Final Report Casting Practice
Transcript of Final Report Casting Practice
LABORATORIUM METALURGI PROSES
DEPT. METALURGI DAN MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM
NPM / KELOMPOK : 0806331683 / KELOMPOK 12
TANGGAL DIKUMPULKAN : 2 MEI 2011
TANGGAL DITERIMA : 2 MEI 2011
KETERANGAN :
I. Tujuan percobaan
1. Memahami perancangan sistem saluran dan penambah
yang sesuai dengan dimensi logam yang akan dicor.
2. Memahami cara-cara pembuatan cetakan pasir yang baik
yang sesuai dengan rancangan pola yang ada.
3. Memahami cara-cara pembuatan inti sesuai dengan
bentuk benda cor.
4. Memahami tahap-tahap persiapan dapur peleburan.
5. Memahami tahap-tahap peleburan logam.
6. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan
pasir yang telah dibuat.
7. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada
logam hasil penuangan serta cara-cara pencegahannya.
8. Memahami sifat-sifat logam hasil coran sesuai dengan
komposisi paduan yang digunakan.
II. Data dan Gambar Benda Cor
II.1 Tabel Data
Data yang diperoleh pada praktikum pengecoran logam ini
adalah sebagai berikut:
Tabel II.1 Spesifikasi Praktikum Cor Kelompok 12
Nama Produk Kunci
Jenis Pola Pola belah kayu dengan inti
Komposisi
Material Al-Si-Mg
Komposisi
Pasir Cetak
Pasir Muka:
-Pasir Silika
-Bentonit
-Gula Tetes
-Air
-Serbuk arang
Total
5040 gr (84%)
420 gr (7%)
300 gr (5%)
180 gr (3%)
60 gr (1%) +
6000 gr (100%)
Jenis Dapur Dapur krusibel
Temperatur
Tuang ± 750C
Waktu Tuang 15 detik
Berat Benda
Cor Ditambah
Gating System
dan Riser
2029,6 gr
Berat Benda
Cor 1635,2 gr
Tinggi Sprue 101 mm
Yield 80,57%
Casting
Defects Inklusi pasir, sirip dan shrinkage
II.2 Gambar Produk Cor (terlampir di A4)
III. Analisa
III.1 Proses Pembuatan Pasir
Pada pembuatan cetakan pasir, digunakan dua macam
jenis pasir, yaitu pasir muka (facing sand) dan pasir
pendukung (backing sand). Pasir muka merupakan pasir yang
mempunyai kualitas yang sangat baik dan digunakan pasir
baru. Hal ini dikarenakan pasir ini langsung berhadapan atau
tempat kontak pertama dengan logam cair sehingga pasir
muka menentukan hasil permukaan logam yang akan
dihasilkan. Pada praktikum ini, pasir muka dibuat dengan
komposisi sebagai berikut: pasir silika 5040 gr, bentonit 420
gr, serbuk arang 60 gr, gula tetes 300 gr dan air 180 gr.
Bahan-bahan tersebut diaduk dengan tangan sampai merata.
Seteleh campuran sudah cukup liat, maka pasir muka sudah
siap untuk digunakan.
Pasir pendukung (backing sand) merupakan pasir yang
digunakan untuk mengisi dan melapisi seluruh bagian
rongga pada cup dan drag setelah pola ditutup permukaannya
oleh pasir muka. Pembuatan pasir pendukung ini
menggunakan pasir reklamasi yang merupakan pasir yang
telah dipergunakan pada praktikum pengecoran logam
sebelumnya. Pasir reklamasi tersebut dipisahkan dari pasir
yang lebih keras (pasir yang telah terbakar) dan kotoran yang
terdapat di dalamnya. Pasir yang dipilih ialah pasir yang
masih baik serta memiliki tingkat collapsibility yang baik
sehingga pada proses pengadukan, mesin yang digunakan
tidak rusak atau terhambat. Pasir pendukung ini ditambahkan
sedikit air dan bentonit untuk menambah daya ikat pasir.
