Fraktur All

11

Click here to load reader

description

fraktur all

Transcript of Fraktur All

A. Pengertian

Fraktur adalah patah tulang yang biasa disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price,1995)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer,2000).

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi (FKUI, 1995).

1. Penyembuhan fraktur

a. Rekognisi

Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan apakah ada kemungkinan fraktur, dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya fraktur. Nyeri pada tulang panjang sangat khas. Krepitus menyatakan perasaan seakan-akan seperti ada dua amplas yang digeseka. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dijadikan petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai seghera dan pemeriksaan lebih lanjut.

b. Reduksi

Reduksi adalah usaha tindakan manipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Untuk mengurangi nyeri selama tindakn, penderita dapat diberi narkotikaintravena, sdedatif, atau blok syaraf lokal. Karena segala anestesia baru mencapai efek maksimum sesudah beberapa menit, maka cukup ada waktu untuk reevaluasi sifat-sifat cidera.

c. Retensi dari reduksi

Sebagai aturan umum, maka gips yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur. Gips sebaiknya tetap mulus tidak dilaminasi dan sesuai dengan geometri ekstremitas yang patah tersebut.

d. Rehabilitasi dan komplikasi fraktur

Walaupun sebagian besar penderita patah tulang akan mengalami proses penyembuhan segera dengan tehnik penatalaksanaan yang standar, tetapi ada sejumlah penderita yang mengalami cacat karena komplikasi yang timbul akibat cidera dan program penatalaksanaannya

a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring. Komplikasi dapat dicegah dengan melakukan analisa yang cermat sewaktu melakukan reduksi dan mempertahankan reduksi dengan baik dan benar, terutama pada masa awal penyembuhan.

b. Delayed union dan nonunion adalah sanbungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak menyambung kembali. Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebiih lambat dari keadaaan normal. Nonunion dari tulang yang patah dapat menjadi kompllikasi yang membahaykan bagi penderita. Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion dianntarannnnya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tilang yang patah tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat, baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen tulang patah, cidera jaringan yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak supali darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

B. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien tersebut fraktur atau tidak adalah :

1. Pemeriksaan rongten yaitu untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur.

2. Scan tulang, tomogram, CT scan / MRI, yaitu untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram, dilakukan bila vaskuler dicurigai.

4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun. Perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ tubuh pada trauma mltiple. Peningkatan jumlah leukosit hdala respon stres normal estela trauma.

5. Kreatinin, trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klierin ginjal.

6. Profil koagulasi : perubahan bentuk dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi mltiple atau cedera hati. (Doengoes, 2000).

C. Penatalaksanaan

Pengobatan fraktur dapat dibagi menjadi tiga fase : reposisi untuk mengembalikan aligment tulang yang normal, imobilisasi, untuk mempertahankan posisi reposisi sampai terjadi union, dan akhirnya rehabilitasi, untuk mengembalikan fungs normal bagian yang cedera, atau jira ini gagal, untuk memantau pasien agar hidup dengan disabilitas yang masih tertinggal.

1. Reposisi

Bertujuan untuk mengmbalikan aligment dan panjang tulang, mengatasi deformitas angulares dan rotacional. Hal ini dicapai baik dengan manipulasi tertutup atau operasi terbuka. Pada reposisi tertutup mula-mula dilakuakan traksi untuk memisahkan fragmen tulang, atau untuk mengatasi tumpang tindihnya,diikuti tindakan untuk mengembalikan alignment normalnya.

Tindakan terakhir merupakan tindakan manipulasi ekstrimitas dalam arah berlawanan dengan arah penyebab fraktur.Sebagian besar cedera tulang panjang yang banyak akibat jatuh atau bentuk kekerasan tak langsung lainnya disertai rotasi, hal ini harus dipertimbangkan pada waktu reposisi.Indikasi reposisi terbuka hdala bila reposisi manipulatif gagal, misalnya ada interposisi jeringan lunak diantara kedua ujung tulang atau demi keuntungan penampilan pasien, lebih memuaskan bila pembidaian externa bagian tersebut dihindarkan.Karena itu sebagian besar reposisi terbuka disertai jumlah bentuk fiksasi interna atau externa.Misalnya pasien dengan cedera mltiple, maka fiksasi interna pada satu atau lebih fraktur lebih menyederhanakan keseluruhan penatalaksanaan atau bila lebih menguntungkan mobilisasi dini pada bagian tersebut misalnya pada pasien berusia lanjut dengan fraktur ujung atas fmur.

2. Imobilisasi

Dengan cara pembidaian eksterna dan interna.

Pembidaian eksterna

Metode pembidaian eksterna yang umumnya dipakai adalah gips, yang dalam pemakaiannya ada tiga hal praktis yang harus di pikirkan. Pertama, jangan memasang gips yang melekat erat pada kulit di tempat yang ada resiko pembengkakan karena akan melemahkan sirkulasi diekstremitas. Kedua, sewaktu memasang gips harus dicegah terbentuknya tonjolan atau idenasi karena bila mengeras akan menimbulkan dekubitus.

Ketiga, gips harus dipasang secra halus rata dan rapat, sehingga keseluruhan gips menjadi satu kesatuan, bukan berbentuk lapisan yang bisa dipecah dilain waktu.

