File

download File

of 12

description

SKRIPSI

Transcript of File

  • BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pertumbuhan dunia perumahsakitan di Indonesia dewasa ini menunjukkan

    suatu kecenderungan peningkatan kompetisi yang kian besar. Hal ini

    menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi rumah sakit untuk segera

    berbenah diri dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya. Agar

    dapat berfungsi secara optimal rumah sakit sebagai organisasi pelayanan

    kesehatan harus memiliki visi dan misi sebagai pedoman kegiatan,

    penetapan strategi yang konkrit untuk mencapai tujuan, dan melakukan

    penataaan terutama tata nilai yang dapat menciptakan suasana dan iklim

    organisasi yang kondusif (WHO, 2003). Iklim organisasi yang kondusif

    mutlak diperlukan oleh organisasi yang mencita citakan adanya

    transformasi pada efektifitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai

    tujuan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

    Tujuan pelayanan kesehatan yang professional dan berkualitas di rumah

    sakit, tentunya tidak terlepas dari hasil kerjasama seluruh komponen

    sumber daya, khususnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam

    organisasi layanan rumah sakit tersebut. SDM keperawatan merupakan

    proporsi terbesar dari tenaga kesehatan lain yang bertanggung jawab untuk

    memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dan berkualitas

    terhadap klien secara berkesinambungan. Koesmono, (2007), menjelaskan

    bahwa perawat rumah sakit, dituntut untuk memiliki kemauan dan

    kemampuan untuk mengembangkan ketrampilan dan pengetahuannya

    dalam usaha untuk memberikan pelayanan yang yang ramah, sopan, serta

    berkualitas kepada pasien. Dengan demikian SDM keperawatan

    merupakan salah satu asset dan komponen penting dalam pelayanan rumah

    sakit yang memiliki kontribusi dalam menentukan baik tidaknya sebuah

    citra rumah sakit.

  • 2

    Keperawatan sebagai salah satu bagian dari SDM dirumah sakit berperan

    penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan

    dirumah sakit (Aditama, 2002). Dalam menghadapi era persaingan yang

    kian kompetitif dewasa ini, tuntutan loyalitas bagi seorang perawat

    menjadi hal yang penting dan diperlukan oleh rumah sakit untuk dapat

    menampilkan kinerja dan produktivitas yang baik. Untuk bisa mencapai

    tujuan, rumah sakit memerlukan para karyawan termasuk didalamnya

    adalah perawat, yang memiliki komitmen tinggi. Pentingnya komitmen ini

    menurut Gupta, (2007), merupakan jantung dari analisis Manajemen

    Sumber Daya Manusia. Oleh karena itu kebijakan dalam manajemen

    SDM di rumah sakit menjadi sesuatu hal yang penting, terutama yang

    berkaitan dengan penciptaan upaya dalam meningkatkan komitmen pada

    karyawan, agar SDM keperawatan potensial yang dimiliki organisasi dapat

    tetap bertahan dalamnya.

    Komitmen secara harfiah diartikan sebagai sebuah level kedekatan pekerja

    dengan beberapa aspek dalam pekerjaannya (Gupta, 2007). Komitmen ini

    merupakan sebuah konsep penting yang merefleksikan adanya kealamian

    dan kuatnya ikatan individu baik terhadap pekerjaan, karir maupun

    organisasi tempat kerja. Menurut Salami (2008), salah satu faktor yang

    mendukung terwujudnya iklim organisasi yang sehat, tingginya moral

    pekerja, motivasi dan produktivitas adalah komitmen organisasi.

    Keinginan yang kuat untuk bertahan dalam keanggotaan organisasi

    menjadi salah satu indikator terbentuknya komitmen karyawan dalam

    organisasi. Oleh karena itu komitmen organisasi sebagai salah satu bagian

    penting dari komitmen karyawan, khususnya perawat akan menjadi fokus

    utama dalam penelitian ini.