Setelah proses pencampuran pasir, dilakukan proses
pelapisan pola kayu dan sistem saluran dengan lilin. Pola
kayu harus dilapisi lilin agar mudah dilepas dari cetakan pasir
setelah proses ramming. Proses pertama adalah pembuatan
drag atau bagian bawah cetakan. Pola belah bagian bawah
beserta runner, sprue base dan ingate diletakkan ditengah
drag yang sebelumnya telah diberi bedak. Tujuan pemberian
bedak agar pola kayu mudah dilepas dari cetakan. Setelah itu,
pasir dimasukkan ke dalam drag secara bertahap. Setelah
dirasa seluruh pasir muka telah menutupi semua permukaan
pola, dilakukan proses ramming dengan menggunakan alat
rammer dan palu. Proses ini perlu dilakukan secara hati-hati
agar pola tidak rusak dan bergeser. Setelah terbentuk satu
lapisan yang padat, diberi guratan pada pasir agar terjadi
ikatan mekanik antara lapisan yang lama dengan lapisan yang
baru dan berguna untuk mencegah cetakan ambruk atau
hancur saat diangkat.
Proses selanjutnya adalah pembalikan drag dan
pemasangan pola untuk cup, yaitu riser, sprue, dan pola
belah yang letaknya disesuaikan dengan pola pada drag.
Pemasangan pola benda dan sistem saluran dilakukan dengan
memasangakan paku atau pin yang telah dibuat dengan
lubangnya pada pola di bagian drag yang telah tertimbun
pasir. Lalu proses pembuatan pasir cetak yang sama pada
drag dilakukan pula untuk cup. Setelah cup dan drag
memadat, kami melakukan proses pelepasan riser dan sprue
dari bagian cup dengan bantuan asisten. Selanjutnya
dilakukan proses pemisahan cup dan drag.
Untuk mempermudah proses pengeluaran pola, diberikan
goresan-goresan pada pinggir-pinggir pola. Selain itu, pola
juga diketuk berulang kali dengan palu kecil untuk
mengendurkan pola kayu agar terlepas dari cetakan. Kami
memasang paku ulir sebagai alat untuk membantu
mengangkat pola dari cetakan.
Pada bagian drag, kami melepaskan pola belah bawah
bersamaan dengan runner dan ingate. Hal ini dikarenakan
pola belah kami yang menyatu dengan runner dan ingate.
Kesulitan terjadi pada saat pelepasan bagian depan pola kayu
kunci. Hal ini dikarenakan pada bagian ujung kunci terdapat
mata kunci yang cukup tipis dan sulit diangkat. Setelah
berkali-kali digores dan diketuk, ternyata bagian depan
tersebut ikut terangkat bersama pola kayu. Ikut terangkatnya
pasir bersama pola kayu disebabkan karena terlalu tipisnya
celah pada pola sehingga pada saat penggoresan tidak terlalu
efektif untuk mencegah terangkatnya pasir. Proses pelepasan
pola dari cetakan yang sama juga dilakukan pada bagian cup.
Proses selanjutnya adalah pembersihan cetakan pasir yang
terbentuk dengan kuas dan alat compressor untuk mencegah
adanya pasir yang ikut masuk ke dalam logam cair. Cetakan
kelompok kami tidak dilakukan proses coating, melainkan
langsung dibakar agar cetakan pasir tersebut kering dan kuat.
Langkah terakhir dalam pembuatan cetakan pasir adalah
menyatukan cetakan cup dan drag.
III.2 Proses Peleburan
Proses peleburan aluminium dilakukan di dapur krusibel
dengan bahan bakar briket. Keunggulan dari dapur ini adalah
bahan bakar yang ekonomis dan proses yang sederhana[2]
.
Kekurangan dapur ini adalah kita tidak dapat mengatur suhu
peleburan aluminium cair sehingga kita tidak mengetahui
apakah suhu peleburan yang digunakan terlalu rendah atau
terlalu tinggi.
Proses peleburan diawali dengan persiapan dapur
peleburan dan peralatan pendukung yang digunakan selama
proses peleburan. Pengotor yang terdapat pada permukaan
kowi dan wadah pengangkat logam cair dibersihkan terlebih
dahulu. Setelah bersih, selanjutnya kowi, wadah pengangkat
logam dan casting tools dilapisi dengan suatu lapisan coating.
Kemudian peralatan tersebut dikeringkan hingga lapisan
coating tersebut kering. Tujuan pemanasan ini agar coating
menutup peralatan dengan sempurna dan menghilangkan
kotoran yang ada seperti uap air.
Setelah itu, scrap dari aluminium dimasukkan ke dalam
kowi. Komposisi dari scrap aluminium tersebut adalah suatu
paduan Al-Mg-Si. Pemasukan umpan aluminium dilakukan
secara bertahap. Saat dilakukan pemanasan batangan
aluminium, dilakukan juga pemanasan terhadap laddle dan
alat pengaduk yang keduanya sudah di-coating terlebih dulu.
