fisio 1.docx
-
Upload
sigitsetiawan2294 -
Category
Documents
-
view
310 -
download
9
Transcript of fisio 1.docx
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida WacanaLaporan Praktikum Fisiologi
Mekanisme sensorik
Kelompok A2
Nama NIM Tanda Tangan
Ketua Kelompok Herlin Indah Bangalino 102014022
Anggota Thya Fitriani 102012398
Sigit Deswanto 102013258
Tresy Kalawa 102013276
Aldesy Yustika Indriani 102014076
Louis Hendri 102014097
Hersi Khansa Alifah 102014164
Alexander Yosua Santoso 102014179
Nur Amira Amalina Binti Mohammad Zulkifli
102014228
Percobaan I ( Perasaan subyektif panas dan dingin )
1
A. Tujuan: Mengetahui perasaan subyektif OP terhadap ransangan panas dan dingin
B. Alat dan bahan
1. 3 waskom dengan air berduhu 200, 300, dan 400
2. Gelas beker dan termometer kimia
3. Es
4. Alkohol dan eter
C. Langkah Kerja
1. Sediakan 3 waskom bersuhu kira-kira 200, 300, dan 400
2. Masukkan tangan kanan ke dalam air bersuhu 200 dan tangan kiri ke dalam air bersuhu
400 selama ± 2 menit
3. Catat kesan apa yang dialami
4. Kemudian masukkan segera kedua tanga itu serentak kedalam air bersuhu 300. catat
kesan apa yang saudara alami
5. Tiup perlahan-lahan kulit punggung tangan jering dari jarak ± 10cm
6. Basahi sekarang kulit punggung tangan tersebut dengan air dan tiup sekali lagi dengan
dengan kecepatan seperti di atas.
7. Bandingkan kesan yang saudara alami hasil tiupan pada sub.5 dan 6
8.Olesi sebagian kulit punggung tangan dengan eter atau alkohol. Kesan apa yang saudara
alami ?
D, Hasil Percobaan
Saat memasukkan tangan kanan pada air bersuhu 20 dan tangan kiri pada air
bersuhu 40 , OP merasakan rasa hangat pada tangan kanan dan rasa dingin pada
tangan kiri yang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi OP
Saat memasukkan tangan kiri dan kanan bersamaan pada air bersuhu 30 , tangan
kanan OP merasakan rasa yang lebih hangat dan tangan kiri OP merasakan rasa lebih
dingin yang sama sehingga OP menyatakan merasa lebih nyaman
Pada punggung tangan yang kering dan ditiup, OP merasakan ada angin yang
berhembus di tangannya dan terasa sejuk.
2
Ketika diberikan air pada pada punggung tangan OP dan kemudian ditiup, OP merasa
tiupan lebih dingin dibandingkan dengan ketika punggung tangan kering.
Kemudian ketika diberikan alkohol atau eter pada punggung tangan OP, lalu ditiup,
OP merasakan sensasi dingin yang jauh lebih dingin dibandingkan pada punggung
tangan kering dan punggung tangan yang dibasahi oleh air.
Percobaan II ( Titik panas, dingin, tekan, dan nyeri di kulit )
A. Tujuan: Mengetahui letak titik panas, dingin, tekan dan nyeri pada kulit
B. Alat dan Bahan:
- Sehelai kertas- Kerucut kuningan- Jarum pentul- Gelas beker dengan air dingin dan panas- Estesiometer rambut Frey
C. Langkah Kerja
1. Letakkan punggung tangan kanan saudara di atas sehelai kertas dan tarik garis pada
pinggir tangan dan jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan.
2. Pilih dan gambarkan di telapak tangan itu suatu daerah seluas 3x3cm dan gambarkan
pula daerah itu d lukisan tangan pada kertas. Kotak 3x3cm dibuat lagi menjadi 12x12
kotak, jadi ∑ 144 kotak kecil.
3. Tutup mata OP dan letakkan punggung tangan kanan di atas meja.
4. Selidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang membrikan garis
panas yang jelas pada telapak tangan tersebut dengan menggunakan keruncut kuningan
yang telah dipanasi. Cara memanasi keruncut kuningan yaitu dengan menempatkannya
pada bejana berisi kikiran kuningan yang direndam air panas bersuhu 500
5. Ulangi penyelidikan yang serupa pada no.4 dengan kerucut kuningan yang telah
didinginkan. Cara mendinginkan kerucur kuningan yaitu dengan menempatkannya
3
dalam bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air es.Tandai titik-titik
dingin yang diperoleh dengan tinta.
