Filsafat 1 a [Draft-print]

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya kemampuan manusia dalam berpikir dan memikirkan tentang hidup dan kehidupan yang sedalam-dalamnya (thoughtfull living) menjadi salah satu penyebab munculnya filsafat. Kehadiran filsafat yang kian berkembang sejak 25 abad yang lalu membuktikan bahwa filsafat sangatlah penting bagi manusia. Seiring dengan pentingnya fungsi dan peran filsafat dalam kehidupan manusia maka filsafat dikenal sebagai master scientarium atau induk bagi seluruh ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan filsafat sebagai induk bagi seluruh ilmu pengetahuan maka perumusannya tidaklah mudah untuk dilakukan melainkan hanya seorang filsuf yang otentik yang mampu melakukannya, Sedangkan mahasiswa sebagai bagian dari manusia yang sedang mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan tentunya perlu memahami filsafat agar dapat memahami ilmu pengetahuan itu secara sempurna sehingga pembahasan mengenai filsafat sangat diperlukan di kalangan mahasiswa. Oleh karena itu, pada bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan. 1.2 Rumusan Masalah Melalui latar belakang yang telah dibahas di atas maka berikut ini rumusan masalah yang perlu dijawab pada bab selanjutnya 1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat? 2. Apakah yang dimaksud dengan pengetahuan? 3. Apakah yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan 4. Apakah persamaan dan perbedaan antara filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan? 1.3 Tujuan Pembahasan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan dalam makalah ini ialah: 1. Untuk mengetahui arti dari filsafat. 2. Untuk mengetahui arti dari pengetahuan 3. Untuk mengetahui arti dari ilmu pengetahuan 4. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara filsafat, pengetahuan dan ilmu pengetahuan.

description

Filsafat, Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan

Transcript of Filsafat 1 a [Draft-print]

Page 1: Filsafat 1 a [Draft-print]

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya kemampuan manusia dalam berpikir dan memikirkan tentang hidup

dan kehidupan yang sedalam-dalamnya (thoughtfull living) menjadi salah satu penyebab

munculnya filsafat. Kehadiran filsafat yang kian berkembang sejak 25 abad yang lalu

membuktikan bahwa filsafat sangatlah penting bagi manusia. Seiring dengan pentingnya

fungsi dan peran filsafat dalam kehidupan manusia maka filsafat dikenal sebagai master

scientarium atau induk bagi seluruh ilmu pengetahuan.

Berkaitan dengan filsafat sebagai induk bagi seluruh ilmu pengetahuan maka

perumusannya tidaklah mudah untuk dilakukan melainkan hanya seorang filsuf yang otentik

yang mampu melakukannya, Sedangkan mahasiswa sebagai bagian dari manusia yang

sedang mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan tentunya perlu memahami filsafat

agar dapat memahami ilmu pengetahuan itu secara sempurna sehingga pembahasan

mengenai filsafat sangat diperlukan di kalangan mahasiswa. Oleh karena itu, pada bab

selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian filsafat, pengetahuan dan ilmu

pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah

Melalui latar belakang yang telah dibahas di atas maka berikut ini rumusan masalah

yang perlu dijawab pada bab selanjutnya

1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat?

2. Apakah yang dimaksud dengan pengetahuan?

3. Apakah yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan

4. Apakah persamaan dan perbedaan antara filsafat, pengetahuan dan ilmu

pengetahuan?

1.3 Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan dalam makalah

ini ialah:

1. Untuk mengetahui arti dari filsafat.

2. Untuk mengetahui arti dari pengetahuan

3. Untuk mengetahui arti dari ilmu pengetahuan

4. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara filsafat, pengetahuan dan ilmu

pengetahuan.

Page 2: Filsafat 1 a [Draft-print]

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Filsafat

2.1.1 Pengertian Filsafat

Kata filsafat memiliki berbagai macam padanan bahasa. Dalam bahasa Inggris

filsafat disebut sebagai philosophy, sedangkan jika dilakukan arabisasi fisafat disebut sebagai

falsafah. Adapun istilah filsafat pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang

terdiri atas dua kata: philos/philia/philein (cinta) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan,

pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat

berarti cinta kebijaksanaan atau love of wisdom dalam arti yang sedalam-dalamnya (Surajiyo,

2005). Di samping itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata filsafat berarti

pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab

asal dan hukumnya.

Selanjutnya, filsafat yang muncul dikarenakan adanya ketakjuban, ketidakpuasan,

hasrat bertanya dan keraguan dari manusia (Rapar, 1996) juga memiliki arti secara

terminologi. Adib (2011) menjelaskan bahwa secara terminologi filsafat dapat diartikan

dengan beberapa hal berikut ini: (i) upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan

sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas; (ii) upaya untuk melukiskan hakikat realitas

akhir dan dasar secara nyata; (iii) upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan

pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya; (iv) penyelidikan kritis

atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai

bidang pengetahuan; (v) disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang

kita katakan dan untuk menyatakan apa yang kita lihat.

Di samping itu, terdapat pengertian filsafat yang diterjemahkan secara beragam oleh

para ahli atau para filsuf (orang yang berfilsafat) dan menurut Tafsir (2001) keanekaragaman

pengertian ini disebabkan oleh perbedaan konotasi filsafat, pengaruh lingkungan dan

pandangan hidup yang berbeda serta akibat dari perkembangan filsafat ini sendiri. Berikut ini

beberapa definisi filsafat yang dikemukakan oleh berbagai filsuf:

a. Socrates (469-399 SM) mengartikan filsafat sebagai cara berpikir yang radikal dan

menyeluruh, cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya

b. Plato (427–348 SM) mendefinisikan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk

mencapai kebenaran yang asli.

c. Aristoteles (382–322 SM): mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang

meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika,

retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

d. Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan

lainnya.

e. Al Kindi (800–870) berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan benar mengenai

hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.

f. Al Farabi (872–950) menerangkan filsafat sebagai ilmu (pengetahuan) tentang

hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.

g. Descartes (1596–1650) menerangkan filsafat merupakan kumpulan segala

pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.

h. Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang

menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4

persoalan yakni: apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang harus diketahui

(etika), sampai di manakah harapan kita (agama) dan apa yang dinamakan manusia

(antropologi).

i. N. Driyarkara (1913–1967) berpendapat bahwa filsafat merupakan perenungan yang

sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab “ada dan berbuat”, perenungan tentang

kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai ke “mengapa” yang penghabisan.

j. Notonagoro (1905–1981) menyatakan bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang

menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan

yang tidak berubah, yang disebut hakikat.

