Fisiologi Pendengaran Fix

28
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SYSTEM (NSS) Nama Asisten Dosen: Ridwan G1A011026 Anggota : Farissa Utami G1A012121 Paramita Ardiyanti G1A012122 S. Liyaturrihanna Putri G1A012124 Rendy Faris Anggono G1A012134 Siti Syifa Rabiah G1A012147 Citra dewi G1A012149 Muhammad Reiza P G1A012154 Risma Pramudya G1A010045

description

fisiologi pendengaranpemeriksaan garpu talapemeriksaan audiometripemeriksaan berbisikinterpretasi pemeriksaan fungsi pendengaranpraktikum pemeriksaan fisiologi pendengaran cara kerja pemeriksaan fisiologi pendengaran

Transcript of Fisiologi Pendengaran Fix

Page 1: Fisiologi Pendengaran Fix

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGIPEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN

BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SYSTEM (NSS)

Nama Asisten Dosen:Ridwan

G1A011026

Anggota :

Farissa Utami G1A012121Paramita Ardiyanti G1A012122S. Liyaturrihanna Putri G1A012124Rendy Faris Anggono G1A012134Siti Syifa Rabiah G1A012147Citra dewi G1A012149Muhammad Reiza P G1A012154Risma Pramudya G1A010045

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERANJURUSAN KEDOKTERAN

2015

Page 2: Fisiologi Pendengaran Fix

I. PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

“Pemeriksaan Fungsi Pendengaran”

B. Waktu, Tanggal Praktikum

Senin, 6 April 2015

C. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui dan melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara

langsung pada manusia

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pendengaran

seseorang

3. Mengetahui aplikasi klinis penurunan fungsi pendengaran

4. Mengetahui cara pemeriksaan fungsi pendengaran dengan beberapa

metode yang digunakan di klinis

D. Dasar Teori

1. Definisi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf. Gelombang suara

adalah getaran udara yang merambat terdiri dari daerah-daerah bertekanan

tinggi akibat kompresi/pemadatan molekul udara bergantian dengan

daerah-daerah bertekanan rendah akibat penjarangan/peregangan molekul

udara. Suara ditandai oleh adanya (Sherwood, 2011) :

a. Nada, ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin besar frekuensi

getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi

gelombang suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 siklus per

detik tetapi paling peka untuk frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus

per detik.

b. Intensitas/kekuatan suara bergantung pada amplitudo gelombang

suara. Kekuatan suara diukur dalam desibel (dB). Suara yang lebih

besar daripada 100 dB dapat merusak secara permanen perangkat

sensorik sensitif di koklea.

c. Warna suara/kualitas suatu suara bergantung pada overtone, yaitu

frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar.

1

Page 3: Fisiologi Pendengaran Fix

2. Organ Pendengaran

Telinga merupakan indera pendengaran dan keseimbangan.

Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga

tengah dan telinga dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan

gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan. Telinga

dalam berisi dua sistem sensorik berbeda, yaitu koklea (mengandung

reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga

kita dapat mendengar) dan aparatus vestibularis (penting bagi sensasi

keseimbangan) (Sherwood, 2011).

Telinga terdiri dari beberapa bagian (Sherwood, 2011):

a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari pinna aurikula (daun telinga), meatus

auditorius eksternus (saluran telinga), dan membran timpani (gendang

telinga). Pinna berfungsi untuk mengumpulkan gelombang suara dan

menyalurkannya ke saluran telinga dan berperan dalam menentukan

lokasi suara. Meatus auditorius eksternus berfungsi untuk

mengarahkan gelombang suara ke membran timpani dan mengandung

rambut penyaring dan mengeluarkan serumen untuk menangkap

partikel asing. Membran timpani, bergetar secara sinkron dengan

gelombang suara yang mengenainya, menyebabkan tulang-tulang

telinga tengah bergetar (Sherwood, 2011).

b. Telinga tengah

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani

ke cairan telinga dalam. Pemidahan ini dipermudah oleh adanya rantai

tiga tulang kecil, atau osikulus (maleus, incus dan stapes), yang dapat

bergerak dan membentang di telinga tengah. Osikulus auditiva ini

bergetar secarasinkron dengan getaran membran timpani dan memicu

gerakan berbentuk gelombang di perilimfe koklea dengan frekuensi

yang sama (Sherwood, 2011).

c. Telinga dalam

Telinga dalam terutama koklea, mengandung sistem sensorik untuk

mendengar. Komponen koklea terdiri dari (Sherwood, 2011) :

2

Page 4: Fisiologi Pendengaran Fix

1) Jendela oval, bergetar bersama dengan gerakan stapes, gerakan

jendela oval menyebabkan perilimfe koklea bergerak

2) Skala vestibuli, mengandung perilimfe yang digerakkan oleh

gerakan jendela oval yang ditimbulkan oleh getaran tulang- tulang

telinga tengah.