6. Selidiki pula menurut cara diatas titik-titik yang memberi kesan tekan dengan
menggunakan estiometer rambut frey dan titik-titik yang memberikan kesan nyeri
dengan jarum.
7. Gambarkan dengan simbol yang berbeda semua titik yang diperoleh pada lukisan
tangan di kertas.
D. Hasil Percobaan
(terlampir)
Percobaan III ( Lokalisasi Taktil )
A. Tujuan: Mengetahui letak atau lokasi taktil (sistem sensorik sentuhan) pada OP
B. Alat dan bahan :
1. jangka
4
C. Langkah kerja :
1. Tutup mata OP dan tekankan ujung pensil pada suatu titik di kulit ujung jarinya.
2. Suruh sekarang OP melokalisasi tempat yang baru dirangsang tadi dengan ujung semua
pensil pula.
3. Tetapkan jarak antara titik rangsang dan titik yang ditunjuk.
4. Ulangi percobaan di atas sampai 5 kali dan tentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung
jari, telapak tangan, lengan bawah, lengan atas dan tengkuk.
D. Hasil Percobaan
a. Percobaan pada Ujung Jari
Ujung Jari 1 : 0,4 cm
Ujung Jari 2 : 0,3 cm
Ujung Jari 3 : 0,4 cm
Ujung Jari 4 : 0,3 cm
Ujung Jari 5 : 0,3 cm
Jarak rata-rata yang dihasilkan: 0,34 cm
b. Percobaan pada Telapak Tangan
Titik 1 : 0,3 cm
Titik 2 : 0,7 cm
Titik 3 : 0,5 cm
Titik 4 : 0,7 cm
Titik 5 : 0,4 cm
Jarak rata-rata yang dihasilkan: 0,52 cm
c. Percobaan pada Lengan Bawah
Titik 1 : 0,9 cm
Titik 2 : 1,4 cm
Titik 3 : 1,5 cm
Titik 4 : 0,3 cm
Titik 5 : 1,3 cm
5
Jarak rata-rata yang dihasilkan: 1,08 cm
d. Percobaan pada Lengan Atas
Titik 1 : 2,2 cm
Titik 2 : 1,4 cm
Titik 3 : 1,5 cm
Titik 4 : 0,3 cm
Titik 5 : 0,2 cm
Jarak rata-rata yang dihasilkan: 1,12 cm
e. Percobaan pada Tengkuk
Titik 1 : 0,8 cm
Titik 2 : 0,6 cm
Titik 3 : 1,0 cm
Titik 4 : 0,6 cm
Titik 5 : 0,8 cm
Jarak rata-rata yang dihasilkan: 0,76 cm
Percobaan IV ( Diskriminasi Taktil )
A. Tujuan: Mengetahui dan memahami diskriminasi taktil
B. Langkah kerja
1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik untuk ujung jari dengan
menempatkan kedua ujung jangka secara serentak ( simultan ) pada kulit ujung jari.
2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai di bawah ambang, kemudian jauhkan
berangsur-angsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik.
3. Ulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan di atas ambang.
Ambil angka ambang terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Lakukan percobaan di atas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua
ujung jangka secara berturut-turut ( suksesif ).
5. Tentukan dengan cara yang sama ( simultan dan suksesif ) ambang membedakan dua
titik ujung jari, tengkuk dan pipi.