Melalui berbagai definisi yang telah dikutip dari banyak filsuf ini dapat diambil

kesimpulan bahwa filsafat adalah kegiatan memikirkan, menelaah dan mencari kebenaran

Page 3: Filsafat 1 a [Draft-print]

3

dalam arti sedalam-dalamnya akan sesuatu yang nyata yang telah ada guna menjawab

keraguan dan pertanyaan yang muncul tentangnya.

2.1.2 Karakteristik Filsafat

Filsafat sebagai cara untuk mencari kebenaran yang hakiki akan suatu hal yang

dipertanyakan karena keheranan dan keraguan manusia terhadap sesuatu hal tersebut

memiliki beberapa karakteristik yang diterangkan melalui sifat dasar dan ciri-cirinya. Lima

sifat dasar itu ialah dipikirkan secara radikal, pencarian asas, perburuan kebenaran, pencarian

kebenaran dan dipikirkan dengan rasional (Rapar, 1996). Berikut ini penjelasan dari sifat

dasar tersebut:

a. Berpikir secara radikal

Radikal berasal dari kata radix yang berarti akar sehingga jika filsafat memiliki

sifat dasar berpikir radikal maka makna dari hal tersebut ialah dalam berfilsafat

haruslah mencari pengetahuan yang mendalam (sampai ke akar-akarnya). Bagi para

filsuf penting untuk berpikir secara radikal agar dapat menemukan akar dari permasalah

yang sedang dicari sehingga ketika akar permasalahan telah didapat, mudah bagi para

filsuf untuk memahami segala sesuatu yang tumbuh di atas akar tersebut.

b. Mencari asas

Filsafat tidak hanya mengacu pada bagian tertentu dari suatu realitas

melainkan pada keseluruhannya. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat

senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari seluruh realitas. Seorang

filsuf akan selalu berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari realitas.

Berupaya mencari asas berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi

realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas maka realitas itu dapat diketahui

dengan pasti dan menjadi jelas.

c. Pemburu kebenaran

Seorang filsuf ialah seorang pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburu

merupakan kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat

dipersoalkan. Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh yang dapat

dipertanggungjawabkan maka setiap kebenaran yang telah didapat haruslah senantiasa

terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti

sehingga terlihat jelas bahwa kebenaran filsafati tidaklah bersifat mutlak dan final,

melainkan terus bergerak dari satu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti.

d. Mencari kejelasan

Salah satu penyebab lahirnya filsafat adalah keraguan sehingga untuk

menghapus keraguan tersebut diperlukan kejelasan. Mengejar kejelasan berarti harus

berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, kabur dan

gelap, bahkan yang serba rahasia dan penuh teka-teki.tanpa kejelasan, filsafat akan

menjadi sesuatu yang mistik dan tak mungkin mampu menggapai kebenaran.

e. Berpikir rasional

Berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran dan mencari kejelasan

tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa adanya pemikiran yang rasional. Berpikir

secara rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis. Berpikir logis merupakan

pemikiran yang sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan

benar dari premis-premis yang digunakan. Berpikir sistematis merupakan rangkaian

pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau berkaitan secara logis. Sedangkan

berpikir kritis berarti tingginya kemauan untuk terus menerus mengevaluasi argumen-

argumen yang mengklaim diri benar.

Adapun ciri-ciri filsafat menurut Surajiyo (2005) terbagi dalam tiga hal yaitu

menyeluruh, mendasar dan spekulatif dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Menyeluruh: pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya

ditinjau dari satu sudut pandang tertentu.

2) Mendasar: pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensi

objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai

dan keilmuan.

3) Spekulatif: hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya.

Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah

pengetahuan yang baru.

Page 4: Filsafat 1 a [Draft-print]

4

2.1.3 Sumber (Asal) Filsafat

Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira- kira abad ke-7

SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan

alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama

lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya

mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti

Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di

daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta,

sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah:

Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah

murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah

“komentar- komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat

besar pada sejarah filsafat. Selanjutnya, Surajiyo (2005) dan Adib (2011) berpendapat bahwa

ditinjau dari sisi historisnya, terdapat tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat

yaitu sebagai berikut:

a) Keheranan: banyak filsuf yang menunjukkan rasa heran sebagai asal filsafat, seperti

halnya Plato yang mengatakan: “mata kita memberi pengamatan bintang-bintang,

matahari dan langit”. Pengamatan ini memberi dorongan untuk menyelidiki;

b) Kesangsian: banyak filsuf-filsuf yang lain seperti Descrates menunjukkan bahwa

kesangsian merupakan sumber utama pemikiran; dan

c) Kesadaran akan keterbatasan: manusia merupakan makhluk yang lemah dan terbatas

sehingga ia mulai berfilsafat karena manusia cendrung berpikir bahwa di luar

manusia yang terbatas terdapat sesuatu yang tidak terbatas.

2.1.4 Objek Filsafat

Filsafat yang dibahas secara mendalam agar menemukan kebenaran dan

memusnahkan keraguan memiliki objek pembahasan yang luas, meskipun daru berbagai

macam pengertian dinyatakan bahwa filsafat membahas berbagai macam sesuatu yang ada

namun berbagai macam itu dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar yakni: objek

material filsafat dan objek formal filsafat. Adapun yang dimaksud objek filsafat menurut

Syafiie (2010) adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan atau sesuatu yang akan

diamati, diteliti dan dipelajari serta dibahas sebagai kajian ini. Berikut ini penjelasan

mengenai objek filsafat:

a. Objek material filsafat

Objek material ialah suatu bahan yang menajdi tinjauan penelitian atau

pembentukan pengetahuan itu, objek material merupakan hal yang diselediki,

dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu (Surajiyo, 2005). Setiap objek material

dari suatu disiplin ilmu pengetahuan bisa saja sama dengan objek material ilmu

pengetahuan lainnya, sehingga pokok bahasannya saling tumpang tindih (convergency)

dan menyebabkan objek material disebut subject matter.

Adapun contoh dari objek material adalah ilmu politik, ilmu pemerintahan,

administrasi negara, hukum tata negara dan ilmu negara saling tumpang tindih karena

sama-sama membahas negara sebagai objek materialnya dan oleh sebab itu disebut

sebagai ilmu kenegaraan. Selanjutnya, Tafsir (2001) menjelaskan tentang objek material

ini banyak yang sama dengan objek sains namun tetap memiliki dua perbedaan yakni:

1) sains menyelidiki objek material yang empiris dan filsafat menyelidiki bagian abstrak

dari objek empiris, dan 2) ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti

oleh sains (seperti Tuhan), yakni objek material yang selamanya tidak empiris.

Sehingga, objek material filsafat lebih luas dari objek material sains.

b. Objek formal filsafat

Menurut Surajiyo (2005), objek formal filsafat adalah sudut pandang yang

ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau sudut dari

mana objek material itu disoroti. Adapun Lasiyo dan Yuwono (1985) menjelaskan

bahwa objek formal merupakan sudut pandang menyeluruh secara umum sehingga

dapat mencapai hakikat dari objek materialnya.

Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada

saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Selanjutnya, Tafsir (2001)

menegaskan bahwa objek formal filsafat adalah penyelidikan yang mendalam. Adapun

Page 5: Filsafat 1 a [Draft-print]

5

menurut Syafiie (2010), objek formal filsafat ialah kebenaran, kebaikan dan keindahan

secara berdialektika. Filsafat yang memiliki unsur logika, etika dan estetika memiliki

objek material yaitu akal untuk logika, budi untuk etika dan rasa untuk estetika.

2.1.5 Metode Filsafat

Metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan tertentu (Bakker, 1984).

Tak jauh dengan banyaknya pendapat mengenai definisi filsafat maka terdapat pula banyak

metode pada filsafat dikarenakan penerapan metode untuk mencapai hakikat kebenaran

sesuai dengan corak pandang seorang filsuf itu sendiri. Sehingga Runes dalam Dictionary of

Philosophy yang dikutip oleh Surajiyo (2005) menguraikan, sepanjang sejarah filsafat yang

telah dikembangkan sejumlah metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas dapat

dirangkum ke dalam 10 metode berikut ini:

a. Metode Kritis: Socrates dan Plato

Bersifat analisis istilah dan pendapat. Metode ini bersifat praktis dan

dijalankan dalam berbagai macam percakapan. Socrates tidak menyelidiki fakta-fakta

melainkan ia menganalisis pendapat atau aturan yang dikemukakan orang.

b. Metode Intuitif: Plotinus dan Bergson

Guna menyelami hakikat segala kenyataan diperlukan intuisi yakni naluri yang

telah mendapatkan kesadaran diri, yang telah diciptakan untuk memikirkan sasaran

serta memperluas sasaran itu menurut kehendak sendiri tanpa batas. Dengan jalan

introspeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan

intelektual (bersama dengan penyucian moral) sehingga tercapai suatu penerangan

pikiran. Bregson: dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan,

tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.

c. Metode Skolastik: Aristoteles, T. Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan

Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi dan prinsip yang

jelas dengan sendirinya, ditarik berbagai kesimpulan. Filsafat yang memakai metode ini

dihubungkan erat dengan teologia dan filsafat ini dipandang sebagai suatu filsafat

kodrati yang murni.

d. Metode Geometris: Rene Descrates dan pengikutnya

Descrates berpendapat bahwa ada ketersusunan alami dalam kenyataan yang

ada hubungannya dengan pengertian manusia. Di samping itu, ia berusaha keras

menemukan yang benar. Adapun yang dipandang benar adalah apa yang jelas dan

terang. Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-

hakikat „sederhana‟ (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakikat itu

dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.

e. Metode Empiris: Hobbs, Locke, Berkeley, David Hume

Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar; maka semua pengertian

(ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan atau tanggapan atau impresi

dan kemudian disusun bersama geometris. Dalam metode ini pangkal utama

pemikirannya ialah empirisme namun tetap menerima konsekuensi terhadap ilmu alam

yang bersifat matematis.

f. Motode Transendental: Immanuel Kant dan Neo-Skolastik

Filsafat dengan metode ini ditekankan pada aktivitas pengertian dan penilaian

manusia dengan menggunakan analisis yang kritis. Bertitik tolak dari tepatnya

pengertian tertentu, dengan jalan analisis, diselidiki syarat-syarat apriori bagi suatu

pengertian. Menurut Kant, pemikiran telah mencapai arah yang pasti di dalam ilmu

pengetahuan alam seperti yang telah disusun oleh Newton. Ilmu pengetahuan itu telah

mengajarkan kita bahwa perlu terlebih dahulu secara kritis menilai pengenalan atau

tindakan mengenal itu sendiri.

g. Metode Fenomenologis: Husserl dan Eksistensialisme

Fenomenologis adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu

yang menampakkan diri atau suatu aliran yang membicarakan tentang gejala. Pada

prinsipnya metode ini ingin mencapai hakikat segala sesuatu atau hal yang sebenarnya

yang menerobos semua gejala yang tampak dengan mengggunakan proses penyaringan

(reduksi) yang terbagi menjadi:

1) Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman kita dengan maksud

sebagai upaya mendapatkan fenomen dalam wujud yang semurni-murninya.

Page 6: Filsafat 1 a [Draft-print]

6

2) Reduksi eidetis, penyaringan terhadap segala hal yang bukan eidos atau inti

sari atau hakikat gejala. Sehingga hasil reduksi kedua ialah „penilikan hakikat‟.

3) Reduksi transendental, menyaring segala sesuatu yang tidak ada hubungan

timbal balik dengan kesadaran murni supaya dari objek yang itu akhirnya

orang sampai pada apa yang ada pada subjek sendiri.

h. Metode Dialektis: Hegel dan Marx

Menurut Hegel, jalan untuk memahami kenyataan ialah dengan mengikuti

gerakan pikiran atau konsep. Metode dialektis Hegel mengikuti dinamis pemikiran atau

alam sendiri yang diungkapkan melalui tiga langkah yakni dua pengertian yang

bertentangan yang didamaikan (tesis – antitesis – sintesis).

i. Metode Neo-Positivistis

Pada metode ini kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan

mempergunakan aturan-aturan yang berlakunya seperti pada ilmu pengetahuan positif

(eksakta).

j. Metode Analitika Bahasa: Wittgenstein

Dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau

tidaknya ucapan-ucapan seorang filsuf/filosofis. Keistimewaan metode ini ialah semua

kesimpulan dan hasilnya senantiasa didasarkan pada penelitian bahasa yang logis.