3) Skala timpani, mengandung perilimfe yang berhubungan dengan

skala vestibuli

4) Duktus koklearis (skala media), mengandung endolimfe dan berisi

membran basilaris.

5) Membran basilaris, bergetar bersama dengan gerakan perilimfe;

mengandung organ corti, organ indera untuk mendengar

6) Organ Corti, mengandung sel rambut, reseptor untuk suara; sel

rambut dalam mengalami potensial reseptor ketika rambutnya

menekuk akibat gerakan cairan di koklea

7) Membran tektorium berfungsi sebagai bagian stasioner sehingga

rambut sel reseptor dibengkokkan dan mengalami potensial aksi

sewaktu membran basilaris bergerak relatif terhadap membran

yang menggantung ini

8) Jendela bundar, bergetar bersama dengan gerakan cairan di

perilimfe untuk meredakan tekanan di koklea; tidak berperan

dalam penerimaan suara.

3

Page 5: Fisiologi Pendengaran Fix

3. Fisiologi Pendengaran

(Sherwood, 2011)

Gambar 1. Fisiologi Pendengaran(Sherwood, 2011)

4

Gelombang suara

Getaran membran timpani

Perambatan potensial aksi ke korteks auditorius di lobus temporalis otak

untuk persepsi suara

Getaran tulang telinga tengah

Getaran jendela oval

Gerakan cairan dalam koklea

Getaran jendela bundar

Pembuyaran energi (tidak ada persepsi suara)

Getaran membran basilaris

Menekuknya rambut di reseptor sel rambut dalam organ Corti sewaktu

getaran membran basilaris menggeser rambut-rambut ini secara relatif terhadap

membran tektorium di atasnya yang berkontak dengan rambut tersebut

Perubahan potensial berjenjang di sel reseptor

Perubahan frekuensi potensial aksi yang

dihasilkan di saraf auditorius

Perambatan potensial aksi ke korteks auditorius di lobus temporalis otak

untuk persepsi suara

Page 6: Fisiologi Pendengaran Fix

Nervus kokhlearis berjalan di sepanjang kanalis auditorius internus

bersama dengan nervus vestibularis, kemudian masuk ke batang otak

tepat di belakang pedunkulus serebelaris inferior. Akson yang berasal dari

nukleus kokhlearis ventralis menyilang garis tengah di dalam korpus

tropozoideum (Baehr, 2010).

Impuls auditorik asendens kemudian berjalan melalui lemniskus

lateralis ke kolikulus inferior. Sedangkan akson yang muncul dari nukleus

kokhlearis dorsalis menyilang garis tengah di belakang pedunkulus

serebelaris inferior, beberapa diantaranya di stria medularis dan yang

lainnya melalui formasio retikularis, dan kemudian berjalan naik di

lemniskus lateralis ke kolikulus inferior, bersama dengan akson dari

nukleus kokhlearis ventralis (Baehr, 2010).

Kolikulus inferior mengandung relay sinaptik lanjutan ke neuron

berikutnya pada jaras ini, yang kemudian berproyeksi ke korpus

genikulatum mediale talami. Dari sini, impuls auditorik berjalan di dalam

radiasio auditoria ke korteks auditorik primer di girus temporalis

transversus (area Broadmann 41) (Baehr, 2010).

5

Page 7: Fisiologi Pendengaran Fix

Gambar 2. Jaras Pendengaran (Baehr, 2010)

Hilangnya pendengaran atau tuli dibagi menjadi dua jenis, yaitu

tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli konduktif terjadi jika

gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui bagian luar dan

tengah telinga untuk menggetarkan cairan di telinga dalam. Kemungkinan

penyebab adalah penyumbatan fisik saluran telinga oleh serumen,

pecahnya gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan

cairan, atau restriksi gerakan osikulus akibat perlekatan tulang antara

stapes dan jendela oval (Sherwood, 2011).