    Komitmen organisasi adalah sebuah konstruksi global yang mencerminkan

    respon afektif dan kekuatan relatif dari seorang individu akan identifikasi

    dan keterlibatannya terhadap keseluruhan organisasi. Hal ini

    dimanifestasikan dengan adanya kepercayaan (identifikasi) dan

  • 3

    penerimaan (internalisasi) yang kuat atas tujuan dan nilai nilai organisasi,

    kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi

    (keterlibatan kerja) dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan

    kedudukan sebagai anggota organisasi (Mowday, Porter, & Steers, 1982

    dalam Morin, 2008). Respon afektif perawat ini merupakan respon awal

    yang melatarbelakangi terbentuknya komitmen lanjutan perawat di sebuah

    rumah sakit, sehingga dengan diketahuinya komitmen karyawan dapat

    diperoleh suatu gambaran kesetiaan para anggota organisasi terhadap

    organisasinya.

    Sikap kerja berupa komitmen organisasi dikorelasikan dengan stabilitas

    ketenagakerjaan (rendahnya tingkat keluarnya karyawan secara sukarela),

    tingkat rajin tidaknya karyawan (rendahnya tingkat absensi karyawan),

    kinerja, kualitas layanan pelanggan, dan perilaku organisasi (perilaku

    profesional yang mengarah pada harapan dan terpenuhinya tugas yang

    diberikan). Menurut Sopiah, (2008), komitmen organisasi ini dapat

    digunakan sebagai indikator adanya tingkat rajin tidaknya individu dan

    loyalitasnya terhadap organisasi. Komitmen yang tinggi akan terlihat dari

    tingginya tingkat retensi karyawan, sehingga tidak mudah untuk

    meninggalkan organisasi. Hal ini menunjukkan korelasi komitmen

    organisasi dengan berbagai variabel kerja lainnya.

    Hasil penelitian yang dilakukan Muliyadi (2008), menguraikan hubungan

    komitmen pada organisasi dan lingkungan kerja perawat dengan kinerja

    perawat pelaksana di RS. Tugu Ibu Jakarta. Hasil riset menunjukkan

    bahwa ada hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja perawat.

    Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dana, (2007), menunjukkan

    adanya hubungan antara komitmen organisasi terhadap Organizational

    Citizenship Behavior (OCB) di Poltekkes Banjarmasin. Oleh karena itu

    agar dapat membentuk komitmen yang kuat, perlu diketahui faktor dan

    determinan yang mempengaruhi terbentuknya komitmen organisasi

    tersebut.

  • 4

    Terbentuknya sebuah komitmen ditentukan oleh sejumlah faktor yang

    tidak terjadi begitu saja, akan tetapi melalui proses yang cukup panjang

    dan bertahap. Steers dan Porter dalam Sopiah, (2008), menjelaskan

    tentang faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu

    faktor personal, faktor organisasi dan faktor non organisasional. Dari

    ketiga faktor tersebut, faktor personal yang meliputi usia, jenis kelamin,

    tingkat pendidikan, status marital, masa kerja dan status pegawai. Faktor

    personal ini merupakan salah satu determinan penting yang mempengaruhi

    komitmen organisasi ditempat kerjanya.

    Berkaitan dengan faktor yang berasal dari dalam organisasi terdapat lima

    faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi yaitu budaya

    keterbukaan, kepuasan kerja, kesempatan untuk berkembang, arah

    organisasi dan penghargaan (Stum dalam Sopiah, 2008). Dari kelima

    faktor organisasi diatas, kepuasan kerja merupakan sebuah variabel dan

    determinan penting yang dapat mempengaruhi terbentuknya komitmen

    organisasi. Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian (Porter et al.,

    1974; Price, 1977; Rose, 1991; Mannheim et al., 1997 dalam Morin 2008),

    yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan determinan dan

    prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Dengan demikian

    kepuasan kerja ini merupakan salah satu sikap kerja yang perlu

    mendapatkan perhatian dari organisasi dalam upaya meningkatkan

    komitmen organisasi.

    Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif

    yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.

    Luthans, (2006), menyebutkan lima dimensi kepuasan kerja yang

    digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dalam organisasi

    yang meliputi gaji, pekerjaan, kesempatan promosi, supervisi, serta rekan

    kerja. Kepuasan kerja ini merupakan sikap yang penting dalam organisasi,

    sebab berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan

    mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan (Locke, dalam

  • 5

    Luthans 2006). Kepuasan dengan apa yang diperoleh perawat dari

    organisasi rumah sakit akan memberikan lebih dari yang diharapkan

    sehingga perawat akan terus berusaha memperbaiki kinerja dan prestasi

    kerjanya. Sebaliknya perawat yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung

    melihat pekerjaan sebagai hal yang membosankan, maka cenderung

    mempengaruhi penurunan motivasi dan semangat kerjanya.

    Hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dari hasil

    penelitian (Meyer, Allen & Smith, 1993) menunjukkan adanya hubungan

    positif antara kepuasan kerja dengan komitmen afektif dan normatif, dan

    hubungan yang negatif dengan komitmen berkelanjutan. Hasil penelitian

    lain menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan anteseden terjadinya

    komitmen organisasi. Koslowsky (1991, dalam Brown & Gaylor. 2004),

    menguraikan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dengan

    komitmen organisasi, namun bukan hubungan sebab akibat. Salami,

    (2008) menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki kepuasan kerja

    tinggi akan lebih berkomitmen terhadap organisasi. Berdasarkan uraian

    diatas, dapat diketahui bahwa komitmen organisasi ini penting sekali

    untuk dimiliki oleh tiap komponen organisasi yang terlibat, dan sikap kerja

    ini perlu dikelola dan ditingkatkan oleh organisasi rumah sakit.

    Membangun komitmen (commitment building) bukanlah pekerjaan mudah,

    dan merupakan pekerjaan besar yang harus dilakukan dengan kesabaran

    dan kearifan (Subanegara, 2005). Berbagai cara dapat dilakukan untuk

    meningkatkan komitmen organisasi, seperti yang diungkapkan Meyer dan

    Allen (1997, dalam Payne, Huffman & Trembler 2002), yang menjelaskan

    adanya The Want dan Need Factors yang berkontribusi terhadap

    peningkatan terbentuknya komitmen organisasi karyawan. The Want

    factors ini berkaitan dengan komitmen afektif dan normatif, yang mengacu

    pada kedekatan emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi.

    Sedangkan The Need factors berkaitan dengan komitmen berkelanjutan

    dan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari

  • 6

    organisasi. Dari kedua faktor tersebut upaya membangun komitmen

    melalui kedekatan emosional mengacu pada The want factors akan

    merangsang terbentuknya perasaan individu yang memiliki loyalitas yang

    tinggi pada organisasi dan merasa menjadi bagian dari organisasi,

    sehingga akan tetap melanjutkan keberadaannya dalam organisasi.

    The want factors dalam implementasinya berprinsip pada adanya

    dukungan dan keterbukaan serta pengakuan terhadap pentingnya individu

    dan kompetensinya. Beberapa bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan

    prinsip tersebut adalah memberikan otonomi dalam mengambil keputusan,

    pekerjaan yang menantang serta meningkatkan tanggungjawab. Salah satu

    kegiatan yang dapat merangkum kedua hal tersebut melalui Leadership

    training (Payne, Huffman & Trembler, 2002). Pada pendekatan ini

    pegawai yang lebih senior mengajarkan cara menyampaikan dukungan,

    keterbukaan, pengakuan terhadap pentingnya individu dan kompetensinya

    pada pegawai yang lebih junior.

    Berdasarkan kajian literatur yang ada, beberapa penelitian telah dilakukan

    berkaitan dengan cara meningkatkan komitmen organisasi. Barcus, (2007)

    menjelaskan tentang dampak pelatihan dan pengembangan pada karyawan

    yang memiliki pengaruh kuat terhadap beberapa variabel pekerjaan seperti

    kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan tingkat turn over. Brown,

    (2003) dan Ekeland, (2005), menguraikan tentang hubungan yang positif

    antara perilaku kepemimpinan berorientasi pada relasional (kepemimpinan

    transformasional) terhadap komitmen afektif. Hasil penelitian ini

    mendukung bahwa kepemimpinan merupakan pendekatan penting

    terbentuknya komitmen organisasi khususnya komitmen afektif.

    Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

    komitmen organisasi (Subanegara, 2005). Tanpa adanya kepemimpinan

    yang tepat dan pemberian motivasi dari atasan, maka komitmen yang

    ditunjukkan oleh pegawai tidak dapat mendukung efektifitas sebuah

  • 7

    organisasi (Brown, 2003; Angle & Perry, dalam Ekeland, 2005). Fry,

    (2005), menjelaskan salah satu hal yang berkaitan dengan efektifitas

    sebuah kepemimpinan ditempat kerja, tidak terlepas dari sebuah nilai nilai

    spiritual. Oleh karena itu merupakan sebuah hal yang penting untuk

    menanamkan nilai moral spiritual pada seluruh karyawan. Kepuasan

    terkait dengan terpenuhinya kebutuhan spiritual ditempat kerja akan

    memberikan pengaruh yang positif pada kesehatan manusiawi dan

    psikologis serta dapat dijadikan sebuah pondasi penerapan Spiritual

    Leadership.

    Spiritual leadership merupakan sebuah paradigma baru dalam

    transformasi dan perkembangan organisasi yang didesain untuk

    mendorong terciptanya motivasi internal dan organisasi pembelajar (Fry,

    2005; Fry & Whittington, 2005). Pada awal teori spiritual leadership ini

    dikembangkan dengan menggunakan sebuah model motivasi intrinsik

    yang menggabungkan adanya visi, harapan/ keyakinan, dan altruistic love.

    Nilai nilai terakomodir melalui perasaan bermakna (calling) dan menjadi

    bagian (membership) pada organisasi. Dampak yang diharapkan adalah

    terciptanya rasa spiritual pada pemimpin maupun pengikut serta

    terwujudnya kesejahteraan spiritual pada tingkatan individual, yang

    dicapai melalui terciptanya kongruensi nilai yang strategis, dan

    pemberdayaan tim. Penerapan Spiritual Leadership akan menginspirasi

    dan memotivasi pekerja dalam mencapai visi dan tujuan organisasi yang

    didasarkan pada nilai nilai budaya organisasi, yang pada akhirnya akan

    dapat menghasilkan tenaga kerja yang memiliki motivasi, komitmen dan

    produktif.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Koesmono, (2005) yang dilakukan di

    rumah sakit swasta Surabaya, menunjukkan bahwa kepemimpinan

    berpengaruh terhadap komitmen organisasi perawat. Sedangkan hasil

    penelitian yang dilakukan oleh Fry dan Cohen, (2008), dengan Spiritual

    Leadershi akan dapat membantu berkembangnya nilai kemanusiaan yang

    positif, psikologis dan keadaan spiritual yang bermuara pada tercapainya

  • 8

    komitmen organisasi, produktivitas dan kinerja organisasi yang

    menyeluruh.

    Uraian diatas menunjukkan adanya pengaruh yang cukup bermakna

    tentang pentingnya spiritual leadership dalam meningkatkan komitmen

    organisasi, oleh karena itu metode ini perlu dikaji lebih mendalam dan

    perlu dikembangkan melalui proses riset yang berkelanjutan. Penelitian

    tentang penerapan Spiritual Leadership akan dilaksanakan di RS. Islam

    Surabaya, sebagai salah satu rumah sakit yang memiliki keunikan dan

    karakter khusus yang bernuansa nilai islami yang tercermin dalam budaya

    sehari-harinya.

    RS. Islam Surabaya merupakan sebuah rumah sakit swasta tipe C, yang

    memiliki visi dalam mewujudkan RSI yang dapat dibanggakan dalam

    menjawab tantangan globalisasi. RS. Islam Surabaya ini memiliki

    kapasitas tempat tidur sejumlah 132, dan Bed Occupancy Rate (BOR) rata

    rata 45.59% pada tahun 2008. RS ini memiliki jumlah tenaga keperawatan

    sebesar 35.1% dari seluruh tenaga kesehatan yang ada. Jumlah tersebut

    didominasi tenaga DIII keperawatan sebesar 47.8%, SPK 39.6% dan

    selebihnya adalah tenaga S1 Keperawatan sebesar 12.61 (SDM RS.Islam

    Surabaya, 2009). Hasil ini menunjukkan bahwa tenaga keperawatan

    merupakan SDM dengan proporsi terbesar yang dimiliki oleh rumah sakit.