2.1.6 Cabang-cabang Filsafat

Agar mempermudah seseorang mempelajari filsafat maka lapangan filsafat haruslah

dibagi-bagi dan diperinci lebih jelas. Adanya pembagian ini disebabkan karena objek yang

dipandang dalam filsafat sangatlah luas. Berikut ini beberapa pembagian cabang filsafat

menurut para filsuf yang dikutip oleh Salam (2005):

a) Plato: 1) dialektika (tentang ide-ide atau pengertian umum); 2) fisika (tentang dunia

materiil); dan 3) etika (tentang kebaikan).

b) Aristoteles: 1) logika (susunan pikiran); 2) filosofia teoritika (fisika–dunia materiil,

matematika–kuantitas barang, metafisika–tentang ada); 3) filosofia praktika (etika–

kesusilaan perseorangan, ekonomika–kesusilaan kekeluargaan, politika–kesusilaan

kenegaraan); 4) filosofia poetika/aktiva (pencipta); dan 5) filosofia kesenian.

Selanjutnya, sejalan dengan eksistensinya yang baru maka secara umum Salam

(2005) mengelompokkan cabang-cabang filsafat menjadi enam bagian yaitu epistemologi,

metafisika, logika, etika, estetika dan filsafat khusus lainnya. Berikut ini penjelasan

mengenai pencabangan filsafat tersebut:

1) Epistemologi: berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata,

pikiran, ilmu), sehingga epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang bersangkut

paut dengan teori pengetahuan.

2) Metafisika: berasal dari bahasa Yunani meta physika (sesudah fisika) yang memiliki

banyak arti yakni upaya untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau realitas sebagai

suatu keseluruhan atau suatu pembahasan filsafat yang komprehensif mengenai

seluruh realitas atau segala sesuatu yang ada. Objek pembahasannya ialah hakikat

fisika dan hakikat yang bersifat transendental.

3) Logika: suatu pertimbangan akal atau pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.

Filsafat mengenai pikiran atau cara berpikir benar atau salah.

4) Etika: berasal dari bahasa Yunani ethos (sifat, watak, kebiasaan) dan ethikos (susila,

keadaban atau kelakuan dan pebuatan baik). Etika sering disebut sebagai filsafat

moral.

5) Estetika: berasal dari bahasa Yunani aisthesis yang berarti pencerapan indrawi,

pemahaman intelektual atau pengamatan spiritual. Estetika merupakan cabang

filsafat yang membahas tentang seni dan keindahan.

6) Filsafat-filsafat khusus lainnya seperti filsafat bahasa, filsafat teknik, filsafat hukum,

filsafat pendidikan, filsafat ekonomi, filsafat sosial dsb.

2.1.7 Peran dan Kegunaan Filsafat

Filsafat tidak dipelajari dan dilakukan secara sia-sia, melainkan memiliki peran dan

kegunaan tersendiri. Adapun peran filsafat menurut Rapar (1996) ialah sebagai berikut:

1) Pendobrak, filsafat mampu mendobrak tertawannya intelektualitas manusia sejak

berabad-abad silam dikarenakan kepercayaan manusia terhadap mitos dan keskralan

yang berasal dari nenek moyang yang tidak dapat diganggu gugat.

Page 7: Filsafat 1 a [Draft-print]

7

2) Pembebas, filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya.

Filsafat telah, sedang dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari

kekurangan pengetahuan yang menyebabkan manusia picik dan dangkal.

3) Pembimbing, filsafat membebaskan pemikiran manusia dengan cara

membimbingnya untuk berpikir secara rasional, lebih luas dan mendalam serta

menemukan esensi suatu permasalahan.

Sedangkan kegunaan filsafat menurut Rapar (1996) ialah terbagi menjadi dua yakni

kegunaan bagi ilmu pengetahuan dan kegunaan dalam kehidupan praktis dengan penjelasan

sebagai berikut:

1) Bagi ilmu pengetahuan, filsafat telah berhasil mengembangkan pemikiran rasional,

luas, mendalam, teratur, terang, integral, koheren, metodis, sistematis, logis, kritis,

dan analitis. Karenanya ilmu pengetahuan pun semakin tumbuh subur, terus

berkembang menjadi dewasa hingga pada tingkat kedewasaan yang penuh ilmu

tersebut akan mampu berdiri sendiri. Berdasarkan hal inilah filsafat disebut sebagai

master scientiarum.

2) Bagi kehidupan praktis, filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan

pemahaman yang jelas. Kemudian, filsafat menuntun manusia untuk melakukan

tindakan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang

jelas tersebut.

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Di dalam kehidupan sehari-hari kita selalu mendengar kata pengetahuan berasal

dari kata dasar “tahu”. dalam kamu besar bahasa Indonesia kata pengetahuan memiliki arti

yaitu mempunyai makna pengetahuan, berilmu, dan terpelajar, sedangkan didalam bahasa

Inggris secara etimologi kata knowledge yang mempunyai arti segenap apa yang kita

ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya adalah ilmu (Adib, 2011).

Sedangkan secara terminologi pengetahuan dapat kita definisikan dengan apa yang

diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar,

insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah milik atau isi pikiran (Gazalba, 1992).

Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses berpikir atau usaha manusia dari

belum tahu menjadi tahu baik melalui penalaran secara langsung melalui panca indera

maupun akal, karena dengan pengetahuan kita bisa menjawab segala persoalan yang ada.

2.2.2 Terjadinya (Sumber) Pengetahuan

Kita memperoleh pengetahuan setiap hari tentunya tidak semerta-merta tanpa

adanya sumber atau asal. Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to

Philosophical Analysis yang dikutip oleh Surajiyo (2005) pengetahuan dapat terjadi melalui

enam hal berikut ini:

1) Pengalaman indra (sense experience), merupakan sumber pengetahuan berupa alat

untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan

akan terjadi apabila ada ketidaknormalan pada indra tersebut.

2) Nalar (reason), merupakan salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua

pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru.

