keluar darah atau cairan jernih dari telinga• Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya trauma pada mata (panda eyes)• Adanya luka memar di belakang telinga (Battle’s sign)• Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi• Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang tengkorak. 21

PENATALAKSANAANA Airway Pembersihan jalan nafas, pengawasan vertebra servikal hingga diyakini tidak ada cederaB Breathing Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah arteriC Circulation Penilaian kemungkinan kehilangan darah, pengawasan secara rutin tekanan darah pulsasi nadi, pemasangan IV lineD Dysfunction of CNS Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutinE Exposure Identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki, dari depan dan belakang. 21

Setelah menyelesaikan resusitasi cardiovaskuler awal, dilakukan pemeriksaan fisis menyeluruh pada pasien. Alat monitor tambahan dapat dipasang dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Nasogastric tube dapat dipasang kecuali pada pasien dengan kecurigaan cedera nasal dan basis cranii, sehingga lebih aman jika digunakan orogastric tube. Evaluasi untuk cedera cranium dan otak adalah langkah berikut yang paling penting. Cedera kulit kepala yang atau trauma kapitis yang sudah jelas memerlukan pemeriksaan dan tindakan dari bagian bedah saraf. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS), fungsi pupil, dan kelemahan ekstremitas. 19Fraktur basis cranii sering terjadi pada pasien-pasien dengan trauma kapitis. Fraktur ini menunjukkan adanya benturan yang kuat dan bisa tampak pada CT scan. Jika tidak bergejala maka tidak diperlukan penanganan. Gejala dari fraktur basis cranii seperti defisit neurologis (anosmia, paralisis fasialis) dan kebocoran CSF (rhinorhea, otorrhea). Seringkali kebocoran CSF akan pulih dengan elevasi kepala terhadap tempat tidur selama beberapa hari walaupun kadang memerlukan drain lumbal atau tindakan bedah repair langsung. Belum ada bukti efektifitas antibiotik mencegah meningitis pada pasien-pasien dengan kebocoran CSF. Neuropati cranial traumatik umumnya ditindaki secara konservatif. Steroid dapat membantu pada paralisis nervus fasialis. 20Tindakan bedah tertunda dilakukan pada kasus frakur dengan inkongruensitas tulang-tulang pendengaran akibat fraktur basis cranii longitudinal tulang temporal. Mungkin diperlukan ossiculoplasty jika terjadi hilang pendengaran lebih dari 3 bulan apabila membran timpani tidak dapat sembuh sendiri. Indikasi lain adalah kebocoran CSF persisten setelah mengalami fraktur basis cranii. Hal ini memerlukan deteksi yang tepat mengenai lokasi kebocoran sebelum dilakukan tindakan operasi. 2

KOMPLIKASIResiko infeksi tidak tinggi, sekalipun tanpa antibiotik rutin, terutama pada fraktur basis cranii dengan rhinorrhea. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran dapat menjadi komplikasi dari fraktur basis cranii. Fraktur condyler tulang occipital adalah suatu cedera serius yang sangat jarang terjadi. Sebagian besar pasien dengan fraktur condyler occipital terutama tipe III berada dalam keadaan koma dan disertai dengan cedera vertebra servikal. Pasien-pasien ini juga mungkin datang dengan gangguan-gangguan nervus cranialis dan hemiplegi atau quadriplegi.Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang terkait dengan gangguan nervus IX, X, and XI. Pasien-pasien dengan keluhan kesulitan phonation dan aspirasi dan paralisis otot-otot pita suara, pallatum molle (curtain sign), konstriktor faringeal superior, sternocleidomastoideus, dan trapezius.

Page 2: Fraktur Basis Kranii

Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang juga berdampak terhadap nervus IX, X, XI, dan XII. Meski demikian, paralisis facialis yang muncul setelah 2-3 hari adalah gejala sekunder dari neurapraxia n.VII dan responsif terhadap steroid dengan prognosis baik. Suatu onset paralisis facialis yang komplit dan terjadi secara tiba-tiba akibat fraktur biasanya merupakan gejala dari transection dari nervus dengan prognosis buruk.Fraktur basis cranii juga dapat menimbulkan gangguan terhadap nervus-nervus cranialis lain. Fraktur ujung tulang temporal petrosus dapat mengenai ganglion Gasserian / trigeminal. Isolasi n.VI bukanlah suatu dampak langsung dari fraktur namun akibat regangan pada nervus tersebut. Fraktur tulang sphenoid dapat berdampak terhadap nervus III, IV, dan VI juga dapat mengenai a.caroticus interna, dan berpotensi menyebabkan terjadinya pseudoaneurisma dan fistel caroticocavernosus (mencapai struktur vena). Cedera caroticus dicurigai terjadi pada kasus-kasus dimana fraktur melalui canal carotid, dalam hal ini direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan CT-angiografi. 2

PROGNOSISWalaupan fraktur pada cranium memiliki potensi resiko tinggi untuk cedera nervus cranialis, pembuluh darah, dan cedera langsung pada otak, sebagian besar jenis fraktur adalah jenis fraktur linear pada anak-anak dan tidak disertai dengan hematom epidural. Sebagian besar fraktur, termasuk fraktur depresi tulang cranium tidak memerlukan tindakan operasi. 2

What are the signs of basal skull fracture? 

Anterior Fossa Fracture - anosmia, epistaxis, rhinorrhea, subconjunctival hemorrhage, periorbital hemorrage (raccoon eyes, visual disturbances, altered eye movement, ptosis, loss of sensation to forehead, cornea and nareMiddle Fossa Fracture - loss of sensation to lower face, ottorrhea, deafness, tinnitus, facial palsy, hemotympaniumPosterior Fossa Fracture - echymosis behind the ear (battle sign), impaired gag reflexCatastrophic injuries can occur if there is a major disruption of the carotid artery (blood supply to middle and anterior cerebral cortex) or vertebral artery (blood supply to brainstem and posterior cerebral cortex), or if the brain stem is disrupted.

PENGOBATAN 1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-kan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline. 2. Mengurangi edema otak Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak: a.Hiperventilasi. b.Cairan hiperosmoler. c.Kortikosteroid. d.Barbiturat. a.Hiperventilasi Bertujuan untuk menurunkan peO2darah sehingga men-cegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2di antara 2530 mmHg. b.Cairan hiperosmoler

Page 3: Fraktur Basis Kranii

Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intr

vaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya. c.Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaat-nya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg. d.Barbiturat Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat. e.Cara lain Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah :

kepala dan leher diangkat 30°.

sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°.

telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawa