filsafat politik SIIIP.pdf

14
http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html 29 September 2012 Pengantar Filsafat Politik PENGERTIAN FILSAFAT Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan. Filsafat sebagai bentuk proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada mencakup ada yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah dunia empiris artinya yang dapat dialami manusia, sedangkan ada yang tidak tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik. Dalam perkembangan selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan ada pun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya, intinya. PENGERTIAN POLITIK Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga Eksekutif oleh Presiden. Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya bersifat independen. Artinya tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui wakil-wakilnya di Parlemen yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) baik pusat maupun Daerah serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah. PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang

Transcript of filsafat politik SIIIP.pdf

  • http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html

    29 September 2012

    Pengantar Filsafat Politik

    PENGERTIAN FILSAFAT

    Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua

    kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu

    keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi,

    secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.

    Filsafat sebagai bentuk proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material

    dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada mencakup ada

    yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah dunia empiris artinya yang dapat dialami

    manusia, sedangkan ada yang tidak tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik.

    Dalam perkembangan selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada

    dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan ada pun objek formal

    filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang yang ada, agar dapat

    mencapai hakikatnya, intinya.

    PENGERTIAN POLITIK

    Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara

    lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti

    Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga Eksekutif oleh Presiden.

    Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya

    bersifat independen. Artinya tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering

    dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya bukan

    rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya

    agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan

    menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat

    diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui wakil-wakilnya di Parlemen

    yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) baik pusat maupun Daerah serta DPD (Dewan

    Perwakilan Daerah.

    PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK

    suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis,

    bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang

  • politik. Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat

    yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-

    lain.

    PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK MENURUT PARA AHLI

    Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan

    manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan

    negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep

    pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia

    baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti

    manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.

    Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis

    serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat yang

    utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas sang penguasa.

    Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.

    PERKEMBANGAN FILSAFAT POLITIK

    Filsafat politik telah lahir semenjak manusia mulai menyadari bahwa tata social kehidupan

    bersama bukanlah sesuatu yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin

    terbuka untuk perubahan. Oleh karena itu, tata social ekonomi politik merupakan produk budaya dan

    memerlukan justifikasi filosofis untuk memeprtahankannya.

    Lahirnya suatu refleksi filsafat politik sangat dipengaruhi oleh konteks epistemologis dan

    matafisika zamannya, sekaligus mempengaruhi zamannya. Jadi, filsafat itu dipengaruhi sekaligus

    mempengaruhi zamannya. Inilah lingkaran dialektis yang terus menerus berlangsung di dalam sejarah.

    Perkembangan di dalam epistemology dan metafisika mempengaruhi asumsi-asumsi yang

    digunakan oleh para filsuf politik untuk merumuskan pemikirannya. Pada abad pertengahan, banyak

    filsuf politik mengawinkan refleksi teologi dengan filsafat yunani kuno untuk merumuskan refleksi

    filsafat politik mereka.

    Filsafat politik juga seringkali muncul sebagai tanggapan terhadap situasi krisis zamannya. Pada

    era pertengahan, tema relasi antara Negara dan agama menjadi tema utama filsafat politik. Pada era

    modern, tema pertentangan antara kekuasaan absolut dan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi

    menjadi tema utama refleksi filsafat politik. Pada abad ke-19, pertanyaan tentang bagaimana

    masyarakat industry harus menata ekonominya, yakni apakah melulu dengan mengacu pada liberalism

    pasar atau menciptakan Negara kesejahteraan, menjadi tema filsafat politik.

    Suatu rumusan filsafat politik memiliki aspek-aspek antropologis yang mendasarinya, aspek

    antropologis ini menyangkut pemahaman tentang hakikat dari manusia atau karakter dasar dari

    manusia.