Pada tuli sensorineural, gelombang suara ditransmisikan ke telinga

dalam, tetapi tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat

diinterpretasikan oleh otak sebagai sensai suara. Defeknya dapat terletak

di organ Corti atau nervus auditorius atau yang lebih jarang di jalur

auditorius asendens atau korteks auditorius (Sherwood, 2011).

Memastikan pendengaran manusia masih baik atau tidak, maka

diperlukan tes pendengaran. Dengan perkembangan ilmu yang ada

6

Page 8: Fisiologi Pendengaran Fix

tercipta beberapa pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif

dengan mempergunakan garpu tala yaitu diantaranya tes rinne, tes weber

dan tes schwabach dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai beberapa tes kualitatif yang

disebutkan terdapat penjelasan mengenai metode -metode tersebut

(Satyanegara, 2010).

a. Tes rinne

Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara

pendengaran pasien. Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada

mastoid pasien.(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terdengar,

penala kemudian dipindahkan didekat telinga sisi yang sama (hantaran

udara) (Satyanegara, 2010).

Telinga normal masih akan mendengar penala melalui hantaran

udara, temuan ini disebut rinne positif (AC>BC), pasien dengan

gangguan pendengaran sensorineural juga akan memberi rinne positif

jika mendengar bunyi penala, sebab gangguan sensorineural

seharusnya mempengaruhi baik hantaran udara maupun hantarantulang

(AC>BC). Istilah rinne negatif dipakai bila pasien tidak dapat

mendengar melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar

melalui hantaran tulang (AC<BC) (Satyanegara, 2010).

Hasil uji rinne Status pendengaran Lokus

Posirif HU>HT Normal/gangguan

sensorineural

Tidak ada / Koklea

retrokoklearis

Negatif HU<HT Gangguan konduksi Telinga luar / tengah

Tabel 1. Interpretasi Uji Rinne (Satyanegara, 2010)

b. Tes weber

Uji weber adalah yaitu dapat mendengarkan suara sendiri lebih

keras bila satu telinga ditutup. Gagang penala yang bergetar

ditempelkan ditengah dahi dan pasien diminta melapor apakah suara

terdengar ditelinga kiri, kanan atau keduanya (Adams, 1997).

Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan

konduksi tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif

7

Page 9: Fisiologi Pendengaran Fix

yang lebih besar. Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan

lebih buruk, maka tuli konduktif perlu dicurigai pada telinga

tersebut.jika terdengarpada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli

sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien

mengalami lateralisasi pendengaran pada telinga dengan gangguan

konduksi dan bukannya pada telinga yang lebih baik mungkin terlihat

aneh bagi pasien dan kadang-kadang juga pemeriksa (Mark, 1995).

Uji weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilatera,

namun dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif maupun

sensorineural (campuran) atau bila hanya menggunakan penala frekuensi

tunggal. Klinisi harus melakukan uji weber bersama uji lainnyadan tidak

boleh diinterpetasikan secara tersendiri (Mark, 1995).

Hasil uji weber Status pendengaran Lokus

Tidak ada lateralisasi Normal Tidak ada

Lateralisasi ke telinga

yang sakit

Tuli konduktif Telinga luar/tengah

Lateralisasi ke telinga

yang sehat

Tuli sensorineural Koklearis /

retrokoklearis

Tabel 2. Interpretasi uji weber (Mark, 1995)

Evaluasi tes weber

1) Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan :

a) Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal

b) Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensorineural

c) Telinga kanan normal, kiri tuli sensorineural

d) Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat

e) Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat

c. Tes schwabach

Uji schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan

pemeriksa. Pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang

ditempelkan pada mastoidnya tidak lagi dapat didengar. Pada saat itu,

pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya sendiri dan

8

Page 10: Fisiologi Pendengaran Fix

menghitung beberapa lama (dalam detik) ia masih dapat mendengar

bunyi (FK UI, 2010).