Pembidaian interna

Pada reposisi terbuka, manipulasi langsung ujung tulang yang patah memungkinkan restorasi reposisi dengan sempurna. Tindakan ini hampirselalu diikuti fiksasi interna atau eksterna. Metode yang dipakai tergantung atas sifat dan tempat fraktur. Ada dua bentuk dasar fiksasi interna, yaitu pertama, yang pegangngannya dicapai dengan sekrup yang melintang pada korteks tulang, kadang-kadang hanya menggunakan sekrup saja atau pegangngannya digabung dengan lempengan logam yang kuat , dikenal dengan plate. Kedua, fiksasi dicapai dengan menggunakna pembidaian interna yang melintang pada cavum medularis tulang.

3. Rehabilitasi

Mengembalikan fungsi merupakan bagian pengobatan yang penting pada semua cidera. Dengan rehabilitasi diharapkan dapat kembali seperti semula, harapan kembali seperti semula pada cedera ekstremitas memerlukan anjuran agar pasien menggerakan semua persendian dibagian yang cedera yang tak diimobilisasi.Pada fraktur, keperluan untuk imobolisasi untuk memungkinkan union dalam posisi yang baik akan menambah kekakuan yang disebabkan oleh kerusakan jarringan luar.

Metode pengobatan berfariasi sesuai dengan hebatnya cidera dan sikap mental pasien itu pada cidera yangv hebat perlu latihan bilisasi yang diawasi oleh ahli fisioterapi disertai kompres hangt untuk mengatasi spasme otot.

e. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur

1. Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, fraksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode yang dipilih tergantung pada sifat fraktur tapi prinsip yang mendasari sama. Sebelu reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik sesuai ketentuan, dan persetujuan anestasi.

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisiya dengan manipulasi dan trksi manual.

2. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.

3. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya.

4. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi dan dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal (gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal) dan interna ( implant logam ).

5. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neuroveskuler ( mis. Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi dibri tahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan , ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan. Latihan isometrik dan setting otot diusahaka untuk meminimalkan atrifi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian brtahap pada aktifitas swemula diusahakan sesuai dengan batasan terapeutik.

6. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur.

Imoblisasi fragmen tulang

Kontak fragmen tulang maksimal

Asupan darah yang memadai

Utrisi yangbaik

Latihan pembebanan untuk tulang panjang

Hormon-hormonn pertumbuhan , tiroid, kaisitonon, vitamin D, steroid dan anabolik

Potensial listrik pada patahan tulang

7. Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

Trauma lokal ekstensif

Kehilangan tulang

Imoblisasi tak memadai

Rongga atau ajaringan diantara fragmen tulang

Infeksi

Keganasan lokal

Penyakit tulang metabolik (paget)

Tadiasi tulang (nekrosis radiasi)

Nekrosis evakuler

Fraktur intraartikuler (cairan senovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pertumbuhan jendalan)

Usia (lansia sembuh lebih lama)

Kartikusteroid (menghambat kecepata perbaikan

a. Komplikasi awal

Komplikasi awal setelah fraktur adalah :

- syok , yang bisa berakibat fatal setelah beberapa jam setelah cidera;

- emboli lemak;

- dan sindrom kompartemen Sindrom kompartemen adalah suatu peningkatan tekanan pada satu atau lebih kompartemen yang mengganggu vaskularisasi jaringan yang bisa berakibat kehilangan fungsi ekstimitas permanen jika tidak segera ditangani.

Komplikasi awal lainya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli, (emboli paru), dan juga koagulapati intravaskuler diseminata (KID)

b. Komp1ikasi lambat

Komplikasi lambat yang dapat terjadi setelah fraktur dan dilakukan tindakan adalah :

- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan dapat dibantu dengan Stimulasi elektrik osteogenesis karena dapat mamodifikasi lingkungan jaringan membuat bersifat elektronegatif sehingga meningkatkan deposisi mineral dan pembentukan tulang.

- Nekrosis evaskuler tulang terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.

Reaksi terhadap alat fiksasi internal.

Perawatan Pasien Fraktur tertutup

Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahan untuk kembali kepada aktifitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas memerlukan waktu berbulan-bulan. Pasien diajari mengontrol pembengkaa dan nyeri, mereka diorong untuk aktif dalam batas imoblisasi fraktur . pengajaran pasien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial masalah, sdan perlunya supervisi perawatan kesehatan.

Perawatan Pasien Fraktur Terbuka

Pada fraktur terbuka (yang berhubungan luka terbuka memanjang sampai ke permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi-osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah untuk meminimalkan kemungkina infeksi luka , jaringan lunak da tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan usapan luka, pengangkatan fragmen tulang mati atau mungkin graft tulang.

Fiksasi Interna

Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukupkuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat mem- berikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk me- ninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat

dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan pan-jang dan rotasi

Fiksasi Eksternat

Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini

C. Jenis fraktur

1. Complete fraktur ( fraktur komplet ), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.

2. Closed frakture ( simple fracture ), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.

3. Open fracture ( compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.

Fraktur terbuka digradasi menjadi:

Grade I: luka bersih, kuarang dari 1 cm panjangnya

Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif

Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.

5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang

6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang

7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang

8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah )

10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang )

11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit ( kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor )

12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada prlekatannya.

13. Epifisial, fraktur melalui epifisis

14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas

Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen serta lamanya gejala yaitu akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan militer.

Terapi Traksi

Pemasangan Gips/Balutan ketat

Gangguan sirkulasi darah

Gangguan perfusi jaringan

Volume Darah