FILSAFAT VOLUNTARISME - UGM
Transcript of FILSAFAT VOLUNTARISME - UGM
I ARTIKEL I
FILSAFATVOLUNTARISME
Misnal MunirStat Pengajar Fakultas Filsatat Universitas Gadjah Mada
Filsafat voluntarisme(filsafat kehe'ndak) dalam .
literatur sejarah filsafat Barat jarangdibahas dalam konteks suatu aliran. Namun
tidak berarti pemikiran tentang kehendak belurnmenjadikajian para filosof. Para filosof Barat, seperti So
crates dan Plato, sudah membahasanya sejak Yunani Kuno.Plato menempatkan 'kehendak' sebagai bagian dari jiwa yangdisebutnya 'keinginan',yang mempunyai pengendalian diri(sophrosyne), Pemikiran Aristoteles dalam soal ini berhubungan dengan konsepnya tentang kebahagiaan. Menurutnya, Manusia dapat memperoleh kebahagiaan apabila ia menjalankan aktifitasnya dengan baik menu-
rut keutamaan (arefe). Hanyapemikiran yangdisertai dengan keutamaan (arefe) ya.ng
dapat membuat manusia bahagia.
PENGANTAR
Ajaran kaunl Stoa tentallg kehendak di arahkan pada kehendak individualyang bersifat otonOln. Kehendak itu halU~
tnuncul dali dilinya sendiri dan menjadlmiliknva sendiri dan tidak pemah dikontrol oleh individu yang lain.. Tak seoran~pun memiliki kekuatan yang mengataslkeltendak seseOl"ang, dan kehendak itu
JURNAl Fll~AFAT. JUU ·97
nlemiliki kebebasan dan semangat yangbeltitik tolak jiwa (Sahakian, 1966:40).
Pada masa abad pertengahanfilosof yang memJ)erlihatkan tentangperanan kehendak dalam diri manusiaadalah Thomas Aquinas. fa mengatakanbahwa ketidak tahuan berakibat padatindakan kehendak, sejauh ketidal1ahuanitu sendili merupakan kehendak bebas,dan ini teljadi dalam dua cara yang ber-
15
sesuaian dengan cara-cara kehendak.Pertama, sebab tindakan kehendakmembawa ke ketidak tahuan, ketika manusiatidak ingin mengetahui sesuatu. keduaketidak tahuan itu menjadi suatu kehendak manakala kehendak itu menjawabsesuatu yang dapat dan hams diketahui(Kaufman, 1965:620).
Filosof Perancis Rene Descartesmemandang kehendak manusia sebagaisesuatu yang hampir tidak terbatas, jikadibandjJigkan dengan rasio yang melaluiberbagai keterbatasan-keterbatasan. lamengatakan bahwa kekuatan kehendaklah yang memungkinkan manusiamemiliki kebebasan, dan dengan kehendak itu pula .manusia menembus kebuntuan pemikiran (Descartes, 1984 : 40 41). Kant mengatakan kehendak adalahsuatu jenis kausalitas yang termasuk dalam kehidupan manusia yang bertsifatrasional, dan unsur kebebasan menjadiciri dari setiap. kausalitas yang bersifatefisien, tidak tergantung pada faktorfaktor penyebab dari luar (Kant, 1986:279).
Filosof yang dengan jelas meletakkan kedudukan kehendak di atas rasio(aka!) adalah SChopenhauer. Jika filosofsebelumnya (Yunani Kuno dan Abad Pertengahan) menempatkan kehendak sebagai pelayan rasio, atau disamakan dengall rasio, nutka Schopenhauer menempatkan kehendak di atas rasio. Menurutnya hakekat manusia tidak terletak padapemikiran atau rasionya, akan tetapihakekat manusia itu terletak pada kehendaknya. Jadi pada hakekatnya manusiaitu adalah kehendak (Harun HadiwiionoII, 1980 : 30). ~
Filosof jaman modern yang jugamenempatkan peranan kehendak mengatasi rasio adal Nietzsche. Jika Scopenhauer menempatkan kehendak sebagaiunsur utama kehidupan, maka bagiNietzsche kehendak merupakan kekuatanbawah sadar yang mendorol1:& manusiauntuk 'berkuasa. Kehendak untukberkuasa ini menjadi titik pusat filsafatnya untuk menghancurkan berbazaipandangan filsafat sebelumnya. Ia sangatmenekankan bahwa hidup aJalah kehendak untuk berkuasa dan itu adalah,JURNAL FILSAFAT, JUU '97
yang lebih hidup. Kehendak, Ulltuk
berkuasa ini menurut Nietzsche akanmelahirkanmakhluk terbaik sebagai pemenang dalam perlombaan hidup, sebabkehendak untuk berkuasa adalah dorongan hidup yang paling kuat (Copleston,1975:82). Dengan demikian kehendakdalam pandangan Nietzsche adalah suatukekuatan yang mendorong manusia untuk berkuasa. Kekuatan kehendak di sinitidak hanya mengacu pada kekuatan lahiriah, sepcrti kek"Uatan otot atau tulang,melainkan daya yang mendorongmanusia untuk menaati sesuatu, yaitukehendak untuk berkuasa (Deleuze,1986:7).
