FORMAT DK
-
Upload
tibia-yudisa -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of FORMAT DK
BAB I
PENDAHULUAN
INFORMASI
Menkes : Kalau JKN Memiskinkan Dokter, Buktikan!
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mempersilakan pihak yang keberatan dengan
penetapan tarif kapitasi dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dianggap memiskinkan dokter.
"Saya sering dihujat. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69/2013 itu (salah
satunya mengatur tarif kapitasi dokter) memang tanggung jawab saya. Saya yang
tandatangan," katanya di Semarang, seperti dikutip dari Antara, Rabu (5/2/2014).
Hal itu diungkapkannya di sela "Ramah Tamah dan Dialog Menteri Kesehatan RI
dengan Jajaran Kesehatan di Jawa Tengah" yang digelar di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang.
Permenkes Nomor 69/2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Nafsiah mengaku bersedia merevisi permenkes tersebut, asalkan bisa
membuktikan jika tarif biaya kapitasi yang diterima dokter, sebagaimana diatur
dalam regulasi itu, memiskinkan dokter.
"Saya mau mengubah. Masih ada waktu. Buktikan pada saya, saudara (pihak yang
keberatan, red.) mengutamakan pelayanan pada pasien, bukan kepentingan lain.
Buktikan saya memiskinkan saudara," katanya.
1
Ia menjelaskan Permenkes Nomor 69/2013 tersebut dibuat demi kepentingan
masyarakat luas, sehingga apabila sejak peraturan tersebut dibuat hingga
menjadikan dokter miskin, silakan untuk membuktikannya.
Sebelumnya, banyak pihak yang mengeluhkan biaya kapitasi yang diterima dokter
dalam sistem JKN, salah satunya sebagaimana disampaikan oleh Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) Jawa Tengah.
"Nilai kapitasi pusat kesehatan masyarakat sekitar Rp 3 ribu – Rp 6 ribu memang
sudah sesuai karena ada kenaikan dari sebelumnya sekitar seribu rupiah per
pasien," kata Ketua IDI Jateng Joko Widiyarto.
Namun, kata dia, nilai kapitasi yang diterima dokter sejauh ini belum rasional dan
masih rendah, yakni di kisaran Rp 8 ribu – Rp 10 ribu.
Padahal, katanya, dokter masih harus menanggung biaya-biaya lainnya.
Nilai kapitasi dokter itu, kata Joko, sudah termasuk biaya pembayaran, antara lain
apoteker, karyawan, listrik, air, dan praktik.
"Sementara biaya atas risiko yang diterima dokter tidak diperhitungkan," katanya.
(Abd).
2
PANDUAN PERTANYAAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kapitasi?
2. Apakah keuntungan dan kerugian dari sistem kapitasi untuk pembayaran
penyedia layanan kesehatan?
3. Komponen apakah yang harus diperhatikan dalam menghitung kapitasi ?
Jelaskan secara singkat cara perhitungan kapitasi!
4. Menurut anda apakah benar bahwa anggapan kapitasi menurunkan pendapatan
(memiskinkan) dokter ?
5. Menurut anda bagaimana cara organisasi profesi (IDI) membuktikan bahwa
tarif kapitasi yang digunakan JKN sekarang terlalu rendah?
6. Strategi apakah yang sekiranya bisa diterapkan oleh pemerintah untuk
memperbaiki tarif kapitasi JKN di masa datang?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apakah yang dimaksud dengan kapitasi?
Kapitasi adalah sistem pembayaran yang dilakukan dengan cara 1
pembayaran untuk 1 orang, dalam periode waktu tertentu, terlepas dari
jumlah layanan yang diberikan sehingga didapatkan per member per month
(PMPM) (Muninjaya, 2004).
Kapitasi adalah sebuah sistem pembayaran yang memberi imbalan
jasa pada “health providers” (Pemberi Pelayanan Kesehatan atau PPK)
berdasarkan jumlah orang (kapita) yang menjadi tugas atau kewajiban PPK
yang bersangkutan untuk melayaninya, yang diterima oleh PPK yang
bersangkutan di muka (prepaid) dalam jumlah yang tetap, tanpa
memperhatikan jumlah kunjungan, pemeriksaan, tindakan, obat dan
pelayanan medik lainnya yang diberikan oleh PPK tersebut (Hendrartini,
2008).
