filsafat politik SIIIP.pdf
-
Upload
araisalfiansyah9 -
Category
Documents
-
view
165 -
download
31
Transcript of filsafat politik SIIIP.pdf
-
http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html
29 September 2012
Pengantar Filsafat Politik
PENGERTIAN FILSAFAT
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua
kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu
keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi,
secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat sebagai bentuk proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material
dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada mencakup ada
yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah dunia empiris artinya yang dapat dialami
manusia, sedangkan ada yang tidak tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik.
Dalam perkembangan selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada
dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan ada pun objek formal
filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang yang ada, agar dapat
mencapai hakikatnya, intinya.
PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti
Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga Eksekutif oleh Presiden.
Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya
bersifat independen. Artinya tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya bukan
rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya
agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan
menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat
diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui wakil-wakilnya di Parlemen
yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) baik pusat maupun Daerah serta DPD (Dewan
Perwakilan Daerah.
PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK
suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis,
bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang
-
politik. Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat
yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-
lain.
PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK MENURUT PARA AHLI
Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan
manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan
negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep
pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia
baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti
manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.
Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis
serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat yang
utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas sang penguasa.
Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.
PERKEMBANGAN FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik telah lahir semenjak manusia mulai menyadari bahwa tata social kehidupan
bersama bukanlah sesuatu yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin
terbuka untuk perubahan. Oleh karena itu, tata social ekonomi politik merupakan produk budaya dan
memerlukan justifikasi filosofis untuk memeprtahankannya.
Lahirnya suatu refleksi filsafat politik sangat dipengaruhi oleh konteks epistemologis dan
matafisika zamannya, sekaligus mempengaruhi zamannya. Jadi, filsafat itu dipengaruhi sekaligus
mempengaruhi zamannya. Inilah lingkaran dialektis yang terus menerus berlangsung di dalam sejarah.
Perkembangan di dalam epistemology dan metafisika mempengaruhi asumsi-asumsi yang
digunakan oleh para filsuf politik untuk merumuskan pemikirannya. Pada abad pertengahan, banyak
filsuf politik mengawinkan refleksi teologi dengan filsafat yunani kuno untuk merumuskan refleksi
filsafat politik mereka.
Filsafat politik juga seringkali muncul sebagai tanggapan terhadap situasi krisis zamannya. Pada
era pertengahan, tema relasi antara Negara dan agama menjadi tema utama filsafat politik. Pada era
modern, tema pertentangan antara kekuasaan absolut dan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi
menjadi tema utama refleksi filsafat politik. Pada abad ke-19, pertanyaan tentang bagaimana
masyarakat industry harus menata ekonominya, yakni apakah melulu dengan mengacu pada liberalism
pasar atau menciptakan Negara kesejahteraan, menjadi tema filsafat politik.
Suatu rumusan filsafat politik memiliki aspek-aspek antropologis yang mendasarinya, aspek
antropologis ini menyangkut pemahaman tentang hakikat dari manusia atau karakter dasar dari
manusia.
-
PERAN FILSAFAT POLITIK UNTUK INDONESIA
1. Filsafat politik dapat dijadikan alat untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek
politik yang telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep Negara, konsep kekuasaan, konsep
otoritas, peran hokum, aspek keadilan di dalam hokum. Dalam bidang hukum misalnya, banyak pelaku
korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang
pas untuk menjeratnya. Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa hukum tidak hanya mengacu
pada rumusan baku saja, tetapi pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam masyarakat. Rumusan
hukum harus mengacu pada rasa keadilan. Tanpa keadilan, hukum adalah penindasan. Hukum
merupakan terjemahan teknis dari keadilan. Proses mendefinisikan ulang sesuatu membutuhkan
kerangka normative dan filsafat yang menyediakan itu. Suatu penilaian haruslah berbasis pada criteria
penilaian tertentu dan didalam bidang politik, filsafat politik menyediakan itu.
2. Filsafat politik mampu menjadi alat untuk melakukan kritik ideology. Sebuah bangsa mau tidak mau,
hidup dalam suatu ideology tertentu. Ideology mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara naf
oleh suatu bangsa dan tidak lagi dipertanyakan. Filsafat politik sebagai aktivitas berpikir secara terbuka,
rasional, sistematis dan kritis tentang kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk
membongkar kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideology tersebut.
contoh kritik ideology islamisme :
islamisme adalah suatu ideology yang menyatakan dengan tegas bahwa semua kehidupan
public dan privat warga Negara haruslah diatur berdasarkan asas-asas islam yang dominan. Filsafat
politik bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh islamisme, apakah
konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada, apakah hanya ada satu islam di Indonesia ini.