Ricoeur mengembangkan suatupemahaman baru tentang kehendak yallgdisebutllya dengan fenomenologi kehendak (Toeti Heraty, 1983 : 183). Ricoeurmenggunakan metode fenomenologiHusserl untuk mencari eidos atauhakekat sesuatu. la ingin memberikansuatu 'eldetika'tentang kehendak, suatu-pelukisall tentang eidos kehendak(Beliens, 1985 : 443). Penyelidikan Ricoeur tentang kehendak ditujukannyauntuk menemukan hakekat kebebasandalam hubunganllya dengan kejahatan.Pandangan Ricreur telltang kehendakberkaitan juga dengan upaya dia Ulltukmenerapkan metode hermeneutika. Hermenutika menurut Ricoeur seluas eksistensi dan pengalaman manusia (''aku '? lamempergunakan bermacam-macamuraian tentang kehendak manusia, kejahatan, simbel, hubungan sosial dalamdunai politik, dan sebagainya (Verhaak,1992: 79).
PENGERTIAN VOLUNTARISME
Istilah voluntalisme mellunjukkepada suatu aliran filsafat yang tokohtokohnya berkeyakinan bahwa 'kehendak' nlallusia mengatasi akalnya. Katatkehendak' dalam bahasa Latin adalahvoiuntas, Jelman: ltriile, Inggris: urill.Penekanan bahwa kehidupan manusiadidominasi oleh 'kehendak' mel'umbulkallaliran filsafat voluntalisme (Ali-Mudhafir, 1988:100-101).
Para filosof yang tergabung dalam
16
aliran ini 'berkeyakinan bahwa manusiadalam hidupnya tidak dikuasasi oleh rasio atau akal --sebagaimana yang diyakinioleh kaum rasionalis-- melainkanoleh kehendak, kemauan, atau disebutjuga dengan nafsu. Dinamika perkembangan sejarah kehidupan manusia didorong kehendak yang kuat, sehinggamanusia senantiasa mengalami kemajuandalam segala aspek kehidupannya.
Para penganut aliran filsafat Voluntarisme fllembelikan tekanan yangberbeda tentang peran dan pengaruh kehendak bagi kehidupan manusia. Kehendak menurut penganut voluntarismemerupakan unsur yang dominan dalammengatur tindakan manusia. Jika kaumrasionalis atau intelektualis mengatakanbahwa akal manusia merupakan faktordominan dalam tindakan manusia, makakaum voluntaris berkeyakinan bahwasegala aspek kegiatan manusia didorongoleh kehendaknya. Kehendak merupakanhakekat manusia itu sendiri, hal ini berbeda dengan kaum rasionalis yang berpendapat bahwa akal yang tampakdalamproses. berpikir merupakan hakekatmanUSla.
Aliran voluntarisme biasanya dilawankan dengan intelek.walisme atau rasionalisme. Illtelektualisme adalah aliranfilsafat yang memandang bahwa rasioatauakal mallusia lebih menentukan tindakan manusia dibandingkan dengan kehendak. Voluntalisme ~rpandangan sebaliknya, kehendaklah yang menguasaiakal atau rasio manusia. Kehendak menurut J?enzanut aliran voluntati.smeInerupakan unsur pokok yang menguasaimallusia, manusia tanpa kehendak tidakakan pernah mengalami perkembangan.
BERBAGAI PANDANGAN TENTANGKEHENDAK DALAM FlLSAFAT BARAT
A. Plato (427-347 SMFilosof yang secara eksplisit meln
baMs peranan kehendak dalam dililnanusia pada masa Yunani Kuno ialahPlato. Plato mengatakan bahwa jiwamanusia itu· terdil; atas riga bagian ataulapisan. Peruuna disebutnya akal atau rasio, yaitu bagian jiwa yang tertinggi. Akal
JURNAL fllS"AFAT. JUU 697
atau rasio ini disebut juga bagian rasional. Bagian rasi0nal ini merupakanunsur yang memimpin seluruhaktivitasmanusia. Bagian rasional oleh Plato diibaratkan seperti sais yang mengendalikan kuda dalam suatu rangkaiankel~ta. Kedua, disebut kehendak, kehendak menurot Plato merupakan alat bagiakal atau rasio. Kehendak olehPlato diibaratkan seperti seekor kuda yang menrik gerobak atau pedati. Plato mengatakan bahwa di dalam kehendak ini bersemayam perasaan-perasaan yang lebihtinggi, seperti: keberanian, gila hormat,kemarahan, yang adil, dan sebagainya.Ketiga, merupakan tempat bersemayamnya nafsu-nafsu liar atau nafsu kebinatangan manusia yang harus diatur olehakal atau rasio (Harun-Hadiwijono I,1980:43). Dalam filsafat Plato ini kehendak ditempat kedudukannya dibawahakal atau rasio manusia. Attinya dalamdili. manusia yang 1Jerperanan adalahrasionya atau akalnya, sedangkan kehendak mell.lpakan pelayan dati. akal ataurasio.