2. Apakah keuntungan dan kerugian dari sistem kapitasi untuk
pembayaran penyedia layanan kesehatan?
Keuntungan dari sistem kapitasi yaitu (Djuhaeni, 2010):
a. Kepastian adanya pasien dan dana bagi Rumah Sakit.
b. Semakin efisien layanan, maka pendapatan akan semakin banyak.
c. Jaminan pendapatan di awal tahun atau bulan.
d. Lebih menekankan pada aspek promosi kesehatan dan preventif.
e. Dokter lebih taat prosedur.
f. Pelayanan semakin baik, mencegah pasien kembali lagi, baik diagnosis,
terapi, pelayanan komprehensif, dan pelayanan terintegrasi diberbagai lini.
g. Secara administrasi mudah.
h. Memudahkan penyusunan anggaran belanja untuk pelayanan kesehatan.
i. Penanganan medis tidak dipengaruhi oleh keuntungan ekonomi.
j. Dokter tergerak untuk meminimalkan biaya penanganan medik. Keadaan
4
ini dapat menjadi bertentangan dengan etika kedokteran apabila dokter
diberi anggaran berdasarkan jumlah orang yang ada di bawah
tanggungannya.
k. Lebih mudah mengetahui medical history dari pasien.
l. Menjalin hubungan yang baik antara dokter dan pasien.
m. Petugas kesehatan sadar akan mutu dan biaya.
Sedangkan, kelemahan dari sistem kapitasi antara lain (Gosden, 2006) :
a. Sering terjadi undertreat (menekan pasien untuk keuntungan).
b. Sering terjadi under utilization (pengurangan layanan yang diberikan).
c. Cream skimming, dokter cenderung untuk memilih pasien yang relatif
sehat dan yang berusia muda yang memiliki resiko kesehatan lebih kecil
dibandingkan pasien yang berusia tua dan kondisi kesehatan yang relatif
buruk.
d. Kebanyakan dokter merasa dirugikan.
e. Dokter mungkin menjadi kurang melayani pasiennya, dalam bentuk
tergesa-gesa, cenderung tidak ramah, dan perilaku yang tidak baik.
Keadaan ini diperparah apabila dokter mempunyai tanggungan yang
terlalu banyak.
f. Apabila peserta sedikit akan merugikan pihak dokter.
g. Catatan mengenai prakteknya cenderung menjadi tidak baik.
h. Banyak patient dumping, pasien dirujuk.
i. Jika tujuan untuk mengurangi anggaran berjalan keterlaluan, maka pasien
akan menjadi telantar.
3. Komponen apakah yang harus diperhatikan dalam menghitung
kapitasi? Jelaskan secara singkat cara perhitungan kapitasi!
a.Kapitasi untuk fasilitas kesehatan primer
Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
oleh BPJS kepada Fasilitas Kesehatan (Faskes) Tingkat Pertama (primer)
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis
dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Yang
5
untuk selanjutnya dikelola untuk penanganan dan pencegahan penyakit
atau preventif (Hendrartini, 2008).
Sebagai contoh apabila 5.000 peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar
pada satu faskes dengan kapitasi Rp 8.000 per orang per bulan. Idealnya 1
orang dokter bisa menangani 5.000 orang perbulan waktu pelayanan 6 jam.
Kemudian dilihat yang sakit berapa, yang pasti dia dibayar sesuai dengan
jumlah peserta terdaftar 5.000 dikalikan Rp 8.000 berarti dokter mengelola
Rp 40.000.000. Dana ini yang setiap akhir bulan akan ia kelola untuk
bayar lab, apotek, bidan, dokter dan keperluan medis dan administrasi
lainnya (Hendrartini, 2008).
