Fisio Kardiovaskuler I

16
Tanggal Praktikum : 11 Maret 2014 Jam Praktikum : 14.30 – 17.00 Dosen Pembimbing : Dr. drh. Hera M, M.Sc Kelompok Praktikum : IIIC 2 KARDIOVASKULER I Anggota Kelompok: 1. Jannatul Ajilah (B04120124) ........................ 2. Kanti Rahmi Fauziyah (B04120125) ........................ 3. Sarah Minarni Tampubolon (B04120126) ........................

description

Berdasarkan praktikum morfologi dan denyut jantung, praktikan menemukan bahwa jantung katak terbagi menjadi tiga ruang yaitu sinus venosus, dua atrium dan satu ventrikel. Sinus venosus adalah ruang disekitar jantung yang mengatur irama denyut jantung. Darah pada vena mengalir dari seluruh tubuh menuju ke sinus venosus dan kemudian menuju ke atrium. Kemudian dari atrium darah mengalir menuju ventrikel dan di pompa ke seluruh tubuh melalui arteri pulmonalis. Peredaran darah katak hampir sama seperti manusia namun saat darah dialirkan melalui vena, darah terlebih dahulu mengisi sinus venosus.

Transcript of Fisio Kardiovaskuler I

Page 1: Fisio Kardiovaskuler I

Tanggal Praktikum : 11 Maret 2014Jam Praktikum : 14.30 – 17.00Dosen Pembimbing : Dr. drh. Hera M, M.ScKelompok Praktikum : IIIC2

KARDIOVASKULER I

Anggota Kelompok:

1. Jannatul Ajilah (B04120124) ........................2. Kanti Rahmi Fauziyah (B04120125) ........................3. Sarah Minarni Tampubolon (B04120126) ........................

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: Fisio Kardiovaskuler I

A. Jantung Katak

Dasar Teori

Otot jantung berbeda dari otot kerangka dalam hal struktur dan fungsinya.

Untuk berkontraksi, otot jantung tidak memerlukan stimulus sebab otot jantung

memiliki sifat otomatis. Pada sel otot jantung dapat terjadi peristiwa depolarisasi

secara spontan tanpa ada stimulus. Selain itu otot jantung juga memiliki sifat ritmis,

peristiwa depolarisasi dan repolarisasi berjalan menurut irama tertent. Sistem

kardiovaskular terdiri dari jantung sebagai pemompa dan pembuluh darah sebagai

saluran. Darah dipompakan oleh jantung ke dalam pembuluh darah dan akan

disebarkan ke seluruh tubuh dan kemudian kembali lagi ke jantung sebagai suatu

sirkulasi (Halwatiah 2009).

Katak dan amfibi lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan dua atria

dan satu ventrikel. Ventrikel akan memompakan darah ke dalam sebuah arteri

bercabang yang mengarahkan darah melalui dua sirkuit: pulmokutaneuscircuit,

mengarah ke jaringan pertukaran gas (dalam paru-paru dan kulit pada katak), dimana

darah akan mengambil oksigen sembari mengalir melalui kapiler. Darah yang kaya

oksigen kembali ke atrium kiri jantung, dan kemudian sebagian besar diantaranya

dipompakan ke dalam sirkuit sistematik. Sirkuit sistemik (systemiccircuit) membawa

darah yang kaya oksigen keseluruh organ tubuh dan kemudian mengembalikan darah

yang miskin oksigen ke atrium kanan melalui vena. Skema ini, yang disebut sirkulasi

ganda (doublecirculation), menjamin aliran darah yang keluar ke otak, otot, dan

organ-organ lain, karena darah itu dipompa untuk kedua kalinya setelah kehilangan

tekanan dalam hamparan kapiler pada paru-paru atau kulit (Campbell 2004).

Tujuan

Mempelajari beberapa sifat faali dari otot jantung yaitu morfologi dan denyut

jantung, pengaruh suhu dan zat kimia terhadap denyut jantung, otomasi jantung, dan

asal denyut jantung.