6. Catat apa yang saudara alami.
6
Hasil Percobaan
Secara Serentak ( Simultan )
a. Percobaan pada ujung Jari
- Pada jarak 1 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,8 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,6 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,4 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,2 cm : 2 titik ( ambang batas )
- Pada jarak 0,1 cm : 1 titik
b. Percobaan pada Tengkuk
- Pada jarak 5,5 cm : 2 titik ( ambang batas )
- Pada jarak 5 cm : 1 titik
c. Percobaan pada Pipi
- Pada jarak 3 cm : 2 titik
- Pada jarak 2,5 cm : 2 titik
- Pada jarak 2,3 cm : 2 titik
- Pada jarak 2,1 cm : 1 titik
Secara Berturut-turut ( Suksesif )
a. Percobaan pada Ujung Jari
- Pada jarak 1 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,8 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,6 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,4 cm : 2 titik
- Pada jarak 0,2 cm : 2 titik ( ambang batas )
- Pada jarak 0,1 cm : 1 titik
b. Percobaan pada Tengkuk
- Pada jarak 3 cm : 2 titik
- Pada jarak 2,5 cm : 2 titik
- Pada jarak 2,3 cm : 2 titik
- Pada jarak 2,1 cm : 2 titik
- Pada jarak 1,8 cm : 2 titik
7
- Pada jarak 1,5 cm : 2 titik
- Pada jarak 1,2 cm : 2 titik ( ambang batas )
- Pada jarak 1 cm : 1 titik
c. Percobaan pada Pipi
- Pada jarak 1 cm : 1 titik
- Pada jarak 2 cm : 2 titik
- Pada jarak 3 cm : 2 titik
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa OP memiliki kemampuan untuk
menentukan tempat rangsang taktil yang biasa disebut Topognosia.
Percobaan V ( Perasaan Iringan (After Image) )
A. Tujuan: Mengetahui dan memahami apakah yang dimaksud dengan perasaan iringan.
B. Alat dan bahan :
1. pensil
C. Langkah kerja :
1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telinga dan biarkan di tempat itu selama
saudara melakukan percobaan VI.
2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatlah pensil dari telinga saudara dan
apakah yang saudara rasakan setelah pensil itu diambil?
C. Hasil Percobaan
Hasil dari percobaan ini adalah setelah beberapa saat OP meletakkan sebuah
pensil di antara kepala dan daun telinga, kemudian pensil itu diangkat, OP masih
merasakan pensil itu masih berada di antara kepala dan daun telinganya. Hal ini terjadi
karena adanya impuls yang terus beredar dalam lingkaran rantai neuron daerah yang
terangsang, walaupun stimulus sudah tidak ada lagi.
Percobaan VI ( Daya membedakan berbagai sifat benda )
A. Tujuan: Mengetahui besar daya atau kemampuan untuk membedakan berbagai sifat benda.
8
B. Alat dan bahan : 1. amplas2. benda ( pensil, penghapus, rautan, koin)3. kain
C. Langkah kerja :
a. Kekasaran Permukaan Benda
1. Dengan mata tertutup suruh OP meraba-raba permukaan ampelas yang mempunyai derajat kekasaran yang berbeda-beda.
2. Perhatikan kemampuan OP untuk membedakan derajat kekasaran ampelas.
b. Bentuk Benda
1. Dengan mata tertutup, suruh OP memegang-megang benda-benda kecil yang saudara berikan ( pensil, penghapus, rautan, koin dan lain-lain ).
2. Suruh OP menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu.
c. Bahan Pakaian
1. Dengan mata tertutup, suruh OP meraba-raba bahan-bahan pakaian yang saudara berikan.
2. Suruh OP setiap kali menyebutkan jenis/sifat bahan yang dirabanya itu.
Apa nama kemampuan membedakan sifat benda ( ukuran, bentuk, berat, permukaan )?
C. Hasil Percobaan
a. Kekasaran Permukaan Ampelas
Dengan posisi mata tertutup, OP dapat membedakan derajat kekasaran permukaan ampelas dengan cara mengurutkan dari yang permukaannya paling kasar hingga yang permukaannya paling halus.
b. Bentuk Benda
Dengan posisi mata tertutup, OP dapat membedakan bentuk-bentuk benda yang diberikan.Pada percobaan ini, benda-benda yang digunakan adalah pensil, penghapus, rautan, koin, dan penggaris.
c. Bahan Pakaian
9
Dengan posisi mata tertutup, OP dapat membedakan jenis dan sifat dari bahan kain yang ia raba. Bahan kain yang diberikan pada OP berupa kain kasar tidak berserat, kain kasar berserat, dan kain halus.
Dari percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa OP tidak menderita Astereognosis/Stereoagnosis, yaitu suatu kelainan neurologis di mana seseorang tidak bisa membedakan sifat benda (ukuran, bentuk, berat, permukaan) dengan keadaan mata tertutup.