Hal ini dilakukan untuk menutup permukaan yang sudah di-
coating dengan baik dan menghilangkan air yang menempel
serta menghindari terjadinya thermal shock[2]
.
Pada saat proses peleburan, umpan briket batu bara
dikontrol secara konstan agar suplai panas ke dalam dapur
peleburan tetap berjalan. Pada praktikum pengecoran logam
ini, proses peleburan logam yang akan dicor tidak melibatkan
proses pendukung seperti proses degassing, proses grain
refining ataupun proses modifikasi. Setelah seluruh scrap
aluminium telah melebur secara sempurna maka tahapan
selanjutnya adalah tahapan pengecoran logam pada cetakan
yang telah dibakar sebelumnya.
III.3 Material Cetakan
Pasir yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
pasir silika yang terdiri atas pasir muka (facing sand) dan
pasir pendukung (backing sand). Kualitas pasir muka yang
digunakan pada praktikum ini memiliki butir pasir yang
digunakan relatif agak kasar. Hal ini dapat menyebabkan
permukaan produk hasil coran tidak halus karena ukuran
butir pasir sangat mempengaruhi kehalusan permukaan
produk cor[5]
. Semua komponen atau bahan yang digunakan
pada pembuatan pasir muka ini semuanya berada dalam
keadaan baru. Komposisi dari setiap bahan pembuatan pasir
muka ini juga telah dihitung dan ditimbang dengan tepat
sehingga diharapkan dapat menghasilkan kualitas pasir
muka yang optimal. Proses pembuatan pasir muka juga
sudah berjalan dengan baik di mana proses pencampuran
dan pengadukan seluruh bahan pembuat pasir muka telah
dilakukan dengan baik sehingga kekuatan dan keliatan dari
pasir muka sudah cukup baik. Pasir cetak yang kami
gunakan pada praktikum ini memiliki komposisi seperti
terlihat pada tabel II.1, yaitu 84% pasir silika, 7% bentonit,
5% gula tetes, 3% air, dan 1% serbuk arang. Bahan-bahan
tersebut memiliki berat total sebesar 6000 gr.
Pasir silika adalah komponen utama karena jumlahnya
yang melimpah dan harganya yang murah[5]
. Pasir silika
juga punya keunggulan karena sifat refractory (tahan
apinya) yang sangat baik pada temperatur mencapai 1700°C.
Butir pasir yang relatif bulat sangat disukai karena akan
memberikan kondisi optimal dalam pemakaian pengikat
(binder).
Bentonit digunakan sebagai pengikat (binder) karena
merupakan tanah liat (clay) yang mampu menyerap air
sehingga membentuk ikatan yang kuat antar pasir.
Penambahan bentonit akan meningkatkan kekuatan tekan
baik basah maupun kering[5]
. Akan tetapi bentonit yang
berlebih akan menurunkan permeability dari cetakan pasir.
Air dipakai agar terjadi ikatan antara bahan-bahan yang
digunakan sehingga terbentuk ikatan yang kuat. Penggunaan
air harus tepat karena jika berlebih maka akan menurunkan
kekuatan tekan, baik basah maupun kering serta dapat
menurunkan permeability[5]
. Hal ini dikarenakan air yang
berlebih akan mengisi celah-celah antar pasir sehingga
mengurangi jalan keluar gas. Air yang terperangkap juga
akan menguap jika terkena panas sehingga dapat
menurunkan kekuatan tekan keringnya.
Serbuk arang digunakan untuk mendapatkan sifat
mampu ambruk (collapsibility) yang baik dan juga untuk
menghasilkan permukaan benda cor yang halus[5]
. Serbuk
arang dapat meningkatkan sifat mampu ambruk dari cetakan
pasir karena serbuk arang akan terbakar ketika logam cair
mengenai cetakan sehingga meninggalkan pori-pori kecil
yang menjadikan cetakan mudah dihancurkan.
Selain menggunakan pasir muka, praktikum ini juga
menggunakan pasir pendukung (backing sand). Pasir ini
biasanya memiliki kualitas yang lebih rendah daripada pasir
muka. Pasir pendukung ini menggunakan pasir reklamasi
yang merupakan pasir yang telah dipergunakan pada
praktikum pengecoran logam sebelumnya. Pasir yang dipilih
adalah pasir yang masih baik serta memiliki tingkat
collapsibility yang baik sehingga pada proses pengadukan,
mesin yang digunakan tidak rusak atau terhambat. Pasir
pendukung ini ditambahkan sedikit air dan bentonit untuk
menambah daya ikat pasir.