Alat dan Bahan

Page 3: Fisio Kardiovaskuler I

Pada percobaan ini praktikan memerlukan bahan yang terdiri dari katak (Bufo

Melanostictus), es, cairan ringer, dan larutan adrenalin. Menggunakan alat yaitu

papan gabus, kimograf, beban, alat pencatat jantung, induktorium, elektroda

perangsang, thermometer, dan benang.

Tata Kerja

Praktikan mengambil seekor katak dan merusak otak dan sumsum tulang

belakang. Kemudian mengikatkan katak pada papan gabus dengan bagian ventral

keatas. Praktikan membuat sayatan di garis median perut dan di dada. Dengan

menggunakan pinset, praktikan mengangkat episternum dan memotongnya melalui

tulang rawan sternum. Lalu praktikan membuang sternum dengan menggunting

memanjang di samping sternum melalui bagian-bagian pectoral dikedua sisi. Jantung

akan terlihat. Kemudian praktikan mengangkat epikardium dengan ujung pinset dan

membuka perikardium sehingga jantung keluar dari kantung.

a. Morfologi dan denyut jantung

Praktikan menggambar jantung yang ada didepannya dan menyebutkan

bagian-bagiannya, juga dari belakang dengan cara membalikkannya ke atas

dengan memakai “finder” atau pinset. Kemudian praktikan mengamati denyut

jantung, apakah bagian-bagian jantung berkontraksi serempak atau

bergantian? Kontraksi otot jantung disebut “sistole” ditandai oleh warna

pucat, relaksasi jantung disebut “diastole”, ditandai warna merah kecoklatan.

b. Pengaruh suhu dan zat kimia terhadap denyut jantung

Praktikan membasahi jantung dengan cairan ringer (suhu kamar), lalu

menghitung frekuensi jantung (banyak denyut per menit). Kemudian

praktikan mendinginkan cairan ringer dengan es yang tersedia sehingga suhu

nya menjadi 4oC-10oC. Praktikan menuangkan sebagian cairan ringer kedalam

rongga sekitar jantung sehingga suhu cairan sekitar jantung menjadi 15oC,

praktikan menunggu sebentar dan kemudian menghitung frekuensi denyutnya.

Lalu praktikan mengganti cairan ringer dingin dengan yang bersuhu kamar

dengan menggunakan sebuah pipet hisap, sehingga suhu disekitar jantung

menjadi seperti semula. Dengan cara yang sama, praktikan mengganti cairan

Page 4: Fisio Kardiovaskuler I

ringer dengan yang bersuhu 40o-50oC. Praktikan mencatat frekuensi denyut

jantungnya. Kemudian praktikan mengembalikan suhu sekitar jantung ke

normal dengan mengganti cairan ringer panas dengan yang bersuhu kamar.

Praktikan menghitung denyut jantungnya sekarang. Dengan sebuah pipet

praktikan meneteskan larutan asetilkolin 1:10.000 sebanyak 2-3 tetes pada

jantung, lalu praktikan menunggu sebentar dan menghitung denyut

jantungnya. Praktikan membuang asetilkolin dengan membilas jantung

dengan cairan ringer suhu kamar 2-3 kali dengan menggunakan kapas atau

pipet sampai bersih. Praktikan menghitung frekuensi denyutnya. Kemudian

meneteskan larutan adrenalin 1:1000 sebanyak 2-3 tetes pada jantung, dan

menghitung frekuensinya. Kemudian praktikan membuang adrenalin dengan

kapas dan mengganti cairan ringer di sekitar jantung sampai 2-3 kali. Lalu

praktikan menghitung denyut jsntungnya.

c. Otomasi jantung

Praktikan menyediakan cawan petri yang berisikan cairan ringer suhu

kamar. Kamudian menjepit ujung ventrikel jantung (apeks) dan mengangkat

keatas. Praktikan membebaskan jantung dari tenunan sekitarnya, lalu

memotong pembuluh pembuluh darah yang berhubungan dengan jantung

sejauh mungkin dari jantung. Praktikan mengangkat jantung yang telah bebas

dan meletakkannya dalam cawan petri yang berisi cairan ringer tadi. Jantung

akan tetap berdenyut walaupun praktikan telah membebaskan dari susunan

saraf pusat, susunan saraf otonom, dan tidak dialiri darah. Kemudian

praktikan mengamati sifat otomasi urat daging jantung dan menghitung

frekuensi denyutnya.