3) Otoritas (authority), dikatakan sebagai sumber dikarenakan suatu kelompok dapat

memperoleh pengetahuan melalui seorang yang mempunyai kewibawaan dalam

pengetahuannya dan pengetahuan ini biasanya tanpa diuji karena yang

menyampaikan adalah orang yang berwibawa dan mempunyai otoritas.

4) Intuisi (intuition), dengan adanya intuisi maka manusia mampu melahirkan

pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan yang muncul dari tidak adanya

pengetahuan.

5) Wahyu (revelation), merupakan berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-

Nya untuk kepentingan umatnya. Wahyu dikatakan sebagai sumber pengetahuan

karena manusia mengenal sesuatu melalui kepercayaannya.

6) Keyakinan (faith), antara sumber wahyu/kepercayaan dan keyakinan sangat sukar

dibedakan secara jelas. Keyakinan muncul melalui kemampuan kejiwaan manusia

untuk memproses kematangan kepercayaan. Kepercayaan bersifat dinamik

sedangkan keyakinan bersifat statik.

Page 8: Filsafat 1 a [Draft-print]

8

2.2.3 Metode Mendapatkan Pengetahuan

Terdapat beberapa metode agar manusia dapat memperoleh pengetahuan, menurut

Gazalba (1992) metode-metode tersebut ialah:

1. Metode pertama dikenal dengan metode pre-scientifik. Metode ini dalam Bahasa

Indonesia dikenal dengan metode alternatif. Mengapa dikenal metode pre scientifik,

karena orang hanya akan mendapat pengetahuan semata, atau orang hanya akan

memperoleh keyakinan (tanpa keraguan) dalam melihat realitas. Oleh karena itu

hasil dari metode ini adalah pengetahuan biasa (knowledge).

2. Metode kedua dikenal sebagai metode ilmiah (scientific methods). Metode ini

menghasilkan pengetahuan ilmiah atau sanins. Dalam pengetahuan ini ada usaha

secara bertahap dengan menggunakan logika yang rasional untuk mendapatkan

hubungan sebab-akibat dari suatu realitas. Misal, mengapa gabus terapung diaras

air? Tentunya jawaban ilmiah akan dibawa pada perbedaan berat jenis dari air dan

gabus. Gabus lebih ringan daripada air.

3. Metode ketiga dikenal dengan metode khusus (non-scientific methods). Metode ini

saya katakan khusus, karena tidak semua orang bisa melakukan metode ini secara

berulang. Misalnyanya: ada seorang anak yang meramal kejadian masa datang

hanya dengan melihat wajah. Mungkin melihat wajah bisa dilakukan semua orang,

namun tidak semua orang memilki kemampuan melihat masa depan dari wajah yang

dilihat itu. Hasil dari metode ini antara lain : wahyu, karya seni, karya filsafat, dsb

2.2.4 Jenis Pengetahuan

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan,

maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran.

Dikemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki ada empat (Salam, 2005), yaitu:

a. Pengetahuan biasa: pengetahuan yang dalam istilah filsafat dengan istilah common

sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu

dimana ia menerima secara baik.

b. Pengetahuan ilmu: ilmu sebagai terjemahan dari sciense diartikan untuk

menunjukan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.

c. Pengetahuan filsafat: pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat

kontemplatif dan spekulatif.

Pengetahuan agama: pengetahuan yang hanya diperoleh dari tuhan lewat para utusanya.

Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.

2.3 Ilmu Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan

Secara etimologi (bahasa), menurut Miramihardja (2009), ilmu pengetahuan dan

ilmu tidak ada bedanya secara prinsip, karena menurutnya ilmu pengetahuan hanya

memberikan tekanan pada ilmu, ialah dalam sisi sistematika, reliabilitas, dan validitas.

Sehingga apabila para ahli membahas tentang ilmu dan ilmu pengetahuan, maka maknanya

secara prinsip sama. Akan tetapi yang perlu dibedakan adalah pengetahuan dan ilmu

pengetahuan.

Kata “ilmu” itu sendiri diserap dari bahasa Arab “’alima-ya’lamu-ilman” yang

berarti mengetahui, mengerti, atau memahami (Wahid, 1996). Sedangkan dalam bahasa

Inggris, kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara etimologi

berasal dari bahasa Latin “scinre”, artinya “to know”, yaitu mempelajari atau mengetahui.

Dalam pengertian yang sempit, kata science lebih menunjukkan pada ilmu pengetahuan alam

yang sifatnya kuantitatif dan objektif (Salam, 2005).

Secara terminologi (istilah), para pakar telah mendefinisikan makna ilmu

pengetahuan dengan berbagai macam definisi. Burhanuddin Salam (2005) dalam bukunya

“Pengantar Filsafat” telah mengutip beberapa definisi ilmu pengetahuan dari beberapa pakar,

di antaranya:

Menurut Harold H. Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense yang

diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-

peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi, yang diteliti secara kritis.

Mohammad Hatta berpendapat bahwa tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang

teratur tentang pekerjaan hukum kausal (sebab-akibat) dalam satu golongan masalah yang

Page 9: Filsafat 1 a [Draft-print]

9

sama tabiatnya, menurut kedudukannya tampak dari luar luar maupun menurut bangunnya

dari dalam.

Ashley Montagu memberikan definisi ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang

disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan studi dan percobaan untuk

menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang dipelajari.

Arief Sidharta (2008) dalam bukunya “Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu itu?”

mengutip definisi ilmu pengetahuan dari C.A. van Peursen, menurutnya ilmu

pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan

pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi

agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi

lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Inu Kencana Syafiie (2005) dalam bukunya “Pengantar Ilmu Pemerintahan”

mengutip pengertian ilmu pengetahuan dari Van Poeljo, menurutnya ilmu

pengetahuan adalah tiap kesatuan pengetahuan, di mana dari masing-masing bagian

bergantung satu sama lain yang teratur secara pasti menurut asas-asas tertentu.

Menurut Mohammad Adib (2011) dalam bukunya “Filsafat Ilmu” yang mengutip

pernyataan The Liang Gie tentang definisi ilmu, menurutnya ilmu adalah rangkaian aktivitas

manusia yang rasional dan kognitif dengan metode berupa aneka prosedur dan tata langkah

sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala

kealaman, kemasyarakatan, atau kemanusiaan untuk tujuan mencapai kebenaran,

memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.

