FixPANDAWA 5 New Efusi Pleura

39
1 DAFTAR ISI BAB 1......................................................1 1.1 Latar Belakang.......................................1 1.2 Tujuan..............................................2 1.3 Manfaat..............................................3 BAB 2......................................................4 2.1 Definisi.............................................4 2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura.........................4 2.3 Etiologi.............................................6 2.4 Patofisiologi.......................................10 2.5 Manifestasi klinis..................................11 2.6 Pemeriksaan Diagnosis...............................11 2.7 Penatalaksanaan.....................................12 2.8 Komplikasi..........................................14 WOC EFUSI PLEURA..........................................15 2.10 Asuhan Keperawatan.................................17 2.11 Diagnosa Keperawatan..............................18 2.12 Intervensi........................................19 DAFTAR PUSTAKA............................................25 BAB 1 PENDAHULUAN

description

eg et ey wruer ewge qe qhtrue qt gd 5eu4wy e gg rheuey weew ewy dsh.

Transcript of FixPANDAWA 5 New Efusi Pleura

1

DAFTAR ISI

1BAB 1

11.1 Latar Belakang

21.2 Tujuan

31.3 Manfaat

4BAB 2

42.1 Definisi

42.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

62.3 Etiologi

102.4 Patofisiologi

112.5 Manifestasi klinis

112.6 Pemeriksaan Diagnosis

122.7 Penatalaksanaan

142.8 Komplikasi

15WOC EFUSI PLEURA

172.10 Asuhan Keperawatan

182.11 Diagnosa Keperawatan

192.12 Intervensi

25DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth, 2001). Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding toraks dikanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri, melapisi medastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura parietalis), kemudian pada pangkal paru membran serosa ini berbalik melapisi/ membungkus paru (disebut pleura viseralis). Pleura viseralis ini berinvaginasi mengikuti fisura yang membagi setiap lobus paru.

Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit melainkan tanda dari suatu penyakit. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20ml yang membentuk lapisa tipiss pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua plapisan pleura pada waktu pernapasan. Penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah Tuberculosis, infeksi paru, keganasan, sirosis hepatis, trauma tumpul atau tembus pada daerah dada, infark pulmonal, serta gagal jantung kongestif.

Di negara-negara barat efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hepatis, keganasan, dan pneumoni bakteri, sementara di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, lazimnya diakibatkan oleh infeksi tuberculosis. Efusi pleura oleh keganasan merupakan salah satu komplikasi yang bisa ditemukan pada penderita keganasan terutama disebabkan oleh kanker paru dan payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer/ metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan paru primer)dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura (Smelzer, Susanne C,2001).Berdasarkan data dari medical record di UPF ilmu penyakit paru RSUD Dr. Soetomo tahun 1998, didapatkan data bahwa effusi pleura menduduki peringkat kedua setelah TB paru dengan jumlah kasus yang datang sebanyak 364 orang dan angka mortalitasnya mencapai 26 orang. Sedangkan tahun 1999 menduduki peringkat ke lima dengan angka mortalitasnya mencapai 31 orang dan prosentase 8,0% dari 387 kasus efusi pleura yang ada, sementara tahun 2000 mencapai 7,65% dari 366 kasus efusi pleura dan menduduki peringkat kedua setelah TB paru atau angka mortalitasnya mencapai 38 orang, (medical record RSUD Dr Soetomo tahun 2000).

Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah ketidakefektifan pola nafas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan rasa nyaman, gangguan pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, gangguan pemenuha kebutuhan nutrisi yang menyebabkan penurunan berat badan pasien serta masih banyak lagi permasalahan lain yang mungkin timbul.1.2 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum.Semua mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

1.2.2Tujuan Khusus.

a. Dapat menguraikan definisi dari efusi pleura..

b. Dapat menjelaskan penyebab, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan efusi pleura.c. Dapat menyusun WOC efusi pleura d. Dapat melakukan pengkajian melalui pemeriksaan fisik dan anamnese efusi pleura.

e. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan efusi pleura.

f. Dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

1.3 Manfaat

1. Diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran pada khususnya dan pembaca tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

2.Dapat menjadi referensi ilmu bagi fakultas keperawatan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia dalam menangani kasus efusi pleura.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth, 2001).