    Berdasarkan hasil studi awal penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada

    bulan Maret 2009, dengan penyebaran kuesioner pada 5 orang perawat

    tentang kepuasan kerja, didapatkan hasil bahwa 3 orang perawat merasa

    kurang puas terhadap aspek gaji, supervisi, hubungan dengan rekan kerja.

    Sedangkan 4 orang perawat merasa kurang puas terhadap supervisi yang

    dilakukan di RS. Islam A.Yani, dan hanya 1 orang perawat yang merasa

    puas terhadap aspek pekerjaan. Hasil wawancara pada perawat tersebut,

    sebagian besar mengatakan rasa bosan terhadap rutinitas pekerjaan yang

    dilakukan sehari hari, hasil ini menunjukkan masih terdapat perawat dalam

    rumah sakit yang memiliki kepuasan kerja yang rendah.

  • 9

    Hasil kajian melalui wawancara pada pihak manajemen RS. Islam

    Surabaya, dapat diketahui bahwa manajemen SDM keperawatan yang saat

    ini dilakukan, masih terbatas pada pemenuhan hak (gaji, insentif) yang

    diberikan sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan perawat,

    kesempatan dalam melaksanakan pendidikan berkelanjutan dengan

    prasyarat tertentu. Berdasarkan hasil studi lanjutan menunjukkan adanya

    dan data Turn Over pada tahun 2008 adalah 6.6%, dan triwulan 2009

    adalah 3.6%. Data ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan

    tingkat pergantian perawat yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

    Berdasarkan hasil observasi didapatkan adanya perawat di beberapa ruang

    yang datang terlambat di saat jadwal shift kerjanya, sehingga pada saat

    operan seringkali tim tenaga keperawatan tidak lengkap, dan jadwal

    operan tertunda dalam beberapa waktu kemudian. Dari hasil observasi

    lanjutan, diketahui bahwa keterlambatan kerja ini dianggap sebuah hal

    yang biasa, oleh karenanya perawat yang terlambat tidak mendapatkan

    teguran dan arahan secara khusus dari manajer ruangan.

    Berkaitan dengan fenomena diatas menunjukkan adanya gejala faktor

    penurunan motivasi perawat untuk terlibat secara penuh dalam

    pekerjaannya, dan adanya gejala kurang efektifnya kepemimpinan kepala

    ruang dalam mempengaruhi dan memotivasi serta mengarahkan perawat

    pelaksana untuk tidak terlambat di tempat kerja. Oleh karena itu perlu

    suatu upaya tindakan perbaikan dari organisasi untuk meningkatkan

    motivasi, dan menginspirasi perawat untuk lebih memiliki komitmen dan

    produktif terhadap organisasi rumah sakit.

    2.1 Rumusan Masalah Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan upaya retensi

    perawat yang ada di RS. Islam Surabaya saat ini terbatas dalam melakukan

    upaya meningkatkan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu diperlukan pula

    suatu upaya manajemen yang lebih komprehensif dalam menstimulus

    timbulnya motivasi secara intrinsik pada perawat.

  • 10

    Universitas Indonesia

    Kepemimpinan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

    komitmen organisasi perlu mendapatkan perhatian dan upaya

    meningkatkan efektifitasnya dalam menjalankan fungsi manajemen di

    ruangan rawat inap untuk dapat meningkatkan sikap kerja perawat baik

    motivasi, kepuasan kerja, yang akan bermuara pada terbentuknya

    komitmen organisasi yang tinggi. Kebutuhan individual seorang perawat

    ditempat kerja yang terpenuhi dengan baik cenderung memenuhi kepuasan

    kerja yang tinggi dan berdampak pada komitmen yang baik terhadap

    rumah sakit guna mempertahankan kinerja organisasi secara positif.

    Permasalahan yang ditemukan pada kajian awal di RS. Islam Surabaya,

    seperti halnya latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat

    dirumuskan sebagai berikut:

    1. Resiko penurunan komitmen organisasi perawat di RS. Islam Surabaya

    yang ditandai dengan adanya respon ketidakpuasan perawat dalam

    beberapa aspek pekerjaan, yang bergejala terhadap menurunnya

    motivasi kerja perawat dalam keterlibatan pekerjaan.