Sedangkan Wiramihardja (2009) menyatakan bahwa pengertian ilmu pengetahuan

meliputi pengertian „tahu‟, „mengetahui‟, dan „pengetahuan‟. Lebih lanjut beliau

menjelaskan, pertama, ilmu pengetahuan merupakan suatu keadaan pada seseorang. Kedua,

ilmu pengetahuan merupakan kecakapan untuk mengetahui secara tersusun (sistematis). Segi

kedua ini mencakup suatu aksi, tindakan, atau suatu usaha. Ketiga, ilmu pengetahun

merupakan pengetahuan tersusun, yaitu susunan dari perumusan pendapat-pendapat tertentu.

Sehingga, beliau menyimpulkan bahwa batasan ilmu pengetahuan adalah usaha mencapai

serta merumuskan sejumlah pendapat yang tersusun sekitar suatu keseluruhan persoalan.

Berdasarkan uraian tentang definisi ilmu pengetahuan menurut para pakar di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek

tertentu yang disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian, analisa, dan diperiksa secara

teliti, dengan menggunakan metode tertentu (secara rasional, sistematis, logis, dan konsisten)

sehingga diperoleh penjelasan mengenai gejala objek yang bersangkutan.

2.3.2 Karakteristik Ilmu Pengetahuan

Sejarah membuktikan, ilmu pengetahuan akan membawa manusia pada kemajuan

dalam kehidupannya. Kemajuan yang dihasilkan ilmu pengetahuan itu memungkinkan,

karena beberapa karakteristik atau sifat umum yang dimiliki ilmu pengetahuan. Menurut

Salam (2005) yang mengutip pendapat Randall, beliau mengemukakan beberapa karakteristik

atau ciri umum ilmu pengetahuan, di antaranya:

a. Hasil dari ilmu pengetahuan sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama.

Artinya, hasil dari ilmu pengetahuan yang telah lalu dapat dipergunakan untuk

penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi

yang menemukannya saja. Setiap orang dapat menggunakan dan memanfaatkan

hasil penelitian atau hasil penemuan orang lain.

b. Hasil ilmu pengetahuan kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan,

karena yang melakukan penelitian adalah manusia. Namun yang perlu diketahui,

kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia

yang menggunakan metode tersebut.

c. Ilmu pengetahuan itu objektif. Artinya cara penggunaan metode ilmu tidak

tergantung pada yang menggunakannya, juga tidak tergantung pada pemahaman

secara pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung pada

pemahaman secara pribadi.

Masih menurut Salam (2005), Ralph Ross dan Ernest van den Haag menambahkan

ciri-ciri umum dari ilmu pengetahuan, yaitu:

a. Ilmu itu rasional.

b. Ilmu itu bersifat empiris.

c. Ilmu itu bersifat umum.

Page 10: Filsafat 1 a [Draft-print]

10

d. Ilmu itu bersifat akumulatif.

2.3.3 Sumber Ilmu Pengetahuan

Menurut Salam (2005), setidaknya ada empat sumber lahirnya ilmu pengetahuan,

yaitu:

a. Pikiran manusia

Hal ini akan melahirkan paham “rasionalisme” yang berpendapat bahwa sumber

satu-satunya dari pengetahuan manusia adalah rasio (akal budi). Pelopor

pemahaman ini adalah Rene Descartes. Aliran ini sangat mendewakan akal

manusia, yang kemudian akan melahirkan paham “intelektualisme” dalam dunia

pendidikan.

b. Pengalaman manusia

Dengan ini muncul aliran “empirisme” yang dipelopori oleh tokoh yang bernama

John Locke. Aliran ini berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan sebagai kertas

atau meja putih, pengalamanlah yang akan memberikan lukisan padanya. Dunia

empiris merupakan sumber ilmu pengetahuan utama dalam dunia pendidikan, yang

kemudian dikenal dengan teori “tabula rasa” (teori kertas putih).

c. Intuisi manusia

Jika ilmu pengetahuan yang diperoleh secara rasional dan empiris adalah hasil dari

penalaran, maka intuisi menghasilkan ilmu pengatahuan tanpa melalui proses

penalaran. Pengetahuan intuitif ini dipakai sebagai hipotesis bagi analisis

selanjutnya, kegiatan intuitif dan analitik saling berperan dalam menemukan

kebenaran.

d. Wahyu Allah

Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia melalui

perantara para nabi yang diutus-Nya, sejak nabi pertama sampai nabi terakhir.

Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang

yang terjangkau oleh empirik maupun yang mencakup permasalahan yang

transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan

segenap isinya, serta kehidupan di akhirat nanti.

2.3.4 Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa

penyebab sesuatu dan mengapa. Vardiansyah (2008) menyatakan, ada

persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu

banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Di antara syarat-

syarat ilmu pengetahuan adalah:

1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah

yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.

Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji

keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni

persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan

subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.

2. Metodis. Kata “metodis” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani “metodos” yang

berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan

dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. Maka yang dimaksud metodis adalah

upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya

penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu

untuk menjamin kepastian kebenaran.

3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,

ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga

membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu

menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang

tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu

yang ketiga.

4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat

umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya

universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial

menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-

ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai

Page 11: Filsafat 1 a [Draft-print]

11

tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu

pula.

2.3.5 Objek Ilmu Pengetahuan

Menurut Salam (2005), pada dasarnya, objek ilmu pengetahuan itu ada dua, yaitu

alam dan manusia. Oleh karena itu, para ahli membagi ilmu pengetahuan berdasarkan objek

yang dipelajari menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelompok ilmu pengetahuan alam, dan

(2) kelompok ilmu pengetahuan manusia (sosial).

Tetapi itu saja belum cukup, karena bisa saja ada dua atau lebih ilmu pengetahuan

yang mempelajari objek yang sama, padahal itu merupakan ilmu pengetahuan yang jelas

berbeda. Contoh, ilmu kedokteran, ilmu psikologi, ilmu sosiologi. Semua ilmu itu

mempelajari manusia, objeknya manusia. Bahkan ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu biologi,

dan ilmu kebangsaan, itu semua juga mempelajari manusia. Maka, yang membedakan antara

satu ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan lainnya adalah objek material atau lapangan

ilmu pengetahuan itu. Apabila objek materialnya sama, maka yang membedakan ialah objek

formalnya atau sudut pandang dalam ilmu pengetahuan itu sendiri (Salam, 2005).