B.Aristoteles (384-322SM)Ali.stoteles, sebagaimana halnya
dengan Plato, juga menempatkan kehendak sebagai bagian dari unsur kemanusiaan. Berbeda dengan Plato yangmembagi jiwa manusia dalam tigabagian, maka Ati.stoteles membaginyamenjadi dua bagian. Pemikiran Aristoteles tentang kehendak dapat ditemukandalam penlbicaraan tentang kebahagiaan. Menurutnya manusia dapatmemperoleh kebahagiaan apabila iamenjalankan aktifitasnya dengan baik.Artin)Ta supaya manusia bahagia iaharusmenjalankan aktivitasnya menul'Ut keutanlaan (arefe). Hanya pemikiran yangdisettai dengan keutamaan (arete) yangdapat membuat manusia bahazia. Keutarnaan itu tidak hanya menyangkut 1"asio, akan tempi juga manusia seluruhnya.Manusia bukan saja merupakan makhluk intelektual, melainkan juga makhlukyang lllenlpunyai perasaall-perasaan,kinginan-keinginan, nafsu-nafsudan lainsebagainya (BeltellS, 1975:161). Dengan
17
demikian dari pemikiran Arsitolteles inikehendak mencakup perasaan-perasaan,keinginan-keinginan, nafsu-nafsu itu.Kehendak inilah yang mendorongmanusia untuk melakukan tindakan-tindakan dalam hidupnya . Oleh karena ituAristoteles membagi keutamaan itumenjadi dua macam, yaitu; keutamaanintelek.iuil dan keutamaan moril. Keutamaan intelektui! bersumber dari rasio,sedangkan keutamaan moril bersumberdari kehendak manusia. Namundemikian Aristoteles tampaknya tetapmeletakkan keutamaan intelek.iuil sebagai keutamaan teltinggi yang membimbing keutamaan mori!.
C. Thomas Aquinas (1225-1274).Filosof yang agak terang membi
earakan kehendak dalam filsafat abadPertengahan adalah Thomas Aquinas.Aquinas mengatakan bahwa dalam dirimanusia itu terdapat unsur berpikir danberkehendak yang melandasi setiap perbuatanya. Kedua hal ini menyatu dalamjiwa manusia sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itukesatuan manusia ini mengandaikanbahwa tubuh manusia hanya dijiwai olehsatu bentuk saja, yaitu; bentuk rohani.Rohani ini dalam din manusia membentuk hidup lahiriah sekaligus juga hidupbatiniah (Harun Hadiwijono I, 1980:110111). Dengan demikian dalam filsafatThomas Aquinas jiwa adalah satu dengantubuh dan sekaligus menjiwai tubuh.Jiwa dan tubuh dalam diri manusia tidakterpisah akan tetapi dapat dibedakanmenurut fungsinya.
Berdasarkan pemikiran bahwa jiwaitu menjadi satu dengan tubuh, makaThomas Aquinas dalam melihat unsurunsur dalam diri manusia itu juga beltitik tolak dan pengandaian bahwa jiwalebih berperanan dalam diri manusia.Aquinas menegaskan bahwa jiwa itumemiliki 5 daya jiwani, yaitu; (1) dayajiwani vegetatip yang bersangkutan dengan pel'8antian zat dengan pembiakan;(2) daya jiwani yang sensitip adAlah dayajiwani yang bersangkutan dengan
JURNAL FIL)AFAT, JULI '97
keinginan; (3) daya jiwani yang menggerakkan; (4) daya jiwani untuk memikirdan (5) daya jiwani unttlk mel1genal(Harun Hadiwijono I, 1980:112). Dayamemikir dan mengenal terdiri dali akaldan kehendak. Akal adalah daya yangteltinggi dan termulia yang lebih pentingdari kehendak. Bagi Thomas Aquinasyang benar lebih tinggi daripada yangbaik. Mengenal adalah perbuatan yanglebih sempurna dibandingkan denganmenghendaki.
Uraian di atas semakin mengukuhkan pendapat bahwa pemahamanpara filsof tentang kehendak sejak Yunani Kuno sampai Abad Pertengahandisubordinasi dibawah akal atau rasio.Pandangan yang menempatkan kehendakdibawah rasio atau akal masih berlanjutsampai jaman Modern dengan kemunculan aliran rasionalisme.
D. Rene Descartes 0596-1650).Pemikiran Filsafat Bared, terutama
sejak dikemukakannya tesis "Cogito ergosum"oleh Descartes, realitas dunia hanyadifahami sebagai bagian dari ide(gagasan) manusia. Altinya duniadikuasai dan dikendalikan oleh ide ataugagasan. Cara pandang seperti itu semakin jelas pada filosof idealisme <riehte,Schelling, dan Hegel) yang meredusirseluruh realitas ke dalam ide atau gasagan manusia. Hegel bahkan menyatakandengan tegas bahwa ide yang dimengeltiidentik dengan kenyataan yang diamati.
Rene Descartes adalah seorang rasionalis yang menjadi aeuan para filosofBarat Modern. la memandang kehendakmanusia sebagai sesuatu yang hampir tidak terbatas, sedangkan rasio dihadapkan pada berbagai keterbatasan. la mengatakan bahwa kekuatan kehendaklahyang memungkinkan manusia memilikikebebasan, dan dengan kehendak itupula manusia menembus kebuntuanpemikiran (Descaltes, 1984:40-41).Dengan demikian Descaltes mengakuibahwa di dalam dili manusia selain rasio,ada unsur lain yang mempengaruhi kehidupannya, yaitu kehendak.
