filsafat

13

Click here to load reader

Transcript of filsafat

Page 1: filsafat

Tugas Mata Kuliah Filsafat III

SIMBOLISASI TOKOH SEMAR DALAM KARYA

KERAMIK F WIDAYANTO

oleh:

Sri Ika Damayanti

071 1386 022

Program Studi S-1 Kriya Seni, Jurusan Kriya Fakultas Seni Rupa

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

2009

Page 2: filsafat

2

Simbolisasi Tokoh Semar dalam Karya Keramik F Widayanto

A. Sejarah dan Filosofi Semar

Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan

terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh Kyai Lurah Semar

Badranaya, yang lebih dikenal dengan nama Semar. Ia tokoh punakawan paling

utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai

pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah

Mahabharata dan Ramayana. Punakawan dan tentunya juga Semar merupakan

ciptaan asli pujangga Indonesia, karena di dalam cerita asli pewayangan di India

tidak ada tokoh Punakawan. Sedangkan kesenian wayang sendiri sudah ada sejak

sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dan melekat begitu kuat dalam

kebudayaan Jawa

Nama Semar dari kata Samar, yaitu gaib, tak dapat dilihat dengan mata,

tak dapat dirupakan, tak ada yang setara, tak ada persamaan apapun dengan apa

Page 3: filsafat

3

yang kelihatan di dunia ini. Badranya berasal dari kata Bebadra yang berarti

membangun sarana dari dasar dan Naya/Nayaka berarti utusan Rasul jadi

bermakna mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Tuhan demi

kesejahteraan manusia.

Semar dikatakan bukan lelaki juga bukan perempuan karena Ia berkelamin

laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, tangan kanannya ke atas ,

makananya sebagai pribadi Semar mengatakan simbol Sang Maha Tunggal dan

tangan kirinya ke belakang bermakna berserah total sekaligus keilmuan yang

netral namun simpatik. Rambut Semar yang kuncung bermakna “akuning sang

kuncung = sebagai kepribadian pelayan tanpa pamrih melaksanakan ibadah sesuai

sabda illahi. Semar berjalan menghadap ke ata bermakana, dalam perjalanan

manusia agar selalu mengingat Tuhan. Kain yang digunakan semar motif

parangkusumorojo, perwujudan dewonggowantah (untuk menuntun manusia)

agar memayuhayuning bawono yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran di

bumi.

Senjata Semar adalah senjata yang sangat kerakyatan, yakni kentutnya

yang kesaktiannya tidak ada bandingnya Ia diberi anugerah mustika manik

astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:tidak pernah lapar, tidak pernah

mengantuk, tidak pernah jatuh cinta, tidak pernah bersedih, tidak pernah merasa

capek, tidak pernah menderita sakit, tidak pernah kepanasan dan tidak pernah

kedinginan

Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun

semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa. Misalnya, dalam naskah

Page 4: filsafat

4

Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikahi Dewi Rekatawati putra

Sanghyang Rekatatama, lahirlah sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal

membanting telur itu sehingga pecah menjadi cangkang, putih, dan kuning telur.

Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari

cangkang diberi nama Antaga, dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan

yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan

Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan.

Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha

melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami

kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara

lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah

melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh

Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun

bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan

kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan

Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara

Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama

Togog dan Semar.

Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-

anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya

bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang

mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja

Page 5: filsafat

5

bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda

sakti Resi Manumanasa.

B. Eksplorasi Semar ala F Widayanto

Semar telah sering dieksplorasi dan divisualisasi kembali oleh banyak

perupa juga sastrawan, dalam bentuk masih tradisional maupun kontemporer.

Indiguerillas mengeksplorasi Semar dan anak-anaknya melalui vector art dengan

dengan gaya yang sangat pop begitu juga dengan jogjakrtoon. Sudjiwo Tedjo juga

mengangkat Semar dalam lukisannya. Sastrawan Sindhunata dan Seno Gumira

Ajidarma juga menjadikan Semar sebagai tokoh utama dalam cerita mereka.

Sosok Semar telah berpuluh tahun juga digunakan oleh perajin tembikar juga

sebagai simbol banyak iklan. Semua itu karena Ia adalah adi karya dari local

genius yang tidak ditemui di belahan dunia lain.

Kini, yang cukup menggemparkan dunia seni rupa ialah Semar yang lahir

dari kreativitas keramikus F Widayanto. Karya Semar Widayanto tersebut

dipamerkan dalam pameran tunggalnya yang bertajuk Semarak 30 Semar di

Page 6: filsafat

6

Galeri Nasional Indonesia, jalan Medan Merdeka Timur 15 Jakarta pada 6-12 Juni

2009. Total keseluruhan semar keramik yang dibuatnya ada 30 buah

keseluruhanya berbeda gaya dan rupa.