Percobaan VII ( Tafsiran sikap )
A. Tujuan: Mengetahui tafsiran sikap pada OP
B. Langkah kerja
1. Suruh pasien simulasi duduk dan tutup mata.
2. Pegang dan gerakan secara pasif lengan bawah pasien simulasi ke dekat kepalanya,
ke dekat dadanya, ke dekat lututnya, dan akhirnya gantungkan di sisi badannya.
3. Tanyakan setiap kali sikap dan lokasi lengan OP.
4. Suruh OP dengan telunjuknya menyentuh telinga, hidung, dan dahinya dengan
perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya.
5. Perhatikan apakah ada kesalahan.
Bila OP membuat kesalahan dalam melokalisasikan tempat- tempat yang diminta, apakah
kelainan neurologis yang dideritanya ?
C. Hasil Percobaan
Dengan keadaan mata tertutup, OP dapat melakukan gerakan pasif sesuai
dengan pengarahan dari seorang yang lain. Dalam percobaan ini, gerakan pasif yang OP
lakukan dengan pengarahan dari teman lain adalah lengan bawah OP di dekatkan ke
kepalanya, lalu ke dekat dada, kemudian ke dekat lututnya, lalu akhirnya
menggantungkan di sisi badannya.
Dengan keadaan mata tertutup juga, OP dapat melakukan kegiatan yang diperintahkan
oleh seorang lainnya dengan baik.OP disuruh untuk menyentuh leher, telinga, hidung,
dan dahinya dengan perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya.
10
Dari percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa OP tidak menderita
Dysdiadochokinesis, yaitu kelainan neurologis di mana seseorang tidak dapat
melokalisasikan tempat-tempat yang diminta.
Percobaan VIII (Waktu reaksi )
A. Tujuan : menentukkan waktu reaksi B. Alat dan bahan :
1. Mistar 2.
C. Langkah kerja :1. Suruh pasien simulasi duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangan kakannnya
ditepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 2 cm siap untuk menjepit2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada saat titik hitam dengan
menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk pasien tanpa menyentuh jari-jari pasien
3. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan pasien harus menagkapnya selekas-lekasnya. Ulangi latihan ini sebanyak 5 kali.
4. Tetapkan waktu reaksi pasien simulasi ( rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh )Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang ?
D. Hasil percobaan :
- Percobaan 1 : 0,2 - Percobaan 2: 0,26 - Percobaan 3: 0,26 - Percobaan 4: 0,2 - Percobaan 5: 0,18
Rata-rata waktu reaksi yang diperoleh adalah 0,22 , yang menentukan waktu reaksi seseorang adalah focus matanya.
Pembahasan
Salah satu fungsi kulit adalah mengatur suhu tubuh, sehingga kulit memerlukan
reseptor.Kegunaan reseptor adalah untuk mendeteksi panas dan dingin.Sebagai contoh, jika
11
udara luar panas. Reseptor akan menerima stimulus, pembuluh darah melebar, dan aliran darah
melambat. Akibat-nya akan jarang buang air kecil, mengeluarkan keringat, dan suhu tubuh turun.
Berhubungan dengan percobaan 1 dan 2, dapat diketahui bahwa ada beberapa reseptor yang di
klasifikasikan menurut beberapa kategori, antara lain :
Kategori lapisan :
a) Epidermis : untuk mendeteksi sentuhan.
Merkel’s disc : untuk mendeteksi sentuhan oleh orang lain yang tidak di kenal.
Meisner’s corpuscle : untuk mendeteksi sentuhan orang yang di kenal.
b) Dermis
Ruffini’s : untuk mendeteksi panas.
End Krause : untuk mendeksi dingin.
Reseptor Paccini’s : untuk mendeteksi tekanan.
Free Nerve Ending: untuk mendeteksi rasa sakit.
Kategori tipe energi rangsangan :
a) Termoreseptor (peka terhadap perubahan suhu).
b) Mekanoreseptor (peka terhadap sentuhan dan tekanan).
c) Kemoreseptor (peka terhadap perubahan kimiawi).
d) Osmoreseptor (peka terhadap perubahan tekanan osmotik).
Kategori sumber rangsangan :
a) Ekteroreseptor, terletak pada permukaan tubuh dan berespons terhadap rangsangan
eksterna atau luar.
b) Proprioreseptor, berespons terhadap perubahan posisi dan pergerakan terutama
berhubungan dengan sistem muskuloskeletal.
c) Interoreseptor, terletak pada visera/ alat dalam dan pembuluh darah.
