FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

20
Bab I Kasus Seorang anak, IK 1,5 tahun, mengeluh nyeri berulang bila kencing dan dibawa berobat ke poli. Ibu mengatakan setiap mau kencing penisnya terlihat menggembung, dan terdapat benjolan dibawah kulit penis. Tidak ada riwayat demam dan tumbuh kembang anak terlihat normal. Anda diminta untuk menentukan diagnosis dan merancang tatalaksana terhadap kasus tersebut. Laboratorium darah Pada pasien Nilai normal Hb 11,4 11,5-15,5 g/dl Leukosit 9800 5000-10000 ul Trombosit 230000 150000-400000 ul Hitung jenis 0/1/2/67/30/0 0-1/1-3/2- 6/50-70/20- 40/2-8 LED 20 0-15 Ureum 34 20-40 mg% Kreatinin 0,8 0,6-1,3 mg% Laboratorium urine Pasien Nilai normal Warna Jernih Jernih

description

nefrologi

Transcript of FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Page 1: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Bab I

Kasus

Seorang anak, IK 1,5 tahun, mengeluh nyeri berulang bila kencing dan dibawa

berobat ke poli. Ibu mengatakan setiap mau kencing penisnya terlihat menggembung, dan

terdapat benjolan dibawah kulit penis. Tidak ada riwayat demam dan tumbuh kembang

anak terlihat normal. Anda diminta untuk menentukan diagnosis dan merancang

tatalaksana terhadap kasus tersebut.

Laboratorium darah

Pada pasien Nilai normal

Hb 11,4 11,5-15,5 g/dl

Leukosit 9800 5000-10000 ul

Trombosit 230000 150000-400000 ul

Hitung jenis 0/1/2/67/30/0 0-1/1-3/2-6/50-

70/20-40/2-8

LED 20 0-15

Ureum 34 20-40 mg%

Kreatinin 0,8 0,6-1,3 mg%

Laboratorium urinePasien Nilai normal

Warna Jernih Jernih

Ph 6,9 5-8,5

BJ 1010 1010-1030

Sedimen eritrosit 0-2 < 3/LPB

Page 2: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1.Anatomi

2.1.1. Anatomi saluran kemih atas:

1. Pielum, terdiri dari

Calyx minor

Calyx mayor

Pelvis renalis

2. Ureter

Pipa berotot sempit yang mengantar urine dari kedua ren ke vesika urinaria.

2.1.2. Anatomi saluran kemih bawah:

1. Vesika Urinaria

Merupakan kantong muskuler yang mampu mengembang dan mengempis yang

berfungsi untuk menyimpan urine. Pada saat kosong terletak di rongga pelvis

minor dan bila penuh terletak di cavum abdomen.

2. Urethra

Pars prostatika

Berjalan dalam glandula prostat, paling lebar

Pars membranosa

Dari glandula prostate ke bulbus penis, di dalam diafragma urogenital

Pars spongiosa

Berjalan di dalam penis, dari ujung distal urethra pars membranosa ke

orificium urethra externa

Di nagian distal sebelum orificium urethra externa akan melebar Fossa

Naviculare

2.1.3. Histologi saluran kemih

1. Ductus coligens:

Epitel selapis kubis

Sitoplasma basofilik

Page 3: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Tidak ada brushborder

Batas sel jelas

2. Ductus papillaris Bellini:

Epitel berlapis torak

Sitoplasma basofilik

3. Calyx minor, calyx mayor dan pelvis renis

Tunika mukosa: epitel transisional dan lamina propia

Tunika muskularis sirkularis

Tunika adventisia

4. Ureter:

Tunika mukosa:

Tunika muskularis: Longitudinalis, sirkularis, longitudinalis (pars pelvina)

Longitudinalis, sirkularis (pars abdomina)

Tunika adventisia:

5. Vesika urinaria

Tunika mukosa: epitel transisional dan lamina propia

Tunika muskularis: longitudinalis, sirkularis, longitudinalis

Tunika adventisia

6. Urethra:

Pars prostatika: epitel transisional dan epitel silindris

Pars membranosa: epitel silindris dan epitel berlapis gepeng

Pars spongiosa: epitel torakalis dan epitel berlapis gepeng

2.1.4. Vaskularisasi dan persarafan

Vaskularisasi ginjal:

Aorta abdominalis A.Renalis A.Segmentalis A.Lobaris A.Interlobaris

A.Arcuata A.Interlobularis Vasa afferen Glomerulus Vasa efferen Kapiler

peritubuler dan Vasa recta Vena interlobularis Vena arcuata Vena interlobaris

Vena renalis Vena cava inferior

Persarafan : plexus renalis ( simpatis )

Page 4: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Vaskularisasi Ureter

A.Renalis

Aorta abdominalis

A.testicularis / a.ovarica

A.illiaca communis

A.illiaca interna

A.vesikalis

Persarafan ureter

Th 11 - L1 ( simpatis )

Nervi splanchcnicus pelvicum S2 – 4 ( parasimpatis )

Afferent berjalan bersama simpatis

Vaskularisasi vesika urinaria

Pria: a.vesikalis superior dan a.vesikalis inferior

Wanita: a.vesikalis superior dan a.vaginalis

Persarafan

Persarafan simpatis dan parasimpatis vesica urinaria sama dengan persarafan pada ureter.

2.2.Fimosis

Fimosis adalah ketidakmampuan untuk meretraksi prepusium. Pada waktu sesaat

setelah kelahiran, fimosis adalah suatu keadaan yang fisiologis. Seiring dengan

berjalannya waktu, perlengketan antara prepusium dan glans penis akan menghilang dan

cincin fimosis akan melonggar. Pada 90% pria yang tidak disirkumsisi, prepusium dapat

diretraksi pada usia 3 tahun. Akumulasi debis epitel di bawah prepusium bayi adalah

fisiologis dan tidak mengindikasikan dilakukannya sirkumsisi. Pada anak yang lebih tua,

fimosis dapat fisiologis, dan dapat patologis dikarenakan inflamasi dan atau luka parut di

ujung prepusium, atau dapat terjadi setelah sirkumsisi. Fimosis dapat juga terjadi karena

retraksi paksa yang menyebabkan luka parut yang menghalangi retraksi prepusium

setelahnya.

Pada anak laki-laki dengan fimosis fisiologis atau patologis yang persisten,

aplikasi krim kortikosteroid pada kulit prepusium 3 kali sehari selama 1 bulan terbukti

Page 5: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

dapat melonggarkan cincin fimosis pada 2/3 kasus. Jika ada penggembungan prepusium

selama miksi, atau fimosis persisten setelah usia 3 tahun, dan kortikosteroid topical tidak

memberikan efek, sirkumsisi adalah hal yang mutlak harus dilakukan.

2.3. Sirkumsisi

Apakah anak laki-laki yang baru lahir harus menjalani sirkumsisi, sampai

sekarang masih kontroversial. Pada beberapa negara, sirkumsisi biasanya dilakukan

karena alasan kultural. Alasan yang mendukung dilakukannya sirkumsisi termasuk

mengurangi resiko UTI dan STD,

pencegahan kanker penis,

fimosis,

infeksi HIV,

dan balanitis.

Ketika melakukan sirkumsisi pda neonatus, analgesic local, seperti dorsal nerve

block atau aplikasi dari EMLA cream (lidocaine 2,5% dan prilocaine 2,5%), adalah

dianjurkan.

UTI terjadi dengan angka 10 sampai 15 kali lebih tinggi pada bayi yang tidak

disirkumsisi dibanding dengan yang disirkumsisi, dengan manifestasi bakteri yang

berkoloni di ruang antara prepusium dan glans penis. Resiko dari UTI dengan febris

dicatat sebagai yang tersering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan. Sirkumsisi

biasanya direkomendasikan pada bayi yang mempunyai fator predisposisi untuk

mengidap UTI, seperti pada bayi yang mengalami hidronefrosis kongenital, dan refluks

vesikouretral. Sedangkan sirkumsisi pada orang dewasa mengurangi resiko penularan

STD. Hanya sedikit data yang menghubungkan antara angka kejadian karsinoma penis

dan sirkumsisi.