Efusi pleura merupakan akulumulasi jumlah cairan pleura di dala rongga pleura yang dapat terjadi jika terdapat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler darah (Djojodibroto, 2009). Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura dapat berupa transudat dan eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan Vena pulmonalis. Penimbunan eksudat timbul sekunder dari peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. (Sylvia A Price, 1995 :704 ).Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).2.2 Anatomi dan Fisiologi PleuraPleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding toraks dikanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri, melapisi medastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura parietalis), kemudian pada pangkal paru membran serosa ini berbalik melapisi/ membungkus paru (disebut pleura viseralis). Pleura viseralis ini berinvaginasi mengikuti fisura yang membagi setiap lobus paru.Berbeda dengan pleura parietalis yang sangat sensitif, pleura viseralis tiak dapat merasakan rasa sakit. Rasa sakit yang berasal dari pleura akan terasa sampai ke dinding dada tepat ditempat lesi pleura. Diantara pleura parientalis dan viseralis terdapat ruang yang disebut rongga pleura. Pada rongga pleura terdapat cairan pleura seperti lapisan film karena jumlahny sangat sedikit yang hanya berfungsi untuk memisahkan pleura viseralis dengan pleura parietalis. Ruang antar pleura normal jaraknya sekitar 18-20mm, jadi ruang antar pleura betul-betul ada dan kedua pleura tak saling bersentuhan. Fungsi rongga pleura adalah supaya gerakan paru relatif lebih besar dari dinding dada. Apabila kedua pleura saling lekat maka gerak paru waktu inspirasi dan ekspirasi tak akan bebas, akan tetapi pada klinis da penelitian membuktikan bahwa perlekatan pleura pada satu sisi akan mempengaruhi faal paru yang kontra lateral. Cairan pleura masuk dalam rongga pleura dan dinding dada (pleura parietalis) dan mengalir meninggalkan rongga menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa.

Tekanan hidrostatik dikapiler sistemik (dinding dada) besarnya 30 cmH2O. Tekanan negatif didalam rongga pleura adalah -5 cmH2O, berarti perbedaan tekanan antara kapiler sistemik dan rongga pleura =35 cmH2O. Tekanan osmotik koloid dikapiler sistemik (dinding dada) besarnya 34 cmH2O, tekanan osmotik di rongga dada pleura adalah 8 cmH2O. Perbedaan tekanan osmotik koloid antara kapiler sistemik dengan tekanan osmotik koloid dirongga pleura = 26 cmH2O. Cairan cenderung mengalir dari daerah bertekanan osmotik rendah ke arah daerah bertekana tinggi. Berdasarkan perbedaan tekanan osmotik, seharusnya cairan didalam rongga pleura cenderung mengalir dari rongga pleura ke dinding pleura, akan tetapi karena tekanan hidrostatik dari dinding dada ke arah rongga pleura lebih besar yaitu 35 cmH2O, cairan dari dinding dada akan masuk ke dalam rongga pleura. Akumulasi jumlah cairan pleura didalam rongga pleura dapat terjadi jika terdapat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler darah seperti pada gagal jantung atau jika terjadi penurunan tekanan osmotik cairan darah seperti pada hipoalbuminemia.2.3 Etiologi

Menurut Eric R.Beck, 2011 jenis cairan yang terakumulasi etiologi efusi pleura dapat dibedakan menjadi :1) TransudatEfusi pleura jenis transudat bila ada peningkatan tekanan kapiler, sirkulasi sistemik atau penurunan tekanan onkotik plasma, efusi jenis ini mengandung protein yang rendah. Filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh. Prinsip umum yang mendasari pembentukan cairan pleura sama seperti pada pembentukan cairan intertisial ditempat lain di tubuh, penyebab utama transudat pleura adalah :

a) Gagal jantung

Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dan tanda gagal jantung lain biasanya akan ditemukan. Efusi pleura biasanya kecil dan bilateral, bila unilateral efusi biasanya di sisi kanan dan dapat sangat besar. Foto toraks akan memperlihatkan gambaran lain gagal jantung seperti pembesaran bayangan jantung dan distensi vena lobus atas. Efusi pleura dapat terjadi pada perikarditis konstriktif dan diagnosa ini sangat kuat ditunjukkan oleh kalsifikasi pada perikardium.b) Keadaan hipoproteinnemia ( sirosis hepatis dan sindroma nefrotik)Sirosis hepatis, sindroma nefrotik dan sindrom malabsorbsi merupakan penyebab utama hipoproteinemia yang paling sering. Biasanya terdapat retensi garam dan air yang cukup nyata, semua keadaan ini dapat disertai efusi pleura, tetapi penyakit yang mendasarinya jelas dan konsentrasi albumin plasma rendah.c) Obstruksi vena cava superiord) Sindrom meigs (asites dengan tumor ovarium)