Ketika sebuah klinik memiliki dana dengan jumlah tertentu dan
semakin sedikit orang yang sakit maka akan besar pula penghasilan per
bulannya. Artinya dokter bertanggung jawab terhadap kesehatan dan harus
mendorong 5.000 orang yang terdaftar di Faskes miliknya untuk tidak
sakit sehingga penghasilannya tetap (Hendrartini, 2008).
b. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA
CBG’s
Tarif INACBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Perhitungan
tarif ini diberlakukan di fasilitas kesehatan lanjutan dalam hal ini adalah
rumah sakit baik itu milik pemerintah atau milik swasta (Chervskynicho,
2009).
Perhitungannya lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya.
INACBGs merupakan sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri
klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan.
Pengelompokkan ini ditujukan untuk pembiayaan kesehatan pada
penyelenggara jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang bersifat
prospektif. Dan agar lebih mudah, paket INACBGs mencakup seluruh
komponen biaya rumah sakit (Chervskynicho, 2009).
Berbasis pada data costing dan coding penyakit mengacu pada
International Classification of Diseases yang disusun WHO, Sehingga
6
menggunakan ICD 10 untuk mendiagnosis 14.500 kode dan ICD 9
Clinical Modification yang mencakup 7.500 kode. Sedangkan tarif
INACBGs terdiri dari 1.077 kode CBG yang terdiri dari 789 rawat inap
dan 288 rawat jalan dengan tingkat keparahannya (Chervskynicho, 2009).
Tarif INACBGs untuk JKN dikelompokkan menjadi 6 jenis rumah
sakit (rumah sakit kelas D, C, B dan A, rumah sakit umum dan rumah sakit
rujukan nasional). Selain itu Tarif Pelayanan Kesehatan Program JKN juga
disusun berdasarkan perawatan kelas 1, 2 dan 3, yang saat ini memang
tersedia pada program JKN (Chervskynicho, 2009).
a. Komponen perhitungan kapitasi
Kapitasi adalah suatu sistem pembayaran pada pemberi pelayanan
kesehatan (RS/potek/Dokter) berdasarkan jumlah “capita” atau jiwa yang
harus dilayani baik sakit maupun tidak sakit. Dalam sistem kapitasi,
pembayaran dilakukan di depan (prepaid). Pemberi pelayanan kesehatan
(PPK) akan memperoleh insentif (financial incentive), apabila jumlah
biaya yang ditetapkan tidak terpakai. Dengan demikian, PPK diwajibkan
merencanakan pelayanan kesehatan yang baik, seefisien mungkin,
sehingga mendorong orientasi pelayanan ke arah pencegahan dan
promosi, karena lebih murah (Sulastomo, 2007).
Terdapat beberapa komponen yang membangun rate kapitasi per
member, yaitu (Bluhm, 2012):
1) Asumsi utilisasi servis oleh anggota atau base capita rated (berapa
kali anggota akan menggunakan servis selama periode yang
dijamin).
2) Rata rata pembayaran per layanan ketika prosedur dijalankan yang
diijinkan. Hal ini terdiri dari (American Psychiatric Association,
2010):
a) Estimasi harga direct clinical service, yang digambarkan oleh
jumlah PMPM (per member per month).
b) Estimasi harga yang dibutuhkan untuk mendukung majemen
kontrak, yang digambarkan dengan PMPM
c) Estimasi profit untuk praktek dokter
7
Pada sistem kapitasi dikenal adanya Package of Service, yaitu
suatu layanan komprehensif baik pasien rawat inap maupun rawat
jalan, preventif penyakit maupun promosi kesehatan. Package tariff
adalah tarif jasa pelayanan keehatan yang diberikan untuk suatu
kelompok pelayanan, misalnya per diem tariff of hospitalozation
(tarif paket rawat inap harian) atau beberapa kelompok tindakan
lainnya (Sulastomo, 2007).