Filsafat politik dapat dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah
ditemukan di dalam ideology-ideologi.
3. Filsafat politik mengajukan suatu model tata social politik yang mungkin. Tata soaial politik itu berbasis
pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan dan solidaritas.
PERBEDAAN FILSAFAT POLITIK DENGAN ILMU POLITIK
1. filsafat politik dan ilmu politik merupakan dua hal yang berbeda namun sama-sama membahas politik.
2. Pada ilmu politik, untuk memahami realitas yang ada dilakukan pendekatan deskriptif. Sedangkan pada
filsafat politik, sebuah realitas dikaitkan dengan disiplin normatif. Disiplin normatif maksudnya adalah
disiplin yang merumuskan sesuatu secara ideal.
3. Dalam membahas papua, :
-
a. Filsafat politik mempertanyakan apakah negara Indonesia mutlak diperlukan untuk terbentuknya tata
hidup bersama di Papua, ilmu politik mempertanyakan dampak pemerintahan negara Indonesia bagi
tata hidup bersama di Papua.
b. filsafat politik berupaya memberikan pernyataan nilai (value statement), ilmu politik terhadap dampak
pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua memberikan pernyataan faktual
atau factual statement. (Herry-Priyono 2010, 6-7).
POKOK MASALAH FILSAFAT POLITIK (SUBJEK MATTER)
Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown
1986, p. ),
logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.
metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing; dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.
pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu
pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan
KARAKTERISTIK FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik memiliki karakteristik. Salah satu yang utama adalah studi filsafat politik pada
dasarnya merupakan cabang dari filsafat praktis (practical philosophy), yaitu cabang filsafat yang, terkait
erat dengan etika atau filsafat moral.
a. Filsafat politik berbeda dengan etika: etika berhubungan dengan dimensi moral pribadi, misalnya
bagaimana seseorang seharusnya hidup, nilai atau gagasan ideal apa yang seharusnya dipegang dan
aturan hidup macam apa yang hendaknya diperhatikan. Karena itu, sebagai cabang filsafat praktis,
filsafat politik berhubungan dengan sisi atau aspek sosial dari etika atau lebih tepat berhubungan
dengan pertanyaan tentang bagaimana pengaturan dan pengorganisasian kehidupan masyarakat yang
seharusnya (Brown, 1986, p. 11).
-
b. pengetahuan normatif, yaitu bahwa filsafat politik mencoba membentuk norma (aturan atau standar
ideal), yang dapat dibedakan dari pengetahuan deskriptif, yaitu mencoba menguraikan bagaimana
sesuatu secara apa adanya (Wolf, 2006: 2). Studi normatif mencari tahu bagaimana sesuatu seharusnya:
apa yang benar, adil dan secara moral tepat, sementara studi politik deskriptif dilakukan oleh ilmuwan
politik, sosiolog, dan ahli sejarah
METODE DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK
dari segi metode, menjawab pertanyaan normative
1. Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a. Pendekatan sebagian
pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep
normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang
demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai
sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis
mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu menjelaskan
relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.
b. Pendekatan sistematis
berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis
tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar
"proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam
kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau bentuk pemerintahan.
Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam
pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian
tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau
disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik,
yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu
mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar
hubungan dari berbagai pandangan politik.
-
2. Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a. Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau
sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai
masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial semata sehingga
memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari
kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara,
jika diterima sebagai kenyataan juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik
untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.
b. Pendekatan kritis
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai
keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat
dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan
bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.
http://filsafat.ugm.ac.id/aw/Filpol.rtf.
http://elisa.ugm.ac.id/comm_view.php?Filpol-AW
J.H. Rapar, Filsafat Politik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001),
http://mahrusali611.blogspot.com/2013/07/makalah-filsafat-politik_8715.html
MAKALAH FILSAFAT POLITIK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Karena hanya atas
berkat dan Rahmat-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang insya Allah tepat pada
waktunya.
-
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Tauhid yang telah di berikan oleh
Ibu Dra. Hj. Wiji.
Berdasarkan pengertian syariat, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal- hal yang menjadi
kekhususan diri-Nya. Hakikat tauhid adalah mengesakan Alah. Maka dalam pembuatan makalah
ini, kami menghubungkan penciptaan alam semesta ini dengan ilmu tauhid.