Page 5: Fisio Kardiovaskuler I

Hasil

1. Morfologi dan denyut jantung

a. Gambar jantung

b. Frekuensi denyut jantung didalam tubuh

Detik ke Frekuensi jantung15 1330 1345 19

Rata-rata 15

2. Pengaruh suhu dan zat kimia terhadap denyut jantung

a. Frekuensi denyut jantung dengan ringer suhu ruang

Detik ke Frekuensi jantung15 1330 1345 19

Rata-rata 15

b. Frekuensi denyut jantung dengan ringer 4oC-10oCDetik ke Frekuensi jantung

15 1330 10

Page 6: Fisio Kardiovaskuler I

45 6Rata-rata 9,67

c. Frekuensi denyut jantung dengan ringer suhu ruangan

Detik ke Frekuensi jantung15 1730 1845 17

Rata-rata 17,33

d. Frekuensi denyut jantung dengan ringer suhu 40oC-50oC

Detik ke Frekuensi jantung15 1930 2045 11

Rata-rata 16,67

e. Frekuensi denyut jantung dengan ringer suhu ruangan

Detik ke Frekuensi jantung15 1030 1145 11

Rata-rata 10,67

f. Frekuensi denyut jantung dengan asetilkolin 1:10000

Detik ke Frekuensi jantung15 1030 1045 12

Rata-rata 10,67

g. Frekuensi denyut jantung dengan ringer suhu kamar

Detik ke Frekuensi jantung15 13

Page 7: Fisio Kardiovaskuler I

30 1045 11

Rata-rata 11,33

h. Frekuensi denyut jantung dengan adrenalin 1:1000

Detik ke Frekuensi jantung15 1030 1245 11

Rata-rata 11

3. Otomasi jantungDetik ke Frekuensi jantung

15 930 245 1

Rata-rata 3,67

4. Asal denyut jantung

Pembahasan

Berdasarkan praktikum morfologi dan denyut jantung, praktikan menemukan

bahwa jantung katak terbagi menjadi tiga ruang yaitu sinus venosus, dua atrium dan

satu ventrikel. Sinus venosus adalah ruang disekitar jantung yang mengatur irama

denyut jantung. Darah pada vena mengalir dari seluruh tubuh menuju ke sinus

venosus dan kemudian menuju ke atrium. Kemudian dari atrium darah mengalir

menuju ventrikel dan di pompa ke seluruh tubuh melalui arteri pulmonalis. Peredaran

darah katak hampir sama seperti manusia namun saat darah dialirkan melalui vena,

darah terlebih dahulu mengisi sinus venosus.

Pada percobaan pertama, praktikan melakukan double pithing pada katak

dengan merusak otak dan sumsum tulang belakang aga katak kehilangan rasa sakit

dan refleks. Kemudian praktikan membuka rongga dada katak dan mengamati bagian

ventral jantung katak yang terdapat pembuluh darah dan bagain dorsal jantung katak

Page 8: Fisio Kardiovaskuler I

yang terdapat sinus venosus. Praktikan mendapatkan rata-rata frekuensi denyut

jantung sebesar 15. Rata-rata frekuensi tersebut menunjukkan bahwa jantung katak

masih tetap berkontraksi dengan keadaan ritmis. Kontraksi jantung terdiri dari

kontraksi atrium dan kontraksi ventrikel. Kedua kontraksi tersebut menunjukkan

siklus jantung sistole dan diastole. Sistole merupakan periode kontraksi ventrikel saat

jantung memompakan darah dari ventrikel ke sirkulasi pulmonal dan sirkulasi

sistemik. Keadaan kontraksi ditandai dengan warna pucat pada jantung. Diastole

merupakan periode relaksasi ventrikel saat menerima darah dari atrium. Keadaan

relaksasi ditandai dengan warna merah kecoklatan pada jantung.