  • PERAN FILSAFAT POLITIK UNTUK INDONESIA

    1. Filsafat politik dapat dijadikan alat untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek

    politik yang telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep Negara, konsep kekuasaan, konsep

    otoritas, peran hokum, aspek keadilan di dalam hokum. Dalam bidang hukum misalnya, banyak pelaku

    korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang

    pas untuk menjeratnya. Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa hukum tidak hanya mengacu

    pada rumusan baku saja, tetapi pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam masyarakat. Rumusan

    hukum harus mengacu pada rasa keadilan. Tanpa keadilan, hukum adalah penindasan. Hukum

    merupakan terjemahan teknis dari keadilan. Proses mendefinisikan ulang sesuatu membutuhkan

    kerangka normative dan filsafat yang menyediakan itu. Suatu penilaian haruslah berbasis pada criteria

    penilaian tertentu dan didalam bidang politik, filsafat politik menyediakan itu.

    2. Filsafat politik mampu menjadi alat untuk melakukan kritik ideology. Sebuah bangsa mau tidak mau,

    hidup dalam suatu ideology tertentu. Ideology mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara naf

    oleh suatu bangsa dan tidak lagi dipertanyakan. Filsafat politik sebagai aktivitas berpikir secara terbuka,

    rasional, sistematis dan kritis tentang kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk

    membongkar kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideology tersebut.

    contoh kritik ideology islamisme :

    islamisme adalah suatu ideology yang menyatakan dengan tegas bahwa semua kehidupan

    public dan privat warga Negara haruslah diatur berdasarkan asas-asas islam yang dominan. Filsafat

    politik bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh islamisme, apakah

    konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada, apakah hanya ada satu islam di Indonesia ini.

    Filsafat politik dapat dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah

    ditemukan di dalam ideology-ideologi.

    3. Filsafat politik mengajukan suatu model tata social politik yang mungkin. Tata soaial politik itu berbasis

    pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan dan solidaritas.

    PERBEDAAN FILSAFAT POLITIK DENGAN ILMU POLITIK

    1. filsafat politik dan ilmu politik merupakan dua hal yang berbeda namun sama-sama membahas politik.

    2. Pada ilmu politik, untuk memahami realitas yang ada dilakukan pendekatan deskriptif. Sedangkan pada

    filsafat politik, sebuah realitas dikaitkan dengan disiplin normatif. Disiplin normatif maksudnya adalah

    disiplin yang merumuskan sesuatu secara ideal.

    3. Dalam membahas papua, :

  • a. Filsafat politik mempertanyakan apakah negara Indonesia mutlak diperlukan untuk terbentuknya tata

    hidup bersama di Papua, ilmu politik mempertanyakan dampak pemerintahan negara Indonesia bagi

    tata hidup bersama di Papua.

    b. filsafat politik berupaya memberikan pernyataan nilai (value statement), ilmu politik terhadap dampak

    pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua memberikan pernyataan faktual

    atau factual statement. (Herry-Priyono 2010, 6-7).

    POKOK MASALAH FILSAFAT POLITIK (SUBJEK MATTER)

    Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown

    1986, p. ),

    logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.

    metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing; dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.

    pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.

    Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu

    pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan

    KARAKTERISTIK FILSAFAT POLITIK

    Filsafat politik memiliki karakteristik. Salah satu yang utama adalah studi filsafat politik pada

    dasarnya merupakan cabang dari filsafat praktis (practical philosophy), yaitu cabang filsafat yang, terkait

    erat dengan etika atau filsafat moral.

    a. Filsafat politik berbeda dengan etika: etika berhubungan dengan dimensi moral pribadi, misalnya

    bagaimana seseorang seharusnya hidup, nilai atau gagasan ideal apa yang seharusnya dipegang dan

    aturan hidup macam apa yang hendaknya diperhatikan. Karena itu, sebagai cabang filsafat praktis,

    filsafat politik berhubungan dengan sisi atau aspek sosial dari etika atau lebih tepat berhubungan

    dengan pertanyaan tentang bagaimana pengaturan dan pengorganisasian kehidupan masyarakat yang

    seharusnya (Brown, 1986, p. 11).

  • b. pengetahuan normatif, yaitu bahwa filsafat politik mencoba membentuk norma (aturan atau standar

    ideal), yang dapat dibedakan dari pengetahuan deskriptif, yaitu mencoba menguraikan bagaimana

    sesuatu secara apa adanya (Wolf, 2006: 2). Studi normatif mencari tahu bagaimana sesuatu seharusnya:

    apa yang benar, adil dan secara moral tepat, sementara studi politik deskriptif dilakukan oleh ilmuwan

    politik, sosiolog, dan ahli sejarah

    METODE DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK

    dari segi metode, menjawab pertanyaan normative

    1. Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)

    a. Pendekatan sebagian

    pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep

    normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang

    demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai

    sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).

    Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis

    mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu menjelaskan

    relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.

    b. Pendekatan sistematis

    berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis

    tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar

    "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam

    kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau bentuk pemerintahan.

    Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam

    pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian

    tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau

    disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.

    pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik,

    yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu

    mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar

    hubungan dari berbagai pandangan politik.

  • 2. Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis

    a. Pendekatan pemecahan masalah

    Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau

    sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai

    masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial semata sehingga

    memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari

    kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara,

    jika diterima sebagai kenyataan juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik

    untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.

    b. Pendekatan kritis

    Pendekatan kritis, menurut Cox, juga diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai

    keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat

    dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan

    bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.

    http://filsafat.ugm.ac.id/aw/Filpol.rtf.

    http://elisa.ugm.ac.id/comm_view.php?Filpol-AW

    J.H. Rapar, Filsafat Politik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001),

    http://mahrusali611.blogspot.com/2013/07/makalah-filsafat-politik_8715.html

    MAKALAH FILSAFAT POLITIK

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Karena hanya atas

    berkat dan Rahmat-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang insya Allah tepat pada

    waktunya.

  • Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Tauhid yang telah di berikan oleh

    Ibu Dra. Hj. Wiji.

    Berdasarkan pengertian syariat, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal- hal yang menjadi

    kekhususan diri-Nya. Hakikat tauhid adalah mengesakan Alah. Maka dalam pembuatan makalah

    ini, kami menghubungkan penciptaan alam semesta ini dengan ilmu tauhid.

    Dan akhirnya kami berharap, apa yang kami sampaikan dalam makalah kami ini dapat

    bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi kami pada khususnya. Makalah ini juga

    sesungguhnya masih jauh dari titik kesempurnaan sebuah makalah, maka kritik yang positif dan

    membangun sangat kami harapkan sebagai bahan referensi kami untuk lebih baik lagi ke

    depannya.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian Filsafat Politik

    Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua

    kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu

    keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran.

    Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.[1]

    Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain

    berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering

    dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya

    bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat

    diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu

    pemerintahan menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat.

    Jadi, pengetian Filsafat Politik adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan

    dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik

    berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik. Bidang politik merupakan tempat

    menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong

    perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.[2]

    Filsafat politik adalah refleksi filosofis mengenai masalah-masalah sosial politik yang dapat

    dibedakan menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat, yakni pertama mempersoalkan

    hakikat, kedua mempersoalkan fungsi dan tujuan. Akan tetapi dalam kenyataannya, filsafat

    politik bukan hanya mempersoalkan hakikat, fungsi dan tujuan negara, melainkan juga

    membahas soal keluarga dalam negara, pendidikan, agama, hak dan kewajiban individual,

    kekayaan dan harta milik pemerintah dan sebagainya. Filsafat politik berbeda dengan ilmu

    politik, karena ilmu politik bersifat deskriptif dan bersangkut paut dengan fakta-fakta, sedangkan

    filsafat politik bersifat normatif dan bersangkut paut dengan nilai-nilai.[3]

    B. Pengertian Filsafat Politik Oleh Para Ahli

    Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan

    manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia

    dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan

    konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu,

  • apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila

    negara buruk berarti manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang

    menjadi warganya.

    Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis

    serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat

    yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas

    sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di

    luar negara.[4]

    Bagi Agustinus, filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara

    dibagi 2 (dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra surgawi kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi (civitas terrena). Kehidupan di

    dalam Negara Allah diwarnai dengan iman, ketaatan, dan kasih Allah. Sedangkan Negara

    Sekuler duniawi, menurutnya identik dengan negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran, pengmbaran hawa nafsu,

    keangkuhan, dosa, dan lain-lain. Dengan jelas bahwa filsafat politik negara Allah Agustinus

    merupakan penjelmaan negara ideal Plato.

    Plato dalam bukunya Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahan tersebut.