III.4 Material Cor
Bahan baku benda cor yang digunakan berupa scrap
karena logam aluminium yang murni memiliki kekuatan
yang rendah, harga mahal, titik lebur tinggi, dan
penyusutannya mencapai 6% sehingga tidak bisa
digunakan. Material scrap ini adalah suatu paduan Al-Mg-
Si. Jumlah keseluruhan alumunium yang digunakan berasal
dari scrap sehingga perbandingan komposisi aluminium
ingot dan scrap adalah 0:100. Hal ini akan menyebabkan
timbulnya inklusi, dross yang banyak dan membuat gas
mudah masuk[2]
. Penggunaan scrap dalam jumlah banyak,
dimaksudkan untuk menghemat biaya karena ini hanya
suatu simulasi percobaan.
Sifat dari benda cor tentunya didasari oleh sifat dari
alumunium sebagai komposisi utamanya (base metal).
Karakteristik dari alumunium yaitu berat jenis yang ringan
(2,7 gr/cm3), titik leburnya yang rendah (660C) sehingga
tidak membutuhkan energi peleburan yang tinggi, daya
hantar panasnya 2,5 kali lebih besar dari baja, mudah
dipadu (alloying), hasil permukaan cor yang halus, dan
tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan
oksida yang tipis dan rapat sehingga melindungi
aluminium[2]
. Dalam bentuk murninya aluminium memiliki
sifat mampu cor dan sifat mekanis yang jelek. Oleh karena
itu, digunakan paduan alumunium karena sifat-sifat
mekanisnya akan diperbaiki dengan menambahkan
paduannya.
Penambahan paduan Mg memiliki efek yaitu
meningkatkan kekerasan dan kekuatan dengan mekanisme
precipitation hardening, serta meningkatkan ketahanan
korosi. Sedangkan Si memberikan efek peningkatan sifat
castability. Setelah paduan diperoleh (Al-Si-Mg), sifat
benda yang didapatkan menjadi kuat tetapi ringan, tahan
terhadap korosi, ketahanan terhadap asam maupun basa,
dan mudah dilakukan machining.
III.5 Teori Pembekuan
Setelah dilakukan proses peleburan dan penuangan ke
dalam cetakan, proses selanjutnya adalah proses pembekuan
atau solidifikasi. Apabila material dalam kondisi cair
diturunkan temperaturnya, maka energi kinetik rata-ratanya
turun dan molekul lebih banyak yang bersatu sehingga
menyebabkan membekunya material tersebut. Ketika mulai
membeku, kristal-kristal mulai tumbuh dalam fasa liquid.
Waktu saat kristal mulai tumbuh dikenal dengan nama
nukleasi dan titik terjadinya disebut titik nukleasi. Proses
solidifikasi ini sangat penting untuk mendapatkan produk
tanpa cacat (reject), tidak ada penyusutan (shrinkage) dan
menghasilkan butir-butir yang halus sehingga dihasilkan
produk cor dengan sifat mekanis yang baik.
Pada proses pengecoran, pembekuan dimulai dari bagian
permukaan cetakan karena panas dari logam cair akan
langsung diserap oleh dinding cetakan. Pada bagian ini,
seluruh struktur kristal akan berbentuk bulat (equiaxed).
Setelah penuangan logam cair, maka gradien temperatur dari
dinding cetakan akan menurun dan kristal yang terdapat
pada outer chill zone akan tumbuh membentuk struktur
kristal dendritik sesuai dengan arah kristalografinya[1]
. Hal
ini akan mendorong terbentuknya butir columnar pada arah
kristalografi tersebut. Setelah itu akan terbentuk central
equiaxed zone yang terdiri atas butir yang berbentuk bulat
(equiaxed). Pembentukan equiaxed grain diawali oleh
pelelehan dari pinggiran lengan dendrit. Jika temperatur di
sekitar dendrit meningkat maka bagian pinggir dari lengan
dendrit tersebut akan meleleh dan terlepas dari induknya.
Proses ini dibantu oleh adanya arus konveksi turbulen pada
lelehan yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur yang
akan membawa lengan dendrit yang telah meleleh tersebut
membentuk dendrit baru dengan bentuk bulat (equiaxed) [1]
.