18
Descartes meyakini bahwa kehendak memiliki kemampuan yang tidak terbatas, namun tetap berada di bawah pengaruh rasio yang bersifat terbatas. Halini tampak pada pemikirannya, bahwahakikat manusia terletak pada rasioatau akalnya. Ia bahkan menegaskan"Cogito ergo sum'~ yaknisaya berpikirmaka saya ada. KendatipunDescartesmengakui adanya kehendak,akan tetapiia tetap menempatkan akal sebagai pembimbing tindakan manusia.
E. Maine de Biran (1766-1824)Dalam jaman modern filosof yang
membahas peranan dan kedudukan kehendak dalam diri manusia secara lebihjelas diawali oleh filosof ·Perancis Mainede Biran.. Maine de Biran melihatmanusia itu sebagai makhluk yang bertindak. Tindakan manusia ini dilangsungkan oleh kehendak yang mengalamihambatan (foeti Hel~ty, 1984:61-62).Tindakan yang dilangsungkan oleh kehendak yang mengalami hambatan inimemerlukan suatu tenaga yang cukupbesar. Tenaga inilah melahirkan penyadaran adanya aku. Karena suatu tindakanmemerlukan gerakan tenaga, denganadanya peli:entangan antara kehendakdan hambatan, terjadilah penyadaranaku dengan jelas. Namun demikian ak'Uini tidak merupakan person atau plibadi.Aku ini lebih merupakansuatu saat padaarus kehidupan kesadaran yang telikatoleh waktu dan tetap tel~antung padakemampuan untuk melangsungkan tindakan. Ak."U hanya merupakan satu saatpada kehidupan rohaniah. Dari pemikirannya ini Maine de Biran telah mengangkat peranan kehendak dalam dilimanusia pada tataran aku (su~iek)
meskipun masih bersifat temporal. Kehelldak menentukan eksistensi manusia
. atau keberadaan manusia.
F.. Immanuel Kantla mengatakan kehendak adalah
suatu lenis kausalitas yang terrnasuk dalam kehidupan manusia yang bersifat rasional, dan unsur kebebasan menjadi cit;dari setiap kausalitas yang bersifatefisien, tidak tergantung pada faktor-
JURNAL f'L~AfAT. JUU ·97
faktor penyebab dari luar (Kant,1986:279). Kebebasan kehendak merupakan salah satu IX>stulat dari rasiopraktis. Pendapat Kant ini ditulisnya dalam buku Kritik der Praktischen Vernunft (Kritik atas rasio Pral1is).Kritikatas rasio praktis ini hendak menjawabpertanyaanapa yang dapat saya perbuat.Pertanyaan Kant ini dimaksudkannyauntuk mencari jawaban dan menjelaskandasar-dasar kaidah tindakan manusia.Dasar-dasar kaidah tindakan manusia ituoleh Kant dibedakan sebagai berikut. (1)Maksim-maksim; kaidah-kaidah yangberlaku subjel'tif. (2) Undang-undang;kaidah-kaidah yang berlaku secaraumum, objek.'tif. (3) Imperatif hipotetis;yang berlaku secara umumsebagaisyarat untuk mencapai sesuatu. (4) Impertatif kategoli.s; kaidah yang berlakusecara umum, selaiu dan dimana-mana(Hamersma, 1983:32-33).
Kaidah yang paling memadai untukmenzatur norma-norma Moral menurutKant adalah Imperatif kategoris. Kantmengatakan bahwa kaidah imperatifkategolis sebagai dasar perbuatanmanusia dalam berbuat baik tidakditentukan oleh alasan-alasan rasional,akan tetapi ditentukan olehperbuatanbaik itu senditi. Akan tetapi hal inimenimbulkan masalah karena di duniakebaikan moral sering tidak menghasilkan kebahagian. Pada haJ tujuan utamamoral atau etika adalah kebaikan, kebaikan harus menghasilkan kebahagiallsempurna. Oleh karena itu Kant mengemukakan adanya tiga postulat, yaitu tigasyarat atau tuntutan yang memungkinanteljalinnya hubungan antara kebaikanmoral dan kebahagian sempurna. Postulat sebagai dasar bagi kebaikan moraldan kebahagian sempurna itu ialah: (1)kebebasan kehendak, (2) keabadian jiwa,(3) adanya Tuhan (Hamersma, 1983:33).
Di antara tiga JX>stulat di atas, kebebasan kehendak merupakan syaratmutlak bagi perbuatan yang berdasarkanimperatif kategoli.s. Sebab, seseorang tidak mungkin dituntut tanggung jawabnya jika ia tidak memiliki kebebasan kehendak dalam melakukan suatu perbuatan moral.