2) Eksudat

Efusi pleura jenis eksudat terbentuk karena bertambahnya permeabilitas pleura terhadap protein, sehingga protein masuk ke dalam rongga pleura 10gr tiap 24jam yang mengakibatkan tekanan onkotik transpleura menurun. Efusi pleura jenis eksudat mengandung protein lebih besar dibandingkan transudat. Kebanyakan efusi pleura eksudat biasanya terjadi sebagai komplikasi penyakit paru yang telah didiagnosis. Berikut adalah penyebab utama :a) Infark pulmonal

Keadaan ini sulit di diagnosa, karena salah satu keadaan yang menyertainya adalah efusi pleura yang biasanya sangat kecil dan dapat menjadi satu-satunya tanda fisik infark yang terjadi. Sering dikatakan bahwa efusi bersifat hemoragik dan meskipun hal ini kadang-kadang benar terutama setelah infark, namun efusi lebih sering berwarna jerami. Efusi mengandung neutrofil dan limfosit dan kadang-kadang eosinofil dalam jumlah banyak. Aspirasi dan pemeriksaan caiaran tidak akan pernah bisa menegakkan diagnosis infark paru. Diagnosa biasanya akan didasarkan pada tanda sumber embolisme ditempat lain, seperti trombosis vena profunda ditungkai atau pelvis. Pemeriksaan cairan membantu dalam kasus-kasus yang efusi merupakan satu-satunya tanda penyakit dan diferensiasi antara infark dan keganasan atau efusi tuberkulosis harus dibuat. b) Pneumonia

Efusi pleura dapat menjadi komplikasi pneumonia bakterial, meskipun jarang pada pneumonia viral. Efusi pascapneumotik dapat menjadi tempat infeksi piogenik yang menyebabkan empiema. Biasanya efusi berkembang setelah pasien penderita pneumonia bakterial telah minum obat antibiotik. c) Keganasan/ neoplasmaPenyebab efusi pleura malignan yang paling sering adalah karsinoma primer bronkus yang mengenai pleura. Efusi dapat menjadi tanda pertama tumor. Efusi yang sangat besar menyebabkan pergeseran mediastinum dan dapat menumpukdengan cepat menyebabkan dispnea.Tumor paru lain dapat menyebabkan efusi pleura, tumor metastatik dapat mengenai pleura saat tempat primer tidak diketahui. Demikian juga efusi dapat menjadi indikasi utama tumor rekuren setelah yang primer dieksisi. Efusi dapat bilateral dan metastatik dapat terlihat dilapangan paru.d) TuberkulosisEfusi pleura tuberkulosis disebabkan oleh kombinasi infeksi tuberkulosis direk pada ruang pleura dan keadaan hipersensitivitas terhadap basil tuberkel. Efusi dapat menyertai infeksi primer pada anak kecil tetapi jarang terjadi. Pada pasien anak efusi sering disrtai tanda radiologis yang mendukung diagnosis seperti fokus primer atau pembesaran nodus hilar. Aspirat pleura sering mengandung hasil tuberkel,e) Penyakit jaringan ikat

Penyakit artritis rematoid dapat disertai komplikasi paru dan hal ini lebih sering terjadi pada laki-laki. Komplikasi paling sering adalah efusi pleura dan meskipun keadaan ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit yang lebih lanjut, keadaan ini dapat merupakan gambaran utama yang nampak. Efusi pleura lebih sering pada pasien dengan nodul subkutan dan titer tinggi faktor rematoid. Pada aspirasi, cairan jernih, dengan kandungan protein tinggi. Pada artritias rematoid biasanya memperlihatkan peradangan kronik tanpa gambaran yang membedakan meskipun kadang-kadang gambaran yang sama dengan granuloma rematoid ditemukan. Pleuritis dengan infeksi sedikit juga terjadi pada lupus eritematosus sistemik.f) Penyebab lain

