Filsafat Administrasi Teori Organisasi

11
FILSAFAT ADMINISTRASI TEORI ORGANISASI FILSAFAT ADMINISTRASI TEORI ORGANISASI PENDAHULUAN 1. BIROKRASI Pertama-tama perlu diberikan penjelasan terhadap adanya kesalahpahaman umum bahwa pengertian birokrasi diberikan kepada hal-hal seperti jika seseorang ingin mendapatkan informasi tertentu dikirim dari pejabat satu ke pejabat yang lainnya, tanpa mendapatkan informasi yang diinginkan. Demikian pula keharusan pengisian formulir-formulir dalam enam lembar atau lebih. Sehingga birokrasi malahan dihubungkan dengan kemacetan-kemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi. Birokrasi di sini dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.[1] 2. TEORI BIROKRASI MAX WEBER Salah seorang pemikir pertama mengenai konsep birokrasi adalah Max Weber (1864-1920).[2] Dalam dua buku yang ditulisnya

Transcript of Filsafat Administrasi Teori Organisasi

Page 1: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

FILSAFAT ADMINISTRASI TEORI ORGANISASI

FILSAFAT ADMINISTRASI

TEORI ORGANISASI

PENDAHULUAN

1. BIROKRASI

Pertama-tama perlu diberikan penjelasan terhadap adanya kesalahpahaman umum bahwa

pengertian birokrasi diberikan kepada hal-hal seperti jika seseorang ingin mendapatkan informasi

tertentu dikirim dari pejabat satu ke pejabat yang lainnya, tanpa mendapatkan informasi yang

diinginkan. Demikian pula keharusan pengisian formulir-formulir dalam enam lembar atau lebih.

Sehingga birokrasi malahan dihubungkan dengan kemacetan-kemacetan administrasi atau tidak

adanya efisiensi.

            Birokrasi di sini dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang

harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang

dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir

secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.[1]

2. TEORI BIROKRASI MAX WEBER

Salah seorang pemikir pertama mengenai konsep birokrasi adalah Max Weber (1864-

1920).[2] Dalam dua buku yang ditulisnya Parliament and Government in the Newly Organized

Germany (terbit tahun 1918) dan Wirtschaft and Geselschaft (terbit tahun 1921 setelah ia

meninggal). Weber menuangkan pemikiran-pemikirannya tentang organisasi rasional (birokrasi)

setelah menganalisis gejala-gejala buruk dari dominasi kekuasaan para pejabat pemerintahan dan

staf administrasi pada abad ke-19.

Pemikiran Weber tentang birokrasi sebenarnya sangat dipengaruhi oleh teori administrasi

Jerman, pemikiran Robert Michels, pemikiran Karl Marx dan pemikiran ahli  sejarah ekonomi

dan sosial Gustav Schmoller. Sekalipun Weber tidak semua setuju pada pemikiran mereka,

namun gagasan-gagasan yang ia susun tidak lepas dari kehadiran pemikiran mereka. Dalam

Page 2: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

Wirtschaft and Geselschaft misalnya, Weber sangat menaruh perhatian pada gagasan tentang

verband yang terjemahannya paling jelas adalah tentang “organisasi”. Namun Weber di sini

memiliki konotasi khusus sehingga diartikannya sebagai suatu tatanan hubungan-hubungan

sosial, suatu pemeliharaan yang dengannya individu-individu tertentu memiliki tugas-tugas

khusus. Kemudian ia pun menaruh perhatian pada pentingnnya ordnung (aturan-aturan) sebagai

dasar yang membatasi dan mengatur hubungan-hubungan sosial dan kekuasaan/otoritas

(kewenangan).

Dalam analisis sosiologisnya Weber melihat fakta bahwa tingkah laku manusia dalam

verband diorientasikan oleh seperangkat aturan. Adanya seperangkat aturan yang mengarahkan

tingkah laku tersebut merupakan satu hal yang hakiki bagi konsep organisasi, yang olehnya

disebut tatanan administrasi. Aspek penting dari tatanan administrasi ini ditunjukkan oleh siapa

yang memberikan perintah dan kepada siapa perintah diberikan, sehingga antara administrasi dan

otoritas sangat berhubungan erat. Di sini Weber mengemukakan apa yang disebutnya koordinasi

imperatif, perintah dan aturan, sebagai faktor yang sama penting dalam tatanan administrasi di

mana aturan akan mengatur ruang lingkup dan kepemilikan otoritas.