19
G. SchopenhauerSchopenhauer (1956:4) menga~
takan bahwa kalau kita menerima duniahanya semata~mata sebagai ide, maka inimerupakan pandangan sepihak yang ditimbulkan oleh abstraksi sewenangwenang. Padahal kesadaran hanya meru~
pakan sebagian dari hakikat manusia.Bagian hakikat manusia yang lain ituialah 'kehendak'. Schopenhauermengidentikkan kehendak dengan sesuatu dalam dirinya. Kehendak menurutnya adalah .dorongan, insting, kepentingan, hasrat, dan emosi. Dalam setiap pengalaman hidup manusia, subjek danobjek bukan merupakan hal yangterpisah sebagaimana hal-hal yang lainnya (Parker, 1956:xvi). Seluruh kehendak berasal dari keinginan yang tumbuhdari penderitaan manusia (Sahakian,1966:48). Dalamdiri manusia pikiranpikiran (I'asio) hanya merupakan lapisanatas dari hakikat manusia. Watakmanusia di tentukan oleh kehendaknya.Kehendak tidak mengenal lelah, karenaterjadi tanpa kesadaI'an, seperti halnyadengan jalannya jantung, pernafasanyang beraktifitas tanpa perlu kitapikirkan. Lebih jauh Schopenhauel' jugamenjelaskan bahwa kehendak itu tidakhanya menjadi pendorong bagi manusia,akan tetapi kehendak juga menjadi dayapendorong didalam seluruh dunia, yaitusebagai kehendak dunia. Kehendak duniajuga berkembang dari yang tak sadar keyang sadar. Demikianlah kehendakmenampakkan diri sebagai asas dunia.Disini kehendak seolah-olah berperansebagai daya hidup dalam dunia, kehen~daklah yang menghidupi dunia danmenjadi motor penggerak perkembangandunia dan manusia. Oleh karena itu ke~
hendak pada Schopenhauer menjadi dayapendorong hidup segala hal, sehinggapengertian kehendak diletakkan sebagaikehendak untuk hidup (WJ11e zur LebeI1).
Berdasarkan landasan metafisik dalam filsafat Schopenhauer da:pat ditarikkesimpulan bahwa hakikat manusia tidakterletak pada pemikiI'an, kesadaran ataurasio, melainkan pada kehendaknya. Ke~hendak sebagai hakikat terdalam di da~lam diri manusia menjadi daya pen~
JURNAL fIL)AfAT. JULl '97
dorong seluruh aktivitas kehidupannya.Kehendak sebagai daya pendorong itumenampilkan diri sebagai kehendak yanglebih tinggi dan kehendak yang lebihrendah. Kehendak yang lebih tinggi tampak dalam proses berpikir yang mela ~
hirkan gagasan~gagasan tentang dunia.Kehendak yang tampil sebagai kehendakyang lebih rendah tampak dalam perbuatan tubuh yang dapat diamati. Aktivitas tubuh adalah peI'buatan kehendakyang telah diperagakan, yang telah diobjetivir dalam luang dan wa1.w (HarunHadiwijono II, 1980:106).
Kehendak sebagai hakikat manusiatidak hanya berperan sebagai penggeraksehingga manusia mampu bertindak danberpikir, akan tetapi juga menjadi peng~
gerak unsur elementer dalam tubuhnya.Kehendak sebagai penggerak elementerberkembang dali keadaan yang tak sadar(yang tampak pada alam anorganis)menuju keadaan yang setengah sadar(alam Ol'Sanis) untuk seterusnya menam~
pakkan dili dalam kesadaran penuh padamanusia (kemampuan berpikiI'). Segalagejala atau penampakan yangmengelilingi manusia dalam ruang danwaktu hams dipandang sebagai penjelmaan kehendak. Artinya hidup ataudunia fenomena adalah cerminan ataubayang-bayang dari kehendak. Kehendakdan hidup ibarat badan dengan bayang~
bayangnya, sehingga dapat dikatakan dimana ada kehendak, di sana mestilah adahidup, yang dapay dilingkas menjadi"kehendak untuk hidup" (Schopenhauer,1956:4).
Kehendak yang paling nyata dalamhidup manusia adalah keinginan untukmelangsungkan ketumnan (Hamersma,1983:61). Bagi Schopenhauer yang men~
dorong manusia untuk kawin adalah ke~
hendak yang menampak pada cinta kasihantar jenis (laki~laki dengan perempuan).Saling jatuh cinta laki-Iaki dan perempuan itu didorong oleh kehendak untukhidup agar spesiesnya tidak punah(Schopenhauer, 1956:190). Saling jatuhcinta yang didorong oleh kehendak inijuga berlaku dalam dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang. Pada umumnyasetiap orang mencintai unsur-unsur yang
QO
ia sendiri tidak memilikinya. Hal ini beralii kehendak alam mencoba untuk'mengoreksi' atau saling melengkapi ketidak sempurnaan genetis dari suatu partner atau pasangan melalui perkawinan.
H. NietzscheSenada dengan Schopenhauer yang
mengatakan kehendaklah yang menjadipendorong al.1ivitas manusia, Nietzschejuga menegaskan bahwa manusia dalamhidupnya dikuasai oleh kehendak. Bedanya, jika Schopenhauer mengatakanbahwa kehendak sebagai daya pendorong untuk hidup, maka Nietzschemenegaskan kehendak itu sebagai pendorong untuk berkuasa (Sudiardja,1982:9). Kehendak untuk berkuasa (willezur n18cht) ini terutama ditujukanNietzsche untuk melepaskan diri dalisegala kekuasaan yang melingkupimanusia selama ini. Dengan kehendakuntuk berkuasa ini Nietzsche meniadakan segala pribadi yang lebih berkuasadali rnanusia, termasuk kekuasaan Tubanatas manusia. Dengan kehendak untukberl.'UaSa inilah manusia dapat menjadimanusia unggul (Uebemlensch).