Komplikasi setelah sirkumsisi neonatus termasuk:

perdarahan,

infeksi luka sirkumsisi,

stenosis meatus uretra,

fimosis sekunder,

pemotongan prepusium berlebih,

Page 6: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

perlengketan antara prepusium dan glans penis.

Anak dengan hidrokel yang besar atau hernia mempuyai resiko yang lebih tinggi

untuk mengalami fimosis sekunder karena sirkumsisi.

Komplikasi serius dari sirkumsisi termasuk

sepsis,

amputasi dari glans penis,

pemotongan berlebih dari prepusium,

fistel uretrokutan.

Kontraindikasi untuk sirkumsisi antara lain:

Hipospadia

Chordee tanpa hipospadia

Micropenis

Deformitas dorsal penis

2.4. Infeksi Traktus Urinarius (UTI)

2.4.1. Prevalensi dan etiologi

UTI terjadi sebanyak 3-5% pada anak perempuan dan 1% pada anak laki-laki

secara umum. Secara spesifik, prevalensi dar UTI bevariasi sesuai dengan perbedaan

usia. Pada tahun pertama kehidupan, ratio laki-laki : perempuan adalah 2.8-5,4 : 1.

Setelah usia 1-2 tahun, angka UTI pada wanita meningkat tajam dengan perbandingan

antara laki-laki : perempuan sebanyak 1 : 10.

UTI disebabkan terutama oleh bakteri yang berkoloni. Pada anak perempuan 75-

90% UTI disebabkan oleh E. Coli, diikuti oleh Klebsiella sp. dan proteus sp. semntara

pada anak laki-laki, penyebab utama dari UTI adalah Proteus sp diikuti dengan E.Coli.

Sementara Staphylococcus saprophyticus dan enterococcus adalah pathogen baik untuk

laki-laki maupun perempuan. Infeksi virus yang paling sering adalah adenovirus sebagai

penyebab dari cystitis.

Page 7: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

2.4.2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinik

3 bentuk dasar dari UTI adalah Pielonefritis, cystitis, dan bakteriuria asimtomatis.

1. Pielonefritis ditandai dengan gejala :

a. Nyeri abdomen atau punggung

b. Demam

c. Malaise

d. Nausea

e. Muntah

f. Dan biasanya diare

Sementara pada neonates menunjukan gejala yang tidak spesifik seperti :

a. Susah makan

b. Jaundice

c. Bayi iritabel

d. dan penurunan berat badan

Pielonefritis adalah infeksi bacterial serius yang paling sering terjadi pada bayi

kurang dari 24 bulan. Keterlibatan dari parenkim ginjal disebut sebagai

pielonefritis akut, tetapi jika parenkim ginjal tidak terlibat, disebut sebagai

pielitis. Pielonefritis akut dapat berprogresi kepada cedera ginjal.

2. Cystitis

Cystitis mengindikasikan adanya keterlibatan dari vesika urinaria. Gejalanya

antara lain :

a. Disuria

b. Urgensi

c. Frekuensi

d. Nyeri supra pubis

e. Dan inkontinensia

f. Urin dapat berbau tidak sedap, tetapi ha ini tidak spesifik untuk cystitis.

Cystitis tidak menyebabkan demam dan tidak menyebabkan cedera ginjal.

3. Bakteriuria asimtomatis

Page 8: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Merujuk kepada suatu keadaan dimana ditemukan kultur urin yang positif

tanpa adanya gejala infeksi. Hal ini lebih sering terjadi pada anak perempuan.

Insiden menurun seiring dengan bertambahnya usia.