Selanjutnya Weber menjelaskan bahwa untuk sebuah organisasi rasional, setiap pejabat

dan anggota staf administrasi berada dalam kedudukan memberi dan menerima tatanan-tatanan

administrasi karena itu perlu struktur otoritas dan legitimasi. Dalam kaitan ini Weber

menganalisis ada 3 bentuk otoritas dengan legitimasi yang berbeda untuk dipilih sebagai

berikut :

1. kepatuhan kepada semua perintah dibenarkan (sah) karena orang yang berada dalam

tatanan itu memiliki beberapa kesucian atau karakteristik yang terkenal. Otoritas ini

disebut otoritas kharismatik.

2. kepatuhan pada semua perintah karena menghormati terhadap pola tatanan lama yang

telah mapan. Otoritas ini disebut otoritas tradisional.

3. kepatuhan kepada yang memberi perintah karena semata-mata tugas sesuai dengan

undang-undang dan peraturan yang ditetapkan. Otoritas ini disebut otoritas legal dan

rasional.

Dari ketiga bentuk otoritas tersebut yang terakhirlah yang dipilih dan menjadi perhatian

Weber dalam menyusun konsep dan gagasan-gagasannya mengenai organisasi rasional

Page 3: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

(birokrasi). Menurut Weber, administrasi yang dapat mencapai tingkat rasionalitas, jika disusun

berdasarkan sistem otoritas (kewenangan) legal, bukan otoritas kharismatik atau tradisional.

Berdasarkan sistem otoritas legal ini, maka Weber mengemukakan 8 proposisi sebagai berikut :

1.                                    tugas-tugas pejabat diorganisir berdasarkan aturan yang berkesinambungan.

2.                                    tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang dibedakan menurut fungsi masing-masing

dilengkapi dengan syarat otoritas dan sangsi-sangsi.

3.                                    jabatan-jabatan tersusun secara hierarkhis, hak-hak control dan komplain diantara mereka

terperinci.

4.                                    aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal.

Dalam kasus tersebut manusia terlatih diperlukan.

5.                                    sumber-sumber daya organisasi dibedakan dengan yang berasal dari anggota sebagai individu

pribadi.

6.                                    pemegang jabatan tidak sesuai dengan jabatannya (maksudnya setiap orang dapat menduduki

jabatan tidak harus tergantung dari latar belakang pendidikannya).

7.                                    administrasi didasarkan kepada dokumen-dokumen tertulis, dan untuk hal ini kantor (biro)

dijadikan sebagai pusat organisasi modern.

8.                                    sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya ialah

di dalam staf administrasi birokratik (maksudnya sistem otoritas legal hanya berlaku di dalam

staf administrasi yang birokratik).

Dengan berpijak pada 8 proposisi di atas kemudian Weber mengusulkan model

organisasi rasional yang disebut organisasi birokrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. kegiatan-kegiatan regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organsasi dibagi

dalam cara yang tertentu sebagai tugas-tugas jabatan. Pembagian kerja yang jelas ini

memungkinkan untuk mengerjakan tenaga-tenaga spesialisasi  dalam tiap jabatan, dan

membuat mereka bertanggungjawab untuk pelaksanaan efektif dari tugasnya tersebut.

Tingkat spesialisasi yang tinggi menjadi bagian daripada kehidupan sosial-ekonomis

banyak negara-negara dewasa ini (terutama di negara maju).

2. pengorganisasian jabatan-jabatan mengikuti prinsip hierarki, yaitu jabatan yang lebih

rendah berada di bawah pengawasan daripada jabatan yang lebih atas. Setiap pejabat di

Page 4: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

dalan hierarki administratif ini dapat diminta pertanggungawabannya oleh atasannya

mengenai keputusan atau kegiatan pejabat yang di bawah pimpinannya itu. Supaya ia

dapat memimpin bawahan seseorang mempunyai kewenangan atas bawahan tersebut,

yaitu mempunyai hak untuk mengeluarkan petunjuk dan bahwa atas kewenangan itu,

bawahan diminta kesediaannya untuk menuruti. Kewenangan tersebut hanyalah terbatas

kepada pemberian petunjuk/instruksi yang relevan dengan tugas atau fungsi jabatan.