Efusi pleura dapat timbul sebagai akibat penyakit dibawah diafragma seperti abses subfrenik atau hepatik.Meskipun tanda diagnosis gangguan primer biasanya ada, kesulitan dapat timbul dalam diagnosis abses subfrenik. Pasien dapat mengeluh nyeri di ujung bahu tanpa tanda lain selain demam dan efusi pleura. Pankreatitis akut dapat disertai efusi pleura. Mekanisme pembentukannya tidak jelas, tetapi biasanya berwarna darah dan mempunyai konsentrasi amilase tinggi. Aktinomikosis jarang sebagai penyebab efusi pleura, tetapi juga dapat terjadi pada keadaan ini.3) Hematoraks

Pada efusi pleura jenis ini biasnya disebabkan oleh trauma yaitu (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:

a. Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.b. Kebocorananeurisma aorta(daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.c. Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.4) Kilotoraks

Perforasi duktus torasika menyebabkan penumpukan limf dalam ruang pleura dan efusi pleura kilosa (kilotoraks). Kebanyakan kasus merupakan akibat trauma atau pembedahan tetapi kilotoraks dapat juga disebabkan oleh infiltrasi malignan duktus torakilus oleh tumor primer atau sekunder dan limfoma. Tanda ini merupakan tanda efusi pleura besar, yang menumpuk kembali secara cepat setelah aspirasi. Cairan mempunyai gambaran seperti susu dan jumlah protein tinggi. Aspirasi berulang menyebabkan limfopenia dan kehilangan protein yang banyak.2.4 PatofisiologiPatofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma ( eksudat ), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma( transudat).

Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder(akibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma.

Klien dengan pleura normalpun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut menjadi bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi ataukeadaan lain dengan ascites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.

Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding dada. Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil keluar, sementara paru paru cenderung rekoil kedalam.

2.5 Manifestasi klinis1) Batuk

2) Dispnea bervariasi / sesak nafas

3) Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)

4) Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.

5) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.

6) Perkusi meredup diatas efusi pleura.7) Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.

8) Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.

9) Fremitus fokal dan raba berkurang.

10) Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.

2.6 Pemeriksaan Diagnosis1. Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis dapat ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Diagnosis pasti dapat ditegakkan melalui :

1. Foto thoraksPermukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Kelainan pada foto toraks PA baru akan terlihat jika akumulasi cairan pleura telah mencapai 300ml. 2. Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura berguna untuk diagnostik maupun terapeutik. Prosedur ini dilakukan dengan teknik steril dan anastesi lokal dengan menggunakan jarum aspirasi.Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:

a. Warna cairan

b. Biokimia

c. Transudat

d. Eksudat

e. Sitologi, ditemukan sel ganas pada sendiaan hapusan cairan pleura, pemeriksaan dengan cairan pleura yang lebih banyak akan meningkatkan kemungkinan hasil positif. Ketetapan pemeriksaan sitologi berkisar 40-87% .f. Bakteriologi

3. Biopsi pleura

Pemeriksaan histoligis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor paru. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumothorak, hematothorak, penyebaran infeksi

4. CT Scan ThoraksBerperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

5. Ultrasound

Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.Pemeriksaan penunjang lainnya :

1. Bronkoskopi, pada kasus kasus neoplasma, korpus alienum, abces paru.

2. Scanning isotop, pada kasus emboli pleura.

3. Torakoskopi (Fiber optic pleuroskopi), pada kasus dengan neoplasma atau TBC.2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan efusi pleura bergantung pada beberapa faktor antara lain penyakit dasar, jenis sel, luas penyakit, tampilan (performance status), dan angka harapan hidup.a. Torakosentesis

Pasien dengan efusi pleura masif harus selalu dilakukan pengeluaran cairan karena cairan pleura akan menekan organ intratoraks. Tindakan tersebut dilakukan pada sela iga ke-6 atau ke7 pada garis midclavikularis atau aksilaris posterior. Chest tube (kateter) dimasukkan dengan teknik tertentu kedalam rongga pleura yang berhubungan dengan sistem water sealed drainage (WSD) dan negative continous suction dengan tekana 15-20 mmH2O. Pengeluaran cairan pleura dianjurkan tidak sekaligus (maksimal 1,5 liter) karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan edema paru reekspansif. Komplikasi lain adalah cedera paru, hematotoraks, pneumotoraks, emfisema, subkutis, refleks vasovagal, hipotensi, gagal jantung dan infeksi sekunder.b. Pleurodesis

Pleurodesis telah diterima sebagai terapi paliatif pada kasus efusi pleura ganas yang berulang dengan memasukkan bahan tertentu dalam rongga pleura. Telah banyak penelitian tentang keberhasilan penggunaan berbagai bahan kimia, antikanker, talk, bakteri, steroid dan bahan lain dengan cara mengukur pengurangan produksi cairan dan menilai reakumulasi cairan.