Uji schwabach dinyatakan normal bila hantaran tulang pasien dan

pemeriksa hampir sama. Uji schwabach memanjang atau meningkat

bila hantaran tulang pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa,

misalnya pada kasus gangguan pendengaran konduktif. Jika telinga

pemeriksa masih dapat mendengar penala setelahpasien tidak lagi

mendengarnya, maka dikatakan schwabach memendek (Adams, 1997).

Hasil uji schwabach Status pendengaran Lokus

Normal Normal Tidak ada

Memanjang Tuli konduktif Telinga luar/tengah

Memendek Tuli sensorineural Koklearis/retrokoklearis

Tabel 3. Interpretasi uji schwabach (Adams, 1997)

d. Tes berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif menentukan derajat

ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup

tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes

berbisik : 5/6 - 6/6 (FK UI, 2010).

Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan tes ini ialah (FK

UI, 2010) :

1) Ruangan tes. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus

ada jarak sebesar 6 meter. Ruangan harus bebas dari kebisingan.

Untuk menghindari gema ruangan dapat ditaruh kayu

didalamnya.

2) Pemeriksa. Sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata

dengan mengucapkan ucapan kata-kata sesudah ekspirasi normal.

Kata-kata yang dibisikan terdiri dari 2 suku kata (bysillabic) yang

terdiri dari kata sehari-hari. Setiap suku kata diucapkan dengan

tekanan yang sama dan di antara dua suku kata bysillabic "gajah

mada P.B.List" karena telah diterapkan keseimbangan phonemnya

dalam bahasa Indonesia.

3) Penderita. Telinga yang akan dites dihadapkan kepada pemeriksa

9

Page 11: Fisiologi Pendengaran Fix

dan telinga yang tidak sedang dites harus ditutup dengan kapas

atau oleh tangan si penderita sendiri. Penderita tidak boleh melihat

gerakan mulut penderita.

Evaluasi tes : 6 meter : normal

5 meter : dalam batas normal

4 meter : tuli ringan

3-2 meter : tuli sedang

≤ 1 meter : tuli berat

e. Audiometri nada murni

Pada pemeriksaan audiometri nada murni diperlukan alat

audiometer untuk membuat audiogram. Bagian dari audiometer tombol

pengaturintensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk

memeriksa AC (hantaran udara), bone conduction untukmemeriksa BC

(hantaran tulang). Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara

(AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini

dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan

didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan

derajat katulian (FK UI, 2010).

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat

dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125-8000

Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis putus-putus (intensitas

yang diperiksa : 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri menggunakan warna

biru, sedangkan untuk telinga kanan menggunakan warna merah (FK

UI, 2010).

Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau

tuli. Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur.

Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana (b) apa

jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya. Dalam

menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar

hantaran udaranya (AC) saja (FK UI, 2010).

10

Page 12: Fisiologi Pendengaran Fix

Derajat ketulian ISO : 0-25 dB : normal

>25-40 dB : tuli ringan

>40-55 dB : tuli sedang

>55-70 dB : tuli sedang berat

>70-90 dB : tuli berat

> 90 dB : tuli sangat berat

E. Alat Bahan

Garputala 512 Hz

F. Cara Kerja

Pemeriksaan telinga (Garputala)

Tanggal : 6 April 2015

Waktu & Tempat : 15.00, Lab Fisiologi FKUNSOED

Probandus : Reiza primayana

Alat dan Bahan : Garputala 512 Hz

Cara kerja :

1. Tes Rinne

Bunyikan garpu tala frek 512 Hz, letakkkan tangkainya tegak

lurus mastoid (posterior MAE) sampai penderita tidak mendengar

kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita

Apabila penderita masih mendengar : Rinne (+)

Apabila penderita tidak mendengar : Rinne (–)

2. Tes webber

Garpu tala frek 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya

diletakkan digaris tegak lurus median(vertex, dagu, atau gigi incisivus)

, Penderita diminta menunjuk telinga mana yang mendengar lebih

keras, Bila mendengar paa satu telinga disebut lateralisasi ke sisi

telinga tersebut, Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama

mendengar disebut tidak ada lateralisasi

Intepretasi

Normal: tidak ada lateralisali

Tuli konduksi: mendengar lebih keras di telinga yang sakit

11

Page 13: Fisiologi Pendengaran Fix

Tuli sensori neural: mendengar lebih keras di telinga yang sehat

3. Tes Scwabach

Garpu tala frek 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya

diletakkan tegak lurus paa planum mastoid pemeriksa bila

pemeriksa sudah tidak mendengar secepatnya garpu tala

dipindahkan ke mastoid penderita, Bila penderita masih

mendengar : Scwabach memanjang, Bila penderita tidak

mendengar: Scwabach memendek atau normal

Intepretasi :