Dan akhirnya kami berharap, apa yang kami sampaikan dalam makalah kami ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi kami pada khususnya. Makalah ini juga
sesungguhnya masih jauh dari titik kesempurnaan sebuah makalah, maka kritik yang positif dan
membangun sangat kami harapkan sebagai bahan referensi kami untuk lebih baik lagi ke
depannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Politik
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua
kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu
keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran.
Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.[1]
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya
bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat
diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu
pemerintahan menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat.
Jadi, pengetian Filsafat Politik adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan
dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik
berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik. Bidang politik merupakan tempat
menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong
perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.[2]
Filsafat politik adalah refleksi filosofis mengenai masalah-masalah sosial politik yang dapat
dibedakan menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat, yakni pertama mempersoalkan
hakikat, kedua mempersoalkan fungsi dan tujuan. Akan tetapi dalam kenyataannya, filsafat
politik bukan hanya mempersoalkan hakikat, fungsi dan tujuan negara, melainkan juga
membahas soal keluarga dalam negara, pendidikan, agama, hak dan kewajiban individual,
kekayaan dan harta milik pemerintah dan sebagainya. Filsafat politik berbeda dengan ilmu
politik, karena ilmu politik bersifat deskriptif dan bersangkut paut dengan fakta-fakta, sedangkan
filsafat politik bersifat normatif dan bersangkut paut dengan nilai-nilai.[3]
B. Pengertian Filsafat Politik Oleh Para Ahli
Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan
manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia
dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan
konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu,
-
apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila
negara buruk berarti manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang
menjadi warganya.
Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis
serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat
yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas
sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di
luar negara.[4]
Bagi Agustinus, filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara
dibagi 2 (dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra surgawi kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi (civitas terrena). Kehidupan di
dalam Negara Allah diwarnai dengan iman, ketaatan, dan kasih Allah. Sedangkan Negara
Sekuler duniawi, menurutnya identik dengan negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran, pengmbaran hawa nafsu,
keangkuhan, dosa, dan lain-lain. Dengan jelas bahwa filsafat politik negara Allah Agustinus
merupakan penjelmaan negara ideal Plato.
Plato dalam bukunya Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahan tersebut.
Menurut Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dan keadilan. Setiap
warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikan negara ideal itu, oleh
karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara. Pendidikan menduduki tempat amat
penting dalam filsafat politik Plato. Agar negara ideal itu dapat terwujud nyata, yang patut
menjadi raja atau presiden adalah mereka yang mempelajari filsafat. Dengan kata lain raja
haruslah seorang filsuf, karena hanya filsuflah yang benar-benar mengenal ide-ide. Selain itu
filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan, sehingga pemerintahannya tidak akan
mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut Plato, hanya filsuflah yang memiliki
pengetahuan yang sesungguhnya, dan karena pengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah
yang layak memerintah.[5]
Sementara Aristoteles berpendapat bahwa negara adalah persekutuan yang berbentuk polis yang
dibentuk demi kebaikan tertinggi bagi manusia. Negara harus mengupayakan dan menjamin
kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya karena hanya dalam kesejahteraan umum itulah
kesejahteraan individual dapat diperoleh. Menurut dia alangkah baiknya apabila negara
diperintah oleh seorang filsuf-raja yang memiliki pengetahuan sempurna dan amat bijaksana,
karena akan menjamin tercapainya kebaikan tertinggi bagi para warganya. Akan tetapi lanjutnya,
di dunia ini tidak mungkin dapat ditemukan seorang filsuf-raja yang sempurna, kareanya yang
terpenting adalah menyusun hukum dan konstitusi terbaik yang menjadi sumber kekuasaan dan
menjadi pedoman pemerintahan bagi para penguasa.[6]
C. Perkembangan Filsafat Politik
1). Filsafat Politik Barat
a. Klasik
-
Pada jaman klasik, masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles,
kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum. Socrates lahir
pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah
seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di
Athena. Ajaran ajaran Socrates diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik. Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan
oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang
mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan,
filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles mencetuskan
pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di athena. Saat itu berlaku
konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam
politica menegaskan tentang harus adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan
ruang politik dengan ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan
inti-inti mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik. Konsep
mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
b. Abad pertengahan
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak
gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak
bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan
kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para
gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada
hukuman mati.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode
Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama
mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada
orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik
Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang
memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat
Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak
mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat.
Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi
menjadi tiga, Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik
Terakhir.[7]
c. Modern/kontemporer
Dalam era modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes dan
John locke.