Kategori Morfologi :
a. Badan terakhir yang bebas/ terbuka (tanpa kapsul) yang tak berhubungan dengan tipe
sel lainnya.
b. Badan akhir yang berkapsul (korpuskular) yang mengandung unsur bukan saraf di
samping saraf badan akhir saraf.
Menurut percobaan 1, hal itu terjadi karena adanya temperatur reseptor/
thermoreseptor. Sensasi suhu diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri,
12
dikirim ke formatio retikularis, thalamus dan korteks primer sensoris. Thermoreseptor
merupakan reseptor yang akan aktif bila temperatur berubah dan cepat beradaptasi.
Sehingga pada percobaan dimana tangan kanan dimasukan ke dalam air bersuhu 20ºC
akan merasakan dingin karena tubuh akan secara otomatis melepaskan kalor. Sedangkan
untuk percobaan dimana tangan kiri dimasukan ke dalam air bersuhu 40ºC akan merasa
panas karena menerima kalor dari lingkungan. Serta untuk kedua tangan yang dimasukan
ke dalam air bersuhu 30ºC, tangan kanan yang tadinya merasa dingin jadi merasa
panas/hangat. Untuk tangan kiri yang tadinya merasa panas jadi merasa dingin/sejuk. Hal
tersebut terjadi karena tangan kanan menerima kalor dan tangan kiri melepas kalor.
Menurut percobaan 1 tentang tiupan pada tangan kering dan tangan basah, hal ini
terjadi karena penguapan. Punggung tangan kering terasa sejuk, punggung tangan basah
karena air terasa dingin, dan punggung tangan basah karena alkohol terasa sangat dingin.
Hal ini dapat terjadi karena masa jenis alkohol lebih ringan, sehingga penguapan sangat
cepat terjadi. Sedangkan untuk air yang masa jenis nya lebih rendah, akan mengalami
penguapan yang lebih lambat. Perbedaan dinginnya disebabkan oleh penguapan yang
menguapkan kalor bersama cairan tersebut, sehingga punggung tangan akan terasa lebih
sejuk atau dingin ketika ditiup.
Menurut percobaan 2, hasil yang diberikan menunjukkan bahwa tidak seluruh
bagian tangan memberikan rangsangan. Setiap rangsangan memiliki reseptornya masing-
masing. Secara detail, reseptor-reseptor yang bekerja pada kulit percobaan antara lain;
1. Korpuskulus peraba (meissner) terletak pada papila dermis, khususnya pada ujung
jari, bibir, puting dan genetalia. Bentuknya silindris, sumbu panjangnya berukuran
±80 µm, lebar sekitar 40 µm. Pada bagian tengah terdapat sel silindris, tersusun
transversal. Sel saraf ada di setiap korpuskel dan serat saraf ini mempunyai
banyak cabang yang mengandung mielin dan yang tak mangandung mielin.
Korpuskulus ini peka terhadap sentuhan dan memungkinkan diskriminasi/
pembedaan dua titik (mampu membedakan rangsang dua titik yang letaknya
berdekatan).
2. Korpuskulus berlamel (vater pacini), ditemukan di jaringan subkutan, khususnya
telapak tangan, telapak kaki, jari, puting, periosteum, mesenterium, tendo,
ligamen dan genetalia eksterna. Bentuk bundar/lonjong, panjang 2 mm, diameter
13
0,5-1 mm, banyak mengandung mitokondria, dikelilingi 60 lamela rapat (terdiri
dari sel gepeng yang tersusun bilateral dengan dua alur longitudinal). Bentuknya
paling besar dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Setiap korpuskulus disuplai
sebuah serat bermielin besar yang telah kehilangan sel schwann pada tepi
korpuskulus. Korpuskulus ini berfungsi untuk menerima rangsangan tekanan yang
dalam.
3. Korpuskulus gelembung (krause); ditemukan di daerah mukokutis (bibir dan
genetalia eksterna) dan pada dermis (rambut). Korpuskel berbentuk bundar,
diameter ±50 µm, punya kapsula tebal yang menyatu dengan endoneurium. Serat
bermielin kehilangan mielin dan cabangnya, tetapi diselubungi dengan sel
schwann. Seratnya mungkin bercabang/berjalan spiral dan berakhir sebagai akhir
saraf yang bergelembung. Korpuskel ini jumlahnya semakin berkurang dengan
bertambahnya usia. Korpuskel ini berguna sebagai mekanoreseptor yang peka
terhadap dingin.