    Menurut Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dan keadilan. Setiap

    warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikan negara ideal itu, oleh

    karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara. Pendidikan menduduki tempat amat

    penting dalam filsafat politik Plato. Agar negara ideal itu dapat terwujud nyata, yang patut

    menjadi raja atau presiden adalah mereka yang mempelajari filsafat. Dengan kata lain raja

    haruslah seorang filsuf, karena hanya filsuflah yang benar-benar mengenal ide-ide. Selain itu

    filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan, sehingga pemerintahannya tidak akan

    mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut Plato, hanya filsuflah yang memiliki

    pengetahuan yang sesungguhnya, dan karena pengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah

    yang layak memerintah.[5]

    Sementara Aristoteles berpendapat bahwa negara adalah persekutuan yang berbentuk polis yang

    dibentuk demi kebaikan tertinggi bagi manusia. Negara harus mengupayakan dan menjamin

    kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya karena hanya dalam kesejahteraan umum itulah

    kesejahteraan individual dapat diperoleh. Menurut dia alangkah baiknya apabila negara

    diperintah oleh seorang filsuf-raja yang memiliki pengetahuan sempurna dan amat bijaksana,

    karena akan menjamin tercapainya kebaikan tertinggi bagi para warganya. Akan tetapi lanjutnya,

    di dunia ini tidak mungkin dapat ditemukan seorang filsuf-raja yang sempurna, kareanya yang

    terpenting adalah menyusun hukum dan konstitusi terbaik yang menjadi sumber kekuasaan dan

    menjadi pedoman pemerintahan bagi para penguasa.[6]

    C. Perkembangan Filsafat Politik

    1). Filsafat Politik Barat

    a. Klasik

  • Pada jaman klasik, masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles,

    kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum. Socrates lahir

    pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah

    seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di

    Athena. Ajaran ajaran Socrates diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik. Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan

    oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang

    mencakup seluruh ilmu pengetahuan.

    Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan,

    filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles mencetuskan

    pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di athena. Saat itu berlaku

    konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam

    politica menegaskan tentang harus adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan

    ruang politik dengan ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan

    inti-inti mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik. Konsep

    mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.

    b. Abad pertengahan

    Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak

    gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak

    bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan

    kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para

    gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada

    hukuman mati.

    Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode

    Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama

    mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada

    orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik

    Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang

    memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat

    Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak

    mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat.

    Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi

    menjadi tiga, Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik

    Terakhir.[7]

    c. Modern/kontemporer

    Dalam era modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes dan

    John locke.

    Thomas Hobbes

    Dasar pemikiran filsuf ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan

    tentang akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa filsafat anyak

    disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek yang bersifat lahiriah dan bergerak

    dengan cirinya masing-masing. Ia membagi filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat

    geometri, filsafat fisika, filsafat etika dan filsafat politik.

    John Locke

  • Menurut locke,kekuadaan negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara

    adalah untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John locek

    dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan antara agama

    dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya berbeda. [8]

    2). Filsafat Politik Islam

    A. Garis Besar Filsafat Politik Islam

    Islam merupakan agama universal yang memberikan pedoman setiap aspek kehidupan manusia.

    Termasuk didalamnya juga tentang (aspek) kehidupan bernegara. Khusus mengenai kehidupan

    bernegara, Islam memberikan pedoman amat global, hanya diajarkan prinsip-prinsipnya, guna

    memberi kesempatan bagi interpretasi dan perkembangan masyarakatnya, sesuai dengan

    kebutuhan hidup yang senantiasa berkembang. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran dalam

    bidang kehidupan politik memperoleh ruang gerak yang sangat luas. Berikut ini penulis akan

    mendiskripsikan garis besar tentang hal tersebut dengan mencoba menggali nuansa-nuansa yang

    telah termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah.[9]

    B. Al- Farabi dan Filsafat Politik Islam

    Filsafat politik Al-Farabi sendiri kiranya layak untuk mendapat perhatian kita, lebih sepuluh

    abad setelah masa hidup sang filosof. Mengapa?