Pada percobaan kedua, praktikan meneteskan cairan ringer suhu ruangan pada

jantung dan mendapatkan rata-rata frekuensi jantung sebesar 15. Cairan ringer

berfungsi untuk mempercepat denyut jantung. Hal ini disebabkan karena cairan ringer

bersifat hipotonis, sehingga konsentrasi cairan di dalam sel-sel otot jantung

meningkat dan menyebabkan otot jantung lebih cepat berkontraksi. Lalu praktikan

meneteskan cairan ringer dengan suhu 4oC-10oC pada jantung katak dan mendapatkan

rata-rata frekuensi jantung sebesar 9,67. Jantung mengalami perlambatan denyut yang

menunjukkan jantung memiliki seifat termolabil yaitu jantung dapat berubah denyut

akibat pengaruh suhu lingkungan. Penurunan suhu menyebabkan frekuensi denyut

jantung menurun.

Pada percobaan ketiga, praktikan kembali menetesi jantung katak dengan

cairan ringer suhu ruangan dan mendapatkan rata-rata denyut jantung sebesar 17,33.

Kemudian praktikan meneteska cairan ringer dengan suhu 40oC-50oC pada jantung

katak dan mendapatkan rata-rata frekuensi jantung sebesar 16,67. Pada percobaan ini

seharusnya rata-rata frekuensi jantung katak lebih besar saat ditetesi cairan ringer

suhu 40oC-50oC dibandingkan dengan ditetesi cairan ringer suhu ruangan. Karena

kenaikan suhu akan meningkatkan metabolisme dan frekuensi denyut jantung.

Kesalahan mungkin terjadi karena praktikan terlalu cepat menghitung frekuensi tanpa

membiarkan cairan ringer suhu 40oC-50oC memberikan reaksi terhadap jantung.

Pada percobaan keempat, praktikan meneteskan kembali cairan ringer suhu

ruangan pada jantung katak dan mendapatkan rata-rata frekuensi denyut jantung

Page 9: Fisio Kardiovaskuler I

sebesar 10,67. Kemudian praktikan meneteskan asetilkolin 1;10000 sebanyak 2-3

tetes pada jantung katak dan mendapatkan rata-rata frekuensi denyut jantung sebesar

10,67. Pada percobaan ini rata-rata frekuensi denyut jantung dari asetilkolin

seharusnya lebih kecil dari rata-rata frekuensi denyut jantung dari cairan ringer, karen

asetilkolin dapat menurunkan frekuensi denyut jantung. Asetilkolin berperan sebagai

neurotransmitter yang dilepaskan oleh saraf-saraf parasimpatis dan juga saraf-saraf

preganglionik. Asetilkolin meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap ion K

sehingga menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya permeabilitas negativitas

dalam sel otot jantung yang membuat jaringan kurang peka terhadap rangsang.

Asetilkolin adalah satu dari berbagai neurotransmitter pada sistem saraf otomatis, dan

satu-satunya neurotransmitter pada sistem saraf sadar (Guyton 1995).

Pada percobaan kelima, praktikan kembali menetesi jantung katak dnegan

cairan ringer suhu ruangan dan mendapatkan rata-rata frekuensi denyut jantung

sebesar 11,33. Kemudian praktikan meneteskan larutan adrenalin 1;1000 pada

jantung katak dan mendapatkan rata-rata frekuensi denyut jantung sebesar 11. Pada

percobaan ini praktikan melakukan kesalahan karena seharusnya larutan adrenalin

meningkatkan frekuensi denyut jantung. Sehingga jantung yang diberi larutan

adrenalin seharusnya mempunyai frekuensi denyut yang lebih besar dari jantung yang

diberi larutan ringer suhu kamar. Kesalahan oleh praktikan kemungkinan di akibatkan

oleh praktikan yang terlalu cepat menghitung frekuensi denyut tanpa membiarkan

larutan adrenalin bereaksi terhadap jantung.