Aluminium cair yang dituang ke dalam cetakan memiliki
laju pendinginan yang cukup besar. Mekanisme yang terjadi
selama proses pembekuan logam dapat dijelaskan seperti
gambar di bawah ini:
Gambar III.1 Mekanisme Pembekuan Logam
III.6 Diagram Fasa Biner Al-Si
Gambar III.2 Diagram Fasa Al-Si
Titik eutektik paduan Al-Si terdapat pada komposisi
12,6% Si pada suhu 577°C. Daerah eutektik atau di
bawahnya merupakan daerah penting pada paduan Al-Si
karena titik leburnya yang rendah sehingga mudah untuk
proses pengecoran[2]
. Umumnya pada paduan Al-Si eutektik
memiliki fluiditas yang baik karena tidak melalui fasa semi
solid namun penyusutan logamnya sangat tinggi. Struktur
yang terbentuk pada daerah tersebut adalah campuran Al-Si
eutektik dan aluminium primer yang berbentuk dendrit[2]
.
Paduan Al-Si dengan Si lebih besar dari 12,6%
membentuk struktur silikon primer yang bersifat keras dan
getas sehingga sulit dilakukan proses permesinan. Silikon
primer yang terbentuk ini tidak seragam dan tidak
terdistribusi secara merata. Untuk memperbaikinya,
dilakukan modifikasi silikon primer dengan modifier P atau
Sb[2]
. Penambahan modifier P mengubah struktur Si yang
berbentuk jarum dan balok menjadi lebih bulat.
III.7 Diagram Fasa Ternary Al-Si-Mg
Gambar III.3 Diagram Fasa Ternary Al-Si-Mg
Aluminum yang dipakai oleh kelompok 12 pada
praktikum pengecoran ialah scrap aluminum yang terdiri dari
paduan Mg dan Si. Tujuan utama penambahan paduan Mg
dan Si adalah untuk membentuk Mg2Si yang merupakan
endapan fasa kedua yang dapat meningkatkan sifat mekanis
paduan Al[2]
. Pada saat larut di dalam aluminium, magnesium
dan silikon cenderung untuk terkonsentrasi dan membentuk
senyawa Mg2Si. Solid solubility dari senyawa tersebut turun
sedikit jika ada jumlah silikon yang berlebih. Tetapi jika
magnesium yang berlebih maka kelarutan akan turun dengan
cukup signifikan. Secara umum, senyawa Mg2Si cukup stabil
dalam aluminium, hal ini dapat dilihat dari diagram fasa yang
menunjukkan adanya quasibinary line Al – Mg2Si.
III.8 Mekanisme Penguatan
Mekanisme penguatan dari paduan Al-Mg-Si dapat terjadi
dengan dua cara, yaitu precipitation hardening dan solid
solution strengthening. Untuk prakteknya, penguatan dengan
precipitation hardening tidak mungkin terjadi karena logam
perlu adanya heat treatment (proses ageing) [4]
. Oleh karena
itu, mekanisme yang terjadi pada saat ditambahkan paduan
adalah solid solution strengthening. Solid solution
strengthening merupakan mekanisme penguatan logam
dengan cara menghambat pergerakan dislokasi dengan
adanya atom impurities yang berada di antara atom dasar[3]
.
Atom impurities tersebut masuk ke dalam atom dasar baik
sebagai substitusi ataupun sebagai interstisi solid solution.
Paduan yang dihasilkan lebih kuat dari logam induk
karena adanya atom impurities yang masuk ke dalam solid
solution ketika berinteraksi dengan logam induk. Interaksi ini
akan meningkatkan regangan kisi di sekitar atom-atom logam
induk sehingga menyebabkan terbentuknya suatu medan
regangan atau tegangan antar kisi[3]
. Hal ini akan
menghambat pergerakan dislokasi sehingga meningkatkan
kekuatan dari paduan yang dihasilkan.
III.9 Pengaruh Hidrogen
Kelarutan gas hidrogen pada aluminium cair akan
memberi efek yang kurang baik terhadap hasil coran. Jika
terdapat banyak hidrogen akan menyebabkan cacat porositas
gas. Hal ini mengakibatkan benda cor memiliki kekuatan
yang rendah dan ketahanan fatik yang rendah. Kelarutan
hidragen akan meningkat seiring dengan peningkatan
temperatur[2]
. Hal ini dikarenakan semakin tinggi temperatur,
maka gas H2 semakin mudah berdifusi kedalam logam cair.
Hal ini dapat dilihat dari grafik di bawah ini:
Gambar III.4 Grafik Hubungan Kelarutan Gas H2 dengan Temperatur
Gas hidrogen dapat berasal dari atmosfer yang kontak
langsung dengan logam aluminum cair, flux yang bersifat
higroskopis sehingga mudah menyerap air, krusibel yang
basah, bahan bakar briket yang tidak terbakar sempurna,
peralatan yang basah, scrap yang basah, kotor, dan
berminyak[2]
.