1. Pleurodesis dengan tetrasiklin, doksisiklin, dan minosiklin

2. Pleurodesis dengan providon iodin

3. Pleurodesis dengan talk

4. Pleurodesis dengan antikanker

5. Pleurodesis dengan bahan lain

c. Bedah pintas pleuroperitoneal

Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang menetap setelah dilakukan tindakan pleurodesis. Pintas pleuroperitoneal dengan pompa Denver dilakukan dengan bantuantorakoskopi atau torakotomi mini. Komplikasi prosedur ini yaitu infeksi dan penyebaran tumor ke peritoneum walaupun jarang terjadi.d. Pleurektomi

Adalah tindakan dengan membuang pleura parietal yang menutupi daerah iga dan mediastinum. Pleurektomi dengan VATS lebih aman walaupun belum banyak digunakan.

e. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.2.8 Komplikasi

1. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

2. Atelektasis

Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

3. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.4. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

WOC EFUSI PLEURA

2.10 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajiana. Identitas klien

Dalam identitas klien berisi data : nama, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, alamat, pendidikan, agama, dll

Sesuai dengan etiologinya penyebabnya, efusi pleura timbul pd seluruh usia. Status ekonomi ( tempat tinggal) sangat berperan terhadap timbulnya penyakit ini terutama yang didahului eleh tuberkulosis paru. Klien dengan tuberkulosis paru sering ditemukan di daerah padat penduduk dengan kondisi sanitasi kurang. Dan penyebab efusi pleura terbanyak karena tuberkulosis paru.

b. Keluhan utama

Biasanya efusi pleura bersifat simptomatik. Gejala yang timbul sesuai penyakit yang mendasarinya. Misal Pneumoni akan menyebabkan menggigil, demam dan nyeri dada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan melebar, kemungkinan timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan menyebabkan nafas pendek.c. Riwayat penyakit sekarang

Akan timbul nyeri dada pleuritik, demam, menggigil, ketika efusi pleura semakin membesar dan menyebar akan timbul batuk, dan dispnea.

d. Riwayat penyakit dahulu

Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi non pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis paru.

e. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari anggota keluarganya yang lain, terkecuali penularan infeksi tuberkulosis yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.

f. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat obatan yang menjadi penyabab timbulnya efusi pleura.2. Pemeriksaan fisik

Berisian data tentang tanda-tanda vital klien dan tingkat kesadaran klien.

1) Sistem Pernapasan (B1)

Inspeksi : Bentuk hemithorak yg sakit mencembung, tampak kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan napas menurun. Pasien nampak sesak dan RR biasanya meningkat.Palpasi: Vokal fremitus menurun, Pergerakan dinding dada tertinggal pada sisi yang sakit

Perkusi : Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jum lah cairannya.

Auskultasi : suara napas menurun sampai sampai menghilang, egofoni

2) Sistem Kardiovaskular (B2)

Periksa tekanan darah klien normal sesuai umur klien.

Inspeksi: periksa letak ictus cordis

Palpasi: hitung frekwensi jantung, kedalaman dan tidaknya denyut jantung, adakah getaran ictus cordis.

Perkusi: tentukan batas jantung

Auskultasi : penurunan suara jantung I dan II tunggal atau gallop. Adakah bunyi jantung III.

3) Sistem Neurologis (B3)

Periksa tingkat kesadaran klien (GCS ).

4) Sistem Perkemihan (B4)

Tidak ada kelainan

5) Sistem Pencernaan (B5)

Perlu dikaji adakah penurunan nafsu makan berkaitan dengan munculnya keluhan sesak napas.

6) Sistem Integumen dan muskuloskeletal (B6)

Tidak ada kelainan, hanya tidak ada salahnya jika kita gali kemungkinan ada keluhan akibat efusi pleuranya. Contoh : sianosis2.11 Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan.3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

4. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).5. Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis ( trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)

6. Resiko Infeksi yang berhubungan dengan adanya pembedahan (pemasangan WSD)

2.12 Intervensi

1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : pola nafas kembali efektif dan normal.