4. Korpuskulusruffini, ditemukan di jaringan ikat termasuk dermis dan kapsula sendi.
Mempunyai sebuah kapsula jaringan ikat tipis yang mengandung ujung akhir saraf
yang bergelembung. Korpuskulus ini merupakan mekanoreseptor. Korpuskulus
terdiri dari berkas kecil serat tendo (fasikuli intrafusal) yang terbungkus dalam
kapsula berlamela. Akhir saraf tak bermielin yang bebas, bercabang disekitar
berkas tendonya.Korpuskulus ini terangsang oleh regangan atau kontraksi otot
yang bersangkutan juga untuk menerima rangsangan panas.
5. Ujung saraf bebas/Free nerve ending, sebagai ujung akhir saraf bebas pada
banyak jaringan tubuh dan merupakan reseptor sensorik utama dalam kulit. Serat
akhir saraf bebas ini merupakan serat saraf yang tak bermielin dilanjutkan serat
saraf terbuka yang berjalan di antara sel epidermis. Sebuah serat saraf seringkali
bercabang-cabang banyak dan mungkin berjalan ke permukaan, sehingga hampir
mencapai stratum korneum. Serat yang berbeda mungkin menerima perasaan raba,
nyeri dan suhu. Beberapa saraf berhubungan dengan jaringan epitel khusus. Pada
epidermis berhubungan dengan sel folikel rambut dan mukosa oral, akhir saraf
membentuk badan akhir seperti lempengan (diskus/korpuskel merkel). Badan ini
merupakan sel yang berwarna gelap dengan banyak juluran sitoplasma. Seperti
14
mekanoreseptor badan ini mendeteksi pergerakan antara keratinosit dan
kemungkinan juga gerakan epidermis sehubungan dengan jaringan ikat di
bawahnya. Telah dibuktikan bahwa beberapa diskus merkel merespon rangsangan
getaran dan juga reseptor terhadap dingin.
Sehingga ketika diterapkan pada percobaan 2, dapat diketahui bahwa seluruh reseptor di
atas adalah reseptor yang menerima seluruh rangsangan yang tersebar di seluruh tubuh.
Reseptor-reseptor ini juga tidak secara keseluruhan sama dalam jumlah dan tempat. Oleh karena
itu, pada percobaan dapat dilihat bahwa ada tempat yang tidak terasa dan jumlah titik respon
yang berbeda jumlahnya.
Reseptor taktil adalah mekanoreseptor.Mekanoreseptor berespons terhadap perubahan
bentuk dan penekanan fisik dengan mengalami depolarisasi dan menghasilkan potensial
aksi.Apabila depolarisasinya cukup besar, maka serat saraf yang melekat ke reseptor akan
melepaskan potensial aksi dan menyalurkan informasi ke korda spinalis dan otak. Dikriminasi
titik adalah kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujung.
Normalnya dua titik dapat dibedakan pada ujung jari tangan 2–4 mm, dapat dibedakan pada
dorsum pedis 30-40mm. Hampir semua informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran
masuk ke korda spinalis melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai.
Pada tempat dimana tidak ada rambut, tetapi dengan kepekaan yang besar terdapat
stimulus taktil, ternyata banyak corpuscullum tactus.Reseptor taktil yang berbeda
memilikikepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda. Semakin distal (lebih
menjauhi pangkal badan), maka akan semakin sensitif dalam melokalisasitaktil.Kepekaan kulit
yang berambut terhadap stimulus besar, sehingga diduga bahwa akhiran syaraf yang mengelilingi
foliculus rambut adalah reseptor taktil.Perasaan taktil dapat dibedakan menjadi perasaan taktil
kasar dan perasaan taktil halus.Impuls taktil kasar dihantarkan oleh tractus spinothalamicus
anterior, sedangkan implus taktil halus dihantarkan melalui faciculus gracilisdan faciculus
cunneatus.Istilah untuk kemampuan seseorang mampu menentukan tempat rangsang taktil
disebuttopognasia.