    Pertama, Al-Farabi adalah filosif politik islam par excellence. Filosof- filosof muslim yang

    datang setelahnya terbukyi tak banyak beranjak dari apa yang dikembangkan oleh Al-Farabi .

    Hal ini seperti diakui oleh para filosof-filosof penerusnya. Tokoh-tokoh dari kalagan islam

    seperti Ibnu Sina, Al-Ruzi, Al-Thusi maupun dari lingkungan agama lain, eperti Maimonides,

    dan Ibn Gabirol, mengakui bahwa kualitas filsafat Al-Farabi khususnya di bidang politik, sulit di

    lampaui .

    Kedua, banyak peneliti mengenai pemikiran Al-Farabi prcaya bahwa filsafat tokoh ini

    merupakan suatu upaya yang cukup berhasil untuk mengakomodasikan ajaran-ajaran islam ke

    batang tubuh filsafat klasik, betapapun kontroversialnya.

    Ketiga, least but not least meskipun merupakan cerminan abad pertengahan filsafat politik al-

    farabi seperti di ungkapkan oleh Ibrahim Madkour , seorang ahli filsafat islam terkemuka , ia

    mengandung pengertian-pengertian modern, bahkan kontemporer.

    Hubungan politik pemerintahan menurut Al-Farabi, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang

    mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat lantaran tidak mungkin memenuhi segala

    kebutuhanya sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerjasama dari orang lain. Adapun tujuan

    bermasyarakat adalah tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, melainkan

    juga untuk memenuhi kelangkapan hidup yang akan memberikan kebahagiaan , tidak saja

    material, tetapi juga di akhirat.[10]

    C. Al- Mawardi

    Untuk menegakkan negara , dari segi politik, Mawardi berpendapat ada enam sendi dasar yang

    harusiupayakan

    1. Agama yang dihayati sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati

    nurani.

    2. Penguasa yang berwibawa yang mampu mempersatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat

    mengantarkan negaramencapai tujuannya .

    3. Keadilan dalam arti luas , keadilan terhadap terhadap bawahan, atasan, dan mereka yang

    setingkat.

    4. Stabilitas keamanan yang terkendali dan merata

  • 5. Kesuburan tanah (lahan) yang berkesinambungan, sehingga tidak tumbuh sebagai aggresor

    6. Harapan kelangsungan hidup.

    Rasulullah bersabda "Adanya harapan adalah suatu nikmat dari Allah kepada umatku , kalau

    tidak ada harapan orang tidak akan (payah-payah) menanam pohon , dan seorang ibu tidak akan

    menyusui anaknya "

    D. Al-Ghazali

    Profesi politik menurut Al-Ghazali:

    Sejalan dengan ilmuwan-ilmuwan sebelumnya , Ghazali juga berpendirian manusia itu makhlik

    sosial . Manusia tidak bisa hidup sendirian disebabkan dua faktor.

    1. Pertama, kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia hal ini

    diperlakukan hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta keluarga

    2. Saling membantu dan menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan , pakaian dan

    penidikan.

    Bagi Ghazali , profesi politik meliputi empat departemen

    1. Departemen agraria untuk menjamin kepastian hak atas tanah

    2. Departemen pertahanan dan keamanan (hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan

    negara

    3. Departemen ketahanan

    4. Kejaksaan

    Kesemuanya untuk menyelesaikan sengketa dan untuk menyusun undang undang dan peraturan

    guna menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan melindungi setiap warga dari

    pelanggaran hak, baik oleh sesama , maupun oleh negara itu sendiri.[11]

    D. Pokok Masalah Filsafat Politik

    Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut

    (Brown 1986, p. ),

    logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik",

    "benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat

    dikatakan tertib dan baik, misalnya.

    metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan

    dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing;

    dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan

    bukti-bukti yang kita pilih.

    pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-

    pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan

    membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.

    Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi)

    yaitu pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.[12]

    E. Metode dan Pendekatan Filsafat Politik

    dari segi metode, menjawab pertanyaan normative

    1. Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)

    a. Pendekatan sebagian

    pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep

    normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah

    demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).

  • Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu

    menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.

    b. Pendekatan sistematis

    berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah

    jauh dari sekadar "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah

    yang muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan

    atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan

    dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat

    normatif (piecemal normative inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal

    jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan

    keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.

    pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama

    lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary)

    atau memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik.[13]

    2. Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis

    a. Pendekatan pemecahan masalah

    Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau

    sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ;

    berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial

    semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga,

    sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan

    pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai kenyataan juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif

    terhadap sistem itu.

    b. Pendekatan kritis

    Pendekatan kritis, menurut Cox, juga diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai

    keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.[14]

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Filsafat politik klasik senantiasa bermuara pada etika, yang pada masa itu menduduki tempat

    paling mulia di antara segala cabang filsafat. Persoalan yang dikemukakan dan pertanyaan yang

    di ajukan merupakan abstraksi moral yang bersumber dari upaya untuk memberi arti dan makna

    bagi kehidupan individu dan masyarakat. Dengan demikian ada tujuan lebih pasti dan lebih

    agung yang hendak dicapai, kendati harus melewati perjuangan yang tidak kunjung selesai.

    Dalam filsafat politik modern, pokok persoalan yang utama adalah masalah individu dan hak-hak

    miliknya. Itu terlihat jelas lewat tema-tema pembahasan filsafat politik masa kini yang berkisar

  • pada soal kebebasan, otoritas, hak-hak asasi manusia, demokrasi, hak dan kewajiban, keadilan

    dan lain-lain.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu ,

    25-05-2013, 12.05.

    [2] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu, 25-

    05-2013, 12.05.

    [3] Ibid, hal. 170-172

    [4] : http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,

    25-05-2013. 12.05

    [5] Ibid., hlm. 303

    [6] Ibid., hlm. 303

    [7] http://br1ghtfuture.blogspot.com/2013/04/filsafat-politik.html , 25-05-2013, 12.15.

    [8] http://br1ghtfuture.blogspot.com/2013/04/filsafat-politik.html , 25-05-2013, 12.15.

    [9] K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. 1998. Refleksi Atas Persoalan Keislaman. Yogyakarta :

    Mizan, halaman 48.

    [10] Drs. Muhammad Azhar, MA. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. 1996.

    Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 75.

    [11] Drs. Muhammad Azhar, MA. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. 1996.

    Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 81-91.

    [12] : http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,

    25-05-2013, 12.05.

    [13] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,

    25-05-2013, 12.05.

    [14] http://majasari31.blogspot.com/2012/09/pengantar-filsafat-politik.html#ixzz2UH5wrrCu,

    25-05-2013, 12.05.

    https://budiwibawa.wordpress.com/tag/robert-nozick/

    Silang argumentasi antara John Rawls (1921-2002) dan Robert Nozick (1938-2002), mungkin

    menjadi salah satu wacana paling populer dalam sejarah kajian filsafat politik kontemporer.

    Perbedaan pendapat Rawls dan Nozick terletak pada teori mereka tentang prinsip keadilan. Rawls, adalah seorang liberal-sosialis, ia memandang bahwa keadilan masih bisa di capai

    melalui prinsip perbedaan, tetapi jika (dan hanya jika) perbedaan tersebut dapat mendatangkan yang terbaik bagi apa yang paling buruk (maximin principle). Sedangkan Nozick yang lebih

    berpegang pada paham libertarian (-ekstrem), memandang prinsip kebebasan adalah hal utama

    yang harus berlaku mutlak untuk sebuah konsep keadilan.

    Baik Rawls maupun Nozick sebenarnya mengakui prinsip kebebasan (dan kesetaraan) sebagai

    fundamen utama bagi konsep keadilan mereka. Dalam pandangan Rawls misalnya, prinsip

    kebebasan tetap menjadi prioritas dibanding prinsip-prinsip yang lain. Rawls mengajak kita

  • melakukan hipotesis (hypothetical agreement) untuk melihat prinsip kebebasan (liberty principle) pada posisi awali (original position). Baginya, setiap orang harus memiliki satuan

    mendasar (tingkat layak) kebebasan yang setara dan luas. Untuk prinsip kebebasan ini, Nozick

    nampaknya cenderung menerima pendapat Rawls. Yang dikritik oleh Nozick (dan golongan

    libertarian) terutama adalah konsep Rawls tentang prinsip perbedaan (difference principle