Normal: Scwabach normal

Tuli konduksi: Scwabach memanjang

Tuli sensori neural : Scwabach memendek

12

Page 14: Fisiologi Pendengaran Fix

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu praktikum : Senin, 7 April 2015

Tempat praktikum : Laboratorium Fisiologi Kedokteran Unsoed

Probandus : M. Reiza Primayana

Usia : 21 tahun

A. Hasil dan Pembahasan

1. Tes Rinne

Ketika probandus diuji pendengarannya dengan tes Rinne maka

probandus mendengar getaran garpu tala baik saat garpu tala tersebut

diletakkan di prosessus mastoid dan dipindahkan ke depan liang telinga

probandus. Oleh karena itu, interpretasi dari hasil tes Rinne adalah positif

(+)

2. Tes Weber

Garpu tala digetarkan kemudian diletakkan di bagian median

tubuh, dalam percobaan kemaren kelompok kami meletakkan garpu tala

tersebut di glabela atau dahi probandus. Hasilnya adalah probandus tidak

dapat membedakan getaran garpu tala di telinga kanan maupun kiri. Suara

yang didengarkan sama-sama jelas. Interpretasi dari tes Weber adalah

simetris.

3. Tes Schwabach

Pada tes scwabach ini, dipastikan terlebih dahulu bahwa pemeriksa

normal sehingga hasilnya bisa dibandingkan apakah probandus terdapat

kelainan atau tidak. Ketika garpu tala digetarkan dan probandus memberikan

kode bahwa dia tidak lagi mendengar suara getaran garpu tala, pemeriksa

memindahkan garpu tala tersebut ke depan liang telinga pemeriksa. Hasilnya,

pemeriksa juga tidak lagi mendengar adanya suara getaran. Untuk memastikan,

maka pemeriksaan ini dibalik, yaitu dimulai dari pemeriksa terlebih dahulu.

Ketika pemeriksa sudah tidak mendengar lagi suara getaran, probandus juga

tidak mendengar adanya suara getaran. Interpretasi dari tes Schwabach ini

adalah sama karena tidak didapatkan pemendekan maupun pemanjangan

pendengaran suara getaran garpu tala.

13

Page 15: Fisiologi Pendengaran Fix

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach

+ (Positif) Simetris Sama

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Tes Garpu Tala

Jika merujuk pada tabel 5 (di bawah ini), interpretasi pendengaran probandus

adalah Normal.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi

+ (Positif) Simetris Sama Normal

- (Negatif) Lateralisasi ke

sisi sakit

Memanjang Conductive hearing

loss (CHL)

+ (Positif) Lateralisasi ke

sisi sehat

Memendek Sensoryneural

hearing loss

(SNHL)

Tabel 5. Panduan interpretasi hasil pemeriksaan garputala (Bagai, 2006).

B. Aplikasi Klinis

1. Otitis Media

Otitis media adalah infeksi atau inflasmasi di telinga tengah.

Kejadian ini terjadi diawali dari flu atau kondisi lain masalah

pernafasan yang dapat menyebar hingga ke telinga sehingga terjadi

otitis media. Penyebaran ini biasanya terjadi melewati tuba eustasia

yakni tuba yang menghubungkan antara hidung dan telinga. (American

speech-language-hearing association, 2015)

Telinga tengah terdiri atas tulang pendengaran yang akan

menghantarkan getaran dari membrane timpani ke telinga dalam.

Ketikat terjadi peradangan di daerah telinga tersebut, getaran suara

tidak dapat dihantarkan secara efisien sehingga sebagian besar energi

getaran suara tersebut tidak dapat dihantarkan yang menyebabkan

gangguan pendengaran. (American speech-language-hearing

association, 2015)

Tipe gangguan suara ini adalah konduksi dan bersifat

sementara. Tetapi jika kejadian otitis media ini berlangsung secara

terus menerus dapat merusak membrane timpani, tulang pendengaran,

14

Page 16: Fisiologi Pendengaran Fix

hingga nervus pendengaran yang dapat menjadi gangguan

pendengaran sensorineural (American speech-language-hearing

association, 2015)

2. Presbikusis

Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses

degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara progresif lambat dan

dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi, bersifat simetris, dan

tidak memiliki kelainan penyebab lain selain penuaan (Soesilorini,

2011).