Sensasi taktil yang terdiri dari raba, tekanan dan getaran sering di golongkan sebagai
sensasi terpisah, mereka semua dideteksi oleh jenis reseptor yang sama. Satu – satunya
perbedaan diantara ketiganya adalah :
15
1) Sensasi raba, umunya disebabkan oleh reseptor taktil di dalam kulit atau di dalam
jaringan tepat dibawah kulut.
2) Sensasi tekanan biasanya disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan yang lebih dalam
3) Sensasi getaran, disebabkan oleh sinyal sensori yang berulang dengan cepat, tetapi
menggunakan beberapa jenis reseptor yang sama seperti yang digunakan untuk raba dan
tekanan.
Kemampuan pancaindra untuk membedakan keberadaan 2 titik yang mendapat
rangsangan sangat dipengaruhi oleh mekanisme inhibisi lateral.Mekanisme ini meningkatkan derajat
kontrasnya pada pola yang disadari. Setiap sensorik bila dirangsang, secara simultan akan
menghasilkan sinyal inhibitorik lateral ( sinyal ini menyebar ke sisi sinyal eksitatorik dan
menghambat neuron yang berdekatan ). Contoh, neuron yang dirangsang di nukleus kolumna
dorsalis.Selain dari pusat sinyal eksitatorik juga menjalarkan sinyal inhibitorik ke neuron di
sekitarnya.Jadi, sinyal ini lewat melelui interneuron tambahan yang mensekresi transmitter
inhibitorik.
TPL adalah sistem yang menyebar dan melingkar. TPL ( Two point localization ) lebih
peka pada bagian yang menonjol, seperti bibir, hidung, mata, ujung jari dan telinga. Waktu
mempengaruhi sehingga ada penyebaran sensasi.Menurut percobaan ketiga, dapat diketahui
bahwa lokalisasi taktil terjadi karena adanya reseptor taktil yang membantu penangkapan
rangsangan menurut tipenya masing-masing, dan dibantu dengan kemampuan lokalisasi taktil,
yaitu topognasia.Menurut hasil yang ada, dapat disimpulkan bahwa lokalisasi taktil dapat terjadi
sensitif di bagian jari dan untuk yang tidak sensitif terjadi pada telapak tangan. Menurut
percobaan keempat, dapat diketahui bahwa diskriminasi taktil itu terjadi karena adanya
mekanisme inhibisi lateral yang membuat terjadinya 1 perasaan meskipun terjadi 2 rangsangan
pada bagian tubuh yang disentuh. Dapat disimpulkan bahwa diskriminasi taktil terjadi karena
adanya 2 rangsangan yang terjadi pada 1 tempat yang cukup kecil. Menurut hasil dari percobaan
keempat, ambang diskriminasi taktilnya yang paling besar berada di tengkuk ( leher bagian
belakang ) dan yang terkecil terdapat di ujung jari.
Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui tekanan,
getaran dan sifat sifat fisik benda, mengakibatkan kita terbiasa dalam memakai benda
16
tersebut.sehingga pada saat mencopot benda, reseptor-reseptor tersebut memperlihatkan suatu
“off reseptor” dan adanya sirkuit reverberasi atau sirkuit bolak balik menyebabkan kita
menyadari bahwa benda telah di copot. Mekanisme adaptasi ini dilakukan oleh badan paccini.
Perasaan iringan terjadi karena adanya impuls yang terus beredar dalam lingkaran rantai
neuron daerah yang terangsang, walaupun stimulus sudah tidak ada lagi.
Pada percobaan 6, OP dapat membedakan kekasaran benda, mengenali benda yang ia
raba dan membedakan kain dengan baik. OP dapat membedakan dengan baik karena kulit
mempunyai daya sensibilitas raba.Daya sensibilitas ini dipengaruhi oleh korteks
somatosensorik.Korteks ini melakukan dikriminasi spasial sehingga kita mampu membedakan,
mengetahui bentuk dan dapat membedakan keringanan benda yang sedang kita pegang.Reseptor
yang bertugas dalam hal ini adalah reseptor meissner.Reseptor ini tidak tersebar secara
merata.Reseptor ini tersebar lebih banyak pada ujung jari dibandingkan pada pergelangan
tangan.Apabila OP tidak dapat membedakan sifat benda dengan baik maka OP mengelami
kelainan neurologis yang disebut dengan astereognesis. Pada percobaan ini OP tidak mengalami
masalah dalam membedakan sifat-sifat benda yang ia pegang oleh sebab itu OP tidak mengalami
astereognesis.