Kehendak untuk berkuasa hanyadapat diperoleh dengan kekuatan dan kemampuan sendiri. Sasaran akhir dari kehendak untuk berklJasa ini bagiNietzsche adalah tercapainya tingkatmanusia unggul. Tingkat manusia unggulini hanya mungkin jika tidak adakekuasaan di atas manusia, yaitu Tuhan,oleh karena itu manusia harus menyatakan bahwa Tuhan telah mati(Nietzsche, 1905:6).. Untuk mencapaitingkat manusia unggul diperlukanwaktu yang panjang dan bel1ahap yangdidukung oleh dorongan kehendak yangterns menerus. Agar cita-cita menjadimanusia unggul itu tercapai, manusiaharuslah berikhtiar dan merealisasikandiri secara terus menerus melampauidirinya, dan. selalu berpikir bahwamanusia bukanlah sesuatu yang sudahselesai. Manusia unggul itu diciptakansendiri oleh dilinya, dengan membangunkemampuan cipta dan keunggulannya.
Basi Nietzsche siapapun yang hendak mef\ladi pencipta, ia haruslah men-
JURNAl f'L~Af-AT. JUU "97
jadi pemusnah dan pendobrak nilai-nilai(Chairul Arifin, 1978:59). Setiap nilaibaru yang dibuatoleh. manusia harus dapat memberikan arah yang berangkatdari kekurangannya sendiri menuju ketingkatan yang lebih tinggi. Untukmewujudkan itu diperlukan kekuatan,kecerdasan dan kebanggan pada dirisendiri. Dengan demikian ·manusia un&gul hanya dapat ditumbuhkan oleh gabungan tiga hal, yaitu; kekuatan, kecerdasan dan kebanggaan. Manusia unggulakan tercapai herdasarkan kemampuanindividu itu sendiri. Manusia ungguladalah mereka yang dengan kekuatannyadapat mengatasi l."Umpulan-kumpulanmanusia dalam massa, atau manusiayang dapat menguasai manusia lainnya.
I. Paul RicouerPada abad ke-20, kehendak sebagai
suatu kalian khusus dibahas oleh PaulRicouer ~ (1913-...). Ricouer mengembangkan suatu pemahaman balu tentangpengertian kehendak yang disebutnyadengan fenomenologi kehendak. Erazinl'v Kohak dalam kata pengantar edisi Inggelis buku Ricour mengatakan bahwaarah filsafat kehendak dalam pandanganRicouer dapat diklasifikasikan menjaditiga, yaitu: (1) eidetik, aliinya kehendakyang disebabkan tugasnya sebagai suatudesklipsi fenomenologis tentang hakekat,yakni struk.1l1r keberadaan manusia didalam duma. (2) empilik, altinya kehendak yang di arahkan untuk nlenggambarkan tugas refleksi yang menggerakkan kembali aspek eidetik. (3) poetik,artinya kehendak yang dipergunakanuntuk analisis secara intensif terhadapvisi kemanusiaan dali aspek penjelasanelnpirik (Ricoeur, 1984:xvi).
Fenomena kehendak menurutdeskripsi eidetik membedakan suatu tindakan atau kegiatan kehendak menuruttiga gerak yang dikehendaki (voJunfalY),yaitu; (1) aklJ menentukall; (2) akumenggerakkan tubuh; (3) ak'U menyetujui (foeti Heraty, 1984:183). Ketiga halini ditunjang oleh kegiatan kehendak.Setiap gerakan kehendak ini juga nlempunyai pasangan bukan-kehendak(inITolunfary) masing-masing, dalaln arti
bahwa bukan-kehendak menjadi latarbelakang sebab bagi kehendak dan sebaliknya kehendak memberi fokuskepada bukan kehendak, selalu adahubungan timbal balik antal'a yang dikehendaki dengan yang tidak dikehendaki(Bettens,1985:443).
Pertentangan antara yang dikehendaki (volunflJry) dengan yang bukandikehendaki (involuntary) dapat dipecahkan manusia menurut dua kemungkinan, ialah bahwa ia mengg«::rakkan kehendak ke arah h'ansendensimenuju Tuhan, atau dapat pula sampaipacta kegagalan kehendak yang disebutdengan dosa. Demikianlah antara keduakutub fenomenologi kehendak manusiapada satu pihak memiliki kemerdekaan,sedangkan di lain pihak manusia dibatasioleh alamnya. Kedudukan manusia diantara kedua l.:utub tersebut menggambarkan, bahwa pada kehendak selalu adafaktor bukan-kehendak dalam berbagaibentuk (Tuti Heraty, 1984:191). Manusiadengan kehendak itu bebas mengekspresikan dirinya, sementara itu dilainpihak ternyata dalam hidupnya manusiasering berbuat sesuatu di luar kehendaknya.