Kriteria Hasil Pola nafas kembali normal.

Tidak ada tanda hipoxia.

Tidak ada gejala sianosis.

RR dalam batas normal 16-20x/menit

Retraksi(-)

Rencana tindakan

1. Identifikasi faktor penyebab

R/: dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat menentukan jenis empiema sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

R/: dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.

R/: penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

4. Observasi tanda-tanda vital (RR)

R/: peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

5. Lakukan auskultasi suara nafas

R/: auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.

6. Bantu dan ajarkan untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

R/: menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

7. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2, obat-obatan serta foto thorak

R/: pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan.Tujuan : suhu tubuh normal 36oC 37oC

Kriteria hasil :

Pasien akan termoregulasi, dibuktikan dengan suhu kulit dalam rentang normal. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan. Perubahan warna kulit tidak ada.Rencana tindakan

1. Pantau suhu minimal 2 jam sekali.

R/: Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yg diharapkan.2. Pantau tekanan darah, nadi, pernapasan.

R/: Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.3. Pantau aktifitas kejang dan warna kulit

R/: Hal tersebut merupakan tanda berkembangnya komplikasi.4. Anjurkan menggunakan pakaian yang menyerap keringat

R/: mengurangi penguapan yang berlebih

5. Anjurkan keluarga untuk mengompres pasien

R/: membantu menurunkan panas

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antipiretik sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya.

R/: menentukan terapi yang tepat

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : kebutuhan aktivitas tidak terganggu

Kriteria hasil :

Memeragakan metode batuk, bernapas, dan penghematan energi yang efektif. Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat di capai atau di pertahankan secara realistis.Rencana tindakan

1. Jelaskan aktifitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen

R/: Merokok, suhu ekstrim dan stres dan menyebabkan fasikonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung2. Ajarkan program hemat energi

R/: Mencegah penggunanan energi yang berlebihan3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap

R/: Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan otot batu pernapasan4. Ajarkan teknik nafas efektif

R/ Meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi5. Pertahankan terapi oksigen tambahan

R/: Mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah6. Kaji respon abnormal setelah aktifitas

R/: Respon abnormal meliputi nadi, tekanan darah gan pernapasan yang meningkat7. Beri waktu istirahat yang cukup

R/: Meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan4. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) dan pemasangan WSD

Tujuan : Tidak ada perasaan cemas

Kriteria standart:

Menungkapkan perasaan ansietas Memperagakan teknik bernapas untuk mengurangi dipsnea Rencana tindakan

1. Jelaskan tujuan tarapi pada klien

R/: Mengorientasikan program terapi, membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol2. Ajarkan tindakan untuk membantu mengontrol dispnea

R/: Pengontrolan dipsnea melalui diet seimbang, istirahat cukup dan aktifitas yang dapat ditoleransi3. Ajarkan klien melakukan latihan napas

R/: Latihan napas dengan spirometri insentif , latihan efek paru atau latihan posterior paru atau latihan area iga lateral bawah4. Ajarkan dan evaluasi teknik drainase postural

R/: Memfasilitasi pengeluaran sekret5. Jelaskan bahayanya infeksi dan cara menurunkan resiko

R/: Mencegah infeksi, baik sekunder maupun primer yang mungkin diakibatkan oleh gangguan napas6. Anjurkan klien untuk melaporkan gejala penting dengan segera

R/: Mencegah komplikasi yang tidak terpantau atau gejala yang dianggap normal oleh klien7. Ajarkan atau observasi penggunaan nebulizer atau inhaler dosis terukur

R/: Mencegah penggunaan inhaler melebihi dosis5. Nyeri dada berhubungan dengan faktor-faktor biologis ( trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)

Tujuan: nyeri berkurang dan klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang adaKriteria hasil : Mengungkapkan rasa nyeri di dada kiri berkurang Dapat bernafas tanpa rasa nyeri Tanda vital dalam batas normal Hasil laborat : Leukosit dalam batas normalRencana tindakan