OP dapat membedakan berbagai benda dan dapat membedakan kain dengan baik.Hal ini
dikarenakan adanya sensibilitas raba pada kulit.Daya membedakan berbagai sifat benda
dipengaruhi oleh korteks somatosensorik.Korteks ini dapat melakukan diskriminasi spasial,
sehingga mampu mengetahui bentuk benda yang sedang dipegang dan dapat membedakan
perbedaan ringan antara benda-benda serupa yang berkontak dengan kulit.Reseptor yang
berperan adalah reseptor Meissner. Distribusi reseptor ini tidak sama rata. Distribusi di ujung jari
jauh lebih luas dibandingkan distribusi di pergelangan tangan.Apabila OP membuat kesalahan
dalam membedakan sifat benda, maka OP mengalami kelainan neurologis yang disebut
Astereognesis.
Kesimpulan : Korteks OP dapat melakukan diskriminasi spasial dan tidak melakukan kesalahan
dalam membedakan sifat benda sehingga OP tidak mengalami kelainan neurologis yang disebut
Astereognesis.
17
Gerak adalah suatu tanggapan tehadap rangsangan baik itu dari dalam tubuh maupun dari
luar tubuh.Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan
penghantaran impuls oleh saraf.Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh kita tak lepas
dari peranan system saraf.Sistem saraf ini tersusun atas jaringan saraf yang di dalamnya terdapat
sel-sel saraf atau neuron.
Sistem saraf memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pusat koordinasi segala aktivitas tubuh
2. Pusat kesadaran, memori dan intelegansi
3. Higher mental process, yaitu reasoning (penalaran), thinking (berpikir), judgement
(pengambilan keputusan).
Jalan dari gerak reflex adalah mulai dari stimulus diterima reseptor, kemudian impus
tersebut dibawa oleh saraf sensorik menuju sum-sum tulang belakang, kemudian impul
dilanjutkan oleh saraf motorik, kemudian diterima oleh efektor maka terjadilah
respon/tanggapan.
Selain itu, OP dapat menunjukkan dengan tepat posisi, sikap tubuh, beserta bagian-
bagiannya karena adanya rasa dalam atau propriosepsi yang menyebabkan OP sadar dan tahu
posisi atau sikap tubuh serta bagian-bagiannya pada waktu bergerak.Rasa dalam adalah rasa
posisi atau sikap dan rasa gerak.Bila OP salah dalam melokalisasi tempat-tempat yang diminta,
maka OP mengalami kelainan neurology yang disebut Dysdiadochokinesis.
Kesimpulan : OP tidak mengalami kelainan neurology yang disebut Dysdiadochokinesis karena
OP dapat melokalisasikan dan menunjuk tempat yang diminta tanpa melakukan kesalahan sama
sekali.
Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan subyektif antara rasa panas dan dingin
2. Titik panas,dingin,tekan dan nyeri berada pada tempat yang berbeda di kulit
3. Kemampuan lokalisasi taktil seseorang tidak sama besar pada seluruh bagian tubuh,
18
Hampir semua informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke korda
spinalis melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai. TPL (lokalisasi taktil) lebih peka
pada bagian yang menonjol, seperti hidung, mata, bibir, dan lain-lain.
4. Apabila kedua titik menyentuh lapangan reseptif yang sama, keduanya akan dirasakan
sebagai satu titik
5. Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui tekanan,
getaran dan sifat-sifat fisik benda,mengakibatkan kita terbiasa dalam memakai benda
tersebut
6. Kemampuan dapat membedakan berbagai sifat benda menunjukkan bahwa sifat sensoris
7. Jika tafsiran sikap benar, maka daya menentukan sikap anggota tubuh baik.
Daftar pustaka
1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009. Hal 212-25
2. Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2009.Hal 148-
55
3. Syaifuddin H.Anatomi fisiologi . Edisi 3. Jakarta:Penerbit EGC; 2006. hal 299
4. Sherwood L. fisiologi manusia .Jakarta: penerbit EGC; 2012.hal 203
19