3) Karena Indonesia masih menggunakan beberapa provider dalam
layanan kesehatan dan belum sepenuhnya masyarakat menggunakan
asuransi kesehatan, dikenal adanya Number of individual enrolled in
each provider atau jumlah individu yang terdaftar pada setiap
provider.
b. Cara menghitung kapitasi
Berikut ini tahapan perhitungan kapitasi berbasis kelompok (Hendrartini,
2008) :
1) Menetapkan jenis pelayanan yang akan dicakup
Komponen biaya kapitasi total terdiri atas (Hendrartini, 2008):
a) Biaya rawat jalan tingkat pertama
b) Biaya rawat jalan tingkat lanjut
c) Biaya rawat inap di rumah sakit
d) Biaya promotif dan preventif
2) Menetapkan biaya per pelayanan (unit cost atau tarif)
Dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh jenis pelayanan yang
diberikan Contoh rawat jalan tingkat pertama mencakup :
Jenis Pelayanan Tarif
Konsultasi dokter umum 20.000
Konsultasi dokter gigi 20.000
Jasa paramedis 5.000
Tindakan medis umum 17.000
Tindakan medis gigi 56.000
Obat 8.000
Penunjang diagnostik sederhana 10.000
8
Imunisasi 15.000
persalinan 500.000
keluarga berencana 11.000
Total 662.000
3) Menghitung rate utilisasi.
Contoh :
Terdapat 1000 peserta per tahun (semakin besar semakin stabil).
Angka utilisasi sendiri dipengaruhi oleh karakteristik populasi (Risk
adjusted capitation), sifat sistem pelayanan, manfaat yang ditawar
dan kebijakan asuransi.
4) Menghitung biaya perkapita per bulan untuk tiap pelayanan
Jenis PelayananRate utilisasi
(%)
Tarif
(Rp)
Kapitasi
(Rp)
Konsultasi dokter umum 14 20.000 2.800,0
Konsultasi dokter gigi 0,6 20.000 120,0
Jasa paramedis 14 5.000 700,0
Tindakan medis umum 0,3 17.000 51,0
Tindakan medis gigi 0,2 56.000 112,0
Obat 14 8.000 1.120,0
Penunjang diagnostik
sederhana
0,1 10.000 10,0
Imunisasi 0,01 15.000 1,5
Persalinan 0,34 500.000 1700,0
Keluarga berencana 0,4 11.000 4,4
Sub Total 43,95 652.000 6528,9
5) Menjumlahkan biaya per kapita untuk seluruh pelayanan.
Cara yang sama dilakukan juga pada perhitungan layanan lain (pada
poin 1)). Setelah itu dijumlahkan hasil antara 1 layanan dengan
9
layanan lain. Hasil penjumlahan ini adalah total yang harus
dibayarkan anggota (member) kepada pihak asuransi setiap 1 bulan.
4. Menurut Anda apakah benar bahwa anggapan kapitasi menurunkan
pendapatan (memiskinkan) dokter?
Tidak, karena dengan sistem kapitasi ini dimana pembayaran
dilakukan di muka atau prospektif yang didasarkan pada jumlah peserta yang
terdaftar di fasilitas pelayanan kesehatan dikalikan dengan besaran kapitasi
per jiwa sangat mendorong fasilitas pelayanan tingkat pertama untuk
bertindak secara efektif dan efisien serta mengutamakan kegiatan promotif
dan preventif.
Mengenai masalah memiskinkan atau tidak, sebenarnya tergantung
dilihat dari sisi mana, dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan
diawal kontrak guna menghindari ketidaksesuaian pelaksanaan program JKN,
yakni (Mulyanto, 2014):
a. Pembuktian kapitasi yang wajar
b. Penghitungan kembali mengenai rate geografi dan biaya non medis
c. Mengetahui pooling total number enroll
d. Utilisasi rate
Pemerintah dan BPJS Kesehatan juga terus memperbaiki pelaksanaan
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar lewat BPJS
Kesehatan. Salah satunya, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan, pemerintah memandang perlu pengaturan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik Pemerintah Daerah atau Puskesmas.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2014
tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah.
Perpres tersebut mengatur agar jasa dokter dan tenaga kesehatan lain
serta dukungan operasional pelayanan dapat langsung digunakan di
Puskesmas Non Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk jasa pelayanan
kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Ini sesuai
10
dengan Perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menginginkan
adanya insentif bagi tenaga kesehatan dapat disalurkan tepat alamat, tepat
jumlah dan tepat waktu di era BPJS Kesehatan. Dengan demikian mutu
layanan kepada masyarakat dapat lebih meningkat lagi.