Schuknect menerangkan keadaan ini dimulai dari degenerasi atrofi

di bagian epitel dan saraf pada organ corti lalu diikuti dengan

degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah

apeks yang pada akhirnya terjadi degenerasi pada jaras saraf pusat

dengan manifestasi gangguan pemahama bicara (Soesilorini, 2011).

Patofisiologi terjadinya presbikusis menunjukkan adanya

degenerasi pada stria vaskularis (tersering). Bagian basis dan apeks

koklea pada awalnya mengalami degenerasi, tetapi kemudain meluas

ke region koklea bagian tengah dengan bertambahnya usia. Degenerasi

sel marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara

sistemik, serta terjadi kehilangan Na+K+ATPase. Kejadian ini

menyebabkan gangguan depolarisasi untuk menghasilkan enzim

cascade melepaskan transmitter kimia untuk mengaktivasi serabut

saraf pendengaran. (Soesilorini, 2011)

Degenerasi stria vaskularis akibat penuaan berefek pada potensial

endolime yang akan berkuang secara signifikan sehingga

memengaruhi amplifikasi koklea. Jika hal ini memengaruhi lebih dari

50% maka nilai potensial endolimfe akan menurun drastic. Gambaran

khas pada degenerasi ini yang telah dicoba pada hewan terdapa

penurunan pendengaran sebesar 40-50 dB dan potensial endolimfe

menjadi 20mV dari normal 90mV. (Soesilorini, 2011)

Degenerasi sekunder terjadi akibar degenerasi sel organ corti dan

saraf-saraf yang dimulai pada bagian basal koklea hingga apeks.

15

Page 17: Fisiologi Pendengaran Fix

Perubahan yang terjadi akibat hilangnya funsgi nervus auditorius akan

meningkatan nilai ambang CAP dari nervus. Pengurangan amplitude

dari potensial aksi yang terekam pada proses peuaan menungkinkan

terjadinya asinkronisasi aktfitas nervus auditorius. Keaadan ini

mengakibatkan penderita mengalami kurang pendengaran dengan

pemahaman bicara yang buruk. (Soesilorini, 2011)

16

Page 18: Fisiologi Pendengaran Fix

III. KESIMPULAN

1. Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf yang ditandai oleh

adanya, Nada, Intensitas/kekuatan suara, Warna suara/kualitas

2. Telinga merupakan organ pendengaran yang terdiri dari beberapa bagian

diantaranya telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

3. Pemeriksaan fungsi pendengaran bisa dilakukan dengan berbagai teknik

diantaranya dengan menggunakan tes garpu tala, tes berbisik dan

audiometri murni.

4. Pada praktikum tersebut hanya dilakukan pemeriksaan garpu tala dimana

interpretasi dinyatakan normal apabila Tes Rinne (+), Tes Scwabach tidak

memanjang atau memendek dan Tes Weber tidak ada lateralisasi baik ke

telingan kanan maupun kiri.

17

Page 19: Fisiologi Pendengaran Fix

DAFTAR PUSTAKA

Bickley L.S. 2012. Bates Guide to Physical Examination & History Taking 11 th

edition. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins.

Baehr, Mathias. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.

FK UI. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Adams B. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC.

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Burnside, John W. Diagnosis Fisik. Ed.17.Jakarta :EGC,1995

Bagai A., P. Thavendiranathan, A.S. Detsky. 2006. Does this patient have hearing impairment?. JAMA 295 (4): 416–28.

Soesilorini, M. 2011. Presbikusis. Tersedia di http://eprints.undip.ac.id/31380/3/Bab_2.pdf (diakses pada 11 April 2015)

American Speech-Language-Hearing Association. 2015. Causes of Hearing Loss in Children Otitis Media. Tersedia di http://www.asha.org/public/hearing/Causes-of-Hearing-Loss-in-Children/ (diakses pada 11 April 2015)

18