Penggunaan dari prerogatif status untuk memperluas kekuasaan terhadap bawahan tidak

dibenarkan karena tidak sesuai dengan pelaksanaan kewenangan birokratis yang sah

(legitimate).

3. operasi-operasi atau pelaksanaan kegiatan dikendalikan oleh suatu sistem peraturan yang

konsisten dan pelaksanaan daripada peraturan-peraturan ini terhadap kejadian atau kasus

tertentu. Sistem dari standar ataupun peraturan-peraturan ini dimaksudkan untuk

menjamin adanya keseragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan, tanpa melihat

jumlah orang yang terlibat didalamnya, serta untuk koordinasi berbagai tugas. Peraturan

atau tata-cara tersebut juga memberikan pembatasan wilayah tanggungjawab setiap

anggota organisasi dan hubungan antar mereka. Pelaksanaan kegiatan yang mendasarkan

diri kepada peraturan atau standar-standar tersebut dipakai untuk jabatan-jabatan di

tingkat bawah yang bersifat rutin, tetapi juga untuk jabatan-jabatan tinggi ada standar

untuk menjadi dasar pelaksanaan kegiatannya.

4. pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban di dalam semangat

“formalistic impersonality”[3] (formal non-pribadi). Artinya tanpa perasaan simpati atau

tidak simpati. Supaya standar-standar rasional dapat berjalan dalam pelaksanaan kegiatan

tanpa gangguan pertimbangan yang bersifat pribadi, maka suatu pendekatan yang non-

pribadi harus berlaku di dalam suatu organisasi. Dengan menghilangkan pertimbangan

yang bersifat pribadi dalam urusan jabatan, berarti suatu prakondisi untuk sikap tidak

memihak dan juga untuk efisiensi. Dan sebetulnya hal ini adalah untuk keuntungan

mereka yang dilayani. Dengan sikap pelayanan yang sama berarti juga membina

demokrasi dalam administrasi.

5. penempatan kerja di dalam organisasi birokrasi didasarkan pada kualifikasi teknis dan

dilindungi terhadap pemberhentian sewenang-wenang. Di dalam suatu organisasi

birokrasi penempatan kerja seorang pegawai didasarkan atas karier. Ada sistem promosi,

Page 5: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

entah atas dasar senioritas atau prestasi. Kebijakan kepegawaian demikian dimaksudkan

untuk meningkatkan loyalitas kepada organisasi dan tumbuhnya “esprit de corps” (jiwa

korps) di antara anggotanya. Identifikasi anggota organisasi dengan organisasinya

membuat mereka mengusahakan tujuan dan kepentingan organisasi secara lebih baik.

6. pengalaman menunjukkan bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi

administrasi dilihat dari penglihatan teknis akan dapat memenuhi efisiensi tingkat

tertinggi. Mekanisme birokrasi yang berkembang sepenuhnya akan lebih efisien daripada

organisasi yang tidak seperti itu atau yang tidak jelas birokrasinya. Birokrasi

memecahkan masalah organisasi yang utama, yaitu memaksimalkan efisiensi organisasi

dan bukan dari masing-masing anggota organisasi tersebut. Untuk itulah dikembangkan

spesialisasi dan pengadaan, serta penempatan kerja pegawai atas dasar kualifikasi teknis.

CATATAN ANALISIS

            Apa yang dikemukakan oleh Weber tentang birokrasi adalah apa yang ia sebut tipe ideal.

Konsep metodologi ini tidak mewakili secara rata-rata dari birokrasi yang ada, tetapi suatu tipe

murni yang diambil dengan cara abstraksi dari segi dan ciri birokrasi yang paling menonjol dari

organisasi-organisasi yang diketahui. Karena birokratisasi tidak pernah direalisasikan, maka

tidak ada suatu organisasi yang secara empiris sesuai dengan konstruksi ilmiah tersebut.