5. Menurut Anda bagaimana cara organisasi profesi (IDI) membuktikan
bahwa tarif kapitasi yang digunakan JKN sekarang terlalu rendah?
Menurut kami wajar saja jika banyak dokter yang mengeluhkan
tentang pendapatan mereka yang terlalu rendah di era JKN/BPJS saat ini,
karena terjadi ketimpangan atau penurunan pendapatan dokter yang begitu
jauh dari era yang sebelumnya. Untuk membuktikan bahwa tarif kapitasi yang
digunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terlalu rendah, Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) perlu melakukan standardisasi mengenai tarif jasa pelayanan
dokter yang nantinya dapat digunakan sebagai penghitungan kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional. Dalam hal ini standardisasi yang dilakukan perlu di
pertimbangkan dengan adanya faktor lain yang mempengaruhi berupa
demografi, geografi, profil kesehatan dan kesejahteraan agar dapat
diberlakukan kesetaraan harga yang adil. Adil yang dimaksud bukan berarti
sama rata tetapi sesuai dan pantas untuk diberlakukan atas dasar realitas yang
ada di daerah masing-masing. Karena keadaan demografi, geografi, profil
kesehatan dan kesejahteraan penduduk di setiap daerah berbeda-beda.
Dengan adanya standardisasi tarif jasa pelayanan kesehatan, baru bisa
dilakukan penghitungan kapitasi yang memperhatikan beberapa faktor tadi.
Hal ini ditujukan agar dengan adanya standardisasi ini bisa dilakukan
komparasi harga standar dengan harga sekarang, apakah terlalu rendah atau
justru terlalu mahal. Dengan adanya standardisasi ini diharapkan tidak ada
lagi kekecewaan dokter akan tarif kapitasi JKN dan tidak ada lagi kebijakan
yang semena-mena terhadap profesi dokter.
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional 2014 dinilai Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) berpotensi menyebabkan dokter “tekor”.
Hal ini dikarenakan jumlah pengeluaran seorang dokter bisa lebih besar dan
11
tidak seimbang dengan pemasukan yang diterima. Risiko kerugian ini besar
kemungkinannya dialami oleh dokter yang mengabdi di sentra layanan primer
seperti puskesmas. Saat ini, nilai kapitasi per pasien di tingkat puskesmas
hanya Rp. 6.000. Kapitasi tersebut terlalu rendah bila dibandingkan dengan
pelayanan yang diberikan. Bagi peserta JKN, program ini memang
menguntungkan, namun untuk puskesmas, kapitasi dinilai masih terlalu
rendah dan belum bisa menutup biaya pelayanan kesehatan masyarakat.
Meskipun para dokter di pacu untuk meningkatkan kegiatan promotif dan
preventif, namun hal tersebut tidak bisa langsung berpengaruh kepada tingkat
kesehatan masyarakat yang langsung meningkat tajam dan tidak ada lagi
masyarakat yang sakit, sehingga pendapatan para dokter bisa utuh dari sistem
JKN tersebut. Kegiatan promotif dan preventif tersebut baru bisa dirasakan
efek nya untuk jangka waktu yang lebih panjang, 1-3 tahun misalnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebaiknya meminta dan mendesak
pemerintah untuk mengkaji serta mengevaluasi kembali tarif kapitasi bagi
fasilitas kesehatan (faskes), terutama di tingkat pertama, seperti puskesmas,
klinik pratama, dan dokter praktek mandiri. Dikhawatirkan sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan tidak terjamin keberlanjutannya lantaran terjadi
kekurangan biaya untuk profesi kedokteran, atau dengan kata lain bisa
menyebabkan kebangkrutan bagi para dokter bahkan BPJS itu sendiri. Oleh
karena itu, pemerintah dan IDI perlu melakukan penelitian bersama untuk
melihat seberapa kebutuhan profesi dokter ditambah biaya operasional JKN.
Perlu pematangan lebih lanjut mengenai sistem kesehatan nasional yang baru
ini, agar pihak masyarakat diuntungkan tetapi tidak merugikan bahkan
diharapkan bisa menguntungkan pihak dokter.