BENTUK-BENTUK ALIRAN FILSAFATVOLUNTARISME
Richard Taylor secal'a galis besarmembagi aliran filsafat voluntarismemenjadi empat bentuk, yaitu: (1) Psychological voluntarism, aliran ini berpendapat bahwa akal berada dibawah kehendak; (2) Ethical voluntarism, menurutaliran ini perbuatan baik atau buruk didorong oleh kehendak manusia; (3)Theological voluntarism, adalah teoriyang menggambarkan keunggulan kehendak manusia atas akalnya, kemudiankonsepsi teologis yang menggambarkankeunggulan kehendak Illahi atas kehendak manusia; (4) Memphisycal voluntarism, suatu pandangan yang menekankanpentingnya konsep kehendak untuk memahami problem-problem hukum, etika,dan tingkah laku manusia pada umumnya (Taylor, 1966:270-272). Alil'an filsafat voluntarisme, selain yang dikemukakan Taylor adalah voluntarisme
JURNAl fll~AfAT. JULI '97
fenomenologis, yaitu suatu upaya untukmemahami kehendak melalui metooefenomenologi (Bettens, 1985:443).
Berdasarkan bentuk-bentuk alirantersebut di atas, maka suIit untuk menempatkan secara pasti kedudukanseorang filosof ke dalam salah satu aliran. Kesulitan itu terutama disebabkanoleh Iuasnya pembahasan para filosoftentang peranan kehendak dalam dirimanusia. Seorang filosof kadangkalamembicarakan berbagai dimensi yangsekaligus dapat dimasukkan ke dalamkategoli aliran-aliran tersebut.
A.Voluntarisme PsikologisFilosof yang terrnasuk dalam aliran
voluntarisme psikologis adalah Nietzsche.Kehendak untuk berk-uasa pada filsafatNietzsche tidak memiliki akar metafisik,ungkapan Nietzsche tentang kehendakuntuk berkuasa semata-mata didorongoleh emosi psikis, yakni ketidakberdayaan yang dialaminya sejak ked!. Selain itu, kemuakannya terhadap berbagainilai, norma, aturan main yang mengikatdirinya, yang dianggapnya sebagai siksaan, merupakan fa1'1or pendorong bagiNietzsche untuk membangun suatukekuatan. Sasaran akhir kehendak untukberkuasa pada Nietzsche adalah untukmembangun manusia unggul yang mengahancurkan berbagai nilai-nilai yangselama ,ini berla1-u.
B. Voluntarisme EtisFilosof yang termasuk ke dalam ali
ran filsafat voluntalisme etis ada beberapa orang, antal'a lain Plato, Kant, danSchopenhauer. Bagi Plato dan Kant, kehendak adalah kekuatan yang mendorong manusia melakukan tindakantindakan, baik tindak dalam bentuk perbuatan baik maupun yang buruk. BagiSchopenhauer kekuatan kehendak yangtidak terbatas, sementara sarana untukmemenuhinya terbatas, melahirkan suatufilsafat moral yang didasarkannya padamoral Budhisme. Moral Budhisme inidipakai untuk menekan seminirnal mungkin gejolak kehendak manusia.
C. Voluntarisme TheologisFilosof yang termasuk aliran filsafat
voluntarisme teologis adalah Paul Ricouer. Ia mengatakan ada sesuatu yangdapat dikehendaki manusia dan sesuatuyang di luar kehendaknya. PenelusuranRicouer terhadap~ yang dikehendaki dantidak-dikehendaki menggirinya ke suatupemahaman tentang rmsteri kejahatan.Ricouer juga termasuk aliran voluntarisme fenomenologis. Kehendakdi dalamdiri manusia oleh Ricouer di selidiki dengan menerapkan metode fonomelogi.
D. Voluntarisme MetafisikFilosof-filosof yang termasuk ke
dalam aliran filsafat voluntarismemetafisis antara lain: (1) Maine de Biranyang mengemukakan pendapat yang berbeda de~an Descartes. Jika Descartesmenegaskan bahwa substansi pokok ituadalah 'al"U yang berpikir', atau ak."U adakarena berplkir, maka Maine de Biranjustru mengatakal!nya dengan 'aku yangberkehendak', arttnya aku ada karenaberkehendak. (2) Schopenhauer, filosofmodern yang bersungguh meletakkanhakikat manusia bahkan alam semestapada kehendak. Kehendak bagi Schopenhauer adalah inti dati segala realitas,tumbuhan, hewan,manusia atau alamseluruhnya lahir, tumbuh; berkemabangkarena dorongan kehendaK.
Bentuk-bentuk aliran filsafat voluntarisme juga dapat diklasifikasikanberdasarkan Slkap mereka memandangakibat-akibat peranan kehendak padamanusia. Bagi filosof yang melihat kehendak sebagai sumber penderitaan, sepelti Schopenhauer, dapat disebut voluntarisme pesimistik. Fllosof yang menempatkan kehendak sebagai saranauntuk mewujudkan cita-cita manusia,seperti Nietzsche dengan manusia unggulnya, maka ~ni dap~t .di~tegorilcinsebagal voluntarlsme opnnusnk.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yan$ telah dipaparkan, maka dapatlah d.lsimpulkanhal-hal sebagai belikut:
1. Pembicaraan tentallS kehendaktelah terdapat pada penlikiran filosof \"unani Kuno. Kehendak dalam filsafat Yunani kruno sebagai bagian dan iiwa yangmemberikan daya dorong bagi manusiauntuk beltindak. Tindakan ntanusia yangdidorong oleh kehendak ini dikontrol
JURNAL fIL)AFAT. JUU '97
oleh rasio dan akalnya agar kehendak itutidak menyengsarakan hidup manusia.Sebab, kebajikan tertinggi dalam hidupinimenulut mereka adalah pengetahuan.Dengan pengetahuan manuslaakanmendapatkan kebahagiaan.