2.3.6 Metode Ilmu Pengetahuan

Adapun metode-metode yang dipakai dalam ilmu pengetahuan (Salam, 2005),

adalah:

1. Observasi

Metode observasi meliputi pengamatan indrwi (sense perception), seperti: melihat,

mendengar, menyentuh, meraba, mencium, merasakan, dan sebagainya. Observasi

yang cermat dan teliti sangat diperlukan dalam penelitian ilmiah. Ada beberapa hal

penting yang harus dipenuhi dalam melakukan observasi, yaitu:

a. Indra yang normal dan sehat

Semua indra diperlukan untuk melakukan observasi yang cermat, seperti:

penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa.

b. Kematangan mental

Dalam hal ini, bukan hanya kemampuan berpikir, tetapi peneliti juga harus

paham tentang instrumen intelektual yang diperlukan, seperti istilah-istilah,

simbol-simbol, atau konsep-konsep.

c. Alat-alat bantu fisik

Seperti: teleskop, mikroskop, stopwatch, atau alat-alat lain yang dapat

mengukur waktu, luas, berat, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penelitian

secara tepat dan akurat, untuk menghasilkan kesimpulan yang cermat.

d. Cara mengatur posisi, tempat, atau kondisi yang memungkinkan observasi

dapat dilakukan dengan cermat

Peneliti juga harus memperhatikan faktor waktu, tempat, gerakan, suhu, cahaya,

keadaan cuaca, suara, dan lain sebagainya. Kesalahan atau kegagalan observasi

boleh jadi disebabkan karena adanya kerusakan atau gangguan pada faktor-

faktor tersebut.

e. Pengetahuan lapangan

Peneliti yang mengenal lapangan penelitiannya, sejarahnya, serta pengalaman

lainnya terkait objek penelitiannya, akan lebih memudahkan peneliti dalam

melakukan observasi.

2. Trial and Error

Metode trial and error (coba-coba) telah dikenal secara universal, tanpa

memerlukan penjelasan yang panjang-lebar. Metode trial and error cenderung

disebut dengan “learning by doing” daripada disebut “learning by thinking”, semua

itu dikemukakan dalam bentuk sederhana yang mengandung refleksi.

3. Eksperimen

Kegiatan eksperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab-

akibat dan pengujian hipotesis. Terdapat beberapa teknik atau metode dalam

eksperimen, di antaranya:

a. Teknik pengawasan (techniques of control). Peneliti mengontrol kondisi-

kondisi yang berhubungan dengan objek yang sedang ia pelajari, kemudian ia

Page 12: Filsafat 1 a [Draft-print]

12

“memanipulasi” kondisi-kondisi ini dengan mengubah satu faktor tertentu,

kemudian ia mencatat akibat-akibatnya.

b. Metode perbedaan (the method of difference). Metode ini digunakan untuk

membedakan satu faktor atau kondisi pada satu waktu, sedangkan faktor-faktor

lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap, kemudian peneliti membuat suatu

perbedaan yang diperoleh dari pengamatannya dalam kesimpulan penelitiannya.

c. Konkonitan Variasi (concomitant variation). Yaitu hubungan antara dua

fenomena yang berbeda, sebagai hasil hubungan sebab-akibat yang mungkin

terjadi pada kegiatan observasi dan eksperimen. Metode ini menunjukkan dua

fenomena muncul atau hilang bersama-sama, atau yang satu muncul dan yang

lain menghilang.

4. Statistik

Istilah statistik berarti pengatahuan tentang mengumpulkan, menganalisis, dan

menggolongkan bilangan/data sebagai dasar induksi. Statistik memungkinkan kita

untuk menjelaskan sebab-akibat dan pengaruhnya, menggambarkan tipe-tipe dari

fenomena-fenomena, kita juga dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan

menggunakan tabel atau grafik, serta dapat pula meramalkan kejadian-kejadian yang

akan datang dengan tingkat akurasi yang tinggi.

5. Sampling

Yang dimaksud sampling adalah apabila kita mengambil beberapa anggota atau

bilangan tertentu dari satu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan

kelompok tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebagian anggota

sebagai perwakilan tersebut benar-benar dapat mewakili keseluruhan anggota

kelompoknya atau tidak.

2.3.7 Klasifikasi Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan diklasifikasikan berdasarkan para pakar itu meninjaunya.

Burhanuddin Salam (2005) mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan subjeknya dan

objeknya.

a. Menurut Subjeknya

1. Teoritis

a) Nomotetis adalah ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang berlaku

universal, mempelajari objeknya dalam keabstrakannya, dan mencoba

menemukan unsur-unsur yang selalu dapat kembali dalam segala

pernyataannya yang konkret kapan saja dan di mana saja.

b) Ideografis (ide, cita-cita, grafis, atau lukisan) adalah ilmu yang

mempelajari objeknya secara konkret berdasarkan tempat dan waktu

tertentu, dengan sifat-sifat tersendiri (unik), misalnya: ilmu sejarah,

etnografi (ilmu bangsa-bangsa), sosiografi, dan sebagainya.

2. Praktis (applied science/ilmu terapan) yaitu adalah ilmu yang langsung

ditujukan pada pemakaian atau pengamalan pengetahuan itu, jadi ilmu ini dapat

menentukan bagaimana manusia harus berbuat sesuatu. Ilmu praktis ini pun

diperinci menjadi:

a) Normatif yaitu ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat,

membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan, berbicara

tentang baik-buruk, benar-salah, misalnya: agama, etika, norma,

kesusilaan, dan sebagainya.

b) Positif yaitu ilmu yang mengatakan bagaimanakah orang harus membuat

sesuatu dan mencapai hasil tertentu, misalnya: ilmu teknik, ilmu

pertanian, ilmu kedokteran, dan sebagainya.

b. Menurut Objeknya

1. Universal/umum, yaitu ilmu yang meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup

manusia, misalnnya: agama/teologi dan filsafat.