6. Strategi apakah yang sekiranya bisa diterapkan oleh pemerintah untuk
memperbaiki tarif kapitasi JKN di masa datang?
Tarif Indonesian-Case Based Groups disebut Tarif INA-CBG’s adalah
besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan
12
Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Sedangkan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama yang disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan
yang melakukan pelayanan kesehatanperorangan yang bersifat non
apesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis,
perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang disingkat FKRTL adalah fasilitas
kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan,
rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus
(Menkes, 2014).
Implementasi sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) merupakan
strategi nasional dalam membentuk sinergi berbagai komponen sistem
kesehatan. Meskipun demikian belum terbangunnya kesesuaian antar sistem
dan akapasitas sistem melahirkan fraud dalam implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Provider kesehatan dalam sistem pembiayaan
berbasis asuransi harus mampu menjamin kelangsungan pelayanan dan
mengendalikan variasi dan memperhitungkan pembiayaan dengan akurat
untuk menjamin efeketivitas pelayanan dan efisiensi biaya.
Clinical pathway dan costing merupakan dua strategi utama dalam
implementasi JKN yang ternyata tidak mudah dalam implementasinya. Belum
terbangunnya budaya pencatatan pelayanan medis dan keuangan yang baik
dan evidence based medecine menjadi kendala bagi rumah sakit dalam
mengembangkan clinical pathway yang akurat serta melakukan kajian biaya
disamping kurangnya kemampuan sumberdaya manusia rumah sakit dalam
teknis perhitungan. Meskipun sistem pelayanan kesehatan dirancang
berjenjang dan terintegrasi, serta tidak didukung oleh kolaborasi profesi dan
provider namun dalam implementasinya belum terbangun sinergi.
Pelayanan kesehatan menjadi pelayanan yang terfrgmantasi antar
jenjang, sistem dan provider sehingga tidak dapat menjamin
kesinambungan, mutu dan cenderung meningkatkan biaya. Rumah sakit
merupakan salah satu komponen sistem pelayanan kesehatan yang
13
memegang peran penting dalam efisiensi biaya dan kualitas layanan karena
merupakan sumber biaya dan tempat rujukan. Manajemen rumah sakit
diharapkan mampu memiliki kemampuan perencanaan strategis dan inovatif
untuk menjawab tantangan mutu, keamanan, layanan prima dan efisiensi
biaya kesehatan. Clinical Costing merupakan Strategi Pengendalian Mutu,
Variasi dan Efisiensi Pelayanan Klinis.
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Muninjaya, AA. Gde. 2004.Manajemen Kesehatan Edisi 2.Jakarta: EGC
Hendrartini, Julita. 2008. Determinan Kinerja Dokter Keluarga Yang Dibayar
Kapitasi. Jurnal Managemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 11. No. 02. Juni 2008.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Djuhaeni H,. Gondodiputro S,. Setiawati E. P. 2010. Potensi Partisipasi
Masyarakat Menuju Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Dalam Rangka Universal
Converage di Kota Bandung. Vol. 13. No. 03. September 2010 :140-145.
Gosden T, Gosden T, Forland F, Kristiansen IS, Sutton M, Leese B, Giuffrida A,
Sergison M, Pedersen L ,2006. Capitation, Salary, Fee for Service and Mixed
Systems of Payment: Effect on The Behavior of Primary Care Physicians
(Review), The Cochrane Colaboration, Published by John Wiley & Sons,ltd, UK
American Psychiatric Association. 2010. The Psychiatrist's Guide to Managed
Care Contracting. Washington DC : British Library
Bluhm, William F. 2012. Group Insurance. 6th Edition. New York: ACTEX
Publication
Chervskynicho,Dov & Kara Hanson. 2009. Innovations in Health System
Finance in Developing and Transitional Economies. Bingley : Emerald
Group.
Hendrartini, Yulita. 2008. Metode Perhitungan Premi Sebagai Dasar Penetapan
Biaya Kesehatan.
http://hpm.fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/Blok_V/Sesi_3_Blok_V_
Julita_H.pdf. diakses 4 Juli 2015
Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 59 tentang Standar Tarif JKN,Jakarta: Departemen Kesehatan
16
17