2. Filosof abad tengah mengidentikkan kehendak ini de~an rasio. Antararasio dan kehendak tidakdapatdipisahkan ·akan tetapi keduanyadapatdibedakan melalui pengungkapan dalamkehidupan manusia. Rasio akan tampakdalam aktifitas intelektual seda~kan kehendak menampakkan diri dalam ak'1ifitas etik atau prak.'1is.
3. Penukiran tentang kehendakmendapatkan tempatyang lebih dominanadalah dalam filsafat Schopenhauer .danNietszche. Keduanya sependapat bahwahakekat manusia itu adalah kehendak.Akan tetapi bagi Schopellhauerkehendakadalah untuk hidup, maka bagi nietzschekehendak adalah untuk berkuasa menujumanusia unggul.
4. Dalam abad ke-20 pengertiankehendak pada Ricoeur dilawankan de~an yang bukan-kehendak. Baginya dalam diri manusia itu yang akan tampakdalam rerbuatannya ada hal-hal yangdapat dlkehandaki dan ada hal-hal yangtidak dikehendaki. Pada kehendak terdapat dua kutub, yaitu; kehendak di satupihak dan kegagalan kehendak dipihaklain.
5. Secara galis besar ada empatbentuk aliran filsafat voluntarisme
iyaltu;
(1) voluntarisme psikol<;>gis; (2) vo untarisme etis; (3) voluntarisme teologis; (4)voluntarisme metafisis; (5) voluntarismefenomenologis; (6) voluntarisme pesimistik; (7) voluntaristne optimistik.
DAITAR PUSfAKA
Ali-Mudhafir, 1988, Kall1US Teori dall
A/ira.n dala.m Fi/safat, Libert)T,'''ogyakarta.
Bakker, Anton, 1992, Ontologi alauMela.fisika Ull1UJ11, Kanisius,\'ogyakalta.
Beltens, K., 1975, ,,')ejaraJl Filsafat lllnal1i; da.ri TJlaJes ke Aristoteles,Kanisius, Yogyakarta.
Beliens, K., 1985, Sc;iarall Fi/safat B{iraf
23
Abad XX, jilid II, PT Gramedia, Jakal1:a.
Chairul-Amin, 1978, Kehendak UntukBerkuasa Friedriech WilhelmNietzsche, Erlangga, Jakal1:a.
Copleston, F.,1975, Fiidriech NietzschePhilosopher of Culture, Barnes &Noble Book, New York.
Deleuze, Gilles, 1986, Nietzsche and Philosophy, Translated from Germanyby Hugh Tomlison, The AthlonePress, Lundon.
Descartes, Rene, 1984, Meditations onFirst Philosphy, Translated fromFrench by John Cottonghan, Cambridge University Press, Cambridge.
Hammersma, Harry, 1983, Tokoh-TokohFilsafat Barat Modern, Kanisius,Yogyakal1:a.
Harun-Hadiwijono, 1980, Sejarah Fi1safatBal"'llt I, Kaninisius, Yogyakarta.
Harun-Hadiwijono, 1980, Sejarah FilsafatBarat II, Kanisius, Yogyakal1:a.
Kant, Immanuel, 1986, The Critique ofPractical Keason, Translated uumGermany by Tohomas KingsmillAbbott, Encyclopedia Britanica, Inc.Chicago.
Kaufman, Walter, 1965, PJu1osophicClassics: 11lales to St. 11lomas,Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Lorens Bagus, 1996, KBmus Filsafat, PT.Gramedia Utama, Jakalta.
Nietzsche, F.W., 1905, 11lus Spoke2arathustra, Translated ti'Um Germany by Thomas Common, theModern Library, New york.
Parker, DeWitt H., (ed) 1956, Schopenhauer Selections, Charles Sclibner'sSons, New York.
Ricoeur, Paul, 1984, Freedom and Nature: 711e Voluntary and the Involuntary, Translated from French byErazim V. Kohak, NorthwesternUniversity Press, Boston.
Sahakian, William S., & Mabel Lewis Sahakian, 1966, Ideas of 711e GreatPhilosophers, Barnes & NobleBooks, New York.
Sudiardja, A., 1982, "Pergulatan ManusiaDengan Allah Dalam AntropolO$iNietzsche", dalam: Sastrapratedja(ed) , Mal1Usia Multi Dimensional,
JURNAl. Fll)AfAT. JULI '97
Gramedia, Jakal1:a.Taylor, Richard, 1967, "Voluntalism", da
lam: Paul Edwards (eds), 71re Encyclopedia of Philosophy, The Macmillan Company & The Free Press,New York.
Toeti-Heraty, 1984, Aku dalam Budaya,1983, Pustaka Jaya, Jakalta.
Verhaak, C., 1992, "Aliran Hermeneutik:Bergumul dengan Penafsiran", dalam: FX. Mudji Shisno & F. BudiHardiman (eds) , Para FilsufPenentu Gerak zaman, Kanisius,Yogyakarta.
'24