1. Pantau nadi dan tekanan darah tiap 3 4 jamR/: Identifikasi kemajuan / penyimpangan dari hasil yang diharapkan2. Kaji tingkat nyeri dan kemampuan adaptasiR/: Memantau tingkat nyeri dan respon klien terhadap nyeri yang timbul3. Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman / mengurangi nyeriR/: Berupa relaksasi, distraksi visual, distraksi motorik, pengaturan posisi4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetikR/: Mengontrol nyeri dan memblok jalan rangsang nyeri5. Konsultasi ke dokter bila nyeri bertambahR/: Merupakan gejala yang berat yang mungkin timbul6. Resiko Infeksi yang berhubungan dengan adanya pembedahan (pemasangan WSD)

Tujuan: Infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil:

Pasien mengidentifikasi tanda tanda infeksi

Pasien menyatakan factor risiko infeksi

Suhu tetap dalam rentang normal

Luka terlihat bersih

Hitung lekosit dalam rentang normal

Rencana tindakan :

1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan

R/ menurunkan jumlah bakteri pada tangan mencegah kontaminasi area pemasangan WSD

2. Pantau suhu minimal 4 jam dan catat jika ada penungkatan suhu

R/ suhu yang terus meningkat menunjukan tanda-tanda infeksi

3. Berikan pendidikan kepada pasien mengenai teknik mencuci tangan, factor yang meningkatkan risiko infeksi dan tanda-tanda infeksi

R/ tindakan tersebut memungkinkan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan dan dapat memodifikasi gaya hidup untuk mempertahankan tingkat kesehatan yang optimum.

4. Gunakan teknik steril pada saat merawat luka

R/ untuk menghindari penyebaran patogen

5. Pantau SDP/ lekosit sesuai program

R/ peningkatan SDP/ lekosit total menunjukan adanya infeksi

DAFTAR PUSTAKAAl sagaff H dan Mukti. A, 1995, Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press: SurabayaBeck Eric.R, 2011, Tutorial Diangnosa Banding ed 4, alih bahasa, Huriawati, EGC: Jakarta

Bunner & Sudart, 2008. Buku Ajar Perawatan Medika Bedah. EGC: Jakarta

Djojodibroto, D.R, 2009, Respirologi (Respiratory Medicine), EGC : JakartaDoenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC:Jakarta

Departemen Ilmu Penyakit Paru, 2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, FK UNAIR- RSUD Dr Soetomo: SurabayaEngran Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, EGC: Jakarta

Kosasih, Alvin et ll, 2008, Diagnosis dan Tata Laksana Kegawatdaruratan Paru, Sagung Seto: YogyakartasMansyur, Arief dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi 3,Media Aesculapius, Balai penerbit buku FKUI: Jakarta

NANDA, 2012, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2014, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika: Jakarta

Noer, Sjaifoellah. M. H, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi 3, Balai penerbit buku FKUI: Jakarta

Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, EGC: JakartaSomantri Irman, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta

Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC: Jakarta Wilkinson, J. M., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta : EGC.

Infeksi( pleuritis,TB)

Karsinoma mediastinum Karsinoma paru

Fungsi hepar

Gagal ginjal

Gagal jantung kongestif

Kerusakan nefron

Permeabilitas kapiler

Peningkatan permeabilitas kapiler paru

Jantung gagal memompa

Partikel besar mudah keluar (protein)

hipoalbumin

Hipertensi pembuluh darah

Tekanan hidrostatik

Tekanan onkotik (

Mengalami perpindahan cairan intrasel ke interstitisial

Produksi cairan pleura

Efusi Pleura

Akumulasi cairan yang berlebihan di rongga pleura

Proses Peradangan pada rongga pleura

Bradikinin serotonin prostaglandin diaktifkan

Pengeluaran endrogen dan pirogen

Penurunan ekspansi paru

Sub febris - Febris

Merangsang nosiseptor nyeri

Inspeksi

ICS sakit melebar

Deviasi tracea ke sisi sehat

Sesak

RR>20x/menit

Pernafasan cuping hidung

Retraksi otot bantu

Auskultasi

Vesikuler melemah

Palpasi:

Fremitus raba

Perkusi :redup

Demam, suhu>37,8C

Nyeri

hipertermi

Ketidak efektifan pola nafas

Pe ( O2

Penurunan O2 di perifer

kelemahan

Intoleransi Aktifitas

Penatalaksanaan

Aspirasi cairan pleura melalui jarum

Ansietas

Pungsi pleura (torakosintesis)

WSD

Kurang Pengetahuan

Resiko infeksi

Terputus jaringan kulit

Jalan masuk kuman

Nosiceptor

Resiko infeksi

Nyeri