Thomas Hobbes
Dasar pemikiran filsuf ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa filsafat anyak
disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek yang bersifat lahiriah dan bergerak
dengan cirinya masing-masing. Ia membagi filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat
geometri, filsafat fisika, filsafat etika dan filsafat politik.
John Locke
-
Menurut locke,kekuadaan negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara
adalah untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John locek
dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan antara agama
dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya berbeda. [8]
2). Filsafat Politik Islam
A. Garis Besar Filsafat Politik Islam
Islam merupakan agama universal yang memberikan pedoman setiap aspek kehidupan manusia.
Termasuk didalamnya juga tentang (aspek) kehidupan bernegara. Khusus mengenai kehidupan
bernegara, Islam memberikan pedoman amat global, hanya diajarkan prinsip-prinsipnya, guna
memberi kesempatan bagi interpretasi dan perkembangan masyarakatnya, sesuai dengan
kebutuhan hidup yang senantiasa berkembang. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran dalam
bidang kehidupan politik memperoleh ruang gerak yang sangat luas. Berikut ini penulis akan
mendiskripsikan garis besar tentang hal tersebut dengan mencoba menggali nuansa-nuansa yang
telah termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah.[9]
B. Al- Farabi dan Filsafat Politik Islam
Filsafat politik Al-Farabi sendiri kiranya layak untuk mendapat perhatian kita, lebih sepuluh
abad setelah masa hidup sang filosof. Mengapa?
Pertama, Al-Farabi adalah filosif politik islam par excellence. Filosof- filosof muslim yang
datang setelahnya terbukyi tak banyak beranjak dari apa yang dikembangkan oleh Al-Farabi .
Hal ini seperti diakui oleh para filosof-filosof penerusnya. Tokoh-tokoh dari kalagan islam
seperti Ibnu Sina, Al-Ruzi, Al-Thusi maupun dari lingkungan agama lain, eperti Maimonides,
dan Ibn Gabirol, mengakui bahwa kualitas filsafat Al-Farabi khususnya di bidang politik, sulit di
lampaui .
Kedua, banyak peneliti mengenai pemikiran Al-Farabi prcaya bahwa filsafat tokoh ini
merupakan suatu upaya yang cukup berhasil untuk mengakomodasikan ajaran-ajaran islam ke
batang tubuh filsafat klasik, betapapun kontroversialnya.
Ketiga, least but not least meskipun merupakan cerminan abad pertengahan filsafat politik al-
farabi seperti di ungkapkan oleh Ibrahim Madkour , seorang ahli filsafat islam terkemuka , ia
mengandung pengertian-pengertian modern, bahkan kontemporer.
Hubungan politik pemerintahan menurut Al-Farabi, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat lantaran tidak mungkin memenuhi segala
kebutuhanya sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerjasama dari orang lain. Adapun tujuan
bermasyarakat adalah tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, melainkan
juga untuk memenuhi kelangkapan hidup yang akan memberikan kebahagiaan , tidak saja
material, tetapi juga di akhirat.[10]
C. Al- Mawardi
Untuk menegakkan negara , dari segi politik, Mawardi berpendapat ada enam sendi dasar yang
harusiupayakan
1. Agama yang dihayati sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati
nurani.
2. Penguasa yang berwibawa yang mampu mempersatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat
mengantarkan negaramencapai tujuannya .
3. Keadilan dalam arti luas , keadilan terhadap terhadap bawahan, atasan, dan mereka yang
setingkat.
4. Stabilitas keamanan yang terkendali dan merata
-
5. Kesuburan tanah (lahan) yang berkesinambungan, sehingga tidak tumbuh sebagai aggresor
6. Harapan kelangsungan hidup.
Rasulullah bersabda "Adanya harapan adalah suatu nikmat dari Allah kepada umatku , kalau
tidak ada harapan orang tidak akan (payah-payah) menanam pohon , dan seorang ibu tidak akan
menyusui anaknya "
D. Al-Ghazali
Profesi politik menurut Al-Ghazali:
Sejalan dengan ilmuwan-ilmuwan sebelumnya , Ghazali juga berpendirian manusia itu makhlik
sosial . Manusia tidak bisa hidup sendirian disebabkan dua faktor.
1. Pertama, kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia hal ini
diperlakukan hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta keluarga
2. Saling membantu dan menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan , pakaian dan
penidikan.