2. Khusus, yaitu ilmu yang membahas hanya mengenai salah satu bidang tertentu

dari kehidupan manusia, jadi objeknya terbatas. Ilmu ini diperinci lagi menjadi:

a) Ilmu alam (natural science), yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda

menurut keadaannya di alam raya ini, terlepas dari pengaruh manusia,

Page 13: Filsafat 1 a [Draft-print]

13

serta mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang terjadi di alam raya

ini, misalnya: ilmu biologi, ilmu fisika, ilmu kimia, dan sebagainya.

b) Ilmu pasti (mathematics), yaitu ilmu yang memandang benda-benda

terlepas dari isinya tetapi hanya menurut besarnya atau jumlahnya. Ilmu

ini dijabarkan secara logis berdasarkan pada beberapa azas dasar

(axioma), misalnya: ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu aljabar, dan sebagainya.

c) Ilmu kerohanian/kebudayaan (social science), yaitu ilmu yang mempelajari

berbagai hal di mana jiwa manusia memegang peranan yang menentukan.

Yang dilihat bukan benda-benda di alam raya yang terlepas dari manusia,

tetapi justru melihat benda-benda di alam raya yang mengalami pengaruh

dari manusia. Juga karena manusia berbuat berdasarkan kekuatan

jiwanya, misalnya: ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, ilmu

hukum, ilmu bahasa, ilmu sosiologi, dan sebagainya.

2.3.8 Fungsi Ilmu Pengetahuan

Adapun fungsi ilmu pengetahuan yang utama ada tiga, yaitu:

1. Menjelaskan (explaining, describing)

Fungsi ilmu pengetahuan dalam menjelaskan memiliki 4 bentuk yaitu:

1) Deduktif, yaitu ilmu harus dapat menjelaskan sesuatu berdasarkan

premis pangkal ilir yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Probabilistik, Ilmu pengetahuan dapat menjelaskan berdasarkan pola

pikir induktif dari sejumlah kasus yang jelas, sehingga hanya dapat

memberi kepastian (tidak mutlak) yang bersifat kemungkinan besar

atau hampir pasti.

3) Fungsional, ilmu pengetahuan dapat menjelaskan letak suatu

komponen dalam suatu sistem secara menyeluruh.

4) Genetik, ilmu pengetahuan dapat menjelaskan suatu faktor

berdasarkan gejala-gejala yang sudah sering terjadi sebelumnya.

2. Meramalkan (prediction)

Ilmu pengetahuan harus dapat menjelaskan faktor sebab akibat suatu peristiwa

atau kejadian, misalnya apa yang akan terjadi jika harga naik.

3. Mengendalikan (controlling)

Fungsi Ilmu pengetahuan dalam mengendalikan harus dapat mengendalikan

gejala alam berdasarkan suatu teori misalnya bagaimana mengendalikan kurs

rupiah dan harga.

BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat kami simpulkan bahwa:

1. Filsafat adalah kegiatan memikirkan, menelaah dan mencari kebenaran dalam

arti sedalam-dalamnya akan sesuatu yang nyata yang telah ada guna menjawab

keraguan dan pertanyaan yang muncul tentangnya.

2. Pengetahuan adalah hasil proses berpikir atau usaha manusia dari belum tahu

menjadi tahu, baik melalui penalaran secara langsung melalui panca indera

maupun akal, untuk dapat menjawab segala persoalan yang ada.

3. Ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang

disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian, analisa, dan diperiksa secara

teliti, dengan menggunakan metode tertentu (secara rasional, sistematis, logis,

dan konsisten) sehingga diperoleh penjelasan mengenai gejala objek yang

bersangkutan.

4. Berdasarkan pengertian filsafat, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan tersebut,

maka kita dapat mengetahui persamaan dan perbedaannya. Berikut adalah tabel

persamaan dan perbedaan antara filsafat, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan.

Page 14: Filsafat 1 a [Draft-print]

14

Tabel 3.1. Persamaan Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan

No. Persamaan Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan

1 Ketiganya merupakan hasil proses berpikir atau usaha manusia untuk menjawab

suatu persoalan tertentu dalam rangka mencari suatu kebenaran.

2 Ketiganya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya yang

timbul dari hasrat manusia (objektivitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.

2 Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya untuk menyelidiki objek

selengkap-lengkapnya.

3 Ketiganya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-

kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebabnya.

4 Ketiganya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.

5 Ketiganya memiliki karakteristik masing-masing.

6 Ketiganya memiliki metode masing-masing.

7 Ketiganya dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia

Sumber: Data diolah (2015)

Tabel 3.2. Perbedaan Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan

No Filsafat Pengetahuan Ilmu Pengetahuan

1 Mencoba merumuskan

pertanyaan atas jawaban.

Mencari prinsip-prinsip umum,

tidak membatasi segi

pandangannya bahkan

cenderung memandang segala

sesuatu secara umum dan

keseluruhan.

Yang dipelajari

terbatas karena hanya

sekedar kemampuan

yang ada dalam diri

kita untuk

mengetahui sesuatu

hal.

Cenderung kepada hal

yang dipelajari dari

sebuah buku panduan.

2 Keseluruhan yang ada Objek penelitian yang

terbatas

Ilmu pengetahuan adalah

kajian tentang dunia

material.

3 Menilai objek renungan dengan

suatu makna. Misalkan :

agama, kesusilaan, keadilan,

dan sebagainya

Tidak menilai objek

dari suatu sistem nilai

tertentu.

Ilmu pengetahuan adalah

definisi eksperimental.

4 Bertugas mengintegrasikan

ilmu-ilmu.

Bertugas memberikan

jawaban

Ilmu Pengetahuan dapat

sampai pada kebenaran

melalui kesimpulan logis

dari pengamatan empiris.

Sumber: Data diolah (2015)

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu–Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu

Pengetahuan, Edisi ke-2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.

Sidharta, Arief. 2008. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?. Bandung : Pustaka Sutra.

Sidi, Gazalba. 1992. Sistematika Filsafat. Jakarta : Bulan Bintang.

Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara

Syafiie, Inu Kencana. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung : Refika Aditama.

Vardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi–Suatu Pengantar. Jakarta : Indeks.

Wahid, Ramli Abdul. 1996. Ulumul Qu'ran. Jakarta : Grafindo.

Wiramihardja, Sutardjo. 2009. Pengantar Filsafat –Sistematika dan Sejarah Filsafat, Logika

dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi.

Bandung : Refika Aditama.