Pada percobaan otomasi jantung, praktikan mendapatkan rata-rata frekuensi

denyut jantung sebesar 3,67. Jantung memiliki kemampuan untuk menjalankan

fungsinya tanpa dipengaruhi oleh saraf. Hal ini terbukti ketika jantung di keluarkan

dari tubuh katak dan di letakkan di cawan petri yang berisi cairan ringer, jantung

masih bisa berdenyut. Jantung katak maupun mamalia mempunyai centrum automasi

yang menyebabkan jantung katak tetap berdenyut setelah seluruh saraf menuju

jantung dipotong. Bahkan bila jantung dipotong, potongan jantung masih bisa

berdenyut. Pada katak frekuensi jantung diatur oleh salah satu dari ketiga pasang

ganglion yaitu ganglion remark, ganglion Ludwig, dan ganglion bidder. Frekuensi

Page 10: Fisio Kardiovaskuler I

denyut jantung yang telah dikeluarkan dari tubuh katak seharusnya lebih besar dari

frekuensi denyut jantung saat masih di dalam tubuh. Karena nervus vagus yang

menginervasi jantung telah dipotong. Nervus vagus membawa sifat parasimpatis yang

dapat menurunkan frekuensi denyut jantung. Oleh karena itu jika nervus vagus telah

dipotong, frekuensi denyut jantung semakin meningkat.

Jantung mempunyai kemampuan untuk berkontraksi secara otomatis

walaupun telah dilepas dari tubuh dan semua saraf menuju jantung telah dipotong.

Namun kuat kontraksi, frekuensi denyut jantung, dan perambatan impuls pada

jantung dipengaruhi oleh saraf otonom, yaitu saraf simpatik dan saraf parasimpatik.

Kedua saraf ini bekerja saling berlawanan. Saraf simpatik bekerja meningkatkan kuat

kontraksi dan frekuensi denyut jantung dan mempercepat perambatan impuls pada

jantung, sedangkan saraf parasimpatik bekerja menurunkan kuat kontraksi dan

frekuensi denyut jantung dan memperlambat perambatan impuls pada jantung

(Supripto 1998).

Pada percobaan asal denyut jantung, praktikan memotong jantung menjadi

dua bagian bagain ventrikel dan atrium. Dan menghitung frekuensi denyut jantung.

Tetapi ventrikel dan atrium yang telah di potong praktikan tidak mengalami

kontraksi. Hal tersebut dapat terjadi akibat kesalahan praktikan dalam memotong

yang terlalu kebawah atau ke ventrikel jantung dan bisa saja karena jantung katak

mengalami kelelahan.

Simpulan

Secara umum jantung katak terbagi atas tiga ruang yaitu, sinus venosus, dua

atrium dan satu ventrikel. Suhu dan zat kimia dapat mempengaruhi frekuens denyut

jantung. Suhu yang yang rendah dapat menurunkan frekuensi denyut jantung,

sedangkan suhu yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung.

Asetilkolin dapat menurunkan frekuensi denyut jantung, sedangkan adrenalin dapat

meningkatkan frekuensi denyut jantung. Jantung katak memiliki centrum otomasi

yang memampukan jantung untuk tetap berkontraksi meskipun berada diluar tubuh.

Page 11: Fisio Kardiovaskuler I

Daftar Pustaka

Campbell NA. Jane B. Reece. Lawrence GM. 2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid 3.

Jakarta: Erlangga.

Guyton AC. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit buku

kedokteran EGC.

Halwatiah. 2009. Fisologi. Makassar: Alauddin Press.

Supripto. 1998. Fisiologi Hewan. Bandung: ITB.