2.4.3. Patogenesis dan Patologi

Hampir semua UTI adalah infeksi ascending. Kebanyakan bakteri berasa dari

flora feses yang berkolonisasi di perineum, dan memasuki vesika urinaria melalui uretra.

Pada anak aki-laki yang tidak disirkumsisi, bakteri pathogen berasal dari flora di bawah

preputium. Pada beberapa kasus, bakteri yang menyebabkan cystitis merambat ke atas

menuju ginjal menyebabkan pielonefritis. Infeksi ginjal dapat terjadi karena penyebab

hematogen yang berasal dari endokarditis atau terjadi pada neonates dengan sistem imun

yang belum sempurna, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

2.4.4. Diagnosis

Sebuah infeksi traktus urinarius dapat didiagnosis berdasarkan gejala atau temuan

pada urinalisis, atau keduanya, tetapi kultur urin adalah perlu pada penegakan diagnosis.

Kesalahan diagnosis sering terjadi karena kesaahan pada pengambilan sampel. Oleh

karena itu pengambilan sampel yang baik adalah sangat penting.

Jika hasil kultur menunjukan lebih dari 100.000 koloni terdiri dari pathogen

tunggal atau jika terdapat 10.000 koloni disertai dengan gejala-gejala klinis, anak yang

bersangkutan dapat didiagnosis terinfeksi.

Perlu juga diketahui pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, pengambilan

sampel urin harus dilakukan dalam keadaan preputium yang diretraksi, jika tidak,

kemungkinan terjadi pencemaran.

2.4.5. Tatalaksana

Cystitis akut harus diterapi segera untuk mencegah terjadinya pielonefritis. Jika

gejala klinis sangatlah berat, terapi harus dilakukan segera sebelum hasil pemeriksaan

bakteriologis dan resistensi keluar. Jika gejaanya ringan atau diagnosisnya meragukan,

terapi dapat ditunda sampai hasil kultur keluar, dan kultur mungkin saja diulang jika

hasilnya tidak meyakinkan.

Page 9: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Jika terapi dilakukan sebelum hasil kultur dan resistensi keluar, terapi selama 3-5

hari dengan trimetoprim-sulfametoxazol adalah efektif untuk membasmi sebagian besar

strain E.coli. Nitrofurantoin (5-7mb/KgBB/24jam/3-4 dosis) adalah juga efektif dan dapat

juga membunuh Klebsiella-Enterobacter selain dengan E.coli. Amoxicicilin

(50mg/KgBB/24jam) juga efektif.

Pada akut infeksi yang menyebabkan febris seperti pielonefritis, terapi selama 10-

14 hari antibiotic spectrum luas yang dapat mencapai jaringan ginjal adalah

direkomendasikan. Pada nak-anak dengan dehidrasi, muntah, atau tidak dapat minum, <

1bulan atau dalam kemngkinan urosepsis harus dirawat di rumah sakit dan diberi

rehidrasi intravena dengan antibiotic intravena. Terapi parentral dengan Ceftiaxone (50-

75 mg/kg BB/24 jam, tidak lebih dari 2gram) atau Ampicillin (100mg/kg BB/24 jam)

dengan Aminoglikosid seperti Gentamisin (3-5mg/kg BB/24 jam dibagi menjdi 1-3 dosis)

adalah sangat dianjurkan. Potensi ototoksisitas dan nefrotoksisitas dari amnoglikosid

harus diwaspadai, dan serum kreatinin dan kadar gentamisin dalam darah harus diperiksa

sebelum memulai terapi, juga setiap hari selama terapi.

Page 10: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Bab III

Diskusi Kasus

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium kelompok kami

mendiagnosis pasien tersebut menderita infeksi saluran kemih karena fimosis.

Fimosis dapat menyebabkan infeksi saluran kemih ( ascending infection ), pada infeksi

yang tidak diobati dengan baik dapat menyebabkan hidronefrosis, pielonefritis kronik,

hipertensi arterial, dan insufisiensi ginjal yang menyebabkan ureum, kreatinin meningkat

dan fungsi ginjal menurun.

Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada pasien ini antara lain:

BNO

IVP

USG

Ureterography

Cystography

Untuk bahan pemeriksaan mikrobiologi urine digunakan Urine midstream yang

diambil pagi hari sebelum pasien minum untuk menghindari efek pengenceran.

Pemeriksaan juga sebaiknya sebelum pasien mendapat terapi antibiotika.

Pemeriksaan mikroskopis langsung dilakukan dengan sediaan hapus urine yang tidak

disentrifugasi dan dipulas dengan sediaan Gram atau kuman dibiakan dahulu pada agar

Mc Conkey, kemudian dihitung jumlah kuman.

Jika pada lempeng agar didapatkan:

< 10.000 cfu/mL dianggap bukan bakteriuria (-)

10.000 – 100.000 periksa ulang

> 100.000 bakteriuria (+)

Page 11: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Pemeriksaan laboratorium

1. Urine:

Makroskopik:

- Volume

- Warna

- BJ

- Kekeruhan

- PH

Mikroskopik:

- Sedimen:

Leukosit

Eritrosit

Epitel

Silinder

- Kimiawi :

Glukosa

Protein

Bilirubin

Nitrit & leukosit esterase untuk lihat infeksi

2. Darah rutin:

Hb

Leukosit

LED

Hitung jenis

Page 12: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Bab IV

Kesimpulan

4.1. Diagnosis

Diagnosis: Infeksi Saluran Kemih et causa Fimosis

Alasan : Saat buang air kecil penis mengembung

Urin keluar sedikit

Nyeri saat Buang air kecil (disuria)

Terdapat leukosit di urin

4.2. Komplikasi

Komplikasi pada ginjal : Hidronefrosis

Pielonefritis kronik

Hipertensi arterial

Insufisiensi ginjal ureum dan kreatinin meningkat, GFR

turun

4.3. Aspek tumbuh kembang

Terjadi infeksi nafsu makan berkurang BBturun,gizi buruk pertumbuhan

terhambat ,anemia system imun turun mudah relaps hati2 infeksi ascending.

4.4. Tatalaksana

1. Antibiotik : amoksisilin, ampisilin, eritromisin untuk sirkumsisi

Infeksi Saluran Kemih bawah.

Cystitis :

1. Amoxicilin 50mg/KgBB/24jam/oral;dibagi 3x sehari. Selama 3-5 hari.

2. Nitrofurantoin 5-7mg/KgBB/24jam/oral;tiap 6 jam. Selama 10-14 hari. Boleh

pada bayi > 3 bulan.

3. Trimetoprim-Sulfametoksasol/oral. Boleh pada bayi > 2 bulan

Trimetoprim : 8-10mg/KgBB/24jam

Page 13: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

Sulfametoksasol : 40-60 mg/KgBB/24jam

Tidak diberikan Intravena karena tidak ada ISK atas, dan bisa lewat oral.

2. Analgesik untuk meringankan rasa nyeri.

3. Kortikosteroid topical 3x/hari selama 1 bulan. Fungsinya melonggarkan preputium.

4. Tindakan operatif sirkumsisi.

Page 14: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)
Page 15: FIMOSIS (Contoh Laporan Kasus)

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert M, Richard W. Nelson Pediatrics. Edisi 18. Sauder Elsevier : Philadelphia;

2004.

2. Syamsuhidayat R, Jony W. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta; 2005.

3. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC : Jakarta; 2001.

4. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Sagung Seto : Jakarta; 2000.

5. Wilson LM, Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta; 2006.

6. Gonzales R. Gangguan Urologi pada Bayi dan Anak. Dalam : Behrman RE,

Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Edisi 15.

EGC : Jakarta; 2000.

7. Junqueira LC, Carneiro J. Basic Histology.10th ed. McGrawHill : USA; 2003.

8. Moore KL, Agur AM. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates : Jakarta; 2002.