            Tetapi ada hal yang perlu mendapat perhatian utama, tentang konsep tipe ideal birokrasi

Weber tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Blau dan Page.[4] Pandangan Weber adalah

pengamatan dari birokrasi dalam bentuk organisasi formal. Birokrasi demikian, perlu bagi

pengorganisasian tugas kegiatan yang besar untuk meningkatkan efisiensi. Sesuatu yang tidak

sesuai dengan konsep ini dianggap tidak relevan untuk pengetahuan organisasi. Sedangkan studi-

studi empiris akhir-akhir ini ternyata bahwa hubungan formal dan praktek-praktek yang kurang

resmi berkembang antara anggota-anggota birokrasi dan seringkali berbentuk suatu organisasi

tersendiri tanpa mendapat sanksi resmi. Chester I. Barnard malahan mengemukakan: “informal

organization are necessary to the operations of formal organizations”.[5] Pola-pola informal ini

berkembang menjadi penting untuk diperhatikan dalam analisa organisasi. Jika struktur formal

yang dikemukakan Weber dianggap satu-satunya yang mendukung efisiensi, maka kenyataannya

Page 6: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

adalah bahwa hubungan informasi dan praktek-praktek kurang resmi seringkali memberikan

sumbangan yang besar terhadap pelaksanaan kegiatan yang efisien.

            Birokratisasi dapat menjadi kekuatan yang baik untuk pertumbuhan sebagai hasil

pelaksanaan kegiatan yang efisien, tetapi juga dapat menjadi alat yang menghambat perubahan-

perubahan. Dalam hal ini birokrasi memang dapat berkembang ke arah salah satu diantaranya.

Birokrasi dapat menghambat perubahan sosial, jika yang lebih menonjol adalah apa yang oleh

Blau dan Page[6] disebut sebagai sikap “ritualis”. Sikap birokrasi di sini adalah mengembangkan

standard dan prosedur tata-kerja dan memperinci kewenangan secara detail, kemudian dijadikan

suatu yang rutin dan dilaksanakan secara ketat. Tidak ada tempat bagi suatu kebijakan

administratif yang mungkin sedikit menyimpang, tetapi memberikan pemecahan masalah.

            Melaksanakan kegiatan berdasarkan standar maupun aturannya menjadi tujuan dan bukan

alat untuk mencapai suatu tujuan administratif. Seringkali hal ini terkait erat dengan disiplin

pelaksanaan kerja sesuai dengan wilayah kewenangan masing-masing. Karena para anggota

birokrasi kemudian hanya merupakan bagian dari mesin yang ketat yang seringkali juga

menumpulkan inisiatif dan gagasan-gagasan baru. Keadaan seperti itu akan tidak sesuai dengan

kebutuhan proses perubahan sosial yang cepat atau tidak memberikan dorongan bagi usaha

perubahan di mana standar serta aturan-aturan rutinnya itu sendiri perlu secara terus menerus

disempurnakan.

            Di lain pihak birokrasi dapat menjadi alat pembaharuan. Hal ini terlaksana, jika tujuan-

tujuan organisasi memang diarahkan bagi suatu strategi pembaharuan dan pembangunan.

Kecuali itu elite birokrasi bersikap mudah menerima pemikiran-pemikiran pembaharuan dan

pembangunan.

            Dengan demikian birokrasi adalah suatu alat untuk dapat merealisasikan pembangunan

sosial, ekonomi dan politik. Karena bagaimanapun juga, tujuan-tujuan perubahan tersebut di

dalam masyarakat modern perlu dilembagakan dalam bentuk birokrasi. Kemudian dengan

adanya perkembangan apa yang disebut teknokrasi, maka birokrasi mendapatkan darah baru

dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk proses perubahan dan

pembangunan yang dilembagakan dalam birokrasi.

        

Page 7: Filsafat Administrasi Teori Organisasi

[1] Peter Al Blau dan Charles H. Page, Bureaucracy in Modern Society, (New York: Random House, 1956)[2] H.H. Gerth dan R. Wright Mills, (eds.&translator), From Max Weber: Essays in Sosiology, (NewYork: Oxford University Press, 1958)[3] ibid. [4] Peter M. Blau dan Charles H. Page, op.cit. diambil pula dari Max Weber, Theory of Social an Economic Organization, (NewYork: The Free Press, 1964)[5] Chester I. Barnard, The Function of the Executives, (Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1938), hal.123.[6] Peter M. Blau dan Charles H. Page, op.cit.

Sumber: http://tengkumahesakhalid.blogspot.com/2012/05/filsafat-administrasi-teori-organisasi.html