Bagi Ghazali , profesi politik meliputi empat departemen
1. Departemen agraria untuk menjamin kepastian hak atas tanah
2. Departemen pertahanan dan keamanan (hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan
negara
3. Departemen ketahanan
4. Kejaksaan
Kesemuanya untuk menyelesaikan sengketa dan untuk menyusun undang undang dan peraturan
guna menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan melindungi setiap warga dari
pelanggaran hak, baik oleh sesama , maupun oleh negara itu sendiri.[11]
D. Pokok Masalah Filsafat Politik
Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut
(Brown 1986, p. ),
logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik",
"benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat
dikatakan tertib dan baik, misalnya.
metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan
dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing;
dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan
bukti-bukti yang kita pilih.
pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-
pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan
membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi)
yaitu pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.[12]
E. Metode dan Pendekatan Filsafat Politik
dari segi metode, menjawab pertanyaan normative
1. Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a. Pendekatan sebagian
pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep
normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah
demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
-
Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu
menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.
b. Pendekatan sistematis
berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah
jauh dari sekadar "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah
yang muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan
atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan
dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat
normatif (piecemal normative inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal
jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan
keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama
lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary)
atau memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik.[13]
2. Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a. Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau
sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ;
berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial
semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga,
sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan
pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai kenyataan juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif
terhadap sistem itu.
b. Pendekatan kritis
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai
keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.[14]
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat politik klasik senantiasa bermuara pada etika, yang pada masa itu menduduki tempat
paling mulia di antara segala cabang filsafat. Persoalan yang dikemukakan dan pertanyaan yang
di ajukan merupakan abstraksi moral yang bersumber dari upaya untuk memberi arti dan makna
bagi kehidupan individu dan masyarakat. Dengan demikian ada tujuan lebih pasti dan lebih
agung yang hendak dicapai, kendati harus melewati perjuangan yang tidak kunjung selesai.
Dalam filsafat politik modern, pokok persoalan yang utama adalah masalah individu dan hak-hak
miliknya. Itu terlihat jelas lewat tema-tema pembahasan filsafat politik masa kini yang berkisar
-
pada soal kebebasan, otoritas, hak-hak asasi manusia, demokrasi, hak dan kewajiban, keadilan
dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu ,
25-05-2013, 12.05.
[2] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-
05-2013, 12.05.
[3] Ibid, hal. 170-172
[4] : http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,
25-05-2013. 12.05
[5] Ibid., hlm. 303
[6] Ibid., hlm. 303
[7] http://br1ghtfuture.blogspot.com/2013/04/filsafat-politik.html , 25-05-2013, 12.15.
[8] http://br1ghtfuture.blogspot.com/2013/04/filsafat-politik.html , 25-05-2013, 12.15.
[9] K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. 1998. Refleksi Atas Persoalan Keislaman. Yogyakarta :
Mizan, halaman 48.
[10] Drs. Muhammad Azhar, MA. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. 1996.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 75.
[11] Drs. Muhammad Azhar, MA. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. 1996.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 81-91.
[12] : http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,
25-05-2013, 12.05.
[13] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,
25-05-2013, 12.05.
[14] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,
25-05-2013, 12.05.
https://budiwibawa.wordpress.com/tag/robert-nozick/
Silang argumentasi antara John Rawls (1921-2002) dan Robert Nozick (1938-2002), mungkin
menjadi salah satu wacana paling populer dalam sejarah kajian filsafat politik kontemporer.
Perbedaan pendapat Rawls dan Nozick terletak pada teori mereka tentang prinsip keadilan. Rawls, adalah seorang liberal-sosialis, ia memandang bahwa keadilan masih bisa di capai
melalui prinsip perbedaan, tetapi jika (dan hanya jika) perbedaan tersebut dapat mendatangkan yang terbaik bagi apa yang paling buruk (maximin principle). Sedangkan Nozick yang lebih
berpegang pada paham libertarian (-ekstrem), memandang prinsip kebebasan adalah hal utama
yang harus berlaku mutlak untuk sebuah konsep keadilan.
Baik Rawls maupun Nozick sebenarnya mengakui prinsip kebebasan (dan kesetaraan) sebagai
fundamen utama bagi konsep keadilan mereka. Dalam pandangan Rawls misalnya, prinsip
kebebasan tetap menjadi prioritas dibanding prinsip-prinsip yang lain. Rawls mengajak kita
-
melakukan hipotesis (hypothetical agreement) untuk melihat prinsip kebebasan (liberty principle) pada posisi awali (original position). Baginya, setiap orang harus memiliki satuan
mendasar (tingkat layak) kebebasan yang setara dan luas. Untuk prinsip kebebasan ini, Nozick
nampaknya cenderung menerima pendapat Rawls. Yang dikritik oleh Nozick (dan golongan
libertarian) terutama adalah konsep Rawls tentang prinsip perbedaan (difference principle