    2. Resiko tidak efektifnya kepemimpinan manajer ruangan di RS. Islam

    Surabaya yang ditandai dengan kurang efektifnya fungsi pengarahan,

    dan supervisi terhadap perawat pelaksana.

    Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka perlu suatu upaya dalam

    meningkatkan komitmen afektif perawat di RS.Islam Surabaya melalui

    optimalisasi potensi nilai budaya yang dipandang memiliki cerminan

    karakteristik khas budaya islami dalam aktivitas sehari harinya. Hal ini

    dapat terakomodir melalui bentuk penerapan Spiritual leadership.

    Pertanyaan penelitian yang relevan dan penting untuk dijawab dalam

    penelitian ini, yaitu:

    1. Apakah penerapan spiritual leadership dapat meningkatkan komitmen

    organisasi perawat terhadap rumah sakit?

    2. Apakah ada perbedaan komitmen organisasi perawat pada kelompok

    kepuasan kerja tinggi dan kepuasan kerja rendah?

    Pengaruh Penerapan, Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009

  • 11

    Universitas Indonesia

    3. Adakah hubungan karakteristik personal perawat dengan komitmen

    organisasi perawat di RS Islam Surabaya?

    1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan umum

    Mengetahui pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap

    komitmen organisasi pada perawat di RS Islam Surabaya.

    1.2.2 Tujuan khusus

    1.2.2.1 Diketahuinya karakteristik perawat di RS. Islam Surabaya

    1.2.2.2 Diketahuinya kepuasan kerja perawat di RS. Islam

    Surabaya

    1.2.2.3 Diketahuinya komitmen organisasi (identifikasi,

    internalisasi, keterlibatan kerja dan keinginan bertahan

    dalam organisasi) pada perawat di RS. Islam Surabaya

    1.2.2.4 Diketahuinya perbedaan komitmen organisasi antara

    perawat yang diterapkan dengan yang tidak diterapkan

    Spiritual leadership di RS. Islam Surabaya.

    1.2.2.5 Diketahuinya perbedaan komitmen organisasi antara

    perawat dengan kepuasan kerja tinggi dan rendah di RS.

    Islam Surabaya

    1.2.2.6 Diketahuinya faktor yang berkontribusi terhadap komitmen

    organisasi pada perawat di RS.Islam Surabaya

    1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Aplikatif

    1.3.1.1 Sebagai kajian awal terhadap pentingnya penerapan

    Spiritual Leadership bagi perawat di rumah sakit, sehingga

    dapat dicapai sebuah metode yang dapat digunakan dalam

    upaya meningkatkan motivasi internal perawat, dan

    dampaknya terhadap komitmen perawat pada organisasi

    rumah sakit.

    Pengaruh Penerapan, Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009

  • 12

    1.3.1.2 Sebagai masukan terhadap manajemen RS, tentang

    pentingnya penciptaan iklim organisasi yang baik, sehingga

    dapat dijadikan bahan evaluasi dalam meningkatkan retensi

    karyawan. Selain itu dapat menjadi dasar pentingnya

    sosialisasi internal nilai budaya organisasi pada seluruh

    anggota organisasi rumah sakit

    1.3.1.3 Memberi masukan pada perawat tentang upaya dalam

    meningkatkan pembinaan diri dan motivasi internal yang

    dapat dijadikan bahan evaluasi bagi peningkatan kinerja

    dan produktifitas kerja.

    1.3.2 Manfaat Akademik dan keilmuan

    1.3.2.1 Berkontribusi dalam pengembangan bidang ilmu

    pengetahuan khususnya ilmu manajemen sumber daya

    manusia keperawatan, perilaku organisasi, dan psikologi

    yang terintegrasi secara komprehensif dalam

    pengembangan ilmu keperawatan.

    1.3.2.2 Sebagai kajian awal bagi pengembangan konsep yang

    terkait dengan aplikasi Spiritual leadership dalam

    organisasi pelayanan kesehatan, dan sekaligus sebagai

    pengenalan metode yang komprehensip dalam

    meningkatkan komitmen dan kinerja organisasi.

    1.3.3 Manfaat Metodologis

    Sebagai data kajian awal tentang upaya retensi karyawan yang

    dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan terutama

    bagi pihak yayasan dan manajemen SDM oleh rumah sakit.