Semar Widayanto bukan Semar yang biasa kita kenal, tetapi ia tetaplah

Semar dengan segala cirri khususnya. Semar Widayanto dapat menjelma berbagai

rupa. Ia dapat berupa dewa Yunani Zeus, Yesus (King of King) tapi ia juga dapat

menyapa Ni hao? Ia dapat dijuluki Emperor of the East juga menjadi The Champ

(jagoan). Semar juga menjelajahi berbagai ranah kehidupan mulai dari pemikir,

dengan nama Think Semar sampai pemusik dengan nama Kentrung Semar. Ia pun

tetap kembali ke Nusantara menjadi Badranaya atau Sang Hyang Ismajati.

Berbagai macam penggayaan yang digunakan bukan berarti semarnya

bukan semar nusantara, secara fisik ia masih tetap Semar tradisional; berbadan

pendek gemuk dengan perut buncit, payudara besar, pantat yang nyaris merosot,

pusar bodong, muka pucat. Matanya beyes (rembes/berair), mulutnya cablek,

entah menangis atau tertawa. Kuncung rambutnya sengaja dibuat Widayanto se-

ekstrim mungkin, mirip Mohawk. Telinga ditindik dihiasi dengan cabai merah

seperti gelangnya, ini merupakan simbol bahwa Semar selalu siap mendengarkan

yang pedas-pedas. Mulut yang seringkali mengulum batu Kristal diibaratkan kata-

katanya yang bermakna dalam.

Mitos Semar yang demikian kuat untuk direfleksi misalnya pada isu

bagaimana manusia menjalani pekerjaan. Widayanto memberi tongkat atau

pusaka pada tiap karyanya Tongkat ini seperti penggambaran gunungan dalam

pewayangan simbol keselarasan manausia dengan alam. Ada berbagai tongkat

Page 7: filsafat

7

yang diatasnya selalu dinaungi hiasan, hal ini membuat keramik Widayanto

semakin kuat .Ia telah membuktikan bahwa ia cermat dalam memerhatikan detail

tema dan pesan yang ingin disampaikan ke publik. Kejelian ini mewujud secara

tajam dalam keberaniannya membuat tokoh Semar layaknya sosok dewa yang

menaungi berbagai bidang kehidupan. Tongkat yang dibawa Semar

mengisyaratkan ia memang luar biasa, melampaui manusia, ia dapat sebagai

pengikut tokoh, pembantu raja,abdi yang mumpuni dan patut menjadi panutan

Kekuatan Semar juga tergambarkan dengan perawakan yang serba

berlebih. Mulai dari perut gendut hingga bentuk tubuh yang tambun. Gambaran

ini hadir sebagai parodi tersendiri dan secara implisit menunjukkan bahwa

nampaknya Semar lebih menguasai berbagai bidang kehidupan dengan gayanya.

Bentuk tubuh Semar dan anak-anaknya yang cacat dan tidak sempurna sangat jauh

dari bentuk tubuh para priyayi atau satria yang merupakan penguasa, namun

rakyat melihat hal itu sebagai simbol bahwa bentuk lahir tidaklah penting karena

tanpa mereka (rakyat) sang penguasa tidaklah berarti apa-apa.

Dalam pewayangan, punakawan biasanya muncul setelah terjadi

kekacauan, yang oleh sang dalang digambarkan dalam ungkapan ”Bumi gonjang-

ganjing, langit kelap-kelap…. ”. yang popular dan masuk ke perbendaharaan

nasional. Sebab itu di saat keadaan negara kacau balau, Lalu munculah tokoh

Semar untuk memulihkan keadaan. Dalam istilah politik modern mungkin Semar

bisa disebut sebagai people’s power.

Bila dilihat saat ini, karya Semar Widayanto dapat dikatakan sebagai

refleksi kondisi politik tanah air yang relevan. Seperti halnya masyarakat dalam

Page 8: filsafat

8

pewayangan, kita juga berharap akan muncul Semar-semar yang dapat

memulihkan keadaan. Rakyat membutuhkan tokoh yang cerdas dan bijaksana

untuk memimpin dan menjalankan roda pemerintahan yang demokratis. Semar

hadir sebagai ekspresi kerinduan masyarakat akan hadirnya pemimpin yang

tanggap dengan aspirasi masyarakat bawah. Pemimpin yang tidak melulu

bertengger di menara gading dan sudi duduk bersama, memikirkan berbagai

persoalan bangsa

Semar, apapun maknanya,apapun fungsinya dan apapun kegairahannya,

tetaplah merupakan figur yang menarik dan tak lekang oleh jaman. Mereka bisa

hadir pada setiap masa dengan nuansa berbeda sesuai tren pada masanya.

Page 9: filsafat

9

Sumber Referensi

________Makna Filosofi Semar, http://www.indospiritual.com/, 2 Desember

2009

________Rindu Semar, www.fwidayanto.com, 2 Desember 2009

Bonneff, Marcel, Komik Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Indonesia, 1998

Mulyono, Ir, Apa dan Siapa Semar, Jakarta: Gunung Agung, 1982

Sunarto, Seni gatra wayang purwa, Semarang: Dahara Prize, 1997