III.10 Perhitungan Yield
Yield merupakan suatu parameter yang dipertimbangkan
dalam pengecoran logam. Yield didefinisikan sebagai
efisiensi produk cor. Persamaan (3.1) menunjukkan
penghitungan efisiensi dari proses pengecoran yang
dilakukan dengan Mb adalah massa benda dan Mg adalah
massa gating system.
……………..... (3.1)
Berdasarkan praktikum pengecoran yang telah dilakukan,
nilai yield yang diperoleh oleh kelompok kami ialah 80,57%.
Hasil ini menunjukan bahwa pengecoran dan desain gating
system dari produk cor kami efisien karena semakin sedikit
material yang terbuang sebagai gating system.
IV. Cacat-cacat Pengecoran
Cacat yang terjadi berdasarkan pengamatan terhadap produk
cor hasil praktikum kami adalah:
1. Inklusi pasir, cacat ini terjadi akibat pasir terbawa
dalam coran dan terjadi pada permukaan atau di dalam
coran (gambar 1 pada lampiran). Cacat ini biasanya
disebabkan oleh permukaan cetakan yang kurang baik,
waktu penuangan yang terlalu lama, perancangan gating
system yang salah dan pembersihan yang kurang baik[2]
.
2. Penyusutan (Shrinkage), adalah cacat pencekungan
permukaan logam akibat pembekuan yang tidak merata.
Penyebabnya adalah perencanaan riser kurang sempurna,
letak riser kurang tepat, logam cair teroksidasi terlalu
besar sehingga terjadi penyusutan yang besar[2]
. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 2 di bagian lampiran.
3. Sirip (Fin), disebabkan oleh ikatan antara cup dan drag
kurang kuat sehingga terjadi rongga antara pola dan
ketidakrataaan permukaan kup dan drag. Pada cacat ini
terjadi pelebaran benda cor pada sisi permukaan antara
cup dan drag seperti ditunjukkan Gambar 3 pada
lampiran.
V. Kesimpulan
1. Perancangan saluran dan penambah harus sesuai dengan
dimensi dan benda cor. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan produk cor yang baik dan bebas cacat.
Sistem saluran terdiri dari sprue, sprue base, runner,
ingate, dan riser.
2. Pembuatan cetakan pasir yang baik menghasilkan
produk cor yang baik pula. Pola diletakkan dalam cup
dan drag kemudian ditimbun dengan kedua pasir lalu
dipadatkan dengan cara ramming.
3. Pembuatan inti diperlukan karena terdapat lubang pada
produk cor kami. Inti terbuat dari pasir yang sama dengan
pasir muka.
4. Sebelum digunakan, dapur peleburan harus dibersihkan
dan di-coating agar peleburan aluminium dapat terhindar
dari pengotor.
5. Tahap-tahap peleburan logam ialah dengan memasukkan
aluminium batangan ke dalam kowi yang ada dalam
dapur krusibel.
6. Penuangan logam cair harus dilakukan secara efisien,
baik temperatur, waktu dan kecepatan. Temperatur yang
digunakan adalah sekitar 750 0C dengan waktu 15 detik.
7. Cacat yang terjadi pada logam hasil penuangan berupa
inklusi pasir, shrinkage dan sirip.
8. Sifat-sifat logam hasil coran dengan paduan Si dan Mg
memiliki sifat mekanik dan ketahanan korosi yang baik.
VI. Referensi 1. Akhmad Herman Yuwono. 2010. Materi Kuliah
Metalurgi Fisik II. Departemen Metalurgi dan Material
FTUI : Depok.
2. Bambang Suharno. 2011. Materi Kuliah Pengecoran
Logam Cetakan Logam. Departemen Metalurgi dan
Material FTUI : Depok.
3. Bondan Tiara Sofyan. 2009. Materi Kuliah Metalurgi
Fisik I. Departemen Metalurgi dan Material FTUI :
Depok.
4. Callister,William D. An Introduction Materials Science
and Engineering,7th ed.2007.
5. Laboratorium Metalurgi Proses Departemen Metatlurgi
dan Material FTUI. 2011. Modul Praktikum Pasir Cetak.
Laboratorium Metalurgi Proses Departemen Metalurgi
dan Material FTUI : Depok.
MgMb
MbYield
%57,80%1006,2029
2,1635 xYield